Hubungan Self Esteem dengan Life Satisfaction Pada Penyintas Bencana Erupsi Gunung Sinabung yang Bersuku Karo

BAB I
PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG
Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dikontrol,

merupakan peristiwa yang sering terjadi dan tidak diragukan lagi akan terjadi (Nickerson,
2008). Bencana alam yang terjadi salah satunya adalah bencana alam erupsi gunung
Sinabung. Gunung Sinabung merupakan gunung merapi tertinggi di Sumatera Utara yang
terletak di kabupaten Karo. Gunung Sinabung pertama sekali erupsi pada tahun 2010, dan
gunung Sinabung kembali erupsi sejak September 2013 hingga saat ini.
Menurut Ursano dan Norwood (2003), letusan gunung berapi dapat menimbulkan
beberapa dampak negatif bagi lingkungan seperti banyaknya ternak yang mati, dan rusaknya
ribuan kebun, ladang, atau sawah. Bencana erupsi gunung Sinabung menyebabkan ribuan
hektar lahan pertanian dan tempat tinggal rusak dan tidak dapat di huni kembali. Bencana
erupsi gunung Sinabung menyebabkan masyarakat yang tinggal di lereng gunung Sinabung
banyak yang menjadi penyintas. Penyintas didefinisikan sebagai orang yang bertahan hidup
(KBBI, 2008). Tercatat 21.141 mengungsi di pos-pos pengungsian pada tahun 2010 lalu.
Pada tahun 2014, pemerintah melalui Intruksi Presiden Joko Widodo mengeluarkan perintah

relokasi jangka pendek kepada 3 desa yaitu Desa Bekerah, Simacem, Sukameriah dan
relokasi bagi 4 desa dan 1 dusun untuk jangka panjang yaitu: Desa Guru Kinayan, Desa
Berastepu, Desa Gamber, Desa Kota Tunggal, dan Dusun Sibintun (Nugroho, 2014).
Pemerintah merelokasi penyintas bencana erupsi gunung Sinabung ke Siosar kecamatan
Merek. Proses mengerjakan tempat relokasi di Siosar yang belum selesai mengharuskan
sebagian penyintas masih tinggal di pengungsian, bahkan sesuai dengan kebijakan
Pemerintah kabupaten Karo dan BNPB kabupaten Karo sejak tahun 2015, Penyintas tidak
1
Universitas Sumatera Utara

lagi di tempatkan di posko pengungsian, namun di berikan uang sewa rumah sebesar
Rp.3.600.000 dan sewa lahan sebesar Rp.2.000.000 (Ginting,2015). Posko pengungsian
ditempati oleh anak-anak penyintas agar lebih bisa sekolah dan beberapa keluarga yang
masih bersikeras untuk tinggal di pengungsian. Seperti yang di tuturkan koordinator
pengungsian GBKP 6 Kabanjahe:
Pengungsian sekarang di tinggali sama anak-anak biar lebih dekat sekolah,kan sekolah
mereka rusak,jadi pindah ke kabanjahe sekolahnya. Gak banyak lagi keluarga tinggal
di pengungsian ini,rata-rata sudah ngontrak rumah.Kan sudah di kasih pemerintah
uang sewa mereka .
(Wawancara Personal, 2016)


Mayoritas Penyintas erupsi gunung Sinabung merupakan suku Karo yaitu suku
mayoritas di kabupaten Karo tempat lokasi gunung Sinabung. Suku Karo merupakan salah
satu suku bangsa di Indonesia yang dimana masyarakatnya mendiami Dataran Tinggi Karo,
Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera
Utara (Tarigan,2009).
Suku Karo di dalam kehidupan sehari-hari memiliki falsafah dan budaya yang menjadi
panutan dalam hidupnya. Pertama adalah budaya tabah dan rajin, karena rajinnya, pada tahun
80-an ladang masyarakat Karo lebih bersih dari pekarangan rumah mereka sendiri. Suku
Karo memiliki budaya tahu diri, budaya ini sendiri sering dikatakan dengan istilah Sietehlah
banta . Sietehlah banta diartikan sebagai budaya tahu diri mengenali diri sendiri kemajuan

diri mereka. Budaya selanjutnya yang di miliki oleh suku Karo adalah budaya mehangke.
Budaya ini malu menyusahkan orang lain dan keluarga (B. Brahmana, 1998).
Penyintas erupsi Sinabung yang bersuku Karo sekarang tidak malu lagi untuk meminta
kepada relawan yang datang untuk memberikan bantuan kepada mereka. Seperti yang di
tuturkan seorang relawan Baidar Sinabung yang merupakan komunitas yang bergerak
membantu penyintas korban Sinabung menuturkan ketika mendatangi pengungsian sering
kali mendengar kata-kata apa yang kalian bawa untuk kami atau sekali lagi datang bawa
2

