Analisis Pengaruh Faktor Internal Dan Faktor Eksternal Bank Terhadap Pola Penyaluran Kredit PadaBank-Bank Asing Di Indonesia

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bank

Bank adalah suatu lembaga keuangan, yaitu suatu badan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Karena demikian eratnya kaitan antara bank dan uang, maka bank disebut juga sebagai suatu lembaga yang berniaga uang. Bank menerima simpanan uang dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan. Kemudian uang tersebut dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

Menurut Undang - Undang No. 10 tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk - bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2.1.1 Jenis – Jenis Bank

Adapun jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain (Kasmir, 2010 : 16):

1. Dari segi fungsinya a. Bank Umum

Pengertian Bank Umum menurut UU RI No 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dalam UU RI nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan Bank Umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.


(2)

Pengertian Bank menurut UU RI No 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dalam UU RI nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan BPR adalah Bank bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Dari segi kepemilikannya

Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah:

a. Bank milik pemerintah

Dimana akte pendiriannya maupun modalnya dimiiki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah. Adapun yang termasuk bank pemerintah adalah PT. Bank Negara Indonesia Tbk, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT. Bank Mandiri Tbk, dan PT. Bank Tabungan Negara Tbk. Namun Bank Indonesia selaku bank sentral menyebut keempat bank tersebut sebagai bank persero, karena keempat bank tersebut telah go public dan sahamnya tidak sepenuhnya lagi milik pemerintah melaikan sebagian merupakan milik masyarakat.

b. Bank Pemerintah Daerah ( BPD )

BPD merupakan bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh perintah daerah.

c. Bank milik swasta nasional

Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannyapun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula.

d. Bank milik koperasi

Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi.

e. Bank milik asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, bank milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri.

f. Bank milik campuran

Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh Warga Negara Indonesia.

3. Dari segi status a. Bank devisa

Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. b. Bank non devisa

Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devis, sehingga tidak dapat melaksanakan


(3)

transaksi seperti bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara.

4. Dari segi cara menentukan harga

a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional

b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah, aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.

2.1.2 Definisi Bank Asing

Bank asing merupakan kantor cabang dari suatu bank diluar negeri yang saat ini beroperasi di Jakarta dan kantor cabang pembantu di beberapa ibukota provinsi selain Jakarta seperti Semarang, Surabaya, Bandung, Denpasar, Makasar, Ujung Pandang, Medan dan Batam (Siamat, 2005 : 56). Sedangkan menurut Khasmir (2010 : 18), bank kepemilikan asing merupakan bank yang kepemilikannya 100% oleh pihak asing (luar negeri) di Indonesia. Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing.

Bank asing di Indonesia adalah bank asing yang tetap mengikuti badan hukum kantor pusatnya di luar negeri dan merupakan bagian penting dari organisasi kantor pusatnya. Sebagai bank asing, maka strategi pelaksanaan kegiatan operasional serta kebijakan yang diterapkan bank-bank tersebut akan cenderung sarat dengan kepentingan-kepentingan kantor pusatnya diluar negeri.

Dikutip dari berita ANTARA News - Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Mulya E. Siregar, mengatakan pihaknya sedang mengkaji definsi baru untuk keberadaan Bank Asing di Indonesia, dimana definisi itu mempertimbangkan aspek-aspek yang lebih luas. Mulya mengatakan terdapat pertimbangan bahwa apakah definisi Bank Asing juga perlu mencakup


(4)

pengertian bank di Indonesia yang lebih dari 50 persen sahamnya dimiliki asing. Selain itu, kata Mulya, terdapat pula pertimbangan apakah redefinisi juga perlu mencakup pengertian Bank Asing yang kurang dari 50 persen sahamnya dimiliki asing, namun dikendalikan oleh pihak asing.

Mulya mengatakan, memang terdapat urgensi untuk memperjelas definisi Bank Asing. Selama ini, Bank Asing lebih diartikan sebagai institusi perbankan dari negara lain yang membuka kantor cabang di Indonesia. Definisi kategori bank asing harus diperjelas, tidak hanya definisi kantor cabang bank asing. Namun Mulya enggan menjelaskan kapan kajian OJK itu dapat rampung. Kemudian, dia juga belum dapat menegaskan, apakah hasil kajian itu akan dimasukkan dalam bentuk Peraturan OJK atau ke bentuk regulasi lainnya.

