Peran Negara Anggota Asean Dalam Mewujudkan Penegakan HAM di Myanmar

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian dan Latar Belakang Hak Asasi Manusia
Jhon Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah “hak - hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh
karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya”. 21
Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan
manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam
kehidupan manusia.
Dalam pasal 1 Undang - undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara,hukum,pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Berdasarkan beberapa perumusan pengertian Hak Asasi Manusia di atas,
diperoleh suatu kesimpulan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang
melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu
anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu
masyarakat atau Negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) adalah menjaga keselamatan eksistensi manusia

21

Azyunardi Azra, Op.Cit,h.201

18
Universitas Sumatera Utara

19

secara utuh melalui aksi keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum.Upaya menghormati, melindungi dan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), menjadi kewajiban dan tanggung
jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik militer
maupun sipil) bahkan Negara.Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas
dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan.Begitu juga dalam memenuhi
kepentingan perseorangan tidak boleh merusak kepentingan orang banyak
(kepentingan umum).
Karena itu pemenuhan, perlindungan dan penghormatan kepada Hak Asasi Manusia
(HAM) harus diikuti dengan pemenuhan terhadap kewajiban hak asasi manusia dan
tanggung jawab asasi manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan

bernegara.Jadi dapat disimpulkan bahwa hakikat dari Hak Asasi Manusia (HAM)
adalah keterpaduan antara Hak Asasi Manusia (HAM), kewajiban asasi manusia dan
tanggung jawab asasi manusia yang berlangsung secara sinergis dan seimbang.
Bila ketiga unsur asasi yaitu Hak Asasi Manusia (HAM), kewajiban asasi manusia
dan tanggung jawab asasi manusia yang melekat pada setiap individu manusia, baik
dalam tatanan kehidupan pribadi, kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan dan
pergaulan global tidak berjalan secara seimbang, dapat dipastikan akan menimbulkan
kekacauan, anarkisme dan kesewenang - wenangan dalam tata kehidupan umat
manusia.

Universitas Sumatera Utara

20

Berdasarkan beberapa rumusan Hak Asasi Manusia (HAM) di atas, maka dapat
diketahui bebarapa ciri pokok hakikat Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu sebagai
berikut : 22
1. Hak Asasi Manusia (HAM) tidak perlu diberikan, dibeli atupun diwarisi. Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2. Hak Asasi Manusia (HAM) berlaku untuk semua orang tanpa memandang

jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial dan
bangsa.
3. Hak Asasi Manusia (HAM) tidak bisa dilanggar. Tidak seorang pun
mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap
mempunyai Hak Asasi Manusia (HAM) walaupun sebuah Negara membuat
hukum yang tidak dilindungi atau melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). 23
Pembicaraan tentang keberadaan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak terlepas
dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal
bagi kelahiran Hak Asasi Manusia (HAM).
Pada umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya Hak Asasi
Manusia (HAM) di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang
antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut
(raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terkait dengan hukum yang
dibuatnya) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggung
jawabannya di muka hukum. Magna Charta telah menghilangkan hak absolutisme

22

Ibid., h.201-202
Ibid


23

Universitas Sumatera Utara

21

raja.Sejak itu mulai dipraktekkan jika melanggar hukum harus diadili dan
mempertanggung jawabkan kebijakan pemerintahannya kepada parlemen.
Menurut Arlina Permanisari menyebutkan bahwa intisari dari hak - hak asasi
manusia ( hard core rights ) atau disebutkan juga sebagai hak - hak yang paling dasar
merupakan jaminan perlindungan minimal yang mutlak dihormati terhadap siapapun
baik dimasa damai maupun diwaktu perang . Hak - hak yang paling dasar tersebut
adalah hak untuk hidup, larangan perbudakan, jaminan peradilan. 24
Pasal 21 Magna Charta menggariskan “Earls and barons shall be fined by
their equal and only in proportion the measure of the offence” (para Pangeran dan
Baron akan dihukum (didenda) berdasarkan atas kesamaan dan sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukannya. 25
Selanjutnya dalam pasal 40 Magna Charta ditegaskan “ …no one will we deny
or delay, rights or justice” (…tidak seorang pun menghendaki kita mengingkari atau

menunda tegaknya hak atau keadilan).
Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh lahirnya Bill of Rights di
Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul pandangan (adagium) yang
intinya bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini
memperkuat dorongan timbulnya Negara hukum dan Negara demokrasi.Bill of Rights

