Penerapan Safety Inspection Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja di PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung Tahun 2016

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.1.1 Definisi K3
Menurut Peraturan Pemerintah

No. 50 Tahun 2012 Tentang SMK3,

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Sedangkan menurut Depnaker RI (2005), Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah: “Segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam
rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan
dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian
bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian bahaya secara tepat dan
melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.”
2.1.2 Persyaratan Keselamatan Kerja
Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Undang-Undang

No. 1 tahun 1970 (Suma’mur, 2009) adalah sebagai berikut :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan, hal ini berkaitan dengan upaya
pencegahan kecelakaan dan setiap pekerjaan atau kegiatan berbahaya.
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, berkaitan dengan
sistem proteksi dan pencegahan kebakaran (fire protection system) dalam

7
Universitas Sumatera Utara

8

rancangan bangun, operasi, dan penggunaan sarana, pabrik, banguna dan
fasilitas lainnya.
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan, meliputi upaya pencegahan
bahaya kebakaran (fire prevention) dalam kegiatan yang dapat
mengandung bahaya kebakaran, menggunakan api atau kegiatan lainnya.
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian
kebakaran atau kejadian lainnya. Berkaitan dengan sistem tanggap darurat
(emergency response) serta fasilitas penyelamat di dalam bangunan atau


tempat kerja (means of escape).
5. Memberikan pertolongan dalam kecelakaan. Menyangkut aspek P3K atau
pertolongan jika terjadi kecelakaan termasuk resque dan pertolongan
korban.
6. Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja. Berkaitan dengan
penyediaan alat keselamatan yang sesuai untuk setiap pekerjaan yang
berbahaya.
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara atau getaran. Berkaitan dengan keselamatan lingkungan
kerja, pencemaran atau buangan industri serta kesehatan kerja.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik,
psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

Universitas Sumatera Utara

9


11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan dan
proses kerja. Berkaitan dengan aspek ergonomi di tempat kerja.
14. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. Berkaitan dengan
keselamatan konstruksi dan bangunan mulai dari pembangunan sampai
penempatannya.
15. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan
penyimpanan barang. Syarat ini berkaitan dengan kegiatan pelabuhan dan
pergudangan.
16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya, berkaitan dengan
keselamatan ketenagalistrikan.
17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahayanya menjadi bertambah tinggi.
2.2 Tempat Kerja
Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1970 pasal 1 ayat 1 dicantumkan
bahwa "Tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan,

halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan
dengan tempat kerja. Selanjutnya hal tersebut tersebut diperinci dalam pasal 2
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

10

1.

Yang diatur oleh Undang-Undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.

2.

Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di
mana :
a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,

peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau
disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
d. Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan
lapangan kesehatan;
e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau
bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di
permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;

Universitas Sumatera Utara

11


f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan,
melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g. Dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,
stasiun atau gudang;
h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam
air;
i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau
perairan;
j. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah;
k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau
terpelanting;
l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi
atau telepon;
p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset

(penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air;

Universitas Sumatera Utara

12

r. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi
lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
2.3 Bahaya
2.3.1 Definisi bahaya
Pengertian bahaya dari beberapa ahli dalam Winarsunu (2008) adalah
sebagai berikut : Menurut Brauer, hazard adalah potensi suatu dari suatu kegiatan,
kondisi, keadaan untuk menghasilkan efek berbahaya. Menurut Sanders, hazard
adalah kondisi atau mengatur keadaan yang memiliki potensi untuk menyebabkan
atau memberikan kontribusi terhadap cedera atau kematian. Menurut Blockley,
hazard merupakan kondisi yang memiliki potensi untuk memulai urutan
kecelakaan dalam suatu proses pengoperasian produk atau sistem.
Potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden

yang berakibat pada kerugian. Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu
kejadian yang berbahaya dan peluang terjadinya kejadian tersebut.

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel 2.1 Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada
dampak korban
Kategori A
Potensi bahaya
yang menimbulkan
risiko dampak
jangka panjang
pada kesehatan
 Bahaya faktor
kimia (debu, uap
logam, uap)
 Bahaya faktor
biologi (penyakit

dangangguan oleh
virus, bakteri,
binatang dsb.)
 Bahaya faktor
fisik (bising,
penerangan,
getaran, iklim
kerja, jatuh)
 Cara bekerja dan
bahaya faktor
ergonomis (posisi
bangku kerja,
pekerjaan
berulang-ulang,
jam kerja yang
lama)
 Potensi bahaya
lingkungan yang
disebabkan oleh
polusi pada

perusahaan di
masyarakat

Kategori B

Kategori C

Kategori D

Potensi bahaya
yang
menimbulkan
risiko langsung
pada
keselamatan

Risiko terhadap
kesejahteraan
atau kesehatan
sehari-hari


Potensi bahaya
yang
menimbulkan
risiko pribadi
dan psikologis

 Air Minum
 Toilet dan
fasilitas
mencuci
 Ruang makan
atau Kantin
 P3K di
tempat kerja
 Transportasi

 Pelecehan,
termasuk
intimidasi dan
pelecehan
seksual
 Terinfeksi
HIV/AIDS
 Kekerasan di
tempat kerja
 Stress
 Narkoba di
tempat kerja

 Kebakaran
 Listrik
 Potensi bahaya
Mekanikal
(tidak adanya
pelindung
mesin)
 House keeping
(perawatan
buruk pada
peralatan)

Sumber: ILO, 2013

Universitas Sumatera Utara

14

2.3.2 Sumber-sumber bahaya
Ada 5 jenis sumber-sumber bahaya di tempat kerja yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja menurut Syukri Sahab dalam Ernawati
(2009) yaitu:
1. Bangunan, peralatan dan instalasi
2. Bahan
3. Proses
4. Cara kerja
5. Lingkungan kerja, yang terdiri dari : Faktor lingkungan fisik,

Faktor

lingkungan kimia, Faktor lingkungan biologi, Faktor fisik kerja atau
ergonomic, Faktor psikologi.
2.3.3 Teknik identifikasi bahaya
Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi
bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik
bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah
pengamanan agar tidak terkena bahaya. Namun demikian, tidak semua bahaya
dapat dikenali dengan mudah, seperti mengenal bahaya api (Ramli, 2010).
Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi
bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem. Teknik identifikasi bahaya ada berbagai
macam yang dapat diklasifikasikan menjadi metoda pasif, metoda semiproaktif
dan metoda aktif (Ramli, 2010).
1. Teknik pasif merupakan identifikasi pasif jadi bahaya dikenal dengan
mengalami terlebih dahulu.

