Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi Lasik di Sumatera Eye Cente

(1)

1 PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN PASCA OPERASI LASIK DI SUMATERA

EYE CENTER

TESIS

Oleh

DHARMAYANTI

087013007 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN PASCA OPERASI LASIK DI SUMATERA

EYE CENTER

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

DHARMAYANTI 087013007 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN

TERHADAP KEPUASAN PASIEN PASCA

OPERASI LASIK DI SUMATERA EYE CENTER Nama Mahasiswa : Dharmayanti

Nomor Induk Mahasiswa : 087013007

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si,) (dr.Beby Parwis, SpM)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si,) (Dr. Drs. Surya Utama,M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 17 Januari 2012

__________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Anggota : 1. dr. Fauzi, SKM


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN PASCA OPERASI LASIK DI SUMATERA

EYE CENTER

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 17 Januari 2012


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas berkat dan karuniaNya

sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh

Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi Lasik di Sumatera Eye Center”.

Penulisan tesis ini merupakan tugas akhir pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penelitian dan penyusunan tesis ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM)., Sp. A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, dan selaku Ketua komisi pembimbing yang telah memberikan dorongan, semangat, dan arahan bagi penulis.


(7)

4. dr. Beby Parwis, SpM, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan dorongan, semangat dan arahan bagi penulis.

5. Dr. Muslich Lutfi, MBA, IDS dan dr. Fauzi, SKM selaku penguji tesis

yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. dr. Imsyah Satari, SpM selaku Managing Director Sumatera Eye Center beserta seluruh staf, yang telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

8. Orangtua tercinta, Ayahanda dr. H. Helmi Jafar, DTPH dan Ibu Hj. Asnuriyah, ibu mertua Hj. Sahiyar Imran yang selalu mendorong dan memberi motivasi, serta dukungan doa yang tiada henti-hentinya dalam menyelesaikan tesis ini. Almarhumah Ibunda Hj. Sri Juhariah yang menjadi sumber inspirasi dan contoh teladan bagi penulis dan menjadi pendorong untuk segera menyelesaikan tesis ini

9. Suami tercinta Imsyah Satari dan anak- anakku tersayang M. Naufal Satari, Nazhira Janani dan M. Daffa Satari yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

10. Teman-teman mahasiswa/i Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat


(8)

Angkatan 2008 yang telah memberikan bantuan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah

banyak membantu penulis selama penyelesaian tesis ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan tesis ini.

Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi yang membacanya.

Medan, 17 Januari 2912 Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Dharmayanti lahir pada tanggal 24 Mei 1966 di Samarinda Propinsi Kalimantan Timur, berjenis kelamin perempuan, beragama Islam, anak keempat dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak dr. H. Helmi jafar, DTPH dan Ibu (alm) Hj. Sri Juhariah. Menikah dengan Imsyah Satari dan telah dikaruniai tiga orang anak, bertempat tinggal di Jalan Offset Baru no. 8, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.

Riwayat Pendidikan, SD Muhammadiyah no. 2223 Samarinda , Lulus Tahun 1977 , SMP Negeri I Samarinda dari Januari 1978 sampai dengan Desember 1980, SMP Swasta Yaspendhar 1 Medan dari Januari 1981sampai dengan Mei 1981, Lulus Tahun 1981, SMAN I Medan , Lulus Tahun 1984, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Lulus Tahun 1994. Pada tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjut S2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

Riwayat Pekerjaan, sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap di Puskesmas Dalu X Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang sejak 1 Agustus 1996 sampai dengan 31 Juli 1999. Tahun 2006 sampai dengan 2010, penulis bekerja di Sumatera Eye Center. Dan sejak Januari 2011 sampai sekarang penulis bergabung dengan tim manajemen Sumatera Eye Hospital.


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mutu Pelayanan Kesehatan ... 11

2.1.1. Defenisi tentang Mutu Pelayanan ... 13

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan pasien .... 14

2.1.3. Dimensi Mutu Pelayanan ... 15

2.2. Kepuasan Pasien ... 25

2.3. Manajemen Mutu Pelayanan ... 31

2.4. Konsep Pengembangan Mutu Pelayanan ... 35

2.5. Sekelumit tentang Operasi LASIK ... 36

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 39

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 42

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 42

3.3.1. Populasi ... 42

3.3.2. Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 43

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 44

3.6. Metode Pengukuran ... 53


(11)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 55

4.2. Deskripsi Karakteristik Responden Pasca Lasik di Sumatera Eye Center ... 57

4.3. Analisis Univariat ... 58

4.3.1. Gambaran Mutu Pelayanan di Sumatera Eye Center .. 59

4.3.2. Gambaran Kepuasan Pasien Pasca Lasik di Sumatera Eye Center ... 61

4.4. Analisis Bivariat ... 63

4.5. Analisis Multivariat ... 63

4.6. Hasil Wawancara ... 67

BAB V PEMBAHASAN ... 69

1.1.Pengaruh KehandalanTerhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi Lasik ... 69

5.2. Pengaruh Daya TanggapTerhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi Lasik ... 70

5.3. Pengaruh JaminanTerhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi Lasik ... 72

5.4. Pengaruh EmpatiTerhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi Lasik ... 73

5.5. Pengaruh Bukti FisikTerhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi Lasik ... 74

5.6. Keterbatasan Penelitian ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1. Kesimpulan ... 77

6.2. Saran ... 77

DAFTAR PUSAKA ... 79 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38

4.1. Distribusi Responden Menurut Umur ... 43

4.2. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ... 44

4.3. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 44

4.4. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja ... 45

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Jawaban Situasi Kerja ... 46

4.6. Distribusi Responden Menurut Kategori Situasi Kerja ... 46

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Jawaban Tentang Gaji... 47

4.8. Distribusi Responden Menurut Kategori Gaji... 48

4.9. Distribusi Responden Uraian Jawaban Kebijakan ... 49

4.10. Distribusi Responden Menurut Kategori Kebijakan ... 49

4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Jawaban Penghargaan ... 50

4.12. Distribusi Responden Menurut Penghargaan ... 51

4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Jawaban Tanggung Jawab ... 52

4.14. Distribusi Responden Menurut Tanggung Jawab ... 52

4.15. Uraian Kinerja Responden Dalam Pengisian Rekam Edis Berdasarkan Pengamatan Terhadap Berkas Rekam Medis... 53

4.16. Distribusi Responden Menurut Kategori Kinerja ... 54


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. GAP 5: Kesenjangan diantara harapan pelanggan Dengan persepsi pelanggan atas pelayanan

Provider ... 31 2. GAP 1: Kesenjangan antara harapan pelanggan

Dengan persepsi pihak manajemen terhadap

Harapan-harapan tersebut ... 32 3. GAP 2: Kesenjangan antara Spesifikasi mutu pelayanan

Dengan persepsi Manajemen terhadap harapan

Pelanggan ... 32 4. GAP 3: Kesenjangan antara pemberian pelayanan oleh

Provider dengan spesifikasi Mutu Pelayanan ... 33

5. GAP 4: Kesenjangan antara pemberian pelayanan dengan

Komunikasi keluar kepada pelanggan ... 33

6. Gabungan GAP 5, GAP 1, GAP 2, GAP 3 dab GAP 4 menunjukkan Hubungan yang saling terkait dalam rangka meningkatkan mutu

Pelayanan ... 35


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 82 2 Hasil Analisis Univariat ... 87 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 94


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh karena masih rendahnya jumlah pasien Lasik yang datang ke Sumatera Eye Center. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kunjungan pasien Lasik pada bulan Januari – Desember 2010 yang berjumlah 83 orang, berarti perbulan rata-rata hanya sekitar 7 orang saja.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien pasca operasi Lasik di Sumatera Eye Center. Penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory dengan populasi adalah seluruh pasien Lasik yang datang berkunjung ke Sumatera Eye Center dari bulan Januari – Desember 2011, berjumlah 83 orang dan yang menjadi sampel adalah pasien yang beralamat di kota Medan yang berjumlah 57 orang. Data dikumpulkan dalam menggunakan kuesioner, dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sub-variabel kehandalan, daya tanggap,empati dan bukti fisik yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien pasca operasi Lasik di Sumatera Eye Center. Sub-variabel jaminan tidak berpengaruh.

Mengingat karena empati merupakan variabel yang paling mempengaruhi kepuasan pasien, diusulkan kepada para dokter maupun perawat dan tenaga non medis untuk meningkatkan mutu pelayanan secara individu, memperhatikan dan menyediakan kebutuhan pasien serta menyediakan waktu untuk pasien berkonsultasi.

