Analisis Perbandingan Nilai Iri Berdasarkan Variasi Rentang Pembacaan Naasra

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1PENGERTIAN JALAN

Menurut Undang–Undang RI No.22 Tahun 2009 yang dimaksud dengan jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada dibawah permukaan tanah, diatas pemukaaan tanah, dibawah permukaan air, serta diatas pemukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Jalan mempunyai peranan untuk mendorong pembangunan semua satuan wilayah pengembangan, dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah. Jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah lainnya agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah serta membentuk strukur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.

Jaringan jalan mempunyai peranan yang strategis dan penting dalam pembangunan, untuk itu harus dikelola dengan baik agar dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Sesuai dengan karakteristiknya, jaringan jalan selalu cenderung mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan pada perkerasan jalan. Maka untuk memperlambat kecepatan penurunan kondisi dan mempertahankan kondisi pada tingkat yang layak, jaringan jalan tersebut perlu dikelola pemeliharaannya dengan baik agar jalan tersebut tetap dapat berfungsi sepanjang waktu. Masalah di dalam pemeliharaan jalan


(2)

adalah merupakan masalah umum yang selalu dihadapi Negara-negara di dunia, baik oleh Negara-negara sedang berkembang bahkan juga oleh Negara-negara sudah berkembang. Menurut hasil studi Bank Dunia, disebutkan bahwa setiap pengurangan US$1 terhadap biaya pemeliharaan jalan akan mengakibatkan kenaikan biaya operasional kendaraan sebesar US$2 sampai US$3 karena jalan menjadi lebih rusak. Kondisi ini akhirnya akan membebani perekonomian secara keseluruhan.

II.2KLASIFIKASI JALAN

Menurut UU No.38 Tahun 2004 tentang jalan, sesuai dengan peruntukannya jalan dibedakan atas:

A.Jalan Khusus

Jalan ini dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri dan bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkannya. Termasuk jalan khusus tersebut antara lain adalah: jalan dalam kawasan pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jasa inspeksi pengairan, jalan di kawasan industri, dan jalan di kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada pemerintah.

B.Jalan umum

Jalan ini diperuntukkan bagi lalu intas umum, jalan umum ini dapat dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelasnya.


(3)

Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hierarkis. Penyusunan sistem jaringan jalan dilakukan dengan mangacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar dan/atau di dalam kawasan perkotaan, dan kawasan pedesaan. Sistem jaringan jalan ini dibedakan atas :

II.2.1.1 Sistem Jaringan Jalan Primer

Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pembangunan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Penyusunan sistem jaringan jalan primer dilakukan mengikuti rencana tata ruang dan memperhatikan keterhubungan antarkawasan perkotaan yang merupakan pusat-pusat sebagai berikut:

• Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan, dan • Menghubungkan antar kegiatan nasional.

II.2.1.2 Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Penyesuaian sistem jaringan jalan sekunder ini dilakukan dengan mengikuti rencana tata ruang wilayah kota/kabupaten yang menghubungkan secara menerus kawasan-kawasan


(4)

yang mempunyai fungsi primer, fungus sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.

II.2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya

Berdasarkan sifat dan pergerakan lalu lintas serta angkutan, jalan dibedakan atas :

• Jalan Arteri

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi dengan berdaya guna.

• Jalan Kolektor

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

• Jalan Lokal

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

• Jalan Lingkungan

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.


(5)

Fungsi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan yang terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder dibedakan lagi atas :

1. Jalan Arteri Primer 2. Jalan Kolektor Primer 3. Jalan Lokal Primer 4. Jalan Lingkungan Primer 5. Jalan Arteri Sekunder 6. Jalan Kolektor Sekunder 7. Jalan Lokal Sekunder 8. Jalan Lingkungan Sekunder

II.2.3Klasifikasi Jalan Menurut Status

Menurut statusnya, jalan umum dikelompokkan menjadi jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

• Jalan Nasional

Merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi dan jalan strategis nasional , serta jalan tol. Wewenang penyelenggaraan jalan nasional dilakukan oleh pemerintah pusat melalui menteri pekerjaan umum.

• Jalan Provinsi

Merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibokota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar


(6)

ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Wewenang penyelnggaraan jalan ini dilakukan oleh pemerintah provinsi.

• Jalan Kabupaten

Merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Kewenangan penyelenggaraan jalan ini dilakukan oleh pemerintah kabupaten.

• Jalan Kota

Merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil. Serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Kewenangan penyelenggaraan jalan ini dilakukan oleh pemerintah kota. • Jalan Desa

Merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Kewenangan penyelenggaraan jalan ini dilakukan oleh pemerintah kabupaten.

II.2.4 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelas

Guna keperluan pengaturan penggunaan dan kelancaran lalu lintas, jalan dibagi atas beberapa kelas jalan, yaitu sebagai berikut:


(7)

II.2.4.1 Berdasrkan Penggunaan

Pada penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan, yaitu:

• Jalan Kelas I

Yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 10 ton.

• Jalan Kelas II

Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal ysng dspst dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 8 ton.

• Jalan Kelas III A

Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 8 ton.

• Jalan Kelas III B

Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak


(8)

melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 8 ton.

• Jalan Kelas III C

Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 8 ton.

• Jalan Khusus

Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.

II.2.4.2 Berdasarkan Spesifikasi

Menurut undang-undang jalan yang ada, pengelompokan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan ini adalah sebagai berikut:

• Jalan Bebas Hambatan (Freeway)

Yaitu jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jala, paling sedikit 2 lajur setiap arah, lebar lajur sekurang-kurangnya 3,5 meter dan dilengkapi dengan median.


(9)

Yaitu jalan umum bagi lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 lajur setiap arah, lebar lajur sekurang-kurangnya 3,5 meter.

• Jalan Sedang (Road)

Yaitu jalan umum dengan lalu lintas sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar paling sedikit 7 meter.

• Jalan Kecil (Street)

Yaitu jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 lajur 2 arah dengan lebar paling sedikit 5,5 meter.

II.3 Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang diletakkan di atas lapisan tanah dasar yang berfungsi untuk memikul beban lalu lintas. Struktur perkerasan harus mampu mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar dengan cara menyebarkan pada lapisan perkerasan tanpa menimbulkan lendutan pada lapis perkerasan yang dapat merusak struktur perkerasan itu sendiri. Berdasarkan jenis bahan pengikatnya, struktur perkerasan jalan dapat dibedakan atas tiga jenis meliputi, (Silvia Sukirman, 1999).

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan baban lalu lintas ke tanah dasar.

b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton


(10)

dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.

Table 2.1 Perbedaan antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur.

No Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Komponen perkerasan terdiri dari pelat beton yang terletak di tanah atau lapisan material granural pondasi bawah (subbase).

Kebanyakan digunakan untuk jalan kelas tinggi.

Pencampuran adukan beton mudah dikontrol.

Umur rencana dapat mencapai 40 tahun.

Lebih tahan terhadap drainase yang buruk.

Biaya awal pembangunan lebih tinngi.

Biaya pemeliharaan kecil.

Kekuatan perkerasaan lebih ditentukan oleh kekuatan pelat beton.

Tebal struktur perkerasan adalah tebal pelat betonnya.

Komponen perkerasan terdiri dari lapis aus, lapis pondasi (base) dan pondasi bawah (subbase).

Digunakan untuk semua kelas jalan dan tingkat volume lalu lintas.

Pengontrolan kualitas campuran lebih rumit.

Umur rencana lebih pendek, yaitu sekitar 20 tahun, jadi kurang dari perkerasan kaku.

Kurang tahan terhadap drainase buruk.

Biaya awal pembangunan lebih rendah.

Biaya pemeliharaan lebih besar. Kekuatan perkerasan ditentukan oleh kerjasama setiap komponen lapisan perkerasan.

Tebal perkerasan adalah seluruh lapisan pembentuk perkerasan di atas tanah dasar.

Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2009). Pemeliharaan Jalan Raya. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(11)

Salah satu jenis perkerasanyang paling umum digunakan adalah perkerasan lentur. Hampir 80% dari total pajang jalan di Indonesia merupakan perkerasan lentur. Sebagaimana struktur perkerasan pada umumnya, perkerasan lentur juga akan mengalami defisiensi atau penurunan kinerja akibat pengaruh beban lalu lintas dan lingkungan seiring dengan berjalannya umur rencana perkerasan. Sehingga struktur perkerasan akan membutuhkan upaya-upaya pemeliharaan untuk menjaga kinerjanya.

Untuk mempertahankan kinerja perkerasan, diperlukan beberapa tindakan perbaikan kerusakan, baik berupa pemeliharaan rutin yang dilakukan setiap tahun maupun pemeliharaan berkala yang biasanya dilakukan setiap dua atau tiga tahun sekali. Keseluruhan pemeliharaan tersebut bertujuan untuk menjaga kinerja perkerasan agar dapat memberikan pelayanan sampai akhir umuur rencananya.

II.3.1 Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan

Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan yang ada di bawahnya, sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang dieruma oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari:


(12)

Lapis permukaan struktur perkerasan lentur terdiri atas campuran mineral agregat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak diatas lapis pondasi.

Fungsi lapis permukaan antara lain:

a. Lapis perkerasan penahan beban roda, dimana lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanannya.

b. Sebagai lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisa-lapisan tersebut. c. Sebagai lapis aus (wearing course), dimana lapisan ini yang langsung

menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

d. Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.

Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut, pada umunya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.

2. Lapisan pondasi atas (Base Course)

Lapisan pondasi atas adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di bawah lapis permukaan dan diatas pondasi bawah dan jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah maka langsung diltempatkan diatas tanah dasar.


(13)

a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.

b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

3. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course)

Lapisan pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi atas. Biasanya terdiri dari atas lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak.

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan Plastisitas Indeks (PI) ≤ 10%.

b. Effisiensi dalam penggunaan material yang relative lebih murah agar lapisan-lapisan diatasnya dapat dikurangi tingkat ketebalannya sehingga sekaligus menghemat biaya konstruksi.

c. Sebagai lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancer. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat berat.


(14)

4. Lapisanan tanah dasar

Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat.

II.3.2 Kerusakan Perkerasan Lentur

A. Kerusakan Struktural

Kerusakan structural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau keseluruhannya, yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu mendukung beban lalu lintas. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara pemberian lapisan ulang (overlay) atau perbaikan kembali terhadap lapisan perkerasan yang ada.

B. Kerusakan Fungsional

Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan atau tidak dengan kerusakan structural. Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang


(15)

diinginkan. Untukk itu lapisan permukaan perkerasan harus dirawat agar permukaan kembali baik.

Menurut Situmorang, dkk (2009) Pada prinsipnya jenis kerusakan fungsional akan menurunkan tingkat kenyamanan dan keamanan pengguna jalan seperti :

- Meningkatkan kebisingan akibat gesekan roda dan permukaan jalan

- Meningkatkan resiko cipratan air (water splashing) pada saat permukaan basah - Menigkatkan resiko tergelincir saat menikung di saat permukaan basah

- Meningkatkan resiko tergelincir saat mengerem di saat permukaan basah maupun kering

Jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur (aspal), umumnya diklasifikasikan atas 5 bagian (Hary Christady Hardiyatmo, 2009), yaitu:

1. Deformasi 2. Retak

3. Kerusakan tekstur permukaan 4. Kerusakan di pinggir perkerasan

5. Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan jalan rel

II.3.2.1 Deformasi

Deformasi adalah perubahan permukaan jalan dari profil aslinya (sesudah pembangunan). Deformasi merupakan kerusakan penting dari kondisi perkerasan, karena mempengaruhi kualitas kenyamanan lalu-lintas (kekasaran, genangan air yang mengurangi kekesatan permukaan), dan dapat mencerminkan kerusakan


(16)

struktur perkerasan. Mengcu pada AUSTROADS (1987) dan Shanin (1994), beberapa tipe deformasi perkerasan lentur adalah:

Bergelombang (Corrugation)

Bergelombang atau keriting adalah kerusakan oleh akibat terjadinya deformasi plastis yang menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak lurus arah perekerasan aspal. Penyebab kerusakan dimungkinkan oleh terjadinya aksi lalu lintas yang disertai dengan permukaan perkerasan atau lapis pondasi yang tidak stabil serta kadar air dalam lapis pondasi granural (granural base) terlalu tinggi, sehingga tidak stabil. Permukaan perkerasan yang tidak stabil ini, disebabkan karena campuran lapisan aspal yang buruk, mislanya akibat terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyaknya agregat halus, agregat berbentuk bulat dan cincin, atau terlalu lunaknya semen aspal. Tingkat kerusakan keriting dapat diukur berdasarkan kedalaman keriting yang terjadi. Untuk tingkat kerusakan ringan (low) kedalaman < ½ inchi, untuk sedang (medium) kedalaman ½-1 inchi, dan untuk tingkat kerusakan parah (high) kedalaman > 1 inchi.

Gambar 2.1 Corrugation (keriting)


(17)

Alur adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya perkerasan kearah memanjang pada lintasan roda kendaraan. Distorsi permukaan jalan yang membentuk alur-alur terjadi oleh akibat beban lalu lintas yang berulang-ulang pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Penyebab kerusakan kerusakan dimungkinkan oleh

1) Pemadatan lapis permukaan dan pondasi (base) kurang, sehingga akaibat beban lalu lintas lapis pondasi memadat lagi.

2) Kualitas campuran aspal rendah, ditandai dengan gerakan arah lateral dan ke bawah dari campuran aspal di bawah beban roda berat.

3) Gerakan lateral dari satu atau lebih dari komponen pembentuk lapis perkerasan yang kurang padat. Contoh terjadinya alur pada lintas roda yang disebabkan oleh deformasi dalam lapis pondasi atau tanah dasar ditunjukkan dalam gambar 2.2b

4) Tanah dasar lemah atau agregat pondasi (base) kurang tebal, pemadatan kurang, atau terjadi pelemahan akibat infiltrasi air tanah.


(18)

Sungkur (Shoving)

Sungkur (Shoving) adalah perpindahan permanen secara lokal dan memanjang dari permukaan perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Ketika lalu lintas mendorong perkerasan, maka mendadak timbul gelombang pendek di permukaannya. Penggembungan lokal permukaan perkerasan nampak dalam arah sejajar dengan arah lalu lintas dan/atau perpindahan horizontal dari material permukaan, terutama pada arah lalu lintas dimana aksi pengereman atau percepatan sering terjadi. Sungkur melintang juga dapat timbul oleh gerakan lalu lintas membelok. Sungkur biasanya juga terjadi pada perkerasan aspal yang berbatasan dengan perkerasan beton semen Portland (PCC). Perkerasan beton bertambah panjang (oleh karena suhu) dan menekan perkerasan aspal, sehingga terjadi sungkur.

Gambar 2.3 Sungkur (Shoving)Mengembang (Swell)

Mengembang adalah gerakan ke atas lokal dari perkerasan akibat pengembangan (atau pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian struktur perkerasan. Perkerasan yang naik akibat tanah dasar yang mengembang ini dapat menyebabkan retaknya permukaan aspal. Pengembangan dapat


(19)

dikarakteristikkan dengan gerakan perkerasan aspal, dengan panjang gelombang > 3 m. Penyebab kerusakan dimungkinkan oleh mengembangnya material lapisan di bawah perkerasan atau tanah dasar dan tanah dasar perkerasan mengembang, bila kadar air naik. Umunya, hal ini terjadi bila tanah pondasi berupa lempung yang mudah mengembang (lempung montmorillonite) oleh kenaikan air.

Benjol dan Turun (Bump and Sags)

Benjol adalah gerakan atau perpindahan ke atas, bersifat lokal dan kecil, dari permukaan perkerasan aspal sedangkan penurunan (sags) yang juga berukuran kecil, merupakan gerakan ke bawah dari permukaan perkerasan. Bila distorsi dan perpindahan yang terjadi dalam area yang luas dan menyebabkan naiknya area perkerasan secara luas, maka disebut mengembang (swelling).

