Hubungan Self Esteem dengan Life Satisfaction Pada Penyintas Bencana Erupsi Gunung Sinabung yang Bersuku Karo

BAB II
LANDASAN TEORI

A.

LIFE SATISFACTION

1. Definisi Life Satisfaction
Life satisfaction merupakan komponen kognitif dalam subjective well being (Andrew &

Withey dalam Diener, 2009). Menurut Alston & Dudley (dalam Hurlock, 1980), life
satisfaction

itu merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati

pengalaman-

pengalamannya yang disertai dengan tingkat kegembiraan.
Menurut pendekatan quality of life , life satisfaction mengacu pada evaluasi subjektif
mengenai seberapa banyak kebutuhan, tujuan, dan nilai-nilai yang kita punya telah terpenuhi
dalam kehidupan. Dengan demikian, kesenjangan ang dirasakan antara apa yang kita miliki

dan apa yang kita inginkan menjadi penentu tingkat life satisfaction atau ketidakpuasan
seseorang.
Diener dan Biswas-Diener (2008) mengatakan bahwa life satisfaction merupakan
penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah
dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam
hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction ) seperti hubungan interpersonal,
kesehatan, pekerjaan,pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa life satisfaction adalah
penilaian kognitif individu mengenai baik atau pun memuaskannya hidupnya sesuai dengan
yang di inginkan individu baik seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan,
pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang.

10
Universitas Sumatera Utara

2. Aspek Life Satisfaction
Diener dan Biswas-Diener (2008) di dalam jurnal yang berjudul Subjective Well Being:
Three Decades of Progress (1999) mengatakan aspek dari life satisfaction .
a. Keinginan untuk mengubah kehidupan
Keinginan seseorang untuk mengubah kehidupannya merupakan aspek yang

mempengaruhi life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam
item skala yang disusun oleh Diener yaitu “ In most ways my life is close to my
ideal. “
b. Kepuasaan terhadap hidup saat ini
Kepuasan hidup dalam kondisi dan keadaan yang dialami saat ini merupakan
aspek life satisfaction (Diener, 1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala
yang disusun oleh Diener yaitu “The conditions of my life are excellent . “
c. Life satisfaction di masa lalu
Kepuasan hidup di masa lalu yang dihadapi individu merupakan salah satu aspek
life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang

disusun oleh Diener yaitu “I am satisfied with my life.”

d. Kepuasan terhadap kehidupan di masa depan
Kepuasan akan yang terjadi dimasa depan merupakan salah satu aspek dari life
satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang

disusun oleh Diener yaitu “So far I have gotten the important things I want in
life.”
e. Penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang.

a. Penilaian orang lain tentang seorang individu terhadap seseorang merupakan

aspek dari life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item
11
Universitas Sumatera Utara

skala yang disusun oleh Diener yaitu “ If I could live my life over, I would change
almost nothing .”

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Life satisfaction
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Life satisfaction seseorang yang juga terkait
dengan kebahagiaan individu. Yaitu :
a. Kesehatan
Individu yang memiliki kesehatan yang baik memiliki kebahagiaan yang lebih
baik daripada individu yang sering mengalami masalah kesehatan.

Diener

mengatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kebahagiaan adalah penilaian
subjektif individu mengenai kesehatannya dan bukan atas penilaian objektif yang

didasarkan pada analisa medis (Diener,2008).

b. Realisme dari Konsep Peran
Semakin berhasil seseorang melaksanakan tugas-tugas perkembangannya
dihubungkan dengan prestise, maka semakin besar kepuasan yang ditimbulkan
(Hurlock, 1980).
c. Status Kerja
Argyle (dalam Carr, 2004) mengatakan bahwa individu dengan status bekerja
lebih bahagia daripada individu yang tidak bekerja dan begitu juga dengan
individu yang profesional dan terampil tampak lebih bahagia daripada individu
yang tidak terampil. Wright (dalam Diener, 2009) juga mengatakan bahwa
individu yang bekerja dengan menerima upah lebih bahagia daripada individu
bekerja yang tidak menerima upah. Diener et al. (2008). Kepuasan kerja dari
individu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gaji, penyeliaan, rekan sejawat
dan kondisi yang menunjang (Munandar,2001).