Universitas Sumatera Utara

15

2. Teknik semi proaktif merupakan teknik belajar dari pengalaman orang lain jadi
mengetahui adanya bahaya yang tidak dialami diri sendiri tetapi orang lain.
3. Metoda proaktif merupakan metoda terbaik untuk mengidentifikasi bahaya atau
mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak
yang merugikan.
Tindakan proaktif memiliki kelebihan :
1. Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan
kecelakaan atau cedera.
2. Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan
mengenal bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan.
3. Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerja setelah mengetahui dan
mengenal adanya bahaya disekitar tempat kerjanya.
4. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya bahaya dapat
menimbulkan kerugian (Ramli, 2010).
Identifikasi bahaya yang bersifat proaktif antara lain :
1. Daftar periksa dan audit atau inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Analisa bahaya awal (preliminary hazards analysis)
3. Analisa pohon kegagalan (fault tree analysis)
4. Analisa what if (what if analysis)
5. Analisa moda kegagalan dan efek (failure mode and effect analysis)
6. Hazops (Hazards and operabolity study)
7. Analisa keselamatan pekerjaan (job safety analysis)
8. Analisa risiko pekerjaan (job safety analysis)

Universitas Sumatera Utara

16

Penerapan teknik identifikasi bahaya ini dapat dilakukan sepanjang daur
hidup perusahaan mulai dari tahap pengembangan sampai ke operasi (Ramli,
2010).
2.3.4 Pengendalian bahaya
Berkaitan dengan risiko K3, pengendalian risiko dilakukan dengan
mengurangi kemungkinan atau keparahan dengan hirarki yaitu : (Ramli, 2010)
1. Eliminasi
Elimininasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber
bahaya, misalnya lobang dijalan ditutup, ceceran minyak dilantai dibersihkan,
mesin yang bising dimatikan. Cara ini sangat efektif karena sumber bahaya
dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan. Karena itu, teknik ini
menjadi pilihan utama dalam hirarki pengendalian risiko.
2. Substitusi
Substitusi adalah teknik pengendalian dengan mengganti alat, bahan,
sistem atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau yang lebih
rendah bahayanya. Teknik ini banyak digunakam, misalnya, bahan kimia
berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia lain yang lebih
aman.
3. Engineering control / pengendalian teknis
Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang ada
dilingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui
perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan peralatan
pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat diperbaiki secara teknis

Universitas Sumatera Utara

17

misalnya dengan memasang dengan peredam suara sehingga tingkat kebisingan
dapat ditekan. Pencemaran diruang kerja dapat diatasi dengan memasang sistem
ventilasi yang baik. Bahaya pada mesin dapat dikurangi dengan memasang pagar
pengaman atau sistem interlock.
4. Administrative control / pengendalian administratif
Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif misalnya
dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih
aman, rotasi atau pemeriksaan kesehatan, pemasangan tanda bahaya atau ramburambu keselamatan. Pada administrative control atau pengendalian administrative
dilakukan shift kerja, rotasi kerja dan mutasi personel, prosedur kerja
keselamatan, pemasangan simbol/tanda-tanda bahaya termasuk radiasi, lembar
data keselamatan bahan (Material Safety Data Sheet:MSDS) didaerah kerja.
Menurut Ramli (2010) bahaya yang ada di tempat kerja memiliki perbedaan
tergantung jenis pekerjaan dan tanda keselamatan sesuai dengan bahaya atau lay
out di lingkungan kerja.
5. APD/Alat Pelindung Diri
Pilihan terakhir untuk pengendalian bahaya adalah dengan memakai alat
pelindung diri. Misalnya, pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernafasan
(respirator/masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki. Dalam konsep K3,
penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan
kecelakaan. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk mencegah
kecelakaan (reduce likelyhood) namun hanya sekedar mengurangi efek atau
keparahan kecelakaan (reduce consequences).

Universitas Sumatera Utara

18

Eliminasi
Substitusi
Perancangan
Administrasi
APD
Gambar 2.1 Hirarki pengendalian
2.4 Kecelakaan Kerja
2.4.1 Definisi kecelakaan kerja
Heinrich (1980) mendefinisikan bahwa kecelakaan adalah suatu peristiwa
yang tidak direncanakan dan tidak terkendali di mana tindakan atau reaksi obyek,
substansi, orang, atau radiasi menghasilkan cedera pribadi atau kemungkinanan
lainnnya. Winarsunu (2008) mengungkapkan pendapat Brauer yang memberi
pengertian kecelekaan kerja sebagai “sesuatu yang tidak direncanakan, urutan
peristiwa tunggal atau beberapa yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh
tindakan tidak aman, kondisi yang tidak aman atau keduanya dan dapat
mengakibatkan efek yang tidak diinginkan langsung ataupun tidak langsung”.
Ridley (2008) berpendapat bahwa kecelakaan bukan terjadi, tapi disebabkan oleh
kelemahan di sisi majikan, pekerja atau keduanya. Akibat yang ditimbulkan dapat
memunculkan trauma bagi keduanya: bagi pekerja, cidera dapat berpengaruh
terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas hidupnya, sedangkan bagi majikan,
berupa kerugian produksi, waktu terbuang untuk penyelidikan, dan yang terburuk
biaya untuk proses hukum.

Universitas Sumatera Utara

19

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang
merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Kecelakaan industri yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena
adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
2. Kecelakaan dalam perjalanan yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja
yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja (Budiono,dkk 2009).
2.4.2 Teori penyebab kecelakaan kerja
1. Heinrich’s domino theory
Dalam Pratiwi (2012) dipaparkan bahwa teori ini diperkenalkan oleh W.H
Heinrich, tahun 1931. Menurut Heinrich, 88% penyebab kecelakaan kerja adalah
unsafe act (tindakan tidak aman), 10% disebabkan oleh unsafe conditions (kondisi

tidak aman), dan 2% adalah anavoidable (hal yang tidak dapat dihindari). Jadi,
menurutnya accident lebih banyak disebabkan oleh kekeliruan, kesalahan yang
dilakukan oleh manusia.

