Penyelesaian Utang Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit Yang Objek Jaminannya Milik Pihak Ketiga

(1)

TESIS

Oleh

MAHYANI

117011153/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAHYANI

117011153/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum.

2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 3. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn


(5)

Nama : MAHYANI

Nim : 117011153

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PENYELESAIAN UTANG PERSEROAN TERBATAS

YANG DINYATAKAN PAILIT YANG OBJEK

JAMINANNYA MILIK PIHAK KETIGA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :MAHYANI


(6)

karena PT memiliki kedudukan mandiri dan memiliki tanggung jawab yang terpisah dari organ-organ perseroan. Penggunaan objek jaminan milik organ perseroan tersebut menimbulkan tumpang tindihnya tanggung jawab PT dengan masing-masing organ perseroan. Sehingga perlu dikaji mengenai latar belakang penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga sebagai jaminan utang debitor, penyelesaian kredit bermasalah dari perseroan terbatas pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga, serta kendala-kendala dalam penyelesaian utang perseroan terbatas pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier serta didukung hasil wawancara. Data diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode deduktif.

Latar belakang penggunaan jaminan milik pihak ketiga sebagai jaminan utang debitor berbentuk perseroan terbatas disebabkan karena bermunculannya badan usaha PT yang sebenarnya merupakan usaha perseorangan yang tujuan awalnya memang diperuntukkan guna mengambil manfaat atas karakteristik PT yang akhirnya menyebabkan banyaknya harta pribadi dari pemegang saham yang dianggap sebagai asset dari PT, tanpa adanya upaya formal untuk menegaskan status dari harta kekayaan yang dimasukkan sebagai asset PT tersebut selain itu apabilaassettersebut berbentuk hak atas tanah dengan Hak Milik kemudian akan dibalik nama ke atas nama PT akan menimbulkan konsekuensi penurunan status hak atas tanah tersebut yang dianggap para pihak lebih memiliki keterbatasan dalam hal jangka waktu dan nilai ekonomisnya. Proses penyelesaian utang debitor pailit apabila objek jaminannya milik pihak ketiga pada dasarnya sama dengan penyelesaian utang debitor pailit yang objeknya milik debitor sendiri yaitu setelah tindakan pengurusan boedel pailit, selanjutnya kurator akan melakukan pemberesan harta pailit. Kendala-kendala dalam penyelesaian utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga, adalah adanya gugatan perlawanan dari pemberi hak jaminan dengan alasan keberatan atas surat paksa, tanahnya telah disewakan sebelum dijaminkan, barang jaminan merupakan harta gono-gini, atau harga lelang terlalu rendah, sulit mencari pembeli lelang dan peminat pembeli lelang sedikit.


(7)

independent position and has responsibility which is separated from its organs. The use of collateral owned by its organs has caused overlapping responsibility of the corporation and its organs. Therefore, it is necessary to study the background of the use of collateral owned by the third party for guarantee the debtor’s debt, the paying off non-performing credit, bankrupt corporation whose collateral owned by the third party, and obstacles in solving bankrupt corporation’s credit in which the collateral owned by the third party.

The research used judicial normative with descriptive analysis approach. The secondary data consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials, supported by interviews. The data were processed, analyzed, and interpreted logically and systematically by using deductive method.

The use of collateral owned by the third party as the guarantee for a corporation’s debt is caused by the existence of corporations owned by individuals. The initial purpose is to get benefit from the characteristics of a corporation which will eventually cause a lot of personal wealth of the shareholders to be considered as the corporation’s assets. It seems that there is no formal effort to confirm the status of the corporation’s assets. Besides that, when the assets are the land rights in the form of ownership and are transferred title to the corporation, it will cause the consequence of lowering the value of the land since it is considered that it has limitation in its period and in its economical value. The process of debt the debt of a bankrupt debtor when the collateral is owned by the third party is basically similar to that when it is owned by the debtor himself; that is, by using bankruptcy boedel, followed by the management by the curator for the bankrupted property. The obstacles in paying off debt by bankrupt debtor in which the collateral is owned by the third party are the claim from the giver of collateral who complains about the warrant, the land has been pawned before it becomes collateral, the collateral is joint property or the action price is too low, difficulty in finding auction buyer, and the auction buyer is not interested in buying it.