12
Universitas Sumatera Utara

d. Penghasilan dan Pendapatan

Penghasilan berhubungan life satisfaction berkaitan dengan kepuasan finansial
(Diener & Oishi dalam Eid & Larsen, 2008). Diener dan Seligman mengatakan
bahwa penghasilan mempunyai hubungan yang lemah dengan kebahagiaan.
Dalam hal ini, kemiskinan dilaporkan dapat menyebabkan individu tidak bahagia,
namun kekayaan juga dikatakan tidak selamanya menyebabkan individu bahagia
(Weiten & Llyod,2006).

e. Usia
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bradburn dan Caplovitz (dalam Diener,
2009) menemukan bahwa individu usia muda lebih bahagia daripada individu
yang berusia lanjut. Akan tetapi, sejumlah tokoh mengadakan penelitian lebih
lanjut untuk membuktikan penelitian tersebut dan hasilnya menunjukkan dua hal,
ada penelitian yang menunjukkan tidak ada efek usia terhadap kebahagiaan tetapi
ada juga penelitian yang menemukan adanya hubungan yang positif antara usia
dengan life satisfaction (Diener,2009).
f. Agama/Kepercayaan
Agama merupakan salah satu faktor Life satisfaction. Agama menyediakan
manfaat bagi kehidupan sosial dan psikologis individu sehingga akhirnya
meningkatkan life satisfaction . Agama dapat menyediakan perasaan bermakna
dalam kehidupan setiap hari terutama saat masa krisis. Selain itu, juga

menyediakan identitas kolektif dan jaringan sosial dari sekumpulan individu yang
memiliki kesamaan sikap dan nilai. (Diener , 2009).
g. Kepribadian

13
Universitas Sumatera Utara

Kepribadian merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap subjektive
well-being, Life satisaction merupakan aspek kognitif dari subjective well-being.

Salah satu variabel yang menunjukkan kekonsistennya adalah diantaranya self
esteem (Tatartiewiz dalam dienner 1984).

Cambell (dalam Dienner,1984) menunjukkan kepuasan diri merupakan faktor
yang merupakan faktor kepuasan hidup. Namun self esteem ini juga akan
menurun selama masa ketidakbahagiaan ( Laxeruj dalam Dienner,1984)
h. Hubungan sosial
Hubungan sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap life satisfaction .
Individu yang memiliki kedekatan dengan orang lain, memiliki teman dan
keluarga yang supportif cenderung puas akan seluruh kehidupannya. Sebaliknya,

kehilangan orang yang disayangi akan menyebabkan individu menjadi tidak puas
akan hidupnya dan individu tersebut memerlukan waktu untuk kembali menilai
kehidupannya secara positif (Diener, 2009).
i. Peristiwa hidup
Peristiwa hidup berhubungan dengan afek positif dari peristiwa hidup yang positif
maupun negatif. Penelitian menemukan bahwa peristiwa hidup yang dijalani akan
berdampak pada dirinya dan peristiwa tersebut akan berpengaruh pada subjective
well-being individu tersebut (Gutsman,dalam Dienner 2009)

j. Ras dan budaya
Ras dan budaya mempunyai hubungan yang signifikan dengan life satisfaction
individu (Diener,2009). Seperti pada budaya individualis kebebasan dan
kemerdekaan individu berpengaruh penting pada life satisfaction individu,
sementara pada budaya yang kolektivis penerimaan terhadap diri mereka menjadi
relevan sesuai dengan aturan budaya yang mereka miliki. (Ulrick, Simack 2003).

