Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

29

BAB II
KETENTUAN TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK
YANG MENGANDUNG UNSUR PERSAMAAN PADA POKOKNYA
SEHINGGA DAPAT MENIMBULKAN SUATU KEPASTIAN HUKUM

A. Pengertian Umum Tentang Persamaan Pada Pokoknya Dalam Merek
Istilah “Persamaan Pada Pokoknya” muncul ketika dua buah Merek yang
“kelihatannya” sama disandingkan. Dalam praktek, hal ini sering menjadi persoalan
ketika merek yang satu dianggap melanggar merek lain. Undang-undang Nomor 15
tahun 2001 tentang Merek pun tidak mengatur terminologi “Persamaan Pada
Pokoknya” dengan rinci dan terang, sehingga dalam kasus-kasus pelanggaran Merek
persoalan ini sering tidak selesai di meja debat.
Dalam bagian Penjelasan, khusunya penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a,
undang-undang Merek hanya mendefinisikan “Persamaan Pada Pokoknya” sebagai:
“Kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek
yang satu dan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan
baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsurunsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek
tersebut”.34
Menurut penjelasan tersebut, Persamaan Pada Pokoknya merupakan suatu

“kemiripan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka menerjemahkan
“kemiripan” yang berasal dari kata dasar “mirip” ini sebagai “hampir sama atau
34

Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Bandung, Alumni, 1977, hal. 106.

29

Universitas Sumatera Utara

30

serupa”. Dengan demikian, maka dalam Persamaan Pada Pokoknya merek-merek
tersebut hanya “hampir sama” atau “serupa” bentuknya, jadi bukan “sama persis”
atau “sama secara utuh”.
Kemiripan antara merek satu dengan yang lain ini disebabkan oleh adanya
unsur-unsur yang menonjol dari masing-masing merek yang diperbandingkan. Unsurunsur yang menonjol itu, kalau disimpulkan dari bunyi pasal 1 angka 1 undangundang merek tentang pengertian merek, dapat terdiri dari: 1) Nama 2) Kata 3)
Huruf-huruf 4) Angka-angka 5) Susunan warna 6) Atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut. Kemiripan antara Merek yang satu dengan Merek lain muncul karena
masing-masing unsur “nama”, atau “kata”, atau “huruf-huruf”, atau “angka-angka”,

atau “susunan warna”, atau kombinasi dari semua unsur itu ada yang menonjol.
Sampai sejauh mana unsur-unsur tersebut dikatakan menonjol, penjelasan pasal 6
ayat (1) huruf a hanya menyebutkan sampai unsur-unsur itu menimbulkan “kesan”
adanya persamaan pada: 1) Bentuk 2) Cara penempatan 3) Cara penulisan 4) atau
kombinasi antara unsur-unsur tersebut 5) Serta bunyi ucapan.35
Dengan demikian, maka dalam Persamaan Pada Pokoknya kemiripan itu
bersifat substansial, yaitu meskipun Merek-merek tersebut tidak sama persis, namun
perbedaannya masih dapat dilacak, sehingga persamaan yang muncul dari Merekmerek itu hanya berupa “kesan”. Dalam hal ini tidak ada persamaan secara utuh
antara masing-masing Merek, hanya saja Merek-merek tersebut menurut pandangan

35

Casavera, Delapan Kasus Sengketa Merek di Indonesia Suatu Tinjauan Yuridis, Graha
Ilmu, Yogyakarta, 2009, hal. 50

Universitas Sumatera Utara

31

umum “terkesan mirip”. Untuk mengukur secara persis sampai sejauh mana merekmerek tersebut memiliki “kesan” yang sama, perlu diteliti lagi unsur-unsurnya. Hal

ini mengingat undang-undang merek tidak merinci lebih lanjut sampai sejauh mana
“kesan” itu dapat diukur.
Menurut Kasubdit Pemeriksaan Direktorat Merek Ditjen HKI, Didik Taryadi,
jika merangkum Pasal 6 ayat (1) huruf a undang-undang merek di atas, untuk menilai
Persamaan Pada Pokoknya bisa dilakukan secara visual, konseptual dan fonetik.
Persamaan Visual dapat diukur dari sisi “tampilan” merek itu sendiri, yang karena
persamaan bentuknya, penempatan unsur-unsur, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut menimbulkan kesan adanya persamaan yang dapat membuat
orang keliru. Hal yang paling substansial disini adalah adanya “kesan visual”,
sehingga dengan kesan itu orang bisa keliru. Misalnya merek rokok “Djenam“, yang
secara visual menyerupai rokok merek “Djarum“.36
Dalam persamaan Konseptual, kesan adanya persamaan lebih menekankan
pada kesamaan “filosofi dan makna” yang terkandung dalam Merek tersebut.
Misalnya suatu produk bermerek gambar ”Harimau“. Merek lain dengan kata-kata
atau tulisan “Harimau“ mungkin saja memiliki persamaan filosofi dan makna yang
dapat mengaburkan pemahaman masyarakat terhadap barang tersebut. Persamaan
Fonetik didasarkan pada adanya persamaan secara “pengucapan atau bunyi” Merek
sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan. Suatu merek “House“ memiliki

36


Direktorat Jenderal HKI, Direktorat Hukum Merek Berdasarkan Undang-Undang No. 15
Tahun 2001, Direktorat Jenderal HKI, Departemen Hukum dan HAM, Jakarta, 2011, hal. 15