Kerusakan benjol tidak sama dengan sungkur, di mana kerusakan sungkur diakibatkan oleh perkerasan yang tidak stabil. Jika benjolan nampak mempunyai pola tegak lurus arah lalu lintas dan berjarak satu sama lainkurang dari 10 ft ( 3m ), maka kerusakannya disebut keriting (corrugation).


(20)

II.3.2.2 Retak (Crack)

Retak dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang disebabkan oleh beberapa faktor dan melibatkan mekanisme yang kompleks. Secara teoritis, ratak dapat terjadi bila tegangan tarik yang terjadi pada lapisan aspal melampaui tegangan tarik maksimum yang dapat ditahan oleh perkerasan tersebut. Retak tunggal mungkin dapat ditangani dengan baik dan apabila terdapat banyak retakan dalam area yang luas, perawatan permukaan dapat menjadi pilihan yang tepat untuk perbaikan. Dalam kondisi yang lain, pembongkaran total pada area retakan dan pemasangan drainase mungkin dibutuhkan sebelum perbaikan yang lebih efektif dapat dilakukan. Mengacu pada AUSTROADS (1987), retak pada perkerasan lentur dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu:

Retak Memanjang (Longitudinal Cracks)

Retak berbentuk memanjang pada perkersan jalan, dapat terjadi dalam bentuk memanjang dapat terjadi oleh labilnya lapisan pendukung dari struktur perkerasan. Retak memanjang dapat timbul oleh akibaat beban maupun bukan. Retak yang bukan akibat beban, misalnya oleh akibat adanya sambungan pelaksanaan kea rah memanjang. Kurangnya ikatan antara bagian-bagian perkerasan selama pelaksanaan mengakibatkan timbulnya retakan.


(21)

Retak Melintang (Transverse Cracks)

Retak melintang merupakan retakan tunggal (tidak bersambungan satu sama lain) yang melintang perkerasan. Perkerasan, retak ketika temperatur atau lau lintas menimbulkan tegangan dan regangan yang melampaui kuat tarik atau kelelahan dari campuran aspal padat. Retak melintang akan terjadi biasanya berjarak lebar yaitu sekitar 15-20 m. Dengan berjalannya waktu, retak melintang berkembang pada interval jarak yang lebih pendek. Retak awalnya nampak sebagai retak rambut, dan akan semakin lebar dengan berjalannya waktu.

Gambar2.6 Retak Melintang

Retak Kulit Buaya (Alligator Cracks)

Retak kulit buaya adalah retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang bersegi banyak (poligon) kecil-kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu lintas berulang-ulang yang awalnya berupa suatu rangkaian retak-retak memanjang, sesudah dibebani berulang-ulang retak saling berhubungan satu sama lain. Retak kulit buaya terjadi hanya pada daerah yang dipengaruhi beban kendaraan secara berulang-ulang, seperti lintasan roda. Karena itu, retak ini tidak menyebar ke seluruh area perkerasan, kecuali jika


(22)

pola lalu lintasnya juga menyebar. Pada lokasi retak, mungkin diikuti atau tidak diikuti oleh penurunan dan dapat terjadi di mana saja dalam area permukaan perkerasan. Retak kulit buaya merupakan retak yang umum terjadi pada perkerasan aspal dan biasanya diikuti dengan munculnya tipe kerusakan alur.

Gambar 2.7Alligator cracking

Retak Blok (Block Cracks)

Retak blok berbentuk blok-blok besar yang saling bersambungan dengan ukuran sisi blok 0.20 sampai 3 meter, dan dapat membentuk sudut atau pojok yang tajam sperti terlihat pada gambar berikut.


(23)

Retak blok biasanya terjadi pada area yang luas pada perkerasan aspal, tapi terkadang hanya terjadi pada area yang jarang dilalui lali-lintas. Tipe kerusakan ini berbeda dengan retak kulit buaya yang bentuknya lebih kecil dan lebih banyak pecahan-pecahan dengan sudut tajam.

II.3.2.3 Kerusakan Tekstur Permukaan

Kerusakan tekstur permukaan merupakan kehilangan material perkerasan secara berangsur-angsur dari lapisan permukaan ke arah bawah. Perkerasan nampak seakan pecah menjadi bagian-bagian kecil, seperti pengelupasan akibat terbakar sinar matahari atau mempunyai garis-garis goresan yang sejajar. Kerusakan aspal akibat disintegrasi ini tidak menunjukkan penurunan kualitas struktur perkerasan, hanya mempunyai pegaruh terhadap gangguan kenyamanan berkendaraan namun beberapa kerusakan yang tidak diperbaiki dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas struktur perkerasan. Kerusakan tekstur permukaan aspal dapat dibedakan menjadi:

Pelapukan dan Butiran Lepas (Weathering and Raveling)

Pelapukan dan butiran lepas (raveling) adalah disintegrasi permukaan perkerasan aspal melalui pelepasan partikel agregat yang berkelanjutan, berawal dari permukaan perkerasan menuju ke bawah atau dari pinggir ke dalam. Butiran agregat berangsur-angsur lepas dari permukaan perkerasan, akibat lemahnya pengikat antara partikel agregat. Biasanya partikel halus dari agregat terlepas lebih dahulu kemudian baru disusul partikel yang lebih besar.


(24)

Lepasnya butiran, biasanya terjadi akibat beban lalu intas di musim hujan, yaitu ketika kekakuan bahan pengikat aspal tinggi. Faktor pendukung yang menjadi penyebab kerusakan tipe ini adalah pemadatan yang kurang baik karena dilakukan pada musim hujan, campuran material aspal lapis permukaan kurang baik, melemahnya bahan pengikat dan/atau batuan serta jenis agregat yang hydrophilic (aregat yang mudah menyerap air).

Gambar 2.9 Raveling

Kegemukan (Bleeding/Flushing)

Kegemukan adalah hasil dari aspal pengikat yang berlebihan yang bermigrasi ke atas permukaan perkerasan. Kelebihan kadar aspal atau terlalu rendahnya kadar udara dalam campuran, dapat mengakibatkan kegemukan. Kerusaka ini menyebabkan permukaan jalan menjadi licin dan pada temperatur tinggi aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Faktor yang menjadi penyebab kerusakan tipe ini adalah pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, kadar udara dalam campuran aspal terlalu rendah, serta pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack coat.


(25)

Gambar 2.10Bleeding

Pengelupasan (Delemination)

Kerusakan permukaaan ini terjadi oleh akibat terkelupasnya lapisan aus dari permukaan perkerasan, rembesan air lewat aspal (khususnya lewat retakan) sehingga memisahkan ikatan antara permukaan dan lapisan di bawahnya, serta lekatan dari lapisan pengikat di permukaan perkerasan dengan ban kendaraan.

Gambar 2.11 Jalan Terkelupas

II.3.2.4 Kerusakan di Pinggir Perkerasan

Kerusakan di pinggir perkerasan adalah retak yang terjadi di sepanjang pertemuan antara permukaan perkerasan aspal dan bahu jalan,


(26)

lebih-lebih bila bahu jalan tidak ditutup (unsealed). Kerusakan ini terjadi secara lokal atau bahkan bias memanjang di sepanjang jalan, dan sering terjadi di salah satu bagian jalan. Akibat dari kerusakan pinggir adalah:

1) Lebar perkerasan menjadi berkurang

2) Kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dapat mengakibatkan kecelakaan

3) Air masuk ke dalam lapis pondasi (base)

4) Terjadinya alur di pinggir dapat mengakibatkan erosi pada bahu jalan. Mengacu pada AUSTROADS (1987), kerusakan di pinggir perkerasan aspal dapat dibedakan menjadi :

Retak Pinggir (Edge Cracking)

Reak pinggir biasanya terjadi sejajar dengan pinggir perkerasan dan berjarak sekitar 0,3-0,6 m dari pinggir. Akibat pecah di pingir bagian ini menjadi tidak beraturan. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan), drainase yang kurang baik, kembang susut tanah disekitarnya, konsentrasi lalu lintas berat di dekat pinggir perkerasan serta adanya pohon-pohonan besar di dekat pinggir perkerasan.