(8)

persyaratan untuk memperolah gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara Medan. Didalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih judul : “Penyelesaian Utang Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit Yang Objek Jaminannya Milik Pihak Ketiga”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pedoman di masa yang akan datang.

Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya secara khusus kepadaBapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum., serta

Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum., masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberi masukkan dan bimbingan kepada penulis selama dalam penulisan tesis ini dan kepada Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn., dan Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum., selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritikan, saran serta masukan dalam penulisan tesis ini.


(9)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., Selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., MHum., Selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada ayahanda Muhammad dan Ibunda Nuraini, yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik ananda dengan penuh kasih sayang, serta Istri tercinta, Susi Aryani, yang selalu mendukung dan memberikan dukungan moril serta semangat, sehingga abang selaku penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Serta terima kasih kepada anak-anakku tersayang,Raisa La Tanza Qafka, Azzumar Azza Akbar, Ghianna La Tanza Firqah,atas segala dorongan serta semangat yang telah diberikan kepada papa selaku penulis selama ini.


(10)

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang terus memberikan motivasi, semangat dan kerjasama dan diskusi, membantu dan memberikan pemikiran kritik dan saran dari awal masuk di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sampai saat penulis menyusun tesis ini.

Saya berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah. Akhirnya, semoga tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.

Medan, Januari 2014 Penulis


(11)

dengan SUSI ARYANI pada tanggal 14 Februari 1998, dan telah dikarunia anak, RAISA LA TANZA QAFKA (20 Nopember 1998), AZZUMAR AZZA AKBAR (03 Februari 2000) dan GHIANNA LA TANZA FIRQAH (17 Juli 2003).

Menyelesaikan pendidikan pada Madrasah Ibtidayyah Negeri (MIN) Pulo Kiton Bireuen pada tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri-1 Bireuen pada tahun 1982, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri-1 Bireuen pada tahun 1985. Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan menyelesaikan perkuliahan pada Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Medan pada tahun 1991, menyelesaikan pendidikan spesialisasi pada Kenoktariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan pada tahun 2002.

Menjalankan karir pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Cabang Balai Kota Medan, sejak 1990 s/d 1998, sebagai Kepala Bagian Umum, Kepala Bagian Credit dan Hukum serta Account Officer, bergabung dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Wilayah Sumbagut, Centre Medan, sejak 1998 s/d 2004 sebagai Kepala Bagian Hukum Komersial, dan bergabung dengan Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Wilayah Sumbagut, Kantor Cabang Medan sejak 2004 s/d 2009 sebagai Kepala Kantor Cabang, Selanjutnya menjalankan profesi sebagai Notaris/PPAT Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

Disamping pekerjaan rutin, penulis sempat menjalankan tugas sebagai pengajar pada Institut Bina Bisnis Indonesia (IBBI) Medan, sejak 1996 s/d 1999, pada Institut Bisnis & management (IBIMA) Medan, sejak 1998 s/d 2001, pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, sejak 1995 s/d 2005.

Penulis aktif di beberapa keorganisasian, Sejak masa muda pernah menjabat selaku Ketua OSIS SMA Negeri-1 Bireuen 1983 s/d 1984, Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Hukum UISU Medan 1986 s/d 1988, Sekretaris Umum Pelajar Islam Indonesia (PII) Kabupaten Bireuen 1983 s/d 1986, Sekretaris Pengurus Wilayah Dewan Pres Mahasiswa (DPM) Sumatera Utara 1985 s/d 1987, Pengurus Wilayah Ikatan Pembaca Buku Indonesia (IPBI) Sumatera Utara 1988 s/d 1989, Pengurus Wilayah Partai Amanat Indonesia (PAN) Sumatera Utara 2000 s/d 2010, Aktif juga di organisasi kedaerahan dan sekarang selaku Sekretaris Umum Fokum Masyarakat Kabupaten Bireuen (FKMB) dan juga Pengurus Aceh Sepakat serta Sekretaris Umum Aceh Business Community (ABICOM).