Kata kunci : Mutu Pelayanan, pasien pasca operasi Lasik, Kepuasan Pasien


(16)

ABSTRACT

The research was motivated by the low number of Lasik patients who come to

Sumatra Eye Center. We know it from the number of Lasik patients in period January-December 2010 it was 83 people. It means on average only about 7 patients per month.

The goal of study is to analyze the influence of the health quality services to the Lasik patients’ satisfaction post-operative in Sumatra Eye Center. We use explanatory type with population in this survey for all Lasik patients who come to Sumatra Eye Center from January - December 2011, it was 83 people and the sample is the patient who live in Medan, amount 57 people. The data got from questionnaires, and interviews. Then it was analyzed by using multiple linear regression test.

The results showed that the sub-variable reliability, responsiveness, empathy and physical evidence that influence patients’ satisfaction in period post operative Lasik Surgery in Sumatera Eye Center. It was not influenced by Sub-assurance variables.

Since the empathy is the most influenced variable for the patients’ satisfaction, it is proposed to the doctors and the nurses and non medical personnel to improve the service quality individually, pay attention and provide for the needs of patients and time for consultation.

Key words: Service Quality, post-Lasik surgery patients, Patients’ Satisfaction


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh karena masih rendahnya jumlah pasien Lasik yang datang ke Sumatera Eye Center. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kunjungan pasien Lasik pada bulan Januari – Desember 2010 yang berjumlah 83 orang, berarti perbulan rata-rata hanya sekitar 7 orang saja.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien pasca operasi Lasik di Sumatera Eye Center. Penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory dengan populasi adalah seluruh pasien Lasik yang datang berkunjung ke Sumatera Eye Center dari bulan Januari – Desember 2011, berjumlah 83 orang dan yang menjadi sampel adalah pasien yang beralamat di kota Medan yang berjumlah 57 orang. Data dikumpulkan dalam menggunakan kuesioner, dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sub-variabel kehandalan, daya tanggap,empati dan bukti fisik yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien pasca operasi Lasik di Sumatera Eye Center. Sub-variabel jaminan tidak berpengaruh.

Mengingat karena empati merupakan variabel yang paling mempengaruhi kepuasan pasien, diusulkan kepada para dokter maupun perawat dan tenaga non medis untuk meningkatkan mutu pelayanan secara individu, memperhatikan dan menyediakan kebutuhan pasien serta menyediakan waktu untuk pasien berkonsultasi.

Kata kunci : Mutu Pelayanan, pasien pasca operasi Lasik, Kepuasan Pasien


(18)

ABSTRACT

The research was motivated by the low number of Lasik patients who come to

Sumatra Eye Center. We know it from the number of Lasik patients in period January-December 2010 it was 83 people. It means on average only about 7 patients per month.

The goal of study is to analyze the influence of the health quality services to the Lasik patients’ satisfaction post-operative in Sumatra Eye Center. We use explanatory type with population in this survey for all Lasik patients who come to Sumatra Eye Center from January - December 2011, it was 83 people and the sample is the patient who live in Medan, amount 57 people. The data got from questionnaires, and interviews. Then it was analyzed by using multiple linear regression test.

The results showed that the sub-variable reliability, responsiveness, empathy and physical evidence that influence patients’ satisfaction in period post operative Lasik Surgery in Sumatera Eye Center. It was not influenced by Sub-assurance variables.

Since the empathy is the most influenced variable for the patients’ satisfaction, it is proposed to the doctors and the nurses and non medical personnel to improve the service quality individually, pay attention and provide for the needs of patients and time for consultation.

Key words: Service Quality, post-Lasik surgery patients, Patients’ Satisfaction


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu (Depkes RI, 2010).

Memasuki milenium ke tiga, seperti juga terjadi di banyak negara, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar baik eksternal maupun internal, yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembangunan nasional termasuk pembangunan kesehatan.

Dalam konteks eksternal, perubahan dan tantangan strategis yang terjadi adalah berlangsungnya era globalisasi, perkembangan teknologi, transportasi, dan telekomunikasi-informasi yang mengarah pada terbentuknya dunia tanpa batas. Globalisasi yang ditandai oleh meningkatnya persaingan bebas, mengharuskan setiap bangsa meningkatkan daya saing. Sejalan dengan itu demokratisasi, hak asasi manusia dan pelestarian lingkungan hidup telah menjadi tuntutan dunia yang semakin


(20)

mendesak (Depkes RI, 2010).

Berbagai perubahan dan tantangan strategi yang mendasar seperti globalisasi, demokrasi, desentralisasi, krisis multidimensi, serta pemahaman kesehatan sebagai hak dan investasi mendorong terjadinya revisi terhadap sistem kesehatan yang selama ini menjadi dasar pembangunan kesehatan di Indonesia (Adisasmito,2007).

Rumah sakit sebagai organisasi publik yang terdiri dari beberapa tenaga dengan berbagai disiplin ilmu, diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Dalam era globalisasi seperti sekarang, mutu pelayanan sangat menentukan untuk memenangkan persaingan dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Mutu pelayanan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk tetap dapat menjaga keberadaan suatu rumah sakit (Pohan,I.S, 2007).

Sungguh hal yang sangat wajar seandainya seorang pasien yang datang mengunjungi suatu institusi sebagai sebuah provider pelayanan kesehatan mengharapkan pelayanan yang maksimal sesuai dengan keinginannya. Untuk itu institusi pelayanan kesehatan harus bekerja optimal untuk dapat memenuhi harapan masyarakat itu. Hal ini tidak mungkin akan berhasil bilamana pihak institusi pemberi jasa pelayanan tidak mempunyai tempat yang memadai dan fasilitas yang baik serta SDM yang berkualitas dan profesional yang secara keseluruhan bekerja komprehensif dan integratif untuk mewujudkan segala keterampilan dan ilmunya, serta dengan sikap yang harmonis, komunikatif dan terpuji dalam memberikan pelayanan.


(21)

kemampuan phaecoemulsifikasi, LASIK dan bedah retina harus menyediakan alat-alat penunjang diagnosis dan alat-alat-alat-alat operasi dengan teknologi yang terkini. Alat-alat perlengkapan kedokteran yang terkini tersebut harus bisa digunakan dengan baik oleh pemberi pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat dan ahli kesehatan lainnya. Dengan demikian segala jenis peralatan tersebut barulah akan bermanfaat dan memberikan hasil yang memuaskan bagi pasien.

Perubahan pola pikir dan kesadaran masyarakat yang semakin mengetahui hak dan kewajibannya, menuntut agar sebuah provider dapat meningkatkan mutu pelayanan dan tanggung jawabnya. Hal ini semakin menambah kompleksitas permasalahan provider pelayanan kesehatan tersebut. Dari aspek pembiayaan,

provider tersebut sudah pasti memerlukan biaya operasional dan investasi yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya, sehingga perlu didukung dengan ketersediaan dana/anggaran yang cukup dan berkesinambungan.

Dewasa ini tidak ada provider pelayanan kesehatan yang benar-benar bersifat nirlaba, sebab boleh dipastikan provider tsersebut tidak akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya dalam keadaan keuangan yang terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis yang terus menerus pada hal-hal yang dapat memuaskan pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan sehingga rumah sakit dan pelaksana pemberi pelayanan (dokter, perawat dan ahli kesehatan) dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan mereka. Hal ini sangat penting karena pihak provider beserta seluruh staf dan karyawannya dapat memberikan pelayanan yang semakin hari semakin baik dan pada akhirnya dapat bersaing dengan sehat dan menguntungkan pasien sebagai


(22)

penerima jasa.

Saat ini terjadi perubahan besar dalam tatanan kehidupan termasuk di bidang kesehatan. Lucas dalam Djuhaini (1999), mengemukakan tentang sikap seseorang dalam menghadapi perubahan radikal, yang dibaginya atas 3 kelompok, yakni :

pertama adalah orang yang menjadikan perubahan terwujud (to make change

happen), kedua, adalah orang yang hanya menyaksikan terjadinya perubahan (to watch change happen), dan ketiga adalah orang yang terpukul oleh adanya perubahan dan bertanya apa yang telah terjadi (what happened ?). Mulyadi (1998) menyarankan agar menjadi kelompok pertama, karena "risiko untuk tidak melakukan apa-apa lebih besar daripada risiko membuat kesalahan". Demikian pula dengan mutu yang merupakan radikalisme dalam tuntutan telah berkembang dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini khususnya dalam kemampuan menghadapi persaingan dan tantangan global .

Provider pelayanan kesehatan seperti institusi Rumah sakit dan Klinik Mata, sebagai salah satu sub pelayanan kesehatan memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik, dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui instalasi gawat darurat, unit rawat jalan, dan rawat inap (Gde Muninjaya,AA, 2004).

