PUSPA PKPA Medan (Studi Etnografi PKPA Dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan)

(1)

(Studi E

 

Etnografi P

Tangga T

Dia DE FAKU U

PUS

PKPA Dala

Terhadap

ajukan Untu Mendapa dalam B

T

EPARTEME LTAS ILM UNIVERSI

SPA PKPA

am Melind

Anak (KD

Skrip uk Memenu atkan Gelar Bidang Antr Oleh

Theresha M

0909050

EN ANTR MU SOSIAL ITAS SUM MEDA 2013

A Medan

dungi Kor

DRTA) di

si

uhi Salah Sa r Sarjana So ropologi Sos

h

Meilani

023

OPOLOGI L DAN ILM MATERA U

AN 3

rban Keke

i Kota Me

atu Syarat osial

sial

I SOSIAL MU POLIT UTARA

erasan Rum

edan)

TIK

mah


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

PUSPA PKPA Medan

(Studi Etnografi PUSPA PKPA Dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Oktober 2013


(3)

ABSTRAK

Theresha Meilani, 2013. Judul skripsi: PUSPA PKPA Medan (Studi Etnografi PKPA dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 Bab. 161 halaman, 9 tabel,3 bagan, dan 22 gambar.

Tulisan ini mengkaji mengenai sebuah lembaga swadaya masyarakat yakni PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) di Kota Medan yang telah berdiri sejak tahun 1996. Lembaga ini merupakan lembaga yang memberikan perlindungan kepada anak yang membutuhkan perlindungan hukum baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku.

Penelitian ini dilakukan di LSM PKPA pada unit layanan PUSPA (Pusat Pengaduan Anak) di Kota Medan. Salah satu implementasi isu penanganannya kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Setiap tahunnya angka korban anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di Kota Medan semakin meningkat.

Metode penulisan secara etnografi yang bersifat kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Penulisan dilakukan secara holistik berdasarkan informasi dan penjelasan dari staf PKPA dan korban serta keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga baik secara lisan maupun tulisan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada staf PKPA yang memiliki pengetahuan terkait masalah penelitian dan juga dari anak dan keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga, studi pustaka, dan pengumpulan data-data kasus dalam dokumen PKPA.

Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak yang dilakukan oleh PUSPA PKPA dan apa bentuk perlindungan kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh PUSPA PKPA. Hasil dari penelitian di lapangan menujukan bahwa PUSPA PKPA memberikan perlindungan kepada setiap anak korban kekerasan baik penyelesaian bentuk secara kekeluargaan maupun hukum sampai anak benar-benar merasa aman dan terhidar dari ancaman pihak pelaku kekerasan.

Kesimpulannya adalah keberadaan PKPA di Kota Medan mempermudah anak dan keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga untuk melapor serta korban juga bisa mendapatkan pendampingan dan perlindungan hukum untuk melindungi korban dari ancaman dan tindak lanjut pelaku. Berdasarkan pengalaman di lapangan anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga kerap mengalami ketakutan, benci, trauma, kecacatan, dan dapat menyebakan korban meninggal.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis pantjatkan kehadiran Tuhan Yesus Kristus yang

kasihNya selalu penulis rasakan dalam setiap detik nafas kehidupan dan segala

pergumulan dalam hidup yang ku jalani dan sampai skripsi ini bisa penulis

selesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana

Antropologi Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah PUSPA PKPA (Studi

Etnografi PUSPA PKPA Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan). Penulis menyadari masih banyak kesalahan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis sangat berterimakasih

saran dan kritik yang tentunya bertujuan untuk penyempurnaan skripsi.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua yang selalu memberi

dukungan dan sabar untuk memberi semangat kepada penulis. Kepada ayahanda

CM.Hutagaol, S.Pd yang merupakan sosok ayah yang selalu memberi nasehat

untuk tidak pernah putus semangat dan selalu memberikan teguran untuk tidak

pernah melupakanNya di dalam hidup, untuk Mamakku N.Marpaung, A.Md yang

cerewet dan tidak pernah berhenti untuk mengingatkan penulis untuk selalu rajin

membaca, menyelesaikan skripsi dan selalu mengadalkan Tuhan Yesus di dalam

hidup dan mereka adalah pemberi dukungan yang hadir di dalam suka maupun

duka yang penulis jalani. Penulis sangat menyanyangi dan menghormati Ayah dan

Mamak sebagai orang tua yang kasih sayangnya dan doa yang diberikan tidak


(5)

Terkhusus buat abang dan adik penulis yang terkasih Julius Hutagaol,

Theresia Meilana Hutagaol, dan Natalia Paro Ulima Hutagaol yang selalu sabar

dan memberi canda tawa di saat penulis dalam beban berat. Terima kasih kepada

abang dan adikku.

Selama penulisan skripsi, penulis banyak menerima bantuan baik dari segi

moral dan materiil, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

terimaksih yang tak terhingga dan mengucapkan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang menjadi inspirasi penulis dan biarlah untuk

tetap bekarya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.Sabariah

Bangun, M.Soc.SC selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan

waktu dan memberikan ide dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan

terimakasih atas seluruh kebijaksanaan, bimbingan, ketulusan, kesabaran, dan

kesediaan beliau dalam penulisan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Ermansyah, M.Hum selaku ketua penguji dan Ibu Nuriza Dora,

M.Si selaku penguji skripsi saya, terima kasih atas masukan dan saran dari bapak

dan ibu agar skripsi saya jauh lebih baik lagi. Saya juga mengucapkan terima

kasih kepada Bapak Prof.Dr. Badaruddin M.Si sebagai Dekan pada Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara. Kepada Ketua Departemen

Antropologi Sosial Bapak Fikarwin Zuska yang memberikan ilmu, arahan, dan

nasehat kepada penulis dan Bapak Agustrisno, M.SP selaku Sekretaris

Departemen Antropologi yang memberika dukungan dan motivasi selama

perkuliahan.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nurman Achmad,


(6)

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Terima kasih kepada Staf

Administrasi Departemen Antropologi Sosial Kak Nur dan Kak Sopi. Saya juga

mengucapkan terima kasih kepada staf PKPA terkhusus Abang Misran (Deputi

Direktur Bidang Program), Kak Emi (Koordinator PUSPA PKPA), Kak Wiwik

(Staf Litigasi PUSPA PKPA), Kak Liza (Manajer Kantor) Bang Ismail, dan Bang

Ramlan, Kak Ema, Bang Yuda, Bang Iwan, Bang Andi, Kak Lia, Kak Vita, Kak

Umi, Bang Lastok, Kak Ijur, Kak Ratih, Kak Yana, Kak Kemal, Alfi, Eko, Bang

Anto, Bang Mahlil, Bang Ali, serta teman-teman lainnya di PKPA yang peneliti

tidak sebutkan dan mahasiswa PKL dari Kesos USU 2010 Helen dan David yang

telah memberikan kontrisbusi, menjawab segala pertanyaan penulis, membantu

penulis menyelesaikan skripsi dan mengizinkan penulis meneliti anak-anak

korban kekerasan dalam rumah tangga guna menyelesaikan skripsi ini. Terima

kasih Kak Wiwik dan Kak Emi khusunya yang telah membantu penulis serta

Bang Ismail yang memberikan izin penulis untuk selalu di perpustakaan. Dari

PKPA ini penulis mulai banyak belajar tentang rasa percaya diri dan pertemanan.

Semua yang menjadi informan penulis Kak Astuti, Dita, Ranjani, Ibu Sita,

Wiwit dan Ibu Asna yang terbuka untuk menceritakan segala sesuatu yang tidak

penulis ketahui dan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi penulis dan mau

menerima penulis yang dulunya orang asing menjadi anak dan teman adik-adik.

Sehingga penulis mempunyai semangat juga untuk mencari informasi dan

kelengkapan data yang akhirnya selesailah skripsi ini. Penulis ucapkan terima

kasih.

Terima kasih untuk sahabat yang diizinkan Tuhan sekaligus saudaraku


(7)

Bornado Siregar, Bang Akwila Sihite, Bang Frankie Sitorus, Mesda Nababan,

Rina Silaen, Faisal R.S, dan Hud Firmansyah. Terima kasih Tuhan mereka kau

hadirkan yang telah mendoakan mendukung, mendoakan, mendengar/berbagi

cerita suka dan duka, tangis, dan tawa sehingga penulis tetap semangat dan

berjuang, terima kasih atas waktu, kasih sayang kalian. Biarpun esok kita tidak

bersama lagi kita selalu saling mendoakan dan biarlah pertemanan yang telah kita

rajut tetap erat dan semakin baik.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat

perjuangan stambuk 2009, Yohana Pamella, Alkindi Harley, Endang P.S, Marlina,

Intan, Lita, Rianda, Creysant, Abdul, Sentani, Rona, Rara, Kiko, Yayuk, Halimah

Elisa, dan teman lainnya. Buat abang senior Bang Heri Manurung, Bang Darwin

Tambunan, Bang Sandrak Manurung, Bang Palty Simanjuntak, Bang Kalvin

Napitupulu, Bang Nelson Siahaan dan kawan-kawan. Tetap semangat buat anak

Antro kedepannya.

Akhir kata, atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis

mendoakan semoga kasih dari Tuhan Yesus Kristus selalu memberikan

kelimpahan kasih dan berkatnya kepada kita dan semoga skripsi ini memberikan

manfaat bagi kita semua. God Bless Us.

Medan, Oktober 2013

Penulis


(8)

Riwayat Hidup

Theresha Meilani, lahir pada tanggal 23 Mei

1990 di Muara Bulian, Jambi. Anak kedua

dari 4 (empat) bersaudara dari pasangan

Bapak C.M.Hutagaol,S.Pd dan Ibu

N.Marpaung,A.Md. Alamat email

thereshameilani@yahoo.co.id.

Menyelesaikan pendidikan dasar di SD

YKPP No.1 Bajubang tahun 2002, Sekolah

Menengah Pertama di SMP Negeri 2

Batanghari tahun 2005, dan Sekolah

Menengah Atas di SMA Negeri 5 Batanghari tahun 2008. Kemudian pada tahun

2009 melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara

dengan spesifikasi ilmu Antropologi Sosial. Prestasi yang diperoleh selama masa

perkuliahan, yaitu menperoleh beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)

pada tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012 .

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama masa studi, antara lain :

 Mengikuti “Roadshow Film Dokumenter dan Diskusi Publik Crossing Boundaries” pada tahun 2010.

 Mengikuti Seminar dan diskusi publik “Kota-kota di Sumatera: Enam Kisah Kewarganegaraan dan Demokrasi” pada tahun 2012.

 Mengikuti Pelatihan “Training of Facilitator” angkatan I oleh Departemen Antropologi Sosial USU pada tahun 2012.


(9)

 Mengikuti Pelatihan Sekolah Feminis untuk Kaum Muda #4 oleh Perempuan Marhadika pada tahun 2012.

 Mengikuti Proyek Survei Pemetaan Etnis Tionghoa di Belawan pada tahun 2012.

