BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mutu Pelayanan Kesehatan - Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi Lasik Di Sumatera Eye Center

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mutu Pelayanan Kesehatan

  Mutu atau kualitas menurut Goetsh dan Davis (1994) merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

  Kualitas meliputi setiap aspek dari suatu perusahaan dan sesungguhnya merupakan suatu pengalaman emosional bagi pelanggan. Pelanggan ingin merasa senang dengan pembelian mereka, merasa bahwa mereka telah mendapatkan nilai terbaik dan ingin memastikan bahwa uang mereka telah dibelanjakan dengan baik, dan mereka merasa bangga akan hubungan mereka dengan sebuah perusahaan yang bercitra mutu tinggi (Lovelock dan Wright,2005).

  Mutu atau kualitas sangat bersifat subjektif, tergantung pada persepsi, sistem nilai, latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan banyak faktor lain pada masyarakat atau pribadi yang terkait dengan jasa pelayanan perusahaan tersebut. Mutu adalah keadaan produk yang selalu mengacu pada kepuasan pelanggan, karena kepuasan pelanggan merupakan kunci utama yang menjadikan organisasi mampu bersaing dan dapat menjaga kelangsungan hidup organisasi dalam jangka panjang. Selanjutnya dikatakan suatu produk hanya dapat dijamin dengan menerapkan Total Quality Management yang dapat dilandasi metode manajemen yang dipicu oleh pelanggan. Mutu dapat diartikan sebagai alat organisasi untuk meningkatkan produktivitas, alat organisasi untuk mengurangi pemborosan, alat untuk menurunkkan biaya atau untuk meningkatkan financial return atau sisa hasil usaha (Sabarguna, 2004).

  Mutu pelayanan tidak ditentukan semata-mata oleh hasil evaluasi pelayanan yang diberikan jasa pelayanan kesehatan kepada pelanggan (pasien), tetapi juga ditentukan oleh proses bagaimana pelayanan tersebut diberikan. Di samping itu penilaian pasien atas pelayanan perlu dipahami sungguh-sungguh, bahwa kriteria yang dipakai oleh pasien amat menentukan penilaian baik atau buruk atas suatu pelayanan yang mereka terima. Persepsi pasien atas mutu pelayanan sebetulnya terkait erat dengan harapan-harapan atau ekspektasi yang mereka ingin capai, rasakan dan nikmati.

  Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), mutu pelayanan kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) maka pengertian mutu pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi anatara petugas dalam melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan. Ditinjau dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health provider), maka kualitas pelayanan lebih terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki oleh masing-masing profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

  Menurut Azwar (1996), pengertian mutu pelayanan kesehatan perlu dilakukan pembatasan yang secara umum dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan. Pada satu sisi dapat menimbulkan kepuasan kepada pasien, sedang pada sisi lain prosedurnya harus sesuai dengan kode etik standar profesi yang ditetapkan.

  Menurut Zeithaml, Valerie A, dkk, 1990 dalam menilai mutu pelayanan yang dilaksanakan sebuah institusi provider, ada beberapa aspek penting yang perlu dibahas dengan seksama, yaitu :

  • Definisi tentang Mutu Pelayanan,
  • Faktor-faktor yang memengaruhi harapan atau ekspektasi pasien/pelanggan,
  • Dimensi Mutu Pelayanan

2.1.1. Definisi tentang Mutu Pelayanan

  Pelayanan yang bermutu, adalah bilamana provider dapat memenuhi atau dapat melebihi harapan / ekspektasi pelanggan (pasien).yang menerima atau merasakan pelayanan provider tersebut.

  Baik-buruknya mutu pelayanan sebagaimana yang dirasakan oleh pasien / pelanggan, dapat di definisikan sebagai persepsi atas pelayanan tersebut.

  Besarnya kecil-besarnya kesenjangan/gap antara harapan/ekspektasi dengan persepsi pelanggan/pasien tentang pelayanan tersebut, akan menentukan baik- buruknya penilaian atas pelayanan. Makin besar kesenjangan antara harapan dengan persepsi pelanggan /pasien terhadap pelayanan, berarti makin jauh dari rasa puas, atau dengan perkataan lain pasien makin kecewa. Tetapi bilamana persepsi atas pelayanan yang dinikmati pasien sesuai dengan harapannya, bahkan jika dapat melampaui harapannya, berarti harapan pasien dapat terpenuhi. Bahkan jika melebihi harapannya, berarti pasien merasa amat puas dari hanya sekadar harapannya.