Institusi pelayanan kesehatan seperti Rumah sakit dan Klinik Mata dapat dianalogikan seperti semua perusahaan, akan maju dengan pesat jika mereka


(23)

kepuasan dan kesetiaan pasien sebagai pengguna akhir institusi pelayanan kesehatan, adalah unsur pokok di antara kepuasan dan kesetiaan lain. Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang akan berbagi kepuasan dengan produsen atau penyedia jasa. Bahkan pelanggan yang puas akan berbagi rasa dan pengalaman dengan pelanggan lain. Ini akan menjadi referensi bagi rumah sakit yang bersangkutan. Oleh karena itu bagi pelanggan maupun penyedia jasa akan sama- sama diuntungkan apabila kepuasan terjadi. Ini berarti kepuasan pelanggan haruslah menjadi salah satu tujuan dari setiap institusi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit (Aditama, 2003).

Di sisi lain, dengan membaiknya tingkat pendidikan, perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatnya keadaan sosial ekonomi serta semakin mudahnya sistem informasi mengakibatkan bertambahnya sistem penilaian dalam masyarakat. Masyarakat semakin kritis terhadap mutu pelayanan yang mereka terima, tidak terkecuali pelayanan kesehatan mata. Sebenarnya beberapa rumah sakit dan klinik yang menangani khusus mata sudah ada di kota Medan ini. Namun beberapa tempat tersebut dirasa kurang dapat melayani kebutuhan masyarakat akan pelayanan terhadap kesehatan mata secara maksimal. Beberapa faktor mungkin menjadi penyebabnya adalah kurang lengkapnya fasilitas yang ada dan kurang nyamannya tempat tersebut bagi pasien dan keluarganya. Selain itu, tempat-tempat tersebut dirasa kurang dapat memberikan rasa kepercayaan pada pasien, sehingga para pasien memilih untuk berobat ke luar negeri.

Perubahan gaya hidup, tingkat ekonomi dan berubahnya persepsi akan kecantikan cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya


(24)

masyarakat di kota besar. Fenomena di masyarakat terkait dengan kesehatan mata ini pun sudah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan teknologi yang digunakan. Aktifitas seseorang yang sangat padat sering membuat tak nyaman ketika menggunakan kacamata. Mengganti penggunaan kontak lensa, malah semakin banyak masalah karena terjadi iritasi akibat penggunaan yang berlebihan. LASIK yang menjadi teknologi mutakhir untuk mengatasi gangguan kelainan refraksi mata pada saat ini juga menambah kebutuhan masyarakat untuk menambah kecantikan mata. LASIK yang merupakan singkatan dari Laser Assited in Situ Keratomileusis

misalnya, merupakan suatu teknik tindakan bedah refraktif yang menggunakan laser sebagai alat bantu koreksi kelainan refraksi (pembiasan) pada miopia, hipermetropia, dan astigmatisma.

LASIK saat ini dianggap merupakan jalan keluar untuk mengatasi persoalan tersebut. LASIK akan mengubah bentuk kornea untuk mempertajam penglihatan seseorang. Tingkat keberhasilan dengan teknologi ini mencapai 90% dan prosedurnya relatif singkat. Sehingga dengan tindakan LASIK, seseorang dapat menjalankan aktifitas dengan bebas tanpa kacamata dan atau kontak lensa.

Teknik Lasik ini di dunia pertama kali dikembangkan sekitar tahun 1950 oleh seorang dokter mata asal Colombia.(Vajpayee,Rasik B,dkk,2003)

Di Indonesia, pada tahun 1997 JEC (Jakarta Eye Center) memperkenalkan metoda LASIK dan pada tahun 2001 melakukan prosedur wavefront guided LASIK pertama kali di Indonesia. Saat ini JEC telah melakukan lebih dari 18.000 prosedur


(25)

Hal- hal yang diperlukan untuk pelaksanaan LASIK adalah kelainan refraksinya sudah stabil minimal dalam waktu 1 tahun, berumur lebih dari 18 tahun, mata yang dilasik harus dalam keadaan sehat, tidak dalam keadaan hamil atau menyusui, dan memiliki kesehatan umum yang baik.

LASIK telah dibuktikan aman dan efektif untuk kebanyakan orang-orang. Dengan penyaringan dan pemilihan pasien secara hati-hati, harapan-harapan yang layak, dan dalam perawatan dari seorang ahli bedah yang berpengalaman, kebanyakan pasien-pasien akan sangat senang dengan hasil-hasil mereka. Ini adalah beberapa dari keuntungan-keuntungan lain dari LASIK:

 LASIK mampu untuk mengkoreksi secara akurat kebanyakan tingkatan-tingkatan dari myopia (nearsightedness), hyperopia (farsightedness), dan astigmatism.

 Prosedurnya cepat, biasanya berlangsung hanya lima sampai 10 menit, dan biasanya tidak sakit.

 Karena lasernya dituntun oleh sebuah komputer, ia adalah sangat tepat dan hasil-hasilnya adalah sangat akurat.

Sarana pelayanan kesehatan khusus mata di Kota Medan yang berfungsi untuk memfasilitasi kebutuhan penggunaan lasik tersebut sebenarnya sudah ada, seperti di Sumatera Eye Centre. Namun setelah empat tahun operasional, jumlah pasien yang memanfaatkan pelayanan kesehatan khusus mata ini, khususnya pemanfaatan pelayanan lasik, masih relatif rendah.


(26)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengenalkan teknologi yang dimiliki Sumatera Eye Centre ini kepada masyarakat, namun hasilnya belum optimal. Padahal, kebutuhan pelayanan LASIK ini menurut sumber di salah satu Rumah Sakit di Penang yang melakukan pelayanan LASIK, jumlah pasien mereka rata-rata mencapai 15-20 orang per bulan.Di salahsatu intitusi yang terdapat di kota Bandung, jumlah pasien yang dilakukan pelayanan Lasik sekitar 15 orang/bulan. Di Sumatera Eye Centre, sejak Januari hingga Desember 2010, tercatat ada 83 orang pasien yang melakukan operasi LASIK. Ini berarti rata-rata pasiennya sebanyak 7 orang per bulan.

Dari keuntungan-keuntungan lasik itu, mengapa masih ada keengganan dari pasien untuk melakukan tindakan tersebut di Sumatera Eye Center. Apakah hal ini disebabkan oleh karena pelayanan yang tidak baik?

Mutu pelayanan kesehatan sangat memengaruhi kepuasan pasiennya. Penelitian yang dilakukan Siagian (2007) di Rumah Sakit Bhayangkara Medan menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap. Dalam penelitian ini variabel yang sangat berpengaruh adalah dimensi mutu

tangible. Penelitian yang dilakukan Monarita (2006) di RSU. Mayjend H.A Thalib Kerinci menemukan bahwa dimensi variabel mutu pelayanan yang paling berpengaruh yaitu: (a) Variabel reliabilitas (kehandalan), dan (b) Variabel empati yang ditunjukkan oleh petugas terhadap pasien.


(27)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti hendak melakukan penelitian berkaitan dengan pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien pasca operasi LASIK di Sumatera Eye Center.

1.2.Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah mutu pelayanan kesehatan (bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, empati) berpengaruh terhadap kepuasan pasien pasca operasi LASIK di Sumatera Eye Center?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh mutu pelayanan kesehatan (bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, empati) terhadap kepuasan pasien pasca operasi LASIK di Sumatera Eye Center.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh mutu pelayanan kesehatan (bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, empati) terhadap kepuasan pasien pasca operasi LASIK di Sumatera Eye Center.

1.5. Manfaat Penelitian


(28)

1. Bagi Rumah Sakit.

Sebagai bahan masukan kepada pihak Sumatera Eye Center untuk membuat kebijakan dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya terkait dengan ilmu administrasi rumah sakit yang terkait dengan kepuasan dan mutu pelayanan kesehatan.

3. Bagi Peneliti.

Sebagai pengembangan wawasan keilmuan dan wacana untuk penelitian tentang mutu pelayanan kesehatan.


(29)

27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu atau kualitas menurut Goetsh dan Davis (1994) merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Kualitas meliputi setiap aspek dari suatu perusahaan dan sesungguhnya merupakan suatu pengalaman emosional bagi pelanggan. Pelanggan ingin merasa senang dengan pembelian mereka, merasa bahwa mereka telah mendapatkan nilai terbaik dan ingin memastikan bahwa uang mereka telah dibelanjakan dengan baik, dan mereka merasa bangga akan hubungan mereka dengan sebuah perusahaan yang bercitra mutu tinggi (Lovelock dan Wright,2005).