24

Arlina Permanisari., Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of The Red Cross,
Jakarta ,1999,h.342
25
Ibid.,h.203

Universitas Sumatera Utara

22

melahirkan asas persamaan harus diwujudkan, betapa pun berat resiko yang dihadapi,
karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan jika ada hak persamaan. 26
Perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) selanjutnya ditandai dengan

munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham
Rousseau dan Montesquieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka
sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus
dibelenggu. 27
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi
Prancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam
The Rule of Law yang antara lain berbunyi “tidak boleh ada penangkapan dan
penahanan yang semena - mena, termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah dan
penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah.
Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang - orang
yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah
sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan
bersalah.Kemudian prinsip ini dipertegas oleh freedom of religion (kebebasan
menganut keyakinan/agama yang dikehendaki).The rights of property (perlindungan
hak milik) dan hak - hak dasar lainnya. Jadi dalam French Declaration sudah tercakup
hak - hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum . 28

26

Azyunardi Azra., Op.Cit,h.202

Ibid.,h.203
28
Ibid

27

Universitas Sumatera Utara

23

Pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) terus berlangsung dalam rangka mencari
rumusan yang sesuai dengan konteks ruang dan zamannya. Secara garis besar
perkembangan pemikiran Hak Asasi Manusia dibagi pada 4 generasi yaitu : 29
1. Generasi pertama berpendapat bahwa pengertian hanya berpusat pada bidang
hukum dan politik. Fokus pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi
pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi
perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan negara - negara yang baru
merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru.
2. Generasi kedua, pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) tidak saja menuntut
hak yuridis melainkan juga hak - hak sosial,ekonomi, politik dan budaya. Jadi

pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi kedua menunjukkan perluasan
pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada generasi kedua ini
lahir dua covenant yaitu International Covenant on Economic, Social and
cultural Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights,
kedua Covenant tersebut disepakati dalam siding Umum PBB 1966. Pada
masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga
terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial budaya, hak ekonomi dan hak
politik.
3. Selanjutnya lahir generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran Hak Asasi Manusia
(HAM) generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara
yang disebut dengan hak - hak melaksanakan pembangunan (The Rights of

29

Ibid

Universitas Sumatera Utara

24


Development). Dalam pelaksanaanya hasil pemikiran Hak Asasi Manusia
(HAM) generasi ketiga juga mengalami ketidak seimbangan dimana terjadi
penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi
prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan
banyak korban, karena banyak hak - hak rakyat lainnya yang dilanggar. Jika
kata ‘pembangunan’ tetap dipertahankan , maka pembangunan tersebut
haruslah berpihak kepada rakyat dan diarahkan kepada redistribusi kekayaan
nasional serta redistribusi sumber - sumber daya sosial, ekonomi, hukum,
politik dan budaya secara merata. Keadilan dan pemenuhan hak asasi haruslah
dimulai sejak mulainya pembangunan itu sendiri, bukan setelah pembangunan
itu selesai.
4. Setelah banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari pemikiran Hak
Asasi Manusia (HAM) generasi ketiga, lahirkan generasi keempat yang
mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan
yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negatif
seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program
pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara
keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikirian
Hak Asasi Manusia (HAM) generasi keempat dipelopori oleh negara – negara
di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi

manusia yang disebut Declaration of The Basic Duties of Asia People and
Government . Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi ketiga, karena
tidak saja mencakup tuntutan struktural tetapi juga berpihak kepada

Universitas Sumatera Utara

25

terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan. Selain itu Hak Asasi Manusia
(HAM) Asia telah berbicara mengenai masalah kewajiban asasi bukan hanya
hak asasi. Deklarasi tersebut juga secara positif mengukuhkan keharusan
imperatif dari negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya.
Beberapa masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan Hak Asasi Manusia
(HAM) dalam kaitan dengan pembangunan sebagai berikut :
a. Pembangunan berdikari (self-development),
Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang membebasan
rakyat dan bangsa dari ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada
rakyat sumber - sumber daya sosial ekonomi.Relokasi dan redistribusi
kekayaan dan modal nasional haruslah dilakukan dan sudah waktunya
sasaran pembangunan itu ditujukan kepada rakyat banyak di pedesaan.