(27)

Jalur/Bahu Turun (Lane/Shoulder Drop-Off)

Jalur/bahu jalan turun adalah beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu jalan. Bahu jalan turun relative terhadap pinggir perkerasan, hal ini tidak dipertimbangkan penting bila selisih tinggi bahu dan perkerasan jalan kurang dari 10 -15 mm. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan penambahan lapis permukaan tanpa diikuti penambahan permukaan bahu jalan dan bahu jalan dibangun dengan material yang kurang tahan terhadap erosi dan abrasi.

Gambar 2.13 Lane/Shoulder Drop Off

II.3.2.5 Kerusakan Lubang (Potholes)

Lubang adalah lekukan permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan aus dan material lapis pondasi (base). Kerusakan berbentuk lubang kecil biasanya berdiameter kurang dari 0,9 m dan berbentuk mangkuk yang dapat berhubungan atau tidak berhububgan dengan kerusakan permukaan lainnya. Lubang bisa terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan yang telah ada ataupun ketika beban lalu lintas menggerus bagian-bagian kecil dari permukaan perkerasan, sehingga air bias masuk. Air yang masuk ked lam lubang dan lapis pondasi ini nantinya akan mempercepat kerusakan jalan. Jika lubang pada perkerasan diciptakan oleh akibat retak kulit buaya yang sangat parah, maka


(28)

kerusakan ini harus diidentifikasikan sebagai kerusakan lubang (pothole), dan bukan kerusakan tipe pelapukan (weathering). Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan campuran material lapis permukaan yang kurang baik, air yang masuk ke dalam lapisan pondasi lewat retakan di permukaan perkerasan yang tidak langsung segera ditutup, beban lalu lintas yang mengakibatkan disintegrasi lapsi pondasi, serta tercabutnya aspal pada lapisan aus akibat melekaat pada ban kendaraan.

Gambar 2.14 Lubang (Pothole)

II.3.2.6 Tamabalan dan Tamabalan Galian Utilitas (Patching and Utility Cut Patching)

Tambalan (patch) adalah penutupan bagian perkerasan yang mengalami perbaikan. Kerusakan tambalan dapat diikuti/tidak diikuti oleh hilangnya kenyamanan kendaraan (kegagalan fugsional) atau rusaknya struktur perkerasan. Rusaknya tambalan akan menimbulkan distorsi, disintegrasi, retak atau terkelupas antara tambalan dan permukaan perkerasan asli. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan amblesnya tambalan yang pada umumnya disebabkan oleh kurangnya pemadatan material urugan lapis pondasi (base) atau tambalan material aspal, cara pemasangan material bawah yang buruk, serta kegagalan dari perkerasan di bawah tambalan dan sekitarnya.


(29)

Gambar 2.15 Patch Utility Cut

II.3.2.7 Persilangan Jalan Rel (Railroad Crossing)

Kerusakan pada persilangan jalan rel dapat berupa ambles atau benjolan di sekitar dan/atau antara lintasan rel. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan amblesnya perkerasan sehigga timbul beda elevasi antara permukaan perkerasan dengan permukaan rel, dan pelaksanaan pekerjaan perkerasan atau pemasangan jalan rel yang buruk.

Gambar 2.16 Railroad Crossing

Secara garis besar, kerusakan pada perkerasan beraspal dapat dikelompokkan atas empat modus kejadian, yaitu (Austroads, 1987): retak, cacat permukaan, deformasi, dan cacat tepi perkerasan. Untuk masing-masing modus


(30)

tersebut dapat dibagi lagi kedalam beberapa jenis kerusakan seperti yang ditunjukkan pada table berikut.

Tabel 2.2 : Jenis Kerusakan Perkerasan Beraspal

MODUS JENIS CIRI

• Retak  Retak memanjang

 Retak melintang

 Retak tidak beraturan

 Retak selip

 Retak blok

 Retak buaya

 Memanjang searah sumbu jalan

 Melintang tegak lurus sumbu jalan

 Tidak berhubungan dengan pola

tidak jelas

 Membentuk parabola atau bulan

sabit

 Membentuk poligon, spasi jarak >

300 mm

 Membentuk poligon, spasi jarak <

300 mm

• Deformasi  Alur

 Keriting

 Amblas

 sungkur

 penurunan sepanjang jejak roda

 peurunan reguler melintang,

berdekatan

 cekungan pada lapis permukaan

 peninggian lokal pada lapis

permukaan

• Cacat

Permukaan

 Lubang

 Delaminasi

 Pelepasan butiran

 Pengausan

 Kegemukan

 Tambalan

 Tergerusnya lapisan aus di

permukaan perkerasan yang

berbentuk sperti mangkok

 Terkelupasnya lapisan tambah

pada perkerasan yang lama

 Lepasnya butir-butir agregat dari

permukaaan

 Ausnya batuan sehingga menjadi

licin

 Pelelehan aspal pada permukaan

perkerasan

 Perbaikan lubang pada permukaan

perkerasan

• Cacat Tepi

Permukaan

 Gerusan tepi

 Penurunan tepi

 Lepasnya bagian tepi perkerasan

 Penurunan bahu jalan dari tepi

perkerasan

Sumber: Teknik Pengelolaan Jalan .(2005). Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi. JICA


(31)

II.4 Kondisi Jalan

Kondisi jalan adalah suatu hal yang sangat perlu diperhatikan dalam menentukan program pemeliharaan jalan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga (1992), kondisi jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Jalan dengan kondisi baik adalah jalan dengan permukaan perkerasan yang benar-benar rata, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan.

2. Jalan dengan kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan perkerasan sedang, mulai ada gelombang tetapi tidak ada kerusakan permukaan.

3. Jalan dengan koondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan perkerasan sudah mulai bergelombang, mulai ada kerusakan permukaan dan penambalan (kurang dari 20% dari luas jalan yang ditinjau).

4. Jalan dengan kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak buaya, dan terkelupas yang cukup besar (20-60 % dari ruas jalan yang ditinjau) disertai dengan kerusakan lapis pondasi seperti amblas, sungkur, dan sebagainya.

II. 5 Definisi Kemantapan Jalan

Adapun definisi dari masing-masing istilah kemantapan jalan sdalah sebagi berikut :

1. Jalan Mantap Konstruksi adalah jalan dengan kondisi konstruksi di dalam koridor mantap yang mana untuk penanganannya hanya membutuhkan


(32)

kegiatan pemeliharaan. Jalan mantap konstruksi ditetapkan menurut Standar Pelayanan Minimal adalah jalan dalam kondisi baik dan sedang, dimana dalam studi ini digunakan batasan dengan besar IRI < 8 m/km. 2. Jalan tak Mantap adalah jalan dengan kondisi di luar koridor mantap yang

mana untuk penanganannya minimumnya adalah pemeliharaan berkala dan maksimum peningkatan jalan dengan tujuan untuk menambah nilai struktur konstruksi.

Konsep tingkat kemantapan jalan yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga berdasarkan ketersedian data dari sistem pendataan yang dimiliki maka parameter yang digunakan adalah:

a. Parameter kerataan jalan atau International Roughness Index (IRI). b. Parameter lebar jalan dan Ratio Volume/Kapasitas (VCR)

c. Parameter lebar jalan dan Volume Lalu lintas Harian (LHR)

II.6 International Roughness Index (IRI)

International Roughness Index adalah parameter yang digunakan untuk

menentukan tingkat ketidakrataan permukaan jalan. Parameter Roughness dipresentasikan dalam suatu skala yang menggambarkan ketidakrataan permukaan perkerasan jalan yang dirasakan pengendara. Ketidakrataan permukaan perkerasan jalan tersebut merupakan fungsi dari potongan memanjang dan melintang permukaan jalan. Disamping faktor-faktor tersebut, Roughness juga dipengaruhi oleh parameter-parameter operasional kendaraan, yang meliputi suspension roda, bentuk kendaraan, kedudukan kerataan kendaraan serta kecepatan.