  

2.1.2. Faktor-faktor yang memengaruhi harapan/ekspektasi pelanggan /

pasien

  Beberapa faktor penting yang memengaruhi harapan pelanggan/ pasien, adalah : (Zeithaml, Valerie A, dkk, 1990)

  1. Apa yang pernah didengar pelanggan/pasien dari pelanggan atau

  pasien lain, atau yang telah direkomendasikan oleh pasien atau pelanggan lain tentang provider dan atau pelayanan yang bakal digunakan,

  2. Kebutuhan pribadi

  masing-masing pelanggan/pasien, amat tergantung kepada pribadi dan sifat-sifat masing-masing, serta lingkungan pelanggan/ pasien,

  3. Pengalaman masa lampau tentang sikap dan perilaku karyawan provider , seperti antara lain sikap sopan-santun, ramah-tamah, rasa

  hormat, rasa kekeluargaan atau persahabatan dan persaudaraan yang diperoleh pelanggan ketika berhubungan dengan provider dan karyawannya,

  4. Komunikasi Eksternal (External Communication), yakni publikasi

  yang menyampaikan pesan-pesan, baik langsung atau tidak langsung, tentang provider dan pelayanan yang bakal diterima pelanggan, misalnya : wawancara TV, wawancara radio, promosi TV, promosi radio, brosur, selebaran, koran, papan reklame dan media publikasi lainnya. Aspek yang amat penting yang besar pengaruhnya bagi harapan/ekspektasi pelanggan/pasien, adalah harga yang menarik dari jenis pelayanan yang

  kompetitif, terutama untuk menarik calon pelanggan/pasien.

2.1.3. Dimensi Mutu Pelayanan

  Hal paling menarik yang perlu diperhitungkan oleh pihak provider, adalah kriteria yang digunakan pelanggan untuk menilai baik-buruknya mutu pelayanan.

  Terdapat 10 dimensi kriteria mutu pelayanan yang perlu diperhitungkan oleh provider untuk menarik minat calon-calon pelanggan/pasien, yakni : (Zeithaml A, Valarie,dkk,1990)

  1. Tangibles

  Penampilan fasilitas-fasilitas fisik (keindahan dan kelengkapan gedung, termasuk antara lain pertamanan yang cantik, tempat parkir yang cukup memadai, furniture dengan desain interior yang indah, lift, cafetaria, toko souvenir, toilet yang bersih, dsb), peralatan kedokteran yang lengkap, penampilan karyawan (antara lain seragam), dan bahan-bahan komunikasi, dsb.

  2. Reliability

  Kepercayaan atas kemampuan provider untuk mewujudkan pelayanan yang telah dijanjikan dengan baik, dan teliti, sebagaimana yang telah di publikasikan.

  3. Responsiveness

  Tanggapan yang cepat dan keinginan yang kuat serta niat baik dari seluruh karyawan dan unit-unit dari provider untuk membantu pelanggan dalam rangka memberikan pelayanan yang bermutu.

  4. Competence

  Semua tenaga yang bekerja pada provider memiliki keterampilan dan pengetahuan yang baik yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan.

  5. Courtesy

  Sikap sopan-santun, ramah-tamah, rasa hormat, tegur-sapa penuh senyum, perhatian, dan rasa persahabatan dari karyawan tenaga medis dan non-medis, terutama bagi contact personne), serta pihak manajemen dari provider.

  6. Credibility

  Keyakinan dan kepercayaan pelanggan / pasien terhadap bagusnya reputasi provider dalam pelayanan yang diberikan kepada pelanggan / pasien,

  7. Security

  Perasaan bebas pelanggan / pasien dari segenap bahaya apa pun, risiko dan keragu-raguan, yang ditimbulkan provider dan seluruh sistemnya.

  8. Access

  Kemudahan-kemudahan dalam berhubungan dan kontak dengan provider dan karyawannya. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, dll

  9. Communication

  Memelihara hubungan dengan pelanggan dengan bahasa yang menyentuh dan mudah dipahami, dan kemauan segenap tenaga provider untuk mendengarkan keluhan, saran, usul, pendapat atau permintaan pelanggan.

  10. Understanding the Customer

  Upaya semua tenaga provider untuk mengenali dan memahami apa dan siapa pelanggan / pasien dan apa kebutuhan mereka.