Gambar 2.2 Heinrich's domino theory

Universitas Sumatera Utara

20

Teori domino disebutkan oleh W.H Heinrich terdiri dari 5 elemen, yaitu :
1. Ancestry and social environment, karakter negatif dari seseorang untuk
berperilaku tidak aman, seperti ceroboh. Selain itu, pengaruh lingkungan
sosial juga dapat menyebabkan seseorang membuat kesalahan.
2. Fault of person, karakter negatif yang menyebabkan kesalahan pada
seseorang merupakan alasan untuk melakukan tindakan tidak aman.
3. Unsafe act and/or mechanical or physical hazard, tindakan tidak aman
seseorang seperti berdiri di ketinggian, menyalakan mesin tanpa prosedur
yang benar, bahaya mekanik dan fisik.
4. Accident, kejadian, seperti jatuh, terkena benda yang menghasilkan
penyebab kecelakaan.
5. Injury, cidera yang merupakan hasil dari kecelakaan. Kunci dari pencegahan
kecelakaan menurut teori Domino adalah dengan menghilangkan faktor
utama penyebab kecelakaan yaitu unsafe act (tindakan tidak aman).
2. Swiss-cheese
Teori swiss-cheese ini diperkenalkan oleh James Reason (Pratiwi, 2012).
Teori ini menekankan bahwa penyebab kecelakaan kerja adalah akibat kelalaian
atau kesalahan manusia. Penyebab kelalaian atau kesalahan manusia dibagi
menjadi empat oleh James Reason, yaitu :
1. Pengaruh organisasi (organizational influences).
2. Pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision) yaitu tidak ada tindakan
lebih lanjut dari pihak pengawasan terhadap kondisi dan tindakan tidak aman.

Universitas Sumatera Utara

21

3. Prakondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak aman (preconditions for
unsafe act) yaitu situasi atau kondisi yang berpotensi untuk memulai,

memperburuk, dan memfasilitasi suatu peristiwa yang tidak diinginkan.
4. Tindakan tidak aman (unsafe act) yaitu tindakan yang menyimpang atau tidak
sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan.

Gambar 2.3. Swiss-cheese theory
Berbeda dengan teori Domino Heinrich, Swiss Cheese Model memberikan
informasi perihal bagaimana suatu tindakan tidak aman dapat terjadi. Informasi
berikut, menunjukkan bagaimana terjadinya suatu tindakan tidak aman itu.
Types of Human Errors:
a) Unsafe Act
i) Errors
ii) Violations
b) Preconditions for Unsafe Acts
i) Conditions of operator
ii) Poor practice of operator

Universitas Sumatera Utara

22

c).Unsafe Supervision
i) Inadequate supervision
ii) Improper planning
iii) Failure to correct problems
iv) Supervisory violations
d) Organizational InfluencesResource management
i) Organizational climate
ii) Organizzational process

Dalam Swiss Cheese Model, types of human errors ini merepresentasikan
lubang pada sebuah keju. Jika keempat keju (unsafe act, preconditions for unsafe
acts, unsafe supervisions, and organizational influences ) sama-sama mempunyai

lubang, maka kecelakaan menjadi tak terhindarkan. Agar kecelakaan dapat
dicegah, manajemen harus dapat mengenali secara spesifik kemungkinan
terjadinya kelalaian/kesalahan manusia pada tiap tahapan pekerjaan yang
dilakukan karyawan. Melalui pendekatan ini, karyawan tidak lagi menjadi pihak
yang melulu dipersalahkan jika suatu kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese
Model, manajemen yang justru dituntut untuk melakukan segala upaya yang

diperlukan untuk melindungi karyawannya.
3. Teori Ferrel
Teori ini menjelaskan bahwa setiap kecelakaan kerja yang timbul disebabkan oleh
kesalahan manusia. Menurut Ferrel, beberapa kesalahan manusia antara lain:

Universitas Sumatera Utara

23

1. Kelebihan beban kerja, beban kerja dihitung sebagai penjumlahan dari tugas
yang menjadi tanggungjawabnya dan ditambah beban lingkungan. Faktor
internal (stress dan emosi) dan faktor eksternal (intsruksi tidak jelas).
2. Respon yang tidak tepat (Inappropriate Response), mengabaikan standar
keselamatan.
3. Aktivitas yang tidak tepat (Inappropriate Activity), melakukan tugas tanpa
dibekali pelatihan atau pengetahuan (Heinrich, 1980).
4. Teori loss causation model
Loss Causation Model ini dikembangkan oleh Frank Bird J.R dan Germain

pada tahun 1985. Model ini menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss) disebabkan
oleh serangkaian faktor-faktor yang berurutan seperti yang terdapat dalam gambar
2.3 berikut ini:

Gambar 2.4 Loss causation model
5. Multiple factors theories

Groos menyatakan bahwa kecelakaan kerja disebabkan oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang berkontribusi mencakup 4M, yaitu man, machine, media, dan
management. Faktor man atau manusia meliputi usia, gender, kemampuan,

Universitas Sumatera Utara

24

keterampilan, pelatihan yang pernah diikuti, kekuatan, motivasi, keadaan emosi,
dan lain-lain. Faktor media meliputi lingkungan kerja misalnya suhu, kebisingan,
getaran, gedung, jalan, ruang kerja, dan sebagainya. Faktor machine atau mesin
meliputi ukuran, bobot, bentuk, sumber energy, cara kerja, tipe gerakan, dan
bahan mesin itu sendiri. Sedangkan faktor management adalah konteks dimana
ketiga faktor berada dan dijalankan, meliputi gaya manajemen, struktur
organisasi, komunikasi, kebijakan dan prosedur-prosedur lain yang dijalankan di
organisasi (Winarsunu, 2008).

MANAJEMEN

MAN

MEDIA

MACHINE

Gambar 2.5 Multiple factors theory
Banyak kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia atau human
error . Namun, human error bukanlah satu-satunya penyebab kecelakaan.

Penyebab lainnya yang bersifat laten dan seakan-akan dianggap human error
adalah organization error , yakni error yang disebabkan oleh kebijakan organisasi
(Winarsunu, 2008).