(33)

International Roughness Index (IRI) digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan jalan, kekasaran yang diukur pada setiap lokasi diasumsikan mewakili semua fisik di lokasi tersebut. Kekasaran permukaan jalan adalah nama yang diberikan untuk ketidakrataan memanjang pada permukaan jalan. Ini diukur dengan suatu skala terhadap pengaruh permukaan pada kendaraan yang bergerak di atasnya. Skala yang banyak digunakan di Negara berkembang seperti Indonesia adalah International Roughness Index.

Tingkat kerataan jalan (IRI) ini merupakan salah satu faktor/fungsi pelayanan (functional performance) dari suatu perkerasan jalan yang sangat berpengaruh pada kenyamanan (riding quality). Salah satu indikator teknis untuk menilai performansi permukaan jalan adalah nilai IRI (International Roughness

Index), yaitu besaran ukuran yang menggambarkan nilai kettidakrataan

permukaan yang diindikasikan sebagai panjang kumulatif turun naiknya permukaan per satuan panjang. Kerataan permukaan jalan dianggap sebagai resultante kondisi perkerasan jalan secara menyeluruh. Jika cukup rata maka jalan dianggap baik mulai dari lapis bawah sampai dengan lapis atas perkerasan jalan dan demikian sebaliknya (Hikmat Iskandar 2005). Nilai IRI dinyatakan dalam meter turun naik per kilometer panjang jalan (m/km). jika nilai IRI = 10 m/km, artinya jumlah amplitude (naik dan turun) permukaan jalan sebesar 10 m dalam tiap km panjang jalan. Semakin besar nilai IRI-nya, maka semakin buruk keadaan permukaan perkerasan. IRI adalah sebuah standar pengukuran kekasaran yang mengacu pada Response-Type Road Roughness Measurement System (RTRRMS).


(34)

Metode pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal pada umunya antara lain adalah metode NAASRA (SNI 03-3426-1994). Metode lain yang dapat digunakan untuk pengukuran dan analisis kerataan perkerasan adalah Rolling

Straight Edge, Slope Profilometer/AASHTO Road Test, CHLOE Profilometer, dan

Roughmeter ( Youder and Witczak, 1975 dalam Suwardo dan Sugiharto, 2004).

Menurut Saleh,dkk (2008) pada dasarnya penetapan kondisi jalan minimal adalah sedang, dalam gambar 2.17terlihat berada pada level IRI antara4,0m/km sampai dengan 8m/km tergantung dari fungsi jalannya. Jika IRI menunjukkan di bawah 4,0 artinya jalan masih dalam tahap pemeliharaan rutin, sementara jika IRI antara 4,0 sampai 8 yang dikategorikan pada kondisi sedang, maka jalan sudah perlu dilakukan pemeliharaan berkala (periodic maintenance) yakni dengan pelapisan ulang (overlay). Sedang jika IRI berkisar antara 8 sampai 12, artinya jalan sudahperlu dipertimbangkan untuk peningkatan. Sementara jika IRI > 12 berarti jalan sudah tidak dapat dipertahankan, sehingga langkah yang harus dilakukan adalah rekonstruksi.


(35)

Gambar 2.17 : Hubgungan antara kondisi, umur, dan jenis penanganan jalan (Saleh dkk,2008)

Direktorat Jenderal Bina Marga menggunakan parameter International Roughness Index (IRI) dalam menentukan kondisi konstruksi jalan, yang dibagi atas empat kelompok. Berikut ditampilkan Tabel 2.4 penentuan kondisi ruas jalan dan kebutuhan penanganannya:

Table 2.4 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan Kondisi

Jalan

IRI (m/km) Kebutuhan

Penanganan

Tingkat Kemantapan Baik

Sedang

IRI rata-rata ≤ 4,0 4,1 ≤ IRI rata-rata ≤ 8,0

Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan

Berkala

Jalan Mantap

Rusak Ringan

Rusak Berat

8,1 ≤ IRI rata-rata ≤ 12 IRI rata-rata > 12

Peningkatan jalan

Peningkatan Jalan

Jalan Tidak Mantap


(36)

II.7 Mekanisme Kerusakan

Pada perkerasan beraspal, kerusakan pada perkerasan dapat terjadi melalui berbagai mekanisme sebagaimana yang diilustrasikan pada gambar di bawah. Akibat beban kendaraan, pada setiap lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan. Pengulangan beban akan mengakibatkan terjadinya retak lelah pada lapis beraspal serta deformasi pada semua lapisan. Faktor cuaca juga mengakibatkan lapis beraspal menjadi rapuh (getas) sehingga makin rentan terhadap terjadinya retak dan disintegrasi (pelepasan). Bila retak sudah mulai terjadi, luas dan keparahan retak akan berkembang cepat hingga akhirnya terjadi lubang.

Disamping itu, retak memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga mempercepat deformasi dan memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan perubahan volume. Deformasi kumulatif pada jejak roda dapat terjadi dalam bentuk alur pada permukaan, sedangkan perbedaan deformasi akan mengakibatkan ketidakteraturan bentuk atau distorsi profil yang dikenal senagai “ketidakrataan” (roughness). Ketidakrataan permukan perkerasan merupakan hasil

dari rangkaian mekanisme kerusakan serta gabungan pengaruh berbagai modus kerusakan. Besarnya ketidakrataan ini dapat menunjukkan gambaran kondisi perkerasan, dan juga biasanya digunakan untuk menghitung biaya operasi


(37)

Gambar 2.18 : Mekanisme dan Interaksi Kerusakan Beraspal

II.8 Evaluasi Jalan

Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan, keamanan, pelayanan yang efisien kepada penguna jalan, dan memiliki kapasitas struktural yang mampu mendukung berbagai beban lalu lintas dan tahan terhadap dampak dari kondisi lingkungan. Evaluasi ini akan menentukan kemampuan sebuah perkerasan jalan dalam memenuhi tiga fungsi dasar perkerasan jala (kenyamanan, keamanan, dan efisiensi pelayanan). (Doan Sinurat, 2013)

Berdasarkan pada karakteristik yang disurvei, evaluasi perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi evalusi fungsional dan evaluasi struktural :

1. Evaluasi fungsional, yaitu evaluasi berupa informasi tentang karakteristik perkerasan jalan yang secara langsung mempengaruhi keselamatan dan


(38)

kenyamanan pengguna jalan serta pelayanan jalan. Karakteristik utama yang disurvei pada evaluasi fungsional ini adalah, dalam hal keamanan berupa kekesatan permukaan jalan (skid resistance) dan tekstur permukaan jalan (surface

texture), serta ketidakrataan jalan (road roughness) dalam hal pelayanan

(serviceability).

2. Evaluasi Struktural, yaitu evaluasi berupa informasi tentang kinerja struktur perkerasan terhadap beban lalu lintas dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini, survei katakteristik juga akan membantu dalam memperoleh informasi tentang kinerja struktur perkerasan, kerusakan perkerasan dan sifat mekanikal/ strukrural jalan. Kerusakan perkerasan secara tidak langsung akan mempengaruhi masalah fungsional jalan seperti kegemukan pada jalan (pavement bleeding) akan mempengaruhi kekesatan permukaan jalan (skid resistance), dan retak pada sambungan jalan yang akan mempengaruhi ketidakrataan jalan (road roughness).

II.9Alat- Alat Pengukur Ketidakrataan Jalan

Pengukuran tingkat ketidakrataan permukaan jalan belum banyak dilakukan di Indonesia mengingat kendala terbatasnya peralatan sehingga persyaratan kerataan dalam pengawasan dan evaluasi terhadap konstruksi jalan yang ada tidak dapat dilakukan secara baik menurut standar nasional bidang jalan. Untuk mengetahui tingkat ketidakrataan permukaan jalan dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan berbagai alat , seperti:

Roughometer NAASRA (National Association of Australian State Road Authorities)


(39)

Alat ukur roughometer NAASRA atau disebut juga NAASRA meter adalah alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan yang dibuat oleh NAASRA (SNI 03-3426-1994). Alat ini dipasangkan pada kendaraan jenis station wagon, apabila tidak tersedia jenis kendaraan tersebut maka dapat diganti dengan kendaraan Jeep 4 wheel drive, atau pick up dengan penutup pada baknya. Dalam survai ketidakrataan permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NASSRA diperlukan beberapa alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai alat pengukur perbedaan elevasi, Odometer sebagai alat pengukur jarak tempuh, dua buah beban masing-masing seberat 50 kg dan alat pengukur tekanan ban.

