Peran Indonesia Dalam Mewujudkan ASEAN S

Rewah, Billy Yeremia
International Business/Chapter 5

Peran Indonesia Dalam Mewujudkan
ASEAN Socio-Cultural Community guna Mendukung
Ketahanan Nasional
Kerja sama ASEAN memegang peran kunci dalam pelaksanaan kerja sama
internasional Indonesia, karena merupakan lingkaran konsentris terdekat di kawasan dan
menjadi pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Selama lebih dari empat
dasawarsa telah banyak capaian-capaian yang diraih dan sumbangsih yang diberikan ASEAN
bagi negara-negara anggotanya. Salah satunya yang terpenting adalah terciptanya perdamaian
dan stabilitas di kawasan sehingga pembangunan Indonesia dapat terus dilaksanakan dan
pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN juga terus mengalami peningkatan.
Di samping itu, rasa saling percaya di antara negara-negara anggota ASEAN dan juga
antara ASEAN dengan negara-negara Mitra Wicara ASEAN terus tumbuh.
Pertemuan kelima Dewan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural
Community (ASCC) Council sepakat memprioritaskan pembahasan isu-isu lingkungan
hidup. Pertemuan yang sama menyepakati pernyataan bersama para pemimpin ASEAN
tentang perubahan iklim.
Pernyataan bersama pemimpin negara-negara ASEAN dirancang untuk menghadapi
The 17th Conference of the Parties of the United Nations Framework Convention on Climate

Change (COP17) di Durban, Afrika Selatan. Pertemuan yang dipimpin Agung Laksono itu
dihadiri para pejabat setingkat menteri dan wakil menteri dari seluruh negara anggota
ASEAN. Selain isu lingkungan, pertemuan sejak 28 sampai 30 April itu juga mendukung
rencana Indonesia membentuk ASEAN Declaration of Commitment on HIV/AIDS,
meluncurkan ASEAN Regional Report on HIV/AIDS, ASEAN work Program on AIDS IV,
dan kegiatan lainnya seputar HIV/AIDS.
Karakteristik ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC)
ASEAN Socio-Cultural Community (Komunitas Sosial Budaya ASEAN) merupakan
salah satu pilar yang ingin dibangun ASEAN dalam rangka mendukung terbentuknya
Komunitas ASEAN pada tahun 2015, seiring dengan dua pilar utama lainnya, yaitu pilar
ASEAN Security Community dan ASEAN Economic Community. Salah satu sasaran yang
ingin dicapai melalui pilar ASCC adalah memperkokoh rasa ke-kita-an (sense of we-ness
atau we feeling) dan solidaritas sesama warga ASEAN.
Dengan adanya rasa solidaritas yang kuat, diharapkan masyarakat ASEAN dapat
saling mendukung dalam mengatasi masalah kemiskinan, kesetaraan dan pembangunan
manusia; saling mendukung dalam meminimalisir dampak sosial dari integrasi ekonomi
dengan cara membangun suatu dasar sumber daya manusia yang kompetitif; memperkuat
penatalaksanaan lingkungan hidup yang hijau, bersih lestari dan berkelanjutan; serta
memperkokoh identitas budaya menuju suatu Komunitas ASEAN, yang berbasis pada
masyarakat (people centered). Sehubungan dengan hal ini, dalam BAB 1, Pasal 1 Piagam

ASEAN telah tercantum mandat untuk berbagai kerjasama fungsional antara lain mengenai
enhance good governance and the rule of law, protection of the regions’s environments,
preservation of its cultural heritage, cooperation in education dan science and technology dan
drugs-free environment.

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural
Community (ASSC), ASEAN telah menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya
ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint) yang telah disahkan pada KTT
ASEAN ke-14 di Thailand, Februari 2009. Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas
Sosial Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman (guidelines) bagi
negara anggota ASEAN dalam persiapan menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN
tahun 2015 melalui pilar sosial budaya. Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi
dalam memperkuat integrasi ASEAN yang berpusat pada masyarakat (people-centred) serta
memperkokoh kesadaran, solidaritas, kemitraan dan rasa kepemilikan masyarakat (We
Feeling) terhadap ASEAN. Rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN
memuat enam elemen utama (Core Element) & 348 Rencana Aksi (Action-lines).
Tantangan ASCC Bagi Indonesia
Khusus terkait dengan ASCC, sampai sejauh ini action plan tentang bagaimana
penyatuan ataupun pemaknaan dari ‘Building the ASEAN Identity’ belum ada. Untuk itu
perlu adanya semacam evaluasi terhadap action plan ASCC tersebut, yang selanjutnya dapat