 Mengikuti Proyek Survei Publik Sosialisai Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Oleh Cika Indonesia pada tahun 2012

 Mengikuti Proyek Survei Pendapat Umum terhadap Nilai Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara Oleh Prisma Resource Centre LP3ES pada

tahun 2012

 Menjadi Relawan PKPA April-Sekarang 2013

 Mengikuti Seminar Lindungi Anak dari Bahaya Internet oleh PKPA pada tahun 2013

 Mengikuti kegiatan Jambore Anak Se Sumatera Utara oleh Pemrovsu pada tahun 2013.

 Mengikuti Acara Penganugerahan Festival Film Anak Sumatera Utara oleh Pemrovsu dan PKPA pada tahun 2013

 Mengikuti Proyek Kuesioner Survei Publik “Brand dan Reputasi Pertamina 2013” oleh Cipta Karsa Indonesia (Cika Indonesia) pada tahun 2013.  Mengikuti Proyek Kuesioner Survei CSR “Brand dan Reputasi Pertamina


(10)

KATA PENGANTAR

Judul skripsi adalah “PUSPA PKPA Medan” (Studi Etnografi PUSPA

PKPA Dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) Di Kota Medan). Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan dari hasil observasi dan

wawancara dengan staff PKPA Medan dan korban serta keluarga korban

kekerasan anak dalam rumah tangga di Medan, serta studi pustaka dan pendataan

jumlah korban anak kasus kekerasan di rumah tangga dalam tiga tahun terakhir.

Skripsi ini membahas tentang sebuah lembaga perlindungan anak di Kota Medan

yakni PKPA yang menjadi sebuah wadah pengaduan anak dalam salah satu isu

kekerasan anak dalam rumah tangga. Pembahasan tersebut di khususkan kepada

penyelesaian kasus kekerasan anak dalam rumah tangga dan upaya perlindungan

anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang diberikan oleh PKPA.

Berdirinya PKPA dari tahun 1996 ini dilatarbelakangi oleh fenomena

nyata isu anak jalanan di Kota Medan yang kemudian PKPA memperluas isu anak

dari segi anak sebagai pelaku maupun korban. Perlindungan yang diberikan

PKPA kepada anak khususnya anak sebagai korban kekerasan dalam rumah

tangga adalah pendampingan anak dari segi medis dan hukum. Pendampingan

dari segi medis yang dimaksud adalah melakukan visum secara gratis di rumah

sakit pemerintah dan pendampingan secara hukum adalah memberikan pengacara


(11)

Penyelesaian setiap kasus anak saya juga tanyakan kepada keluarga dan anak

sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga yang menjadi informan saya.

Pada tulisan ini, saya juga membuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran

seperti pedoman wawancara, surat penelitian, serta kisah salah satu anak korban

kekerasan dalam rumah tangga.

Saya yakin akan adanya kekurangan dari skripsi ini, sehingga saya akan

dengan senang hati menerima saran, masukan, dan kritikan agar terciptanya suatu

skripsi yang baik dan berguna bagi masyarakat. Demikian pengantar dari saya,

semoga skripsi ini bermanfaat memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu

pengetahuan.

Medan, Oktober 2013

Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... Halaman Pengesahan ...

Pernyataan Originalitas ... i

Abstrak ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Riwayat Hidup ... vii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Bagan ... ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ... 12

1.2.1. Defenisi Kekerasan ... 15

1.2.2. Konvensi Anak ... 24

1.2.2. Undang-undang No.23 Tahun 2002 ... 25

1.2.3. Sepuluh Prinsip Tentang Hak Anak Menurut Deklarasi ... 26

1.2.4. Perlindungan Anak ... 27

1.2.5. Undang-undang Penghapusan KDRT ... 28

1.3. Perumusan Masalah ... 32

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 32

1.5. Sistematika Penulisan ... 33

1.6. Metode Penelitian ... 35

1.6.1. Pengalaman Lapangan ... 37

1.6.2. Analisis Data ... 40

BAB II GAMBARAN UMUM KEKERASAN DAN PKPA 2.1. Kekerasan Anak di Kota Medan ... 41

2.2. Berdirinya Lembaga Perlindungan Anak di Indonesia ... 43

2.3. Sejarah Berdirinya PKPA ... 45

2.4. Kerjasama PKPA ... 54

2.5. Divisi dan Layanan PKPA ... 58

2.6. Kebijakan PKPA dan PUSPA PKPA ... 66

2.7. Pendampingan dan Pembelaan yang Diberikan PKPA... 70

BAB III PUSPA PKPA DALAM MENYELESAIKAN KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP ANAK ... 3.1. PUSPA PKPA ... 73

3.2. Penanganan Kasus Oleh PUSPA PKPA ... 76


(13)

3.3.1. Kekerasan Fisik ... 81

3.3.2. Kekerasan Non Fisik ... 82

3.3.3. Kekerasan Seksual ... 84

3.3.4. Kekerasan Ekonomi ... 84

3.4. Kekerasan Anak Dalam Rumah Tangga Tahun 2011 ... 86

3.4.1. Kasus Penelantaran Anak ... 86

3.4.2. Kasus Kekerasan Seksual ... 92

3.5. Kekerasan Anak Dalam Rumah Tangga Tahun 2012 ... 96

3.5.1. Kasus Pemukulan dan Penyiksaan ... 96

3.5.2. Kasus Penelantaran Anak ... 99

3.6. Kekerasan Anak Dalam Rumah Tangga Tahun 2013 ... 103

3.6.1. Kasus Penganiayaan ... 103

3.6.2. Kasus Pencabulan ... 108

3.6.3. Kasus Pencabulan ... 110

3.6.4. Kasus Kekerasan Ekonomi/Traficking ... 116

BAB IV BENTUK PERLINDUNGAN PUSPA PKPA KEPADA ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ... 4.1. Perlindungan Anak Saat Mengadu ... 125

4.1.1. Perlindungan Saat Pemulangan Korban ... 125

4.2. Tindak Lanjut PUSPA Setelah Pemulangan Korban ... 128

4.2.1. Melakukan Monitoring Penyuluhan Kepada Keluarga ... 128

4.2.2. Menyatukan Korban dengana Keluarga ... 128

4.2.3. Memastikan Korban untuk Dapat Kembali ke Sekolah ... 128

4.2.4. Mengikutsertakan Korban Dalam Hal Berbagai Kegiatan ... 129

4.3. Hambatan yang Pernah Dirasakan PUSPA PKPA ... 130

4.4. Penyelesaian Hambatan ... 132

4.5. Kegagalan Kasus yang Dialami PUSPA PKPA ... 134

4.6. Hubungan PUSPA dan Pemerintah ... 135

4.6.1. Hubungan PUSPA PKPA dengan Lembaga Anak di Medan 135 4.6.2. Hubungan PUSPA PKPA dengan Keluarga Pelapor ... 136

4.7. PUSPA PKPA Dalam Memandang UU Penghapusan KDRT ... 136

4.8. Kegiatan Tahunan PUSPA PKPA Tahun 2012 ... 139

4.9. Kegiatan PKPA yang Peneliti Ikuti Tahun 2013 ... 142

4.9.1. Acara Buka Bersama ... 143

4.9.2. Jambore Anak Sumatera Utara ... 144

4.9.3. Festival Film Anak (FFA) ... 147

4.9.4. Bantuan Anak Putus Sekolah ... 149

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1. Kesimpulan ... 151


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL 1: Kekerasan Anak Pada Januari –Mei 2002……….. 19

TABEL 2:

TABEL 3:

TABEL 4:

TABEL 5:

TABEL 6:

TABEL 7:

TABEL 8:

TABEL 9:

Lokasi Kekerasan Terjadi...……..

Bentuk-Bentuk Kekerasan Berdasarkan Jumlah Kasus Tahun 2010 ...

Staf PKPA ...

Lembaga Anak di Kota Medan ...

Bentuk Kekerasan Dalam rumah Tangga Terhadap Anak Tahun 2011 ...

Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Anak

Tahun 2012 ...

Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap Anak Tahun 2013 ...

Kegiatan Tahunan PUSPA 2012 ...

20

21

61

66

86

95

103


(15)

DAFTAR BAGAN

BAGAN 1: Tahap Penanganan Kasus………... 78

BAGAN 2:

BAGAN 3:

Tahap Rujukkan Untuk Korban ...………..

Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga ...

79


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Fenomena Gunung Es..………. 10

Gambar 2 : Kantor PKPA ...………. 48

Gambar 3 : Logo PKPA.……... 50

Gambar 4 : Perpustakaan PKPA ....………. 58

Gambar 5 : Kegiatan di Perpustakaan Kliping Koran .…………... 58

Gambar 6 : Warung Kak Astuti ... ………... 90

Gambar 7 : Anak Bungsu Kak Astuti ..………... 90

Gambar 8 : Helena Setelah Meninggal ………...…… 106

Gambar 9 : Helena Setelah Meninggal .……….. 106

Gambar 10 : Peneliti, Dita, dan Teman Peneliti ...………..… 115

Gambar 11 : Korban dan Pelaku trafficking Saat di Pengadilan..…... 119

Gambar 12 : Kak Wiwik (PKPA) dan Ibu Sri (BAPAS)…………... 120

Gambar 13 :Slogan atau Poster KDRTA Medan ...… 138

Gambar 14 : Pembicara Seminar Seputar Perlindungan Anak…... 143

Gambar 15 : Acara Buka Bersama ...…….…………... 144

Gambar 16 : Penyalaan Api Unggun Jambore Anak Sumut…………. 146

Gambar 17 : Lomba Lukis Jambore Anak Sumut Tingkat SD ...…… 146

Gambar 18 : Dagdut Caesar Anak Jambore ...………….. 146

Gambar 19 : Ibu Gatot dan Penari SKA ...… 148

Gambar 20 : PKPA dan Finalis Festival Film Anak (FFA) ...… 148

Gambar 21 : Foto Bersama Ibu Gatot, Panitia PKPA, dan Finalis FFA………... 148


(17)

LAMPIRAN

Daftar Nama Informan Daftar interview guide Surat Balasan dari PKPA Kisah Ranjani


(18)

ABSTRAK

Theresha Meilani, 2013. Judul skripsi: PUSPA PKPA Medan (Studi Etnografi PKPA dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 Bab. 161 halaman, 9 tabel,3 bagan, dan 22 gambar.

Tulisan ini mengkaji mengenai sebuah lembaga swadaya masyarakat yakni PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) di Kota Medan yang telah berdiri sejak tahun 1996. Lembaga ini merupakan lembaga yang memberikan perlindungan kepada anak yang membutuhkan perlindungan hukum baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku.

Penelitian ini dilakukan di LSM PKPA pada unit layanan PUSPA (Pusat Pengaduan Anak) di Kota Medan. Salah satu implementasi isu penanganannya kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Setiap tahunnya angka korban anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di Kota Medan semakin meningkat.