Mutu atau kualitas sangat bersifat subjektif, tergantung pada persepsi, sistem nilai, latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan banyak faktor lain pada masyarakat atau pribadi yang terkait dengan jasa pelayanan perusahaan tersebut. Mutu adalah keadaan produk yang selalu mengacu pada kepuasan pelanggan, karena kepuasan pelanggan merupakan kunci utama yang menjadikan organisasi mampu bersaing dan dapat menjaga kelangsungan hidup organisasi dalam jangka panjang. Selanjutnya dikatakan suatu produk hanya dapat dijamin dengan menerapkan Total Quality Management yang dapat dilandasi metode manajemen yang dipicu oleh pelanggan. Mutu dapat diartikan sebagai alat organisasi untuk meningkatkan produktivitas, alat organisasi untuk mengurangi


(30)

pemborosan, alat untuk menurunkkan biaya atau untuk meningkatkan financial return atau sisa hasil usaha (Sabarguna, 2004).

Mutu pelayanan tidak ditentukan semata-mata oleh hasil evaluasi pelayanan yang diberikan jasa pelayanan kesehatan kepada pelanggan (pasien), tetapi juga ditentukan oleh proses bagaimana pelayanan tersebut diberikan. Di samping itu penilaian pasien atas pelayanan perlu dipahami sungguh-sungguh, bahwa kriteria yang dipakai oleh pasien amat menentukan penilaian baik atau buruk atas suatu pelayanan yang mereka terima. Persepsi pasien atas mutu pelayanan sebetulnya terkait erat dengan harapan-harapan atau ekspektasi yang mereka ingin capai, rasakan dan nikmati.

Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), mutu pelayanan kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) maka pengertian mutu pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi anatara petugas dalam melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan. Ditinjau dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health provider), maka kualitas pelayanan lebih terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki oleh masing-masing profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

Menurut Azwar (1996), pengertian mutu pelayanan kesehatan perlu dilakukan pembatasan yang secara umum dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan


(31)

pelayanan kesehatan. Pada satu sisi dapat menimbulkan kepuasan kepada pasien, sedang pada sisi lain prosedurnya harus sesuai dengan kode etik standar profesi yang ditetapkan.

Menurut Zeithaml, Valerie A, dkk, 1990 dalam menilai mutu pelayanan yang dilaksanakan sebuah institusi provider, ada beberapa aspek penting yang perlu dibahas dengan seksama, yaitu :

 Definisi tentang Mutu Pelayanan,

 Faktor-faktor yang memengaruhi harapan atau ekspektasi pasien/pelanggan,

 Dimensi Mutu Pelayanan

2.1.1. Definisi tentang Mutu Pelayanan

Pelayanan yang bermutu, adalah bilamana provider dapat memenuhi atau dapat melebihi harapan / ekspektasi pelanggan (pasien).yang menerima atau merasakan pelayanan provider tersebut.

Baik-buruknya mutu pelayanan sebagaimana yang dirasakan oleh pasien / pelanggan, dapat di definisikan sebagai persepsi atas pelayanan tersebut. Besarnya kecil-besarnya kesenjangan/gap antara harapan/ekspektasi dengan persepsi pelanggan/pasien tentang pelayanan tersebut, akan menentukan baik-buruknya penilaian atas pelayanan. Makin besar kesenjangan antara harapan dengan persepsi pelanggan /pasien terhadap pelayanan, berarti makin jauh dari rasa puas, atau dengan perkataan lain pasien makin kecewa. Tetapi bilamana persepsi atas pelayanan yang dinikmati pasien sesuai dengan harapannya, bahkan jika dapat melampaui harapannya, berarti harapan pasien dapat terpenuhi. Bahkan


(32)

jika melebihi harapannya, berarti pasien merasa amat puas dari hanya sekadar harapannya.

2.1.2. Faktor-faktor yang memengaruhi harapan/ekspektasi pelanggan / pasien

Beberapa faktor penting yang memengaruhi harapan pelanggan/ pasien, adalah : (Zeithaml, Valerie A, dkk, 1990)

1. Apa yang pernah didengar pelanggan/pasien dari pelanggan atau pasien lain, atau yang telah direkomendasikan oleh pasien atau pelanggan lain tentang provider dan atau pelayanan yang bakal digunakan,

2. Kebutuhan pribadi masing-masing pelanggan/pasien, amat tergantung kepada pribadi dan sifat-sifat masing-masing, serta lingkungan pelanggan/ pasien,

3. Pengalaman masa lampau tentang sikap dan perilaku karyawan

provider, seperti antara lain sikap sopan-santun, ramah-tamah, rasa hormat, rasa kekeluargaan atau persahabatan dan persaudaraan yang diperoleh pelanggan ketika berhubungan dengan provider dan karyawannya,

4. Komunikasi Eksternal (External Communication), yakni publikasi yang menyampaikan pesan-pesan, baik langsung atau tidak langsung, tentang provider dan pelayanan yang bakal diterima pelanggan, misalnya : wawancara TV, wawancara radio, promosi TV, promosi


(33)

lainnya.

Aspek yang amat penting yang besar pengaruhnya bagi harapan/ekspektasi pelanggan/pasien, adalah harga yang menarik dari jenis pelayanan yang kompetitif, terutama untuk menarik calon pelanggan/pasien.

2.1.3. Dimensi Mutu Pelayanan

Hal paling menarik yang perlu diperhitungkan oleh pihak provider, adalah kriteria yang digunakan pelangganuntuk menilai baik-buruknya mutu pelayanan.

Terdapat 10 dimensi kriteria mutu pelayanan yang perlu diperhitungkan oleh provider untuk menarik minat calon-calon pelanggan/pasien, yakni : (Zeithaml A, Valarie,dkk,1990)

1. Tangibles

Penampilan fasilitas-fasilitas fisik (keindahan dan kelengkapan gedung, termasuk antara lain pertamanan yang cantik, tempat parkir yang cukup memadai, furniture dengan desain interior yang indah, lift, cafetaria, toko souvenir, toilet yang bersih, dsb), peralatan kedokteran yang lengkap, penampilan karyawan (antara lain seragam), dan bahan-bahan komunikasi, dsb.

2. Reliability

Kepercayaan atas kemampuan provider untuk mewujudkan pelayanan yang telah dijanjikan dengan baik, dan teliti, sebagaimana yang telah di publikasikan.


(34)

3. Responsiveness

Tanggapan yang cepat dan keinginan yang kuat serta niat baik dari seluruh karyawan dan unit-unit dari provider untuk membantu pelanggan dalam rangka memberikan pelayanan yang bermutu.

4. Competence

Semua tenaga yang bekerja pada provider memiliki keterampilan dan pengetahuan yang baik yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan.

5. Courtesy

Sikap sopan-santun, ramah-tamah, rasa hormat, tegur-sapa penuh senyum, perhatian, dan rasa persahabatan dari karyawan tenaga medis dan non-medis, terutama bagi contact personne), serta pihak manajemen dari provider.

6. Credibility

Keyakinan dan kepercayaan pelanggan / pasien terhadap bagusnya reputasi provider dalam pelayanan yang diberikan kepada pelanggan / pasien,

7. Security

Perasaan bebas pelanggan / pasien dari segenap bahaya apa pun, risiko dan keragu-raguan, yang ditimbulkan provider dan seluruh sistemnya.

8. Access

Kemudahan-kemudahan dalam berhubungan dan kontak dengan provider dan karyawannya. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, dll


(35)

9. Communication

Memelihara hubungan dengan pelanggan dengan bahasa yang menyentuh dan mudah dipahami, dan kemauan segenap tenaga provider untuk mendengarkan keluhan, saran, usul, pendapat atau permintaan pelanggan.

10. Understanding the Customer

Upaya semua tenaga provider untuk mengenali dan memahami apa dan siapa pelanggan / pasien dan apa kebutuhan mereka.

Sepuluh dimensi tersebut dapat dipadatkan atau di konsolidasi menjadi dimensi, sbb :

1. Tangibles ( bukti fisik), yaitu kemampuan suatu provider dalam menentukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

2. Reliability (Keandalan), yaitu kemampuan provider untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness (Ketanggapan), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan pasien menunggu


(36)

tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam mutu pelayanan.

4. Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan, komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

5. Perhatian (Empathy), yaitu Perhatian / attensi penuh dan rasa “care” secara individual tiap karyawan medis dan non-medis dari provider yang dapat menyentuh hati dan perasaan pelanggan./ pasien. Dimana suatu provider diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pasien, memahami kebutuhan pasien secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman.