  Sepuluh dimensi tersebut dapat dipadatkan atau di konsolidasi menjadi dimensi, sbb :

  1. Tangibles ( bukti fisik), yaitu kemampuan suatu provider dalam menentukan

  eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

  

2. Reliability (Keandalan), yaitu kemampuan provider untuk memberikan

  pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

  

3. Responsiveness (Ketanggapan), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan

  memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan pasien menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam mutu pelayanan.

  

4. Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan, komponen antara lain komunikasi

  (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

  5. Perhatian (Empathy), yaitu Perhatian / attensi penuh dan rasa “care” secara

  individual tiap karyawan medis dan non-medis dari provider yang dapat menyentuh hati dan perasaan pelanggan./ pasien. Dimana suatu provider diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pasien, memahami kebutuhan pasien secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman. Menurut Garvin (Lovelock, 1994), dimensi-dimensi kualitas pelayanan kesehatan adalah:

  1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, jumlah pasien, kemudahan dalam pembayaran/ pendaftaran, kenyamanan, dan sebagainya.

  2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior rumah sakit.

3. Kehandalan (reliability), yaitu diagnose tepat, terapi cepat, dan sebagainya.

  4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan, tindakan sesuai dengan prosedur, pendaftaran sesuai prosedur.

  5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan.

  6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,serta

  penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama penjualan hingga purna jual.

  7. Estetika, yaitu daya tarik panca indera, misalnya bentuk gedung, warna, ruang tunggu, desain kamar rawat inap, dll.

  8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab organisasi pelayanan kesehatan terhadapnya.

  Biasanya karena kurangnya pengetahuan pasien akan atribut/ cirri-ciri produk/ pelayanan yang akan diperoleh, maka pembeli mempersepsikan kualitasnyaa dari aspek harga, nama organisasi pelayanan kesehatan, iklan, reputasi organisasi pelayanan kesehatan.

  Menurut Andersen (1995) dalam Pohan,I.S (2007) bahwa factor-faktor yang memengaruhi pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :

  1. Faktor predisposisi (predisposing factor) Komponen predisposisi menggambarkan karakteristik pasien yang mempunyyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari: a.

  Demografi (umur, jenis kelamin, status social ekonomi) b. Struktur social (suku, ras, kebudayaan, pekerjaan, pendidikan) c. Kepercayaan (kepercayaan terhadap penyakit, dokter, petugas kesehatan)

  2. Faktor pemungkin (enabling factor) 3.

  Faktor pemungkin terdiri dari: a.

  Mutu pelayanan kesehatan Hasil penelitian Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1988 menunjukkan salah satu penyebab rendahnya pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat adalah mutu pelayanan yang rendah.

  b.

  Jarak pelayanan Salah satu pertimbangan pasien dalam menentukan sikap untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal pasien sampai ke tempat sumber perawatan.

  c.

  Status sosial ekonomi Status ekonomi memengaruhi seseorang dalam membayar pelayanan kesehatan. Setiap orang dari segala lapisan sosial berhak menerima kesehatan. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa lebih sering diprioritaskan orang dengan status ekonomi yang lebih tinggi. Status ekonomi merupakan salah satu faktor terhadap pelayanan kesehatan.

4. Kebutuhan Pelayanan (need)

  Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan kesehatan. Selain dipengaruhi faktor di atas ada beberapa faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan, yaitu: a.

  Tarif atau biaya Tarif atau biaya kesehatan sangat penting untuk menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya peningkatan harga pelayanan kesehatan akan menyebabkan penurunan permintaan b.

  Fasilitas Fasilitas yang baik akan memengaruhi sikap dan perilaku pasien, pembentukan fasilitas yang benar akan menciptakan perasaan sehat, aman, dan nyaman. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial mempunyai pandangan yang mungkin menambahi atau mengurangi kepuasan pasien dan penampilan kerja (Kotler,1997).

  c.

  Pelayanan personil Pelayanan personil memegang peranan dalam menjaga mutu pelayanan sehingga pemakai jasa pelayanan kesehatan menjadi puas. Personil itu terdiri dari dokter maupun perawat , tenaga para medis serta penunjang non medis. Pelayanan personil dapat berupa pelayanan professional dan keramahan sehingga meningkatkan citra dari rumah sakit tersebut.

  d.

  Lokasi Lokasi pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan sosial ekonomi rendah biasanya yang berkunjung, juga pelanggan dari masyarakat miskin, karena orang berpenghasilan tinggi tidak akan datang ke lingkungan miskin untuk perawatan medis (Kotler, 1997). Lokasi adalah yang paling diperhatikan bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan memengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan memengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan untuk berkumjung. Suatu studi mrngatakan bahwa alas an yang penting untuk memilih rumah sakit adalah yang dekat lokasi.

  e.