Universitas Sumatera Utara

banyak bantuan. Sejalan dengan penuturan tersebut dengan penuturan seorang penyintas

yang berharap mendapat bantuan-bantuan seperti awal mereka mengungsi dulu.
Bantuan pun tidak ada lagi masuk, gak ada yang peduli lagi sama kami. Awalnya dulu
banyak bantuan. Maunya pemerintah dan yang lain ngasih kami bantua nlah, udah
berat kali hidup kami. Terutama untuk bantuan relokasi di siosar, masak ada yang
dapat ada yang enggak.
(Wawancara Personal, 2016)

Orang Karo juga memiliki falsafah kekerabatan yang dikenal dengan istilah merga
silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh dua tambah sada (Ginting, 2014).

Dari pola kekerabatannya, Suku Karo memiliki 3 pandangan hidup.
Pertama, Mehamat man kalimbubu, yang berarti hormat kepada kalimbubu. Kalimbubu
merupakan suatu pihak atau kelompok yang sangat di hormati dalam suku Karo. Kalimbubu
sendiri dapat diartikan sebagai kelompok (marga) si mada dareh atau pemberi darah.
Kalimbubu merupakan suatu kelompok (marga) yang berasal dari pihak perempuan baik itu
berasal dari istri, ibu atau pun nenek kita. Kalimbubu juga sering dikatakan Dibata ni idah

yaitu Tuhan yang kelihatan. Kalimbubu merupakan pihak yang dihormati dan pada sistem
kekerabatan suku Karo (Ginting, 2014). Di dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Karo
diharapkan dapat menjaga baik dari kalimbubunya. Tentunya cara pandang hidup ini
mempengaruhi karakter dari masyarakat suku Karo. Seperti kata Tridah Bangun (2006)
dalam artikelnya menjelaskan mengenai sifat dan tabiat orang Karo menyatakan masyarakat
suku Karo memiliki karakter sopan, selalu menjaga nama baik keluarga dan harga diri,jujur
dan memegang erat prosedur. Ketika Perilaku mehamat tidak dilaksanakan pada suku Karo
menyebabkan perilaku megelut atau sakit hati, perpusuh atau mudah tersinggung, dan pemalu
ketika tidak di hargai (Bangun, 2006).
Falsafah yang kedua adalah metenget man senina, yaitu peduli dan memperhatikan
senina (Ginting, 2014). Senina merupakan kelompok (marga) yang sama dengan dirinya.

3
Universitas Sumatera Utara

Dari falsafah ini masyarakat suku Karo diharapkan dapat membantu dan saling menolong
dengan seninanya. Falsafah metenget pada masyarakat suku Karo ikut mempengaruhi
karakter suku Karo, seperti karakter mudah menyesuaikan diri, percaya diri, rasional dan
kritis, mudah menyesuaikan diri, berpendirian teguh (Bangun, 2006). Ketika pandangan
metenget tidak dilaksanakan pada suku Karo menyebabkan orang Karo percian yaitu perilaku


iri hati, perbenceng ketika tidak dipedulikan.
Falsafah yang ketiga adalah Metami man anak beru, yaitu menyayangi anak beru
(Ginting, 2014). Anak beru sendiri merupakan kelompok (marga) yang mengambil istri dari
kelompok (marga) lain yang merupakan akan menjadi kalimbubunya. Falsafah metami
menyebabkan karakter orang Karo menjadi suka menolong, lembut dalam bertutur dan tegas.
Ketika perilaku metami tidak dilaksanakan maka sifat perdegil atau tidak loyal timbul pada
masyarakat Karo (Bangun, 2006).
Panitia Kongres Kebudayaan Karo di Berastagi pada 1998 mengatakan ada budaya
membaca, budaya menghargai prestasi, budaya ingin maju, budaya anceng cian cikurak,
budaya sopan santun, budaya menyekolahkan anak, budaya berani dalam kebenaran (B.
Brahmana, 1998).
Pengalaman dan peristiwa bencana erupsi gunung Sinabung berpengaruh kepada Life
satisfaction penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang bersuku Karo. Dienner (2009)

mennyatakan peristiwa hidup yang dialami berpengaruh pada life satisfactionnya individu.
Life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan

memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh
dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction)

seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan aktivitas
di waktu luang. (Gutsman dalam Dienner, 2009).