14
Universitas Sumatera Utara

B. SELF ESTEEM

1. Definisi Self Esteem
Self esteem merupakan evaluasi diri sendiri mengenai tinggi rendahnya penghargaan

diri mereka.Individu yang memiliki self esteem yang tinggi akan menerima dan menghargai
dirinya sendiri apa adanya. Coopersmith (1967) menyatakan bahwa self esteem merupakan
evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang
diekspresikan melalui suatu bentuk penilaian setuju dan menunjukkan tingkat dimana
individu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga.
Frey dan Carlock (1987) mendefinisikan self esteem adalah penilaian tinggi atau rendah
terhadap diri sendiri yang menunjukkan sejauh mana individu itu meyakini dirinya sebagai
individu yang mampu, penting dan berharga yang berpengaruh dalam perilaku seseorang.
Sementara itu Gecas dan Robert (dalam Hurlock, 2007). Mendefinisikan self esteem sebagai
evaluasi positif tentang dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, self esteem adalah evaluasi individu terhadap diri sendiri
baik negatif mau pun positif mengenai kemampuampuan,perasaan penting dan mampu yang
berpengaruh pada perilaku seseorang. Di mana orang yang memiliki evaluasi individu yang
positif akan menerima dirinya apa adanya.

2. Aspek-aspek Self Esteem
Menurut Morris Rosenberg (1965) aspek-aspek yang terkandung dalam self esteem ada

tiga yaitu:
a. Kekuatan sosial dan budaya
Self esteem merupakan pemahaman sebagai fenomena suatu sikap diciptakan dengan

kekuatan sosial dan budaya.

15
Universitas Sumatera Utara

b. Refleksitas diri
Study mengenai self-esteem dihadapkan pada masalah-masalah tersendiri. Salah
satunya yaitu refleksitas diri, yang mengandung arti bahwa evaluasi diri lebih
kompleks daripada evaluasi objek-objek eksternal lain karena self terlibat dalam
mengevaluasi self itu sendiri.
c. Keberhargaan diri
Self-esteem

merupakan sikap yang menyangkut keberhargaan individu sebagai

seseorang yang dilihat sebagai sebuah variabel yang sangat penting dalam tingkah

laku karena self-esteem itu sendiri bekerja untuk atau melawan kita dalam situasi
tertentu.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Esteem
Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi self esteem:
a. Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan
Self esteem seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam

kehidupan individu yang bersangkutan. orangtua dan keluarga merupakan contoh
dari orang-orang yang signifikan. Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi
yang pertama kali terjadi dalam kehidupan seseorang (Coopersmith,1967).
b. Kelas Sosial dan Kesuksesan
Menurut Coopersmith (1967), kedudukan kelas sosial dapat dilihat dari pekerjaan,
pendapatan dan tempat tinggal. Individu yang memiliki pekerjaan yang lebih
bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi rumah yang lebih
besar dan mewah akan dipandang lebih sukses dimata masyarakat dan menerima
keuntungan material dan budaya. Hal ini akan menyebabkan individu dengan kelas
sosial yang tinggi meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari orang lain.

16
Universitas Sumatera Utara


c. Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman
Kesuksesan yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi self esteem secara
langsung melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dipegang
oleh individu.
d. Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi
Individu dapat meminimalisasi ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari
luar dirinya. Mereka dapat menolak hak dari orang lain yang memberikan penilaian
negatif terhadap diri mereka.
e. Lingkungan
Lingkungan memberikan dampak besar kepada sesorang melalui hubungan baik
antara sesama sehingga menumbuhkan rasam aman dan nyaman dalam penerimaan
sosial dan harga dirinya (Yusuf, 2000).

f.

Sosial ekonomi
Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk
memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh
pada kebutuhan hidup sehari-hari (Ali dan Asrori, 2004).

4.

