Hubungan Keanekaragaman Ikan dan Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai Mencirim, Binjai Provinsi Sumatera Utara

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai
Sungai merupakan

suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran

penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi
daerah sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh
karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan (Junaidi, et al., 2009). Sungai adalah
saluran air tawar yang mengalir dan bermuara di laut, danau atau sungai lain yang
lebih besar (Murtianto, 2008). Sungai mempunyai komponen dan yang saling
berinteraksi membentuk ekosistem yang saling mempengaruhi. Komponen
ekosistem sungai akan berintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran
energi yang mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Junaidi et al., 2009). Sungai
merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang searah dan
relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik, serta sangat
dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan), jenis

batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin besar
ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air semakin
kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan dengan
badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan
mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam
atau landai badan air dalam, keruh dan aliran air lambat (Mulyanto, 2007).
Sungai terbentuk dari air presipitasi (hujan) yang turun ke bumi. Sebagian
air tersebut mengalami evaporasi, kemudian diabsorbsi oleh tanah. Rembesannya
akan menuju ke bumi dan membentuk air sub permukaan (ground water). Bagian
yang tidak merembes akan mengalir di atas permukaan sebagai surface run-off
yang lalu membentuk sungai (Septiano, 2006). Perairan mengalir memiliki corak
tertentu yang secara jelas membedakannya dari air tergenang walaupun keduanya
merupakan habitat air. Satu perbedaan mendasar antara danau dan sungai adalah
bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air mengisi cekungan
itu, tetapi danau itu setiap saat dapat terisi oleh endapan sehingga menjadi tanah
kering. Sebaliknya sungai terjadi karena airnya sudah ada, sehingga air itulah

Universitas Sumatera Utara

5


yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama masih terdapat
air yang mengisinya (Siregar, 2009).
Aliran air melintasi permukaan bumi dan membentuk alur aliran sungai
atau morfologi sungai tertentu. Morfologi sungai tersebut menggambarkan
keterpaduan antara karakteristik (fisik, hidrologi, hidraulika, sedimen dan lainlain) dan karakteristik (biologi atau ekologi termasuk flora dan fauna) daerah
yang dilaluinya. Pengaruh campur tangan manusia dapat mengakibatkan
perubahan morfologi sungai yang jauh lebih cepat daripada pengaruh alamiah
biotic (Maryono, 2005). Ekosistem lotik/sungai dibagi menjadi beberapa zona
dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umunya terdapat di daerah hulu. Zona
krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun
biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air
yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang
kecil dan helokrenal, yaitu mata air yang membentuk rawa-rawa. Berdasarkan
keberadaan air, sunagai dapat disebut sebagai sungai permanen yaitu sungai yang
berair sepanjang tahun, sungai intermiten, yaitu sunagai yang berair di musim
hujan dan kering di musim kemarau serta sungai episodik yaitu sungai yang hanya
berair pada saat terjadi hujan saja (Barus, 2004).
Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara
menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada

perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta
sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi,
dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga
kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel
tersebut (Effendi 1997). Sungai secara spesifik terbagi dalam dua ekosistem yaitu
perairan yang berarus cepat dan perairan yang berarus lambat. Sungai yang
mengalir cepat dikarakteristikkan dengan tipe substrat berbatu dan berkerikil,
sedangkan sungai yang mengalir lambat dikarakteristikkan dengan tipe substrat
berpasir dan berlumpur. Faktor pengontrol utama produktivitas pada ekosistem
tersebut adalah arus yang merupakan pembatas bagi jumlah dan tipe organisme
ototrof (Clapham, 1983 dalam Wijaya, 2009). pada umumnya ditemukan tiga
pembagian zona sungai memanjang yakni sungai bagian hulu “upstream”, bagian