4
Universitas Sumatera Utara

Peristiwa bencana erupsi gunung Sinabung yang menyebabkan penyintas kehilangan
tempat tinggal, ladang, dan mengharuskan penyintas tinggal di pengungsian atau mengontrak
rumah, hal tersebut menyebabkan ketidak bahagiaan kepada penyintas seperti yang di
tuturkan oleh Seperti di tuturkan L. Br. Sembiring warga desa Guru Kinayan:
Sedih kali nasib kami, mikirkan makan besok pun susah. Sudah itu entah jadi apa nanti
anak kami,gak tersekolahkan lagi nanti adekndu ini. Belum pindah kontrakan terus
kami. Betul betul gak ternikmati kami lagi hidup gini. Sudah tua kami nak, jadi aron
pun kadang gak sanggup lagi.

(Wawancara Personal, 2016)

Penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang bersuku Karo masih ada juga yang
puas dengan hidup mereka walau kehilangan tempat tinggal dan harus tinggal di posko
pengungsian. Seperti yang di tuturkan oleh Tarigan warga desa Sukanalu :

Puaslah aku dengan hidupku nakku. Walaupun tinggal di posko dan udah lama
mengungsi, di waktu ngungsi adekndu dapat masuk polisi, Bapa terpilih jadi kepala
desa ini tadi, lagian masih sehat-sehat dan bisa makan kok nakku.

(Wawancara personal, 2016)
Life satisfaction dipengaruhi oleh ras dan budaya. Pada budaya kolektivitas, peran

pada masyarakat mempengaruhi Life satisfaction (Diener, 2009). Masyarakat suku Karo
dalam budayanya memiliki peran sebagai kalimbubu, senina , maupun anak beru. Sada Kata
Ginting (2014) mengatakan bahwa bagi masyarakat Karo lebih tercela kalau tidak beradat
daripada tidak beragama. Suku Karo dalam budayanya mengutamakan kekelengen atau kasih
sayang dengan mehamat terhadap kalimbubu,metenget kepada senina, dan metami terhadap
anak beru (Ginting, 2014).

Suku Karo memiliki budaya simenjilenken. Budaya simenjilenken adalah memberikan
luah (hadiah) kepada kalimbubu dan memenuhi tugas-tugas sesuai dengan posisi mereka di

kekerabatan budaya (B.Brahmana,1998). Penyintas juga mengatakan ingin melakukan

5

Universitas Sumatera Utara

aktivitas budayanya seperti menghadiri pesta pernikahan, mengket rumah, atau pun upacara
kematian, seperti yang dikatakan oleh penyintas erupsi gunung Sinabung warga desa guru
kinayan:
Kerja-kerja e gelah terdahi nakku, ula kari lanai terdahi perban gunung e. Gia
mesera pe geluh perban gunung e. Adi banci medahi denga nakku man mbiak
kalimbubu,sembuyak entah pe anak berunta. (Pesta pernikahan semoga bisa di hadiri
nak, jangan nanti karena gunung itu. Walau susah hidup kita karena gunung itu, bisa
menghadiri pesta tersebut sebagai kalimbubu, sembuyak ataupun anak beru)

(Wawancara Personal, 2016)
Orang tua di suku Karo sangat berminat menyekolahkan anaknya (B. Brahmana, 1998).
Pada penyintas suku Karo juga berharap dapat menyekolahkan anak mereka. Seperti yang
dipaparkan Penyintas bencana erupsi gunung Sinabung warga desa Guru Kinayan:
Inilah nak, adekndu ini 3. Yang bessar mau masuk sma tahun ini. Mau nya sekolah
terus adekndu. Itunya sura –sura kami. Keadaan gini mau gimana di buat nak. Gak
tahu ngambil uang darimana. Mudah-mudahan sampai sekolahnya macam kam
nakku.
(Wawancara Personal, 2016)


Kepribadian merupakan salah satu faktor mempengaruhi life satisfaction individu.
Masyarakat suku Karo menurut Tridah bangun (2006) memiliki karakter atau tabiat suka
menolong, tegas, jujur, tegas, berani, percaya diri, berpendirian teguh, sopan, senantiasa
menjaga nama baik keluarga, rasional dan kritis,rajin, mudah menyesuaikan diri, gigih
mencari pengetahuan.
karakter yang dimiliki oleh orang Karo mencirikan memiliki self esteem yang tinggi.
Menurut Coopersmith (1967) ciri ciri orang yang memiliki self esteem tinggi adalah
menganggap diri sendiri dan orang lain berharga, dapat mengontrol tindakannya dengan
dunia luar dan menerima kritik dengan baik, menyukai tantangan dan tugas baru,tidak
menganggap dirinya sempurna,memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi
yang realistis, lebih bahagia dan efektif dalam menghadapi lingkungan. Self esteem
didefinisikan sebagai evaluasi (penilaian) diri yang dibuat oleh individu mengenai dirinya
6
Universitas Sumatera Utara

sendiri, dimana evaluasi diri tersebut merupakan hasil interaksi antara individu dengan
lingkungannya serta perlakuan orang lain terhadap dirinya. Evaluasi ini diekspresikan dengan
sikap setuju atau tidak setuju, tingkat keyakinan individu terhadap dirinya sendiri sebagai
orang yang mampu, penting, berhasil, dan berharga atau tidak (Coopersmith, 1967).