(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian ... 19

1. Sifat Dan Jenis Penelitian ... 19

2. Sumber Data/ Bahan Hukum ... 20

3. Teknik Pengumpulan Data ... 22

4. Analisis Data ... 23

BAB II PENGGUNAAN OBJEK JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA SEBAGAI JAMINAN UTANG DEBITOR ... 26

A. Ketentuan Mengenai Perjanjian Kredit ... 26

1. Syarat Sah Perjanjian Kredit ... 26


(13)

3. Jaminan Kebendaan ... 38

C. Latar Belakang Pemanfaatan Objek Jaminan Milik Pihak Ketiga Sebagai Jaminan Utang Debitor ... 50

BAB III PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DARI PERSEROAN TERBATAS PAILIT YANG OBJEK JAMINANNYA MILIK PIHAK KETIGA ... 58

A. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Restrukturisasi Utang ... 58

1. Pengertian Kredit Bermasalah ... 58

2. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Restrukturisasi Utang ... 62

B. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Lembaga Kepailitan 72 1. Pengertian dan Syarat-Syarat Pailit ... 72

2. Prosedur Permohonan Pailit ... 74

3. Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit ... 75

4. Pemberesan Harta Pailit ... 77

C. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Eksekusi Objek Jaminan ... 82

1. Pengertian Eksekusi Objek Jaminan ... 82

2. Kedudukan Kreditor Yang Dijamin Dengan Lembaga Jaminan ... 85

3. Eksekusi Objek Jaminan Dalam Hal Debitor Pailit ... 87

D. Kepailitan Perseroan Terbatas ... 92

1. Kemandirian Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum 92 2. Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas ... 93


(14)

E. Penyelesaian Kredit Bermasalah dari Perseroan Terbatas Pailit

Yang Objek Jaminannya Milik Pihak ketiga ... 107

BAB IV KENDALA-KENDALA DALAM PENYELESAIAN UTANG PERSEROAN TERBATAS PAILIT YANG OBJEK JAMINANNYA MILIK PIHAK KETIGA ... 112

A. Terjadinya Perlawanan Pihak Ketiga, Objek Jaminan Dalam Status Sengketa atau Milik Orang Lain ... 112

B. Terbatasnya Dana Untuk Biaya Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit ... 117

C. Debitor Pailit Tidak Koorperatif ... 118

D. Debitor Pailit Menyembunyikan Asetnya Sebelum Putusan Pernyataan Pailt ... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Saran ... 123


(15)

3. Affirmative covenants = klausula yang memuat kesanggupan debitor untuk melakukan sesuatu hal demi kepentingan kreditor.

4. Akkoord= kesepakatan damai.

5. Anglo Saxon = sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya.

6. Appraisal= juru taksir. 7. Avalist= penjamin. 8. Bedrog= unsur penipuan.

9. Bevoegheid= aspek kewenangan. 10.Boedel= harta kekayaan.

11.Civil Law system = adalah sistem hukum yang awalnya berkembang di dataran Eropah, yang menekankan pada penggunaan aturan-aturan hukum yang sifatnya tertulis.

12.Collateral= agunan.

13.Conflict interest= konflik kepentingan.

14.Daden van beheer er daden van eigendom= tindakan pengurusan dan pemilikan. 15.Droit de preference= kedudukan yang lebih diutamakan.

16.Droit de suite= hak kebendaan yang mengikuti benda dimanapun benda tersebut berada.

17.Dwang = unsur paksaan. 18.Dwaling= unsur kekhilafan.

19.Duty of skill and care = prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi dalam menjalankan kegiatan perseroan.

20.Economic value= nilai ekonomi. 21.Equal= seimbang.

22.Event of default = hal-hal yang bilamana terjadi (atau syarat tertentu yang bilamana tidak dipenuhi), menyebabkan debitornya dinyatakan tidak memenuhi


(16)

24.Faillieten boedel= harta pailit.

25.Fair and reasonableness= layak dan patut.

26.Fiduciary duty = prinsip kepercayaan yang diberikan perseroan kepada direktur perseroan.

27.Full responsibility= dengan penuh tanggung jawab.

28.Grosse akta = salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala akta “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial.

29.Imateriel= jaminan dengan benda tidak berwujud. 30.In good faith= dengan itikad baik.

31.Insolvent = suatu keadaan di mana seorang debitor tidak lagi mempunyai kemampuan finansial untuk membayar utang-utangnya kepada sebagian besar kreditornya, dan apabila dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, atau rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

32.Jus in rem= hak atas suatu benda.

33.Jus in personam= hak yang menuntut orang lain atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain.