  Kecepatan dan Kemudahan Pelayanan Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang.

  f.

  Informasi Dengan adanya iklan dan promosi sangat efektif karena dapat langsung di dengar dan dilihat baik itu mengenai fasilitas, harga yang akan memengaruhi pilihan konsumen. Informasi dapat berupa pengalaman pribadi, teman-teman, surat kabar. Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan. Konsumen sering tergantung kepada informasi yang disediakan oleh institusi pelayanan kesehatan ditambah dengan profesinya.

  Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain pendapatan, harga, lokasi, dan mutu pelayanan .

  Menurut Groner dan Sorhin (1977) dalam Pohan. I.S (2007), 5 (lima) faktor utama yang memengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan: a.

  Persepsi sakit b. Realisasi kebutuhan (harapan, kepercayaan, pengalaman sebelumnya, adat istiadat) c.

  Kemampuan membayar d. Motivasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan e. Lingkungan (tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan)

  Menurut Dever dalam Muninjaya (2004) faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah social budaya, organisasi, faktor konsumen, proses pelayanan kesehatan.

  Menurut Handoko dalam Lupiyoadi (2001), bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian dari proses berpikir ketika seseorang mempertimbangkan, memahami, mengingat, dan menalarkan tentang segala sesuatu. Sesuatu diputuskan akan dilakukan setelah menilai suatu keadaan, kenyataan, atau peristiwa yang sedang dihadapi.

  Proses pengambilan keputusan pembeli/ individu atas jasa-jasa professional berbeda-beda, tergantung dari jenis keputusan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, jenis jasa, dan beberapa faktor lainnya. Dalam upaya mengurangi ketidakpastian yang dialami pembelian jasa-jasa professional, orang cenderung untuk mencari informasi seluas-luasnya dari orang lain sebelum mengambil keputusan.

  Anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan sumber-sumber terpercaya lainnya seringkali terlihat dalam pengambilan keputusan seseorang. Adapun jenis- jenis orang mungkin ikut berperan dalam pengambilan keputusan individu adalah: a.

  Pengambilan inisiatif adalah orang-orang yang pertama-tama menyarankan atau memikirkan ide pembelian jasa-jasa tertentu.

  b.

  Pemberi pengaruh adalah orang-orang yang berpandangan dan nasehatnya berperan cukup besar dalam pengambilan keputusan.

  c.

  Pengambilan keputusan adalah orang yang akhirnya menentukan sebagian atau seluruh pengambilan keputusan, membeli atau tidak, apa yang dibeli, bagaimana atau dimana membeli.

  d.

  Pembeli adalah orang-orang yang melakukan pembelian sebenarnya.

  e.

  Pemakai adalah orang (badan usaha) yang meneriama jasa.

  Sedangkan menurut Herbert (1998) dalam Ikbal M. (1980), proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang. Perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan merupakan fungsi dari determinan-determinan: pengaruh lingkungan, perbedaan individu, proses psikologis yang masing-masing mempunyai pengaruh terhadap proses keputusan konsumen. Proses ini merupakan tahapan dari pengambilan keputusan oleh konsumen yang terdiri dari pengenalan kebutuhan, pencari informasi, evaluasi alternative, pembelian, evaluasi hasil, dan pembelian ulang.

2.2. Kepuasan Pasien

  Sebagaimana telah dikemukakan diatas kepuasan pelanggan akan tercapai, bilamana provider dapat memenuhi harapan/ ekspektasi pelanggan atau lebih baik lagi jika dapat melampaui harapan/ ekspektasi pelanggan dari pelayanan yang diterima atau dirasakannya. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa : tidak ada gap / kesenjangan/ discrepancy antara harapan/ ekspektasi dengan persepsi pelanggan.

  Menurut Rowland, et al dalam Sabarguna, 2004, kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang terpenuhi sehingga ini adalah merupakan aspek yang paling menonjol dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Harapan pasien dalam proses pengobatan akan menimbulkan suatu kepuasan, dimana diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan.

  Menurut Irawan (2002), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkannya.

  Menurut Lupiyoadi (2001), dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan,yaitu: 1.

  Kualitas produk, pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk/ jasa yang mereka dapatkan berkualitas.