Metode penulisan secara etnografi yang bersifat kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Penulisan dilakukan secara holistik berdasarkan informasi dan penjelasan dari staf PKPA dan korban serta keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga baik secara lisan maupun tulisan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada staf PKPA yang memiliki pengetahuan terkait masalah penelitian dan juga dari anak dan keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga, studi pustaka, dan pengumpulan data-data kasus dalam dokumen PKPA.

Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak yang dilakukan oleh PUSPA PKPA dan apa bentuk perlindungan kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh PUSPA PKPA. Hasil dari penelitian di lapangan menujukan bahwa PUSPA PKPA memberikan perlindungan kepada setiap anak korban kekerasan baik penyelesaian bentuk secara kekeluargaan maupun hukum sampai anak benar-benar merasa aman dan terhidar dari ancaman pihak pelaku kekerasan.

Kesimpulannya adalah keberadaan PKPA di Kota Medan mempermudah anak dan keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga untuk melapor serta korban juga bisa mendapatkan pendampingan dan perlindungan hukum untuk melindungi korban dari ancaman dan tindak lanjut pelaku. Berdasarkan pengalaman di lapangan anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga kerap mengalami ketakutan, benci, trauma, kecacatan, dan dapat menyebakan korban meninggal.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tulisan ini mendiskripsikan tentang lembaga perlindungan anak yang

berada di kota Medan yakni Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) di Jalan

Abdul Hakim No.5A Pasar 1 Setia Budi Medan, yang memberikan perlindungan

pada anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Peneliti juga memilih lokasi

LSM PKPA karena merupakan salah satu lembaga perlindungan anak di kota

Medan yang telah lama berdiri sejak tahun 1996 dan telah banyak menangani

kasus anak dan perempuan dalam realita kehidupan, peneliti tergabung pada unit

layanan PUSPA (Pusat Pengaduan Anak) PKPA yang salah satu implementasi

kerjanya kepada isu kekerasan anak dalam rumah tangga. Alasan peneliti memilih

judul ini karena peneliti tertarik untuk meneliti sebuah fenomena nyata kekerasan

kepada anak yang tampak kecil tetapi meluas.

Salah satu indikator sebuah negara dikatakan maju dan berkembang dilihat

dari pembangunan yang telah dilakukan pada sebuah negara tersebut. Indonesia

termasuk dalam dominasi negara berkembang hal ini karena pembangunan di

Indonesia masih dalam tahap mencontoh negara maju. Pembangunan melanda

hampir sebagian besar muka bumi ini dan menjadi ciri zaman modern, rupanya

menampilkan kesenjangan ekonomi atau pendistribusian modal yang tidak adil.

Dampak dari kesenjangan ekonomi ini membuat masyarakat secara tidak rata

tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari akibat lapangan pekerjaan


(20)

bertambah menyebabkan kasus kriminalitas selalu terjadi setiap harinya

disebabkan oleh sempitnya lapangan pekerjaan, sehingga berdampak pada angka

pengangguran yang semakin tinggi, angka kemiskinan yang semakin tinggi, dan

rendahnya tingkat pendidikan karena tidak ada biaya untuk bersekolah. Akibat

yang didapat dari pertambahan penduduk tersebut, orangtua maupun anak-anak

terpaksa mengambil segala cara untuk menafkahi keluarga maupun diri sendiri.

Keterpurukan dalam perekonomian keluarga, orang tua acap kali

melampiaskan amarahnya terhadap anggota keluarga yakni anak. Anak dianggap

sebagai pelampiasan yang tepat karena orangtua merasa anaklah yang menjadi

beban hidup mereka dan anak belum mengerti mengenai persoalan peliknya

kehidupan yang dihadapi orangtuanya, seperti kasus ibu dari keluarga miskin di

Pulau Nias yang membantai lima anaknya dan tiga diantaranya tewas dan dua lagi

kritis1, kasus kekerasan fisik pada anak yang terjadi pada keluarga miskin di Nias

disebabkan karena kemiskinan. Biasanya keluarga yang hidup dalam kemiskinan

memaksa anak untuk bekerja meringankan kebutuhan keluarga ataupun diri

sianak. Pemaksaan anak untuk bekerja dibawah umur dianggap sebagai kekerasan

terhadap anak dalam bentuk pengambilan hak anak. Semua ini membuat diri anak

selain terancam dan ketakutan anak juga menjadi korban2 dari orangtua.

Melihat fenomena adanya kekerasan dalam keluarga baik pada keluarga

miskin dan keluarga menengah akibat pembangunan, khususnya yang

diperuntukkan hanya dibidang ekonomi saja tanpa memikirkan pembangunan

sosial budaya, menimbulkan kesenjangan dalam hal sosial budaya yang

      

1

Ahmad Sofian, Perlindungan Anak Di Indonesia (Dilema dan Solusinya)2012, PT.Sofmedia, Medan. Hal : 23 ditambah data dari Analisa 8 Januari 2010 “Korban Penganiayaan Ibu Kandung di Nias dibawa ke RS Elisabeth”

2

Korban yang dimaksud adalah orang yang mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga 


(21)

mengakibatkan degradasi/penurunan moral pada bangsa ini. Di Indonesia perlu

dikaji kembali dalam Undang-undang dasar pasal 33 ayat 3 “ Bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, hal ini tidak

dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah untuk masyarakat. Banyak masyarakat

tidak menerima hak mereka sebagai warga negara Indonesia karena pemerintah

kurang peduli dengan jeritan masyarakat kecil.

Dampak yang diterima dari adanya pembangunan yang menampilkan

kesenjangan ekonomi dan ketidakpedulian pemerintah membuat masyarakat

depresi karena tekanan ekonomi keluarga, mereka terus berjuang untuk sesuap

nasi. Hal ini bukan saja terjadi pada orang dewasa, anak kecil juga kerap terlihat

sebagai pekerja anak di jalan-jalan maupun dirumah-rumah sebagai pembantu

rumah tangga. Hal ini dapat ditinjau kembali pada pasal 34 ayat 1 ”Bahwa fakir

Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Apakah pemerintah

melakukan tugasnya dengan baik dengan mengurangi angka fakir miskin dan anak

terlantar? Tingkat fakir miskin dan anak terlantar yang hidup di jalan-jalan di ibu

kota saja belum mampu pemerintah atasi bagaimana dengan kota-kota di

Indonesia lainnya? Hal ini yang selalu menjadi bahan perbincangan di lembaga

swadaya masyarakat dan masyarakat setiap harinya.

Permasalahan dinamika pembangunan di Indonesia menjadikan masalah

anak menjadi sorortan tajam dan rumit, anak sering dipandang sebagai manusia

kecil yang belum memiliki hak. Anak hanya memiliki kewajiban untuk mengabdi

pada orang dewasa atau orangtua. Sering kali dalam kehidupan sehari-hari


(22)

pendapatnya kepada mereka yang lebih tua, ini merupakan satu bentuk

penyalahgunaan hak anak. Sejak lahir seorang anak sudah mempunyai hak asasi

sebagai manusia yang dijabarkan dalam UUD 1945. Bentuk penyalahgunaan hak

anak ini anak membuat anak merasakan segala sesuatu yang ia kerjakankan harus

penuh kehati-hatian agar tidak membuat orang tua, orang dewasa, dan guru marah

saat berada di sekolah. Anak tumbuh dan hidup dalam lingkungan keluarga sejak

ia dilahirkan, dimana pengertian keluarga merupakan kelompok yang terdiri atas

wanita, laki-laki dewasa, dan anak-anak yang belum berdiri diatas kaki sendiri3.

Semestinya anak mendapatkan perlindungan dari orang tua bukan mendapatkan

perlakuan yang melukai fisik, trauma, depresi akibat ketakutan, dan membuat

anak bisa menjadi pemberontak.

Kebutuhan manusia tidak hanya material saja yang tampak dari luar,

manusia juga membutuhkan hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan kehidupan

rohani yang berpengaruh pada kehidupannya. Anak merupakan manusia yang

membutuhkan hangatnya kasih sayang dari orang tua maupun keluarganya,

menginginkan pelukan hangat pada saat ia bersedih maupun bergembira dan

menginginkan bermain bersama teman-teman tanpa beban untuk bekerja sewaktu

kecil. Tetapi banyak anak yang tidak merasakan kebahagian seperti itu semasa

kecilnya. Tanpa kita sadari, anak-anak yang hidup dalam situasi tertekan tidak

punya gairah untuk beradaptasi dengan lingkungannya (bermain dengan teman

sebaya). Mereka seperti dihantui ketakutan yang luar biasa di keluarga, sekolah,

maupun lingkungan sekitar.

      

3


(23)

Mengambil satu contoh kasus kekerasan anak dalam rumah tangga di

Medan Belawan, seorang ayah tega membanting anak tirinya hanya karena

jengkel mendegar rengekan anaknya yang masih berusia lima tahun, Bayu. Akibat

tindakan ayah tirinya, Bayu menderita patah tulang tangan kanan. Saat ini

ayahnya telah menjadi tahanan di POLRES, Pelabuhan Belawan4. Selain patah

tulang yang dialami Bayu, secara psikologis Bayu juga mengalami trauma akibat

perlakuan kejam sang ayah yang akan membuat Bayu mengalami ketakutan pada

orang dewasa dan teman bermainnya dan hal ini dapat menganggu mental dan

kejiwaannya. Kekerasan terjadi tidak pernah memandang tempat, kekerasan anak

dalam rumah tangga juga dirasakan oleh anak di perbatasan bagian timur

Indonesia, Papua Nugini di Daerah miskin Dataran Tinggi Barat. Gadis remaja

Papua Nugini ini nekad memenggal kepala ayahnya setelah dirinya diperkosa di

rumah sementara si ibu pergi mengunjungi rumah famili. Saat kejadian itu mau

dilakukan berulang lagi ketika si ibu tidak dirumah, si gadis langsung mengambil

pisau hutan dan memenggal kepala ayahnya. Usai melakukan tindakan sadis itu, si

gadis melaporkan tindakannya ke kepala adat. Pastor yang telah bekerja disana

berjanji akan membela si gadis tersebut dengan alasan yang dilakukan gadis

tersebut sekedar tuntuk melindungi dirinya5.

Fenomena nyata sering terjadinya kekerasan biasanya terjadi pada

keluarga miskin akibat faktor ekonomi pada sebuah keluarga. Anak yang hidup

dalam keluarga menengah jarang merasakan kekerasan dibanding anak yang

hidup dalam keluarga miskin atau ekonomi rendah, karena dari segi penghasilan

mereka yang hidup dalam ekonomi menengah mampu memenuhi kebutuhan diri

      

4

 19 Juni 2013 “ Ayah Banting Anak Hingga Patah Tulang” Pos Metro. 

5

 19 Juni 2013 “ Berulang kali diperkosa, gadis beli PNG nekad memenggal kepala ayahnya”. Harian Analisa. 


(24)

si anak. Tetapi tidak menghilangkan kemungkinan bahwa kekerasan bisa terjadi

pada keluarga menengah atas dengan berbagai faktor penyebab karena kekerasan

pada anak terjadi pada semua lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Masalah

sosial anak yang terjadi akibat adanya proses dan dinamika pembangunan tidak

terjadi pada anak dalam keluarga saja, tetapi kekerasan juga dialami anak jalanan,

anak jermal6, anak buruh, dan pekerja anak lainnya. Masalah sosial lainnya dalam

laporan menurut UNICEF menyatakan bahwa Indonesia memiliki jumlah anak

dengan keterlambatan pertumbuhan terbanyak kelima di dunia. Dari hasil laporan

tersebut dapat disimpulkan sekitar 7,8 juta anak usia dibawah lima tahun di

Indonesia terhambat pertumbuhannya7. Hal ini menunjukan standarisasi kesehatan

di Indonesia untuk ibu dan anak kurang perhatian dari pemerintah.