34.Kreditor konkuren = kreditor-kreditor yang tidak mempunyai hak yang didahulukan dan mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu sama lainnya.

35.Kreditor preferen= kreditor yang mempunyai hak didahulukan/diutamakan. 36.Kualitatif= secara kualitas.

37.Kuantitatif= secara jumlah. 38.Legal Right= hak hukum. 39.Litigasi= peradilan.

40.Marketable= apabila jaminan kredit tersebut harus, perlu, dan dapat dieksekusi, jaminan tersebut dapat dengan mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi utang debitor.


(17)

tidak melakukan sesuatu hal selama masa perjanjian kredit. 45.Non-performing loan= kredit macet.

46.Novasi= pembaharuan utang.

47.On going concern= melanjutkan usaha debitor. 48.One man business= usaha perorangan.

49.Onderwerp Object = prestasi dan kontra prestasi, memberi, berbuat dan tidak berbuat sesuatu.

50.Onrechtmatige daad= perbuatan yang melanggar hukum.

51.Opeisbaarheid clause = klausula yang mengharuskan seorang debitor untuk melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus.

52.Outstanding credit = Baki Debet/saldo debet dari fasilitas kredit yang telah ditarik oleh debitor.

53.Pacta Sunt Servanda= asas daya mengikat kontrak.

54.Paritas Creditorium= seluruh harta kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi jaminan seluruh utangnya.

55.Pari Passu Prorata Parte = seluruh harta kekayaan debitor tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditornya dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional di antara kreditor, tanpa ada yang didahulukan kecuali jika di antara kreditor itu ada yang harus didahulukan menurut undang-undang dalam penerimaan pembayaran tagihannya.

56.Partij verzet= perlawanan pihak.

57.Persona standy in judicio = kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya.

58.Persoonlijke aandeelhoudersrechten = hak yang berkaitan dengan kepemilikan perorangan.

59.Privilege= kedudukan yang istimewa.

60.Privity of Contract = asas kepribadian/pihak ketiga atau pihak di luar perjanjian tidak dapat ikut menuntut suatu hak berdasarkan perjanjian tersebut.


(18)

64.Rescheduling= penjadwalan kembali pembayaran kredit.

65.Restrictive clauses = klausula yang mewajibkan debitor selama masa berlakunya perjanjian kredit, tidak melakukan suatu tindakan tertentu.

66.Schuld= kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditor.

67.Secured = jaminan kredit tersebut dapat diadakan pengikatannya secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 68.Set off= pengimpasan pinjaman.

69.Stay = lembaga penangguhan/hak untuk mengeksekusi hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan ditangguhkan pelaksanaannya selama 90 hari sejak putusan pernyataan pailit.

70.Strictly well regulated= yang sangat diatur/sangat teratur.

71.Ten uitvoer legging van vonnisen= menjalankan putusan pengadilan.

72.The five C of credit analysis = prinsip 5 C’s, yang meliputi, penilaian watak (character), penilaian kemampuan (capacity), penilaian terhadap modal (capital), penilaian terhadap agunan (collateral), penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitor (condition of economy).

73.Trigger clause = syarat batal/ syarat yang apabila dipenuhi akan menghentikan perikatan.

74.Ultra Vires = perbuatan yang merupakan perbuatan di luar kewenangan dari pembatasan-pembatasan kewenangan direksi perseroan.

75.Unforecasted variable= faktor yang sulit diprediksi. 76.Verification= rapat pencocokan utang.

77.Vermogensrechts =hukum harta kekayaan. 78.Vrijwilig, Voluntary= secara sukarela.

79.Zaakwaarneming = perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.