Universitas Sumatera Utara

6

tengah “middle-stream”, dan bagian hilir “downstream”. Dari hulu sampai ke hilir
ini dapat ditelusuri perubahan-perubahan komponen sungai seperti kemiringan
sungai, debit sungai, temperatur, kandungan oksigen, kecepatan aliran, dan

kekuatan aliran terhadap

erosi (Maryono, 2005). Kemampuan sungai dalam

memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada ukuran sungai dan laju aliran
air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang. Kemampuan sungai untuk
memulihkan diri sendiri dari pencemaran dipengaruhi oleh (1) laju aliran air
sungai, (2) berkaitan dengan jenis bahan pencemar yang masuk ke dalam badan
air. Senyawa nonbiodegradable yang dapat merusak kehidupan di dasar sungai,
menyebabkan kematian ikan-ikan secara masif, atau terjadi magnifikasi biologis
pada rantai makanan (Lehler dalam Miller, 1975).
2.2 Anatomi dan Morfologi Ikan
Ikan merupakan organism akuatik dan bernafas dengan insang. Tubuh ikan terdiri
atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan truncus disebut
tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan ekor disebut anus.
Kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan pengikat
dilapisi oleh epithelium. Di antara sel-sel epithelium terdapat kelenjar uniseluler
yang mengeluarkan lender yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin
(Radiopoetro (1990) dalam Siagian (2009)). Tubuh ikan mempunyai suatu pola
dasar yang sama yakni kepala, badan dan ekor. Selain memiliki pola dasar yang

sama, umumnya ikan mempunyai bentuk tubuh yang simetris bilateral (Rahardjo
et al.,2011).
Selain itu ikan juga memiliki ciri khas, terutama cara perkembangan yang
kebanyakan bertelur (ovivar), tapi beberapa jenis diantara ikan-ikan tersebut ada
juga yang menghasilkan anak yang menetas ketika masih berada dalam tubuh
induknya (ovovipar), dan ada juga yang melahirkan anak berupa individu-individu
baru (vivipar) seperti julung-julung (Hemirhampohodon pogonognathus) yang
bersifat vivipar yang kemudian bunting yang terus menerus dan melahirkan
individu baru (Effendi, 1997). Menurut Lagler et al., (1962) dalam Patriono
(2007) ikan mempunyai ukuran tubuh berbeda-beda dimana setiap bentuk tubuh
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan habitatnya. Umumnya tubuh ikan

Universitas Sumatera Utara

7

berbentuk torpedo (fusiform) dan kebanyakan

agak oval dalam potongan


melintangnya untuk ikan yang biasa hidup pada kondisi air yang mempunyai arus
yang deras serta ikan yang berbentuk streamline sempurna untuk ikan perenang
bebas. Bentuk umum dari kebanyakan ikan adalah sebagai berikut:
a. bulat (globioform) pada Tetraodontidae,
b. seperti ular (agluilliform) pada belut (Aguilidae)
c. seperti jarum (filiform) pada Nemichthyidae
d. sangat datar dari sisi yang satu ke sisi yang lain (compressedform) pada
chaetodontidae dan Pleuronectidae
e. bagian lain datar tapi sangat panjang (trachipteriform) pada Trachipteridae,
f. datar dari atas samapi ke bawah (depressedform) pada Rajidae dan
Ogcocephalidae
2.3 Ekologi ikan
Menurut Myers (1951) dalam Rahardjo et al., (2011) ikan yang ditemukan di
perairan air tawar secara garis besar dipisahkan dalam enam kelompok yaitu:
a. Ikan primer adalah kelompok ikan yang tidak atau sedikit bertoleransi terhadap
air laut misalnya Cyprinidae dan Clariidae. Air asin bertindak sebagai
pembatas distribusi ikan.
b. Ikan sekunder adalah kelompok ikan yang sebarannya terbatas pada perairan
air tawar tetapi cukup bertoleransi terhadap salinitas, sehingga mereka dapat
masuk ke laut dan kadang kala melintasi hambatan air asin misalnya Cichlidae.

c. Ikan diadromus adalah kelompok ikan yang secara reguler beruaya antara
perairan tawar dan perairan laut, misalnya Sidat dan Salmon.
d. Ikan vicarious adalah kelompok ikan laut yang bukan peruaya yang hidup di
perairan tawar misalnya Burbot (Lota).
e. Ikan komplementer adalah kelompok ikan laut peruaya yang mendominasi
habitat tawar bila itidak ada ikan primer dan sekunder misalnya belanak dan
Obi.
f. Ikan sporadik adalah kelompok ikan yang kadangkala masuk perairan atau
yang dapat hidup dan memijah di antara salah satu perairan misalnya belanak.