Gambar 2.19 : Alat ukur Roughometer NAASRA

Sebelum melakukan survei ketidakrataan permukaan jalan, maka harus ditentukan persamaan korelasi antara Dipstick Floor Profiler dengan alat ukur


(40)

NAASRA terhadap nilai IRI. Persamaan korelasi ini didapatkan dengan membuat. Seksi Percobaan (SP), paling sedikitdilakukan 8 SP yang dipilih dari jalan yang permukaannya sangat rata sampai yang sangat tidak rata, panjang SP adalah 300 meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua ujungnya, kemudian dilakukan pengukuran profil memanjang dengan alat Dipstick Floor Profiler, selanjutnya menjalankan kendaraan survai dengan kecepatan 30 km/jam untuk mencatat ketidakrataan permukaan jalan. Output data dari roughometer NASSRA tersebut adalah nilai IRI (m/km) dengan interval 100 m dari satu ruas jalan.

Dipstick

Dipstick merupakan perangkat yang dikembangkan, dipatenkan, dan dijual oleh The Edward W.Face Company Inc.USA. Panjang utama alat ini adalah 30.48 cm. Pada mulanya alat ini digunakan untuk memeriksa kerataan lantai. Dipstick adalah perangkat sederhana untuk mengukur profil dari jalan. Alat ini terdiri dari sebuah inklinometer yang dipasang di bingkai, sebuah pegangan dan komputer mikro yang dipasang pada Dipstick tersebut. Cara kerjanya adalah berjalan di sepanjang garis yang diprofilkan. Jarak antara dua kaki pendukung 305 mm terpisah. Untuk mendapatkan profil menyusur tanah, surveyor bersandar pada perangkat sehingga semua beratnya adalah pada kaki terkemuka, kemudian mengangkat kaki belakang sedikit di atas tanah. Kemudian angkat poros kaki 180 derajat, tempatkan kaki lainnya (sebelumnya belakang) di depan, di sepanjang garis yang diprofilkan secara otomatis mencatat perubahan elevasi, menandakan bahwa langkah berikutnya dapat diambil. Elevasi acuan adalah nilai yang dihitung untuk titik sebelumnya.


(41)

Ketinggian relatif terhadap referensi disimpulkan oleh sudut relatif perangkat gravitasi, bersama-sama dengan jarak antara penunjangnya. Analisis data untuk IRI perhitungan terkomputerisasi dan plot profil permukaan skala selanjutnya dapat dicetak.

Gambar 2.20 : Dipstick

Rolling-straight edges

Cara kerja alat ini adalah dengan menarik alat ini pada lokasi pengukuran sehingga roda pengukur berputar memberikan perubahan nilai pada skala (curved scale). Ketelitian alat ini dibatasi oleh perputaran roda dan posisi roda pengukur. Selama penggunaan roda dan kerangka akan naik bergerak naik turun disertai pergerakan jarum penunjuk pada skala (curved scale).Untuk pencatatan secara otomatis dapat dipasang pencatat otomatis (chart recorder) pada kerangka bagian tengah. Tujuan pengukuran dan analisis kerataan jalan menggunakan Rolling Straight Edge adalah : (1) untuk menganalisis tingkat kerataan permukaan (profil memanjang) jalan dari hasil pengukuran dengan alat Rolling Straight Edge, (2) menganalisis dan mengevaluasi kondisi fungsi pelayanan jalan yang ada.


(42)

Gambar 2.21: Rolling-straight edges

MERLIN

MERLIN (Machine for Evaluating Roughness using Low-cost

Instrumentation) merupakan instrument yang dioperasikan secara manual yang

sering digunakan untuk mengkalibrasi Response-Type Road Roughness

Measuring Systems (RTRRMS) . MERLIN diperkenalkan pertama kali pada tahun

1986. Terdiri dari roda tunggal pada frame yang dapat bergerak bergerak sepanjang jalan, dan probe melekat pada lengan digunakan untuk merekam variabilitas dari ketidakrataan sepanjang jalan.

Prinsip kerja MERLIN, alat ini diletakkan di atas jalan dengan roda dalam posisi normal dimana kaki belakang (rear foot), alat penyelidik (probe), dan penyeimbang (stabilizer) alat bersentuhan dengan permukaan jalan. Pegangan dari MERLIN terangkat sehingga kaki belakang, alat penyelidik dan penyeimbangnya terangkat dari permukaan jalan, setelah itu alat berpindah pada titik selanjutnya yang akan diukur. Keuntungan dari MERLIN adalah biaya rendah dan memungkinkan untuk digunakan pada negara berkembang, kekurangannya adalah tidak dapat digunakan untuk jalan yang panjang karena relatif lambat.


(43)

Gambar 2.22: MERLIN

Profilographs

Profilometers perkerasan jalan at 1.958-1.960 Profilographs telah berkembang selama bertahun-tahun dan terdapat berbagai bentuk, konfigurasi, dan merek. Karena desain alat ini, merekatidak praktis untuk survei kondisi jaringan.

Perbedaan utama antara berbagai profilographs melibatkan konfigurasi roda, cara pengoperasian, danprosedur pengukuran.

Profilographs memiliki roda penginderaan, dipasang untuk menyediakan secara grafis gerakan vertikal.Profilographs yang digunakan untuk menghitung Indeks Kekasaran Internasional (IRI) yang dinyatakan dalam satuan inci/mil atau mm/m. Kelemahan profilographsadalah selama pengukuran, dapat diasumsikan

bahwa kendaraan tidak boleh membuat variasi kecepatan besar dan kecepatan dipertahankan di atas 25km/h.


(44)

Gambar 2.23: Profilograph

Tabel 2.5 Perbandingan alat alat ketidakrataan

Alat Pengukur Ketidakrataan Tahun Pembuatan atau Perkembangan Biaya Relatif Kalibrasi Alat Penggunaan Alat Konsep Pengukuran Roughmeter

NAASRA 1970 an Mahal

Perlu Sulit

Pergerakan suspensi ban mobil

Dipstick 1980 an Murah Tidak

perlu Praktis

Elevasi pada kedua

kaki

Rolling

Straight Edge 1970 an Mahal

Tidak perlu

Sulit Perputaran roda-roda pengukur

MERLIN 1986 Murah Tidak

perlu Praktis

Perputaran roda belakang

Profilograph 1958 Mahal Tidak

perlu Sulit

Perputaran roda-roda pengukur


(45)

PARVID

PARVID (Positioning Accurated Roughness with Video) adalah peralatan-peralatan yang digunakan untuk mensurvei data ketidakrataan jalan (roughness) beserta video. Memiliki hak cipta dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merk PARVID no. IDM000258052. Pencipta dan pengembang alat penunjang survei kondisi jalan ini adalah Pontjo Mulyadi, BE, S.Sos. yang telah dikenal luas di seluruh Indonesia karena telah sukses dengan alat penunjang survey NAASRA (Kekasaran Jalan) yang dikenal dengan nama PAR (Positioning Accurated Roughness) dan PARVID

(Positioning Accurated Roughness with Video) yang telah dijual ke banyak

propinsi, diantaranya adalah Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Bali, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa tengah. Pengguna jasa yang pernah menyewa alat ini untuk melakukan survey tahunan IIRMS adalah Propinsi Banten, Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, dll. Bahkan ADB (Asian Development Bank) pernah menggunakan jasa monitoring control pekerjaan proyek jalan di Sulawesi dengan menggunakan alat PARVID ini.