Menurut Garvin (Lovelock, 1994), dimensi-dimensi kualitas pelayanan kesehatan adalah:

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti,

misalnya kecepatan, jumlah pasien, kemudahan dalam pembayaran/ pendaftaran, kenyamanan, dan sebagainya.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik

sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior rumah sakit.

3. Kehandalan (reliability), yaitu diagnose tepat, terapi cepat, dan sebagainya.


(37)

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan, tindakan sesuai dengan prosedur, pendaftaran sesuai prosedur.

5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan.

6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,serta

penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama penjualan hingga purna jual.

7. Estetika, yaitu daya tarik panca indera, misalnya bentuk gedung, warna,

ruang tunggu, desain kamar rawat inap, dll.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab organisasi pelayanan kesehatan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pasien akan atribut/ cirri-ciri produk/ pelayanan yang akan diperoleh, maka pembeli mempersepsikan kualitasnyaa dari aspek harga, nama organisasi pelayanan kesehatan, iklan, reputasi organisasi pelayanan kesehatan.

Menurut Andersen (1995) dalam Pohan,I.S (2007) bahwa factor-faktor yang memengaruhi pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :


(38)

1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Komponen predisposisi menggambarkan karakteristik pasien yang mempunyyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari:

a. Demografi (umur, jenis kelamin, status social ekonomi) b. Struktur social (suku, ras, kebudayaan, pekerjaan, pendidikan)

c. Kepercayaan (kepercayaan terhadap penyakit, dokter, petugas

kesehatan)

2. Faktor pemungkin (enabling factor)

3. Faktor pemungkin terdiri dari:

a. Mutu pelayanan kesehatan

Hasil penelitian Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1988 menunjukkan salah satu penyebab rendahnya pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat adalah mutu pelayanan yang rendah.

b. Jarak pelayanan

Salah satu pertimbangan pasien dalam menentukan sikap untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal pasien sampai ke tempat sumber perawatan.

c. Status sosial ekonomi

Status ekonomi memengaruhi seseorang dalam membayar pelayanan kesehatan. Setiap orang dari segala lapisan sosial berhak menerima


(39)

kesehatan. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa lebih sering diprioritaskan orang dengan status ekonomi yang lebih tinggi. Status ekonomi merupakan salah satu faktor terhadap pelayanan kesehatan.

4. Kebutuhan Pelayanan (need)

Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan kesehatan. Selain dipengaruhi faktor di atas ada beberapa faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan, yaitu:

a. Tarif atau biaya

Tarif atau biaya kesehatan sangat penting untuk menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya peningkatan harga pelayanan kesehatan akan menyebabkan penurunan permintaan

b. Fasilitas

Fasilitas yang baik akan memengaruhi sikap dan perilaku pasien, pembentukan fasilitas yang benar akan menciptakan perasaan sehat, aman, dan nyaman. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial mempunyai pandangan yang mungkin menambahi atau mengurangi kepuasan pasien dan penampilan kerja (Kotler,1997).

c. Pelayanan personil

Pelayanan personil memegang peranan dalam menjaga mutu pelayanan sehingga pemakai jasa pelayanan kesehatan menjadi puas. Personil itu terdiri dari dokter maupun perawat , tenaga para medis serta penunjang


(40)

non medis. Pelayanan personil dapat berupa pelayanan professional dan keramahan sehingga meningkatkan citra dari rumah sakit tersebut.

d. Lokasi

Lokasi pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan sosial ekonomi rendah biasanya yang berkunjung, juga pelanggan dari masyarakat miskin, karena orang berpenghasilan tinggi tidak akan datang ke lingkungan miskin untuk perawatan medis (Kotler, 1997). Lokasi adalah yang paling diperhatikan bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan memengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan memengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan untuk berkumjung. Suatu studi mrngatakan bahwa alas an yang penting untuk memilih rumah sakit adalah yang dekat lokasi.

e. Kecepatan dan Kemudahan Pelayanan

Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang.

f. Informasi

Dengan adanya iklan dan promosi sangat efektif karena dapat langsung di dengar dan dilihat baik itu mengenai fasilitas, harga yang akan memengaruhi pilihan konsumen. Informasi dapat berupa pengalaman pribadi, teman-teman, surat kabar.


(41)

Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan. Konsumen sering tergantung kepada informasi yang disediakan oleh institusi pelayanan kesehatan ditambah dengan profesinya. Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain pendapatan, harga, lokasi, dan mutu pelayanan .

Menurut Groner dan Sorhin (1977) dalam Pohan. I.S (2007), 5 (lima) faktor utama yang memengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan:

a. Persepsi sakit

b. Realisasi kebutuhan (harapan, kepercayaan, pengalaman sebelumnya, adat istiadat)

c. Kemampuan membayar

d. Motivasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan

e. Lingkungan (tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan)

Menurut Dever dalam Muninjaya (2004) faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah social budaya, organisasi, faktor konsumen, proses pelayanan kesehatan.

Menurut Handoko dalam Lupiyoadi (2001), bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian dari proses berpikir ketika seseorang mempertimbangkan, memahami, mengingat, dan menalarkan tentang segala sesuatu. Sesuatu diputuskan akan dilakukan setelah menilai suatu keadaan, kenyataan, atau peristiwa yang sedang dihadapi.


(42)

Proses pengambilan keputusan pembeli/ individu atas jasa-jasa professional berbeda-beda, tergantung dari jenis keputusan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, jenis jasa, dan beberapa faktor lainnya. Dalam upaya mengurangi ketidakpastian yang dialami pembelian jasa-jasa professional, orang cenderung untuk mencari informasi seluas-luasnya dari orang lain sebelum mengambil keputusan.

Anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan sumber-sumber terpercaya lainnya seringkali terlihat dalam pengambilan keputusan seseorang. Adapun jenis-jenis orang mungkin ikut berperan dalam pengambilan keputusan individu adalah: a. Pengambilan inisiatif adalah orang-orang yang pertama-tama

menyarankan atau memikirkan ide pembelian jasa-jasa tertentu.

b. Pemberi pengaruh adalah orang-orang yang berpandangan dan nasehatnya

berperan cukup besar dalam pengambilan keputusan.

c. Pengambilan keputusan adalah orang yang akhirnya menentukan sebagian

atau seluruh pengambilan keputusan, membeli atau tidak, apa yang dibeli, bagaimana atau dimana membeli.

d. Pembeli adalah orang-orang yang melakukan pembelian sebenarnya.

e. Pemakai adalah orang (badan usaha) yang meneriama jasa.

Sedangkan menurut Herbert (1998) dalam Ikbal M. (1980), proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang. Perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan merupakan fungsi dari


(43)

psikologis yang masing-masing mempunyai pengaruh terhadap proses keputusan konsumen. Proses ini merupakan tahapan dari pengambilan keputusan oleh konsumen yang terdiri dari pengenalan kebutuhan, pencari informasi, evaluasi alternative, pembelian, evaluasi hasil, dan pembelian ulang.

2.2. Kepuasan Pasien

Sebagaimana telah dikemukakan diatas kepuasan pelanggan akan tercapai, bilamana provider dapat memenuhi harapan/ ekspektasi pelanggan atau lebih baik lagi jika dapat melampaui harapan/ ekspektasi pelanggan dari pelayanan yang diterima atau dirasakannya. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa : tidak ada gap / kesenjangan/ discrepancy antara harapan/ ekspektasi dengan persepsi pelanggan.

Menurut Rowland, et al dalam Sabarguna, 2004, kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang terpenuhi sehingga ini adalah merupakan aspek yang paling menonjol dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Harapan pasien dalam proses pengobatan akan menimbulkan suatu kepuasan, dimana diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan.

Menurut Irawan (2002), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkannya.


(44)

Menurut Lupiyoadi (2001), dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan,yaitu:

1. Kualitas produk, pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi

mereka menunjukkan bahwa produk/ jasa yang mereka dapatkan berkualitas.

2. Kualitas pelayanan, pelanggan akan merasa puas bila mereka

mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

3. Emosional, pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk, tetapi nilai sosial atau self

esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek

tertentu.

4. Harga, produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi harga relatif

murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

5. Biaya, pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk.


(45)

· Jasa adalah pekerjaan yang dilaksanakan untuk orang lain,

· Kepuasan pelanggan adalah hasil yang dicapai pada saat keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan.

· Keistimewaan Produk, adalah sifat yang dimiliki oleh suatu produk yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari pelanggan (konsumen) sehingga bisa memberikan kepuasan kepada konsumen / konsumen. Keistimewaan Produk dapat disebut sebagai Keistimewaan Mutu.