Jadi sampai saat ini definisi bank asing adalah kantor cabang dari suatu bank diluar negeri yang beroperasi di Indonesia. Dan tidak menutup kemungkinan redefinisi bank asing ini dilakukan di masa mendatang.

2.1.3 Fungsi dan Peran Bank Asing di Indonesia

Bank asing yang sejak awal tahun 1970-an, tidak di izinkan membuka kantor cabang di Indonesia, sejak pertengahan tahun 1999 diberi kembali kesempatan membuka kantor cabang dengan memenuhi syarat yang di tetapkan. Bank asing yang dapat membuka cabangnya tersebut harus termasuk bank yang memiliki aset 200 terbesar dunia dan memiliki rating minimal A dari lembaga peringkat internasional (Siamat, 2005 : 56).


(5)

Pemberian pelayanan jasa-jasa dalam kegiatan operasional bank asing pada prinsipnya tidak memiliki perbedaan signifikan dengan bank-bank umum swasta nasional, kecuali dalam hal pembatasan pembukaan kantor di wilayah tertentu di Indonesia. Selain itu, bank asing tidak diperkenankan menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan. Disamping itu, segmen usaha bank asing ini adalah penyediaan jasa di bidang investasi bank yang menawarkan jasa di bidang pasar modal.

Diberinya kesempatan bank asing beroperasi Indonesia terkait akan kebutuhan modal asing. Selain itu masuknya bank-bank tersebut ke Indonesia di harapkan dapat mendorong perkembangan perbankan dan perekonomian nasional. Secara umum masuknya bank-bank asing di Indonesia adalah sebagai saluran arus modal untuk ekonomi domestik, meningkatkan kompetisi antar bank dan memperkenalkan produk-produk yang lebih bervariasi.

Dengan statusnya sebagai bank asing terdapat beberapa kelebihan yang dimiliki, terutama dalam hal variasi produk dan batas kredit dengan bank-bank di luar negeri yang memungkinkan bank-bank asing tersebut untuk bertransaksi secara lebih leluasa dengan pasar luar negeri. Berkaitan dengan masih relatif sulitnya penyaluran kredit oleh perbankan, termasuk bank asing, sementara di sisi lain bank-bank tersebut memiliki kelebihan likuiditas, maka sebagai bank komersial yang cenderung berorientasi pada keuntungan bank-bank asing akan melakukan kegiatan atau transaksi dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan profitabilitasnya.


(6)

2.2 Kredit

Menurut Tjoekam (1999 : 1) kata “kredit” berasal dari bahasa latin credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Oleh karena itu, dasar pemikiran perstujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan/bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan. Bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan memberi nilai ekonomi kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada kreditur (bank) stelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur dan debitur.

Menurut Teguh Pudjo Muljono (2001), kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada jangka waktu yang telah

disepakati.

Menurut UU No.10 tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga


(7)

2.2.1 Tujuan Kredit

Perkreditan melibatkan beberapa pihak: kreditur (bank), debitur (penerima kredit), otorita moneter dan bahkan masyarakat pada umumnya.Oleh karena itu, tujuan perkreditan berbeda-beda dantergantung pada pihak-pihak tersebut.

1. Bagi kreditur (Bank) :

 Perkreditan merupakan sumber utama pendapatannya.

 Pemberian kredit merupakan perangsang pemasaran produk-produk lainnya dalam persaingan.

 Perkreditan merupakan instrumen penjaga likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas bank.

2. Bagi debitur :

 Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha lebih lancar dan kinerja usaha semakin baik daripada sebelumnya.  Kredit meningkatkan minat berusaha dan keuntungan sebagai

jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan.

 Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan.

3. Bagi otoritas :

 Kredit berfungsi sebagai instrumen moneter.

 Kredit berfungsi untuk menciptakan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja yang memperluas sumber pendapatan dan kemungkinan membuka sumber-sumber pendapatan negara.


(8)

 Kredit berfungsi sebagai instrumen untuk ikut serta meningkatkan mutu manajemen dunia usaha sehingga terjadi efisiensi dan mengurangi semua pemborosan di semua lini.

4. Bagi masyarakat :

Kredit dapat menimbulkan backward dan foreward linkage dalam kehidupan perekonomian.

 Kredit mengurang pengangguran, karena membuka peluang berusaha, bekerja, dan pemerataan pendapatan.

 Kredit meningkatkan fungsi pasar karena ada peningkatan daya beli.

