BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penyelesaian Utang Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit Yang Objek Jaminannya Milik Pihak Ketiga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem kepailitan yang berlaku di Indonesia, tidak membedakan secara

  substantif antara kepailitan atas subjek hukum orang (natuurlijke persoon) dengan

  1

  kepailitan atas subjek hukum badan hukum (rechtspersoon). Hal tersebut sangat disayangkan mengingat penyelesaian kepailitan bagi suatu pihak partikulir, yang mempunyai pekerjaan tetap atau tunjangan yang nilainya tidak lebih besar dari perlengkapan rumah tangga, akan sangat berbeda dengan penyelesaian kepailitan bagi perusahaan besar yang dijalankan secara seragam dan dalam struktur kelompok yuridis dimana kepentingan-kepentingan finansialnya lebih besar dan problem-

  2

  problemnya seringkali lebih rumit. Di samping dalam praktik, kepailitan lebih banyak menimpa perseroan terbatas, terdapat juga implikasi yuridis atas kepailitan perseroan terbatas yang berbeda dengan kepailitan orang-manusia kendatipun rezim

  3 hukum yang berlaku sama.

  Pentingnya pengkajian terhadap kepailitan perseroan terbatas, di samping untuk kepentingan para pelaku bisnis itu sendiri, juga ada kaitannya dengan pengaruh ekonomi makro, bahwa pelaku bisnis dalam skala besar hampir dapat dipastikan 1 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik diPeradilan, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.12. 2 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia Edisi 2, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hlm. 6 3 M. Hadi Shubhan, Op.cit., hlm.14.

  1 adalah badan hukum perseroan terbatas, maka jika perseroan terbatas mengalami kendala dalam kiprahnya, akan berdampak tidak baik terhadap perekonomian karena

  4

  akan menjadi beban dari sistem ekonomi itu sendiri. Pemilihan badan hukum perseroan terbatas (PT) oleh para pelaku bisnis untuk menjalankan roda bisnisnya antara lain karena karakteristik pertanggung-jawaban terbatas dari PT, manakala dilakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama PT, maka dipandang sebagai perbuatan PT itu sendiri, bukan sebagai perbuatan orang-orang yang menjalankan perbuatan yang bersangkutan, sebagai konsekuensinya segala akibat dan utang yang timbul dari perbuatan tersebut harus ditanggung oleh PT itu sendiri, yaitu dengan harta kekayaan PT yang bersangkutan, bukan dari harta kekayaan pribadi yang melakukan perbuatan, sekalipun yang melakukan perbuatan adalah pemegang saham

5 PT.

  Dalam menjalankan usahanya, suatu PT tidak akan terlepas dari utang- piutang, kecenderungan yang ada menunjukkan proporsi perusahaan yang mempergunakan pinjaman dari pihak ketiga atau modal dari luar perusahaan semakin besar. Salah satu motif utama suatu badan usaha memakai modal dari pihak ketiga adalah keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, sedang bagi pihak kreditor atau pemberi pinjaman salah satu motif utamanya adalah keinginan

  4 5 Ibid, hlm.14-15.

  Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm.50. untuk memperoleh balas jasa atas pemberian pinjaman tersebut, misalnya berupa

  6 bunga.

  Modal dari pihak ketiga ini salah satunya adalah berasal dari lembaga perbankan, penjanjian pinjam meminjam ini akan dituangkan dalam perjanjian kredit yang diikuti dengan pengikatan jaminan kredit. Sebagaimana lazimnya suatu perjanjian, setidak-tidaknya terdapat dua pihak yang terikat oleh hubungan hukum itu, yaitu kreditor dan debitor. Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban, yaitu prestasi dan kontra prestasi, memberi, berbuat dan tidak berbuat, atau oleh

  7 Undang-Undang disebut dengan istilah “Onderwerp object”.

  Dalam pelaksanaannya tidak selalu perjanjian tersebut dapat berjalan sebagaimana diharapkan. Adakalanya terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Untuk menyelesaikan permasalahan utang piutang tersebut biasanya pihak kreditor mengambil langkah-langkah sebagai upaya agar kredit macet yang terjadi dapat ditanggulangi. Apabila langkah-langkah penyelesaian kredit macet tersebut tidak bisa dilaksanakan, maka upaya pihak kreditor adalah melakukan haknya sebagai kreditor pemegang hak jaminan kebendaan, yakni dengan melelang objek jaminan atau mempailitkan debitor.