Pembagian self esteem

Coopersmith (1967) membagi kepercayaan diri menjadi dua yaitu :
a. Self esteem Tinggi
1) Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya
dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan menghargai orang lain;
2) Dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat
menerima kritik dengan baik;

17
Universitas Sumatera Utara

3) Menyukai tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung bila sesuatu
berjalan di luar rencana;
4) Berhasil atau berprestasi di bidang akademik, aktif dan dapat mengekpreskan
dirinyan dengan baik;
5) Tidak menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan
mengharapkan adanya pertumbuhan dalam dirinya;
6) Memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis;
dan
7) Lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.

b. Self esteem Rendah
1) Menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak sesuai,
sehingga takut gagal untuk melakukan hubungan sosial. Hal ini sering kali
menyebabkan individu yang memiliki self esteem yang rendah, menolak
dirinya sendiri dan tidak puas akan dirinya;
2) Sulit mengontrol tindakan dan perilakunya tehadap dunia luar dirinya dan
kurang dapat menerima saran dan kritikan dari orang lain;
3) Tidak menyukai segala hal atau tugas yang baru, sehingga akan sulit baginya
untuk menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang belum jelas baginya;
4) Tidak yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri sehingga kurang
berhasil dalam prestasi akademis dan kurang dapat mengekspresikan dirinya
dengan baik;
5) Menganggap diri kurang sempurna dan segala sesuatu yang dikerjakannya
akan selalu mendapat haslil yang buruk, walaupun dia telah berusaha keras,
serta kurang dapat menerima segala perubahan dalam dirinya;

18
Universitas Sumatera Utara

6) Kurang memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang kurang
realisitis; dan
7) Selalu merasa khawatir dan ragu-ragu dalam menghadapi tuntutan dari
lingkungan.

5. Sumber Pembentuk Self Esteem
Menurut Coopersmith (1967), ada empat komponen yang menjadi sumber dalam
pembentukan Self esteem individu. Keempat komponen itu adalah keberhasilan ( successes),
nilai-nilai (value), aspirasi-aspirasi (aspirations), dan pendekatan dalam merespon penurunan
penilaian terhadap diri (defences).
a. Kesuksesan
Beberapa individu memaknakan keberhasilan dalam bentuk kepuasan spiritual,
dan individu lain menyimpulkan dalam bentuk popularitas. Pemaknaan yang
berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan oleh faktor individu dalam
memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi
budaya yang memberikan nilai pada bentuk-bentuk tertentu dari kesuksesan.
Dalam satu setting social tertentu, mungkin lebih memaknakan keberhasilan
dalam

bentuk

kekayaaan,

kekuasaan,

penghormatan,

independen,

dan

kemandirian.
Terdapat empat tipe pengalaman berbeda yang mencoba mendefinisikan
tentang

keberhasilan.

Setiap

hal

tersebut

memberikan

kriteria

untuk

mendefinisikan keberhasilan itu adalah area power , area Significance , area
Competence dan area virtue .

19
Universitas Sumatera Utara

b. Nilai-nilai
Setiap

individu

berbeda

dalam

memberikan pemaknaan terhadap

keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman dan perbedaanperbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasikan dari orang
tua dan figur-figur signifikan lainnya dalam hidup. Faktor-faktor seperti
penerimaan (acceptance ) dan respek dari orang tua merupakan hal-hal yang dapat
memperkuat penerimaan nilai-nilai dari orang tua tersebut. Hal ini juga
mengungkapkan bahwa kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan self
esteem akan berpengaruh pula dalam pembentukan nilai-nilai yang realistis dan

stabil. Individu akan memberikan pembobotan yang lebih besar pada area-area
dimana mereka berhasil dengan baik, dari pembobotan tersebut akan
menimbulkan konsekuensi meningkatkan dan membentuk self esteem yang tinggi
di bawah kondisi yang bebas memilih dan menekankan pada sesuatu yang lebih
penting bagi dirinya. Kondisi ini memungkinkan individu-individu pada semua
tingkatan self esteem memberikan standar nilai yang sama untuk menilai
kebermaknaannya.
c. Aspirasi-aspirasi
Menurut Coopersmith (1967), penilaian diri (self judgement) meliputi
perbandingan antara performance dan kapasitas actual dengan aspirasi dan
standar personalnya. Jika standar tersebut tercapai, khususnya dalam area tingkah
laku yang bernilai, maka individu akan menyimpulkan bahwa dirinya adalah
orang yang berharga. Ada perbedaan esensial antara tujuan yang terikat secara
sosial (public goals) dan tujuan yang bersifat self significant yang ditetapkan
individu. Individu-individu yang berbeda tingkat self esteem nya tidak akan
berbeda dalam public goal nya, tetapi berbeda dalam personal ideals yang

