35 104 1 PB

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

Perbandingan Efektifitas Antara Aromaterapi Bunga Mawar dengan Masase dalam Menurunkan
Intensitas Nyeri pada Dismenore Primer dengan Perlakuan Standar Kompres Hangat
Gusti Agung Indah Pradiyanti*, Teguh Wahju Sardjono**, Fransiska Imavike Fevriasanty***
ABSTRAK
Dismenore primer adalah rasa nyeri pada saat menstruasi yang terjadi pada remaja dan wanita muda
tanpa adanya patologi pelvis yang menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari sehingga menurunkan
produktivitas kerja. Kompres hangat dan masase adalah cara yang sederhana untuk mengatasi masalah
tersebut. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid banyak dilakukan oleh masyarakat, padahal obat
tersebut mempunyai efek samping yang berbahaya. Aromaterapi bunga mawar diperkenalkan sebagai salah
satu cara baru dan aman untuk mengurangi rasa nyeri, namun belum ada penelitian untuk menguji
keefektifannya dalam penanganan dismenore primer. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
efektifitas aromaterapi bunga mawar dengan masase dalam menurunkan intensitas nyeri pada dismenore
primer dengan perlakuan standar kompres hangat. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental semu
tanpa acak (quasy experimental non randomized control group pretest posttest design). Sebanyak 30 orang
mahasiswa PSIK yang memenuhi kriteria inklusi dan telah menanda tangani informed consent dibagi menjadi
tiga kelompok, masing-masing terdiri dari 10 responden, yaitu kelompok dengan perlakuan kompres hangat
saja, kompres hangat dan masase; serta kompres hangat dan aromaterapi bunga mawar. Intensitas nyeri

diobservasi dan diukur dengan menggunakan skala nyeri Bourbonis pada menit ke-0, ke-10 dan ke-20. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok aromaterapi bunga mawar sebanyak 100 % responden
mengalami penurunan intensitas nyeri pada 10 menit pertama dibandingkan 70 % pada kelompok masase
dan 80 % pada kelompok kompres. Penurunan intensitas nyeri terbanyak masing-masing adalah 4 sampai
lebih dari 4 skala pada 90 % responden dari kelompok aroma terapi, 1-3 skala pada 70 % responden dari
kelompok masase, dan 2 skala pada 70 % responden dari kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa
aromaterapi lebih efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada dismenore primer dibandingkan dengan
masase dan kompres hangat.
Kata kunci: Aromaterapi bunga mawar, Intensitas nyeri dismenore primer, Kompres hangat, Masase.

Effectiveness Comparison between Rose Aromatherapy with Massage in Decreasing the
Pain Intensity in Primary Dysmenorrhea with Warm Compress as Standard Treatment
ABSTRACT
Primary dysmenorrhea is sharp pain emerged during menstruation which in adolescents and young
women without a pelvic pathology may interrupt daily activities and decrease their productivities. Warm
compress and massage is one of simple ways to overcome this problem. Nonsteroidal anti-inflammatory
(NSAID) drugs are also commonly used among people, although they have negative side effect. Rose
aromatherapy was introduced as a new and safe method to decrease the pain, but there were no study to
investigate its effectiveness to overcome primary dysmenorrhea. This study aimed was to compare the
effectiveness of rose aromatherapy and massage to decrease the pain intensity of primary dysmenorrhea

with warm compress as a standard treatment. . This study was designed by using quasy experimental non
randomized control group pretest posttest design.Thirty nursing students who fulfilled inclusion criteria and
signed inform consent divided into three groups, each group consisted of 10 respondents. Those groups
were warm compress only, warm compress plus massage, and also warm compress plus rose aromatherapy.
The pain intensities were observed and measured by using Bourbonis scale at time 0, 10, and 20 minutes
respectively. The results showed at the first 10 minutes the pain intensity were decreased 100 % in rose
aromatherapy group. While massage group showed 70 % pain decreased and 80 % pain decreased in warm
compress group. The highest scale of pain intensity was also showed ≥ 4 value in 90 % respondents of
aromatherapy group, 1-3 in 70 % respondents of massage group, and 2 in 70 % respondents of warm
compress group. It be concluded that aromatherapy was more effective to decrease the pain intensity in
primary dysmenorrhea compared to massage and warm compress.
Keywords: Massage, Pain intensity of primary dysmenorrhea, Rose aromatherapy, Warm compress.
* Program Studi Pendidikan Dokter, FKUB
** Lab Parasitologi, FKUB
*** Program Studi Ilmu Keperawatan, FKUB