Universitas Sumatera Utara

32

pengucapan yang sama dengan “Haus“, sehingga keduanya dapat menimbulkan
kemiripan.37
Menurut Beverly W. Pattishall, et. al. dalam “Trademarks and Unfair
Competition Fifth Edition”, faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur untuk
menentukan adanya Persamaan Pada Pokoknya yaitu: 1) Persamaan Bentuk
(Similarity of Appearance), 2) Istilah Asing (Foreign Terms), 3) Persamaan Konotasi
(Similarity of Connotation), 4) Persamaan Kata dan Tanda Gambar (Word and
Picture Marks), 5) Persamaan Bunyi (Similarity of Sound).
Dalam Persamaan Bentuk (Similarity of Appearance), pertimbangan utama
Persamaan Pada Pokoknya terletak pada “kesan visual” (Visual imprresion) secara
keseluruhan dari masing-masing bentuk Merek. Persamaan Bentuk ini tidak
mempersoalkan persamaan atau perbedaan masing-masing unsurnya. Cukup dapat

dikatakan terdapat Persamaan Pada Pokoknya bila konsumen mendapat kesan bahwa
suatu merek yang palsu secara visual terkesan seperti aslinya. Kesan visual ini
muncul dengan cara menggeneralisir keseluruhan unsur tanpa membedakan variasi
unsurnya. Contoh Persamaan Bentuk misalnya dalam memperbandingkan merek
QUIRST dengan merek SQUIRT untuk produk soft drink. Kedua merek itu
menampilkan kesan visual yang secara keseluruhan hampir sama sebagai produk soft
drink, meskipun unsur-unsur mereknya yang berupa nama, kata atau huruf-hurufnya
berbeda. Begitupun dalam perbandingan merek CARTIER dengan merek CATTIER

37

M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Citra Adtya Bakti, 2005, hal. 63

Universitas Sumatera Utara

33

untuk produk kosmetik, atau merek TORNADO dengan merek VORNADO untuk
produk mesin-mesin elektrik.38

Persamaan Pada Pokoknya bisa juga disimpulkan dari adanya persamaan
bunyi pada merek-merek yang diperbandingkan, terutama pada merek-merek yang
mengandalkan kekuatan bunyi kata. Dalam persamaan bunyi ini pelafalan atau cara
pengucapan (pronunciation) merek yang “benar” bukanlah faktor yang menentukan.
Pelafalan atau pengucapan yang tidak benar bisa juga menyebabkan adanya
persamaan bunyi merek. Merek HUGGIES dan merek DOUGIES untuk produk
popok bayi kalau dilafalkan akan memiliki persamaan bunyi, meskipun pelafalannya
sedikit berbeda. Begitupun merek CROWNSCRIBER dan SOUNDSCRIBER untuk
merek produk tape recorder, serta LE CONTE dan CONTI untuk merek produk
perawatan rambut.
Persamaan Pada Pokoknya bisa juga muncul karena antara beberapa Merek
yang diperbandingkan memiliki kesamaan konotasi yang mengasosiasikan Merek
tersebut pada suatu hal tertentu. Misalnya antara Merek APPLE dengan Merek
PINEAPPLE. Kedua Merek tersebut merupakan produk komputer, dan secara
semantik kedua istilah Merek itu memiliki keterkaitan sebagai nama buah yang
berasosiasi sebagai Merek barang komputer. Contoh lain misalnya majalah merek
PLAYBOY dan PLAYMEN. Kedua Merek majalah itu secara semantik memiliki
keterkaitan dan berasosiasi sebagai majalah untuk kaum pria.

38


Djoko Prakoso, Hukum Merek dan Paten di Indonesia, Dahara Prize, Semarang, 2005, hal.

75

Universitas Sumatera Utara

34

Persamaan Pada Pokoknya juga muncul dengan memperbandingkan Merek
yang berupa kata (Word) dengan Merek yang berupa gambar yang merepresentasikan
kata tersebut. Dua merek yang diperbandingkan itu masing-masing berupa “kata” dan
“gambar yang merepresentasikan kata”. Persamaan kata dan tanda gambar ini dapat
kita jumpai misalnya dengan memperbandingkan merek TIGER HEAD dengan
Merek yang bergambar “kepala harimau” untuk produk barang atau jasa yang sama.
Gambar kepala harimau dalam perbandingan tersebut merepresentasikan kata yang
terdapat dalam merek TIGER HEAD (Kepala harimau). Begitu juga misalnya dalam
memperbandingkan merek PEGASUS dengan merek yang bergambar “kuda terbang
(Flying horse)”.
Persamaan Pada pokoknya muncul apabila merek yang menggunakan istilah

bahasa asing memiliki konotasi yang sama dengan merek yang menggunakan istilah
dalam negeri. Dalam hal ini, meskipun terdapat perbedaan bentuk, kata maupun
bunyi, namun kedua merek yang diperbandingkan itu memiliki kesamaan arti karena
salah satunya berasal dari istilah bahasa asing. Misalnya produk sabun mandi merek
GOOD MORNING diperbandingkan dengan merek sabun mandi BUENOS DIAS
atau SELAMAT PAGI, yang kesemua istilah dalam merek itu mempunyai arti sama.
Letak Pokok persamaan merek-merek itu adalah pada konotasi atau arti yang sama
dari istilah-istilah yang digunakan dalam masing-masing merek.Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa Persamaan Pada Pokoknya muncul karena adanya
persamaan

dalam

bentuk,

makna,

serta

bunyi


dari

merek-merek

yang

diperbandingkan. Bentuk ini terdiri dari bentuk kata, nama, huruf, angka, warna atau

Universitas Sumatera Utara

35

kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian makna dalam hal ini adalah
mempunyai persamaan pada pokoknya adalah hal pengucapan dan makna secara
keseluruhan, makna kata dengan representasi gambar serta penggunaan istilah asing
dengan pengertian yang sama.39

B. Tinjauan Umum Terhadap Sistem Kepemilikan Merek di Indonesia
Definisi yuridis tentang merek memperoleh legitimasinya di dalam Pasal 1

angka 1 Undang-Undang No. 15 tahun 2001 yang menyebutkan bahwa, “Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda, dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Definisi tentang merek
juga ditentukan dalam persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights). Dari ketentuan definisi yang telah dikemukakan di atas baik dari
peraturan perundang-undangan maupun dari TRIPs dapat diketahui bahwa merek
adalah :
1. Merek mengandung arti sebagai cap, tanda atau lambang.
Cap, tanda atau lambang dalam merek itu sendiri banyak sekali ragam atau
jenisnya. Dapat dibedakan menjadi 5 jenis yaitu :
a. Merek lukisan; (cap susu untuk bayi)
b. Merek kata; (cap bumbu masakan "Sasa")
c. Merek bentuk; (botol coca cola)
39

Insan Budi Maulana dan Yoshiro Sumida, Perlindungan Bisnis Merek Indonesia-Jepang,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2004, Hal. 20.