2.2.2 Jenis Kredit

Menurut Kasmir (2002 : 99) jenis-jenis kredit yang disalurkan bank secara umum dapat dilihat dari berbagai segi adalah sebagai berikut :

1. Dilihat dari Segi Kegunaan

Maksudnya adalah untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan utama atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari segi kegiatan terdapat dua jenis kredit, yaitu :

a. Kredit Investasi

Yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru dimana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.

b. Kredit Modal Kerja

Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh, kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

2. Dilihat dari Segi Tujuan Kredit

Apakah bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan adalah sebagai berikut :


(9)

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang dan jasa. b. Kredit Konsumtif

Merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi.

c. Kredit Perdagangan

Merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.

3. Dilihat dari Segi Jangka Waktu

Artinya lamanya masa pemberian kredit mulai dari pertama kali diberikan sampai masa pelunasannya. Jenis kredit ini adalah sebagai berikut :

a. Kredit Jangka Pendek

Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

b. Kredit Jangka Menengah

Jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun. Kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja.

c. Kredit Jangka Panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang yaitu diatas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan juga untuk kredit perumahan.

4. Dilihat dari Segi Jaminan

Maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit ini adalah sebagai berikut :

a. Kredit dengan Jaminan

Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya, setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.

b. Kredit tanpa Jaminan

Yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan.

5. Dilihat dari Segi Sektor Usaha

Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Jenis kredit ini adalah sebagai berikut :

a. Kredit Pertanian

Merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat.


(10)

Kredit diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek misalnya peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti kambing atau sapi.

c. Kredit Industri

Yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah atau besar.

d. Kredit Pertambangan

Yaitu jenis kredit untuk usaha tambang yang dibiayai, biasanya dalam jangka panjang seperti tambang emas, minyak, atau timah.

e. Kredit Pendidikan

Merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar.

f. Kredit Profesi

Diberikan kepada kalangan para profesional seperti dosen, dokter atau pengacara.

g. Kredit Perumahan

Yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan.

2.3 Faktor Internal Bank

Menurut Mulyono (1996:210) faktor-faktor internal yang mempengaruhi volume penyaluran kredit antara lain:

• Sifat usaha dan segmen pasar bank itu sendiri,

Financial position seperti capital adequacy ratio, aktiva tertimbang menurut resiko, batas maksimum pemberian kredit,

• Kemampuan dalam menghimpun dana, terutama dana pihak ketiga, kualitas aktiva produktifnya, terutama kualitas kredit,

• Faktor-faktor produksi yang tersedia di bank seperti kemampuan manajemen.

Menurut Warjiyo (2005:435) “perilaku penawaran atau penyaluran kredit perbankan dipengaruhi oleh suku bunga, persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan faktor lain seperti karakteristik internal bank yang meliputi sumber dana pihak ketiga, permodalan yang dapat diukur dengan rasio kecukupan modal dan jumlah kredit bermasalah. Muliaman Hadad (2004:22) menambahkan selain faktor-faktor tersebut, faktor profitabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin


(11)

dalam return on assets juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit.

Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor internal bank itu meliputi seluruh rasio keuangan bank atau posisi keuangan bank seperti dana pihak ketiga, permodalan, profitabilitas, kualitas kredit dan lain-lain.

2.3.1 Capital Adiquency Ratio

Capital adiquency ratio (CAR) adalah rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Menurut Siamat (2005 : 209) CAR merupakan rasio kecukupan pemenuhan modal minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku.CAR menunjukkan sejauh mana penurunan aset bank masih dapat ditutup oleh modal bank yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank. Sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/21/PBI/2001 tahun 2001 bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut resiko.

Menurut Siamat (2005 : 293) modal kantor cabang dari bank yang berkedudukan diluar negeri adalah :

dana bersih kantor pusat dan kantor-kantor cabangnya diluar Indonesia (net head office funds). Adapun komponen dana bersih tersebut adalah sebagai berikut :

a. Cadangan yang dibentuk oleh kantor cabang di Indonesia yang berasal dari laba setelah pajak baik berupa cadangan modal, cadangan umum, dan cadangan tujuan.