Tersorot dengan laporan anak dan ibu yang diperoleh UNICEF, kebijakan

dan strategi UNICEF dalam hal perlindungan anak (E/IEC/1996/14 April 1996)

yang telah disetujui oleh dewan eksekutif mengindentifikasikan enam kategori

kondisi sulit yang dapat merugikan anak-anak sehingga mereka membutuhkan

perlindungan khusus, keenam kategori tersebut adalah 1) kondisi merugikan

pekerja anak; 2) perang dan segala bentuk kekerasan terhadap anak; 3) eksploitasi

atau perlakuan secara seksual; 4) diksriminasi terhadap anak; 5) kehilangan

keluarga atau pengasuh utama secara permanen atau temporer; 6) hukum yang

kurang menguntungkan atau perlakuan salah dalam proses hukum dan

      

6

 Jermal adalah Unit pembangunan tempat penangkapan ikan dibangun ditengah perairan lautan selat malaka yang berada pada kawasan sepanjang Panntai Timur Sumatera)

7

7,8 juta anak Indonesia kekurangan gizi kronik: http://life.viva.co.id/news/read/368844-7-8-juta-anak-indonesia-kekurangan-gizi-kronik (diakses tanggal 11 Febuari 2013)


(25)

pengadilan8. Bentuk dari kekerasan pada anak dalam kondisi sulit harus

mendapatkan perlindungan yang layak dari orangtua, masyarakat, dan pemerintah

sesuai UUD 1945.

Munculnya kesadaran untuk melindungi anak dari ancaman dan bahaya

yang dapat terjadi kapan pun, sejumlah LSM di kota Medan membuat beberapa

program perlindungan anak. Kesadaran untuk melindungi anak khusunya di

Sumatera Utara berdasarkan pada catatan lembaga perlindungan anak yaitu PKPA

pada tahun 1999 terdapat 239 kasus kekerasan terhadap anak, dengan rincian:

kekerasan 95 kasus, pembunuhan 26 kasus, penyiksaan 19 kasus, pelecehan

seksual 17 kasus, serta beberapa kasus penculikan dan perdangangan (trackfiking)

anak untuk tujuan komersial seperti pelacuran. Tahun 2000, PKPA mencatat tidak

kurang 203 kasus dan tahun 2001 sebanyak 242 kasus, denganrincian: perkosaan

84 kasus, penculikan dan perdangangan untuk tujuan komersial 31 kasus,

penganiayaan 30 kasus, pembunuhan 28 kasus, dan berbagai kasus kekerasan

lainnya9.

Catatan kekerasan pada anak di Sumatera Utara juga dimiliki oleh

Yayasan Pusaka Indonesia salah satu lembaga perlindungan anak juga yang

letaknya tidak jauh dari PKPA. Dalam laporannya mengenai kasus kekerasan

terhadap anak tahun 2012 mencatat 143 kasus kekerasan pada Januari hingga Juni

di Sumatera Utara yang didominasi tindak kekerasan fisik dan seksual yang

berjumlah 97 kasus dan penganiayaan 24 kasus, sedangkan kasus lain sejenis

      

8

 Irwanto, Muhammad Farid, dan Jeffry Anwar , Anak yang membutuhkan Perlindungan Khusus di Indonesia:Analisis Situasi 1998. Jakarta.

 

9


(26)

pembunuhan dan penculikan masih kecil10. Hasil laporan tersebut menunjukkan

bahwa kekerasan yang terjadi pada anak kian marak bertambah. Di Medan kasus

kekerasan pada anak meningkat 55% dengan kasus yang sering ditangani oleh

LSM maupun pihak yang berwajib adalah kasus penganiayaan dan pemerkosaan

pada anak dengan usia korban yang masih13-18 tahun. Rentannya kekerasan

seksual yang terjadi pada usia 13-18 tahun disebabkan pada usia tersebut seorang

anak baru memasuki tahap menstruasi dan mimpi basah11. Pemerkosaan dan

sodomi yang dilakukan oleh keluarga terdekat maupun tidak dikenal

meninggalkan luka trauma dan ketakutan yang tidak dapat dilupakan anak,

Berdasarkan catatan kekerasan pada anak yang ada di LSM, kepolisian,

dan di kejaksaan, menyimpulkan kota Medan belum dapat dikatakan sebagai kota

ramah anak, mengapa? Karena seiring jalannya hari seiring itulah kekerasan anak

terjadi walaupun tidak sampai ke lembaga anak, kepolisian, dan pengadilan, tetapi

setiap harinya ada luka baru yang dirasakan anak baik cacian, omelan, pukulan,

dan cubitan. Didukung dengan data yang tercatat di kepolisian terdapat 50 kasus

anak yang mengalami tindak kekerasan di Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten

Deli Serdang 23 korban, Kabupaten Serdang Berdagai 15 korban12. Kota Medan

menjadi salah satu kota tertinggi kasus TPPO (Trafficking Perdagangan Orang dengan Tujuan Prostitusi) dan ESA (Eksploitasi Seksual Anak) di Indonesia

sebagai daerah transit, tujuan, dan rekruitmen. Pada kasus ini PKPA menerima

laporan pada tahun 2012 terdapat 11 perempuan yang menjadi korban TPPO.

      

10

Upaya Perlindungan Anak, Surat Medan Orbit, Kamis, 13 September 2012

11

 Menstruasi adalah salah satu proses alami seorang perempuan yaitu proses deskuamasi atau

meluruhnya dinding rahim bagian dalam (endometrium) yang keluar melalui vagina (Prawirohardjo, 2007; Suwarni, 2009). http://arnesvhe.blogspot.com/2012/04/definisi-menstruasi-dan-gangguanya.html 

12


(27)

Wanita kerap kali menjadi sasaran TPPO dan ESA dimana 75% korban kekerasan

merupakan anak perempuan dan 25% anak laki-laki. Untuk kasus KDRTA

mendapat perhatian dari Badan Pengurus Pusat Kajian dan Perlindungan Anak

(PKPA) Ahmad Sofyan, “Bahwasanya tingkat kekerasan yang ada di Kota Medan

sedikitnya dalam setahun ada 1000 tindak kekerasan yang dialami anak” (Analisa,

5 Oktober 2012).

Kasus kekerasan seperti fenomena gunung es, secara kultural kasus ini

sulit untuk dilihat dan dideteksi karena dianggap sebagai persoalan rumah tangga.

Kasus kekerasan yang diibaratkan seperti fenomena gunung es ini menjelaskan

bahwa fenomena kekerasan yang terjadi didalam masyarakat tampak kecil, namun

dibawah permukaan air laut fenomena kekerasan begitu besar dan luas.

Kasus-kasus kekerasan anak yang terjadi didalam lapisan masyarakat disebabkan adanya

dominasi patriarki, dimana posisi anak selalu menjadi inferior, anak tidak mempunyai hak untuk membantah orangtua, anak tidak punya hak untuk

berpendapat, ini menempatkan posisi anak semakin tersudut di keluarga dan

membuat hak-hak anak terabaikan.


(28)

Kedudukan seorang anak lebih diposisikan pada asuhan ibunya ketimbang

ayahnya disebabkan daya kreativitas wanita secara alami dapat dipenuhi melalui

proses melahirkan. Keterlibatan wanita dalam kegiatan produksi membatasi

mereka pada fungsi-fungsi sosial yang juga lebih dekat kepada alam. Dalam artian

merujuk pada pembatasan wanita dalam wilayah dosmetik13. Peran wanita yang

dekat kepada alam ini yang membuat wanita dihubungkan kedalam konteks

pengasuhan anak. Segala kesalahan yang dilakukan anak, pihak ayah akan

menyalahkan pihak ibu yang salah mendidik anak. Adanya jenjang yang berbeda

laki-laki dan wanita membuat wanita selalu berada dalam posisi bawah sampai

pada zaman modern seperti ini. Seorang ibu akan selalu berusaha melindungi

anaknya dari ancaman dan perlakuan kasar ayahnya tidak mengherankan bila

korban KDRT juga dialami oleh seorang isteri yang berusaha melindungi

anaknya. Karena perbuatan kasar dari sang ayah kepada anak membuat ayah

kerap dijadikan objek yang sangat dibenci anak karena ketegasannya dalam

mendidik. Anak akan selalu patuh terhadap perintah orang tuanya diselangi faktor

ketakutan. Hal ini didukung karena tidak selamanya ibu berada dalam pembelaan

untuk melindungi anak.

Kekerasan yang dirasakan anak dalam rumah tangga baik kekerasan fisik,

non fisik, ekonomi ,seksual, maupun struktural yang bisa kapan saja dirasakan

oleh anak akan menyebabkan kekecewaan yang luar biasa terhadap orang tua

maupun anggota keluarga lainnya bahkan trauma yang membekas pertama kali

dirasakan anak dalam keluarga. Keluarga merupakan awal anak bersosialisasi

dengan hal apapun sejak anak dilahirkan. Walaupun anak tidak merasakan

      

13


(29)

kekerasan fisik semasa kecilnya dari orang tua maupun anggota keluarga tetapi

saat anak menerima omelan ataupun cacian dari keluarga, ini merupakan bentuk

kekerasan non fisik yang dialami sianak. Seperti misalnya saat anak dikatakan

tidak tahu diuntung, dasar anak haram, wanita murahan, pembawa aib”. Kata-kata kasar seperti ini hanya dapat diingat dan disimpan anak dalam hati tanpa

dapat memberikan satu kata penolakkan karena mengingat posisinya hanyalah

sebagai anak. Contoh lainnya yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari,

anak memecahkan piring lalu dengan cekatan si ibu mencubit dan menjewar

telinga anak hingga membiru membuat anak menjerit kesakitan lalu disertai

omelan dan tatapan mata yang tajam membuat anak menjadi takut dan menangis.

Ini bentuk kekerasan fisik yang sering terjadi walaupun kasus tidak sampai ke

lembaga anak. Kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak atau sering disebut

KDRTA harus mendapatkan perhatian yang serius dari orang tua, masyarakat, dan

pemerintah.