Universitas Sumatera Utara


36

d. Merek bunyi-bunyian; (cap film M.G.M dengan seekor singa)
e. Merk judul (titetmerk);
2. Mempunyai fungsi sebagai daya pembeda
Merek yang akan digunakan untuk barang atau jasa oleh seseorang atau suatu
badan hukum harus memiliki daya pembeda dengan merek pada barang atau jasa
sejenis milik orang atau badan hukum lainnya yang tetah mendaftarkan mereknya
terlebih dahulu. Karena suatu kemiripan yang timbul dalam sebuah merek dagang
berarti merek dagang tersebut menyebabkan kerancuan sebab jika digunakan untuk
barang yang sejenis, akan menyebabkan kerancuan terhadap asal barang-barang
tersebut (Putusan Mahkamah Agung tanggal 27 Februari 1968, Kumpulan Putusan
Terdahulu Kasus Perdata Mahkamah Agung 22-20-399)
3.

Mempunyai suatu tujuan yaitu digunakan dalam kagiatan perdagangan barang

atau jasa
Penggunaan tanda pada suatu barang atau jasa yang tidak digunakan dalam
suatu aktifitas atau kegiatan perdagangan barang atau jasa tidak dapat disebut sebagai
merek.40
Suatu cap, tanda atau lambang agar dapat disebut sebagai merek harus
memillki syarat utamanya berupa daya pembeda pada unsur-unsurnya yaitu pada
tandanya. Tanda tersebut dapat dicantumkan pada barang atau jasa bersangkutan, atau
pada bungkusan dari barang atau amplop dari surat-surat si pemilik jasa bersangkutan

40

R.M. Suryodiningrat, Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradnya Paramita, Jakarta, 2013, hal.

22

Universitas Sumatera Utara

37

yang tetah didaftarkan mereknya untuk kemudian dipergunakan dalam kegiatan
perdagangan bark barang maupun jasa.
Daya pembeda ini sangat penting artinya karena terkait erat dengan
perlindungan merek di mana suatu merek hanya dapat dilindungi oleh suatu tanda
yang tepat untuk membuat perbedaan antara barang atau jasa milik seseorang atau
badan hukum yang satu dengan lainnya yang sejenis. Dalam hal ini perlindungan atas
merek dagang seperti yang diberikan dalam hukum merek hanya dapat efektif jika
merek dagang itu terdaftar sesuai dengan hukum.
Yang dimaksud dengan daya pembeda adalah memiliki Kemampuan untuk
digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lain. Sehingga agar dapat dikatakan memiliki daya pembeda, maka
disamping keberadaan tanda itu sendiri yang tidak boleh terlalu sederhana ataupun
terlalu rumit juga suatu merek tidak boleh memiliki persamaan pada pokoknya
ataupun pada keseiuruhannya dengan merek barang atau jasa sejenis milik seseorang
atau badan hukum lainnya.41
Dari uraian di atas mengenai syarat hak kepemilikan suatu merek, maka dapat
dikatakan bahwa agar sesuatu dapat dikategorikan dan diakui sebagai suatu merek
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Mempunyai fungsi pembeda
2. Merupakan tanda pada barang dagang atau jasa

41

A. Russan, Prosedur Pendaftaran Merek, Bahan Diskusi dan Pelatihan HKI, Direktorat
Merek, 1997, hal.3

Universitas Sumatera Utara

38

3. Tidak memenuhi unsur-unsur yang bertentangan dengan kesusilaan
4. Bukan menjadi milik umum
5. Tidak merupakan keterangan, atau berkaitan dengan barang, atau jasa yang
dimintakan pendaftarannya.
Dalam sistem kepemilikan merek di Indonesia, setiap merek yang akan
dijadikan hak milik baik oleh perorangan maupun oleh badan hukum harus
didaftarkan agar menimbulkan suatu kepastian hukum dalam hal kepemilikannya.
Apabila merek yang telah beredar dipasaran terhadap suatu barang dagangan tertentu
tidak didaftarkan kepada instansi yang berwenang dalam hal ini adalah Direktorat
Merek maka merek tersebut dapat saja digunakan oleh orang lain dan merek tersebut
tidak dapat diklaim atau tidak dapat dinyatakan sebagai milik seseorang atau badan
hukum tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menjadikan suatu
merek dagang menjadi hak milik dari seseorang atau badan hukum tertentu maka
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang termuat di dalam
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek maka merek tersebut harus
didaftarkan secara resmi di instansi Direktorat Merek yang berwenang dalam hal
pendaftaran merek tersebut.
Di dalam sistem pendaftaran merek dikenal ada dua sistem pendaftaran yaitu
sistem deklaratif (atributif) dan sistem konstitutif. Dalam sistem deklaratif adalah
sistem yang mendasarkan kepada perlindungan hukum bagi mereka yang
menggunakan merek terlebih dahulu, sistem ini kurang menjamin kepastian hukum,

Universitas Sumatera Utara

39

juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. 42 Dengan demikian
dapat dikatakan sistem pendaftaran deklaratif adalah sistem yang mendaftarkan
merek yang digunakan terlebih dahulu oleh pengguna merek walaupun merek
tersebut belum didaftarkan secara resmi secara konstitutif tetapi karena telah
dideklarasikan dan telah digunakan terhadap publik maka merek tersebut dipandang
telah didaftarkan secara deklaratif atau telah dideklarasikan kepada publik dengan
menggunakan merek tersebut terhadap jenis barang tertentu. 43
Sistem pendaftaran merek secara konstitutif bertujuan menjamin kepastian
hukum disertai pula dengan ketentuan-ketentuan yang menjamin segi-segi keadilan.
Jaminan terhadap aspek keadilan tampak antara lain pada pembentukan cabangcabang Kantor Merek di daerah, pembentukan Komisi Banding Merek, dan
memberikan kemungkinan untuk mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri
lainnya serta tetap dimungkinkannya pengumuman permintaan pendaftaran merek
oleh pemilik merek tidak terdaftar yang telah menggunakan merek tersebut yang
pertama untuk mengajukan keberatan.
Sistem pendaftaran secara konstitutif adalah suatu sistem pendaftaran merek
yang didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dimana merek tersebut telah didaftarkan secara resmi di Kantor Pendaftaran Merek di
Direktorat Merek dan tercatat di Kantor Pendaftaran Merek sebagai merek yang telah