(19)

3. BUPLN = Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. 4. BW =Burgelijk Wetboek.

5. DIR = Direktur.

6. FV =Faillsement Verordening.

7. HIR =Het Herziene Indonesische Reglement. 8. HM = Hak Milik.

9. HGU = Hak Guna Usaha. 10. HGB = Hak Guna Bangunan. 11. HT = Hak Tanggungan. 12.Jo.=Juncto.

13. KEP = Keputusan.

14. Kepres = Keputusan Presiden.

15. KPKNL = Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. 16. KUHD = Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

17. KUHPerdata = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 18. LN = Lembaran Negara.

19. MA = Mahkamah Agung.

20. NBW =Nieuw Burgelijk Wetboek. 21. NIM = Nomor Induk Mahasiswa. 22. No. = Nomor.

23. Perpu = Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. 24. PPAT = Pejabat Pembuat Akta Tanah.

25. PUPN = Panitia Urusan Piutang Negara. 26. PT. = Perseroan Terbatas.


(20)

32. Stb. =Staatsblad. 33. Tbk = Terbuka.

34. USU = Universitas Sumatera Utara. 35. UU = Undang-Undang.

36. UUKPKPU = Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

37. UUHT = Undang-Undang Hak Tanggungan. 38. UUPA = Undang-Undang Pokok Agraria. 39. UU Perkawinan = Undang-Undang Perkawinan. 40. UUPT = Undang-Undang Perseroan Terbatas.


(21)

karena PT memiliki kedudukan mandiri dan memiliki tanggung jawab yang terpisah dari organ-organ perseroan. Penggunaan objek jaminan milik organ perseroan tersebut menimbulkan tumpang tindihnya tanggung jawab PT dengan masing-masing organ perseroan. Sehingga perlu dikaji mengenai latar belakang penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga sebagai jaminan utang debitor, penyelesaian kredit bermasalah dari perseroan terbatas pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga, serta kendala-kendala dalam penyelesaian utang perseroan terbatas pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier serta didukung hasil wawancara. Data diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode deduktif.

Latar belakang penggunaan jaminan milik pihak ketiga sebagai jaminan utang debitor berbentuk perseroan terbatas disebabkan karena bermunculannya badan usaha PT yang sebenarnya merupakan usaha perseorangan yang tujuan awalnya memang diperuntukkan guna mengambil manfaat atas karakteristik PT yang akhirnya menyebabkan banyaknya harta pribadi dari pemegang saham yang dianggap sebagai asset dari PT, tanpa adanya upaya formal untuk menegaskan status dari harta kekayaan yang dimasukkan sebagai asset PT tersebut selain itu apabilaassettersebut berbentuk hak atas tanah dengan Hak Milik kemudian akan dibalik nama ke atas nama PT akan menimbulkan konsekuensi penurunan status hak atas tanah tersebut yang dianggap para pihak lebih memiliki keterbatasan dalam hal jangka waktu dan nilai ekonomisnya. Proses penyelesaian utang debitor pailit apabila objek jaminannya milik pihak ketiga pada dasarnya sama dengan penyelesaian utang debitor pailit yang objeknya milik debitor sendiri yaitu setelah tindakan pengurusan boedel pailit, selanjutnya kurator akan melakukan pemberesan harta pailit. Kendala-kendala dalam penyelesaian utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga, adalah adanya gugatan perlawanan dari pemberi hak jaminan dengan alasan keberatan atas surat paksa, tanahnya telah disewakan sebelum dijaminkan, barang jaminan merupakan harta gono-gini, atau harga lelang terlalu rendah, sulit mencari pembeli lelang dan peminat pembeli lelang sedikit.


(22)

independent position and has responsibility which is separated from its organs. The use of collateral owned by its organs has caused overlapping responsibility of the corporation and its organs. Therefore, it is necessary to study the background of the use of collateral owned by the third party for guarantee the debtor’s debt, the paying off non-performing credit, bankrupt corporation whose collateral owned by the third party, and obstacles in solving bankrupt corporation’s credit in which the collateral owned by the third party.

The research used judicial normative with descriptive analysis approach. The secondary data consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials, supported by interviews. The data were processed, analyzed, and interpreted logically and systematically by using deductive method.

The use of collateral owned by the third party as the guarantee for a corporation’s debt is caused by the existence of corporations owned by individuals. The initial purpose is to get benefit from the characteristics of a corporation which will eventually cause a lot of personal wealth of the shareholders to be considered as the corporation’s assets. It seems that there is no formal effort to confirm the status of the corporation’s assets. Besides that, when the assets are the land rights in the form of ownership and are transferred title to the corporation, it will cause the consequence of lowering the value of the land since it is considered that it has limitation in its period and in its economical value. The process of debt the debt of a bankrupt debtor when the collateral is owned by the third party is basically similar to that when it is owned by the debtor himself; that is, by using bankruptcy boedel, followed by the management by the curator for the bankrupted property. The obstacles in paying off debt by bankrupt debtor in which the collateral is owned by the third party are the claim from the giver of collateral who complains about the warrant, the land has been pawned before it becomes collateral, the collateral is joint property or the action price is too low, difficulty in finding auction buyer, and the auction buyer is not interested in buying it.