(12)

Yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap adalah maksimum sebesar 1,25% dari jumlah Aktiva TertimbangMenurut Resiko.

c. Cadangan revaluasi aktiva tetap

Yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jendral Pajak.

d. Laba yang ditahan

Yaitu saldo laba setelah diperhitungkan pajak oleh kantor pusatnya diputuskan untuk ditahan di kantor cabangnya di Indonesia.

e. Laba tahun lalu

Yaitu seluruh laba bersih dari tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, dan belum ditetapkan penggunaanya oleh kantor pusat. Dalam hal bank mempunyai saldo rugi tahun-tahun lalu, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang modal.

f. Laba tahun berjalan

Yaitu laba yang diperolah dalam tahun buku berjalan stelah dikurangi taksiran-taksiran utang pajak. Jumlah laba tahun berjalan tersebut yang diperhitungkan sebagai modal hanya sebesar 50%. Dalam hal tahun buku berjalan bank mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang modal.

g. Selisih antara penerimaan dalam segala bentuk diluar butir a s/d f dari kantor pusat, dan/atau kantor-kantor cabang bank di luar Indonesia kepada kantor cabangnya di Indonesia, dengan penempatan dana dalam segala bentuk di luar butir a s/d f dari kantor cabangnya di Indonesia kepada kantor pusat dan/atau kantor-kantor cabangnya di luar Indonesia (Net Inter OfficeFund/NIOF) yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Apabila posisi NIOF yang sebenarnya lebih besar dari NIOF yang sudah ditetapkan, maka diperhitungkan sebagai modal adalah NIOF yang sebenarnya. Dalam hal posisi NIOF negatif, maka jumlah tersebut merupakan penguran dari modal.

CAR dirumuskan sebagai berikut :

CAR = Total Capitalx 100 % Risk weighted assets 2.3.2 Return on Asset

Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitas


(13)

dan mengelola tingkat efisiensi usaha bank secara keseluruhan. ROA dipilih sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara total laba terhadap total aset. Semakin besar ROA menunjukan kinerja keuangan yang semakin baik karena, tingkat pengembalian semakin besar. “Apabila ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga kredit yang disalurkan juga meningkat. ROA dirumuskan sebagai berikut:

ROA = Net Income x 100% Total Asset

2.3.3 Operating Expenses to Operating Income (BOPO)

Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Standar terbaik BOPO menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/9/PBI/2004 adalah 92%. Rasio BOPO dirumuskan sebagai berikut:


(14)

BOPO = Operating Expensesx 100 % Operating Income

2.3.4 Non Performing Loan

Bank Indonesia menetapkan jenjang mutu kredit berdasarkan kolektibilitas kredit, dimana kolektibilitas itu sendiri merypakan suatu kondisi pembayaran pokok atau angsuran pokok, bunga dan tingkat kemungkinan diterima kembali dana yang ditanamkan dalam surat berharga atau penanaman lainnya. Jadi kolektibilitas itu pada prinsipnya berdasarkan lamanya waktu penyelesaian kewajiban nasabah berupa prinsipal/angsuran prinsipal, bunga, dan overdraft serta kemungkinan lainnya, sehingga jenjang mutu kredit dimaksud adalah kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet.

Menurut Rivai (dalam Bhakti, 2009 : 20), kredit bermasalh merupakan kredit yang mengalami kesulitan dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, pembayaran bunga, pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.

Adapun kredit menurut kualitasnya digolongkan sebagai berikut: 1. Kredit lancar kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria:

a. Pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu. b. Memiliki mutasi rekening yang aktif.

c. Bagian kredit yang dijamin dengan jaminan tunai.

2. Kreedit dalam perhatian khusus. Kredit yang digolongkan kedalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria:


(15)

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok bunga yang belum melampaui 90 hari.

b. Kadang-kadang terjadi cerukan. c. Mutasi rekening relatif aktif.

d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kintrak yang diperjanjikan. e. Didukung pinjaman yang baru.

3. Kredit kurang lancar. Kredit yang digolongkan kedalam kurang lancar apabila memenuhi kriteria:

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui 90 hari.

b. Sering terjadi cerukan.

c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah.

d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari sembilan puluh hari.

e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi nasabah. f. Dokumentasi pinjaman yang lemah.

4. Kredit diragukan. Kredit yang digolongkan kedalam diragukan apabila memenuhi kriteria:

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui 180 hari.

b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen. c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari.


(16)

d. Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

5. Kredit macet. Kredit yang digolongkan kedalam kredit macet apabila memenuhi kriteria:

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui 270 hari.