42

Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 33
Effendi Hasibuan¸Perlindungan Merek Studi Mengenai Putusan Pengadilan Indonesia dan
Amerika Serikat, FH UI, Jakarta, 2006, hal. 39
43

Universitas Sumatera Utara

40

terdaftar serta di umumkan dalam Daftar Umum Merek bahwa merek tersebut telah
didaftarkan secara resmi untuk pertama kalinya oleh pengguna merek tersebut.
Di dalam sistem pendaftaran merek secara deklaratif (pasif), mengandung
pengertian bahwa pendaftaran itu bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya
memberikan dugaan, atau sangkaan hukum (rechverboeden), atau preemptio iuris
yaitu bahwa pihak yang mereknya terdaftar itu adalah pihak yang berhak atas merek
tersebut dan sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan, atau dengan kata
lain menurut sistem deklaratif ini bukan suatu pendaftaran yang menciptakan atau
memberikan suatu hak atas merek, tetapi yang memberikan hak atas merek adalah
pemakai pertama, dan pendaftaran disini hanyalah memberikan suatu dugaan hukum,
bahwa orang atau atas nama siapa merek itu didaftarkan dianggap hukum seolah-olah
pemegang diakui sebagai pemakai pertama. Akan tetapi jika seorang yang lain dapat
membuktikan hak yang lebih kuat, maka hak dari si pendaftar ini menjadi kalah dan
hak dari pihak ketiga inilah yang diakui oleh hukum sebagai yang berhak atas
merek.44
Pada sistem deklaratif (pasif) ini, pendaftaran bukan suatu keharusan, tidak
merupakan syarat mutlak bagi pemilik untuk mendaftarkan mereknya, karena fungsi
pendaftaran menurut sistem ini hanya memudahkan pembuktian bahwa dia adalah
yang diduga sebagai pemilik yang sah sebagai pemakai pertama. Akibat dari sistem
deklaratif ini bagi si pendaftar merek kurang mendapatkan kepastian hukum, karena

44

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,
Raja Grafindo, Persada, 2008, hal. 45

Universitas Sumatera Utara

41

masih dimungkinkan adanya gugatan dari pihak lain, dan bilamana pihak lain dapat
membuktikannya lebih kuat bahwa dirinya adalah pemakai pertama atas suatu merek
maka pihak lain inilah pemilik sah atas suatu merek atau yang memiliki hak atas
merek. Sistem deklaratif ini pernah dipakai di Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Merek 1961, yaitu yang tercantum dalam Pasal 2, “Hak khusus untuk memakai suatu
merek guna memperbedakan barang-barang hasil perusahaan atau barang perniagaan
seseorang atau suatu badan dari barang orang lain diberikan kepada siapa yang untuk
pertama kali memakai merek itu untuk keperluan tersebut di Indonesia.” 45
Menurut sistem pendaftaran merek secara konstitutif, bahwa yang berhak atas
suatu merek adalah pihak yang telah mendaftarkan mereknya. Jadi dengan adanya
pendaftaran inilah menciptakan hak atas merek tersebut dan pihak yang mendaftarkan
adalah satu-satunya yang berhak atas suatu merek dan bagi pihak lain harus
menghormati hak si pendaftar. Pendaftaran merek dengan sistem konstitutif lebih
menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Hal mana ditegaskan dalam
Undang-Undang Merek 1992 pada penjelasan mengapa terjadi perubahan sistem dari
deklaratif ke sistem konstitutif.
Tidak seperti halnya dalam sistem deklaratif yang lebih banyak menimbulkan
kesulitan dalam penegakan hukumnya, maka pada sistem konstitutif dengan prinsip
first to file atau dengan doktrin prior in tempore, melior in jure, sangat potensial
untuk mengkondisikan:

45

Casavera, Delapan Kasus Sengketa Merek di Indonesia Suatu Tinjauan Yuridis, Graha
Ilmu, Yogyakarta, 2009, hal.50

Universitas Sumatera Utara

42

1. Kepastian hukum untuk mengkondisikan siapa sebenarnya pemilik merek
yang paling utama untuk
2. Kepastian hukum untuk mengkondisikan siapa sebenarnya pemilik merek
yang paling utama untuk dilindungi,
3. Kepastian hukum pembuktian, karena hanya didasarkan pada fakta
pendaftaran. Pendaftaran satu-satunya alat bukti utama,
4. Mewujudkan dugaan hukum siapa pemilik merek yang paling berhak dengan
pasti, tidak menimbulkan kontroversi antara pendaftar pertama dan pemakai
pertama. 46
Sistem konstitutif ini mulai diberlakukan di Indonesia berdasarkan UndangUndang Merek 1992 (lihat Pasal 2). Pada sistem konstitutif Undang-Undang Merek
1992 teknis pendaftarannya telah diatur seteliti mungkin, dengan melakukan
pemeriksaan secara formal persyaratan pendaftaran dan pemeriksaan substantif
tentang merek. Sebelum dilakukan pemeriksaan substantif, dilakukan lebih dahulu
pengumuman tentang permintaan pendaftaran merek. Bagi mereka yang merasa
dirugikan akan adanya pengumuman itu dapat mengajukan keberatan. Pihak yang
mengajukan pendaftaran merek diberi hak untuk menyanggah terhadap keberatan
tersebut.
Jika prosedur pemeriksaan substantif selesai dan pendaftaran merek
dilangsungkan dengan menempatkan ke Daftar Umum Merek, maka pemilik merek

46

Djoko Prakoso, Hukum Merek dan Paten di Indonesia, Dahara Prize, Semarang, 2005, hal.