137

Majalah Kesehatan FKUB


Volume 1 Nomer 3, September 2014

Cara alternatif pertama yaitu masase
atau pijat.1 Masase adalah stimulasi
kutaneus
tubuh.4
Pemijatan
dapat
mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman
pada saat menstruasi.6 Terapi pijat
merupakan upaya penyembuhan yang
aman, efektif, dan tanpa efek samping.7
Selain itu, terapi pijat merupakan metode
yang sederhana, murah, memiliki efek positif
pada kesehatan, kondisi mental, tingkat
kemandirian, dan hubungan social.8 Cara
alternatif
kedua
yaitu
penggunaan

aromaterapi. Aromaterapi adalah suatu
terapi alternatif yang sangat terkenal.9
Aromaterapi merupakan suatu cara
perawatan tubuh dan atau penyembuhan
penyakit dengan menggunakan minyak
esensial (essential oil). Aromaterapi memiliki
keunggulan yaitu pemakaiannya tergolong
praktis dan efisien, serta khasiatnya terbukti
cukup manjur.10 Aromaterapi bunga mawar
memiliki manfaat untuk mengobati sakit
selama
menstruasi dan
membantu
melancarkan pengeluaran darah kotor
selama menstruasi.10,11 Kedua cara alternatif
tersebut memiliki keunggulan masingmasing. Namun, belum diketahui di antara
kedua cara alternatif tersebut mana yang
memiliki efektifitas tinggi dalam menangani
dismenore primer.
Peneliti melakukan studi pendahuluan

pada mahasiswi program A reguler angkatan
2008-2011 di Jurusan Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Kriteria usia responden yang dipilih oleh
peneliti antara 15 sampai 25 tahun karena
dismenore primer biasa terjadi pada rentang
usia ini.12 Dari 324 mahasiswi diketahui
bahwa 20 % mengalami dismenore primer
dengan intensitas nyeri sedang dan nyeri
berat. Sebagian besar mahasiswi ini tidak
melakukan kompres hangat, masase, dan
aromaterapi bunga mawar untuk menangani
dismenore primer yang dialami
Berdasarkan latar belakang di atas dan
mengingat
pentingnya
penanganan

PENDAHULUAN
Dismenore adalah menstruasi yang

disertai rasa nyeri dan merupakan salah satu
masalah ginekologi yang paling umum
dialami oleh perempuan dari berbagai
tingkatan usia. Dismenore dibagi menjadi
dua yaitu dismenore primer dan dismenore
sekunder. Dismenore primer adalah aliran
menstruasi yang sulit disertai rasa nyeri,
tanpa adanya gangguan fisik baik berupa
patologi pelvis, penyakit organik, ataupun
kelainan pada alat-alat genital. Sedangkan
dismenore
sekunder
adalah
aliran
menstruasi yang sulit disertai rasa nyeri,
timbul akibat adanya penyakit pelvis organik,
seperti endometriosis dan penyakit radang
panggul.1 Di Indonesia angka kejadian
dismenore sebesar 64.25 % yang terdiri dari
54,89 % dismenore primer dan 9,36 %

dismenore sekunder.2 Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Gunawan (2002) di 4 SLTP di
Jakarta
menunjukkan
bahwa
pada
dismenore primer, sebanyak 76,6 % siswi
tidak masuk sekolah karena nyeri haid yang
dialami.3 Mengingat banyak dampak negatif
yang ditimbulkan dari dismenore primer ini,
maka diperlukan suatu penanganan yang
tepat.
Perlakuan standar yang bisa digunakan
untuk meredakan nyeri dismenore primer
yaitu dengan menggunakan panas (kompres
hangat).1 Namun, apabila kompres hangat
tidak bisa mengurangi nyeri dismenore
primer, penanganan dapat dilakukan dengan
menggunakan obat-obatan anti inflamasi non
steroid (NSAID).1 Non-steroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah suatu

golongan obat untuk menurunkan rasa
nyeri.4. Namun, semua NSAID menyebabkan
gangguan saluran pencernaan dan
kerusakan ginjal yang berat jika digunakan
dalam dosis tinggi.5 Oleh karena itu,
diperlukan cara-cara alternatif yang memiliki
efek samping minimal dalam penanganan
dismenore primer.

138

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

perlakuan (A dan B) dan 1 kelompok kontrol
(C). Kelompok A (perlakuan 1) yaitu
kelompok yang mendapatkan aromaterapi
bunga mawar dan kompres hangat; dan
kelompok B (perlakuan 2) yaitu kelompok

yang mendapatkan perlakuan masase dan
kompres hangat. Kelompok C (kontrol), yaitu
kelompok yang hanya mendapatkan
perlakuan kompres hangat. Teknik sampling
yang digunakan adalah purposive sampling
dan teknik pengumpulan data dilakukan
dengan lembar pengukuran intensitas nyeri
dismenore primer (skala nyeri Bourbonis 010) dan catatan pribadi peneliti.13,14

dismenore primer melalui cara-cara alternatif
maka peneliti ingin meneliti tentang
perbandingan efektifitas antara aromaterapi
bunga mawar dengan masase dalam
menurunkan intensitas nyeri pada dismenore
primer dengan perlakuan standar kompres
hangat.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan desain
eksperimen semu (quasy experiment)
dengan non randomized control group

pretest posttest design. Sampel dalam
penelitian ini adalah mahasiswi program A
reguler angkatan 2008-2011 di Jurusan Ilmu
Keperawatan
Fakultas
Kedokteran
Universitas Brawijaya yang menderita
dismenore primer dan memenuhi kriteria
inklusi. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 30 orang yang dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, yaitu 2 kelompok

HASIL
Pada Tabel 1 diketahui bahwa
karakteristik semua responden pada ketiga
kelompok penelitian adalah homogen (P >
0,05).