Universitas Sumatera Utara

25

2.4.3 Klasifikasi kecelakaan kerja
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja bersifat jamak, karena pada
kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak disebabkan hanya satu
faktor, tetapi banyak faktor yang saling berkaitan untuk menyebabkan terjadinya
kecelakaan. Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam Hamdi
(2009) kecelakaan akibat kerja diklasifikasikan menjadi empat macam
penggolongan, yaitu:
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
a. Terjatuh.
b. Tertimpa benda jatuh.
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, kecuali benda jatuh.
d. Terjepit oleh benda.
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.
f. Pengaruh suhu tinggi.
g. Terkena arus listrik.
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan yang datanya tidak cukup atau
kecelakaan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.
2. Klasifikasi Menurut Penyebab
a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
b. Alat angkut dan alat angkat.
c. Peralatan lain, misalnya instalasi pendingin dan alat-alat listrik.
d. Bahan-bahan, zat-zat radiasi.

Universitas Sumatera Utara

26

e. Lingkungan kerja.
f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut.
g. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut atau data
tak memadai.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan
a. Patah tulang.
b. Dislokasi atau keseleo.
c. Regang otot atau urat.
d. Memar dan luka dalam lain.
e. Amputasi.
f. Luka-luka lain.
g. Luka di permukaan.
h. Gegar dan remuk.
i. Luka bakar.
j. Keracunan-keracunan mendadak (akut).
k. Akibat cuaca.
l. Mati lemas.
m. Pengaruh arus listrik.
n. Pengaruh radiasi.
o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh
a. Kepala.
b. Leher.

Universitas Sumatera Utara

27

c. Badan.
d. Anggota atas.
e. Anggota bawah.
f. Banyak tempat.
g. Letak lain yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi tersebut.
2.4.4 Kerugian akibat kecelakaan
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu
proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2008). Menurut Ramli (2010),
kerugian akibat kecelakaan kerja dikategorikan atas dua kerugian, yaitu :
1. Kerugian langsung
Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung
dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan. Kerugian
langsung dapat berupa :
a. Biaya Pengobatan dan Kompensasi Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik
cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan
mengakibatkan seorang pekerja tidak mampu menjalankan tugasnya dengan
baik sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan
perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan
sesuai ketentuan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

28

b. Kerusakan Sarana Produksi Kerusakan langsung lainnya adalah kerusakan
sarana produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan
kerusakan.
2. Kerugian tidak langsung
Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian
tak langsung antara lain:
a. Kerugian jam kerja Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti
sementara untuk membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian,
perbaikan kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang
hilang akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi
produktivitas.
b. Kerugian produksi Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses
produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa
berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk mendapat
keuntungan.
c. Kerugian Sosial Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi
keluarga korban yang terkait langsung maupun lingkungan sosial sekitarnya.
2.4.5 Pencegahan kecelakaan kerja
Menurut Hadipoetro (2014), pencegahan kecelakaan adalah upaya untuk
menghilangkan satu atau lebih dari rangkaian penyebab kecelakaan tersebut. Ada
banyak cara yang digunakan untuk menghindari, mencegah atau mengurangi
kecelakaan kerja yang terjadi. Cara-cara tersebut antar lain sebagai tersebut.

Universitas Sumatera Utara

29

a. Penerapan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi dalam berbagai hal
seperti:

kondisi

kerja

umum,

perancangan,

kontruksi,

pemeliharaan,

pengawasan, pengujian, pengoperasian peralatan, kewajiban dan hak
pengusaha/pekerja, pengawasan/pemeriksaan kesehatan dan pelatihan.
b. Penetapan standar, yaitu standar resmi kontruksi aman dari suatu peralatan,
standar setengah resmi alat pengaman perorangan, standar tidak resmi
himbauan kebiasaan yang aman dan sehat.
c. Pengawasan, menegakkan peraturan yang ada, member peringatan atau
hukuman bagi yang melanggar.
d. Riset teknis, misalnya penelitian pelindung mesin, percobaan berbagai metoda
pencegahan kebakaran dan ledakan, pengujian masker untuk alat bantu
pernapasan.
e. Riset medis, misalnya penelitian dampak fisiologis dan patologis dari faktor
lingkungan kerja.
f. Riset psikologis, misalnya penyelidikan perilaku yang dapat menyebabkan
kecelakaan.
g. Riset statistik, misalnya penelitian mengenai jenis kecelakaan pada suatu
industri.
h. Pendidikan, misalnya menjadikan aspek keselamatan kerja sebagai salah satu
mata ajar/kuliah dalam sekolah/ perguruan tinggi.
i. Pelatihan, misalnya memberikan instruksi keselamatan pekerja kepada
pekerjayang baru masuk.

Universitas Sumatera Utara

30

j. Persuasi, sebagai contoh menggunakan media cetak untuk menghimbau
kesadaran akan keselamatan kerja.
k. Asuransi, misalnya menyediakan anggaran khusus untuk mentransfer risiko
kecelakaan.
l. Tindakan pengamanan, yang dilakukan oleh setiap pekerja secara individu.
2.5 Safety Inspection
Inspeksi merupakan alat utama untuk memperoleh dan menemukan
masalah serta mengevaluasi risiko sebelum terjadi kecelakaan yang bisa
mengakibatkan kerugian (Hadipoetro, 2014). Inspeksi merupakan salah satu alat
kontrol atau pengawasan manajemen yang bersifat klasik terhadap kegiatan
perusahaan yang telah banyak diterapkan dalam upaya menemukan masalah yang
dihadapi di lapangan, termasuk untuk memperkirakan besarnya risiko. Inspeksi
merupakan salah satu upaya proaktif dan bertujuan untuk memastikan apakah
fasilitas kerja di lapangan telah dikelola secara baik dilihat dari aspek K3.
Inspeksi lebih condong pada hal-hal yang bersifat penerapan atau hal-hal yang
telah terjadi. Inspeksi K3 dalam pelaksanaanya dapat dilakukan secara internal
oleh perusahaan sendiri ataupun oleh pihak luar (eksternal) perusahaan.
Pelaksanaan oleh pihak luar dilakukan oleh intsansi pemerintah berwenang,
seperti kemenakertrans dan sesuai dengan paraturan perundangan yang berlaku
(Ramli, 2013).
Safety inspection adalah salah satu program keselamatan dan kesehatan

kerja yang bersifat proaktif karena bertujuan menemukan masalah langsung
sebagai upaya preventif sebelum terjadi kecelakaan. Program ini merupakan suatu