· Kepuasan produk adalah suatu rangsangan terhadap daya jual produk. · Dampak utama dari kepuasan produk adalah pada pangsa pasar, dan

berikutnya pada pendapatan penjualan.

· Defisiensi produk, adalah kegagalan produk yang mengakibatkan ketidak-puasan (kekecewaan) pelanggan terhadap produk.

Bilamana provider mau meningkatkan mutu pelayanan , maka dimata pelanggan, semakin baik keistimewaan produk, semakin tinggi mutunya. Atau semakin sedikit defisiensi produk, berarti semakin baik mutunya.

Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa. Oleh karena itu, setiap transaksi atau pengalaman baru akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan.

Menurut Kotler (1997), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam cara, yaitu:


(46)

1. Sistem keluhan dan saran. Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Hal ini juga dapat dilakukan dengan cara meletakkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk diisi pasien yang akan keluar, dan memperkerjakan staf khusus untuk menanganinkeluhan pasien. Dapat juga menyediakan hot lines bagi pelanggan dengan gratis, juga dapat menambah web page dan e-mail untuk melaksanakan komunikasi dua arah. Informasi tersebut merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan pelayanan kesehatan dapat bertindak dengan cepat dalam rangka menyelesaikan masalah.

2. Belanja siluman. Perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak

sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah penjualan perusahaaan menangani situasi tersebut dengan baik. Para manajer kadang harus meninggalkan kantor mereka, untuk melihat situasi penjualan perusahaan dimana mereka tidak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara ini adalah manajer menelpon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telepon itu ditangani.


(47)

3. Analisis pelanggan yang hilang. Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti menggunakan jasa puskesmas untuk mengetahui sebabnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan tingkat kehilangan pelangganjuga penting. Peningkatan customer loss rate

menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.

4. Survey kepuasan pelanggan. Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survey, baaik survey melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Berbagai cara pengukuran survey dapat dilakukan antara lain:

a. Pengukuran secara langsung (direct reported satisfaction). Pasien diberi pertanyaan secara langsung dan dibuat skala untuk menjawabnya. Contoh: puas, kurang puas, tidak puas.

b. Derived satisfaction. Pasien diberi pertanyaan mengenai seberapa besar pelanggan mengharapakan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan.

c. Problem analysis. Responden diminta untuk menulisakn masalah yang

dihadapi dan perbaikan yang disarankan pelanggan.

d. Importance rating. Reponden diminta untuk membuat ranking dari berbagai elemen pelayanan. Ukuran pembuatan ranking ini didasari


(48)

oleh derajat pentingnya setiap bagian dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen.

Menurut Muninjaya,AA (2004), kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact.

2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compliance)

3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber

moral hazard bagi pasien dan keluarganya.

4. Penampilan fisik (kerapian ) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility).

5. Jaminaan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter termasuk dalam faktor ini.

6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam member perawatan.

7. Kecepatan petugas member tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).


(49)

2.3. Manajemen Mutu Pelayanan

Persoalannya, adalah bagaimana upaya untuk mengendalikan mutu pelayanan, agar tetap tinggi? Sebetulnya untuk menilai hasil pelayanan yang dapat dirasakan atau dinikmati pasien, terdapat 5 (lima) kesenjangan (discrepancy atau

gap) dalam hubungan pemberi pelayanan kesehatan (Provider) dengan pasien

(consumer, pelanggan).

Sebagaimana telah dikemukakan dalam sub-bab 2.1 tentang Definisi Mutu Pelayanan, maka persoalan akan timbul jika terjadi kesenjangan discrepancy/ gap antara harapan/ ekspektasi dengan persepsi dari pelanggan.

Kelima (5) gap/ kesenjangan/ discrepancy tersebut dapat menimbulkan defisiensi produk, dalam hal ini adalah jasa/ pelayanan kesehatan, dibahas sebagai berikut :

1. Kesenjangan diantara ekspektasi pelanggan dengan persepsi pelanggan atas pelayanan provider (GAP 5)

2. Kesenjangan antara harapan/ ekspektasi Pelanggan dengan Persepsi pihak Manajemen terhadap harapan-harapan tsb.(GAP 1)

3. Kesenjangan antara Spesifikasi Mutu Pelayanan dengan Persepsi Manajemen terhadap ekspektasi/ harapan pelanggan.(GAP 2)

4. Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Delivery Service) oleh provider dengan Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality Specification) (GAP3)

5. Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Service Delivery) oleh Provider dengan Komunikasi Keluar (External Comunicatio) kepada


(50)

Pelanggan (GAP 4)

Penjelasan kesenjangan-kesenjangan / gap tersebut, adalah sbb.:

1. Kekurangan-kekurangan atau kelemahan-kelemahan pada mutu pelayanan yang di persepsi pelanggan.(GAP 5), yakni :potensi kesenjangan (potential discrepancy/gap) antara ekspektasi dengan persepsi atas pelayanan, dilihat dari sudut pandang pelanggan.

Pelanggan

Gap 5

Provider

Gambar 1: GAP 5 : Kesenjangan diantara ekspektasi pelanggan dengan persepsi pelanggan atas pelayanan provider

Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

2. Kekurangan atau kelemahan yang terdapat pada organisasi provider, dimana para manajer tidak mengerti dengan baik dan teliti apa sesungguhnya yang

Kebutuhan pribadi

Pengalaman masa lampau Komunikasi

dari mulut kemulut

Pelayanan yang diharapkan

pelanggan

Pelayanan yang dipersepsi pelanggan

Komunikasi eksternal pelanggan


(51)

di harapkan pelanggan, dan apa sebenarnya masalah yang sedang pelanggan hadapi. (GAP 1)

GAP 1

Gambar 2: GAP 1 : Kesenjangan antara harapan / ekspektasi Pelanggan dengan Persepsi pihak Manajemen terhadap harapan-harapan tsb.

Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

3. Kekurangan / kelemahan yang merupakan kesenjangan / gap / discrepancy antara Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality Specifications) dengan Persepsi Manajemen atas harapan-harapan Pelanggan. (GAP2)

Gap 2

Gambar 3: GAP2 : Kesenjangan antara Spesifikasi Mutu Pelayanan dengan Persepsi Manajemen terhadap ekspektasi / harapan pelanggan. Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

Harapan-harapan Pelanggan

Persepsi Manajemen Terhadap harapan Pelanggan

Spesifikasi Mutu Pelayanan

Persepsi Manajemen Terhadap Harapan Pelanggan


(52)

4. Kekurangan / kelemahan yang merupakan kesenjangan yang dijumpai antara Spesifikasi Mutu Pelayanan dengan Pemberian Pelayanan (Service Delivery)

oleh provider.

GAP 3

Gambar 4: GAP 3 : Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Delivery Service) oleh provider dengan Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality Specification)

Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

5. Kekurangan / kelemahan yang dapat menimbulkan kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Service Delivery) oleh provider dengan Komunikasi Eksternal (External Communication)

GAP 4

Gambar 5 : GAP 4 : Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Service

Delivery) dengan Komunikasi Keluar (External Comunicatio) kepada Pelanggan

Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

Pemberian Pelayanan (Service Delivery)

Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality Specification

Komunikasi Eksternal kepada Pelanggan Pemberian Pelayanan


(53)

2.4. Konsep Pengembangan Mutu Pelayanan

Untuk dapat memahami apa sebenarnya Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan yang dilakukan Sumatra Eye Center (SMEC) terhadap kepuasan pasien pasca operasi LASIK, digunakan pendekatan dalam memahami sebab-sebab kesenjangan / gap / discrepancy yang digambarkan pada GAP5, GAP1, GAP2, GAP3 dan GAP 4, seperti terlihat dalam gambar 6, sbb.:

Pelanggan Gap 5 Gap 4 Provider Gap 3 GAP 1 Gap 2

Gambar 6 : Gabungan GAP5, GAP1, GAP3, GAP2 dan

GAP4.menunjukkan hubungan yang saling terkait dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990

Kebutuhan pribadi Pengalaman masa lampau Komunikasi dari mulut kemulut Pelayanan yang diharapkan pelanggan Pelayanan yang dipersepsi pelanggan Pemberian

Pelayanan (Service Delivery)

KomunikasiEksternal kepadapelanggan

Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality Specification

Persepsi Manajemen atas Harapan Pelanggan Pelanggan


(54)

2.5. Sekelumit tentang Operasi LASIK

LASIK (laser-assisted in-situ keratomileusis), adalah suatu operasi atau bedah refraktif untuk memperbaiki myopia, hyperopia dan astigmatisma pada mata, sebagai alternatif lain dari penggunaan kacamata atau kontak lens korektif bagi pasien (Vajpayee,Rasik B, dkk, 2003)

Operasi LASIK dikerjakan oleh seorang dokter ahli-mata (ophthalmologist) dengan mempergunakan sebuah alat laser.