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan usia, status gizi, dan riwayat keluarga
Karakteristik

17-19
20-22

Kelompok
C
3
7

Kelompok
B
Usia
2
8

Kelompok
A

P value > 0,05

4
6

0.193
0.193

Status gizi yang dinyatakan dengan indeks massa tubuh (IMT)
Under-weight
1
2
1
0.374
Normal
8
8
8
0.374
Over-weight
1
1
0.098

Tidak Ada
Ada
Ibu
Saudara

Riwayat keluarga dengan dismenore primer
5
3
4
5
7
6
4
5
6
1
2
-

0.353
0.353
0.830
1.000

Keterangan: Kelompok C (kontrol), Kelompok B (masase), Kelompok A (aromaterapi bunga mawar)

kelompok penelitian adalah homogen (P >
0,05).

Pada Tabel 2 diketahui bahwa
karakteristik semua responden pada ketiga

139

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan usia menarche, usia awal mengalami dismenore primer,
lama siklus menstruasi, dan lama menstruasi
Kelompok
C

Karakteristik

Kelompok
B

Usia menarche (Tahun)
< 11
11-14
6
6
15-18
4
4
19-22
23-25
Usia awal mengalami dismenore primer (Tahun)
< 11
11-14
2
3
15-18
8
7
19-22
23-25
Lama siklus menstruasi (Hari)
21-24
1
2
25-28
3
2
29-32
4
3
33-35
2
3
36-39
40-42
Lama menstruasi (Hari)
6
6
6

Kelompo
kA

P > 0,05

7
3
-

0,549
0,549
-

3
7
-

0,495
0,193
-

1
2
4
3
-

0,374
1,000
0,549
0,495
-

3
7

0,549
0,549

Keterangan: Kelompok C (kontrol), Kelompok B (masase), Kelompok A (aromaterapi bunga mawar)

Hasil uji ANOVA tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna pada intensitas
nyeri sebelum perlakuan dengan p = 0,165.
Hasil post hoc test multiple comparisons
melalui Tukey HSD diketahui bahwa ketiga
kelompok tersebut masih dalam populasi
yang sama.

Skala Nyeri

Pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa
rata-rata intensitas nyeri yang dialami
responden sebelum perlakuan pada
kelompok kontrol (C) berada pada skala 5,5;
pada kelompok masase (B) berada pada
skala 6; dan pada kelompok aromaterapi
bunga mawar (A) berada pada skala 6,5.

7
6
5
4
3
2
1
0

Kelompok C
Kelompok B
Kelompok A

0

10

20

Waktu (Menit)

Gambar 1. Distribusi intensitas nyeri pada ketiga kelompok penelitian. Keterangan: Kelompok C
(kontrol), Kelompok B (masase), Kelompok A (aromaterapi bunga mawar)

140

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa
rata-rata intensitas nyeri yang dialami oleh
responden pada 10 menit pertama pada
kelompok kontrol (C) berada pada skala 4,5;
pada kelompok masase (B) berada pada
skala 4,9; dan pada kelompok aromaterapi
bunga mawar (A) berada pada skala 4.
Berdasarkan analisis ANOVA tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna pada penurunan intensitas nyeri
pada menit ke-10 dengan p = 0,443. Pada
post hoc test multiple comparisons melalui
Tukey HSD diketahui bahwa ketiga
kelompok tersebut masih dalam populasi
yang sama.

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa
rata-rata intensitas nyeri pada menit ke-20
yang dialami oleh responden pada kelompok
kontrol berada pada skala 4; pada kelompok
masase berada pada skala 4,3; dan pada
kelompok aromaterapi bunga mawar berada
pada skala 1,9. Hasil analisis one way
ANOVA menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna pada penurunan intensitas
nyeri pada menit ke-20 dengan p = 0,003.
Hasil post hoc test multiple comparisons
melalui Tukey HSD menunjukkan bahwa ada
salah satu kelompok dari ketiga kelompok
penelitian yang memiliki perbedaan yang
bermakna yaitu kelompok aromaterapi
bunga mawar (A).

120%

Jumlah Responden

100%
80%
menit ke-10
60%
menit ke-20
40%
20%
0%
Kelompok C

Kelompok B

Kelompok A

Gambar 2 Distribusi jumlah responden yang mengalami penurunan intensitas nyeri pada
dismenore primer. Keterangan: Kelompok C (kontrol), Kelompok B (masase), Kelompok A
(aromaterapi bunga mawar)
Pada Gambar 2 dapat diketahui pada
kelompok kontrol (C) pada menit ke-10
sebanyak 80 % responden mengalami
penurunan intensitas nyeri dan pada menit
ke-20 turun menjadi 50 % responden. Pada
kelompok masase (B) pada menit ke-10
sebanyak 70 % responden mengalami

penurunan intensitas nyeri dan pada menit
ke-20 turun menjadi 50 % responden. Pada
kelompok aromaterapi bunga mawar (A)
seluruh responden atau 100 % responden
mengalami penurunan intensitas nyeri pada
menit ke-10 dan menit ke-20.