20
Universitas Sumatera Utara

ditetapkan untuk dirinya sendiri. Individu dengan self esteem tinggi menentukan
tujuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan self esteem yang
lebih rendah. Self esteem tinggi berharap lebih pada dirinya sendiri, serta
memelihara perasaan keberhargaan diri dengan merealisasikan harapannya
daripada sekedar mencapai standar yang ditentukannya. Hal ini memunculkan
sikap diri (self attitude ) yang lebih baik sehingga mereka tidak diasosiasikan
dengan standar personal yang rendah dan menilai sukses karena mencapai standar
tersebut. Tetapi karena standar tinggi yang secara objektif dapat dicapainya,
individu dengan self esteem tinggi menganggap lebih dekat aspirasi (harapannya)
dibandingkan dengan individu dengan self esteem rendah yang menentukan
tujuan lebih rendah. Individu dengan self esteem tinggi memiliki pengharapan
terhadap keberhasilan yang tinggi.
d. Defensive
Menurut Coopersmith (1967), beberapa pengalaman dapat merupakan
sumber evaluasi diri yang positif, namun ada pula yang menghasilkan
penilaian diri yang negatif. Kenyataan ini tidak akan mudah diamati dan
diukur pada tipe individu. Kenyataan ini merupakan bahan mentah yang
digunakan dalam membuat penilaian, interpretasi terhadapnya tidaklah
senantiasa seragam. Interpretasi akan bervariasi sesuai dengan karakteristik
individu dalam mengatasi distress dan situasi ambigu serta dengan tujuan dan
harapan-harapannya. Cara untuk mengatasi ancaman dan ketidakjelasan cara
individu dalam mempertahankan dirinya mengatasi kecemasan atau lebih
spesifik, mempertahankan harga dirinya dari devaluasi atau penurunan harga
diri yang membuatnya merasa incompetent, tidak berdaya, tidak signifikan,
dan tidak berharga.

21
Universitas Sumatera Utara

Coopersmith (1967), mengungkapkan bahwa proses penilaian diri muncul
dan penilaian subjektif terhadap keberhasilan, yang dipengaruhi oleh nilai yang
diletakkan pada berbagai area kapasitas dan tampilan, diukur dengan
membandingkan antara tujuan dan standar pribadi, dan disaring melalui
kemampuan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kegagalan. Melalui
proses tersebut akhirnya individu sampai pada penilaian tentang kemampuan,
keberartian, kesusesan, dan keberhargaan dirinya.

C.

Dinamika Hubungan Life satisfaction dan Self esteem
Nilai (value) merupakan komponen yang membentuk self esteem individu

(Coopersmith,1967). Nilai (value) yang di miliki oleh individu dipengaruhi oleh ras dan
budayanya. Dienner (2009) Menyatakan bahwa ras dan budaya merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi life satisfaction individu.
Kesuksesan dan kelas sosial salah satu faktor yang mempengaruhi self esteem individu
(Coopersmith,1967). Bagaimana kesuksesan baik di bidang ekonomi mau pun sosial yang di
miliki oleh individu,baik itu seperti status kerja,pendapatan,dan strata sosial yang ada.
Pendapatan,status kerja juga merupakan faktor yang mempengaruhi life satisfaction individu
( Dienner,2009 ).
Cambell (dalam Dienner,2009) mengatakan kepribadian merupakan faktor yang paling
menonjol di antara faktor lainnya,variabel kepribadian seperti self esteem ikut mempengaruhi
life satisfaction individu. Sampeet Mahanty (2013) juga menemukandi dalam penelitiannya

adanya hubungan self esteem dengan life satisfaction.

22
Universitas Sumatera Utara

D.