1.2 Tinjauan Pustaka

Anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun (0-18 tahun),

termasuk anak yang masih dalam kandungan yang harus dijaga, dirawat, dan

dilindungi14. Anak mempunyai kerentanan hidup selama masa tumbuh kembang

dan mesti dijadikan entry point dalam memposisikan anak sebagai bagian terpenting dalam kehidupan. Pemeritah, masyarakat dan keluarga adalah

penyumbang terbesar bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak menuju

masa depan15. Beragam kebijakkan dan program pembangunan terukur dalam

      

14

 Definisi anak menurut informan Peneliti Ibu Emi di PKPA  15

Muhtad, Madja El, HAM (Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya ) hal.232, 2008, PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(30)

kerangka perlindungan anak yang harus menjadi agenda terdepan dalam

memberikan kehidupan terbaik bagi anak.

Pembangunan di Indonesia tidak terlepas dari perkotaan dan masalah

sosial karena setiap perkembangan kota selalu diikuti oleh masyarakat sosial.

Semakin maju suatu negara maka masalah sosial akan semakin kompleks.

Masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut yang menjadi pemicu

terjadinya kekerasan yang dalam rumah tangga yang dilimpahkan kepada anak.

Muhammad Joni dan Zulchaina (1999:2) mengatakan pembangunan ekonomi

membuat masalah lain yang mengejutkan, diantaranya adalah pekerja anak,

pekerja seks anak/trackfiking anak, dan kekerasan serta penyiksaan terhadap anak. Munculnya pekerja anak dalam berbagai sektor disebabkan sulitnya memenuhi

kebutuhan anak dalam keluarga sehingga memaksa anak untuk terjun dalam

sektor industri maupun prostitusi.

Di berbagai belahan dunia terdapat undang-undang perlindungan anak

seperti di Amerika serikat telah dibentuk pengadilan anak (Juvenile court) sejak tahun 1989 dan merupakan undang-undang peradilan anak yang pertama yang

berarti bahwa penguasa pemerintah harus bertindak apabila anak-anak

membutuhkan pertolongan, sedang anak yang melakukan kejahatan bukannya

dipidana, melainkan harus dilindungi dan diberi bantuan16, maksud diberi bantuan

adalah anak diberikan kepada orang tua asuh baru atau dimasukkan kedalam

penampungan anak dengan pengawasan dari pekerja sosial perlindungan anak.

Selama anak dalam pengasuhan dan pengawasan orang tua asuh pemerintah akan

memberikan pembiayaan setahun penuh kepada anak yang diberikan kepada

      

16 Ibid


(31)

orang tua asuh untuk pendidikan, membeli pakaian, dan memenuhi kebutuhan

sehari-harinya.

Di Belanda juga sudah memiliki undang-undang perlindungan anak sejak

tahun 1905 terlepas dari keprihatinan negara-negara Eropa Barat dan Amerika

Utara mengenai bertambah banyaknya kriminalitas yang dilakukan oleh anak, hal

yang dilakukan Belanda untuk mengurangi angka kriminalitas tersebut dengan

mengikutsertakan pekerja sosial dan masyarakat yang juga bertanggung jawab

dalam setiap perbuatan buruk anak. Juga terhadap penanganan perkara

menyangkut anak yang diperlakukan sama dengan orang dewasa, maka di

berbagai negara dilakukan usaha-usaha kearah perlindungan anak. Indonesia juga

telah memiliki undang-undang perlindungan anak yang dibahas dalam UUD 1945

mengenai bentuk perlindungan anak pada pasal 28G, 28I, 29, dan 34. UU No.23

Tahun 1992 tentang perlindungan anak, UU No.4 Tahun 1979 tentang

kesejahteraan anak, UU No.2 Tahun 1988 tentang usaha kesejahteraan bagi anak

yang mempunyai masalah, Konvensi Hak Anak melalui Keppres No.39 Tahun

1990, dan UU Pengahapusan KDRT UU.23 Tahun 2004. Indonesia juga memiliki

pekerja sosial yang terutama mengarah kepada anak–anak jalanan. Pekerja sosial

yang ada di Kota Medan memiliki nama Sakti Peksos dibawah naungan Dinas

Kementrian sosial hanya saja pekerja sosial belum memiliki hak kerja secara

penuh karena tidak adanya sertfikasi yang melibatkan mereka. Untuk menjadi

pekerja sosial sendiri harus mempunyai latar pendidikan S1 Kesejateraan Sosial.

Mengambil judul tentang sebuah lembaga yang melindungi anak yakni

PKPA di Medan. Malinowski menyatakan bahwa sistem pengendalian sosial yang


(32)

seperti itulah mungkin ada alat-alat seperti polisi bersenjata, pengadilan, penjara,

dan sebagainya yang semuanya merupakan sarana mutlak bagi keberlangsungan

hidup hukum”17. Dalam artian menurut peneliti sebuah LSM berdiri didasarkan

unsur atau fenomena nyata yang dilihat dari lapangan seperti PKPA ini berdiri

karena kesadaran masyarakat untuk menjaga tatanan sosial di dalam masyarakat

dimana semua didasarkan kepada hukum yang bersifat memaksa dan setiap LSM

yang berbadan hukum berlatar dengan polisi, pengadilan, dan berakhir di penjara.

Asumsinya hukum berfokus pada kepentingan-kepentingan yang saling

bertentangan dari para warga masyaraka. Hukum digunakan dalam masyarakat

terutama dalam sebuah lembaga perlindungan anak dengan eksitensi

mengendalikan perilaku, sehingga kepentingan-kepentingan tidak bertubrukan,

kalau kepentingan sudah bertubrukan maka hukum mulai bergerak untuk

membereskan gangguan sosial yang ada didalam masyarakat. Hukum sendiri

bukan semata hanya undang-undang saja tetapi hukum menyangkut nilai, norma,

pranata, aturan yang berkaitan dengan agama, adat, kebiasaan-kebiasaan lain, dan

kesepakatan yang telah diakui masyarakat18.

1.2.1 Definisi Kekerasan

Ada banyak definisi kekerasan atau abuse. Kekerasan adalah “Tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak”19. Secara teoritis kekerasan terhadap anak (child abuse) didefinisikan sebagai “peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tangungg jawab terhadap

      

17

Koetjaranigrat “Sejarah Teori Antropologi 1” UI Press Hal.167  18

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=29&ved=0CHAQFjAIO

BQ&url=http%3A%2F%2Fdigilib.unimed.ac.id%2Fpublic%2FUNIMED-Master-679-015050019%2520Bab%2520II.pdf&ei=UQh5Up3kGceFrQefiYGoAw&usg=AFQjCNGBLmXed Y70Dj7-cVzSzmp1ywQUDw&sig2=mIDmsZ5LHx8M1GFKX5HIrQ&bvm=bv.55980276,d.bmk 19

Definisi Kekerasan: http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak (diakses : 3 November 2012)


(33)

kesejahteraan anak yang mana semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan anak”20.

Dalam undang-undang peghapusan kekerasan dalam rumah tangga dalam

BAB I Pasal 1 mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga sebagai berikut:

“Setiap perbuatan terhadap seorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancama untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”

Lalu secara Kamus Besar Bahasa Indonesia kekerasan adalah “Perihal (yang bersifat, berciri) keras: perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. (W.J.S. Poerwadarminta).

The Social Work Dictionary mendefinsikan kekerasan sebagai berikut:

“ Im proper behavior intended to cause phsycal, psychological, or financial harm to an individual or grup” (“kekerasan adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik , psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok”, Barker 1987:1)

Dalam Encyclopedi Article From Encarta mengartikan Child Abuse

sebagai :

Intentional act that result in physical or emotional harm to children. The term child abuse covers a wide range of behavior, from actual phsyical assault by parents or other adult caretakers to neglect at a child’s basic need” (“kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional oleh orang tua atau pengasuh atau orang dewasa dengan mengabaikan kebutuhan dasar anak”)

Definsi kekerasan diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan merupakan

tindakan paksaan atau tindakan yang tidak menyenangkan hati korban yang

dilakukan secara paksaan baik berupa tekanan fisik dan non fisik yang dapat

menyebabkan korban cidera ataupun meninggal. Merujuk pada penjelasan

kekerasan alasan mengapa sampai terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan

bentuk-bentuk kekerasan akan diuraikan terlebih dahulu bentuk-bentuk kekerasan.

      

20


(34)

Bentuk-bentuk kekerasan anak secara umum dapat diklasifikasikan

menjadi lima. Peneliti menyimpulkan bentuk-bentuk kekerasan dan faktor

penyeban kekerasan ini dari hasil wawancara, observasi, dan bacaan yang terkait

dengan masalah penelitian.

1. Kekerasan fisik merupakan tindakan orangtua atau orang dewasa yang

menyebabkan anak terluka, sakit secara fisik dengan memukul,

menendang, mencambuk, menjewer, menelantarkan, menghardik,

memaki, pencabulan, pemerkosaan, dan lain-lain. Hal ini terjadi umumnya

karena anak dianggap tidak menurut dan nakal dan anak merupakan objek

yang pantas untuk menerima.

2. Kekerasan non fisik merupakan tindakan melukai psikis, seperti tidak

memeberi pujian ketika anak berprestasi , meledek, menghina jika tidak

berhasil, menjauhkan diri dari pergaulan sesama, memberi target

muluk-muluk seperti harus menjadi anak baik, rajin, manis, serta sejumlah

statement tanpa mempertimbangkan bakat anak menyebabkan anak minder, tidak pede, dan merasa terkucil. Ini muncul karena orangtua

kurang paham terhadap pendidikan yang baik bagi anak dan psikologi

anak.

3. Kekerasan struktural merupakan kekerasan laten yang tidak terlihat secara

kasat mata dan biasanya terungkap lewat kajian dan refleksi mendalam

dari seseorang atau pihak yang terlibat langsung dalam proses-proses

kultural yang dialaminya21.

      

21


(35)

4. Kekerasan seksual merupakan istilah yang merujuk pada perilaku seksual

deviatif 22 atau hubungan seksual yang menyimpang merugikan pihak korban dan merusak kedamaian ditengah masyarakat.

5. Kekerasan ekonomi merupakan bentuk kekerasan terhadap anak dengan

cara menyuruh anak bekerja atau mengeksploitasi anak sebagai sasaran

untuk mendapatkan uang menunjang kehidupan si anak maupun keluarga.

Faktor penyebab kekerasan pada anak dapat terjadi, antara lain:.

1. Kekerasan timbul karena tekanan ekonomi/kemiskinan. Kemiskinan yang

dihadapi sebuah keluarga seringkali membawa keluarga pada situasi

kekecewaan yang akhirnya berujung pada kekerasan. Problematika

finansial keluarga yang memperhatikan atau kondisi keterbatasan ekonomi

dapat menciptakan berbagai macam masalah dalam pemenuhan kebutuhan

sehari-hari, pendidikan, kesehatan, pembelian pakaian, pembayaran sewa

rumah yang hal ini dapat mempengaruhi jiwa dan tekanan seseorang.