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru.

c. Dari segi hukum maupaun kondosi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

NPL merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bankdalammenutupirisiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pularisiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harusmelakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembalikewajibannya. Setelah kredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan terhadappenggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhikewajibannya. Bank melakukan peninjauan, penilaian, dan pengikatan terhadapagunan untuk memperkecil risiko kredit. Agar kinerja berapor biru makasetiap bank harus menjaga NPL-nya dibawah 5%, hal ini sejalandengan ketentuan Bank Indonesia.Adapun NPL dirumuskan sebagai berikut :

NPL =Total Non Performing Loan x 100 % Total Loans


(17)

2.4 Faktor Eksternal Bank

Menurut Siamat (2005 : 279) faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi manajemen bank meliputi faktor diluar kendali bank, yaitu:

a. Kebjakan moneter.

b. Fluktuasi nilai tukar dan tingkat inflasi. c. Volatilitas tingkat bunga.

d. Sekuritisasi.

e. Treasury management. f. Globalisasi.

g. Persaingan antar bank maupun lembaga keuangan nonbank. h. Perkembangan teknologi.

i. Inovasi instrumen keuangan.

Pada penelitian ini peneliti hanya akan memasukkan variabel BI Rate sebagai variabel yang mewakili faktor eksternal bank karena BI Rate merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate ini timbul ketika inflasi mengalami peningkatan. Oleh karena itu, BI Rate dianggap dapat mewakili faktor eksternal bank.

2.4.1 BI Rate

BI Rate merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan di umumkan pada publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.

Sasaran operasional kebijakan moneter diceminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUABO/N). Pergerakan suku


(18)

bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan disuku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Suku bunga kredit inilah yang pada akhirnya mempengaruhi bank dalam menyalurkan kreditnya.

Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi kedepan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI rate apabila inflasi kedepan diperkirakan berada dibawah sasaran yang telah ditetapkan.

2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan referensi

dalam penelitian ini antara lain:

1. Fransisca (2008) dengan judul “Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Volume Kredit pada Bank Yang Go Public di Indonesia”. )”. Pada penelitiannya, peneliti memakai 4 variabel yang mempengaruhi kebijakan penyaluran kredit pada bank yang go public di indonesia yaitu DPK, CAR, ROA, dan NPL.Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DPK berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kredit sedangkan CAR dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume kredit perbankan. Untuk variabel NPL berpengaruh negatip dan tidak signifikan terhadap volume kredit perbankan.


(19)

2. Tan Henry (2008) dengan judul “ Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Bank Asing dan Bank Umum di Indonesia”. Pada penelitiannya, peneliti memakai 4 variabel untuk mengukur kinerja keuangan antara bank asing dan bank umum yaitu ROA, BOPO, NPL dan LDR. Berdasarkan hasil analisis terhadap keseluruhan kelompok bank dengan menggunakan metode Independent samples T-test diperoleh hasil estimasi sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio LDR bank asing dengan bank domestik, dimana bank asing mempunyai rata-rata yang jauh lebih tinggi dari bank domestik.

b. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio ROA bank asing dengan bank domestik, dimana bank asing mempunyai rata-rata yang jauh lebih tinggi dari bank domestik. ROA yang lebih tinggi dari bank domestik ini merupakan suatu hal yang berdampak negatif bagi kondisi perbankan kita, karena semakin tingginya laba pendapatan yang mereka dapatkan berarti itu merupakan keuntungan bagi negara asalnya, karena semua keuntungan tersebut akan dana segar bagi negaranya tersebut.

c. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio BOPO bank asing dengan bank domestik, dimana bank asing mempunyai rata-rata yang jauh lebih rendah dari bank domestik, dari rasio BOPO bank asing mempunyai tingkat efisiensi yang cukup tinggi.


(20)

d. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio NPL bank asing dengan bank domestik, dimana bank asing mempunyai rata-rata yang jauh lebih tinggi dari bank domestic, NPL yang lebih tinggi dari bank domestik ini dikarenakan bank asing lebih tinggi tingkat penyaluran kreditnya sehingga resiko kredit yang macet lebih tinggi. Kondisi tersebut diatas, tentunya dapat menjadi pertimbangan dalam menetapkan kebijakan terhadap peningkatan peranan bank asing dalam melakukan penyaluran kredit sehingga bank asing dapat lebih berperan dalam perkembangan ekonomi domestik dan menjadi motivator investor asing untuk kembali berinvestasi di Indonesia.

3. Billy Arma Pratama (2010) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia pada Tahun 2005-2009)”. Pada penelitiannya, peneliti memakai 4 variabel yang mempengaruhi kebijakan penyaluran kredit pada bank umum yaitu DPK, CAR, NPL, dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. CAR dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Sementara suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan.