Nilai-nilai (value) merupakan salah satu komponen pembentuk self esteem
(Coopersmith, 1967). Penelitian di negara Asia yang mempunyai budaya kolektivitis
menjadikan budaya sebagai evaluasi diri bagi mereka (Chai, 2007).
Coopersmith (1967) mengatakan kelas sosial dan kesuksesan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi self esteem. Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari
perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial
yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari (Ali & Asrori, 2004). Bencana erupsi
gunung Sinabung berpengaruh pada sosial ekonomi penyintas erupsi gunung Sinabung.
Seperti yang di tuturkan oleh seorang penyintas warga Guru kinayan:
Susah kali nakku,cari makan aja pun susah,belum adekndu mau masuk sma ini.mana
ambil uang. Dulu enak, tinggal ambil saja kopi di ladang kita itu. Sekarang harus
ngaron baru makan. Gajinya 65 ribu mana cukup nakku untuk biaya adekndu ini lagi.
Pemerintah pun sejak di kasih uang sewa sama kami gak peduli lagi mereka sama
kami. Udah lepas tangan semua. Entah gimana nasib kami. Tempat di siosar pun
belum ada kejelasan untuk kami,
(Wawancara personal 4 juni 2016)

Dari penuturan di atas, bencana Sinabung yang terjadi di kabupaten Karo menyebabkan
banyak masyarakat Karo yang menjadi Penyintas. Peristiwa hidup merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi life satisfaction individu (Dienner,2009). Faktor lain yang
mempengaruhi life satisfaction adalah kepribadian. Suku Karo sendiri dalam falsafahnya dan
nilai-nilai yang dianutnya mempunyai karakter percaya diri,demokratis, suka menolong,
menjaga nama baik keluarga yang merupakan ciri karakteristik self esteem yang tinggi.
7
Universitas Sumatera Utara

namun pengalaman peristiwa bencana erupsi Sinabung merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi self esteem pada penyintas. Dari fenomena tersebut Peneliti ingin melihat
bagaimana hubungan antara self esteem dengan Life satisfaction pada penyintas gunung
Sinabung yang bersuku Karo.

B.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan permasalahan

penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara self esteem dengan life satisfaction pada
penyintas bencana erupsi Sinabung yang bersuku Karo?
C.

TUJUAN PENELITIAN
Merujuk pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah: Untuk

mengetahui hubungan antara self esteem dengan life satisfaction pada penyintas bencana
erupsi Sinabung yang bersuku Karo?
D.

MANFAAT PENELITIAN
Setiap kegiatan penelitian pasti mempunyai manfaat tertentu. Manfaat dalam
penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan kajian dan tambahan dalam penelitian psikologi

khususnya

psikologi sosial;
b. Sebagai bahan kajian tambahan dan rujukan bagi mahasiswa psikologi yang
berminat untuk mempelajari psikologi sosial.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penyintas Bencana erupsi gunung Sinabung, penelitian ini bisa menjadi
referensi mereka untuk meningkatkan life satisfaction mereka;

8
Universitas Sumatera Utara

b. Bagi Pemerintah Kabupaten Karo untuk menjadi referensi tambahan untuk
memberikan intervensi kepada penyintas korban bencana erupsi gunung
Sinabung;
c. Bagi peneliti, penelitian ini akan menjadi suatu dasar pandangan keilmuan dalam
keseharian mengenai self esteem dan life satisfaction .
E.

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bab I - Pendahuluan
Pada bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
2. Bab II - Landasan Teoritis
Pada bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam
penelitian, antara lain teori mengenai Life satisfaction dan self esteem,,Suku Karo
sebagai Penyintas bencana erupsi gunung Sinabung, dinamika penelitian, dan
hipotesa penelitian.
3. Bab III - Metode Penelitian
Berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisikan tentang identifikasi
variabel, definisi operasional variabel, subjek penelitian, jenis penelitian, metode
dan alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan
penelitian, metode analisis data.
4. BAB IV- Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi penjelasan tentang gambaran umum penelitian, hasil utama penelitian dan
pembahasan hasil penelitian
5. BAB V- Kesimpulan dan Saran
Berisi penjelasan tentang Kesimpulan dan Saran penelitian.

9
Universitas Sumatera Utara