  6 Rudhi A. Lontoh, ed., Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan

(Bandung: Alumni, 2001), hlm.203-204.

  Kewajiban Pembayaran utang, 7 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Di Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994), hlm.21.

  Kepailitan merupakan jalan keluar untuk proses pendistribusian harta

  8 kekayaan debitor yang nantinya merupakan boedel pailit secara pasti dan adil.

  Penggunaan hukum kepailitan merupakan tindakan hukum yang terakhir yang dapat dilakukan apabila langkah-langkah yang berupa perdamaian ataupun restrukturisasi utang ternyata telah gagal untuk dilaksanakan.

  Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdata sebagai realisasi 2 (dua)

  9 asas pokok yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata.

  Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan bahwa:

  “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.”

  Dari dua ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata tersebut di atas, ditegaskan bahwa debitor diwajibkan untuk membayar kewajiban utangnya dengan seluruh harta kekayaan yang dimilikinya, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Debitor dipaksa untuk memenuhi prestasinya kepada kreditor, apabila debitor lalai sehingga terjadi wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya menjadi jaminan seluruh 8 9 Sunarmi, Op.cit., hlm.19.

  Ibid. , hlm.20.

  10

  utangnya (prinsip paritas creditorium). Jika debitor memiliki kewajiban utang kepada lebih dari satu kreditor maka seluruh harta kekayaan debitor tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditornya dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional di antara kreditor, tanpa ada yang didahulukan kecuali jika di antara kreditor itu ada yang harus didahulukan menurut undang-undang dalam

  11 penerimaan pembayaran tagihannya (prinsip pari passu prorata parte).

  Setiap debitor mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditor, dalam bahasa asing kewajiban itu disebut Schuld. Di samping itu, seorang debitor juga memiliki kewajiban lain yaitu guna pelunasan utangnya, debitor berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor,

  12 apabila debitor tidak memenuhi kewajiban membayar utang kepada kreditor.

  Secara umum orang memberikan jaminan atas utangnya dengan menggunakan tanah miliknya sendiri, namun dalam praktek kadangkala pihak ketiga menjaminkan tanahnya untuk jaminan utang debitor. Jika pihak ketiga menyerahkan barangnya untuk dipergunakan sebagai jaminan utang oleh debitor kepada kreditor, maka walaupun dalam hal ini pihak ketiga tidak mempunyai utang kepada kreditor, akan tetapi ia bertanggung jawab atas utang debitor dengan barang yang dipakai sebagai

  13

  jaminan. Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Hak Tanggungan tidak disebutkan objek Hak Tanggungan tersebut dimiliki oleh siapa, sehingga dengan 10 11 Ibid. 12 M. Hadi Shubhan, Op.Cit., hlm.69-71. 13 Ibid. , hlm.8.

  

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Jakarta: Putra A. Bardin, 1999), hlm.7. demikian penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga dalam lembaga Hak Tanggungan adalah diperbolehkan.

  Demikian juga dalam ketentuan Undang-Undang Kepailitan tidak diatur mengenai tanggung jawab pihak ketiga pemberi jaminan kebendaan dalam hal debitor dinyatakan pailit. Lebih lanjut mengenai sejauhmana tanggung jawab pihak ketiga terhadap jaminan kebendaan yang dijadikan jaminan utang debitor juga tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Kepailitan.

  Penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga dalam pelaksanaan kegiatan usaha yang melibatkan suatu badan hukum berbentuk perseroan terbatas menimbulkan permasalahan tersendiri terkait dengan kedudukan mandiri dan tanggung jawab terbatas yang dimiliki oleh perseroan terbatas dimana harta kekayaan perseroan terbatas telah dipisahkan dari harta kekayaan para pendirinya, sehingga dengan demikian segala tindakan organ perseroan terbatas selama tetap berpedoman pada anggaran dasar dan rumah tangga perseroan merupakan tanggung jawab perseroan terbatas itu sendiri bukan merupakan tanggung jawab direksi maupun komisaris perseroan, oleh karena itu penggunaan objek jaminan milik direktur maupun komisaris guna menjamin utang perseroan menimbulkan akibat tumpang- tindihnya tanggung jawab perseroan dengan masing-masing organ perseroan.

  Hal tersebut karena perseroan terbatas memiliki kedudukan mandiri dan memiliki tanggung jawab yang terpisah dari organ-organ perseroan, namun di sisi lain dengan penggunaan objek jaminan milik organ perseroan yang digunakan guna menjamin utang perseroan terbatas akan menyebabkan organ perseroan tersebut menjadi ikut bertanggung jawab terhadap utang perseroan sebesar nilai objek jaminan yang dijadikan jaminan utang perseroan terbatas.

  Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai perlunasan utang debitor pailit yang akan dituangkan ke dalam judul tesis “Penyelesaian Utang Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit Yang Objek Jaminannya Milik Pihak Ketiga”.

  B. Permasalahan

  Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah:

  1. Apa yang menjadi latar belakang penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga sebagai jaminan utang debitor?

  2. Bagaimana penyelesaian kredit bermasalah dari perseroan terbatas pailit apabila objek jaminannya milik pihak ketiga?

  3. Bagaimana kendala-kendala dalam penyelesaian utang perseroan terbatas pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui latar belakang penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga sebagai jaminan utang debitor.

  2. Untuk mengetahui penyelesaian kredit bermasalah dari perseroan terbatas pailit pailit apabila objek jaminannya milik pihak ketiga.

  3. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam penyelesaian utang perseroan terbatas pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

  D. Manfaat Penelitian

  Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

  1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur dalam penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga dalam kepailitan, selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi dasar bagi penelitian pada bidang yang sama.

  2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penyelesaian utang perseroan terbatas yang dinyatakan pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

  E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Penyelesaian Utang Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit Yang Objek Jaminannya Milik Pihak Ketiga”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang yang menyangkut perkara kepailitan dan lembaga Hak Tanggungan antara lain penelitian yang dilakukan oleh :

  1. Saudari Herlina Sihombing (NIM. 047011029), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Kedudukan Kreditor Separatis Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dikaitkan Dengan Objek Hak Tanggungan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:

  a. Bagaimanakah pengaruh kepailitan terhadap objek Hak Tanggungan dalam praktek pelaksanaan eksekusi? b. Bagaimana Undang-Undang Kepailitan memberikan jaminan kepastian hukum terhadap pelunasan piutang kreditor separatis yang dijamin dengan

  Hak Tanggungan dari Debitor yang dinyatakan pailit?

  2. Saudari Belinda (NIM. 077011009), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Debitor Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah : a. Bagaimana ketentuan hukum pelaksanaan kepailitan kreditor terhadap debitor? b. Bagaimana kedudukan kreditor pemegang hak tanggungan dalam keputusan kepailitan? c. Bagaimana akibat hukum kepailitan debitor terhadap kreditor pemegang hak tanggungan dalam eksekusi hak tanggungan?

  3. Saudara Zulfikar (NIM. 077011075), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Efektivitas Perlindungan Hukum Terhadap Para Kreditor Dalam Hukum Kepailitan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah: a. Bagaimanakah golongan kreditor dalam hukum kepailitan?

  b. Bagaimanakah kedudukan para kreditor dalam hukum kepailitan?

  c. Bagaimanakah efektivitas perlindungan hukum terhadap para kreditor dalam hukum kepailitan?