(21)

4. Oktaviani (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh DPK, ROA, CAR, NPL, dan jumlah SBI terhadap penyaluran kredit perbankan. Variabel independen yang digunakan adalah DPK, ROA, CAR, NPL, dan jumlah SBI. Penelitian tersebut menyatakan bahwa DPK dan CAR berpengaruh positif signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan, sedangkan ROA dan NPL berpengaruh positif tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan, dan SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan.

5. Asri Dian Syah Putra (2014) dengan judul “Analisis Pola Penyaluran Kredit pada Bank-Bank Asing di Indonesia”. Pada penelitiannya, peneliti memakai 3 variabel yang mempengaruhi kebijakan penyaluran kredit pada bank asing di indonesia yaitu CAR, NPL, dan BI Rate. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi data panel. Dari hasil penelitiaanya menunjukkan bahwa variabel CAR, NPL dan BI Rate dapat menjelaskan variabel kredit sebesar 88,23% sedangkan 11,17% dijelaskan oleh variabel lainnya. Koefisien CAR dan BI Rate adalah negatip, artinya ada pengaruh negatif antara CAR dan BI Rate dengan kredit. Sedangkan koefisien NPL adalah positif, artinya ada pengaruh positif antara NPL dengan kredit


(22)

Tabel 2.1

Ringkasan Peneliti Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian

Hasil Penelitian 1. Fransisca

(2008)

Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Volume Kredit pada Bank Yang Go Public di Indonesia Variabel independen adalah DPK, CAR, ROA, dan NPL. Variabel dependen adalah kredit Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DPK berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kredit sedangkan CAR dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume kredit perbankan. Untuk variabel NPL berpengaruh negatip dan tidak signifikan terhadap volume kredit perbankan.

2. Tan Henry (2008)

Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Bank Asing dan Bank Umum di Indonesia

Variabel ROA, BOPO, NPL dan LDR

Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio LDR, ROA, dan LDR bank asing dengan bank domestik, dimana bank asing mempunyai rata rata yang jauh lebih tinggi dari bank domestik.

Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio BOPO bank asing dengan bank domestik, dimana bank asing mempunyai rata-rata yang jauh lebih rendah dari bank

domestik, dari rasio BOPO bank asing mempunyai tingkat efisiensi yang cukup tinggi.

3. Billy Arma Pratama (2010) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan Variabel independen DPK, CAR, NPL, dan Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap


(23)

(Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia pada Tahun 2005-2009) Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Variabel dependen adalah kredit penyaluran kredit perbankan. CAR dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Sementara suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit

perbankan. 4. Oktaviani

(2012)

Pengaruh DPK, ROA, CAR, NPL, dan Jumlah SBI terhadap Penyaluran Kredit Perbankan Variabel independen DPK, ROA, CAR, NPL, dan jumlah SBI. Variabel dependen Kredit Penelitian tersebut menyatakan bahwa DPK dan CAR berpengaruh positif signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan,

sedangkan ROA dan NPL berpengaruh positif tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan, dan SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. 5. Asri Dian

Syah Putra (2014)

Analisis Pola Penyaluran Kredit pada Bank-Bank Asing di Indonesia

Variabel independen adalahCAR , NPL, dan BI Rate Variabel dependen adalah kredit

Dari hasil penelitiaanya menunjukkan bahwa variabel CAR, NPL dan BI Rate dapat

menjelaskan variabel kredit sebesar 88,23% sedangkan 11,17% dijelaskan oleh variabel lainnya. Koefisien CAR dan BI Rate adalah negatip, artinya ada pengaruh negatif antara CAR dan BI Rate dengan kredit. Sedangkan

koefisien NPL adalah positif, artinya ada pengaruh positif antara NPL dengan kredit.


(24)

2.6 Kerangka Konseptual

Bank sebagai lembaga intermediasi memiliki fungsi untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit tidak terkecuali juga untuk bank asing. Dalam menyalurkan kredit selisih dari bunga kredit dan tabungan tersebut merupakan pendapatan dari bank itu sendiri. Sehingga kebijakan penyaluran kredit ini harus diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi masalah di kemudian hari yang dapat mengganggu kredibilitas bank itu sendiri, seperti menurunnya kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya.