141

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

Tabel 3. Distribusi total penurunan skala nyeri responden
Penurunan
Skala Nyeri

Kelompok C
(%)

Kelompok B
(%)

Kelompok A
(%)

0
1
2
3
4
>4

20
10
70
0
0
0

20
30
20
20
10
0

0
0
0
10
40
50

Keterangan: Kelompok C (kontrol), Kelompok B (masase), Kelompok A (aromaterapi bunga mawar)

PEMBAHASAN

Pada Tabel 3 dapat diketahui total
penurunan intensitas nyeri pada kelompok
kontrol (C) sebanyak 70 % responden
mengalami penurunan nyeri sebanyak 2
skala, 20 % mengalami penurunan nyeri
sebanyak 0 skala, dan 10 % mengalami
penurunan nyeri sebanyak 1 skala. Pada
kelompok masase (B) sebanyak 30 %
responden mengalami penurunan nyeri
sebanyak 1 skala, 20 % responden
mengalami penurunan nyeri sebanyak 0
skala, 20 % responden mengalami
penurunan nyeri sebanyak 2 skala, 20 %
responden mengalami penurunan nyeri
sebanyak 3 skala; dan 10 % responden
mengalami penurunan nyeri sebanyak 4
skala. Pada kelompok aromaterapi (A)
sebanyak 50 % responden mengalami
penurunan nyeri lebih dari 4 skala, 40 %
responden mengalami penurunan nyeri
sebanyak 4 skala, dan 10 % responden
mengalami penurunan nyeri sebanyak 3
skala. Hasil analisis one way ANOVA
terhadap total penurunan skala nyeri
menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna dengan p = 0.000. Pada post hoc
test multiple comparisons melalui Tukey
HSD menunjukkan bahwa ada salah satu
kelompok dari ketiga kelompok penelitian
yang memiliki perbedaan yang bermakna
yaitu kelompok aromaterapi bunga mawar
(A).

Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa
rata-rata intensitas nyeri yang dialami
responden sebelum perlakuan pada
kelompok kontrol (C) berada pada skala 5,5
(nyeri sedang); pada kelompok masase (B)
berada pada skala 6 (nyeri sedang); dan
pada kelompok aromaterapi bunga mawar
(A) berada pada skala 6.5 (nyeri sedangberat). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebelum diberikan perlakuan,
responden pada ketiga kelompok penelitian
mengalami rata-rata intensitas nyeri yang
berkisar antara skala 5-7. Rasa nyeri pada
dismenore
primer disebabkan
oleh
pelepasan prostaglandin F2  yang
berlebihan dari sel-sel endometrium
uterus.1,15,16 Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa
responden yang mengalami dismenore
primer berusia 17-22 tahun. Hal ini sesuai
dengan pendapat Junizar dkk (2001) bahwa
dismenore primer biasanya terjadi pada usia
antara 15 sampai 25 tahun.12 Pada usia ini
terjadi optimalisasi fungsi saraf rahim
sehingga sekresi prostaglandin meningkat,
yang akhirnya timbul rasa sakit. Dari
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa usia
berpengaruh terhadap kejadian dismenore
primer sesuai dengan hasil penelitian Novia
dan Puspitasari (2008).17
Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa 18
responden memiliki riwayat keluarga dengan
dismenore primer. Dari 18 responden, 15
responden memiliki riwayat keluarga dengan
dismenore primer yang diturunkan dari

142

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

ibunya. Salah satu faktor risiko dari
dismenore primer yaitu riwayat keluarga
positif pernah menderita dismenore primer.18
Faktor yang berhubungan dengan episode
dismenore yang berat (severe episodes of
dysmenorrhea) adalah riwayat keluarga yang
positif.19,20 Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa riwayat keluarga dengan dismenore
primer berpengaruh terhadap kejadian
dismenore primer.
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa
sebanyak 10 responden mengalami
menstruasi selama 3-6 hari dan 20
responden mengalami menstruasi selama
lebih hari 6 hari. Bobak (2004)
mengemukakan bahwa lama rata-rata aliran
menstruasi adalah lima hari (dengan rentang
tiga sampai enam hari). Haid memanjang
(heavy or prolonged menstrual flow) adalah
faktor risiko dismenore primer.20 Dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lama
menstruasi berpengaruh terhadap kejadian
dismenore primer.
Untuk status gizi
responden yang dinyatakan dengan indeks
massa tubuh (IMT) pada Tabel 1 diketahui
sebanyak 24 responden memiliki indeks
massa tubuh (IMT) yang tergolong normal.
Kelebihan berat badan dapat mengakibatkan
dismenore primer karena di dalam tubuh
individu dengan berat badan berlebih
terdapat jaringan lemak yang berlebihan
yang mengakibatkan hiperplasi pembuluh
darah (terdesaknya pembuluh darah oleh
jaringan lemak) pada organ reproduksi
wanita sehingga darah yang seharusnya
mengalir pada proses menstruasi terganggu
dan timbul dismenore primer.21 Salah satu
faktor risiko terjadinya dismenore primer
adalah body mass index (BMI) yang
rendah.22 Namun, dari hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dismenore primer
banyak terjadi pada responden yang
memiliki indeks massa tubuh (IMT) normal.
Jadi, dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa status gizi yang dinyatakan dengan