Universitas Sumatera Utara

31

kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan, pengawasan, dan
pengendalian terhadap penyimpangan-penyimpangan, baik kondisi kerja yang
tidak aman, maupun perilaku kerja yang tidak aman. Inspeksi keselamatan dan
kesehatan yang efektif adalah salah satu yang paling penting sebagai alat
pencegahan insiden/kecelakaan dalam program keselamatan dan kesehatan
perusahaan. Menggunakan inspektor terlatih dalam program inspeksi terencana
akan mengurangi insiden dan kerusakan properti. Program inspeksi keselamatan
yang efektif akan meningkatkan komunikasi pekerja, moral perusahaan dan, dari
waktu ke waktu, menghemat biaya (Worksafe BC, 2012).
Program inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang efektif
merupakan suatu program pencegahan yang sangat penting yang dapat dilakukan
untuk menjamin agar lingkungan kerja selalu aman, sehat, dan selamat. Inspeksi
dapat dilakukan melalui beberapa bentuk dan cara dan dapat diklasifikasikan
menurut tujuan inspeksi yang akan dilakukan. Jenis inspeksi pada umumnya
meliputi:
1. Inspeksi informal
2. Inspeksi terencana
a. Inspeksi umum atau inspeksi rutin terhadap sumber-sumber bahaya (hazard)
di tempat kerja secara menyeluruh
b. Inspeksi khusus
i. Inspeksi khusus terhadap objek-objek atau area tertentu, yang
mempunyai risiko tinggi terhadap kerugian dan kecelakaan kerja

Universitas Sumatera Utara

32

ii. Inspeksi khusus yang dilakukan berdasarkan adanya keluhan atau
complain dari tenaga kerja di suatu unit kerja
iii. Inspeksi khusus yang dilakukan berdasarkan adanya permintaan atau
instruksi dari pengurus perusahaan (Tarwaka, 2014).
Menurut Bird and Germain (1986) dalam Tarwaka (2014) bahwa inspeksi
merupakan suatu cara terbaik untuk menemukan masalah-masalah dan menilai
risikonya sebelum kerugian atau kecelakaan dan penyakit akibat kerja benar-benar
terjadi. Program inspeksi harus dilakukan secara terstruktur dan mempunyai
beberapa tujuan umum seperti:
1. Mengidentifikasi masalah-masalah yang potensial yang tidak terantisipasi
selama proses desain ataupun selama analisa tugas-tugas/pekerjaan.
2. Mengidentifikasi defisiensi atau ketidakfungsian mesin-mesin dan peralatan
kerja.
3. Mengidentifikasi kondisi lingkungan kerja dan tindakan-tindakan tidak aman
atau tidak sesuai dengan prosedur kerja.
4. Mengidentifikasi pengaruh dari perubahan proses produksi atau perubahan
material.
5. Mengidentifikasi tindakan korektif yang kurang tepat yang dapat menimbulkan
masalah lain di tempat kerja.
6. Menyediakan informasi K3 untuk bahan evaluasi diri bagi manajemen
perusahaan.
7. Mendemonstrasikan komitmen manajemen

melalui tindakan nyata dalam

bidang K3 di tempat kerja.

Universitas Sumatera Utara

33

Sistem inspeksi harus direncanakan dan dibicarakan secara bersama-sama
antara pihak manajemen dengan pihak perwakilan pekerja yang tergabung dalam
P2K3. Dengan demikian sistem inspeksi akan dapat berjalan secara efektif karena
didukung oleh kedua belah pihak. Sistem inspeksi harus dikembangkan dengan
mempertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut:
1. Pembatasan secara jelas ruang lingkup inspeksi.
2. Teknik inspeksi yang akan dilakukan.
3. Bentuk laporan inspeksi yang tepat.
4. Penetapan atau penunjukan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan inspeksi.
5. Penunjukan orang yang harus bertanggung jawab di dalam inspeksi untuk
menjamin agar langkah-langkah perbaikan yang telah direkomendasikan
sampai ke pihak manajemen dan segera diimplementasikan secara bersamasama.
6. Langkah-langkah praktis yang harus diambil untuk menjamin bahwa tindakan
korektif telah diimplementasikan sesuai yang direkomendasikan.
7. Peninjauan ulang atau review untuk mengetahui bahwa tindakan korektif yang
dilakukan sesuai dengan yang diharapkan.
2.5.1 Tujuan inspeksi
1. Inspeksi K3 di tempat kerja secara sistematis mempunyai peran penting di
dalam upaya melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap sumbersumber bahaya K3. Permasalahan-permasalahan K3 akan dapat dideteksi
secara lebih awal untuk resolusi sebelum kecelakaan dan penyakit akibat kerja
benar-benar terjadi.

Universitas Sumatera Utara

34

2. Inspeksi dilakukan untuk menjamin agar setiap tempat kerja berjalan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, standar, norma, maupun petunjuk
teknis yang berkaitan dengan bidang K3 yang ditetapkan oleh pemerintah
maupun kebijakan perusahaan.
3. Inspeksi secara regular dan khusus akan dapat digunakan sebagai bahan diskusi
dengan tenaga kerja terhadap isu-isu K3 yang sedang dihadapi oleh mereka.
Tenaga kerja merupakan orang yang paling mengenal terhadap aspek kerja,
peralatan, mesin-mesin, dan proses operasional di tempat kerja sehingga
mereka merupakan sumber informasi yang berharga. Dengan adanya
komunikasi dan koordinasi yang lancar antara manajemen dengan tenaga kerja
akan dapat memperbaiki performansi atau kinerja K3 di perusahaan (Tarwaka,
2014).
2.5.2 Batasan safety inspection
Ramli (2013) mengemukakan bahwa inspeksi K3 adalah suatu kegiatan
yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan atau petugas pihak ketiga yang
bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeteksi potensi bahaya pada sebagian
pabrik instalasi peralatan dan atau tempat kerja yang berhubungan dengan aspek
K3 sebelum terjadi kecelakaan.
Lingkup kegiatan inspeksi, antara lain:
1. Mengidentifikasi potensi permasalahan
2. Mengidentifikasi peralatan yang tidak baik
3. Mengidentifikasi tindakan pekerja yang tidak aman
4. Mengidentifikasi efek dari suatu perubahan/modifikasi