75

Universitas Sumatera Utara

43

diberikan Sertifikat Merek. Sertifikat ini merupakan tanda bukti Hak Atas Merek
yang merupakan bukti bahwa pemilik merek diberi hak khusus oleh negara untuk
menggunakan merek yang telah didaftarkan.
Bukti yang demikian tidak dijumpai pada sistem deklaratif, karena pemilik
merek yang mendaftarkan mereknya hanya diberi surat tanda pendaftaran, bukan
sertifikat. Disinilah dapat dilihat jaminan kepastian hukumnya pemakai merek pada
sistem konstitutif pendaftaran merek. Merek-merek yang tidak didaftarkan,sudah
dapat dipastikan pemilik merek yang bersangkutan tidak mempunyai Hak Atas
Merek.
Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik
merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu
menggunakan merek itu sendiri, atau memberi ijin kepada seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunkannya (Pasal 3
Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001). Hak atas kekayaan intelektual
termasuk hak atas merek termasuk dalam kategori hak kebendaan yang memberi
kekuasaan langsung atas suatu benda (merupakan benda tak berwujud) kepada
pemiliknya, yaitu kekuasaan untuk menggunakan dan menikmati. Hak atas merek
merupakan hak kebendaan bersifat mutlak bukan relatif, artinya setiap orang harus
menghormati hak tersebut dan pemilik hak ini dapat mempertahankan terhadap
siapapun yang tidak berhak. Hak atas kekayaan intelektual termasuk hak atas merek
merupakan hak khusus yang diberikan oleh negara kepada yang berhak (exclusive
right), sehingga mengesampingkan pihak-pihak yang tidak berhak. Hak tersebut bisa

Universitas Sumatera Utara

44

diperoleh karena adanya pembentukan barang, yaitu berupa penciptaan atau
penemuan.47
Hak atas merek dapat diperoleh melalui pendaftaran pada kantor merek dan
pendaftaran harus mempunyai itikad baik. Adapun prosedur pendaftarannya adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Permohonan (application)
Persyaratan formal (examination on complettness)
Pengumuman dan publikasi
Sanggahan dan keberatan
Pemeriksaan substansi
Penerimaan dan penolakan
Banding atas penolakan48
Selanjutnya hak atas merek tersebut dapat dialihkan dengan beberapa cara,

yaitu: pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian, sebab lain.
C. Ketentuan Tentang Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Merek
Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek di
Indonesia
Merek merupakan hak khusus yang diberikan oleh negara kepada yang berhak
untuk secara ekslusif mempergunakan simbol tersebut. Kepemilikan merek ini sebuah
pengakuan hukum atas imbalan yang diterima dari usaha atau hasil yang kreatif. Hak
kepemilikan atas merek ini tidak begitu saja diberikan karena untuk mendapatkannya
harus melalui berbagai macam syarat dan prosedur seperti yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

47

Untung Suropati, Hukum Kakayaan Intelektual dan Alih Teknologi, Fakultas Hukum
Universitas Satya Wacana, Salatiga, 2003, hal. 2.
48
Budi Santoso, Pengantar HKI, Penerbit Pustaka Magister, Semarang, 2008, Hal. 46.

Universitas Sumatera Utara

45

Di Indonesia untuk mendapatkan hak kepemilikan atas merek, maka sesuai
dengan Pasai 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 merek yang bersangkutan
harus / wajib didaftarkan di dalam daftar umum kantor merek terlebih dahulu. Dalam
mendaftarkan merek tersebut sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 harus dilandasi dengan itikad baik. Sebagai bukti jika ia telah
mendaftarkan mereknya lebih dulu, maka akan diperoleh sertifikat atas merek
tersebut.
Pendaftaran merek ini harus dilakukan karena Indonesia dalam perlindungan
mereknya menganut sistem konstitutif. Dalam mendapatkan hak kepemilikan atas
merek melalui pendaftaran, maka terhadap pengajuan permohonan pendaftaran merek
int diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia yang di tandatangani oleh
pemohon atau kuasanya dengan tercantumkan persyaratan sebagai berikut (Pasal 7
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001):
1. Tanggal, bulan dan tahun
2. Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon
3. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa
4. Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan
unsur warna
5. Nama negara dan tanggal permintaan pendaftaran merek yang pertama kali
dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.49

49

Untung Suropati, Hukum Kakayaan Intelektual dan Alih Teknologi, Fakultas Hukum
Universitas Satya Wacana, Salatiga, 2003, hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

46

Sedangkan untuk proses penyelesaian permintaan pendaftaran merek itu
sendiri paling lama 14 bulan 10 hari dengan perincian sebagai berikut :
1. Pemeriksaan kelengkapan persyaratan paling lama 30 hari
2. Pengumuman dalam Berita Resmi Merek (BRM) selama 3 bulan untuk
memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengajukan keberatan
3. Pemeriksaan ada tidaknya persamaan dengan merek orang lain yang sudah
terdaftar lebih dulu paling lama 9 bulan
4. Penyelesaian sertifikat dan penyampalan pada pemohon paling lama 1 bulan50
Keberadaan hak khusus untuk memakai merek yang diberikan kepada
pendaftar pertama ini berfungsi seperti monopoli yang berlaku terhadap barang atau
jasa yang sejenis saja, kecuali temadap merek yang terkenal, maka monopoli tersebut
dapat pula berlaku bagi produk barang atau jasa yang tidak sejenis. Akibatnya
temadap pendaftar merek selanjutnya atau pemakai merek lainnya jika setelah
pemberian hak itu ternyata sama atau mirip dengan merek yang sudah terdaftar
terlebih dahulu tidak akan mendapat pertindungan hukum.
Dengan keberadaan pendaftaran atas merek tersebut bukan berarti sama sekali
menutup kemungkinan orang lain untuk menggunakan merek tersebut. Jika seseorang
atau badan hukum ingin dapat menggunakan merek yang orang lain telah
mendaftarkannya, maka ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari si pemegang hak
atas merek untuk memakai merek tersebut melalui perjanjian lisensi (Pasal 43 sampai

50

I Gusti Gede Getas¸Peranan Merek dalam Dunia Usaha, Upad Sastra, Denpasar, 2007, hal.