SUKU KARO
SINABUNG

SEBAGAI

PENYINTAS

BENCANA

ERUPSI

GUNUNG

1. Definisi suku Karo
Suku Karo adalah adalah salah satu suku bagian dari bangsa batak yang Persebarannya
banyak Karo di Kabupaten Karo, Langkat, Deli Serdang, Simalungun, dan Dairi. Suku Karo
merupakan suku mayoritas di kabupaten Karo yang merupakan daerah dataran tinggi dan
pegunung an sehingga masyrakat Karo yang tinggal di kabupaten Karo mayoritas bekerja
sebagai Petani (Tarigan, 2009).
Suku Karo memiliki sistem kekerabatan yang bernama dalikan sitelu. Ada tiga unsur
pada dalikan sitelu yaitu kalimbubu, anak beru, dan sembuyak. (Brahmana,2001). Suku Karo
menganut paham patrelialis dimana marga di turunkan dari laki-laki ke pada anaknya. Ada
lima merga dalam suku Karo yaitu Ginting, Karo-Karo, perangin-angin, Sembiring dan
tarigan. Orang Karo di dalam kehidupannya memiliki falsafah kekerabatan yang dikenal
dengan istilah merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh dua tambah
sada.

Menurut Tridah bangun karakter dan tabiat suku Karo secara umum sebagai orang yang
jujur, tegas, berani, percaya diri, pemalu, tidak serakah, mudah tersinggung dan pendendam,
berpendirian teguh, sopan, senantiasa menjaga nama baik keluarga, rasional dan kritis, mudah
menyesuaikan diri, gigih mencari pengetahuan, juga ada pula sifat iri dan dengki yang
dikenal dengan cian dan mementingkan prosedur. (Sanjani Tarigan, 2009).
Selain itu, masyarakat Karo terkenal dengan tabiat, Gengsian yaitu perilaku
menganggap diri mereka dan malu mengakui kelemahan mereka dari orang lain. Selain itu
orang Karo di kenal dengan sifat Anceng Cian Cikurak. Yaitu perilaku mempersulit orang
lain, iri hati dan membicarakan orang lain. karakter lainnya yang melekat pada suku Karo
adalah mudah tersinggung,pendendam dan lembut.

23
Universitas Sumatera Utara

2. Falsafah suku Karo
a. Mehamat man kalimbubu

Kalimbubu merupakan kelompok yang memberikan istri kepada suku Karo.
Suku Karo percaya kalimbubu merupakan sumber berkat, maka sering di sebut
sebagai simupus takal piher pate geluh. Kalimbubu berasal dari kata mbubu yang
artinya kepala. Di dalam nuria, yaitu zaman sebelum masuknya agama di Karo,
Kalimbubu di sebut sebagai dibata ni idah atau Tuhan yang tidak kelihatan.
Mehamat man kalimbubu diartikan sebagai menghormati kalimbubu. Orang

Karo akan merasa senang dan berkecukupan jika menghargai kalimbubunya Pepatah
di orang Karo mengatakan jangan sampai berita tidak mengenai Kalimbubunya
kepada orang lain.

b. Metenget man senina
Senina merupakan orang yang memiliki merga yang sama dengan dirinya dan

dengan penuturan adat yang menjadikan ersenina. Metenget man senina dimana
orang Karo peduli dengan senina. Orang Karo dimana senina merupakan tempat
berbagi susah mau pun senang di dalam kehidupan.
c. Metami man anak beru
Anak beru merupakan adalah di mulai dari kakek buyutnya yang tertuan

kepada kalimbubu. Anak beru adalah pihak yang mengambil menjadi istri,mau pun
yang menitiskan dari pihak yang dari pihak perempuan.
Metami man anak beru merupakan sikap sayang,cinta mau pun murah hati.

Dimana tanggung jawab anak beru memiliki tanggung jawab yang berrat untuk
menjaga nama baik kalimbubunya.