2. Pandangan keluarga tentang anak. Orangtua menganggap bahwa anak

adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola asuh

apapun berhak dilakukan oleh orangtua. Lalu pandangan orangtua

terhadap anaknya cacat ataupun idiot acapkali karena kurang dapat

mengendalikan kesabaran dalam menjaga dan mengasuh anak dan merasa

terbebani atas kehadiran anak tersebut tidak jarang orangtua menjadi

frustasi dan kecewa menjaga anak.

      

22


(36)

3. Terinspirasi dari tayangan-tayangan televisi maupun media-media lainnya

yang tersebar dilingkungan masyarakat, 62% tayangan televisi maupun

media lainnya telah membangun dan menciptakan prilaku kekerasan.

4. Orangtua yang pernah menjadi korban penganiayaan anak dan terpapar

oleh kekerasan dalam rumah. Melampiaskan kembali kepada anak.

5. Anak banyak menuntut pada orangtua. Anak yang terlalu banyak

permintaan pada orangtua dan tidak tahu perjuangan orangtua mencari

uang seringkali menjadi korban amarah orangtua.

6. Gangguan mental pada orangtua. Sejumlah studi mengatakan bahwa

gangguan mental pada orangtua dapat menyebabkan timbulnya

penganiayaan atau penelantara anak karena proses berfikir atau

keputusan-keputusan orangtua menjadi terganggu. Orangtua yang mengalami

gangguang kejiwaan atau disebut psikotik memandang anaknya sebagai

seorang anak yang jelek dan mencoba membuat dia menjadi gila.

7. Keharmonisan sebuah keluarga. Hubungan seorang ayah dan ibu yang

kurang harmonis dimana setiap perjumpaan dan percakapan sehari-hari

selalu berujung pada pertengkaran hingga pelampiasan berujung pada anak

untuk melepaskan rasa jengkel dan marahnya terhadap isteri atau suami.

8. Perceraian. Perceraian dapat menimbulkan problematika rumah tangga

anak akan kurang kasih sayang, pemberian nafkah anak menjadi sulit,

akibat dari perceraian anak merasakan depresi karena perpisahan

orangtuanya ditambah ayah menikah lagi. Perceraian juga berdampak

buruk pada penyesuaikan diri anak karena akan berpengruh pada


(37)

tanda kematian, keutuhan keluarganya rasanya separuh diri anak telah

hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orangtua mereka bercerai dan

mereka harus menerima kesediha dan perasaan kehilangan yang

mendalam23.

9. Anak diluar nikah. Walaupun bukan kesalahan anak menanggung aib

akibat perbuatan orangtua mereka, anak yang lahir diluar pernikahan harus

menjadi korban amarah dan perlakuan buruk dari orangtua (diskriminatif/

terabaikan).

Data kasus kekerasan terhadap anak di Provinsi Sumatera Utara

berdasarkan kasus yang dilaporkan PKPA dan monitoring 4 media Lokal

Januari-Mei 2002.

Tabel 1

Kekerasan Anak pada Januari-Mei 2002

No. Bentuk Kekerasan Jumlah kasus

Jan Feb Mar Apr Mei

1. Perkosaan 7 7 8 18 13

2. Perdagangan anak untuk

dilacurkan

- 2 - 15 1

3. Pencabulan - 1 1 1 1

4. Penganiyaan 3 11 4 4 5

5. Pembunuhan - 4 4 1 2

      

23


(38)

Jumlah 10 25 17 39 22

(Sumber Majalah PKPA 2002)

Berdasarkan data tersebut diambil dari lokasi kejadian di Sumatera Utara,

Medan mendapatkan posisi pertama terbanyak jumlah kasus yang terlaporkan.

Kasus kekerasan tersebut bukan hanya dilakukan dalam rumah tangga, tetapi

pelaku kekerasan terhadap anak juga dilakukan oleh masyarakat, sekolah, orang

yang dikenal maupun orang yang tidak dikenal. Dari tabel kasus diatas kasus

terbanyak merupakan kasus perdangangan anak. Seperti sebelumnya peneliti

tuliskan bahwa Kota Medan merupakan salah satu kota tertinggi kasus TPPO di

Indonesia.

Tabel 2

Lokasi Kekerasan Terjadi

No. Tempat Kejadian Jumlah kasus

Jan Feb Mar Apr Mei

1. Medan 6 17 10 19 10

(Sumber Majalah PKPA 2002)

Kasus yang terlaporkan di pihak kepolisian dan sampai ke pengadilan berbeda

dengan banyaknya jumlah korban yang melapor ke PKPA. Hal ini disebabkan

beberapa keluarga korban menyelesaikan perkara secara kekeluargaan atau

disebut diversi restoratif justice dimana upaya yang dicapai untuk menyelesaikan perkara ini pelaku harus meminta maaf kepada korban dan keluarga korban dan si


(39)

keluarga korban24. Dari data korban diatas pada tahun 2002 peneliti akan

membandingkan dengan tahun 2010 sebagai 8 tahun perbandingan dari 2002 ke

2010.

Tabel 3

Bentuk-Bentuk Kekerasan Berdasarkan Jumlah Kasus Tahun 2010

No. Bentuk Kekerasan Jumlah Kasus Tahun 2010

1. Persetubuhan 5

2. Penganiayaan 6

3. Sodomi 3

4. Penelantaran Anak 2

5. Melarikan Anak Dibawah Umur 1

6. Perdangangan Anak 3

7. Pembatasan Hak Pendidikan 16

8. Pembatasan Hak Asuh 6

9. Pencabulan 7

Jumlah 49 Kasus

Sumber (indok) Indeks dokumen PKPA 2010

      

24


(40)

Pada tabel kasus kekerasan diatas tahun 2010 terdapat 49 kasus yang

terbagi berdasarkan bentuk kekerasannya antara lain: penelantaran anak,

penganiayaan, perdaganganan anak, pecabulan, pembatasan hak pendidikan dan

asuh dengan jumlah kasus berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan dengan

jumlah 29 kasus dan laki-laki 20 kasus. Dalam kasus kekerasan ini perempuan

kerap menjadi sasaran kekerasan karena budaya patriarki yang melekat dalam

budaya keluarga, perempuan dianggap makhluk paling lemah dan tidak akan

melawan karena tidak berdaya Bila ditinjau kembali kasus di 2010 mengalami

penurunan bila dibanding 2002 yang angka kasus kekerasan pada anak terbilang

tinggi. Hal ini disebabkan telah meluasnya tempat-tempat pengaduan untuk kasus

KDRT. Tetapi bentuk kekerasan yang terjadi pada anak tahun 2010 semakin

melebar seperti adanya pembatasan hak pendidikan pada anak yang jelas-jelas

melanggar hak anak dan UUD 1945 serta UU Perlindungan Anak. Jumlah kasus

kekerasan yang dialami anak setiap tahunnya akan dirinci lebih lanjut oleh

peneliti berdasarkan data kasus anak per tahunnya pada Bab III dan Bab IV.

Menurut Rahmat, 2003 ada beberapa faktor sosial yang menyebabkan

kekerasan pada anak yaitu:

1. Norma sosial, yaitu tidak ada kontrol sosial pada tindakan kekerasan pada

anak-anak, maksudnya ketika muncul kekerasan pada anak tidak ada orang

di lingkungannya yang memperhatikan dan mempersoalkannya.

2. Nilai-nilai sosial, yaitu hubungan anak dengan orang dewasa berlaku

seperti hirarkhi sosial di masyarakat. Atasan tidak boleh dibantah. Aparat

pemerintahan harus selalu dipatuhi. Guru harus dijunjung dan ditiru.


(41)

seperti itu anak-anak berada dalam anak tangga terbawah. Mereka tidak

punya hak apa pun, sedangkan orang dewasa dapat berlaku apa pun

kepada anak-anak.

3. Ketimpangan sosial. Banyak ditemukan bahwa para pelaku dan juga

korban child abuse kebanyakan berasal dari kelompok sosial ekonomi yang rendah. Kemiskinan, yeng tentu saja masalah sosial lainnya yang

diakibatkan karena struktur ekonomi dan politik yang menindas, telah

melahirkan semacam subkultur kekerasan. Karena tekanan ekonomi, orang

tua mengalami stress yang berkepanjangan , menjadi sangat sensisitif dan

mudah marah. Kelelahan fisik tidak memberinya kesempatan untuk

bercanda dengan anak-anak. Terjadilah kekerasan emosional.25

PKPA berdiri untuk menangani peliknya kehidupan dan penderitaan yang

dirasakan oleh anak dan perempuan. Aktivitas yang mereka lakukan melalui

program-program yang ada merupakan hasil kebudayaan26. Membangun suatu

wadah, menuangkan pikiran dalam sebuah wadah visi dan misi, mendirikan

sebuah bangunan, menjalankan hubungan kerjasama dengan organisasi nasional

dan internasional, dan memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan

yang membutuhkan perlindungan sampai kepada perlindungan khusus. Wujud

dari salah satu kebudayaan itu merupakan sistem sosial dimana sistem sosial itu

adalah sistem berpola dari manusia itu sendiri yang terdiri dari aktivitas-aktivitas

manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu sama lain dari detik ke

      

25

http://www.duniapsikologi.com/latar-belakang-kekerasan-pada-anak/ (diakses 7 November 2012)

    26

 Tiga wujud kebudayaan (koetjaranigrat 2000:186-187) :1) ide atau gagasan, 2) perilaku atau tindakan kolektif, dan 3) artefak atau benda kongkret hasil kebudayaaan.


(42)

detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu

yang berdasarkan norman-norma yang berlaku.

1.2.2 Konvensi Hak Anak,

Secara internasional sejak tahun 1989 masyarakat dunia telah mempunyai

instrumen hukum yakni Konvensi Hak Anak (KHA). Dalam perpekstif hukum

internasional yang mempunyai kekuatan mengikat negara peserta dan negara

penanda tangan, KHA mendiskripsikan hak-hak anak secara detail, menyeluruh

dan maju. Karena KHA memposisikan anak sebagai dirinya sendiri dan hak anak

sebagai segmen manusia yang harus dibantu perjuangannya bersama-sama orang

dewasa. Kategorisasi hak anak dalam 54 pasal KHA, antara lain:

1. Hak mendapatkan perlindungan adalah hak untuk mendapatkan

perlindungann ini mencakup perlindungan dari segala bentuk

perlakuan kejam, eksploitasi, dan perlakuan sewenang-wenang dalam

proses peradilan pidanan baik untuk pelaku maupun korban.

2. Mempertahankan eksitensi kehidupan: menyangkut hak atas hidup

yang layak dan pelayanan kesehatan.

3. Hak untuk berkembang fisik, psikis, psikologis adalah mencakup hak

untuk memperoleh pendidikan , kebebasan berpikir, berkeyakinan dan

beragama, serta perlindungan.

4. Hak untuk berpatisipasi ini merupakan hak untuk memberikan

pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam

pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya27.

      

27

Joni, Muhammad dan Zuchaina Z.Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak (Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak) 1999, PT.Citra Aditya BaktI, Bandung.