42

Universitas Sumatera Utara

47

Pasal 49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Menurut Gunawan Widjaja,
lisensi diartikan sebagai suatu bentuk pemberian izin untuk memanfaatkan suatu Hak
Atas Kekayaan Intelektual, yang dapat diberikan oleh pemberi lisensi kepada
penerima lisensi agar penerima lisensi dapat melakukan suatu bentuk kegiatan usaha,
baik dalam bentuk tekhnologi atau pengetahuan (knowhotf) yang dapat dipergunakan
untuk memproduksi, menghasilkan, menjual, atau memasarkan barang (berwujud)
tertentu, maupun yang akan dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan jasa tertentu,
dengan mempergunakan Hak Atas Kekayaan Intetektual yang dilisensikan tersebut. 51
Pengalihan hak atas merek selain dapat dilakukan dengan cara melalui lisensi,
menurut Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dapat pula
dilakukan dengan cara : (1) Pewarisan ; (2) Wasiat; (3) Hibah; (4) Perjanjian; (5)
Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Terhadap ke
lima pengalihan hak atas merek ini akan berakibat pengalihan kepemilikan hak atas
merek sedangkan terhadap lisensi tidak terjadi pengalihan kepemilikan hak atas
merek.
Tidak semua merek dapat didaftarkan untuk dimintakan hak atas
kepemilikannya. Disamping tidak adanya itikad baik dari pemohon pendaftaran
merek (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001), beberapa unsur yang
menjadikan suatu tanda tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5

51

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Raja
Grafindo, Persada, Jakarta, 2007, hal. 62

Universitas Sumatera Utara

48

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Tanda-tanda yang tidak dapat didaftarkan
sebagai merek ini adalah:
1. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda, terlalu sederhana atau rumit. Contoh
terlalu sederhana seperti sepotong garis, sebuah titik dan lain sebagainya. Contoh
terlalu rumit seperti lukisan benang kusut, puisi, dan lain sebagainya;
2. Tanda yang bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban
umum; contoh : lukisan atau perkataan yang melanggar kesopanan, ketentraman,
menyinggung rasa keagamaan atau melanggar ketertiban yang hidup di
masyarakat seperti lukisan porno, dan lain sebagainya;
3. Tanda yang rnerupakan keterangan atau berkaitan dengan barang yang dibubuhi
merek tersebut; contoh : lukisan jeruk untuk sirup yang mengandung rasa jeruk;
4. Tanda yang telah menjadi milik umum; contoh : lukisan jempol yang dikenal
umum sebagai pujian maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari
pihak yang berwenang. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau
stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.52
Kriteria persamaan merek tersebut jika mengandung persamaan penampilan
(sight), bunyi (sound) and arti (meaning) seperti merek bonamine dengan merek
dharmamine, merek king dengan osama di Jepang yang dianggap sama karena osama
dalam bahasa Jepang diartikan king, merek ajinomoto dengan merek miwon di mana
gambar juanto dalam merek miwon dianggap mempunyai persamaan pada pokoknya
52

Budi Santoso, Pengantar HKI, Penerbit Pustaka Magister, Semarang, 2008, hal. 46

Universitas Sumatera Utara

49

dengan gambar mangkok merah datam merek ajinomoto oleh Mahkamah Agung dl
Indonesia melalui putusannya No. 352 / K / Sip /1975 tanggat 2 Januari 1982. Ketiga
unsur tersebut bersifat alternatif, bukan komulatif. Maksud dari hal tersebut adalah
apabila ada suatu merek mempunyai persamaan dengan salah satu unsur tersebut
sudah dapat dimasukkan sebagai adanya persamaan merek. Sedangkan terhadap
merek yang telah didaftarkan dan kemudian akan diperpanjang dapat saja ditolak oleh
kantor merek jika tidak memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam Pasal 37 ayat
(1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
Antara

penghapusan

dan

pembatalan

pada

merek terdaftar pada

hakekatnya adalah sama yaitu untuk mencoret suatu merek terdaftar yang terdaftar di
dalam Daftar Umum Merek. Dalam hal ini perbedaannya hanya terletak pada alasan
yang harus dikemukakan agar merek tersebut dicoret dari dalam Daftar Umum Merek
yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Dalam Penghapusan merek, maka pihak-pihak yang dapat mengajukan
penghapusan pendaftaran merek adalah :
1. Prakarsa dari Dirjen HKI itu sendiri (Pasal 61 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001) Alasan dari Dirjen HKI melakukan penghapusan pendaftaran merek
adalah:
a. Merek tidak digunakan berturut-turut selama tiga tahun atau lebih dalam
perdagangan barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian
terakhir, kecuali atas alasan:
1) Larangan impor

Universitas Sumatera Utara

50

2) Larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang
menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang
berwenang yang bersifat sementara
3) Larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
b. Merek digunakan untuk jenis/barang atau jasa yang tidak sesuai 'dengan jenis
barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian merek
yang tidak sesuai dengan merek terdaftar
2. Permohonan dari pemilik merek dan / atau kuasanya (Pasal 62 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001). Permohonan penghapusan merek dari pemilik merek dan
/ atau kuasanya baik untuk sebagian atau seluruh jenis barang dan / atau jasa.
dapat dimintakan penghapusan melalui Ditjen HKI Apabila merek yang
dimintakan penghapusannya tersebut masih terikat perjanjian lisensi, maka
penghapusan hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari
penerima lisensi, kecuali ada kesepakatan tertulis dari penerima lisensi untuk
mengesampingkan adanya persetujuan itu yang tercantum dalam perjanjian
Iisensi.53
3. Permohonan dari pihak ke tiga yang berkepentingan terhadap merek terdaftar
tersebut melalui putusan pengadilan (Pasal 63 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001)