24
Universitas Sumatera Utara

d. Menyekolahkan anak

Pada masyarakat Karo bukan anak yang ingin sekolah tapi orang tua yang
sangat berminat untuk menyekolahkan anak. Yang pada gilirannya ada 100.000
jiwa, orang Karo yang berpendidikan tinggi.
e. Tabah dan sopan santun

Berkat budaya tabah dan rajin masyarakat Karo dapat merambah hutan
belantara membuat irigasi sederhana di bukit-bukit. Karena kerajinan mereka
sebelum tahun delapan puluhan ladang mereka lebih bersih dari halaman rumah.
f. Mehangke

Dalam pergaulan masyarakat Karo dikenal dengan budaya mehangke yaitu
suatu budaya yang mengatur pergaulan agar tidak bebas. Selain itu budaya
mehangke adalah budaya mendatangkan malu jika minta bantuan kepada orang lain

atau pun keluarga.
3. Penyintas
Bencana adalah kejadian yang bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Peristiwa terjadinya
bencana alam ini pun bisa berdampak pada kondisi emosi, psikologis, spiritual, finansial, dan
sosial para penyintas (Carmen, 2011). Pada korban bencana alam yang selamat atau yang
disebut sebagai penyintas. Bencana yang terjadi berdampak kepada penyintas seperti gejala
negatif, seperti kecemasan, kesulitan tidur, sensitif, depresi, masalah konsentrasi, dan mudah
tersinggung. Hal tersebut merupakan reaksi yang umum yang dirasakan penyintas bencana.
Selain gejala psikologis tersebut, para penyintas juga dapat mengalami gejala fisik seperti
kram, pusing, reaksi alergi serta adanya keluhan-keluhan yang berhubungan dengan syaraf
dan sakit kepala (Carmen,2011). Dampak sosial yang dialami penyintas antara lain
membatasi dan menarik diri dari pergaulan, menghindari relasi-relasi sosial, meningkatnya
konflik dalam berhubungan dengan orang lain (Agustin, Kartini, & Pratiwi, 2010).
25
Universitas Sumatera Utara

4. Bencana Erupsi gunung Sinabung
Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dikontrol,
merupakan peristiwa yang sering terjadi dan tidak diragukan lagi akan terjadi (Nickerson
2008), dan hal ini dapat mengancam kelangsungan hidup individu melalui kehancuran
lingkungan fisik dan psikologis (Rice, 1992). Bencana alam yang terjadi salah satunya
bencana alam erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.
Gunung Sinabung merupakan gunung merapi tertinggi di Sumatera Utara yang berada
di Kabupaten Karo. Gunung Sinabung pertama sekali meletus pada tahun 2010 setelah
hampir 200 tahun tidak pernah menunjukkan aktivitas vulkanologi (Surono,2013). Pada tahun
2013, gunung Sinabung kembali meletus dan meletus hingga saat ini ( Ginting, 2016 ).
Menurut

(Ursano

&

Norwood,

2003),

letusan

gunung

berapi

dapat

menimbulkanbeberapa dampak negatif bagi lingkungan, seperti banyaknya ternak yang
mati,dan rusaknya ribuan kebun, ladang, atau sawah. Bencana dan bahaya letusan gunung api
juga akan berpengaruh bagi kehidupan. Bahaya yang muncul diakibatkan oleh material yang
dikeluarkan secara langsung saat terjadi letusan.
Bencana erupsi gunung Sinabung menyebabkan 4 warga desa dan 1 dusun harus
direlokasi. Pemerintah pusat melalui intruksi langsung dari presiden Joko Widodo
memerintahkan relokasi ke Siosar ( Sutopo, 2015 ). Belum selesainya pembangunan tempat
relokasi di Siosar mengharuskan pengungsi untuk tinggal sementara di Pengungsian atau pun
rumah kontrakan yang telah di tetapkan oleh pemerintah kabupaten Karo (Sitepu,2015).
Bencana erupsi gunung Sinabung telah menyebabkan 21 orang meninggal hingga mei 2016
akibat terkena awan panas Sinabung ( Ginting,2016).