(43)

Pemeritah Indonesia sejak tahun 1990 telah meratifikasi KHA melalui

Keppres 36 tahun 1990. Peratifikasian KHA mengakibatkkan Indonesia terikat

secara hukum untuk mengimplementasikan konvensi. Ratifikasi ini merupakan

tonggak awal dari perlindungan anak di Indonesia. Selanjutnya pasca

diratifikasinya konvensi ini, disusunlah berbagai upaya untuk memetakan

berbagai persoalan anak, baik dilakukan pemerintah maupun bekerjasama dengan

berbagai lembaga PBB yang memiliki mandat untuk melaksanakan perlindungan

anak.

1.2.3 Undang-undang No.23 Tahun 2002

Setiap elemen masyarakat, termasuk pemerintah, lembaga-lembaga sosial

dan orangtua harus melaksanakan ataupun meresapi isi dari pada UU No.23

Tahun 2002 sebagai salah satu UU perlindungan anak yang dibuat pemerintah

Indonesia. Adapun isi dari UU tersebut berdasarkan rativikasi konvensi hak anak

(KHA). Indonesia dalam UU perlindungan anak salah satunya UU No.23 Tahun

2002 yang menjadi patokan setiap pemerintah, masyarakat, orangtua, dan

lembaga-lembaga sosial lainnya.

1. Bahwa Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap

warga negaranya termasuk perlindungan terhadap hak anak yang

merupakan hak asasi manusia.

2. Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang Maha Esa yang

dalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya.

3. Bahwa anak adalah tugas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita


(44)

sifat khusus yang menjamin kelangsungan ekstensi bangsa dan negara

pada masa depan.

4. Bahwa agar setiap anak kelak memiliki tanggung jawab tersebut ,

maka ia perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk

tumbuh berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial,

dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta unntuk

mewujdukan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap

pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

5. Bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak

diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan

yang dapat menjamin pelaksaanaannya.

6. Bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu

mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek

yang berkaitan dengan perlinduangan anak28.

1.2.4 Sepuluh Prinsip Tentang Hak Anak Menurut Deklarasi

1. Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam

deklarasi ini tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan diskriminasi.

2. Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan

kesempatan dan fasilitas oleh hukum atau oleh peralatan lain,

sehingga mereka mampu berkembang secara fisik, mental, moral,

spritual, dan sosial dalam cara yang sehat dan normal.

3. Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas

kebangsaan.

      

28

Undang-Undang Perlindungan Anak


(45)

4. Setiap anak harus menikmati manfaat dari jaminan sosial.

5. Setiap anak baik secara fisik, mental, dan sosial mengalami

kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan,

pemeliharaan sesuai dengan kondisinya.

6. Setiap anak bagi perkembangan pribadinya secara penuh dan

seimbang memerlukan kasih sayang dan pengertian.

7. Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas

dasar wajib belajar.

8. Setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan

bantuan yang pertama.

9. Setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk ketelantaran,

tindakan kekerasan, dan eksploitasi.

10.Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktek diskriminasi,

berdasarkan rasial, agama, dan bentuk-bentuk lainnya.

1.2.5 Pengertian Perlindungan Anak

Pengertian tentang Perlindungan anak telah ditulis dalam UU perlindungan

anak BAB I pasal 1 adalah:

“Segala kegiatan untuk menjamin dan melindugi anak dari hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang, berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif”.

Seseorang anak akan mendapatkan perlindungan yang lebih atau perlindungan

khusus jika anak sampai dalam kondisi darurat dimana pengertian perlindungan

khusus adalah:

“ Perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan seksual, anak yang


(46)

diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental. Anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran”.

Perlindungan anak merupakan bagian integral dari proses dan dinamika

pembangunan. Khususnya pengembangan sumber daya manusia. Dalam konteks

perlindungan anak sebagai implementasi hak-hak anak. Dr.Irwanto menyebutkan

beberapa prisip perlindungan anak, yaitu:

1. Anak tidak dapat berjuang sendiri

2. Kepentingan terbaik anak yang harus dipandang sebagai prioritas tertinggi.

3. Ancangan daur kehidupan, bahwa perlindungan terhadap anak harus

dimulai sejak dini dan terus menerus.

4. Lintas struktural, nasib anak tergantung dari berbagai faktor yang makro

maupun mikro yang langsung maupun tidak langsung29.

12.6 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pemerintah akhirnya mengeluarkan satu kebijakan baru lagi dengan

mensyahkan UU PKDRT pada tahun 2004 setelah disyahkannya beberapa

kebijakan-kebijakan untuk melindungi anak. Adapun pemerintah sebelumnya

membuat pertimbangan undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah

tangga UU No.23 Tahun 2004, yakni:

1. Bahwa setiap negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala

bentuk kekerasan sesuai falsafah pancasila dan UUD RI 1945.

2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga

merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap

martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.

      

29 Ibid


(47)

3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang banyak adalah

perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat

agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan30,

penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat

kemanusiaan.

4. Bahwa dalam kenyataanya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak

terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin

perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

5. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

b, c, d, perlu dibentuk undang-undang tentang penghapusan kekerasan

dalam rumah tangga.

Berdasarkan pertimbangan tersebut pemerintah menjabarkan UU

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang terdapat pada pasal 2,

Pemerintah menjabarkan lingkup rumah tangga adalah siapa saja orang yang

berada di dalam rumah tangga tersebut, berhak mendapatkan perlindungan

berdasarkan pasal-pasal yang telah ditetapkan. Pada pasal 2 lingkup rumah tangga

tersebut adalah:

a) Suami, isteri, dan anak.

b) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang

sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan,

persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah

tangga; dan/atau.

      

30

 Ancaman kekerasan: setiap perbuatan yang secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. (BAB I PASAL 1 UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdangangan Orang) 


(48)

c) Orang-orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam

rumah tangga tersebut, yang dimaksud dengan orang yang bekerja

merupakan anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam

rumah tangga yang bersangkutan.

Setiap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga berhak mendapatkan

perlindungan dari pemerintah, kepolisian, masyarakat, orang tua, maupun

lembaga seperti yang tertera dalam UU penghapusan kekerasan dalam rumah

tangga. Sebagai bentuk kepedulian dan perlindungan agar si korban tidak

merasakan ketakutan, dari ancaman-ancaman yang dapat diberikan

sewaktu-waktu oleh pelaku kepada korban kapan saja makan dibuatlah UU tersebut.

Pembuatan UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini memiliki asas dan

tujuan tersendiri sesuai BAB II Pasal 3, yaitu:

1. Penghormatan hak asasi manusia (HAM).

2. Keadilan dan kesetaraan gender.

3. Nondiskriminasi.

4. Perlindungan korban

Tujuan dari UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga tertera pada pasal 4,

yaitu :

1. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga

2. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.

3. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

4. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera31.

      

31 Ibid


(49)

Asas dan tujuan dibuat untuk menimbang kembali keutuhan sebuah rumah tangga

agat tidak terjadi perceraian maupun pemisahan orang tua dalam artian kurungan

penjara yang dapat menimbulkan kesengsaraan terhadap anak dan dapat

menyebabkan anak depresi dan kekecewaan terhadap orangtuanya. Sedangkan

bentuk perlindungan sebagai tujuan berguna untuk melindungi korban 1 x 24 jam

sejak pihak kepolisian menerima pengaduan dari korban maupun saksi lainnya,

perlindungan ini bisa berlangsung hingga 7 hari lamanya hingga korban merasa

aman terkhusus anak sebagai korban.

1.3 Perumusan Masalah

Kekerasan pada anak yang dapat terjadi kapan pun dan dimana pun tanpa

memandang tempat perlu mendapatkan perhatian dari keluarga, masyarakat, dan

pemerintah. Berdasarkan banyaknya kasus kekerasan yang terjadi pada anak

berdirilah lembaga perlindungan anak untuk memberikan kemudahan bagi anak

korban kekerasan dalam rumah tangga untuk diberi perindungan. Latar belakang

yang telah diuraikan maka masalah dalam penelitian ini adalah “Apa yang

dilakukan PKPA dalam melindungi kekerasan dalam rumah tangga terhadap

anak?” Dari rumusan masalah tersebut peneliti memecahkan dalam beberapa

pertanyaan penelitian.

 Bagaimana penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak yang dilakukan oleh PUSPA PKPA?

 Apa bentuk perlindungan kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh PUSPA PKPA?


(50)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan

bagaimana PKPA menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap

anak serta untuk mengetahui bentuk dari perlidungan anak yang dilakukan PKPA

kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

Manfaat penelitian ini selain untuk memenuhi syarat kelulusan S1

Antropologi Sosial FISIP USU juga menambah wawasan peneliti. Penelitian ini

juga bermanfaat kepada keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk keluarga

pertama dan terutama agar mengetahui bahwa kekerasan yang dilakukan kepada

anak dapat menimbulkan goncangan jiwa, kesakitan, bahkan kematian pada anak

dan agar setiap orang tua dapat memperhatikan anak-anaknya lebih baik lagi

dalam pemberian kasih sayang tentunya. Untuk pemerintah agar dapat

memperhatikan nasib anak Indonesia dan melindugi hak anak Indonesia sesuai

yang telah tertera dalam UUD 1945 dan UU perlindungan anak. Menggunakan

setiap kebijakan yang telah diberlakukan dengan sebaik mungkin agar angka

kekerasan yang terjadi pada anak setiap tahunnya baik di Kota Medan, dan

kota-kota lainnya di Indonesia mengecil.

Selain itu penelitian ini bermanfaat untuk menambah bahan bacaan dan

referensi bagi akademisi tentang sebuah lembaga swadaya masyarakat dalam

melindungi kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak karena kasus kekerasan

ini selalu terjadi dan menjadi perhatian publik dan berita di media massa.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan yang sistematis dari keseluruhan


(51)

mempermudah dalam pembahasannya. Masing-masing bab terdiri dari beberapa

subbab. Adapun sistematika penyusunannya sebagai berikut:

 BAB I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat Penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

 BAB II berisi gambaran umum mengenai kekerasan anak dikota Medan, berdirinya lembaga perlindungan anak di Indonesia, sejarah berdirinya

PKPA, kerja sama dan fundrising, layanan yang dapat diberikan PKPA, kebijakkan PKPA, pendampingan yang diberikan PKPA.

 BAB III berisi dari rumusan masalah peneliti yakni PKPA dalam menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak.

 BAB IV berisi dari rumusan masalah peneliti yakni tentang bentuk perlindungan PUSPA PKPA kepada anak korban kekerasan dalam rumah

tangga.

 BAB V berisi kesimpulan dari hasil semua BAB yang berisi keseluruhan hasil penelitian dan saran penelitian.

1.6 Metode Penelitian, Pengalaman Lapangan, Analisis Data 1.6.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif32 yang didasarkan

pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti secara rinci, dibentuk

dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur

analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian ini akan mengumpulkan

      

32


(52)

data33 kualitatif untuk menjawab persoalan dari permasalahan peneliti. Penelitian

ini akan menggunakan metode etnografi dimana peneliti melihat dari padangan

para informan baik di PKPA maupun korban. Untuk memperoleh data peneliti

akan menggunakan teknik observasi, wawancara dan pengumpulan data sekunder.

Observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejala (tindakan atau

peristiwa atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi

penelitian dengan cara mengamati. Dengan observasi kita dapat memperoleh

gambaran tentang kehidupan sosial dan budaya yang sukar untuk diketahui

dengan metode lainnya.Teknik observasi ini dilakukan peneliti untuk memperoleh

gambaran penuh mengenai tindakan-tindakan, percakapan, tingkah laku dan

semua hal yang dapat ditangkap panca indera terhadapa apa yang dilakukan

masyarakat. Dalam hal mengobservasi ini peneliti menggunakan observasi

partisipasi. Observasi partisipasi adalah observasi yang melibatkan peneliti atau

observer secara langsung dalam kegiatan pengamatan di lapangan. Dalam

melakukan observasi partisipasi ini peneliti mengamati secara langsung dan

merasakan apa yang ada dalam masyarakat tersebut berupa nilai-nilai dan

tindakan mereka. Peneliti juga akan berusaha sedekat mungkin membangun

rapport34 dengan orang yang di PKPA. Peneliti akan ikut serta dalam penyelesaian kasus-kasus anak sampai ke pengadilan dan berusaha sedekat

mungkin kepada anak yang menjadi korban maupun keluarga korban guna

menambah data peneliti untuk mendeskripsikan kasus kekerasan yang terjadi pada

si korban.

      

33

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angkaa. 34

Rapport adalah hubungan antara Peneliti dan sbujek yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya


(1)

al tanpa berbeda pelaksanaanya di dalam dan di luar, tanpa membola-bola pelaksana kegiatan anak, dan tanpa mengharapkan imbalan apapun.

3. Masyarakat

Bagi masyarakat mempunyai peran ke II untuk melindungi anak dari ancaman dan kekerasan yang dirasakan dalam lingkup rumah tangga. Masyarakat mempunyai kewajiban untuk mengadukan kepada lembaga maupun kepolisian berupa laporan kekerasan yang terjadi pada anak.

4. Korban

Bagi anak korban kekerasan, bersyukurlah saat kalian dilahirkan untuk tetap patuh kepada orangtua walaupun kalian harus merasakan luka fisik dan trauma. Tetapi janganlah takut untuk melaporkan segala tindakan atau perlakuan buruk dari orangtua, saudara, maupun orang dewasa yang tidak dikenal kepada masyarakat maupun kepolisian agar kalian diberikan perlindungan. Untuk kalian yang telah mengalami hal-hal buruk didalam hidup berjuanglah untuk meraih pendidikan yang tinggi untuk membuka wawasan kalian betapa pentingnya kalian harus berkarya di dalam hidup ini.

5. Kepolisian

Bagi pihak kepolisian yang menjadi tameng negara agar selalu memberikan perlindungan kepada setiap anak. Melindungi anak dari segala ancaman dan kekerasan. Menerima laporan dan cepat memproses laporan tanpa harus menerima sogokkan dan berpihak kepada pelaku karena memberikan jaminan besar. Lindungi anak semana mestinya mereka harus dilindungi sebagai penerus bangsa. Memberikan sangsi yang tegas kepada pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya kembali.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ababil, Jufri B

2006 Menjaga Anak Indonesia (Refleksi 10 Tahun PKPA). Medan. Djik, Van Frans

1999 Kekerasan Terhadap Anak Dalam Wacana dan Realita, Medan: PKPA.

Huraerag, Abu.

2012 Kekerasan terhadap Anak, Bandung: Nuansa Cendekia. Irwanto.,dkk

1998 Anak Yang Membutuhkan Perlindungan Khusus Di Indonesia: Analsis Situasi, UNICEF. Jakarta.

Ikhsan, Edy,.dkk

2002 Pendidikan Hak Anak (PHA). Medan: PKPA. Ihromi, T.O

2000 Antropologi Dan Hukum, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Joni, Muhammad, Dan Zulchainaz Tanamas

1999 Aspek Hukum Perlindungan Anak (Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak), Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Koetjaranigrat

2000 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Koetjaranigrat

2002 Sejarah Teori Antropologi 1. Jakarta: UI-Press Kemal Fasyah, Teuku,. dkk, ed

2006 Kata dan Luka Kebudayaan (Isu-isu Gerakan Kebudayaan dan Pengetahuan Kontemporer). Medan: Usu Press.

Kuncoro, Wahyu NM

2010 Solusi Cerdas Menghadapi Kasus Keluarga. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Mardani

2009 Bunga Rampai Hukum Aktual. Bogor: Ghalia Indonesia. Makarao, Mohammad Taufik, dkk

2013 Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta : Rineka Cipta.


(3)

Moleong, Lexy J

2005 Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Rema Rosdakarya. Marzali, Amri

2005 Antropologi Dan Pembangunan Indonesia. Jakarta: Kencana. Muhtad, Madja El

2008 HAM (Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya hal.232). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Moore, Henrietta L

1998 Feminist dan Antropologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Spradley, James P

1977 Metode Etnografi. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya. Sofian, Ahmad

2012 Perlindungan Anak Di Indonesia (Dilema dan Solusinya). Medan:

PT. Sofmedia.

Waluyadi

2009 Hukum Perlindungan Anak. Bandung: CV.Mandar Maju. Suyanto, Bagong., dkk

2000 Tindak Kekerasan Mengintai Anak-anak. Surabaya : Lutfansah Mediatama.

Suyanto, Bagong., dkk


(4)

Sumber Lainnya

 Buletin Kalingga, 2004 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKPA). UNICEF.

 Majalah Informasi Anak Indonesia (KPAI), 2006, KPAI.

 Perlindungan Anak berdasarkan Undang-undang no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disusun oleh Apong Herlina (lembaga advokasi pekerja dan anak Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI, DAN UI, oleh Unicef Indonesia. 

 Pembinaan Budaya dalam Lingkungan Keluarga (Daerah Istimewa Yogyakarta) 1994, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

 Harian Kabar Analisa, 19 Juli 2012

 Harian Analisia, Medan Kota Layak Anak, Kata Siapa?  Surat Medan Orbit, Kamis, 13 September 2012

 Pos Metro, Ayah Banting Anak Hingga Patah Tulang, 19 Juni 2013  Profil PKPA

Internet

http://www.duniapsikologi.com/latar-belakang-kekerasan-pada-anak/ (diakses 7 November 2012) http://life.viva.co.id/news/read/368844-7-8-juta-anak-indonesia-kekurangan-gizi-kronik (diakses tanggal 11 Febuari 2013)

http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2009/07/UU-PERLINDUNGAN-ANAK.pdf ( 01 November 2012

http://organisasi.org/empat-4-hak-dasar-anak-indonesia-menurut-seto-mulyadi-komnas-perlindungan-anak (diakses 01 November 2012)

http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak (diakses 03 November 2012)


(5)

http://panduperdana4694.wordpress.com/2012/11/21/kekerasan-terhadap-anak/ (diakses pada 11 Febuari 2012)

http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128882-T%2026656-Perlindungan%20anak-Pendahuluan.pdf ( diakses 3 Maret 2013)

http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2094342-pengertian-litigasi-dalam-proses-hukum/#ixzz2ODwGBK1k (diakses 21 Maret 2013)

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCkQF jAA&url=http%3A%2F%2Fdatahukum.pnri.go.id%2Findex.php%3Foption%3Dcom_phocadownl oad%26view%3Dcategory%26download%3D513%3Auuno21th2007%26id%3D19%3A2013-02-

18-17-36-13%26Itemid%3D27%26start%3D20&ei=ys3CUeKrJcPmrAf5p4CoAg&usg=AFQjCNG6nt8k2tS pPR3lf6CB5PmJmJPI4w&bvm=bv.48175248,d.bmk (16:40 20 juni 2013)

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c25bfda42993

http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1841:ane h-kasus-pencabulan-anak-hakim-putuskan-onslaag-pkpa-desak-ma-cabut-status-hakim-anak-ahmad-sofia&catid=194:info&Itemid=224

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f9bb33933005/proses-hukum-kejahatan-perkosaan,-pencabulan,-dan-perzinahan

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=29&ved=0CHAQFjAIOB

Q&url=http%3A%2F%2Fdigilib.unimed.ac.id%2Fpublic%2FUNIMED-Master-679-015050019%2520Bab%2520II.pdf&ei=UQh5Up3kGceFrQefiYGoAw&usg=AFQjCNGBLmXed Y70Dj7-cVzSzmp1ywQUDw&sig2=mIDmsZ5LHx8M1GFKX5HIrQ&bvm=bv.55980276,d.bmk (diakses 5 November 2013 Pukul 23.00)


(6)

Lampiran

Daftar Informan

1. Nama : Bang Misran Usia : 38 Tahun Pekerjaan : Deputi PKPA 2. Nama : Kak Emi

usia : 37 Tahun

Pekerjaan : Koordinator PUSPA PKPA 3. Nama : Kak Wiwik

Usia : 35

Pekerjaan : Staff Litigasi PUSPA PKPA 4. Nama : Ibu Sita (orang tua Ranjani)

Usia : 32 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 5. Nama : Kak Astuti

Usia : 35 Tahun Pekerjaan : Pedagang

6. Nama : Ibu Asna (orang tua Widya) Usia : 48 Tahun

Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga 7. Nama : Widya

Usia : 14 Tahun Pekerjaan : Siswi SMP 8. Nama : Kristin

Usia : 22 Tahun Pekerjaan : Mahasiswa 9. Nama : Dita

Usia : 14 Tahun Pekerjaan : Siswi SMP 10.Nama : David Usia : 22 Tahun Pekerjaan : Mahasiswa


Dokumen yang terkait

Pengalaman Remaja Putri Korban Kekerasan Seksual di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan

1 71 125

Preferensi Penghuni dalam Memilih Rumah Tinggal (Studi Kasus: Komplek Perumahan Cemara Asri)

12 84 100

Pengaruh Iklan Televisi Terhadap Perilaku Rumah Tangga Dalam Penggunaan Monosodium Glutamat di Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Kotamadya Medan Tahun 2002

1 39 72

Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Mewujudkan Program Medan Green and Clean (MdGC) Melalui Pengelolaan Bank Sampah di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan Tahun 2012

4 108 164

Tinjauan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Putusan Pengadilan Negeri Medan No.1345/Pid. B/2010/PN/Medan)

0 66 146

Faktor-faktor Penyebab Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Dampaknya Terhadap Korban” (Studi Kasus Pada 3 Orang Korban KDRT yang Ditangani oleh Yayasan Pusaka Indonesia dan PKPA).

6 93 106

Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Kota Medan

10 114 91

Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan

0 35 85

Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya (Studi Kasus No: 378/Pid.B/2007/PN-Medan) dan (STUDI KASUS No: 1921/Pid.B/2005/PN-Medan)

1 44 93

Pengalaman Remaja Putri Korban Kekerasan Seksual di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan

0 0 23