Teknik LASIK yang pertama dikembangkan oleh ophthalmologist Jose Barraquer, seorang Colombia yang berasal dari Spanyol, pada sekitar tahun 1950 di klinik Bogota, Colombia. Dokter mata tersebut untuk pertama kali mengembangkan microkeratome, yakni suatu teknik memotong lapisan-lapisan amat tipis (flaps) pada cornea, untuk merobah bentuknya, melalui suatu prosedur yang disebut keratomileusis (Vajpayee, Rasik.B, dkk, 2003). Barraquer juga telah melakukan penelitian seberapa banyak cornea yang perlu dipertahankan, dalam arti tidak dirobah/dipotong, agar dapat diperoleh hasil jangka panjang yang baik dan stabil.

Alat Laser berkembang dari waktu ke waktu, termasuk teknik

photorefractive keratectomy (PRK). Dengan teknik PRK tersebut dilakukan perobahan bentuk permukaan dari cornea dengan menggunakan laser yang disebut Excimer Laser. Keuntungan penggunaan LASIK, setelah permukaan cornea diangkat dalam lapisan tipis yang disebut “flap” dengan menggunakan mikrokeratome yang dikembangkan oleh Barraquer pada tahun 1950. Penyempurnaan terhadap irisan tipis (flap) dengan PRK itulah kemudian dikenal


(55)

sebagai LASIK, yang mampu memperbaiki penglihatan (visus) dengan segera dan tepat, yang mengurangi rasa sakit dan ketidak-nyamanan ketimbang teknik PRK. Didalam perkembangannya sampai dewasa ini, alat LASIK telah mencapai banyak kemajuan. Dengan menggunakan laser yang semakin cepat, dapat dicakup titik-titik area (spot areas) yang lebih luas. Irisan-irisan (flap) pun dapat dilakukan tanpa pisau (Fem to second Laser)

Prosedur operasi LASIK terdiri atas persiapan yang perlu di masa preoperatif, sedangkan operasinya sendiri meliputi pembuatan potongan tipis (a thin flap) pada mata, melipatnya agar dapat dibikin model dari jaringan dibawahnya (remodelling of the tissue beneath) dengan laser. Irisan (flap)

tersebut kemudian di reposisi dan mata itu akan menyembuh sendiri di masa paska operasi.

Pra-operasi

Pasien-pasien dengan soft contact-lens di instruksikan agar melepas kontak lens nya 14 sampai 21 hari sebelum operasi. Tetapi bagi pasien-pasien yang memakai hard contact lens harus melepas kontak lens nya paling sedikit 6 minggu sebelum operasi (Vajpayee,Rasik B, dkk, 2003)

Sebelum operasi, cornea pasien diperiksa dengan alat pachymeter untuk menentukan ketebalan cornea, dan dengan alat topographer diukur kontur permukaan (surface contour) cornea(1,2,3). Dengan laser yang berkekuatan lemah, topographer tersebut membuat peta topografi dari cornea. Dengan proses yang sama, dapat pula diketahui astigmatisma dan lain-lain ketidak-aturan


(56)

dokter ahli-mata dapat menghitung jumlah dan lokasi jaringan cornea yang harus diambil waktu operasi.

Operasi

Operasi dilakukan dalam keadaan pasien tetap bangun dan bergerak, dan pasien kadang-kadang dapat diberi obat penenang, seperti valium, dan obat tetes mata anesthetik. LASIK dilakukan dalam 3 tahap, yakni : pertama membuat flap

jaringan cornea (flap creation); kedua membuat remodeling cornea dibawah flap dengan alat laser (Laser remodeling). Dan tahap terakhir, melakukan reposisi flap (Repositioning of flap).( Kumar,Atul,dkk,2005)

Perawatan paska operasi

Pasien-pasien perlu diberi informasi yang jelas dan tepat oleh dokter ahli-mata terhadap pentingnya pemeliharaan paska-operasi agar dapat mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Pasien biasanya diberi obat tetes mata antibiotika dan anti-inflamasi. Pemberian obat tetes mata tersebut selama beberapa minggu setelah operasi. Pasien diminta untuk lebih banyak tidur dan juga menggunakan sepasang pelindung mata berwarna gelap untuk mencegah cahaya-cahaya yang menyilaukan, juga diberi pelindung terhadap garukan pada mata di waktu tidur dan untuk mengurangi kekeringan pada mata. Pasien juga membutuhkan pelembab mata dengan tetes mata yang mengandung air-mata yang bebas zat -zat pengawet.

Potensi Komplikasi

Perdarahan kecil subconjunctival (subconjunctival haemorrhage), adalah umum terjadi , merupakan komplikasi minor paska-LASIK.


(57)

Komplikasi yang umum terjadi dari operasi refraktif, adalah peristiwa atau

incidence dari “mata kering” (dry eyes). ( Kumar,Atul,dkk,2005)

Risiko yang dapat menimpa pasien yang menderita effek samping berupa gangguan visual, seperti : halos, double vision (ghosting), kehilangan sensitivitas kontras (foggy vision) , dan glare, setelah operasi LASIK tergantung kepada derajad ametropia sebelum operasi mata dengan laser dan faktor-faktor risiko yang lain.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Mutu pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir dengan kepuasan pasien. Tingkat mutu pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang penyelenggara kesehatan (provider), tetapi harus dipandang dari sudut pandang pasien. Menurut Azwar (1996), mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan layanan kesehatan.

Mutu pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, karena mutu memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih kuat dengan penyelenggara kesehatan (provider), dan pada akhirnya kepuasan pasien dapat meningkatkan jumlah kunjungan penyelenggara kesehatan (provider).

Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan pada pengguna jasa maka perlu diperhatikan dimensi yang berperan menciptakan dan meningkatkan mutu pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL (Zeithaml, Valerie A, dkk, 1990), yaitu:1. Bukti Fisik (Tangibles), 2. Keandalan (Reliability),


(58)

3. Ketanggapan (Responsiveness), 4. Jaminan (Assurance), 5. Perhatian (Emphaty).

Kelima dimensi mutu pelayanan berhubungan dengan apa yang biasanya diharapkan dari suatu pelayanan jasa kesehatan. Ketika pihak pasien mengalami pelayanan tersebut secara relistis, maka mereka kemudian akan merasa dipuaskan terutama bila pelayanan yang mereka peroleh sepadan bahkan lebih dari apa yang mereka harapkan, tetapi bila pengalaman mutu pelayanan yang dirasakan ada kesenjangan dengan apa yang diharapkan, maka pasien akan merasa tidak puas dan kecewa.

Penilaian terhadap kepuasan ini dapat diukur dengan berbagai macam cara (Kotler,1997), yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran. 2. Belanja siluman. 3. Analisa pelanggan yang hilang. 4. Survey kepuasan pelanggan.

Melalui survey kepuasan pelanggan akan dapat dilihat faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan yaitu pemahaman pengguna jasa tentang pelayanan yang akan diterimanya, sikap peduli (emphaty) yang ditunjukkan petugas kesehatan, biaya, penampilan fisik (tangibles) petugas dan kondisi bangunan, jaminan keamanan (assurance) serta jadwal kunjungan dokter, keandalan (reliability) dan keterampilan petugas, dan kecepatan petugas memberi tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).

Untuk menberikan gambaran yang jelas dan terarah akan alur penelitian ini dengan memperhatikan tinjauan kepustakaan serta landasan teori, digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini:


(59)

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Gambar 7. Kerangka Konsep Penelitian

Kepuasan Pasien :

- Tangible

- Responsiveness

- Assurance

- Reliability

- Empathy

Mutu pelayanan: 1. Bukti fisik (tangibles) 2. Keandalan ( reliability)

3. Daya tanggap (responsiveness) 4. Jaminan (assurance)


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi,1989), yaitu menjelaskan pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien pasca operasi lasik di Sumatera Eye Center tahun 2010.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sumatera Eye Center, Jl. Iskandar Muda 278, Medan. Penelitian dimulai dari persetujuan judul penelitian, survey pendahuluan, studi kepustakaan, penelitian lapangan terhitung mulai bulan Agustus 2011.

3.3 Popolasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh pasien yang dioperasi Lasik di Sumatera Eye Center pada bulan Januari 2010 sampai Desember 2010 berjumlah 83 orang, yang berasal dari kota Medan dan luar kota Medan.