disusun suatu upaya pembangunan terhadap penyatuan ataupun pemaknaan dari ‘Building the
ASEAN Identity’ tersebut melalui upaya ASEAN sense of belonging. ASCC memiliki 6
capaian, yaitu Human Development, Social Welfare and Protection, Social Justice and
Rights, Ensuring Environment Sustainability, Building the ASEAN Identity and Narrowing
the Development Gap. Tantangan-tantangan berikut akan dijelaskan pada masing-masing
karakter ASCC:
1. Human Development
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa Human Development Index (HDI)
Indonesia berada di angka 7% dan mengalami sedikit peningktan hingga 2011 sebesar
0,28%. Dimana posisi Indonesia berada di bawah Malaysia, Brunei, dan Singapur. Dari
grafik tersebut dapat dilihat bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia lebih berat jika
dibanding dengan 3 negara di atas HDInya. Indonesia memiliki populasi sebesar
237.641.326 jiwa dan dari jumlah tersebut yang masih dalam kondisi miskin sebanyak
Padahal untuk dapat meningkatkan HDInya, Indonesia harus mampu menangani
permasalahan terkait masalah di bidang kesehatan, pendidikan, dan pertumbuhan GDP.
2. Social Welfare and Protection
Indonesia masih memiliki banyak populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional
($1.25). Pada tahun 2010 lalu, pemerintah berupaya mengatasi hal tersebut sehingga, tingkat
perkembangan masyarakat miskin semakin berkurang pada tahun 2010 menjadi 13,3% dari
nilai tahun 2000 sebanyak 19,0%.

Sedangkan dari segi besaran budget pemerintah untuk perlidungan kesehatan
masyarakatnya, Indonesia masih sangat rendah. Negara ASEAN lainnya seperti Filipina,
Kamboja, Singapur, Brunei, dan Vietnam memiliki anggaran pemerintah yang cukup besar di
bidang kesehatan. Pemerintah Indonesia seharusnya menyadari betapa pentingnya menjaga
dan memberikan perlidungan kesehatan kepada masyarakatnya.
3. Social Justice and Rights
Untuk keadilan sosial dan hak masyarakat di Indonesia masih kurang ditangani. Bahkan
dalam pelaksanaan hukum di Indonesiapun masih terbilang tidak adil. Di mana banyak
masyarakat menilai bahwa hukum di Indonesia dapat dibeli. Penilaian masyarakat tersebut
tidak dapat dipungkiri mengingat tingginya tingkat korupsi di Indonesia. Sehingga,
pemerintah harus mampu mengatasi permasalah korupsi dan menegakkan hukum dengan adil
di Indonesia

4. Ensuring Environment Sustainability
Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, emisi karbon Indonesia sangat tinggi.
Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan akan berdampak pada ASEAN.
Sedangkan untuk penanganannya, pemerintah Indonesia belum memiliki anggaran yang
memadai. Tingginya tingkat populasi berbanding lurus dengan tingginya tingkat polusi dan
emisi karbon.
Keadaan ini akan semakin diperparah jika pemerintah Indonesia tidak segera

melakukan penanganan terhadap hutan di Indonesia. Karena hutan merupakan sarana yang
mampu mereduksi gas emisi karbon yang dihasilkan oleh manusia dan mengubahnya kembali
menjadi oksigen. Sehingga, hutan di Indonesia harus mendapat perlindungan yang memadai
agar bisa menjadi solusi atas permasalahan meningkatnya emisi karbon. Jika tidak, maka
Indonesia akan terancam dari segi polusi lingkungan misalnya, dan secara tidak langsung
Indonesia juga harus bertanggungjawab terhadap pencemaran udara yang menyebar hingga
ke negara tetangganya. Sepetihalnya kasus kebakaran hutan Riau beberapa bulan lalu.
5. Khusus capaian Building the ASEAN Identity sangat sulit diwujudkan, karena tidak ada
pengukuran yang jelas terhadap hal tersebut. ASEAN memiliki budaya, etnik maupun ras
yang kompleks dengan tingkat kesejahteraan yang berbeda.
C. Peluang ASCC bagi Indonesia
Dengan melihat ASCC Blueprint dan serangkaian rencana aksinya maka kita bisa
melihat adanya sebuah peluang bagi perbaikan kualitas hubungan antar negara anggota
ASEAN. Hal ini juga disebabkan oleh mendesaknya upaya perbaikan hubungan antar
manusia (people to people contact) yang mengikuti arus globalisasi yang tak bisa dihindari
sebagai akibat kemajuan teknologi, informasi dan perdagangan bebas. Dalam hubungan
tersebut negara sudah tidak mungkin melakukan isolasi diri, oleh karenanya seringkali terjadi
akulturasi budaya maupun sebaliknya terjadi perbenturan nilai-nilai budaya yang ada. Untuk
menjaga identitas dan nilai budaya tersebut perlu tindakan bijak ditingkat nasional serta
komitmen di tingkat regional untuk menjaga harmoni sosial.