b. Perdamaian
Masalah perdamaian tidak semata – mata berarti anti nuklir, dan anti
perang bintang.Tetapi justru lebih dari itu suatu upaya untuk melepaskan diri
dari budaya kekerasan (culture of violence) dengan segala bentuk
tindakan.Hal itu berarti penciptaan budaya damai (culture of peace) menjadi
tugas semua pihak baik rakyat, negara, regional, maupun dunia internasional.
c. Partisipasi rakyat
Soal partisipasi rakyat ini adalah suatu persoalan hak asasi yang sangat
mendesak untuk terus diperjuangkan baik dalam dunia politik maupun dalam
persoalan publik lainnya.

Universitas Sumatera Utara

26

d. Hak-hak budaya
Di beberapa masyarakat menunjukkan tidak dihormatinya hak - hak
budaya. Begitu juga adanya upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh
negara merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi berbudaya, karena
mengarah ke penghapusan kemajemukan budaya yang menjadi identitas
kekayaan suatu komunitas warga dan bangsa .
e. Hak keadilan sosial
Keadilan sosial tidak saja berhenti dengan menaiknya pendapatan
perkapita, tetapi justru baru berhenti pada saat tatanan sosial yang tidak adil
dijungkirbalikkan dan diganti dengan tatanan sosial yang berkeadilan.
B. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah “setiap perbuatan seseorang
atau kelompok yang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja
atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut Hak Asasi Manusia (HAM) seseorang atau kelompok orang yang dijamin
oleh Undang - Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (Undang - Undang Nomor 26 Tahun
2006 tentang Pengadilan HAM).
Menurut Mohammad Fauzy menyebutkan : 30
Esensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bukan semata - mata
pelanggaran

terhadap

hukum

yang berlaku

melainkan

degradasi

terhadap

30

Mohammad Fauzy., Pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan asas Negara, Mandar Madju,
Bandung,2003,h.175.

Universitas Sumatera Utara

27

kemanusiaan atau merendahkan martabat dan derajat manusia menjadi serendah
binatang. Oleh karena itu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tidak identik
dengan pelanggaran hukum pidana dan terlebih lagi dalam setiap pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) terdapat unsur perencanaan, dilakukan secara sistematik
dengan cara tertentu yang lebih banyak bersifat kolektif baik berdasarkan agama,
etnis atau ras tertentu.
Dengan demikian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan
tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh
institusi Negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar
atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dikelompokkan menjadi dua bentuk
yaitu : 31
1. Pelanggaran HAM berat yang meliputi :
a. Kejahatan genosida
b. Kejahatan kemanusiaan
2. Pelanggaran HAM ringan.
Pelanggaran berat salah satunya dalah kejahatan genosida yaitu setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan
kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh
anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat
terhadap anggota - anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok
31

Azyunardi Azra., Op.Cit,h.228

Universitas Sumatera Utara

28

yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
sebagiannya, memaksakan tindakan - tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak – anak dari
kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan HAM berat lainnya adalah kejahatan kemanusiaan
yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan
kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik secara sewenang - wenang yang
melanggar (asas - asas ) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan,
perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kelamin,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk - bentuk kekerasan seksual
lainnya yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis,
budaya, agama, jenis kelamin atau alas an lain yang telah diakui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang
secara paksa dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan baik oleh aparatur
Negara (state-actors) maupun bukan aparatur Negara (non state actors) (UU No.
26/2000 tentang Pengadilan HAM).Karena itu penindakan terhadap pelanggaran
hak asasi manusia tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur Negara, tetapi
juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan

Universitas Sumatera Utara

29

terhadap pelanggaran HAM tersebut dilakukan melalui proses peradilan HAM
mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan terhadap
pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan.
Pelanggaran HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan
Pengadilan Umum.
Prinsip non - retroaktif dapat dikesampingkan untuk penanganan kasus kasus

pelanggaran

berat

hak

asasi

manusia

berdasarkan

keadilan

moral. 32Mengabaikan prinsip non - retroaktif memang melawan legalitas.Akan
tetapi dalam keadaan tertentu, dalam upaya menegakkan keadilan, hal itu dapat
diabaikan.Apalagi mengingat pemerintah memakai hukum sebagai alat politik
untuk mengejar tujuannya.Dengan menggunakan hukum yang ada hak - hak para
korban yang menuntut keadilan atas pelanggaran hak asasi manusia dimasa lalu
tidak dapat dilindungi.
Argumen dasarnya adalah bahwa sejarah hukum hak asasi manusia
internasional menunjukkan prinsip non retroaktif tidak berlaku absolut, untuk
pertimbangan keadilan dan pencegahan terulang kembali pelanggaran yang
sama.
Dengan ungkapan lain asas non retroaktif dapat diberlakukan dalam rangka
melindungi hak asasi manusia itu sendiri. Oleh karena itu Undang - Undang No.
26 Tahun 2000 mengatur pula tentang Pengadilan HAM ad hoc yaitu pengadilan
khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan Ad Hoc

32

Komisi Hak Asasi Manusia., Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Lokakarya Internasional Kejahatan
Terhadap Kemanusiaan,Jakarta,20-21 Juni 2001,h.44.

Universitas Sumatera Utara

30

ini mempunyai fungsi untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran
hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkan undang undang ini.Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat berdasar peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden dan berada di
lingkungan Pengadilan Umum.
Di samping adanya Pengadilan HAM ad hoc, undang - undang ini
menyebutkan juga keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana
dimaksud dalam Ketetapan MPR-RI No.V/MPR/2000 tentang Pemantapan
Persatuan dan Kesatuan Nasional. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang
akan dibentuk dengan undang -undang sebagai lembaga ekstra - yudisial yang
ditetapkan dengan undang - undang yang bertugas untuk menegakkan kebenaran
dengan mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan san pelanggaran hak asasi
manusia pada masa lampau, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang undangan yang berlaku dan melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif
kepentingan bersama sebagai bangsa.
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang
di daerah hukumnya meliputi daerah hukumnya meliputi daerah hukum
Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Untuk daerah khusus Ibukota Jakarta,
Pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah Pengadilan Negeri yang
bersangkutan.Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berada dan di lakukan di
luar batas territorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh warga Negara
Indonesia.Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara

Universitas Sumatera Utara

31

pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan seseorang yang
berumur 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan. Dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan
melalui hukum acara pengadilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang Undang Pengadilan HAM.
C. Perlindungan Hak Asasi Manusia
Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang
memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk
yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani
kehidupannya. Dengan akal budi nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan
untuk memutuskan sendiri perilaku atas perbuatannya.Di samping itu untuk
mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung
jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Kebebasan dan dasar hak - hak dasar itulah yang disebut dengan hak asasi
manusia yang melekat pada manusia secara kodrati anugrah Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia disebutkan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.
Hak - hak ini tidak dapat diingkari.Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti
mengingkari martabat kemanusiaan.Oleh karena itu negara, pemerintah atau

Universitas Sumatera Utara

32

organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi
manusia pada setiap manusia tanpa kecuali.Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus
selalu

menjadi

titik tolak

dan

tujuan

dalam

penyelenggaraan

kehidupan

bermasyarakat, berabangsa dan bernegara.
Hukum bagi umat manusia, ditinjau dari hak asasi manusia, sebenarnya
adalah untuk mewujudkan hak - hak atas dasar tersebut dan bukan untuk mematikan
hak asasi manusia.
Dalam sejarah tercatat beberapa peringatan hak asasi manusia dalam :
a. Magna Charta tahun 1615 (di Inggris)
b. Bill of Rights tahun 1988 (di Inggris)
c. Declaration of the Rights of man and of the Citisen, 1978 (di Prancis)
d. Bill of Rights, 1791 (di Amerika)
e. Declaration of Human Rights, 1948 (PBB,Amerika)
Dengan dicantumkannya Declaration of Human Rights sebagai piagam PBB,
maka sejak tanggal 10 Desember seluruh dunia mengakui dengan resmi harkat dan
martabat dari hak - hak asasi manusia itu.
Namun dlam perjalanan hak asasi manusia itu, hak tersebut kadang - kadang
ditinggalkan/dilupakan oleh manusia - manusia penguasa dan pelaksana hukum itu
yang cenderung timbulnya penekanan - penekanan dari unsur - unsur hak kewajiban
dan tanggung jawab yang tidak seimbang, karena faktor – faktor politik dan
kekuasaan.