53

Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 21

Universitas Sumatera Utara

51

Gugatan dari pihak ke tiga ini hanya dapat diajukan lewat Pengadilan Niaga.
Alasan dari pihak ke tiga mengajukan gugatan permohonan penghapusan ini sama
dengan alasan yang digunakan oleh Ditjen HKI atas prakarsanya sendiri yang
tercantum dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a dan huruf b untuk menghapus merek yang
telah terdaftar. Terhadap putusan Pengadilan Niaga ini dapat diajukan upaya kasasi,
Ditjen wajib melaksanakan putusan badan peradilan ini setelah diterima dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam pembatalan merek, maka pihak-pihak yang dapat mengajukan
pembatatan pendaftaran merek adalah :
1. Pihak yang berkepentingan atas merek tersebut, yang menurut penjelasan Pasal 68
ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yaitu jaksa, yayasan / lembaga
bidang konsumen, dan majelis / lembaga keagamaan
2. Pemilik merek yang tidak terdaftar, setelah mengajukan permohonan kepada
pihak Direktorat Jenderal54
Terhadap alasan diajukannya pembatalan merek ini berdasarkan alasan seperti
yang dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001, Permohonan gugatan pembatalan merek ini hanya dapat diajukan lewat
Pengadilan Niaga. Sedangkan tenggang waktu yang diberikan dalam mengajukan
gugatan pembatalan merk terdaftar Ini seperti yang diatur dalam Pasal 69 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 yaitu:
1.

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
54

Rachmadi Usman¸Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, 2006, hal. 92

Universitas Sumatera Utara

52

Gugatan pembatalan merek ini harus diajukan dalam jangka waktu 5 tahun
terhitung sejak tanggal pendaftaran merek tersebut
2.

Tanpa batas waktu
Gugatan pembatalan merek dapat diajukan tanpa balas waktu jika merek
tersebut bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum
Adanya penghapusan / pendaftaran merek ini akan dicatat di dalam Daftar

Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek dengan menyebutkan alas
an dan tanggal penghapusan / pembatalan merek terdaftar tersebut.
Akibat

dari

adanya

penghapusan

perlindungan

hukum

terhadap

/

pembatalan

merek

merek itu sendiri akan mendapatkan

ini

yang bersangkutan.

pemberitahuan

adalah berakhirnya
Kepada pemilik

mengenai

penghapusan

/ pembatalan rnerek tersebut secara tertulis. Untuk adanya keberatan atas
dilakukannya penghapusan pendaftaran merek oleh Dirjen HKI menurut Pasal 61
ayat (5) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dapat diajukan melalui Pengadilan
Niaga
Keberadaan perlindungan hukum tanpa adanya sanksi bagi pelanggarnya akan
percuma saja. Sehingga bagaimanapun sanksi hukum dalam hal ini tetap diperiukan
keberadaannya. Dalam kasus pelanggaran merek yang diselesaikan secara perdata,
maka wewenang untuk mengadili berada di bawah kekuasaan Pengadilan Niaga.
Khusus terhadap penyelesaian perkara merek ini, terhadap putusan Pengadilan Niaga
ini dapat langsung diajukan kasasi (tanpa melalui banding di Pengadilan Tinggi)

Universitas Sumatera Utara

53

Berdasarkan pada Pasal 76 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, maka
gugatan yang dapat diajukan pemilik merek terhadap pelanggaran merek ini dapat
berupa:
1.

Gugatan ganti rugi; dan / atau
Dua hal yang dipertimbangkan dalam menilai jumlah ganti rugi di sini adalah:
a. Kerugian akan keuntungan yang dialami olen penuntut sebagai akibat dari
pelanggaran terdakwa
b. Biaya lisensi yang mana penuntut berhak menuntut kepada terdakwa

2.

Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
tersebut
Dapat dilakukan lewat suatu penetapan-sementara yang diterbitkan oleh
Pengadilan Niaga yang bersifat segera dan efektif. Penetapan sementara ini
dapat diajukan oleh pemohon secara tertulis kepada Pengadilan Niaga dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Melampirkan bukti kepemilikan merek
2. Melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya
pelanggaran merek
3. Membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank
4. Keterangan yang jelas mengenai barang dan / atau dokumen yang diminta,
dicari, dikumpulkan dan diamankan untuk keperluan pembuktian

Universitas Sumatera Utara

54

5. Adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan peianggaran
merek akan dapat dengan mudah menghilangkan barang bukti.55
Diterbitkannya penetapan sementara ini adalah untuk mencegah berlanjutnya
perbuatan pelanggaran merek (menghentikan baik produksi maupun peredarannya)
yang hanya akan mengakibatkan kerugian lebih besar pada pemohon (pihak yang
haknya dilanggar) dan mencegah penghilangan barang bukti.
Jika diperhatikan bunyi dari Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), yaitu: "Tiada perbuatan yang boleh dihukum melainkan atas
kekuatan aturan pidana dalam Undang-Undang yang terdahulu dari perbuatan itu"
yang berdasarkan atas rumusan dari Pasal 1 ayat 1 KUHP tersebut, maka seseorang
dapat dihukum bila memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1. Ada suatu norma pidana tertentu
2. Norma pidana tersebut berdasarkan Undang-Undang
3. Norma pidana itu harus telah berlaku sebelum perbuatan itu terjadi
Fokus pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ini lebih
ditekankan pada pidana denda karena pemerintah berpendapat bahwa ancaman pidana
hadan yang terialu lama tidak punya dampak apa-apa bagi rehabilitasi kerugian
korban. Seperti yang dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief bahwa banyak kritik
lajam ditujukan terhadap jenis pidana perampasan kemerdekaan ini, baik dilihat dari
sudut efektifitasannya maupun dilihat dari akibat-akibat lainnya menyertai atau
berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan seseorang. Dalam hal ini mengingat
55

Bintang Sanusi, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 12.