  4. Saudara Samanto Tarigan (NIM. 087011113), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tanggung Jawab Penjamin (Avalist) Terhadap Utang Debitor Yang Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 1436.K/Pdt.2001”, dengan permasalahan yang diteliti adalah: a. Bagaimana penjamin (avalist) tanggung jawabnya terhadap utang debitor yang merupakan perseroan terbatas yang belum mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum oleh Menteri Kehakiman bila debitor tersebut wanprestasi ? b. Apakah yang menjadi dasar hukum pengikatan terhadap seorang penjamin

  (avalist) dalam perikatan pemberi jaminan aval ?

  c. Bagaimana kekuatan hukum perjanjian pemberian jaminan terhadap eksekusi/sita jaminan terhadap benda jaminan yang diserahkan penjamin (avalist) apabila debitor wanprestasi ?

  Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu

  14 terjadi.

  Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

  Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

  15 tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.

  Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum sebagaimana dikemukakan oleh Hans kelsen : 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hlm.122. 15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.80.

  “Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya

  16

  sendiri.” Lebih lanjut menurut Hans Kelsen, tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tetapi dalam hidup bersama ia memikul tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib, oleh karena itu dibutuhkan pedoman-pedoman yang objektif yang harus dipatuhi secara bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka setiap orang seharusnya berperilaku sesuai

  17 pola yang ditentukan itu.

  Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak yang dimaksud di sini adalah hak hukum (legal right). Penggunaan linguistik telah membuat dua perbedaan hak yaitu jus in rem dan jus in personam. Jus in rem adalah hak atas suatu benda, sedang jus in personam adalah hak yang menuntut orang lain atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain. Pembedaan ini sesungguhnya juga bersifat ideologis berdasarkan kepentingan melindungi kepemilikan privat dalam

  16 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli “General Theory of Law and alih bahasa Somardi, (Jakarta: Rumidi Pers, 2001), hlm.65.

  State” 17 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm.127. hukum perdata. Jus in rem tidak lain adalah hak atas perbuatan orang lain untuk tidak

  18 melakukan tindakan yang mengganggu kepemilikan.

  Suatu hak hukum menimbulkan kewajiban hukum orang lain. Kreditor memiliki suatu hak hukum untuk menuntut bahwa debitor harus membayar sejumlah uang, jika debitor diwajibkan secara hukum atau memiliki kewajiban hukum untuk membayar sejumlah uang. Sebagaimana dimaksud oleh Hans Kelsen yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie :

  “Pernyataan bahwa saya memiliki hak melakukan perbuatan tertentu, mungkin hanya memiliki makna negatif, yaitu bahwa saya tidak diwajibkan untuk melakukan suatu perbuatan. Namun demikian, saya secara hukum tidak bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan jika orang lain tidak diwajibkan secara hukum membiarkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan. Kebebasan hukum saya selalu terkait dengan urusan hukum orang lain. Hak hukum saya

  19

  selalu merupakan kewajiban hukum orang lain.” Terkait dengan teori tanggung jawab hukum, dalam suatu peristiwa hukum utang piutang antara kreditor dan debitor menimbulkan adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Pihak kreditor berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah dana untuk kepentingan debitor, pihak debitor memiliki kewajiban untuk mengembalikan sejumlah dana yang digunakannya kepada kreditor. Apabila debitor mengalami kemunduran usaha yang menyebabkannya tidak dapat mengembalikan dana yang seharusnya dikembalikan kepada kreditor maka langkah terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan lembaga kepailitan sebagai upaya terakhir penyelesaian utang-utangnya. 18 Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm.66-67. 19 Ibid.

  Lembaga kepailitan sebagai upaya penyelesaian utang debitor menggunakan lembaga kepailitan ini sesuai pendapat Rudhy A. Lontoh yang dikutip oleh J.

  Djohansah, “Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan, dan selanjutnya seluruh harta debitor tersebut dibagikan kepada para

  20

  kreditor.” Lembaga kepailitan merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimanakah hukum harus bertindak manakala seorang debitor tidak dapat membayar utang- utangnya dan bagaimana pertanggung-jawaban debitor tersebut dalam hubungannya dengan harta kekayaan yang masih ada atau akan dimilikinya.

  Menurut Sutan Remy Sjahdeini, tujuan kepailitan antara lain : 1. Melindungi para Kreditor Konkuren.

  2. Menjamin pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditornya.

  3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor.

  4. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan

  21 perusahaan insolvensi.

  Lembaga Kepailitan ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga alternatif untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor terhadap kreditor secara lebih efektif, efisien, dan proporsional. Mengapa lembaga kepailitan ini dibutuhkan dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor terhadap para kreditor M. Hadi Shubhan mengatakan bahwa : 20 J. Djohansah, Pengadilan Niaga Di Dalam Penyelesaian Utang Melalui Pailit, (Bandung: Alumni, 2001), hlm.23. 21 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami, Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998 , (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm.38-40.

  “Dalam hal debitor mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor, maka para kreditor akan berlomba dengan segala cara, baik yang sesuai dengan prosedur hukum maupun yang tidak sesuai dengan prosedur hukum, untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditor yang datang belakangan sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitor sudah habis diambil oleh kreditor yang lebih dahulu. Hal ini sangat tidak adil dan merugikan baik kreditor maupun debitor sendiri. Berdasarkan alasan tersebut, timbullah lembaga kepailitan yang mengatur tata cara yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para

  22

  kreditor.” Penelitian pelunasan utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga didasarkan kepada tanggung jawab hukum debitor terhadap pelunasan utang- utangnya kepada kreditor pemegang hak tanggungan. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri-ciri dari hak tanggungan bahwa hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan (droit de preference) dimana apabila debitor cidera janji/wanprestasi, maka kreditor pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek jaminan melalui lelang dan mengambil pelunasan piutangnya, dengan hak mendahului dari

  23 kreditor lainnya.

  Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, hal ini berarti bahwa semua perjanjian yang dibuat menurut hukum atau secara sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, adalah mengikat

  24

  sebagai undang-undang terhadap para pihak. Menurut ahli-ahli Hukum Perdata, 22 23 M. Hadi Shubhan, Op.Cit., hlm.4.

  Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2010), hlm.336. 24 Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Dalam Rangka Menyambut Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun , (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.82. debitor yang tidak memenuhi kewajibannya dihukum untuk membayar ganti rugi,

  25 biaya dan bunga kepada kreditor.

  Setiap debitor mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditor, dalam bahasa asing kewajiban itu disebut Schuld. Di samping itu, seorang debitor juga memiliki kewajiban lain yaitu guna pelunasan utang, debitor kewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor, apabila

  26 debitor tidak memenuhi kewajiban membayar utang kepada kreditor.

  Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan bahwa walaupun debitor berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang memiliki kedudukan mandiri dan tanggung jawab terbatas namun penggunaan objek jaminan milik organ perseroan terbatas sebagai jaminan utang dimungkinkan dalam ketentuan perundang-undangan.

  Masalah timbul ketika perseroan terbatas tersebut dipailitkan. Pemasukkan benda jaminan milik pihak ketiga ke dalam harta boedel pailit bertentangan dengan teori dan ajaran badan hukum perseroan terbatas yang secara tegas memisahkan harta yang dimiliki sendiri dan dipisahkan dari kekayaan para pemilik dan pengurus perseroan.

  Namun demikian berdasarkan teori tanggung jawab hukum, maka pihak ketiga pemilik objek jaminan tidak dapat menolak harta kekayaannya yang dijadikan objek jaminan utang perseroan terbatas untuk dimasukkan dalam boedel pailit dan dijual lelang dalam upaya penyelesaian utang perseroan terbatas.

  25 26 Ibid ., hlm.13.

  Ibid. , hlm.8.

2. Konsepsi

  Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

  27 digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.

  Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,

  28 keadaan, kelompok atau individu tertentu.

  Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

  a. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul

  

29

karena perjanjian atau Undang-Undang.

  b. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-

  30 Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

  c. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-

  31 Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Debitor 27 28 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.31. 29 Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm.19.

  Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 6 30 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 2 31 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 3 dimaksud dalam hal ini adalah debitor pailit yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas.

  d. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan undang-undang perseroan terbatas serta peraturan pelaksanaannya.

  32

  e. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi.

  33

  f. Hak Tanggungan adalah suatu lembaga hak jaminan, dimana objek yang menjadi jaminan suatu utang adalah benda yang berupa tanah.

  34

  g. Objek jaminan adalah hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan.

  35

  h. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

  36

  32 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 1. 33 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 11 34 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm.59. 35 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Penjelasan Umum angka 5 36 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 1

  i. Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak

37 Tanggungan.

  j. Milik adalah kepunyaan atau hak seseorang. k. Pihak Ketiga adalah pihak lain sebagai pemilik yang sah dari objek jaminan yang dijaminkan oleh debitor pailit. l. Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang

  38 berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

  Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat

  39 untuk menjawab permasalahan.

  Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai penyelesaian utang debitor pailit yang 37 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

  Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Pasal 8 ayat (1) 38 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Pasal 9 39 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hlm.101.

  objek jaminannya milik pihak ketiga, sehingga dapat diperoleh penjelasan bagaimana latarbelakang penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga dan proses penyelesaian utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga, dan sebagai hasilnya diharapkan dapat menjelaskan bagaimana kendala dan penyelesaian objek jaminan milik pihak ketiga dalam kepailitan debitor tersebut.

  Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis

  40

  atau bahan hukum yang lain. Meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah

  41

  serta dapat menganalisis permasalahan yang dibahas, serta menjawab pertanyaan sesuai permasalahan-permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu penyelesaian utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

2. Sumber Data/ Bahan Hukum

  Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk menghimpun data sekunder, maka dibutuhkan bahan pustaka yang merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 40 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Semarang: PT. Ghalia Indonesia, 1996), hlm.13. 41 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), hlm.13.

  42 a). Bahan hukum primer.

  Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta peraturan pelaksanaannya, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan perkara kepailitan dan objek jaminan berupa tanah.

  43 b). Bahan hukum sekunder.

  Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil- hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumen- dokumen lain yang berkaitan dengan penyelesaian utang perseroan terbatas yang dinyatakan pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

  44 c). Bahan hukum tertier.

  Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. 42 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm.53. 43 44 Ibid .

  Ibid . Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber.

3. Teknik Pengumpulan Data

  Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan (Library Research).

  Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi- konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

  b. Wawancara.

  Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber yang dianggap mengetahui permasalahan yang berkaitan dengan penyelesaian utang perseroan terbatas yang dinyatakan pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga yaitu Kurator Swasta dan Kurator BHP di Kota Medan, dan pihak yang mewakili debitor berupa badan hukum PT yang menggunakan objek jaminan milik pihak ketiga, serta pihak Bank Bukopin Cabang Medan yang biasa bertindak sebagai kreditor sehingga dianggap mengetahui secara detail prosedur dan peraturan di bidang perkreditan terkait penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga.

  Alat yang digunakan dalam wawancara yaitu menggunakan pedoman wawancara bebas sehingga data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan lebih mendalam sehingga dapat dijadikan bahan guna menjawab permasalahan dalam tesis ini.

4. Analisis Data

  Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun

  45

  penuh dengan variasi (keragaman). Dalam praktek kepailitan terdapat implikasi yuridis yang berbeda antara kepailitan subjek hukum orang dengan kepailitan badan hukum PT walaupun sistem kepailitan di Indonesia tidak membedakannya secara substantif. Selain itu, walaupun pada asasnya pihak ketiga yang menyerahkan barangnya sebagai jaminan utang debitor kepada kreditor bertanggung jawab atas utang debitor sebesar nilai objek jaminan tersebut, namun terhadap debitor pailit berbentuk badan hukum PT yang menggunakan objek jaminan milik pihak ketiga menyebabkan pemasukan objek jaminan milik pihak ketiga tersebut ke dalam boedel pailit, di mana hal itu bertentangan dengan teori dan ajaran badan hukum PT yang secara tegas memisahkan harta yang dimiliki sendiri dan dipisahkan dari kekayaan

45 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi , (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm.53.

  para pendiri dan pengurus perseroan terkait kedudukan mandiri dan tanggung jawab terbatas dari badan hukum PT.

  Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke

  46

  dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan dan pengelompokan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan ataupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

  Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah penyelesaian utang perseroan terbatas yang dinyatakan pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

  Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi

46 Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.103.

  47

  untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.