indeks massa tubuh (IMT) tidak berpengaruh
terhadap kejadian dismenore primer.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa
responden yang menderita dismenore primer
mengalami menarche pada usia 11-18
tahun. Menarche didefinisikan sebagai
pertama kali menstruasi dan secara normal
menstruasi awal terjadi pada usia 11–16
tahun.23 Hasil penelitian ini berbeda dengan
teori yaitu menarche pada usia lebih awal (<
12 tahun) dapat meningkatkan kejadian
dismenore primer dan merupakan faktor
risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
dismenore primer. Menarche yang terjadi
pada usia yang lebih awal dimana alat
reproduksi belum siap untuk mengalami
perubahan dan masih terjadi penyempitan
pada leher rahim, akan menyebabkan
timbulnya rasa sakit ketika menstruasi.21
Faktor risiko yang berhubungan dengan
episode dismenore yang berat (severe
episodes of dysmenorrhea) adalah
menstruasi pertama pada usia dini (earlier
age at menarche).19,20 Namun, dari hasil
penelitian ini memberikan gambaran bahwa
sebagian besar responden dengan usia
menarche yang normal ternyata masih
mengalami dismenore primer. Jadi, usia
menarche tidak berpengaruh terhadap
kejadian dismenore primer.
Pada Tabel 2 dapat diketahui usia awal
para responden mengalami dismenore
primer untuk pertama kalinya pada usia 1118 tahun. Dismenore primer biasanya terjadi
dalam jangka waktu 2-5 tahun setelah
menarche, yaitu di saat siklus mulai bersifat
ovulatorik dan jarang terjadi pada tahuntahun pertama setelah menarche, karena
pada siklus awal bersifat anovulatorik.24
Dismenore primer timbul setelah terjadinya
siklus haid yang teratur.25 Berdasarkan hasil
penelitian ini didapatkan bahwa ada
responden yang mengalami dismenore
primer pada rentang usia menarche. Dari
hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
usia awal mengalami dismenore primer tidak

143

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

penelitian memiliki rata-rata intensitas nyeri
yang berkisar antara skala 1-4.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
setiap responden memiliki respon nyeri yang
berbeda-beda yang dipengaruhi oleh usia
masing-masing responden.18,28,29,30 Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri. Perbedaan perkembangan yang
ditemukan di antara kelompok usia dapat
mempengaruhi bagaimana seseorang bereaksi terhadap nyeri.29 Selain itu, persepsi
nyeri yang dimiliki oleh setiap individu juga
mempengaruhi respon seseorang terhadap
nyeri. Persepsi nyeri bersifat subjektif, dipengaruhi oleh nosiseptor dan transmisi
impuls.28,30 Persepsi yang baik akan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.28 Selain
persepsi nyeri, kecemasan atau ansietas
juga mempengaruhi respon seseorang terhadap nyeri. Kecemasan atau ansietas dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri itu
sendiri, menurunkan toleransi terhadap
nyeri, dan menurunkan ambang nyeri sehingga membuat pasien melaporkan tingkat
nyeri yang lebih tinggi.18,30,31
Ada faktor lain yang juga mempengaruhi
respon seseorang terhadap nyeri yaitu faktor
psikis. Faktor psikis dapat membangkitkan
atau memperberat nyeri yang dirasakan
karena tekanan psikis akan meningkatkan
katekolamin dan vasopressin sehingga mengakibatkan peningkatan prostaglandin, vasokonstriksi, dan iskemia sel-sel uterus.12,25,32,33,34 Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Pramanik et al (2010) yaitu ada
hubungan yang positif antara stress psikologis dengan dismenore.35 Selain faktor-faktor
tersebut, ada beberapa faktor lain yang
mempengaruhi respon seseorang terhadap
nyeri seperti pengalaman masa lalu, arti
nyeri, perhatian, toleransi nyeri, keletihan/kelelahan, dan pendidikan.12,18,28,29,30
Total penurunan intensitas nyeri pada
ketiga kelompok penelitian dapat dilihat pada
Tabel 3. Pada kelompok kontrol sebanyak 70
% responden mengalami penurunan nyeri

berpengaruh terhadap kejadian dismenore
primer.
Distribusi responden berdasarkan siklus
mentruasi pada Tabel 2 terlihat bahwa
responden memiliki siklus menstruasi yang
berkisar dari 21-35 hari. Hasil penelitian ini
sesuai dengan pendapat Suparyanto (2011)
yaitu siklus haid yang normal umumnya
berkisar antara 21-35 hari.26 Siklus
menstruasi yang panjang merupakan salah
satu faktor risiko terjadinya dismenore
primer.21 Namun, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kebanyakan responden
yang mengalami dismenore primer memiliki
siklus menstruasi yang normal. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa lama
siklus menstruasi tidak berpengaruh
terhadap angka kejadian dismenore primer.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Andersch
(2006) dan Edmundson (1982) yaitu
lamanya siklus haid (duration of the
menstrual cycle) tidak berhubungan dengan
nyeri haid yang meningkat.20,27
Pada Gambar 1 diketahui bahwa ratarata intensitas nyeri yang dialami oleh
responden pada 10 menit pertama perlakuan
pada kelompok kontrol (C) berada pada
skala 4,5 (nyeri sedang), pada kelompok
masase (B) berada pada skala 4,9 (nyeri
sedang), dan pada kelompok aromaterapi
bunga mawar (A) berada pada skala 4 (nyeri
sedang). Dari hasil penelitian ini dapat
diketahui bahwa pada menit ke-10,
responden pada ketiga kelompok penelitian
memiliki rata-rata intensitas nyeri yang
berkisar antara skala 4-5. Rata-rata
intensitas nyeri yang dialami oleh responden
pada menit ke-20 juga terlihat pada Gambar
1, yaitu pada kelompok kontrol (C) rata-rata
intensitas nyeri berada pada skala 4 (nyeri
sedang), pada kelompok masase (B) berada
pada skala 4,3 (nyeri sedang), dan pada
kelompok aromaterapi bunga mawar (A)
berada pada skala 1,9 (nyeri ringan). Pada
hasil penelitian ini terlihat bahwa pada menit
ke-20, responden pada ketiga kelompok