  2. Kualitas pelayanan, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

  3. Emosional, pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk, tetapi nilai sosial atau self

  esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.

  4. Harga, produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi harga relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

  5. Biaya, pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk.

  Juran, J, 1995,menyatakan, bahwa :

  ·

“Produk”, adalah keluaran dari suatu proses. Produk meliputi barang dan jasa.

  · Jasa adalah pekerjaan yang dilaksanakan untuk orang lain, · Kepuasan pelanggan adalah hasil yang dicapai pada saat keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan.

  · Keistimewaan Produk, adalah sifat yang dimiliki oleh suatu produk yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari pelanggan (konsumen) sehingga bisa memberikan kepuasan kepada konsumen / konsumen. Keistimewaan Produk dapat disebut sebagai Keistimewaan Mutu. · Kepuasan produk adalah suatu rangsangan terhadap daya jual produk. · Dampak utama dari kepuasan produk adalah pada pangsa pasar, dan berikutnya pada pendapatan penjualan.

  · Defisiensi produk, adalah kegagalan produk yang mengakibatkan ketidak- puasan (kekecewaan) pelanggan terhadap produk.

  Bilamana provider mau meningkatkan mutu pelayanan , maka dimata pelanggan, semakin baik keistimewaan produk, semakin tinggi mutunya. Atau semakin sedikit defisiensi produk, berarti semakin baik mutunya.

  Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa. Oleh karena itu, setiap transaksi atau pengalaman baru akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan.

  Menurut Kotler (1997), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam cara, yaitu:

  1. Sistem keluhan dan saran. Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Hal ini juga dapat dilakukan dengan cara meletakkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk diisi pasien yang akan keluar, dan memperkerjakan staf khusus untuk menanganinkeluhan pasien. Dapat juga menyediakan hot lines bagi pelanggan dengan gratis, juga dapat menambah web page dan e-mail untuk melaksanakan komunikasi dua arah. Informasi tersebut merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan pelayanan kesehatan dapat bertindak dengan cepat dalam rangka menyelesaikan masalah.

  2. Belanja siluman. Perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah penjualan perusahaaan menangani situasi tersebut dengan baik. Para manajer kadang harus meninggalkan kantor mereka, untuk melihat situasi penjualan perusahaan dimana mereka tidak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara ini adalah manajer menelpon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telepon itu ditangani.

  3. Analisis pelanggan yang hilang. Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti menggunakan jasa puskesmas untuk mengetahui sebabnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan tingkat kehilangan pelangganjuga penting. Peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.

  4. Survey kepuasan pelanggan. Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survey, baaik survey melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Berbagai cara pengukuran survey dapat dilakukan antara lain: a.

  Pengukuran secara langsung (direct reported satisfaction). Pasien diberi pertanyaan secara langsung dan dibuat skala untuk menjawabnya. Contoh: puas, kurang puas, tidak puas.

  b.

  Derived satisfaction. Pasien diberi pertanyaan mengenai seberapa besar pelanggan mengharapakan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan.

  c.

  Problem analysis. Responden diminta untuk menulisakn masalah yang dihadapi dan perbaikan yang disarankan pelanggan.

  d.

  Importance rating. Reponden diminta untuk membuat ranking dari berbagai elemen pelayanan. Ukuran pembuatan ranking ini didasari oleh derajat pentingnya setiap bagian dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen.

  Menurut Muninjaya,AA (2004), kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

  1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya.

  Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact.

  2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compliance) 3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarganya.

  4. Penampilan fisik (kerapian ) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility).

  5. Jaminaan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).

  Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter termasuk dalam faktor ini.

  6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam member perawatan.

  7. Kecepatan petugas member tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).

2.3. Manajemen Mutu Pelayanan

  Persoalannya, adalah bagaimana upaya untuk mengendalikan mutu pelayanan, agar tetap tinggi? Sebetulnya untuk menilai hasil pelayanan yang dapat dirasakan atau dinikmati pasien, terdapat 5 (lima) kesenjangan (discrepancy atau

  

gap) dalam hubungan pemberi pelayanan kesehatan (Provider) dengan pasien

(consumer , pelanggan).

  Sebagaimana telah dikemukakan dalam sub-bab 2.1 tentang Definisi Mutu Pelayanan, maka persoalan akan timbul jika terjadi kesenjangan discrepancy/ gap antara harapan/ ekspektasi dengan persepsi dari pelanggan.