(61)

Tabel 3.1 : Populasi Kunjungan Pasien Operasi Lasik pada Klinik SMEC Periode Januari s/d Desember 2010

Periode Jumlah pasien

Operasi lasik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 4 6 10 7 18 7 4 7 7 2 7 4 Total 83

3.3.2. Sampel

Pada penelitian ini yang akan dijadikan sampel adalah populasi yang berada di kota Medan. Jumlah populasi yang berada dikota Medan adalah 57 orang, sehingga semuanya dijadikan sampel.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang telah didisain, kemudian


(62)

dilakukan wawancara terhadap pasien pasca operasi lasik di Sumatera Eye Center. Data sekunder diperoleh dari studi dokumen yang ada di Sumatera Eye Center.

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Singarimbun (1989) menyatakan bahwa alat ukur dikatakan sahih apabila alat ukur tersebut dapat mengukur konsep yang sebenarnya ingin diukur. Apabila peneliti menggunakan kuesioner sebagai instrumen untuk pengumpul data, maka kuesioner tersebut harus dapat mengukur konsep yang hendak diukur. Untuk menguji keterandalan instrumen, dilakukan uji ketepatan (validitas) dan uji ketelitian (reliabilitas). Untuk keperluan uji reliabilitas dilakukan uji coba dengan menggunakan test – retest. Cara ini mencobakan instrumen yang sama pada responden yang sama, namun dalam waktu yang berbeda yang dengan jumlah 30 responden. Ketepatan pengujian suatu hipotesis tentang hubungan variabel penelitian sangat tergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. Untuk melihat validitas, maka nilai yang ada dalam kolom corrected item total correlation kemudian dibandingkan dengan r tabel. Apabila nilai r hitung > r tabel, maka pertanyaan masing-masing item dinyatakan valid. Sedangkan untuk melihat reabilitas adalah dengan melihat nilai cronbach’s alpha if item deleted (Situmorang, 2008). Menurut Ghozali (2005) dan Kuncoro (2003) suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,80.


(63)

Adapun hasil yang ditunjukkan pada Tabel (lampiran...), dapat diketahui bahwa nilai r hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel adalah valid.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri atas mutu pelayanan (bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati), sedangkan variabel terikat adalah kepuasan pasien pasca operasi lasik di Sumatera Eye Center.

Adapun definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah :

1. Bukti Fisik (tangibles) adalah tanggapan responden atas apa yang bisa dilihat dan dirasakan langsung oleh responden, misalnya keadaan gedung, fasilitas, dan penampilan petugas.

2. Kehandalan (reliability) adalah tanggapan responden terhadap kehandalan petugas untuk memberikan pelayanan sesuai dengan kasus.

3. Daya tanggap (responsiveness) adalah tanggapan responden terhadap kemampuan dan daya tanggap petugas untuk selalu siap membantu pasien dan memberikan pelayanan yang cepat.

4. Jaminan (assurance) adalah tanggapan responden terhadap pengetahuan dan kemampuan petugas, keamanan dan dapat dipercaya.


(64)

5. Empati (emphaty) adalah tanggapan responden terhadap perhatian secara pribadi dari petugas dan memahami kebutuhan pelanggan.

6. Kepuasan pasien adalah kepuasan pasien terhadap keseluruhan kualitas pelayanan kesehatan pasien pasca operasi lasik di Sumatera Eye Center.

Tabel 3. 2. Indikator Variabel Penelitian

Variabel Indikator Indikator Pertanyaan

Mutu Pelayanan (Variabel

Independen)

1.Bukti Fisik Mutu Pelayanan Bukti Fisik a. Halaman bersih dan rapi b. Gedung bersih dan rapi c. Fasilitas parkir mobil d. Fasilitas toilet

e. Fasilitas untuk sholat f. Fasilitas lift selain tangga g. Ruang tunggu tersedia nyaman h. Fasilitas Optik

i. Fasilitas Apotik khusus obat Mata j. Peralatan kedokteran khusus mata untuk diagnosa dan bedah

k. Media komunikasi lain jelas dan komunikatif

l. Penampilan dokter m. Penampilan perawat


(1)

Lampiran Output Analisis Univariat

Frequencies

Frequency Table

Bukti Fisik

7 12.3 12.3 12.3

25 43.9 43.9 56.1

25 43.9 43.9 100.0

57 100.0 100.0 Tidak Baik

Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Kehandalan

6 10.5 10.5 10.5

24 42.1 42.1 52.6

27 47.4 47.4 100.0

57 100.0 100.0 Tidak Baik

Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Daya Tanggap

12 21.1 21.1 21.1

21 36.8 36.8 57.9

24 42.1 42.1 100.0

57 100.0 100.0

Tidak Baik Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Jaminan

2 3.5 3.5 3.5

27 47.4 47.4 50.9

28 49.1 49.1 100.0

57 100.0 100.0 Tidak Baik

Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent


(2)

Empati

19 33.3 33.3 33.3

25 43.9 43.9 77.2

13 22.8 22.8 100.0

57 100.0 100.0 Tidak Baik

Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

KEPUASAN PASIEN

12 21.1 21.1 21.1

45 78.9 78.9 100.0

57 100.0 100.0

Tidak Puas Puas Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ e Percent

Bukti Fisik (Kepuasan)

11 19.3 19.3 19.3

34 59.6 59.6 78.9

12 21.1 21.1 100.0

57 100.0 100.0

Tidak Baik Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Kehandalan (Kepuasan)

14 24.6 24.6 24.6

30 52.6 52.6 77.2

13 22.8 22.8 100.0

57 100.0 100.0 Tidak Baik

Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Daya Tanggap (Kepuasan)

16 28.1 28.1 28.1

28 49.1 49.1 77.2

13 22.8 22.8 100.0

57 100.0 100.0

Tidak Baik Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent


(3)

Lampiran Output Analisis Bivariat

Bukti Fisik * Kepuasan Pasien

Correlations

Correlations

Jaminan (Kepuasan)

23 40.4 40.4 40.4

21 36.8 36.8 77.2

13 22.8 22.8 100.0

57 100.0 100.0 Tidak Baik

Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Empati (Kepuasan)

20 35.1 35.1 35.1

31 54.4 54.4 89.5

6 10.5 10.5 100.0

57 100.0 100.0 Tidak Baik

Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Correlati ons

1 .472** . .000

57 57

.472** 1

.000 .

57 57

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

TOTAL KEPUASAN PASIEN

Total Bukti Fisik

TOTAL KEPUASAN

PASIEN

Total Bukti Fisik

Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **.


(4)

Correlations

Correlations

Correlati ons

1 .484**

. .000

57 57

.484** 1

.000 .

57 57

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

TOTAL KEPUASAN PASIEN

Total Kehandalan

TOTAL KEPUASAN

PASIEN

Total Kehandalan

Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-t ailed). **.

Correlati ons

1 .497** . .000

57 57

.497** 1

.000 .

57 57

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

TOTAL KEPUASAN PASIEN

Total Day a Tanggap

TOTAL KEPUASAN

PASIEN

Total Day a Tanggap

Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **.

Correlati ons

1 .157

. .244

57 57

.157 1

.244 .

57 57

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

TOTAL KEPUASAN PASIEN

Total Jaminan

TOTAL KEPUASAN


(5)

Lampiran Output Analisis Multivariat

Regression

Correlati ons

1 .764**

. .000

57 57

.764** 1

.000 .

57 57

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

TOTAL KEPUASAN PASIEN

Total Empati

TOTAL KEPUASAN

PASIEN Total Empati

Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **.

Variables Entered/Removedb

Total Empat i, Total Jaminan, Total Day a Tanggap, Total Bukti Fisik, Total Kehandala na

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Remov ed Method

All requested v ariables entered. a.

Dependent Variable: TOTAL KEPUASAN PASIEN b.

Model Summary

.855a .731 .705 6.947 Model

1

R R Square

Adjusted R Square

St d. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), Tot al Empati, Total Jaminan, Total Day a Tanggap, Total Bukti Fisik, Total Kehandalan


(6)

ANOVAb

6687.929 5 1337.586 27.713 .000a

2461.579 51 48.266

9149.509 56

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Const ant), Total Empati, Total Jaminan, Total Day a Tanggap, Total Bukti Fisik, Tot al Kehandalan

a.

Dependent Variable: TOTAL KEPUASAN PASIEN b.

Coeffici entsa

-3.037 3.729 -.814 .419

.483 .150 .260 3.221 .002

.550 .198 .240 2.770 .008

.867 .271 .257 3.201 .002

-.623 .299 -.168 -2.084 .042

4.803 .851 .511 5.647 .000

(Constant) Total Bukti Fisik Total Kehandalan Total Day a Tanggap Total Jaminan Total Empati Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coef f icients

Beta Standardized Coef f icients

t Sig.

Dependent Variable: TOTAL KEPUASAN PASI EN a.