144

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

sebanyak 2 skala; 20 % mengalami
penurunan nyeri sebanyak 0 skala; dan 10 %
mengalami penurunan nyeri sebanyak 1
skala. Pada kelompok masase dan kompres
hangat, 30 % responden mengalami
penurunan nyeri sebanyak 1 skala; 20 %
responden mengalami penurunan nyeri
sebanyak 0 skala; 20 % responden
mengalami penurunan nyeri sebanyak 2
skala, 20 % responden mengalami
penurunan nyeri sebanyak 3 skala; dan 10
% responden mengalami penurunan nyeri
sebanyak 4 skala. Pada kelompok
aromaterapi bunga mawar dan kompres
hangat, 50 % responden mengalami
penurunan nyeri sebanyak > 4 skala ; 40 %
responden mengalami penurunan nyeri
sebanyak 4 skala; dan 10 % responden
mengalami penurunan nyeri sebanyak 3
skala. Hasil analisis one way ANOVA
terhadap total penurunan skala nyeri
menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna dengan p = 0.000. Hasil post hoc
test multiple comparisons melalui Tukey
HSD menunjukkan bahwa ada salah satu
kelompok dari ketiga kelompok penelitian
yang memiliki perbedaan yang bermakna
yaitu kelompok aromaterapi bunga mawar
dan kompres hangat. Kelompok aromaterapi
bunga mawar dan kompres hangat memiliki
rata-rata total penurunan intensitas nyeri
pada dismenore primer yang paling besar
yaitu sebesar 4,6.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa
perlakuan aromaterapi bunga mawar dan
kompres hangat mampu menurunkan
intensitas nyeri dengan total penurunan
skala nyeri yang paling besar yaitu sebesar
4,6. Dengan perlakuan ini pula, sebanyak 50
% responden mengalami penurunan nyeri >
4 skala, dan 100 % responden mengalami
penurunan intensitas nyeri pada menit ke-10
dan ke-20. Minyak esensial bunga mawar
yang digunakan dalam aromaterapi
mengandung bahan aktif yaitu senyawa
geraniol, nerol 5-10 %, eugenol 1 %, sitral,

sitroneol, linalool, fenei-etilalkohol, farnesol,
dan nonilaldehida.36 yang memiliki khasiat
dan efek yang cepat dalam membantu
penyembuhan penyakit serta menghilangkan
nyeri.10,37,38,39 Hal ini dikarenakan minyak
esensial tersebut dapat mempengaruhi
aktivitas fungsi kerja otak melalui sistem
saraf yang berhubungan dengan indera
penciuman.
Sewaktu menarik napas, molekulmolekul aromaterapi bunga mawar yang
dihirup akan memasuki hidung dan
kemudian berhubungan dengan silia
(rambut-rambut halus di lapisan sebelah
dalam hidung). Bau diubah oleh silia menjadi
impuls listrik yang diteruskan ke otak lewat
sistem olfaktorius. Semua impuls mencapai
sistem limbic.11,37,40 Sistem limbik adalah
bagian otak yang dikaitkan dengan suasana
hati, emosi, memori, dan belajar.11 Selain itu,
sistem limbik juga berhubungan dengan
bagian yang mempengaruhi kelenjar lendir.
Kelenjar ini memiliki fungsi penting dan ikut
mempengaruhi keseimbangan hormon
dalam tubuh.40 Setelah dihantarkan ke
sistem limbik, bau tersebut selanjutnya akan
dikirim ke hipotalamus untuk diolah. Respon
bau yang dihasilkan akan merangsang kerja
sel neurokimia otak lalu akan merangsang
sistem saraf otonom yang mengontrol
gerakan involunter sistem pernapasan dan
tekanan darah sehingga timbul keadaan
rileks dan perasaan tenang. Selain itu, bau
yang menyenangkan akan menstimulasi
talamus untuk mengeluarkan enkefalin yang
berfungsi sebagai penghilang rasa sakit
alami.37
Pemberian kompres hangat pada perut
bagian bawah saat terjadi dismenore primer
mampu menurunkan intensitas nyeri.
Pemberian panas akan menyebabkan
terjadinya pelebaran pembuluh darah
(vasodilatasi) sehingga dapat meningkatan
sirkulasi darah, meredakan iskemia pada
sel-sel miometrium, menurunkan kontraksi
otot polos miometrium, meningkatkan

145

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

hangat, serta yang hanya diberi kompres
hangat saja.