Universitas Sumatera Utara

35

5. Mengidentifikasi tindakan perbaikan yang tidak memadai
6. Memeberi informasi kepada pimpinan masalah-masalah yang ada
7. Menunjukan kesungguhan manajemen dalam melaksanakan program K3
2.5.3 Jenis inspeksi
1. Inspeksi informal
Inspeksi

informal

merupakan

inspeksi

yang

tidak

direncanakan

sebelumnya dan sifatnya cukup sederhana yang dilakukan atas kesadaran orangorang yang menemukan atau melihat masalah K3 di dalam pekerjaaanya seharihari. Inspeksi ini sebenarnya cukup efektif karena masalah-masalah yang muncul
langsung dapat dideteksi, diperiksa, dan dapat dilakukan tindakan korektif.
Namun demikian, inspeksi informal ini mempunyai keterbatasan karena
memang tidak dilakukan secara sistematik. Adakalanya mereka kehilangan halhal penting yang mungkin telah dilihat atau ditemukan karena masalah yang
ditemukan hanya disimpan dalam pikirannya. Atau mungkin mereka juga tidak
menyadari terhadap apa yang sedang dilihatnya. Atau mereka mungkin mencatat
pemaparan tertentu, tetapi tidaklah bisa mencakup gambaran permasalahan secara
keseluruhan. atau juga mereka lupa untuk segera menindaklanjuti apa yang telah
ditemukan. Tetapi tidaklah jarang bahwa supervisor atau manajer saat keliling ke
tempat-tempat kerja bila menemukan suatu masalah, langsung membuat catatan
penting dan membuat keputusan untuk segera melakukan tindakan perbaikan.
Merupakan suatu hal yang efektif bila inspeksi informal ini dijadikan
kebijakan manajemen. Masalah yang ditemukan di tempat kerja dapat
didokumentasikan sesuai prosedur dan dibuat laporan secara sederhana. Dengan

Universitas Sumatera Utara

36

demikian siapapun yang menemukan masalah dapat segera membuat catatan pada
kartu temuan masalah. Laporan pada Kartu Catatan Temuan (KCT) masalah ini
akan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain:
1. Menyediakan sistem yang lebih baik untuk menjamin bahwa supervisor dapat
segera melakukan tindakan perbaikan seperlunya.
2. Merupakan dokumen K3 di tempat kerja yang dapat digunkan sebagai bahan
informasi.
3. Merupakan informasi berharga bagi tenaga kerja, supervisor , staf K3, maupun
manajer.
4. Merupakan data penting sebagai bahan analisa masalah.
5. Sebagai barometer terhadap tingkat kesadaran tenaga kerja dalam penerapan
K3 di tempat kerja.
Dalam inspeksi informal ini, apabila tenaga kerja dapat mencatat tentang
kesalahan prosedur, kondisi yang tidak aman, tindakan yang tidak selamat, atau
hal-hal lain sebagai penyebab kecelakan akan merupakan hal yang sangat
berharga. Dimana tenaga kerja sering menjadi orang pertama yang dapat melihat
dan mengenali suatu masalah yang terjadi di tempat kerja. Dengan demikian,
apabila mereka dibekali dengan training untuk pengenalan sumber bahaya,
tentunya mereka akan sanagat efektif di dalam mengidentifikasi kerugiankerugian yang mungkin terjadi. Disamping itu dapat pula dilakukan suatu cara
dimana apabila tenaga kerja menemukan masalah K3 di tempat kerjanya cukup
melapor kepada supervisor secara lisan. Selanjutnya supervisor menulis apa-apa
yang disampaikan tenaga kerja (Tarwaka, 2014).

Universitas Sumatera Utara

37

2. Inspeksi umum/ rutin
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa inspeksi sebaiknya dilakukan
bersama-sama antara ahli K3 atau perwakilan tenaga kerja dengan pihak
manajemen, sehingga apa yang dihasilkan dari inspeksi lapangan segera dapat
ditindaklanjuti secara nyata.
Dalam membuat rencana, baik inpeksi umum maupun inspeksi khusus,
harus dikembangkan dan dibuat Standar Prosedur Inspeksi (SPI). Prosedur
inspeksi yang telah dibuat harus diketahui oleh tenaga kerja dan salah satu
arsipnya ditempatkan pada masing-masing tempat kerja bersama-sama dengan
checklist dan informasi-informasi lain yang relevan. Selanjutnya harus pula dibuat

Standar Laporan Inspeksi (SLI). Laporan inspeksi harus dibuat dan diselesaikan
sesegera mungkin setelah inspeksi lapangan.
Merupakan suatu hal yang sangat penting bahwa setiap permasalahan yang
telah diidentifikasi dari hasil survei harus selalu tercatat dan dibukukan. Setiap
laporan inspeksi harus di tandatangani oleh penanggung jawab kegiatan inspeksi
yang telah ditunjuk. Hal ini peting agar yang bersangkutan dapat segera
melakukan tindak lanjut (follow up) dan atau resolusi terhadap masalah-masalah
K3 yang telah diidentifikasi selama inspeksi lapangan. Selanjutnya hasil inspeksi
yang telah ditulis dalam bentuk laporan harus disampaikan kepada pihak
manajemen, sehingga langkah-langkah perbaikan segera dapat dilakukan.
Perbedaan antara inspeksi umum dan khusus adalah bahwa inspeksi umum
direncanakan dengan cara walk through survey ke seluruh area kerja dan bersifat