Universitas Sumatera Utara

55

bahwa HKI menopang dunia usaha, maka ancaman hukuman yang terlalu lama bagi
pihak yang bersangkutan menjadi alasan untuk tidak dapat melakukan usahanya
sehingga terhadang pula kewajiban membayar denda, sehingga sebagai gantinya akan
lebih baik jika pelakunya dikenakan denda yang jauh lebih berat.56
Terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemberian sanksi pidana oleh
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini diatur di dalam:
1. Pasal 90 - 93 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Maksimum ancaman
pidana penjara berkisar antara 4 -5 tahun dengan denda maksimal berkisar antara
800 juta sampai 1 milyar rupiah, sedangkan cara perumusan sanksi pidananya
dengan menggunakan pola kumulatif (dan) dan alternatif (atau)
2. Pasal 94 Undang-Undang Nomor 15 Tanun 2001
Maksimum ancaman pidana kurungan 1 tahun dengan denda maksimal 200 juta
rupiah, sedangkan cara perumusan sanksi pidananya dengan menggunakan pola
alternatif (atau)
Berdasarkan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, maka terhadap
Pasal 90 - 94 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ini merupakan delik aduan.
Delik aduan (klachdelict) adalah delik yang hanya dapat dituntut, jika oleh pihak
yang menderita diajukan klacht atau pengaduan. Delik aduan ini merupakan bagian
dari syarat untuk dapat dituntut, sama halnya seperti keberadaan delik biasa yang juga
merupakan bagian dari syarat untuk dapat dituntut yang penuntutannya tidak
diperlukan adanya suatu pengaduan terlebih dahulu. Keberadaan delik, ini sangat
56

Edy Damian, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2003, hal. 49

Universitas Sumatera Utara

56

penting sebab tidak dapat dipidana suatu perbuatan jika tidak terrnasuk dalam
rumusan delik. Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan
dengan

sengaja

ataupun

tidak

sengaja

oteh

seseorang

yang

dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh Undang-Undang telah dinyatakan
sebagai suatu perbuatan / tindakan yang dapat dihukum"
Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek terjadi
pembedaan kualitas delik antara kejahatan (diatur dalam Pasal 90 - 93) dan
pelanggaran (diatur datam Pasal 94) yang dalam hal ini menurut Zainuddin Jahisa,
delik pengaduan (klachtdelicten) hanya terdiri atas kejahatan, sedangkan pengaduan
terhadap pelanggaran (klacht-overtreingen) tidak dikenal. Walaupun demikian, bukan
berarti terhadap Pasal 94 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang berupa
pelanggaran tersebut telah terjadi penyimpangan karena mengingat sifat dari HKI ttu
sendiri yang merupakan hak privat disamping keberadaan asas Lex Speciatis Derogat
Lex Generate yaitu produk perundang-undangan yang pengaturannya bersifat khusus
akan mengesampingkan produk perundang-undangan yang bersifat umum yang
dalam hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
Datam hal ini alasan digunakannya delik aduan dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek karena
1. Delik aduan sesuai dengan sifat HKI adalah hak privat (walaupun kita
maklum hak privat itu pada gilirannya memegang peranan penting dalam
dunia usaha)

Universitas Sumatera Utara

57

2. Hanya pemegang hak lah yang tahu ada tidaknya pelanggaran atau tindak
pidana terhadap

karya intelektualnya sendiri (yang notabene telah

mendapatkan perlindungan); dalam beberapa kasus para pihak yang
bersengketa dalam kaitan dengan HKI, kemudian berdamal; namun
sementara itu kasusnya telah dilaporkan ke polisi atas dugaan tindak pidana
oleh satu pihak; pelaporan tersebut tidak dapat dicabut kembali.57
Delik biasa dapat menjadi bumerang, kerena setiap pihak termasuk pihak luar sangat
mengharapkan dilakukannya tindakan "pembersihan" terus-menerus terhadap tindak
pidana termaksud tanpa perlunya diadukan; Ini merupakan bumerang bagi kita
sendiri. Hal ini terkait dengan adanya kemungkinan ancaman terhadap penarikan atas
fasilitas tertentu yang dapat terjadi karena Amerika mempunyai Pasal Super 301 di
bawah US Trade and Tariff Act of 1988 sehingga US Special Trade Representative di
bawah ketentuan ini dapat mengambil tindakan sepihak (unilateral) untuk
menghukum negara-negara yang tidak meninggalkan praktek-praktek pelanggaran
HKI sebagai tindakan balasan. Menurut M. Hatta Rajasa apabila ada negara anggota
WTO melakukan pelanggaran atas perjanjian tersebut, maka pembalasan silang
(cross retaliation) oleh negara yang dilanggar. haknya terhadap negara yang
melanggar secara hukum internasional dibenarkan.
Tidak selamanya penegakan terhadap perlindungan hukum merek akan selalu
berjalan dengan mulus, ada beberapa hambatan yang menjadikan kendala dalam

57

Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal Di Indonesia Dari Masa Ke Masa, citra
Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 72

Universitas Sumatera Utara

58

perlindungan hukum terhadap merek, seperti misalnya masih rendahnya penghargaan
yang diberikan kepada sesama pengusaha akan perlindungan merek sehingga
beberapa dari mereka sering mengambil jalan pintas dengan melakukan pelanggaran
merek, rendahnya tekhnologi dan kurang cakapnya sumber daya manusia di kantor
merek, belum dikeluarkannya beberapa peraturan pelaksanaan sebagai penyokong
keberadaan Undang-Undang itu sendiri, kurangnya pemahaman dari beberapa aparat
penegak hukum terhadap kasus / pelanggaran merek.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K/PDT.SUS/2011)

3 78 98

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K PDT.SUS 2011)

0 0 7

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K PDT.SUS 2011)

0 0 1

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K PDT.SUS 2011)

0 0 20

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K PDT.SUS 2011)

0 1 30

Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

0 1 14

Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

0 0 2

Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

0 1 28

Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

0 0 5