relaksasi otot dan mengurangi nyeri akibat
spasme atau kekakuan.1,16,29 Stimulasi kulit
melalui pemberian kompres hangat juga
dapat meningkatkan produksi endorfin yang
mampu menghalangi transmisi stimulus
nyeri; mengubah jumlah dan tipe stimulasi
reseptor sensoris; serta dapat bersifat
sebagai analgetik.13,41,42 Efek analgesik dari
terapi panas (kompres hangat) disebabkan
oleh kesamaan suhu jaringan superfisial
dengan jaringan bagian dalam, tapi
mekanismenya tidak diketahui.43 Pemberian
kompres hangat juga berpengaruh terhadap
aktivitas serabut saraf yang berdiameter
besar dan kecil. Impuls nyeri dihantarkan
oleh serabut saraf berdiameter kecil yang
membuka pintu gerbang sumsum tulang
belakang kemudian diteruskan ke farmatio
retikulo batang otak untuk selanjutnya dikirim
ke
talamus
atau
korteks
untuk
diinterpretasikan sebagai nyeri. Pemberian
kompres hangat akan merangsang serabut
saraf yang berdiameter besar, dimana letak
serabut saraf yang berdiameter besar dan
serabut saraf yang berdiameter kecil berjalan
parallel.44 Perangsangan pada serabut saraf
berdiameter besar akan menyebabkan pintu
gerbang spinal cord menutup sehingga
impuls nyeri tidak dapat memasuki spinal
cord dan tidak dapat diteruskan ke corteks
awareness untuk diinterpretasikan sebagai
nyeri.41 Dari hasil penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa pemberian aromaterapi
bunga mawar dengan perlakuan standar
kompres hangat lebih efektif dalam
menurunkan intensitas nyeri pada dismenore
primer dibandingkan dengan masase
dengan kompres hangat dan yang hanya
diberikan kompres hangat saja.

SARAN
1. Bagi
pendidikan
dan
praktik
keperawatan, penelitian ini dapat digunakan
untuk memperdalam pembelajaran tentang
konseling dan asuhan keperawatan
khususnya untuk mahasiswi yang menderita
dismenore primer selama proses perkuliahan
mengingat peran perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan dan konselor.
2. Bagi institusi diharapkan mengadakan
pelatihan khusus bagi petugas kesehatan
dalam hal konseling dan asuhan
keperawatan untuk nyeri dismenore primer
guna menambah kualitas pelayanan
kesehatan institusi.
3. Bagi masyarakat, diadakan penyuluhan
kepada masyarakat tentang bagaimana cara
menurunkan intensitas nyeri dismenore
primer dengan menggunakan cara-cara
alternatif, seperti dengan aromaterapi bunga
mawar, masase, dan kompres hangat.
4. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
bisa memperluas populasi dan menambah
jumlah responden agar hasil penelitian bisa
digeneralisasikan; mengambil populasi yang
menderita dismenore sekunder, dan
sebelum melakukan penelitian diharapkan
terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi nyeri yang
dialami oleh responden.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bobak IM, Lowdermilk DL, & Jensen
MD.
Buku Ajar Keperawatan
maternitas. Edisi ke-4. Jakarta: EGC.
2004.
2. Ryri L. Pengaruh Pemberian Kompres
Hangat terhadap Penurunan Dismenore
Primer.
2010.
(online).
http://ryrilumoet.blogspot.com/2010_12_
01_archive.html. Diakses 2 Juni 2011.

KESIMPULAN
Aromaterapi bunga mawar dan kompres
hangat lebih efektif dalam menurunkan
intensitas nyeri pada dismenore primer
dibandingkan dengan masase dan kompres

146

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 1 Nomer 3, September 2014

14. Black JM, Jacobs EM. Medical Surgical
Nursing. USA: WB Sounders Company.
1997.
15. Price
SA.
Wilson
L
M. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Volume 2. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC. 2005.
16. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi.
Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 2009.
17. Novia I. Puspitasari N. Faktor Risiko
yang
Mempengaruhi
Kejadian
Dismenore Primer. The Indonesian
Journal of Public Health. 2008; 4(2):96104.
18. French L. Dysmenorrhea. American
Family Physician. 2005; 71(2):285-91.
19. Harlow SD, Park M. A Longitudinal
Study of Risk Factors for the
Occurrence, Duration and Severity of
Menstrual Cramps in a Cohort of
College Women. Br J Obstet Gynaecol.
1996; 103(11):1134-42.
20. Edmundson LD. Dysmenorrhea. 2006.
(online).http://www.emedicine.com/emer
g/TOPIC156. Diakses 2 Juni 2011.
21. Widjanarko B. Tinjauan Terapi pada
Dismenorrhea
Primer.
Majalah
Kedokteran Damianus. 2006;1(5):8-1.
22. Latthe P, Mignini L, Gray R. Factors
Predisposing Women to Chronic Pelvic
Pain: Systematic Review. BMJ. 2006;
332(7544):749-55.
23. Kartono D. Lamid A. Keadaan
Kegemukan di Kelurahan Kebon
Kelapa, Bogor Berdasarkan Indeks
Massa
Tubuh.
Cermin
Dunia
Kedokteran. 1997; 120.
24. Follin. Rapid Assasment a Flowchart
Guide to Evaluating Signs And
Symtomps. Philadelphia: Lippincot
William and Wilkins. 2004. p 133-132.
25. Mansjoer A. Triyanti K. Savitri R.
Wardhani WI. Setiowulan W. Tiara AD.
Hamsah A. Patmini E. Armilasari E.
Yunihastuti E. dkk. Kapita Selekta