26
Universitas Sumatera Utara

E. DINAMIKA HUBUNGAN SELF ESTEEM DENGAN LIFE SATISFACTION
PADA PENYINTAS KORBAN ERUPSI GUNUNG SINABUNG BERSUKU
KARO
Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dikontrol,
merupakan peristiwa yang sering terjadi dan tidak diragukan lagi akan terjadi (Nickerson
2008). Salah satunya adalah Bencana erupsi gunung Sinabung yang terjadi di kabupaten Karo
yang terjadi dari tahun 2010 hingga saat ini. Brannon dan Feist (2007) menjelaskan bahwa,
datangnya bencana alam dapat menyebabkan kematian orang-orang dalam jumlah besar,
menciptakan stres, duka cita, dan ketakutan pada orang-orang yang selamat dari bencana.
Bencana yang terjadi berdampak kepada masyarakat sekitar gunung Sinabung, korban
yang mengalami bencana di sebut dengan penyintas. Gunung Sinabung yang bertempat di
kabupaten Karo yang di huni suku Karo, sehingga mayoritas penyintas bencana erupsi
gunung Sinabung bersuku Karo.
Suku Karo memiliki falsafah hidup yang dianut oleh sebuah suku akan mempengaruhi
pandangan hidupnya. Orang Karo di dalam kehidupannya memiliki falsafah kekerabatan
yang dikenal dengan istilah merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh
dua tambah sada. Dari sistem kekerabatan itu orang Karo mengenal falsafah hidup mehamat
man kalimbubu,metenget man senina dan metami man anak beru.

Nilai-nilai (value) yang di miliki merupakan faktor yang mempengaruhi self esteem
(Coopersmith, 1967). Frey dan Carlock (1987) mendefinisikan self esteem adalah penilaian
tinggi atau rendah terhadap diri sendiri yang menunjukkan sejauh mana individu itu meyakini
dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga yang berpengaruh dalam
perilaku seseorang. Selain itu, pengalaman yang dimiliki oleh individu mempengaruhi self
esteem individu tersebut.

27
Universitas Sumatera Utara

Coopersmith (1967) membagi self esteem menjadi dua yaitu self esteem rendah dan self
esteem yang tinggi. Ciri ciri self esteem tinggi adalah Menganggap diri sendiri sebagai orang

yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan
menghargai orang lain, dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat
menerima kritik dengan baik, menyukai tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung
bila sesuatu berjalan di luar rencana, dapat mengekpreskan dirinyan dengan baik, tidak
menganggap dirinya sempurna, memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi
yang realistis, lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.
Karakter suku Karo menurut Tridah bangun adalah jujur, tegas, berani, percaya diri,
pemalu, tidak serakah, mudah tersinggung dan pendendam, berpendirian teguh, sopan,
senantiasa menjaga nama baik keluarga, rasional dan kritis, mudah menyesuaikan diri, gigih
mencari pengetahuan.
Saampet Mahanty dkk (2013) di dalam jurnal penelitiannya yang di lakukan di India
menemukan adanya hubungan antara self esteem dan life satisfaction . Sejalan dengan
Saampet mahanty Sylvia Xueng chang (2015) di dalam jurnalnya menemukan adanya
hubungan antara self esteem dan life satisfaction dengan mengambil subjek penelitian di
China.
Life satisfaction adalah penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan

memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh
dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction)
seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan,pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di
waktu luang (Dienner, 2009). Ras merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi life
satisfaction (Dinner, 2009). Di budaya Karo, orang tidak beradat atau tidak berbudaya lebih

tercela daripada tidak beragama. Masyarakat Karo memiliki pandangan mengutamakan kasih
sayang dengan mehamat kepada kalimbubu, metenget kepada senina dan metami terhadap

28
Universitas Sumatera Utara

anak beru (Ginting,sada kata 2014). Selain faktor budaya, peristiwa hidup juga menjadi

faktor yang mempengaruhi life satisfaction seseorang (Dienner, 2009).

F.

HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan penjelasan dinamika diatas, peneliti berhipotesa adanya hubungan antara

self esteem dengan life satisfaction pada Penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang

bersuku Karo.

29
Universitas Sumatera Utara