  Kelima (5) gap/ kesenjangan/ discrepancy tersebut dapat menimbulkan

  defisiensi produk, dalam hal ini adalah jasa/ pelayanan kesehatan, dibahas

  sebagai berikut :

  1. Kesenjangan diantara ekspektasi pelanggan dengan persepsi pelanggan atas pelayanan provider (GAP 5)

  2. Kesenjangan antara harapan/ ekspektasi Pelanggan dengan Persepsi pihak Manajemen terhadap harapan-harapan tsb.(GAP 1)

  3. Kesenjangan antara Spesifikasi Mutu Pelayanan dengan Persepsi Manajemen terhadap ekspektasi/ harapan pelanggan.(GAP 2)

  4. Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Delivery Service) oleh provider dengan Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality

  Specification) (GAP3)

  5. Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Service Delivery) oleh Provider dengan Komunikasi Keluar (External Comunicatio) kepada

  Pelanggan (GAP 4) Penjelasan kesenjangan-kesenjangan / gap tersebut, adalah sbb.: 1. Kekurangan-kekurangan atau kelemahan-kelemahan pada mutu pelayanan yang di persepsi pelanggan.(GAP 5), yakni :potensi kesenjangan (potential

  discrepancy/gap) antara ekspektasi dengan persepsi atas pelayanan, dilihat dari sudut pandang pelanggan.

  Pelanggan Komunikasi Kebutuhan Pengalaman dari mulut masa lampau pribadi k l Pelayanan yang diharapkan pelanggan

  Gap 5

  Pelayanan yang dipersepsi

l

Komunikasi

  Provider eksternal pelanggan

Gambar 1: GAP 5 : Kesenjangan diantara ekspektasi pelanggan dengan persepsi

pelanggan atas pelayanan provider

  Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

2. Kekurangan atau kelemahan yang terdapat pada organisasi provider, dimana

  para manajer tidak mengerti dengan baik dan teliti apa sesungguhnya yang di harapkan pelanggan, dan apa sebenarnya masalah yang sedang pelanggan hadapi. (GAP 1)

  Harapan-harapan Pelanggan GAP 1 Persepsi Manajemen Terhadap harapan Pelanggan Gambar 2: GAP 1 : Kesenjangan antara harapan / ekspektasi Pelanggan dengan

Persepsi pihak Manajemen terhadap harapan-harapan tsb.

  Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 3.

  Kekurangan / kelemahan yang merupakan kesenjangan / gap / discrepancy antara Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality Specifications) dengan Persepsi Manajemen atas harapan-harapan Pelanggan. (GAP2)

  Spesifikasi Mutu Gap 2 Persepsi Manajemen Terhadap Harapan Pelanggan Gambar 3: GAP2 : Kesenjangan antara Spesifikasi Mutu Pelayanan dengan Persepsi Manajemen terhadap ekspektasi / harapan pelanggan.

  Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

  4. Kekurangan / kelemahan yang merupakan kesenjangan yang dijumpai antara Spesifikasi Mutu Pelayanan dengan Pemberian Pelayanan (Service Delivery) oleh provider.

   GAP 3 Gambar 4: GAP 3 : Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Delivery Service) oleh provider dengan Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service

  Quality Specification) Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

  5. Kekurangan / kelemahan yang dapat menimbulkan kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Service Delivery) oleh provider dengan Komunikasi Eksternal (External Communication)

  GAP 4 Gambar 5 : GAP 4 : Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Service Delivery) dengan Komunikasi Keluar (External Comunicatio) kepada Pelanggan

  Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 Pemberian Pelayanan

(Service Delivery)

Spesifikasi Mutu

Pelayanan (Service

Quality Specification

  Komunikasi Eksternal kepada Pelanggan Pemberian Pelayanan ( Service Delivery)

2.4. Konsep Pengembangan Mutu Pelayanan

  Untuk dapat memahami apa sebenarnya Pengaruh Mutu Pelayanan

  Kesehatan yang dilakukan Sumatra Eye Center (SMEC) terhadap kepuasan

  pasien pasca operasi LASIK, digunakan pendekatan dalam memahami sebab- sebab kesenjangan / gap / discrepancy yang digambarkan pada GAP5, GAP1, GAP2, GAP3 dan GAP 4, seperti terlihat dalam gambar 6, sbb.:

  Pelanggan Pengalaman Komunikasi Kebutuhan

dari mulut pribadi masa lampau

k l

  Pelayanan yang diharapkan pelanggan Gap 5 Pelayanan yang dipersepsi

l

Pemberian

  KomunikasiEksternal Gap 4 Pelayanan ( Service kepadapelanggan Delivery)