Universitas Sumatera Utara

38

komprehensif. Sedangkan inspeksi khusus direncanakan hanya untuk diarahkan
kepada kondisi-kondisi tertentu, seperti: mesin-mesin, alat kerja, dan tempattempat khusus yang telah diketahui mempunyai risiko tinggi. Beberapa
keuntungan dari dilaksanakannya inspeksi umum, antara lain:
1. Inspektor dapat mencurahkan segala perhatiannya untuk melakukan inspeksi.
2. Inspektor dapat melakukan observasi menyeluruh tentang K3 di tempat kerja.
3. Checklist yang akan digunakan untuk inspeksi telah dipersiapkan dengan baik.
4. Laporan temuan dan rekomendasi segera dapat dibuat untuk meningkatkan
kesadaran tentang adanya bahaya di tempat kerja, serta tindakan korektif yang
sesuai dapat segera diimplementasikan dalam upaya mengadakan sarana
pencegahan kecelakaan dan kerugian yang lebih besar.
Inspeksi rutin terhadap sumber-sumber bahaya di tempat kerja atau
kegiatan identifikasi terhadap tugas-tugas, proses operasional , peralatan dan
mesin-mesin yang mempunyai risiko tinggi harus dilakukan secara regular.
Tergantung dari keadaan dan kondisi ligkungan kerja masing-masing. Pada
tempat kerja yang tidak banyak mengalami perubahan, maka inspeksi dapat
dilakukan setiap bulan sekali. Namun demikian sebaliknya, pada tempat-tempat
kerja yang mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, safety inspection harus lebih sering dilakukan.
Inspeksi secara umum terhadap sumber-sumber bahaya di tempat kerja dapat
dilakukan bersama-sama antara perwakilan pihak manajemen dengan perwakilan
pekerja (P2K3) dan Ahli K3. Bagi perusahaan yang tidak memiliki Ahli K3
sendiri, dapat menggunakan Ahli K3 dari luar perusahaan yang akan dapat

Universitas Sumatera Utara

39

membantu memberikan saran-saran tentang penanganan masalah-masalah K3 di
tempat kerja.
Pada saat inspeksi dilakukan untuk tujuan identifikasi terhadap sumbersumber bahaya kesehatan yang berhubungan dengan tugas-tugas proses produksi,
area khusus dan bahan-bahan berbahaya, sebaiknya dilakukan dengan melibatkan
seseorang yang memiliki keahlian teknis khusus (Tarwaka, 2014).
(i) Objek yang Diinspeksi
Untuk membantu menentukan aspek-aspek apa saja yang ada di tempat kerja
yang akan diinspeksi, perlu dipertimbangkan dan dipahami hal-hal berikut:
1. Hazard yang berpotensi menyebabkan cedera atau sakit dan masalahmasalah K3 yang ada di tempat kerja.
2. Peraturan perundang-undangan bidang K3 dan standar yang berkaitan
dengan hazard, tugas-tugas, proses produksi tertentu yang diterapkan di
masing-masing perusahaan.
3. Masalah-masalah K3 yang terjadi sebelumnya, meskipun risikonya kecil
perlu dipertimbangkan.
Dengan demikian setiap kegiatan inspeksi membutuhkan pemahaman dan
perangkat peraturan perundangan maupun peraturan perusahaan bidang K3.
Inspektor harus selalu mencatat bahwa peraturan perundangan bidang K3 tersebut
telah diterapkan di setiap tempat kerja. Demikian juga dengan bahan-bahan atau
kondisi kerja yang dapat menyebabkan cedera atau sakit pada kejadian
sebelumnya perlu mendapat perhatian dalam kegiatan inspeksi. Diskusi dengan
tenaga kerja akan dapat membantu kegiatan inspeksi, apabila tenaga kerja diajak

Universitas Sumatera Utara

40

bicara dengan isu-isu K3 maka mereka akan merasa terlibat dalam penerapan K3
di tempat kerjanya (Participatory Approach).
(ii) Langkah-langkah inspeksi
Meskipun diketahui banyak jenis inspeksi, namun secara umum prosedur
inspeksi hampir sama. Dimana langkah-langkah inspeksi meliputi tahap
persiapan, pelaksanaan inspeksi, pengembangan upaya perbaikan dan melakukan
tindak lanjut perbaikan.
1. Tahap persiapan
Persiapan inspeksi yang harus selalu dimulai dengan sikap perilaku positif
untuk keberhasilan tugas inspeksi, merencankan inspeksi dengan baik,
menentukan apa yang akan dilihat, mengetahui apa-apa yang akan dicari,
membuat checklist yang relevan, mempelajari laporan inspeksi sebelumnya dan
menyiapkan alat dan bahan untuk inspeksi. Secara umum, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam tahap persiapan inspeksi adalah:
a. Mulailah dengan sikap perilaku positif. Salah satu konsep modern di dalam
teknik inspeksi adalah memberikan perhatian penuh, bahwa segala sesuatu
yang ada di tempat kerja telah sesuai dengan standar aturan yang berlaku.
Dengan demikian perlu dipersiapkan untuk tidak hanya dapat melihat apa yang
salah, tetapi juga apa yang benar. Dengan demikian akan dapat menilai secara
tepat mana yang salah dan mana yang sudah baik.
b. Rencana

inspeksi.

langkah

pertama

di

dalam

perencanaan

adalah

mendefinisikan area yang menjadi tanggung jawab masing-masing, gunakan

Universitas Sumatera Utara

41

peta pabrik untuk petunjuk rute inspeksi dan daftar peralatan kerja yang ada di
masing-masing lokasi tempat kerja.
c. Tentukan apa yang akan dilihat. Agar inspeksi dapat berjalan dengan efektif
tentukan objek apa saja dan lokasi mana saja yang akan diinspeksi.
d. Pahami apa yang akan dicari. Mencari sesuatu sifatnya lebih dalam dari hanya
sekedar melihat. Dengan demikian perlu dipersipakan tentang peraturan
perundangan dan standar yang dapat memberikan gambaran tentang apa yang
ingin dicari dalam inspeksi. Peraturan perundangan dan standar akan
menunjukkan apa yang seharusnya (what should be) sedang faktanya adalah
apa yang ada di tempat kerja (what is).
e. Buatlah checklist. Checklist merupakan alat utama untuk inspeksi. Buatlah
checklist yang sederhana yang sekiranya dapat membantu dalam inspeksi dan

bukan justru sebaliknya membuat bingung pada waktu inspeksi. Untuk
keperluan inspeksi umum, penyusunan checklist dapat dimulai dari identifikasi
tentang fasilitas, peralatan kerja, bahan dan proses di tempat kerja yang akan
diinspeksi. Perlu disadari bahwa tidak mungkin hanya dengan membuat satu
macam checklist dapat digunakan untuk semua tempat kerja.
f. Lihat laporan inspeksi sebelumnya. Inspeksi yang akan dilakukan mungkin
merupakan

suatu

kesempatan

untuk

menindaklanjuti

hasil

inspeksi

sebelumnya. Dalam laporan inspeksi sebelumya mungkin juga terdapat hal-hal
penting yang perlu mendapat perhatian.