PARVID merupakan gabungan dari peralatan- peralatan yang dipasang serta dirangkai pada mobil survei, antara lain :

1. LOGER

Loger ini digunakan untuk menyimpan berbagai data tanpa menggunakan

laptop secara terus menerus, kapasitas loger ini mencapai 1 GigaByte (GB), selanjutnya data yang disimpan loger dipindahkan ke laptop melalui kabel USB to


(46)

serial dan tersimpan dalam bentuk Microsoft Excel (.xls). Output yang disimpan Loger adalah :NAASRA (National Association of Australian State Road Authorities) meter yang menghasilkan nilai IRI (International Roughness Index)

2. GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) TRACKING

Adalah sistem navigasi satelit, GPS ini menggunakan satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke bumi, sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan kecepatan, posisi, arah dan waktu. Huruf N pada Latitude menyatakan North (Utara), yaitu Lintang utara, garis lintang utara adalah garis khayal yang melingkari bumi dari equator (garis khatulistiwa) hingga ke bagian kutub utara bumi. Huruf E pada Longitude menyatakan East (Timur), yaitu bujur timur, garis bujur timur adalah garis khayal yang berada di sebelah timur kota Greenwich.

3. NAASRA METER DAN KABEL PEGAS

Batang Naasra pemantau getaran kerusakan, setiap getaran sekecil apapun akan ditangkap, dengan alat ini menggunakan Rotary pulsa 1000 satu putarannya yang akan dikalikan dengan skala Naasra yang diinginkan, semakin besar skala Naasra yang digunakan, maka semakin besar sensitifitas alat Naasra ini dalam mendeteksi getaran.

4. ROTARY HALDA DAN ROTARY NAASRA

Alat penangkap sensor yang mana plat sensor tersebut sudah dirancang untuk 1000 pulsa (untuk Naasra) dan 50 pulsa (untuk Haldameter), sebagai alat penangkap getaran menjadi elektromagnetik.


(47)

5. COUNTER

Alat monitor pencatat Naasra meter yang bersifat display dengan 6 digit angka. Kendali monitor pergerakan Naasra dan Halda meter. Nilai Skala kalibrasi Naasra meter dan Haalda meter ini harus disesuaikan dengan skala kalibrasi loger pada saat kalibrasi mobil dijalankan.

6. POWER INVERTER

Alat elektronik untuk mengubah Listrik DC (accu mobil) menjadi AC dengan kapasitas volume 300 watt, alat ini juga berguna untuk pemakaian listrik lainnya seperti HandyCam, charger HP atau Lap Top dll.

7. LAPTOP

Laptop digunakan untuk memproses data (Processing Data) yang disambungkan ke loger melalui kabel USB to Serial menggunakan software (Perangkat lunak).

8. HANDY CAM DAN MONITOR

Handycam digunakan untuk menghasilkan 2 output video, Video situasi jalan yang ditempatkan di depan , untuk merekam video 70% situasi jalan, dan 30% langit-langit.

9. MONITOR

Monitor pada sandaran kursi ini digunakan untuk melihat display handycam kondisi aspal yang berada di belakang atap mobil, dan untuk memonitor kerja Record ON/OFF handycam.


(48)

10. SENSOR

Loger PARVID telah dilengkapi dengan kabel sensor (gambar) yang akan dihubungkan dengan kabel 2 remote handycam, yaitu remote handycam situasi (depan), dan remote kondisi aspal.Loger PARVID dengan kabel sensor tekan yang akan dihubungkan dengan remote handycam.Pada pelaksanaan survey, jika kabel loger telah dihubungkan ke kabel remote, maka ketika dilakukan start survey di awal ruas (menekan angka 1 pada loger), remote akan otomatis mengirimkan sinyal ON kepada handycam, sehingga semua alat dapat bekerja secara bersamaan.

Keuntungan menggunakan alat ini :

1. Kondisi Jalan bisa dilihat dari monitor video yang berada di dalam mobil, semakin tinggi resolusi display gambar dan luas display gambar dalam video, maka keakuratan data akan semakin tinggi.

2. Mobil dilengkapi dengan alat Halda meter yang terhubung dengan odometer mobil dan Rotary Halda dengan pulse 50/putaran dengan keakuratan skala 4 desimal dibelakang koma, sehingga keakuratan pengukuran panjang jalan tidak diragukan lagi (metode halda meter alat kami ini telah dipakai oleh banyak propinsi dalam pengambilan data jalan , diantaranya adalah propinsi Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi Utara, Jambi, Jawa timur, Jawa tengah, Bali, dll).

3. Mobil PARVID juga dilengkapi dengan alat GPS yang akan menangkap posisi Latitude dan Longitude jalan setiap 100 meter.


(49)

Kerugian menggunakan alat ini :

1. Menggunakan inverter dalam mobil sebagai sumber listrik, jadi tidak boleh terlalu banyak bergerak karena akan mengakibatkan korslet.

2.Tidak praktis karena peralatan- peralatan yang banyak dan beragam yang dipasang dalam mobil survei.

II.10 Pemeliharaan Jalan

Dengan selesainya pembangunan suatu jaringan jalan, maka kegiatan penyelenggaraan jalan sekarang telah berubah penekanannya, yaitu dari pekerjaan pembangunan jalan baru menuju ke pekerjaan pemeliharaan jalan. Jalan yang selesai dibangun dan dioperasikan akan mengalami penururnan kondisi sesuai dengan bertambahnya umur sehingga pada suatu saat jalan tersebut tidak berfungsi lagi sehingga mengganggu kelancaran perjalanan. Beberapa perbedaan diantara pembangunan dan pemeliharaan jalan dapat ditunjukkan pada table 2.6 Dibandingkan dengan pembangunan, permasalahan dalam pemeliharaan jalan lebih rumit dan kompleks seperti yang dialami oleh berbagai Negara (Worl Bank, 1998).

Table 2.6 : Perbedaan Kegiatan dan Pemeliharaan Jalan

Pembangunan Pemeliharaan

Pendekatan pelaksanaan

Proyek Proses

Waktu Relatif singkat / Jangka

pendek

Berjalan terus / Jangka panjang

Lokasi Terbatas Tersebar

Biaya per Kilometer Relati tinggi Relatif mudah

Kebutuhan keterampilan


(50)

Secara umum terdapat tiga tujuan utama dari pemeliharaan jalan, yaitu

1. Mempertahankan kondisi agar jalan tetap berfungsi

Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan adalah untuk menjaga jalan dapat digunakan sepanjang tahunnya guna melayani kebutuhan social ekonomi masyarakat setempat. Jika jalan tersebut putus/tertutup sehingga tidak dapat digunakan, maka akan mengakibatkan terisolasinya masyarakat setempat dan akan berdampak pada masalah social ekonomi dan bahkan keamanan/integritas suatu daerah. Dengan terbukanya jalan sepanjang waktu maka kemungkinan terjadinya penundaan pada angkutan dapat dihindari, sehingga perekonomian tetap berjalan lancar. Terbukanya jalan secara menerus sepanjang waktu adalah merupakan kepentingan masyarakat luas antara lain yang melakukan perjalanan, industry, pertanian, dan kepentingan ekonomi.

2. Mengurangi tingkat kerusakan jalan

Jalan yang digunakan untuk melayani lalu lintas akan mengalami penurunan kondisi dan pada akhirnya jalan akan semakin jelek dan penurunan tersebut berlanjut sampai kondisi jalan tersebut rusak/rusak berat sehingga tidak dapat dipergunakan kembali. Untuk itu, jalan kemudian akan direhabilitasi/ dikembalikan kondisinya seperti kondisi semula. Dengan pemeliharaan, maka laju kerusakan jalan tersebut dapat dikurangi sehingga jalan dapat melayani lalu lintas sesuai dengan umur rencananya. Penyelenggara jalan sangat berkepentingan agar umur pelayanan sesuai denga umur rencananya.


(51)

Besarnya biaya operasi kendaraan ditentukan oleh: jenis kendaraan, geometri dari jalan, dan kondisi dari jalan. Sehingga dengan pemeliharaan jalan yang baik maka tingkat kerataan dapat dipertahankan dan biaya operasi kendaraan tidak meningkat. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa peningkatan ketidakrataan dari 2,5 m/km ke 4,0 m/km akan menaikkan biaya operasi kendaraan sebesar 15% dan bila kenaikan besarnya ketidakrataan sampai dengan 10 m/km biaya operasi kendaraan akan meningkat menjadi 50%. Jalan yang semakin rusak akan menyebabkan ketidakrataan tinggi dan memberikan konsikuensi keausan kendaraan dan konsumsi bahan bakar semakin tinggi.