Dalam kebijakan penyaluran kredit, bank asing harus memperhatikan faktor yang mempengaruhinya baik itu faktor yang berasal dari internal keuangan bank maupun kondisi eksternal bank. Faktor internal keuangan bank tersebut baik dari sisi permodalan, profitabilitas, efisiensi manajemen maupun kredit bermasalah. Sedangkan dari kondisi eksternal baik itu dari kebijakan pemerintah maupun kondisi lainnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan variabel yang meliputi CAR, ROA, BOPO, NPL dan BI Rate.

Berdasarkan uraiaan diatas maka kerangka konseptual dapat dijelaskan pada gambar berikut ini


(25)

Faktor Internal Bank:

H1

H2

H3

H4

H5

H6

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis Penelitian

2.7.1 Pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR) terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

Agar dapat menyalurkan kreditnya dengan lancar, bank harus memiliki modal yang cukup untuk menunjang aktiva yang mungkin mengandung atau menghasilkan risiko. Tingkat kecukupan modal ini dapat diukur menggunakan CAR. Menurut Dendawijaya (2005: 122) CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula dana yang dapat digunakan untuk

CAR (X1)

BOPO (X3) ROA (X2)

NPL (X4)

Faktor Eksternal Bank: BI Rate (X5)

Kredit

(Y)


(26)

menyalurkan kredit dan mengantisipasi risiko kerugian akibat penyaluran kredit tersebut.

H1 : CAR berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.

2.7.2 Pengaruh Return on Asset (ROA)terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

Penyaluran kredit perbankan dianggap sebagai suatu indikator penting dalam mendorong kegiatan ekonomi di negara berkembang. Return on Assets (ROA) adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aset bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan bank sehingga diperkirakan bahwa ROA dan pertumbuhan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bahwa bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan bunga.

H2 : Return on Asset berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.

2.7.3 Pengaruh Operating Expenses to Operating Income (BOPO) terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

Operating Expenses to Operating Income (BOPO) menunjukkan tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Dalam analisis ini maka rasio BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien sehingga apabila bank tetap menyalurkan kredit maka bank akan mengalami negative interest rates spread. Kondisi tersebut menyebabkan bank akan mengurangi


(27)

penyaluran kredit untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan cenderung mengalihkan investasinya dalam surat berharga atau fee based income.

H3 : Operating Expenses to Operating Income(BOPO)berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.

2.7.4 Pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

Pemberian kredit yang dilakukan dapat mengandung risiko tidak lancarnya pembayaran kredit atau yang disebut kredit bermasalah yang dapat mengurangi keuntungan optimal dan dapat menghambat aktivitas bank. Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat mempengaruhi besarnya ekspansi kredit. Sehingga, jika tingkat NPL tinggi maka bank akan kesulitan dalam menyalurkan kreditnya kepada masyarakat.

H4 : Non Performing Loan berpengaruh terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

2.7.5 Pengaruh BI Rate terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

BI Rate merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate ini timbul ketika inflasi mengalami peningkatan. Dengan ditetapkannya BI Rate sebagai solusi masalah atas meningkatnya inflasi, maka suku bunga simpanan meningkat dan diikuti dengan suku bunga pinjaman agar tidak terjadi negative spread. Dengan meningkatnya suku bunga pinjaman, tentu


(28)

masyarakat tidak mau melakukan peminjaman dan menyebabkan bank tersendat dalam menyalurkan dananya.

H5 : BI Rate berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.

H6 : CAR, ROA, BOPO, NPL dan BI Rate secara simultan berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.


(1)

(Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia pada Tahun 2005-2009) Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Variabel dependen adalah kredit penyaluran kredit perbankan. CAR dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Sementara suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit

perbankan. 4. Oktaviani

(2012)

Pengaruh DPK, ROA, CAR, NPL, dan Jumlah SBI terhadap Penyaluran Kredit Perbankan Variabel independen DPK, ROA, CAR, NPL, dan jumlah SBI. Variabel dependen Kredit Penelitian tersebut menyatakan bahwa DPK dan CAR berpengaruh positif signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan,

sedangkan ROA dan NPL berpengaruh positif tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan, dan SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. 5. Asri Dian

Syah Putra (2014)

Analisis Pola Penyaluran Kredit pada Bank-Bank Asing di Indonesia

Variabel independen adalahCAR , NPL, dan BI Rate Variabel dependen adalah kredit

Dari hasil penelitiaanya menunjukkan bahwa variabel CAR, NPL dan BI Rate dapat

menjelaskan variabel kredit sebesar 88,23% sedangkan 11,17% dijelaskan oleh variabel lainnya. Koefisien CAR dan BI Rate adalah negatip, artinya ada pengaruh negatif antara CAR dan BI Rate dengan kredit. Sedangkan

koefisien NPL adalah positif, artinya ada pengaruh positif antara NPL dengan kredit.