3. Anurogo D. Segala Sesuatu tentang
Nyeri
Haid.
2008.
(online).
http://www.kabarindonesia.com/berita.p
hp?pil=3&dn=20080619164804.
Diakses 2 Juni 2011.
4. Smeltzer SC, Bare BG. Keperawatan
Medikal Bedah. Volume 1 & 2. Edisi ke8. Jakarta: EGC. 2001.
5. Yulianto
BD.
Efektifitas
Terapi
Akupuntur Dibanding NSAID terhadap
Nyeri Lutut pada Wanita Penderita
Osteoartritis Lutut Ditinjau dari Status
Pekerjaan di RSO Prof Dr R Soeharso
Surakarta (Studi Eksperimen pada
Pasien Osteoartritis Lutut). 2009.
(online).http://digilib.uns.ac.id/upload/do
kumen/134630808201011531.pdf.
Diakses 13 Agustus 2011.
6. Ulfa
HM.
Hubungan
Tingkat
Pengetahuan tentang Dismenorea
dengan Sikap dalam Mengatasi
Dismenorea pada Remaja Putri. Karya
Tulis Ilmiah. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
2010.
7. Firdaus IA. Terapi Pijat untuk
Kesehatan, Kecerdasan Otak, &
Kekuatan Daya Ingat. Jogjakarta: Buku
Biru. 2011.
8. Valiani M, Ghasemi N, Bahadoran P,
Heshmat R. The Effects of Massage
Therapy on Dysmenorrhea caused by
Endometriosis. IJNMR/Autumn. 2010;
15(4).
9. Al Anwar. The Art of Aromatherapy. The
Good Scents Journal. 2003; 1(6).
10. Jaelani. Aroma Terapi. Jakarta: Pustaka
Populer Obor. 2009.
11. Sharma S. Aroma Terapi. Tangerang:
Karisma Publishing Group. 2009.
12. Junizar G. Sulianingsih, Widya KD.
Pengobatan
Dismenore
secara
Akupuntur. Cermin Dunia Kedokteran.
2001; 133: 50-3
13. Long BC. Perawatan Medical Bedah.
Jakarta: EGC. 1996.

147

Majalah Kesehatan FKUB

26.

27.

28.

29.

30.

31.

32.

33.

34.
35.

Volume 1 Nomer 3, September 2014

36. Sarwono
B.
Terapi
Aromatik
Mendongkrak Gairah Bercinta. Majalah
Flona. 2010; 68-69.
37. Primadiati R. Aromaterapi Perawatan
Alami untuk Sehat dan Cantik. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. 2005.
38. Kaina. Aromaterapi Pengaruh dan
Kekuatan Aroma Dalam Kehidupan.
Yogyakarta: Grafindo Utera Medika.
2006.
39. Yashaswini S. Hegde RV. Venugopal
CK. Health and Nutrition from
Ornamentals. International Journal of
Research in Ayurveda & Pharmacy.
2011; 2(2):375-382.
40. Balkam J. Aromaterapi Penuntun Praktis
untuk Pijat Minyak Asiri dan Aroma.
Semarang: Dahara Prize. 2001.
41. Guyton AC. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC.
2007.
42. Sorensen.
Basic
Nursing
(A
Psychophysiologic Approach).
2nd
edition. Canada: WB Saunders
Company. 1986.
43. Kozier B. Erb G. Fundamentals of
Nursing (Concepts and Procedures).
California: Addison-Wesley Publishing
Company. 1983.
44. Kozier B. Fundamentals of Nursing
(Concepts, Process and Practice). USA:
Pearson education international. 2004.

Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI. 2005. hlm 372-374.
Suparyanto. Haid dan Gangguanya.
2011.
(online).
http://drsuparyanto.blogspot.com/2011/06/konse
p-dasar-dismenore.html. Diakses 11
Agustus 2011.
Andersch B. Milsom I. An Epidemiologic
Study of Young Women with
Dysmenorrhea. Am J Obstet Gynecol.
1982; 144(6):655-60.
Ignativicus W. Medical Surgical Nursing:
A
Nursing
Process
Approach.
Philadelphia: WB Saunders Company.
1996.
Potter PA. Perry AG. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Volume 1 & 2. Edisi
ke-4. Jakarta: EGC. 2005.
Hidayat AAA. Pengantar Kebutuhan
Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Volume 1.
Jakarta: Salemba Medika. 2006.
Lyrawati D. Penilaian Nyeri. 2009.
(online).http://lyrawati.files.wordpress.co
m/2008/07/pemeriksan-dan-penilaiannyeri.pdf. Diakses 22 Februari 2012
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2005;
hlm 232-229.
Harel Z. Dysmenorrhea in Adolescents
and Young Adults: Etiology and
Management. Journal of Pediatric and
Adolescent
Gynecology.
2006;
19(6):363-71.
Hillard PAJ. Dysmenorrhea. Pediatrics
in Review. 2006; 27:64-71.
Pramanik T. Shrestha R. Sherpa MT.
Adhikari P. Incidence of Dysmenorrhoea
Associated with High Stress Scores
Among the Undergraduate Nepalese
Medical Students. Journal of Institute of
Medicine. 2010; 32:3

148