  Provider Gap 3 Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality Specification GAP 1 Gap 2 Persepsi Manajemen atas Harapan Pelanggan P l Gambar 6 : Gabungan GAP5, GAP1, GAP3, GAP2 dan

  GAP4.menunjukkan hubungan yang saling terkait dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

  2.5. Sekelumit tentang Operasi LASIK

  LASIK (laser-assisted in-situ keratomileusis), adalah suatu operasi atau

  bedah refraktif untuk memperbaiki myopia, hyperopia dan astigmatisma pada mata, sebagai alternatif lain dari penggunaan kacamata atau kontak lens korektif bagi pasien (Vajpayee,Rasik B, dkk, 2003) Operasi LASIK dikerjakan oleh seorang dokter ahli-mata (ophthalmologist) dengan mempergunakan sebuah alat laser.

  Teknik LASIK yang pertama dikembangkan oleh ophthalmologist Jose

  Barraquer, seorang Colombia yang berasal dari Spanyol, pada sekitar tahun 1950

  di klinik Bogota, Colombia. Dokter mata tersebut untuk pertama kali mengembangkan microkeratome, yakni suatu teknik memotong lapisan-lapisan amat tipis (flaps) pada cornea, untuk merobah bentuknya, melalui suatu prosedur yang disebut keratomileusis (Vajpayee, Rasik.B, dkk, 2003). Barraquer juga telah melakukan penelitian seberapa banyak cornea yang perlu dipertahankan, dalam arti tidak dirobah/dipotong, agar dapat diperoleh hasil jangka panjang yang baik dan stabil.

  Alat Laser berkembang dari waktu ke waktu, termasuk teknik

  

photorefractive keratectomy (PRK). Dengan teknik PRK tersebut dilakukan

  perobahan bentuk permukaan dari cornea dengan menggunakan laser yang disebut Excimer Laser. Keuntungan penggunaan LASIK, setelah permukaan cornea diangkat dalam lapisan tipis yang disebut “flap” dengan menggunakan mikrokeratome yang dikembangkan oleh Barraquer pada tahun 1950.

  Penyempurnaan terhadap irisan tipis (flap) dengan PRK itulah kemudian dikenal sebagai LASIK, yang mampu memperbaiki penglihatan (visus) dengan segera dan tepat, yang mengurangi rasa sakit dan ketidak-nyamanan ketimbang teknik PRK.

  Didalam perkembangannya sampai dewasa ini, alat LASIK telah mencapai banyak kemajuan. Dengan menggunakan laser yang semakin cepat, dapat dicakup titik-titik area (spot areas) yang lebih luas. Irisan-irisan (flap) pun dapat dilakukan tanpa pisau (Fem to second Laser)

  Prosedur operasi LASIK terdiri atas persiapan yang perlu di masa preoperatif, sedangkan operasinya sendiri meliputi pembuatan potongan tipis (a

  

thin flap) pada mata, melipatnya agar dapat dibikin model dari jaringan

  dibawahnya (remodelling of the tissue beneath) dengan laser. Irisan (flap) tersebut kemudian di reposisi dan mata itu akan menyembuh sendiri di masa paska operasi. Pra-operasi

  Pasien-pasien dengan soft contact-lens di instruksikan agar melepas kontak lens nya 14 sampai 21 hari sebelum operasi. Tetapi bagi pasien-pasien yang memakai hard contact lens harus melepas kontak lens nya paling sedikit 6 minggu sebelum operasi (Vajpayee,Rasik B, dkk, 2003)

  Sebelum operasi, cornea pasien diperiksa dengan alat pachymeter untuk menentukan ketebalan cornea, dan dengan alat topographer diukur kontur permukaan (surface contour) cornea(1,2,3). Dengan laser yang berkekuatan lemah, topographer tersebut membuat peta topografi dari cornea. Dengan proses yang sama, dapat pula diketahui astigmatisma dan lain-lain ketidak-aturan

  

(irregularities) bentuk cornea. Dengan informasi-informasi tersebut, seorang dokter ahli-mata dapat menghitung jumlah dan lokasi jaringan cornea yang harus diambil waktu operasi.