Universitas Sumatera Utara

42

g. Siapkan alat dan bahan untuk inspeksi. Alat dan bahan untuk kegiatan inspeksi
ini mungkin dapat berupa pakaian pengaman khusus, alat pelindung diri,
checklist, alat tulis, alat ukur, kamera, dll.

2. Pelaksanaan inspeksi
Di bawah ini diuraikan beberapa kunci penting yang dapat membantu
pelaksanaan inspeksi menjadi lebih efektif:
a. Berpedoman pada peta pabrik (workplace mapping) dan checklist. Hal ini akan
dapat membantu inspeksi secara sistematis. Dengan map akan mudah
menentukan rute lokasi. Dengan checklist inspeksi akan terfokus pada apa yang
telah direncanakan.
b. Carilah sesuatu sesuai poin-poin dalam checklist. Dengan checklist yakinkan
bahwa gambaran seluruh area telah lengkap. Lihat dari dekat ruangan dan
kabinet-kabinet yang ada di tempat kerja. Cari sesuatu yang mungkin belum
terlihat pada waktu supervise rutin dan inspeksi informal.
c. Ambil tindakan perbaikan sementara. Apabila ditemukan adanya risiko yang
serius, ambil tindakan yang tepat. Koordinasikan dengan supervisor pabrik
langkah-lankah yang perlu diambil segera, sambil menunggu tindakan korektif
yang lebih permanen.
d. Jelaskan dan tempatkan setiap hal dengan jelas. Tulislah masalah-masalah yang
yang ditemukan secara jelas dan sederhana yang menyangkut lokasi, jenis
mesin, operator, dll. Bila ditemukan ambil gambar dengan kamera photo untuk
membantu deskripsi masalah.

Universitas Sumatera Utara

43

e. Klasifikasikan hazard. Setiap hazard yang ditemukan harus diklasifikasikan
menurut tingkat risiko kekerapan (probability) dan keparahannya (severity).
Dengan demikian akan memudahkan di dalam menentukan skala prioritas
tindakan perbaikan yang akan dilakukan.
f. Tentukan faktor penyebab utama adanya tindakan dan kondisi yang tidak
aman. Hal ini penting karena sebagian besar penyebab kecelakaan atau insiden
adalah manusia yang menangani atau kondisi lingkungan/alat/mesin yang tidak
memenuhi syarat.
3. Pengembangan upaya perbaikan
Tidaklah cukup hanya dengan menemukan tindakan dan kondisi yang
tidak sesuai dengan standar/prosedur, namun perlu melakukan sesuatu untuk
mencegah terjadinya kerugian nyata. Pada saat inspeksi dapat langsung
melakukan tindakan, seperti; membersihkan ceceran atau tumpahan cairan di
lantai, memasang pengaman mesin yang dilepas, memindahkan bahan yang tidak
dipakai atau sampah dari lokasi kerja, dll. Tindakan merupakan pengembangan
pada saat inspeksi sekaligus memberikan contoh kepada tenaga kerja. Namun
demikian, tindakan korektif yang permanen tetap diperlukan untuk mencegah dan
pengendalian risiko yang dapat mengakibatkan kecalakaan dan kerugian.
Disamping itu, upaya-upaya pengendalian dapat terus dikembangkan dari waktu
ke waktu sampai benar-benar ditemukan sistem pengendali yang efektif.
4. Tindakan korektif
Sarana korektif yang dilakukan menjadi kurang bermanfaat jika tidak
dapat berfungsi dengan baik atau tidak sesuai dengan baik atau tidak sesuai

Universitas Sumatera Utara

44

dengan apa yang direncanakan. Untuk alasan tersebut, maka setiap apa yang
direkomendasikan

perlu

ditindaklanjuti

secara

konkrit.

Orang

yang

bertanggungjawab dalam inspeksi juga harus ikut menindaklanjuti dari apa yang
telah direncanakan. Upaya tindak lanjut ini dapat berupa tindakan dan pengecekan
terhadap hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya penghargaan terhadap perseorangan atau grup kerja yang selalu
menjaga tempat kerjanya dengan aman dan selamat.
b. Buat skala prioritas upaya-upaya perbaikan yang harus dikerjakan.
c. Monitoring terhadap program perbaikan dan anggaran biaya sampai
implementasi perbaikan selesai.
d. Verifikasi atau pembuktian bahwa tindakan perbaikan dimulai sesuai jadwal
yang telah direncanakan, dan dikerjakan oleh orang yang tepat.
e. Monitoring selama pengembangan, konstruksi dan atau modifikasi untuk
menjamin bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan apa yang dimaksud.
f. Lakukan uji kelayakan setelah selasai implementasi sarana perbaikan, untuk
memastikan bahwa semuanya dapat berjalan secara efektif.
g. Lakukan review terhadap implementasi sarana perbaikan secara berkala untuk
memastikan bahwa tidak ada masalah lain yang ditimbulkan.

Universitas Sumatera Utara

45

1. Persiapan
2. Inspeksi
3. Pengembangan
4. Tindak Lanjut
5. Laporan
6. Review
Gambar 2.6 Langkah-langkah efektif aktivitas inspeksi
3. Inspeksi Khusus
Inspeksi khusus harus merupakan kegiatan inspeksi yang dilakukan untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi potensial hazard terhadap objek-objek kerja
tertentu yang mempunyai risiko tinggi yang hasilnya sebagai dasar untuk
pencegahan dan pengendalian risiko di tempat kerja. Objek-objek khusus
dimaksud mencakup; mesin-mesin dan komponennya; peralatan kerja, bahan
berbahaya dan beracun; dan lokasi tempat kerja tertentu yang membahayakan
keselamatan dan kesehatan kerja termasuk peledakan, kebakaran dan pencemaran
lingkungan.
Petugas K3, supervisor, dan atau manajer harus selalu melakukan inspeksi
secara khusus untuk pencegahan kecelakaan dan kerugian terhadap objek-objek
tersebut, termasuk membuat daftar in