(1)

serial dan tersimpan dalam bentuk Microsoft Excel (.xls). Output yang disimpan Loger adalah :NAASRA (National Association of Australian State Road Authorities) meter yang menghasilkan nilai IRI (International Roughness Index)

2. GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) TRACKING

Adalah sistem navigasi satelit, GPS ini menggunakan satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke bumi, sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan kecepatan, posisi, arah dan waktu. Huruf N pada Latitude menyatakan North (Utara), yaitu Lintang utara, garis lintang utara adalah garis khayal yang melingkari bumi dari equator (garis khatulistiwa) hingga ke bagian kutub utara bumi. Huruf E pada Longitude menyatakan East (Timur), yaitu bujur timur, garis bujur timur adalah garis khayal yang berada di sebelah timur kota Greenwich.

3. NAASRA METER DAN KABEL PEGAS

Batang Naasra pemantau getaran kerusakan, setiap getaran sekecil apapun akan ditangkap, dengan alat ini menggunakan Rotary pulsa 1000 satu putarannya yang akan dikalikan dengan skala Naasra yang diinginkan, semakin besar skala Naasra yang digunakan, maka semakin besar sensitifitas alat Naasra ini dalam mendeteksi getaran.

4. ROTARY HALDA DAN ROTARY NAASRA

Alat penangkap sensor yang mana plat sensor tersebut sudah dirancang untuk 1000 pulsa (untuk Naasra) dan 50 pulsa (untuk Haldameter), sebagai alat penangkap getaran menjadi elektromagnetik.


(2)

5. COUNTER

Alat monitor pencatat Naasra meter yang bersifat display dengan 6 digit angka. Kendali monitor pergerakan Naasra dan Halda meter. Nilai Skala kalibrasi Naasra meter dan Haalda meter ini harus disesuaikan dengan skala kalibrasi loger pada saat kalibrasi mobil dijalankan.

6. POWER INVERTER

Alat elektronik untuk mengubah Listrik DC (accu mobil) menjadi AC dengan kapasitas volume 300 watt, alat ini juga berguna untuk pemakaian listrik lainnya seperti HandyCam, charger HP atau Lap Top dll.

7. LAPTOP

Laptop digunakan untuk memproses data (Processing Data) yang disambungkan ke loger melalui kabel USB to Serial menggunakan software (Perangkat lunak).

8. HANDY CAM DAN MONITOR

Handycam digunakan untuk menghasilkan 2 output video, Video situasi jalan yang ditempatkan di depan , untuk merekam video 70% situasi jalan, dan 30% langit-langit.

9. MONITOR

Monitor pada sandaran kursi ini digunakan untuk melihat display handycam kondisi aspal yang berada di belakang atap mobil, dan untuk memonitor kerja Record ON/OFF handycam.


(3)

10. SENSOR

Loger PARVID telah dilengkapi dengan kabel sensor (gambar) yang akan dihubungkan dengan kabel 2 remote handycam, yaitu remote handycam situasi (depan), dan remote kondisi aspal.Loger PARVID dengan kabel sensor tekan yang akan dihubungkan dengan remote handycam.Pada pelaksanaan survey, jika kabel loger telah dihubungkan ke kabel remote, maka ketika dilakukan start survey di awal ruas (menekan angka 1 pada loger), remote akan otomatis mengirimkan sinyal ON kepada handycam, sehingga semua alat dapat bekerja secara bersamaan.

Keuntungan menggunakan alat ini :

1. Kondisi Jalan bisa dilihat dari monitor video yang berada di dalam mobil, semakin tinggi resolusi display gambar dan luas display gambar dalam video, maka keakuratan data akan semakin tinggi.

2. Mobil dilengkapi dengan alat Halda meter yang terhubung dengan odometer mobil dan Rotary Halda dengan pulse 50/putaran dengan keakuratan skala 4 desimal dibelakang koma, sehingga keakuratan pengukuran panjang jalan tidak diragukan lagi (metode halda meter alat kami ini telah dipakai oleh banyak propinsi dalam pengambilan data jalan , diantaranya adalah propinsi Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi Utara, Jambi, Jawa timur, Jawa tengah, Bali, dll).

3. Mobil PARVID juga dilengkapi dengan alat GPS yang akan menangkap posisi Latitude dan Longitude jalan setiap 100 meter.


(4)

Kerugian menggunakan alat ini :

1. Menggunakan inverter dalam mobil sebagai sumber listrik, jadi tidak boleh terlalu banyak bergerak karena akan mengakibatkan korslet.

2.Tidak praktis karena peralatan- peralatan yang banyak dan beragam yang dipasang dalam mobil survei.

II.10 Pemeliharaan Jalan

Dengan selesainya pembangunan suatu jaringan jalan, maka kegiatan penyelenggaraan jalan sekarang telah berubah penekanannya, yaitu dari pekerjaan pembangunan jalan baru menuju ke pekerjaan pemeliharaan jalan. Jalan yang selesai dibangun dan dioperasikan akan mengalami penururnan kondisi sesuai dengan bertambahnya umur sehingga pada suatu saat jalan tersebut tidak berfungsi lagi sehingga mengganggu kelancaran perjalanan. Beberapa perbedaan diantara pembangunan dan pemeliharaan jalan dapat ditunjukkan pada table 2.6 Dibandingkan dengan pembangunan, permasalahan dalam pemeliharaan jalan lebih rumit dan kompleks seperti yang dialami oleh berbagai Negara (Worl Bank, 1998).

Table 2.6 : Perbedaan Kegiatan dan Pemeliharaan Jalan

Pembangunan Pemeliharaan

Pendekatan pelaksanaan

Proyek Proses

Waktu Relatif singkat / Jangka

pendek

Berjalan terus / Jangka panjang

Lokasi Terbatas Tersebar


(5)

Secara umum terdapat tiga tujuan utama dari pemeliharaan jalan, yaitu

1. Mempertahankan kondisi agar jalan tetap berfungsi

Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan adalah untuk menjaga jalan dapat digunakan sepanjang tahunnya guna melayani kebutuhan social ekonomi masyarakat setempat. Jika jalan tersebut putus/tertutup sehingga tidak dapat digunakan, maka akan mengakibatkan terisolasinya masyarakat setempat dan akan berdampak pada masalah social ekonomi dan bahkan keamanan/integritas suatu daerah. Dengan terbukanya jalan sepanjang waktu maka kemungkinan terjadinya penundaan pada angkutan dapat dihindari, sehingga perekonomian tetap berjalan lancar. Terbukanya jalan secara menerus sepanjang waktu adalah merupakan kepentingan masyarakat luas antara lain yang melakukan perjalanan, industry, pertanian, dan kepentingan ekonomi.

2. Mengurangi tingkat kerusakan jalan

Jalan yang digunakan untuk melayani lalu lintas akan mengalami penurunan kondisi dan pada akhirnya jalan akan semakin jelek dan penurunan tersebut berlanjut sampai kondisi jalan tersebut rusak/rusak berat sehingga tidak dapat dipergunakan kembali. Untuk itu, jalan kemudian akan direhabilitasi/ dikembalikan kondisinya seperti kondisi semula. Dengan pemeliharaan, maka laju kerusakan jalan tersebut dapat dikurangi sehingga jalan dapat melayani lalu lintas sesuai dengan umur rencananya. Penyelenggara jalan sangat berkepentingan agar umur pelayanan sesuai denga umur rencananya.


(6)

Besarnya biaya operasi kendaraan ditentukan oleh: jenis kendaraan, geometri dari jalan, dan kondisi dari jalan. Sehingga dengan pemeliharaan jalan yang baik maka tingkat kerataan dapat dipertahankan dan biaya operasi kendaraan tidak meningkat. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa peningkatan ketidakrataan dari 2,5 m/km ke 4,0 m/km akan menaikkan biaya operasi kendaraan sebesar 15% dan bila kenaikan besarnya ketidakrataan sampai dengan 10 m/km biaya operasi kendaraan akan meningkat menjadi 50%. Jalan yang semakin rusak akan menyebabkan ketidakrataan tinggi dan memberikan konsikuensi keausan kendaraan dan konsumsi bahan bakar semakin tinggi.