  Operasi Operasi dilakukan dalam keadaan pasien tetap bangun dan bergerak, dan pasien kadang-kadang dapat diberi obat penenang, seperti valium, dan obat tetes mata anesthetik. LASIK dilakukan dalam 3 tahap, yakni : pertama membuat flap jaringan cornea (flap creation); kedua membuat remodeling cornea dibawah flap dengan alat laser (Laser remodeling). Dan tahap terakhir, melakukan reposisi flap

  (Repositioning of flap). ( Kumar,Atul,dkk,2005)

  Perawatan paska operasi Pasien-pasien perlu diberi informasi yang jelas dan tepat oleh dokter ahli-mata terhadap pentingnya pemeliharaan paska-operasi agar dapat mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Pasien biasanya diberi obat tetes mata antibiotika dan anti-inflamasi. Pemberian obat tetes mata tersebut selama beberapa minggu setelah operasi. Pasien diminta untuk lebih banyak tidur dan juga menggunakan sepasang pelindung mata berwarna gelap untuk mencegah cahaya-cahaya yang menyilaukan, juga diberi pelindung terhadap garukan pada mata di waktu tidur dan untuk mengurangi kekeringan pada mata. Pasien juga membutuhkan pelembab mata dengan tetes mata yang mengandung air-mata yang bebas zat -zat pengawet.

  Potensi Komplikasi Perdarahan kecil subconjunctival (subconjunctival haemorrhage), adalah umum terjadi , merupakan komplikasi minor paska-LASIK.

  Komplikasi yang umum terjadi dari operasi refraktif, adalah peristiwa atau incidence dari “mata kering” (dry eyes). ( Kumar,Atul,dkk,2005) Risiko yang dapat menimpa pasien yang menderita effek samping berupa gangguan visual, seperti : halos, double vision (ghosting), kehilangan sensitivitas kontras (foggy vision) , dan glare, setelah operasi LASIK tergantung kepada derajad ametropia sebelum operasi mata dengan laser dan faktor-faktor risiko yang lain.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

  Mutu pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir dengan kepuasan pasien. Tingkat mutu pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang penyelenggara kesehatan (provider), tetapi harus dipandang dari sudut pandang pasien. Menurut Azwar (1996), mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan layanan kesehatan.

  Mutu pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, karena mutu memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih kuat dengan penyelenggara kesehatan (provider), dan pada akhirnya kepuasan pasien dapat meningkatkan jumlah kunjungan penyelenggara kesehatan (provider).

  Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan pada pengguna jasa maka perlu diperhatikan dimensi yang berperan menciptakan dan meningkatkan mutu pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL (Zeithaml, Valerie A, dkk, 1990), yaitu:1. Bukti Fisik (Tangibles), 2. Keandalan (Reliability),

  3. Ketanggapan (Responsiveness), 4. Jaminan (Assurance), 5. Perhatian (Emphaty).

  Kelima dimensi mutu pelayanan berhubungan dengan apa yang biasanya diharapkan dari suatu pelayanan jasa kesehatan. Ketika pihak pasien mengalami pelayanan tersebut secara relistis, maka mereka kemudian akan merasa dipuaskan terutama bila pelayanan yang mereka peroleh sepadan bahkan lebih dari apa yang mereka harapkan, tetapi bila pengalaman mutu pelayanan yang dirasakan ada kesenjangan dengan apa yang diharapkan, maka pasien akan merasa tidak puas dan kecewa.

  Penilaian terhadap kepuasan ini dapat diukur dengan berbagai macam cara (Kotler,1997), yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran. 2. Belanja siluman. 3. Analisa pelanggan yang hilang. 4. Survey kepuasan pelanggan.

  Melalui survey kepuasan pelanggan akan dapat dilihat faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan yaitu pemahaman pengguna jasa tentang pelayanan yang akan diterimanya, sikap peduli (emphaty) yang ditunjukkan petugas kesehatan, biaya, penampilan fisik (tangibles) petugas dan kondisi bangunan, jaminan keamanan (assurance) serta jadwal kunjungan dokter, keandalan (reliability) dan keterampilan petugas, dan kecepatan petugas memberi tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).

  Untuk menberikan gambaran yang jelas dan terarah akan alur penelitian ini dengan memperhatikan tinjauan kepustakaan serta landasan teori, digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini:

   VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

  • Tangible -
  • Assurance -
  • Empathy

  Gambar 7. Kerangka Konsep Penelitian

  Kepuasan Pasien :

  Responsiveness

  Reliability

  Mutu pelayanan:

  1. Bukti fisik (tangibles)

  2. Keandalan ( reliability)

  3. Daya tanggap (responsiveness)

  4. Jaminan (assurance)

  5. Empati (emphaty)