Universitas Sumatera Utara

8

Penyebaran suatu organisme tergantung pada tanggapannya terhadap
faktor lingkungan. Organisme yang dapat hidup pada selang faktor lingkungan
yang lebar (euri), cenderung akan tersebar luas pula di permukaan bumi ini,
sebaliknya jenis organisme yang hanya dapat hidup pada selang faktor lingkungan
yang sempit (steno) penyebarannya sangat terbatas. Penyebaran organisme
ditentukan oleh pola penyebarannya. Organisme yang tersebar sangat luas

umumnya pola penyebarannya berkelompok atau beraturan (Suin, 2002).
2.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai
Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan.
Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat
diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan
populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor
iklim, fisika, dan kimia (Suin, 2002).
2.4.1 Faktor Fisika Perairan Sungai
2.4.1.1 Arus Sungai
Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada
perairan lotik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan
penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air.
Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertical. Arus air pada perairan lotik
umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air bergerak ke segala arah sehingga air
akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut. Selain itu dikenal arus
laminar, yaitu arus air yang bergerak ke arah tertentu saja (Barus, 2004)
Kecepatan arus air permukaan tidak sama dengan air bagian bawah. Semakin ke
bawah gerakan air biasanya semakin lambat dibandingkan dengan di bagian
permukaan. Perbedaan kecepatan arus antar kedalaman menyebabkan tampak
bentuk antara organisme air pada kedalaman yang berbeda tidak sama. Kecepatan

arus air dapat diukur dengan beberapa cara, mulai dengan cara yang paling
sederhana sampai dengan alat yang khusus untuk itu, yaitu dengan meteran arus
buatan pabrik (Suin, 2002).
Menurut Michael (1995), Perpindahan air sangatlah penting dalam
penentuan penyebaran plankton,

gas terlarut dan garam-garaman juga

Universitas Sumatera Utara

9

mempengaruhi perilaku organisme kecil. Kecepatan aliran air yang mengalir
beragam dari permukaan ke dasar, meskipun berada dalam saluran buatan yang
dasarnya halus tanpa rintangan apa pun. Arus akan paling lambat bila makin dekat
ke dasar. Perubahan kecepatan air itu tercermin dalam modifikasi yang
diperlihatkan oleh organisme yang hidup dalam air mengalir, yang kedalamannya
berbeda.
2.4.1.2 Suhu Air Sungai
Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan

hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai gas di
air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi
oleh suhu. Menurut Hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu sebesar 10oC (Hanya pada
kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis
(misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem
akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari,
pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor
kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Brechm &
Meijering, 1990 dalam Barus, 1996).
Menurut effendi (2003), Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam proses metabolisme organism perairan. Perubahan suhu yang
mendadak atau kejadian suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan
organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami
perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari
permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan
kedalaman air. Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota
perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya
kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut
organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk

keperluan proses metabolism dan respirasi.
2.4.1.3 Kecerahan Air Sungai

Universitas Sumatera Utara

10

Menurut Barus (2004) Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan
mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan
diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar permukaan air. Dengan
bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami
perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya
gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang
menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan.
Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena
intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai ke lapisan dasar.
Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari juga
oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat di dalam air, misalnya oleh
plankton dan humin yang terlarut dalam air. Vegetasi yang ada di sepanjang aliran
air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air, karena
tumbuh-tumbuhan tersebut juga mempunyai kemapuan untuk mengabsorbsi
cahaya matahari.
Pengukuran kecerahan air dengan keeping secchi didasarkan pada batas
pandangan ke dalam air untuk melihat warna putih yang berada dalam air.
Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat batas pandangan, sebaliknya
kalau air jernih akan jauh batas pandangan tersebut (Suin, 2002).
2.4.1.4 Kelarutan Oksigen (Dissolved Oxygen)
Kelarutan oksigen merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.
Oksigen terlarut merupakan suatu factor yang sangat penting di dalam ekosistem
perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh
faktor suhu, dimana kelarutan maksimum terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar
14,16 mg/L oksigen. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi
oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan
meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Sumber utama oksigen terlarut dalam
air berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari
proses fotosintesis. Air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke
atmosfer dan melalui aktivitas respirasi dari organism akuatik (Barus, 2004).

Universitas Sumatera Utara

11

Kelarutan oksigen optimum atau yang tidak dapat ditoleransi bervariasi
bergantung pada jenis ikan, umumnya 4-12 ppm dapat diterima oleh ikan. Ikan
biasa memijah di air mengalir dan dingin memerlukan oksigen terlarut lebih tinggi
daripada ikan yang biasanya memijah di air tergenang (stagnan) atau berarus
lambat. Tekanan oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen meristik (Rahardjo
et al., 2011).
2.4.1.5 Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa
organik yang diukur pada temperature 20 oC. Dalam proses oksidasi secara
biologis ini tentu saja dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan
dengan proses oksidasi secara kimiawi. Dari hasil penelitian misalnya diketahui
bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah
tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari
lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam
proses pengkuran ini, sementara dari penelitian diketahui bahwa setelah
pengukuran dilakukan selama 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan
sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan
adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan,
tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik
tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
penguraian itu (Barus, 2004).
2.4.1.6 Chemical Oxygen Demand (COD)
COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan
dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur
nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang
mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa
diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

Universitas Sumatera Utara

12

2.4.1.7 Kejenuhan Oksigen
Menurut Barus (2004), disamping pengukuran konsentrasi oksigen, biasanya
dilakukan pengukuran terhadap tinggkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini
dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai
maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat kejenuhan oksigen suatu
contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen terlarut dalam mg/l,
diperlukan juga pengukuran temperatur dari air.
2.4.1.8 Nilai pH
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat
antara 7-8,5. Kondisi bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolism dan respirasi (Barus, 1996 dalam Siagian, 2009).
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion
hydrogen dalam peraian. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar
tingkat keasaman atau kebasahan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7
adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7
dikatakan kondisi perairan bersifat asam (Effendi, 1997).
2.4.1.9 Kandungan Nitrat dan Posfat
Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan
berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan
organisme air. Disamping itu nitrit dapt menyebabkan fungsi hemoglobin dalam
transportasi oksigen terganggu dimana hemoglobin akan diubah menjadi
methahemoglobin yang mempunyai kemampuan rendah dalam mentransport
oksigen. Posfat juga merupakan unsur penting. Posfat dapat berasal dari sedimen
yang selanjutnya akan terfiltarasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam
system perairan terbuka dan selain itu juga dapat berasal dari atmosfter bersama
air hujan (Barus, 2004).
Unsur hara yang penting di perairan adalah nitrogen dan fosfor. Nitrogen
di perairan berada dalam bentuk nitrogen bebas, nitrat, nitrit, ammonia, dan
ammonium. Unsur fosfor dapat ditemukan dalam bentuk senyawa organik yang

Universitas Sumatera Utara

13

terlarut (ortofosfat dan folifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat.
Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan adalah
nitrat dan amonia yang merupakan sumber utama nitrogen di perairan. Kadar
nitrat di perairan tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonia.
Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien
utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut
dalam air dan bersifat stabil, sedangkan nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah
yang sangat sedikit di perairan karena bersifat tidak stabil terhadap keberadaan
oksigen. Senyawa nitrat dapat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa
nitrogen di perairan (Effendi 1997).

Universitas Sumatera Utara