Universitas Sumatera Utara

33

Di Indonesia perlindungan hak asasi manusia harus disesuaikan dengan
pandangan hidup, falsafah dasar bangsa Indonesia Pancasila, serta kaedah asas
hukum adat dan secara positif hak asas manusia dicantumkan dalam pembukaan
Undang - Undang Dasar 1945 dan batang tubuh Undang - Undang Dasar 1945 (Pasal
27 (1), Pasal 29 (2) “Perangkat HI ttg HAM”, Pasal 30 (1), Pasal 33 (1),(2),(3).
D. Perangkat Hukum Internasional tentang HAM
Perangkat hukum internasional tentang hak asasi manusia adalah Konvensi
dan Deklarasi.Terdapat perbedaan antara keduanya, Konvensi bersifat mengikat
secara hukum dan memiliki sanksi yang tegas, (hard law) sedangkan Deklarasi tidak
bersifat mengikat dan tidak memiliki sanksi yang tegas (soft law).
Pelanggaran kemanusiaan di berbagai Negara kemudian menjadi topik
pembahasan yang serius di PBB.Diskriminasi rasial termasuk dalam pelanggaran hak
asasi manusia. Defenisi diskriminasi rasial adalah “Setiap pembedaan, pengecualian,
pembatasan atau pilihan yang didasarkan pada suku bangsa,warna kulit, keturunan
atau asal bangsa atau suku yang mempunyai tujuan atau pengaruh menghilangkan
atau merusak pengakuan, kesenangan atau pelaksanaan pada dasar persamaan, hak
- hak asasi manusia dan kebebasan yang hakiki dalam politik, ekonomi, sosial,
budaya atau sesuatu bidang kehidupan masyarakat”.
Dalam sejarah dunia setidaknya kita mencatat beberapa contoh peristiwa
pelanggaran diskriminasi rasial yang besar. Kasus Afrika Selatan, semua penduduk
Afrika Selatan didaftarkan berdasarkan rasnya. Tentu saja proses hukum ini juga
melahirkan diskriminasi rasial dalam prakteknya. Selain beragam tindak kekerasan,

Universitas Sumatera Utara

34

juga dibuat banyak peraturan yang amat membatasi hak kaum kulit hitam.Misalkan :
dibuat ghetto - ghetto bagi kaum kulit hitam, aturan yang melarang kaum kulit hitam
mempelajari budaya selain budayanya sendiri, harus memiliki surat jalan jika hendak
keluar dari wilayahnya dan bahkan juga larangan perkawinan antar ras.
Kasus Turki di Eropa yang dianggap bukan sebagai “pribumi” Eropa.
Mereka dianggap bangsa asing (Asia) yang berusaha mendapatkan keuntungan dari
Eropa dengan melakukan asimilasi dan penyeludupan hukum.
Kasus kaum Indian di Amerika.Kelompok Indian sebagai penduduk asli
(indigenous people) benua Amerika mengalami penyerangan, pembunuhan massal
dan pengusiran dari wilayah - wilayah tempat tinggal mereka oleh kelompok kaum
pendatang kulit putih.Selain tindak kekerasan tersebut, kaum pendatang juga
mendatangkan berpeti - peti minuman keras yang mendatangkan kebiasaan bermabuk
- mabukan di kalangan pemuda Indian.Stigmatisasi juga dilakukan secara
kejam.Kelompok Indian digambarkan sebagai kelompok yang biadab, mempunyai
kebiasaan menari - nari dan membakar manusia.Stigmatisasi ini berlangsung ratusan
tahun.Sampai sekarang rasialisme masih tumbuh dengan subur di benua Amerika.
Pelanggaran kemanusiaan di berbagai negara ini kemudian menjadi topic
pembahasan yang serius di PBB. Setelah melalui proses perdebatan yang panjang
pada banyak persidangan Majelis Umum PBB, akhirnya dibuka dan ditandatangani
sebuah konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial pada tanggal
7 Maret 1966.
Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian
menyusun sebuah rancangan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala

Universitas Sumatera Utara

35

Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination/CERD).
Dengan disahkannya konvensi ini, maka konvensi ini menjadi memiliki
kekuatan hukum kepada negara anggota

yang menandatangani konvensi ini.

Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani konvensi ini pada tanggal 25
Mei 1999, Tiga puluh empat tahun setelah konvensi ini dibuat.
Deklarasi HAM Universal 1948 adalah dokumen tertulis pertama tentang
HAM yang diterima semua bangsa.Karena itu, Majelis Umum PBB meyebut
Deklarasi HAM Universal 1948 sebagai a common standard of achievement for all
peoples and nations (pencapaian yang jadi standar bersama bagi semua orang dan
bangsa).
Deklarasi HAM Universal 1948 diadopsi lewat Resolusi PBB No.217 (III)
tahun 1948.Deklarasi HAM Universal 1948 dilahirkan di tengah reruntuhan
peradaban manusia akibat Perang Dunia II dan kebrutalan monster-monster
kemanusiaan, semisal Hitler, Mussolini, dan Jepang di Asia Pasifik. Selain itu, awal
berlangsungnya perang dingin yang membuat polarisasi dunia yang kian menajam
dan mengorbankan HAM, memicu semangat untuk membuat instrumen perlindungan
HAM, yang kini kita kenal sebagai deklarasi HAM.
Sejalan dengan itu, PD II yang berakhir tahun 1945, mengilhami dan memicu
semangat dekolonisasi, khususnya di Asia dan Afrika.Seluruh kejadian ini
membulatkan tekad warga negara dunia untuk membuat daratan yang bisa dipakai
bersama guna menegakkan prinsip-prinsip HAM.

Universitas Sumatera Utara

36

Deklarasi yang memiliki 30 pasal ini, secara garis besar, berbicara mengenai
hak - hak dan jaminan agar tiap individu bisa hidup dan tidak boleh ada satu orang
pun yang leluasa membunuhnya (life), tiap individu dijamin agar tidak ada individu
lain yang menyiksanya (no torture) dan kebebasan (liberty).
Level operasional Deklarasi HAM Universal 1948 dapat dibagi dalam empat
kelompok besar, yaitu:
Pertama, penegasan prinsip yang menjadi fondasi dasar deklarasi ini bahwa
tiap orang lahir dengan kebebasan dan persamaan dalam hak dan martabat.
Kedua,

prinsip

kesamaan

dan

tidak

dibenarkan

memberlakukan

diskriminasi.Kelompok ini memberi kewajiban kepada negara untuk melindungi dan
menegakkan prinsip-prinsip itu.
Ketiga, kewajiban tiap individu di masyarakat untuk menjalankan dan
menegakkan HAM dan kebebasan.
Keempat, larangan bagi negara, kelompok, atau individu untuk berbuat sesuatu yang
bisa mencederai hak-hak dan kebebasan yang diatur dalam Deklarasi HAM Universal
1948.
Kendati deklarasi ini hanya singkat, ternyata cakupan soal yang
dilindunginya cukup besar. Bahkan, ada hal-hal yang dicantumkan deklarasi tetapi
tidak ada dalam Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, misalnya,
hak untuk kepemilikan, hak untuk memperoleh suaka, dan hak untuk menentukan
kebangsaan.
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia sebagai standar umum
keberhasilan sesame manusia dan semua bangsa dengan tujuan bahwa setiap individu

Universitas Sumatera Utara

37

dan setiap organ masyarakat, dengan senantiasa mengingat Deklarasi ini, akan
berusaha melalui cara pengajaran dan pendidikan untuk memajukan penghormatan
terhadap hak-hak dan kebebasan dan melalui upaya-upaya yang progresif baik secara
nasional dan internasional, menjamin pengakuan dan ketaatan yang universal dan
efektif, baik oleh rakyat negara peserta maupun rakyat yang berada di dalam wilayah
yang masuk dalam wilayah hukumnya.
Menurut Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia bahwa semua
manusia dilahirkan mereka dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani serta hendaknya bergaul satu dengan
yang lain dalam semangat persaudaraan.
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tanpa membedakan dalam bentuk
apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, bangsa, agama, keyakinan
politik atau keyakinan lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran
atau status lainnya. Pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status politik, hukum
atau status internasional negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik dari
negara merdeka, wilayah perwalian, wilayah tanpa pemerintahan sendiri atau wilayah
yang berada di bawah batas kedaulatan lainnya.
Berdasarkan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia bahwa semua
orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa
diskriminasi apapun.

Universitas Sumatera Utara