Sejalan dengan salah satu prioritas Politik Luar Negeri Indonesia yang menempatkan
ASEAN sebagai mitra kerjasama terpenting saat ini dan upaya Indonesia untuk meningkatkan
statusnya sebagai “regional power” maka peluang yang ditawarkan dalam Blueprint ASCC
sangatlah memungkinkan kita melakukan upaya maksimal untuk meningkatkan kualitas
diplomasi yang berbasis pada nilai-nilai yang ada dan melibatkan semua lapisan masyarakat.
Dengan kata lain Indonesia dapat melakukan multitrack diplomacy.
Pentingnya peran masyarakat dalam diplomasi saat ini bisa dipahami melihat
kenyataan bahwa dalam beberapa hal masyarakat tidak bisa sepenuhnya menggantungkan
penyelesaian masalah pada aktor-aktor pemerintah saja. Masalah perang beserta isu-isu
kemanusiaan yang menyertainya merupakan tanggungjawab masyarakat dari segala lapisan
maupun profesi. Kesadaran inilah yang memunculkan ide “citizen diplomacy” atau diplomasi
publik[7].Keterlibatan publik diharapkan mampu membuka jalan bagi negosiasi yang
dilakukan oleh pemerintah terutama dalam memberikan wawasan sesuai dengan bidangnya
sehingga diplomasi menjadi tidak kaku atau fleksibel. Diplomasi publik yang melibatkan
berbagai komponen dalam masyarakat seringkali disebut sebagai diplomasi multijalur
(multitrack diplomacy)[8].
Upaya-upaya peningkatan peran diplomasi Indonesia di kawasan regional dalam
kerangka ASEAN Socio-Cultural Comunnity harus lebih digalakkan guna mendukung
kepentingan nasional antara lain:

















Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat hubungan serta kerjasama luar
negeri dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
Meningkatkan kualitas dukungan organisasi, sistem manajemen serta kualitas dan
profesionalitas para pelaku/diplomat Indonesia;
Perlu ditingkatkan koordinasi antara Deplu dan instansi-instansi terkait dan kerjasama

dengan berbagai komponen masyarakat, khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat;
Publik perlu diedukasi supaya menerima realitas hubungan antar bangsa yang kompleks;
Meningkatkan kerjasama di bidang sosial-budaya, termasuk dalam bidang pendidikan,
kesehatan, perlindungan lingkungan hidup dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba;
Meningkatkan interaksi antar masyakarat (people-to-people) melalui berbagai bentuk
kerjasama sosial dan budaya.
Penguatan diplomasi multi jalur yang melibatkan sepuluh unsur (pemerintah,
profesionalisme non pemerintah, warga negara, komunitas ilmiah, aktivisme, agama,
pendanaan, informasi dan cyber diplomasi) untuk berdiplomasi dengan konsep diplomasi
total dengan melibatkan segenap komponen bangsa perlu terus diupayakan dalam rangka
menciptakan daya saing regional.
Penguatan dan promosi identitas nasional lndonesia sebagai negara demokrasi di kawasan
regional dan peningkatan peran diplomasi Indonesia dalam melindungi sumber daya nasional
melalui pembangunan pangkalan data (data base) dengan menggunakan teknologi informasi.
Peningkatan perlindungan hukum terhadap sumber kekayaan alam Indonesia beserta hasil
ekspresi budaya nasional serta meningkatkan perlindungan dan pelayanan kepada Warga
Negara Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
Percepatan pembentukan dan pendayagunaan ASEAN People Assembly dengan
melibatkan aktor-aktor non-pemerintah di tingkat nasional.
Meningkatkan pendidikan yang berorientasi pada outward looking baik dalam pendidikan

formal maupun pendidikan informal.
Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat hubungan dan kerjasama luar
negeri dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta perlunya edukasi publik supaya
masyarakat dapat memahami realitas hubungan antar bangsa yang kompleks.
Perlu ditingkatkan koordinasi antara Deplu dan instansi-instansi terkait dan kerjasama
dengan berbagai komponen masyarakat.
Apabila dikaitkan dengan akan diberlakukannya ASEAN Community di tahun 2015,
lebih khusus lagi bila mencermati ASCC dengan blueprint nya yang mencakup berbagai
elemen dan rencana aksi seperti telah disebutkan di atas, peluang untuk setiap negara anggota
ASEAN termasuk Indonesia untuk mengembangkan diplomasi multilateral yang
menggunakan multijalur dengan pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai dan budaya
negaranya (seringkali disebut sebagai kearifan lokal) semakin besar mengingat peran
kebijakan pemerintah nasional yang didukung oleh kelembagaan regional yaitu ASEAN
dalam melakukan kerjasama fungsional multilateral. Pengembangan nilai-nilai, norma dan
budaya di masing-masing negara yang diperkuat dengan upaya promosi dan pelestarian
warisan budaya, ditambah dengan upaya perlindungan dari institusi regional yang memiliki
berbagai rencana aksi untuk menciptakan iklim interaksi masyarakat yang sehat, saling
menghargai dan pengertian.
Sumber :
 http://bappenas.go.id/berita-dan-siaran-pers/empat-area-prioritas-kerjasamaasean-socio-cultural-community-tahun-2014/


 http://dunia.tempo.co/read/news/2011/04/29/118331085/asean-sepakat-

prioritaskan-isu-lingkungan-hidup