(2)

2.6 Kerangka Konseptual

Bank sebagai lembaga intermediasi memiliki fungsi untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit tidak terkecuali juga untuk bank asing. Dalam menyalurkan kredit selisih dari bunga kredit dan tabungan tersebut merupakan pendapatan dari bank itu sendiri. Sehingga kebijakan penyaluran kredit ini harus diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi masalah di kemudian hari yang dapat mengganggu kredibilitas bank itu sendiri, seperti menurunnya kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya.

Dalam kebijakan penyaluran kredit, bank asing harus memperhatikan faktor yang mempengaruhinya baik itu faktor yang berasal dari internal keuangan bank maupun kondisi eksternal bank. Faktor internal keuangan bank tersebut baik dari sisi permodalan, profitabilitas, efisiensi manajemen maupun kredit bermasalah. Sedangkan dari kondisi eksternal baik itu dari kebijakan pemerintah maupun kondisi lainnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan variabel yang meliputi CAR, ROA, BOPO, NPL dan BI Rate.

Berdasarkan uraiaan diatas maka kerangka konseptual dapat dijelaskan pada gambar berikut ini


(3)

Faktor Internal Bank:

H1

H2

H3

H4

H5

H6

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis Penelitian

2.7.1 Pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR) terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

Agar dapat menyalurkan kreditnya dengan lancar, bank harus memiliki modal yang cukup untuk menunjang aktiva yang mungkin mengandung atau menghasilkan risiko. Tingkat kecukupan modal ini dapat diukur menggunakan CAR. Menurut Dendawijaya (2005: 122) CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula dana yang dapat digunakan untuk

CAR (X1)

BOPO (X3) ROA (X2)

NPL (X4)

Faktor Eksternal Bank: BI Rate (X5)

Kredit

(Y)


(4)

menyalurkan kredit dan mengantisipasi risiko kerugian akibat penyaluran kredit tersebut.

H1 : CAR berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.

2.7.2 Pengaruh Return on Asset (ROA)terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

Penyaluran kredit perbankan dianggap sebagai suatu indikator penting dalam mendorong kegiatan ekonomi di negara berkembang. Return on Assets (ROA) adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aset bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan bank sehingga diperkirakan bahwa ROA dan pertumbuhan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bahwa bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan bunga.

H2 : Return on Asset berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.

2.7.3 Pengaruh Operating Expenses to Operating Income (BOPO) terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

Operating Expenses to Operating Income (BOPO) menunjukkan tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Dalam analisis ini maka rasio BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien sehingga apabila bank tetap menyalurkan kredit maka bank akan mengalami negative interest rates spread. Kondisi tersebut menyebabkan bank akan mengurangi


(5)

penyaluran kredit untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan cenderung mengalihkan investasinya dalam surat berharga atau fee based income.

H3 : Operating Expenses to Operating Income(BOPO)berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.

2.7.4 Pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

Pemberian kredit yang dilakukan dapat mengandung risiko tidak lancarnya pembayaran kredit atau yang disebut kredit bermasalah yang dapat mengurangi keuntungan optimal dan dapat menghambat aktivitas bank. Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat mempengaruhi besarnya ekspansi kredit. Sehingga, jika tingkat NPL tinggi maka bank akan kesulitan dalam menyalurkan kreditnya kepada masyarakat.

H4 : Non Performing Loan berpengaruh terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

2.7.5 Pengaruh BI Rate terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

BI Rate merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate ini timbul ketika inflasi mengalami peningkatan. Dengan ditetapkannya BI Rate sebagai solusi masalah atas meningkatnya inflasi, maka suku bunga simpanan meningkat dan diikuti dengan suku bunga pinjaman agar tidak terjadi negative spread. Dengan meningkatnya suku bunga pinjaman, tentu


(6)

masyarakat tidak mau melakukan peminjaman dan menyebabkan bank tersendat dalam menyalurkan dananya.

H5 : BI Rate berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.

H6 : CAR, ROA, BOPO, NPL dan BI Rate secara simultan berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan.