Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam dunia perdagangan dewasa ini merek sangat penting artinya pada
suatu produk baik barang/jasa lainnya sebagai penanda kepada konsumen untuk
menunjukkan kualitas dan harga dalam pemasaran produk tersebut. Merek juga
berfungsi untuk membedakan suatu barang/jasa dengan barang/jasa lainnya yang
mempunyai kriteria dalam kelas barang/jasa sejenis yang diproduksi oleh perusahaan
yang berbeda.
Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 disebutkan
bahwa, “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Di dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa,
“Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik
merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk
menggunakannya”.
Pendaftaran suatu merek merupakan suatu upaya dari pemilik merek untuk
melindungi merek dagangnya dari tindakan sewenang-wenang pihak lain yang dapat
meniru atau menyamai merek tersebut. Pendaftaran suatu merek oleh pemilik merek


1

Universitas Sumatera Utara

2

dapat juga dijadikan strategi pengembangan produk kepada masyarakat pemakai atau
kepada masyarakat konsumen, dimana kedudukan suatu merek dipengaruhi oleh baik
atau tidaknya mutu suatu barang yang bersangkutan. Jadi, merek akan selalu dicari
apabila produk atau jasa yang menggunakan merek mempunyai kualitas yang baik
dan dapat digunakan untuk mempengaruhi pasar.1
Pengaturan masalah merek di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru,
karena Indonesia mengenal Hak Merek pertama kali pada saat dikeluarkannya
Undang-Undang Hak Milik Perindustrian yaitu dalam “Reglement Industrieele
Eigendom Kolonien” Staatblad 545 Tahun 1912, yang kemudian diganti dengan
Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961. Kemudian diganti pula dengan
Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek dan diubah dengan UndangUndang Merek Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1992 tentang Merek.2 Kemudian Undang-Undang tersebut dinyatakan tidak berlaku
lagi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,

yang tercantum dalam daftar Lembaran Negara Nomor 110 Tahun 2001.
Penyempurnaan ini dilakukan setelah Indonesia tunduk kepada persetujuan
General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang bersama 116 negara lainnya
telah meratifikasinya di Maroko pada tanggal 15 April 1994, serta menyetujui
berlakunya Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIPs) , yaitu
aspek-aspek perdagangan yang bertalian dengan Hak Milik Intelektual. Pada saat
1

Sudaryat, Hak Kekayaan Intelektual, Koase Media, Bandung, 2010, hal. 32
RM.Djumhana. Hak Milik Inteleklual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal.150.
2

Universitas Sumatera Utara

3

Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997 juga dirasa tidak mampu lagi
mengatasi permasalahan-permasalahan seputar merek, maka pemerintah telah
mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.3

Merek merupakan alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi
oleh suatu perusahaan dengan maksud untuk menunjukkan ciri dan asal usulnya
(indication of origin) suatu barang atau jasa yang sekaligus juga menjadi pembeda
bagi barang-barang dan jasa-jasa yang lain. Pemberian merek terhadap barang dan
jasa ini akan mempengaruhi citra suatu perusahaan di mata para konsumen, atau
dapat dikatakan akan menaikkan citra perusahaan.4 Pemberian merek ini juga akan
memberikan kualitas (mutu) dari barang dan jasa tersebut serta mencegah terjadinya
peniruan. Dalam hal ini merek memberikan nilai atau kualitas dari barang dan jasa
yang bersangkutan. Hal ini tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek
tersebut, tetapi juga memberikan jaminan dan perlindungan mutu barang dan jasa
kepada konsumen.5
Namun dalam dunia usaha sehari-hari dalam rangka mencapai pemasaran bagi
produk usaha tidak jarang terjadi perbuatan melanggar hukum dan persaingan tidak
sehat seperti peniruan, pemalsuan atau pemakaian merek tanpa hak terhadap merekmerek tertentu dan perbuatan-perbuatan tidak jujur lainnya yang merupakan
perbuatan melawan hukum yang dapat menimbulkan kerugian. Perbuatan melawan
3

Achmadi Miru, Hukum Merek (Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek), Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 32
4

Haris Munandar, Mengenal HaKI, Hak Cipta Paten dan Merek Serta Seluk Beluknya,
Erlangga, Jakarta, 2008, hal. 52
5
Doni Hartanto, Kajian Yuridis Kasus Sengketa Merek di Indonesia, Bumi Aksara, Bandung,
2009, hal. 47

Universitas Sumatera Utara

4

hukum yang dilakukan terhadap hak merek terdaftar sebagai bentuk usaha persaingan
yang tidak jujur (unfair competition) itu antara lain berupa praktek peniruan merek
dagang, serta praktek atau tindakan-tindakan yang dapat merugikan dengan memakai
merek tanpa hak terutama terhadap merek oleh produsen yang tidak bertanggung
jawab.6 Masalah unfair competition ini berkaitan erat dengan unsur itikad tidak baik.
Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,
disebutkan bahwa pengajuan gugatan pembatalan tanpa batas waktu, terdiri dari dua
alasan:7
1. Berdasarkan alasan bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, dan
2. Berdasarkan alasan "itikad tidak baik " (bad faith).

Sulit untuk menentukan definisi yang pasti dan konkret. Dari pendekatan teori
dan praktek terdapat pengertian yang sangat luas. Misalnya, meniru, memproduksi
atau mencontoh maupun membonceng kemasyuran merek orang lain secara itikad
tidak baik. Setiap orang tahu, itikad tidak baik "(bad faith) merupakan lawan kata dari
"itikad baik" (good faith). Secara umum, jangkauan pengertian itikad tidak baik,
meliputi perbuatan "penipuan" (fraud) . Termasuk juga rangkaian yang "menyesatkan
" (misleading) orang lain. Meliputi juga tingkah laku yang mengabaikan kewajiban
hukum untuk mendapat keuntungan. Atau bisa juga diartikan melakukan perbuatan

6

Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 36
IB Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2007, ha. 74
7

Universitas Sumatera Utara

5


yang tidak dibenarkan secara sadar untuk mencapai suatu tujuan yang tidak jujur
(dishonesthy purpose) .8
Dalam pengkajian Merek, setiap perbuatan peniruan, reproduksi, mengkopi,
membajak atau membonceng kemasyuran merek orang lain, dianggap perbuatan :9
1.

Pemalsuan (fraud)

2.

Penyesatan (deception,misleading)

3.

Memakai merek orang lain tanpa hak (unauthorized use)

Setiap perbuatan Pemalsuan, penyesatan atau memakai merek orang lain
tanpa hak, secara harmonisasi dalam perlindungan merek, dikualifikasi sebagai :
1. Persaingan curang (unfair competition),
2. Serta dinyatakan sebagai perbuatan mencari kekayaan secara tidak jujur

(unjust enrichment).10
Atas dasar kondisi global yang demikian itu, Indonesia telah melakukan
upaya-upaya penyesuaian dengan memperbaharui tiga undang-undang yang mengatur
tentang Merek, Paten dan Hak Cipta. Sebelumnya terlebih dahulu Indonesia juga
telah meratifikasi (lima) konvensi-konvensi/Traktat Intemasional yang berkaitan

8

Agus Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja Grafindo, Jakarta,
2005, hal. 19
9
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi
Hukum di Indonesia), Alumni, Bandung, 2003, hal. 67
10
Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan
Curang, Alumni, Bandung, 2009, hal. 50

Universitas Sumatera Utara

6


dengan Hak Milik Intelektual. Langkah tersebut merupakan suatu keseriusan dalam
menghadapi perdagangan bebas di era globalisasi.11
Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dikenal adanya
pendaftaran merek yang maksudnya untuk mengatur ketertiban dalam menggunakan
merek. Pendaftaran merek merupakan suatu keharusan bagi pemilik merek, karena
tanpa melakukan pendaftaran, pemilik merek tidak mempunyai hak atas merek.
Merek yang tidak terdaftar di Kantor Merek tidak dilindungi oleh UndangUndang.Yang berarti jika terjadi peniruan atau pemalsuan merek, maka pihak pemilik
merek yang tidak terdaftar tidak dapat melakukan tuntutan hukum.12
Di dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 disebutkan
bahwa :
“Permohonan pendaftaran merek harus ditolak oleh Direktorat
Jenderal HaKI apabila merek tersebut :
a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang
dan/atau jasa yang sejenis.
b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau
sejenisnya.
c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

indikasi-geografis yang sudah dikenal”.
Selanjutnya Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 disebutkan
bahwa, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula
diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi

11
Kusnarto Ismail, Masalah Perlindungan Hak Milik Intelektual, Hukum dan Ekonomi,
Gramedia Pustaka Utama, 2007, hal. 57
12
Putri Ayu Priam Sari, Penerapan Itikad Baik Sebagai Alasan Pembalatan Merek
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pelita Ilmu, Semarang, 2006,
hal. 68

Universitas Sumatera Utara

7

persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjutdengan Peraturan Pemerintah”.
Di dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa :
Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek

tersebut :
a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang
berhak.
b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,
lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun
internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
digunakan oleh negar atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan
tertulis dari pihak yang berwenang”.
Berdasarkan uraian ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek tersebut di atas dapat dikatakan bahwa permohonan pendaftaran merek
pada prinsipnya harus ditolak oleh Direktorat merek apabila mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah
terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dan juga mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal
milik pihak lain untuk barang dan /atau sejenisnya serta mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal. Namun
dalam praktek pendaftaran merek sering sekali terjadi meskipun merek tersebut
memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek pihak lain atau

merek yang sudah terkenal milik pihak lain.13

13

Untung Suropati, Hukum Kakayaan Intelektual dan Alih Teknologi, Fakultas Hukum
Universitas Satya Wacana, Salatiga, 2003, hal. 63

Universitas Sumatera Utara

8

Pendaftaran merek tersebut tetap saja dapat diproses dan diterima sehingga
merek tersebut terdaftar pula di daftar umum merek. Hal ini menimbulkan
kontroversi dan pertentangan dengan pemilik merek yang pertama kali mendaftarkan
merek tersebut yang mungkin saja sudah terkenal di masyarakat. Pemilik merek yang
telah mendaftarkan merek tersebut untuk pertama kali akan dirugikan dengan
pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan oleh
pihak lain tersebut, sehingga sering kali terjadi pemilik merek yang pertama kali
mendaftarkan tersebut menggugat ke Pengadilan Niaga pemilik merek yang meniru
mereknya tersebut bahkan mendaftarkannya di daftar umum merek tersebut.14
Di dalam penjelasan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
dinyatakan bahwa persamaan pada pokoknya mengandung arti sebagai kemiripan
yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara satu dengan antara
yang lain yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk,
cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur atau persamaan
bunyi yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Timbulnya kesan adanya unsur
persamaan pada pokoknya dapat dilihat dari persamaan fisual, konseptual dan
fonetik. Persamaan fisual dapat diukur dari sisi tampilan merek itu sendiri, yang
karena persamaan bentuknya, penempatan unsur-unsur, susunan warna atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut menimbulkan adanya kesan persamaan yang
dapat menimbulkan orang keliru. Hal yang paling subtansial dalam unsur persamaan

14

Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1997, hal. 30

Universitas Sumatera Utara

9

pada pokoknya adalah adanya kesan visual di dalam merek tersebut. Persamaan
fonetik didasarkan adanya persamaan secara pengucapan atau bunyi merek sehingga
menimbulkan kesan adanya persamaan. Yang dimaksud dengan subtansi adalah dasar
atau landasan dari pengertian kata merek yang mengandung unsur persamaan pada
pokoknya dimana dalam hal melakukan penilaian terhadap merek yang mengandung
unsur persamaan pada pokoknya tersebut harus dinilai secara subtantif atau dengan
melihat dasar atau landasan pengertian / batasan penjabaran kalimat merek yang
mengandung unsur persamaan pada pokoknya tersebut.
Pada kenyataannya dewasa ini di pasaran cukup banyak produk/jasa yang
diperdagangkan dengan mempergunakan merek yang meniru merek terkenal yang
telah terdaftar. Peniruan merek terkenal atau penggunaan merek yang mirip dengan
merek terkenal merupakan penyesatan pada konsumen dan merugikan bagi pemilik
yang sah atas merek terkenal yang sudah terdaftar tersebut. Banyak pengusaha
dengan itikad tidak baik meniru merek terkenal dan bahkan mendaftarkannya ke
Direktorat Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Peniruan merek dagang yang telah terdaftar oleh pihak lain baik yang
memiliki unsur persamaan pada pokoknya maupun unsur persamaan secara
keseluruhan menimbulkan kerugian bagi pihak pemilik merek yang sah, karena
pelaku peniruan merek tersebut dengan cara menyesatkan, mengarahkan konsumen
membeli produk/jasanya dengan merek yang sama namun dengan kualitas yang
berbeda. Hal ini mengakibat terjadinya penurunan kepercayana konsumen terhadap

Universitas Sumatera Utara

10

produk mereknya yang telah diketahui oleh konsumen yang memiliki kualitas yang
baik.15
Dalam sengketa merek yang dilaksanakan melalui jalur litigasi (pengadilan)
melalui Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung tentang sengketa persamaan
pada pokoknya maupun persamaan secara keseluruhan tentang merek tersebut tidak
selamanya pemilik merek yang sah yang mendaftar pertama kali dimenangkan dalam
putusan pengadilan tersebut. Hal ini merupakan suatu kelemahan penegakan
perlindungan hukum terhadap pemegang merek yang sah yang telah mendaftarkan
mereknya untuk pertama kalinya dari tindakan sewenang-wenang pihak yang lain
yang melakukan peniruan bahkan melakukan pendaftaran terhadap mereknya
tersebut.
Dalam sengketa merek Extra Jos Antara PT Bintang Toedjo Melawan PT.
Sayap Mas dimana PT Bintang Toedjo sebagai Penggugat dan PT Sayap Mas sebagai
Tergugat I serta pemerintah RI cq. Departemen Hukum dan HAM cq. Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek sebagai Tergugat II,
merupakan suatu sengketa merek yang memiliki persamaan pada pokoknya maupun
persamaan secara keseluruhan dimana merek PT. Sayap Mas telah meniru merek PT.
Bintang Toedjo yaitu merek minuman berenergi “Extra Joss” milik PT. Bintang
Toedjo yang ditiru leh PT. Saya pas dengan mengeluaran merek “Extra Jos”.
Disamping itu sengketa merek yang menggugat penggunaan merek yang sama pada

15

Djoko Prakoso, Hukum Merek dan Paten di Indonesia, Dahara Prize, Semarang, 2005, hal.

60.

Universitas Sumatera Utara

11

pokoknya atau yang sama secara keseluruhan adalah sengketa merek sabun “Biore”
milik perusahaan asal Jepang yakni Kao Corporation yang merasa dirugikan dengan
beredarnya merek sabun “Biorf” milik PT. Sintong Abadi. Pihak Kao Corporation
memandang merek Biorf telah mendompleng ketenaran merek Biore yang sudah
terdaftar di Direktorat Jenderal HaKI sejak tahun 1982, sedangkan merek Biorf baru
terdaftar pada 16 Januari 2012. Sengketa merek Biore tersebut ditempuh sampai jalur
Kasasi

ke

Mahkamah

Agung

melalui

Putusan

Mahkamah

Agung

No.590K/Pdt.Sus/2012, setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak gugatan
pihak Kao Corporation. Sengketa merek lainnya yang menggugat masalah persamaan
pada pokoknya dan persamaan secara keseluruhan adalah sengketa merek Lotto milik
perusahaan Singapura yang mengeluarkan jenis-jenis barang seperti pakaian jadi,
kemeja, kaos, jaket, celana panjang, sepatu olahraga yang ditiru oleh pengusaha
Indonesia Hadi Darsono dengan mengeluarkan merek “Loto”. Sengketa merek
“Lotto” tersebut juga sampai kepada tingkat kasasi ke Mahkamah Agung.
Penelitian ini akan membahas tentang bagaimana konsistensi putusan
pengadilan dalam kasus merek yang mengandung unsur persamaan pada pokoknya
dimana ada pihak pemegang merek yang sah merasa dirugikan dan mengajukan
gugatan terhadap pihak lain yang membuat merek yang sama pada pokoknya
sehingga merek tersebut mendompleng ketenaran dari merek yang telah ada
sebelumnya tersebut. Dalam penelitian ini juga akan dibahas secara lebih mendalam
tentang bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa merek
yang mengandung unsur persamaan pada pokoknya tersebut dan bagaimana putusan

Universitas Sumatera Utara

12

pengadilan tersebut memberikan perlindungan hukum serta rasa keadilan bagi
pemegang merek yang telah terdaftar sebelumnya. Putusan pengadilan yang menjadi
sumber kajian dari permasalahan ini adalah putusan pengadilan baik Pengadilan
Niaga, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung yang telah memiliki kekuatan
hukum yang tetap sehingga putusan tersebut telah dapat dilaksanakan demi hukum.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penelitian ini akan membahas lebih
lanjut tentang sengketa merek yang mempermasalahkan unsur persamaan pada
pokoknya melalui jalur litigasi (pengadilan) oleh pemilik merek yang sah yang telah
mendaftarkan mereknya tersebut untuk pertama kalinya terhadap pihak lain yang
melakukan peniruan terhadap merek tersebut. Pembahasan akan difokuskan kepada
konsistensi penegakan hukum melalui pengadilan terhadap perlindungan merek
terdaftar khususnya dalam bidang peniruan merek terdaftar tersebut mengandung
unsur sama pada pokoknya atau sama pada keseluruhannya. Oleh karena itu
penelitian ini mengambil judul, “Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Pengadilan
dalam hal ini Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur
Persamaan Pada Pokoknya (Studi Putusan Pengadilan 2011-2012)”

Universitas Sumatera Utara

13

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah yang
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana ketentuan tentang perlindungan hukum terhadap merek yang
mengandung persamaan pada pokoknya sehingga dapat menimbulkan suatu
kepastian hukum?
2. Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemegang merek
terdaftar atas pelanggaran merek miliknya yang mengandung unsur
persamaan pada pokoknya berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
3. Bagaimana analisa konsistensi putusan Mahkamah Agung dalam upaya
melakukan perlindungan hukum terhadap merek terdaftar/merek terkenal
atas tindakan peniruan / pendaftaran merek tersebut oleh pihak lain yang
mengandung unsur persamaan pada pokoknya?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui mekanisme perlindungan hukum terhadap merek terdaftar /
merek terkenal terhadap peniruan oleh pihak lain yang mengandung unsur
persamaan pada pokoknya dan persamaan secara keseluruhannya berdasarkan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang merek.

Universitas Sumatera Utara

14

2. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemegang merek
terdaftar atas pelanggaran merek terdaftar miliknya yang mengandung unsur
persamaan pada pokoknya berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
3. Untuk mengetahui analisa konsistensi putusan Mahkamah Agung dalam
upaya melakukan perlindungan hukum terhadap merek terdaftar/merek
terkenal atas tindakan peniruan / pendaftaran merek tersebut oleh pihak lain
yang mengandung unsur persamaan pada pokoknya.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis dibidang hukum pasar modal yaitu :
1. Secara Teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
terhadap akademisi, pengemban disiplin ilmu hukum bidang HaKI, terutama praktisi
hukum merek dalam rangka mengetahui pelaksanaan pendaftaran merek yang
diperbolehkan untuk didaftarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek yang memiliki unsur persamaan pada pokoknya dan persamaan secara
keseluruhan.
2. Secara Praktis.
Mengharapkan hasil penelitian ini dapat diserap dan dimanfaatkan oleh pelaku
bisnis maupun pelaksanaan penegakan hukum bidang Merek sebagai kerangka acuan
dalam penyelesaian penanganan perkara yang berkaitan dengan peniruan merek

Universitas Sumatera Utara

15

terdaftar/terkenal yang didaftarkan di Direktorat Jenderal HaKI yang mengandung
unsur persamaan pada pokoknya dan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas
Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum
pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan
dengan topik dalam tesis ini antara lain:
1. Nindya Sari Usman, NIM. 127011052, dengan judul tesis “Konsistensi
Mahkamah Agung Atas Pembuktian Itikad Tidak Baik Dalam Pendaftaran
Merek”
Subtansi permasalahan adalah :
a. Bagaimana penerapan asas itikad tidak baik sebagai salah satu alasan
pembatalan Merek berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek?
b. Bagaimana konsistensi putusan Mahkamah Agung atas pembuktian itikad
tidak baik dalam pendaftaran Merek di Indonesia?
2. Dewi Femi Nasution, NIM. 047011014/MKn, dengan judul tesis “Aspek
Hukum perjanjian Lisensi Merek Dagang”.
Subtansi permasalahan adalah :

Universitas Sumatera Utara

16

a. Bagaimana ruang lingkup perjanjian lisensi merek dagang berdasarkan
peraturan perundang-undangan di Indonesia?
b. Bagaimana akibat hukum dari pelaksanaan perjanjian lisensi merek
dagang bagi para pihak yang membuatnya?
3. Vania

Sitepu,

NIM.

117011120/MKn,

dengan

judul

tesis

“Proses

Penyelesaian Sengketa dan Sanksi Hukum Atas Merek Dagang Asing (Studi
Kasus Tentang Gugatan Pencabutan Hak Merek “Toast Box” Oleh Bread Talk
PT. LTd No. 02/Merek / 2011/PN Niaga.Medan)”.
Subtansi permasalahan adalah :
a. Bagaimana prosedur hukum pendaftaran merek dagang asing di
Indonesia?
b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap merek dagang asing yang telah
terdaftar di Indonesia?
c. Bagaimana penyelesaian sengketa dan sanksi hukum atas gugatan merek
dagang asing di Indonesia?
Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah disebutkan di atas tidak satupun
penelitian tersebut yang sama dengan penelitian ini baik dari segi judul maupun dari
segi subtansi permasalahan yang di bahas. Oleh karena itu penelitian ini secara
akademis dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

Universitas Sumatera Utara

17

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori,
thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan,
pegangan teoritis.16 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan
pedoman/ petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.17
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian
hukum. Menurut Sudikno Mertukusumo Kepastian Hukum merupakan sebuah
jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik dan benar.
Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundangundangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturanaturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa
hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus dipatuhi. Ada 8 (delapan) asas
yang harus dipenuhi oleh hukum, yang apabila tidak terpenuhi, maka hukum akan
gagal untuk disebut sebagai hukum, atau dengan kata lain harus terdapat kepastian
hukum kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut :
1. Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan
putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu.
2. Peraturan tersebut diumumkan kepada publik
3. Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem
16
17

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994. hal. 80
Lexy Molloeng, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.

hal. 35

Universitas Sumatera Utara

18

4. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum.
5. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan satu dengan yang lain.
6. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan.
7. Tidak boleh sering diubah-ubah.
8. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam suatu kepastian hukum harus
ada kepastian antara peraturan dan pelaksanaanya, dengan demikian telah memasuki
ranah aksi, perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana hukum positif
dijalankan dengan baik dan benar sehingga menimbulkan suatu kepastian hukum bagi
masyarakat.
Suatu undang-undang harus memberikan kepastian hukum kepada semua
pihak dan juga memberikan kewenangan kepada institusi negara (pengadilan) dalam
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang memohon kepastian hukum
tersebut ke pengadilan. Asas kepastian hukum merupakan asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap keputusan yang diambil oleh badan peradilan. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.18
Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum meliputi unsur kepastian
hak, kepastian subyek dan kepastian obyek. Lahirnya kepastian terhadap unsur-unsur
tersebut berkaitan erat dengan efektivitas pelaksanaan sistem hukum pertanahan

18

Marwan Hardianto, Kepastian Hukum dalam Teori dan Praktek, Salemba IV, Jakarta, 2011,

hal. 42

Universitas Sumatera Utara

19

dalam masyarakat.19 Asas kepastian hukum ini mempunyai dua aspek, masingmasing bersifat hukum material dan hukum formal.20 Aspek hukum material sangat
erat hubungannya dengan asas kepercayaan, dimana asas kepastian hukum
menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu
keputusan badan atau pejabat yang berwenang dalam peradilan.21 Sementara yang
bersifat formal, diartikan bahwa keputusan yang memberatkan dan ketentuan yang
terkait pada keputusan-keputusan yang menguntungkan, harus disusun dengan katakata yang jelas. Terkait dengan asas kepastian hukum apabila ditinjau dari aspek
hukum formal, yaitu memberikan konsekuensi bahwa ketentuan-ketentuan hukum
yang berkaitan dengan penerbitan keputusan oleh badan pemerintah harus
dirumuskan secara jelas.
Di dalam hal pendaftaran merek harus terdapat adanya kepastian hukum
tentang prosedur dan tata cara pendaftaran merek yang diperbolehkan berdasarkan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, sehingga para pelaku usaha
mengetahui dengan pasti kriteria pendaftaran merek apa saja yang dilarang / tidak
diperbolehkan oleh Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, khususnya
tentang penolakan pendaftaran merek yang mengandung unsur persamaan pada
pokoknya atau persamana secara keseluruhan. Asas kepastian hukum bukan hanya
berupa pasal-pasal yang termuat dalam undang-undang melainkan juga adanya
19
Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Untuk Tanah, Penerbit Republika,
Jakarta, 2008, hal.7
20
Murtir Jeddawi, Hukum Administrasi Negara, Total Media, Yogyakarta, 2012, hal. 139
21
S.F Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta, 2009, hal. 60

Universitas Sumatera Utara

20

konsistensi dalam penegakan hukum atas perbuatan melawan hukum dari pihak lain
yang melakukan peniruan merek maupun pendaftaran ulang merek yang telah
terdaftar yang mengandung unsur persamaan pada pokoknya melalui suatu putusan
pengadilan, dimana putusan pengadilan tersebut harus konsisten dalam melakukan
penegakan hukum atas perlindungan hukum bagi pemegang merek yang sah,
sehingga asas kepastian hukum dalam perlindungan hukum terhadap merek dapat
terwujud.22
Demikian pula dengan permasalahan yang sering timbul di dalam
perlindungan hukum terhadap merek yaitu tidak sejalannya pelaksanaanya ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang merek khususnya Pasal 6 ayat (1) huruf a, b
dan c Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek dimana Direktorat Merek
sebagai tempat pendaftaran merek merupakan suatu instansi yang seharusnya
bertindak sebagai penyaring dari merek-merek yang memiliki persamaan pada
pokoknya sehingga dapat dicegah pelanggaran hukum terhadap merek yang
mengandung unsur persamaan pada pokoknya tersebut.
Disamping itu timbulnya kepastian hukum dalam hal penegakan hukum
(represif) apabila terjadi pelanggaran merek di jalur litigasi dimana Mahkamah
Agung sebagai benteng keadilan harus memberikan suatu kepastian hukum yang
sejalan dengan ketentuan perundang-undangan atas merek dimana pendaftaran merek
yang pertama merupakan pemegang merek yang sah yang harus dilindungi dan

22

Mulyantno, Sisi Lain Berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Pustaka Ilmu, Jakarta, 2006, hal. 125

Universitas Sumatera Utara

21

diberikan perlindungan hukum oleh Mahkamah Agung dalam setiap putusannya
tentang pelanggaran merek yang mengandung unsur persamaan pada pokoknya.
Dalam memutus suatu perkara di bidang merek yang mengandung unsur
persamaan pada pokoknya dan persamaan pada keseluruhan di pengadilan (niaga)
maupun Mahkamah Agung, hakim harus memperhatikan bukti-bukti yang diajukan
dan memutus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
masyarakat. Di samping itu hakim juga harus memperhatikan nilai-nilai kepatutan
dan keadilan yang diakui umum, sehingga dalam setiap putusan hakim melalui badan
peradilan dapat mencerminkan suatu kepastian hukum dalam melindungi para pihak
yang benar.23 Namun apabila dalam suatu perkara yang ditangani oleh hakim di
pengadilan belum memiliki peraturan perundang-undang maka hakim dapat pula
melakukan penemuan hukum untuk memutuskan perkara tersebut. Hakim dapat
melakukan penemuan hukum dengan memperhatikan nilai-nilai kebenaran dan
keadilan yang hidup di masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mengharmonisasikan
antara kepastian hukum, kebenaran dan keadilan dalam setiap putusan yang
dikeluarkan oleh hakim melalui badan peradilan sehingga setiap putusan hakim
tersebut dapat sesuai dengan nilai-nilai kepatutan dan keadilan yang diakui oleh
masyarakat, khususnya dibidang perlindungan hukum terhadap merek yang sah dari

23

Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Bandung, Angkasa, 2010, hal. 117.

Universitas Sumatera Utara

22

tindakan sewenang-wenang pihak lain yang melakukan peniruan dan juga melakukan
pendaftaran ulang atas merek tersebut secara tidak sah.24
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
konkrit,

yang

disebut

dengan

operasional

defenition.25Pentingnya

definisi

operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran
mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar
secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan, yaitu :
a. Konsistensi adalah suatu sikap memegang teguh suatu prinsip yang benar
yang sesuai dengan asas-asas hukum maupun undang-undang yang berlaku
sehingga antar sikap / perbuatan sejalan dengan asas-asas hukum dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum
merek.
b. Putusan hakim adalah suatu putusan yang diambil oleh hakim dalam hal ini
adalah hakim Pengadilan Niaga dalam memutus perkara sengketa di bidang

24

Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di
Bidang Hak Cipta, Paten dan Merek, Yrama Widya, Bandung, 2007, hal. 20
25
Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para
Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesiai, Jakarta, 1993, hal. 10

Universitas Sumatera Utara

23

merek yang mengandung unsur persamaan pada pokoknya dan persamaan
secara keseluruhan.
c. Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
dan jasa.26
d. Pendaftaran merek adalah pencatatan nama, alamat dan sebagainya dalam
daftar mengenai tanda yang dikenalkan oleh pengusaha pada barang yang
dihasilkan sebagai tanda pengenal.27
e. Merek terdaftar adalah tanda yang dikenalkan oleh pengusaha pada barang
yang dihasilkan sebagai tanda pengenal yang sudah didaftar atau dicatat.28
f. Merek tidak terdaftar adalah tanda yang dikenalkan oleh pengusaha pada
barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal yang tidak dicatat.29
g. Persamaan pada pokoknya (Undang-Undang Merek) adalah kemiripan yang
disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol yang menimbulkan kesan
adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan
atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang
terdapat dalam merek-merek tersebut.

26

Gatot Supramono, Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001,
Djambatan, Jakarta, 2005, hal. 64
27
Agus Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja Grafindo, Jakarta,
2005, hal. 19
28
Gatot Supramono, Pendaftaran Merek, Djambatan, Jakarta, 1996, hal. 2
29
Ibe Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2007, hal. 46

Universitas Sumatera Utara

24

G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu
masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas
terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian
metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.30
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum
normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji
ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai peraturan perundanganundangan tentang merek yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
yang membahas tentang prosedur dan tata cara pendaftaran merek yang
diperbolehkan atau yang dilarang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan tentang merek tersebut yang difokuskan kepada larangan pendaftaran
merek karena mengandung unsur persamaan pada pokoknya dan persamaan secara
keseluruhan.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian
ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan
yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh
dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam
menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.
30

Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, ANDI, Yogyakarta, 2000, hal. 4

Universitas Sumatera Utara

25

2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum
primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan
kepustakaan yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer
Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya
adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan juga putusanputusan

pengadilan

yang menangani sengketa merek

khususnya

yang

mengandung unsur persamaan pada pokoknya dan persamaan secara keseluruhan
dimana putusan tersebut akan dilihat dan dianalisis berdasarkan konsistensi
putusan tersebut dalam upaya melakukan perlindungan hukum terhadap pemilik
merek yang sah atas tindakan sewenang-wenang terhadap pihak lain yang telah
melakukan peniruan maupun pendaftaran ulang atas merek yang telah terdaftar
tersebut sehingga putusan pengadilan tersebut dapat mencerminkan perlindungan
hukum sekaligus keadilan bagi pemilik merek yang sah. Disamping hukum
primer dalam hal ini juga termasuk putusan pengadilan yang dianalisa dalam
penelitian ini yaitu putusan Putusan Mahkamah Agung RI No.100K/Pdt.Sus
/2012 Sengketa Merek Kecap Asin dan Kecap Manis Cap Singa milik Ruslan
Kasim lawan Kecap Asin dan Kecap Manis Cap Singa milik Murniaty Wan,
Putusan Mahkamah Agung RI No.269K/Pdt.Sus-HKI/2012, Putusan Mahkamah
Agung RI No.502K/Pdt.Sus/2012 Sengketa Produk Helm Merek INK Milik Edy
Tedjakesuma dengan produk Helm Merek INX Milik Andi Johan

Universitas Sumatera Utara

26

b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti
misalnya buku-buku, atikel, jurnal, karya-karya ilmiah lainnya yang membahas
tentang masalah merek dan pendaftarannya berdasarkan Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 tentang Merek yang relevan dengan penelitian ini
c. Bahan Hukum Tertier
Bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus umum, kamus hukum, majalah,
surat kabar dan jurnal-jurnal hukum, laporan ilmiah.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Alat pengumpulan
data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan
membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer
yakni peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah perlindungan
hukum terhadap merek pada umumnya dan pelaksanaan kriteria pendaftaran merek
yang diperbolehkan atau dilarang khususnya yang mengandung unsur persamaan
pada pokoknya dan persamaan pada secara keseluruhan yang termuat di dalam
Undang-Undang 15 Tahun 2001 tentang Merek yang akan dibahas lebih lanjut dalam
penelitian ini sebagai data primer yang didukung dengan data sekunder berupa buku,
artikel, dan karya ilmiah yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap merek
di Indonesia dan juga kriteria pendafatran merek yang diperbolehkan atau dilarang

Universitas Sumatera Utara

27

berdasarkan unsur persamaan pada pokoknya atau persamaan secara keseluruhan
yang termuat di dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek maupun
data tertier berupa kamus hukum, kamus umum, ensiklopedia dan lain-lain yang
berkaitan dengan penelitian ini.31 Penelitian ini juga di dukung dengan wawancara
secara langsung dengan Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan
yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan
data dalam pola, kategori dan sataun uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data. 32 Di dalam
penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk
mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang
berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.33 Sebelum dilakukan analisis,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang
dikumpulkan baik melalui studi dokumen. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan
dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan dengan
kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga menghasilkan
klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini,
31
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media, Malang,
2005, hal. 28
32
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal
106.
33
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 25.

Universitas Sumatera Utara

28

dengan tujuan untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini yaitu masalah perlindungan hukum terhadap merek pada
umumnya dan kriteria pendaftaran merek yang diperbolehkan dan dilarang
berdasarkan unsur persamaan pada pokoknya dan persamaan pada keseluruhan yang
telah didaftarkan di daftar umum merek Departemen Hukum dan HAM RI.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K/PDT.SUS/2011)

3 78 98

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K PDT.SUS 2011)

0 0 7

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K PDT.SUS 2011)

0 0 1

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K PDT.SUS 2011)

0 0 20

Penerapan Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K PDT.SUS 2011)

0 1 30

Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

0 1 14

Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

0 0 2

Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

0 0 30

Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

0 0 5