(23)

A. Latar Belakang

Dalam sistem kepailitan yang berlaku di Indonesia, tidak membedakan secara substantif antara kepailitan atas subjek hukum orang (natuurlijke persoon) dengan kepailitan atas subjek hukum badan hukum (rechtspersoon).1 Hal tersebut sangat disayangkan mengingat penyelesaian kepailitan bagi suatu pihak partikulir, yang mempunyai pekerjaan tetap atau tunjangan yang nilainya tidak lebih besar dari perlengkapan rumah tangga, akan sangat berbeda dengan penyelesaian kepailitan bagi perusahaan besar yang dijalankan secara seragam dan dalam struktur kelompok yuridis dimana kepentingan-kepentingan finansialnya lebih besar dan problem-problemnya seringkali lebih rumit.2 Di samping dalam praktik, kepailitan lebih banyak menimpa perseroan terbatas, terdapat juga implikasi yuridis atas kepailitan perseroan terbatas yang berbeda dengan kepailitan orang-manusia kendatipun rezim hukum yang berlaku sama.3

Pentingnya pengkajian terhadap kepailitan perseroan terbatas, di samping untuk kepentingan para pelaku bisnis itu sendiri, juga ada kaitannya dengan pengaruh ekonomi makro, bahwa pelaku bisnis dalam skala besar hampir dapat dipastikan

1M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik diPeradilan, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.12.

2Sunarmi,Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia Edisi 2, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hlm. 6


(24)

adalah badan hukum perseroan terbatas, maka jika perseroan terbatas mengalami kendala dalam kiprahnya, akan berdampak tidak baik terhadap perekonomian karena akan menjadi beban dari sistem ekonomi itu sendiri.4 Pemilihan badan hukum perseroan terbatas (PT) oleh para pelaku bisnis untuk menjalankan roda bisnisnya antara lain karena karakteristik pertanggung-jawaban terbatas dari PT, manakala dilakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama PT, maka dipandang sebagai perbuatan PT itu sendiri, bukan sebagai perbuatan orang-orang yang menjalankan perbuatan yang bersangkutan, sebagai konsekuensinya segala akibat dan utang yang timbul dari perbuatan tersebut harus ditanggung oleh PT itu sendiri, yaitu dengan harta kekayaan PT yang bersangkutan, bukan dari harta kekayaan pribadi yang melakukan perbuatan, sekalipun yang melakukan perbuatan adalah pemegang saham PT.5

Dalam menjalankan usahanya, suatu PT tidak akan terlepas dari utang-piutang, kecenderungan yang ada menunjukkan proporsi perusahaan yang mempergunakan pinjaman dari pihak ketiga atau modal dari luar perusahaan semakin besar. Salah satu motif utama suatu badan usaha memakai modal dari pihak ketiga adalah keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, sedang bagi pihak kreditor atau pemberi pinjaman salah satu motif utamanya adalah keinginan

4Ibid,hlm.14-15.

5Rudhi Prasetya,Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm.50.


(25)

untuk memperoleh balas jasa atas pemberian pinjaman tersebut, misalnya berupa bunga.6

Modal dari pihak ketiga ini salah satunya adalah berasal dari lembaga perbankan, penjanjian pinjam meminjam ini akan dituangkan dalam perjanjian kredit yang diikuti dengan pengikatan jaminan kredit. Sebagaimana lazimnya suatu perjanjian, setidak-tidaknya terdapat dua pihak yang terikat oleh hubungan hukum itu, yaitu kreditor dan debitor. Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban, yaitu prestasi dan kontra prestasi, memberi, berbuat dan tidak berbuat, atau oleh Undang-Undang disebut dengan istilah “Onderwerp object”.7

Dalam pelaksanaannya tidak selalu perjanjian tersebut dapat berjalan sebagaimana diharapkan. Adakalanya terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Untuk menyelesaikan permasalahan utang piutang tersebut biasanya pihak kreditor mengambil langkah-langkah sebagai upaya agar kredit macet yang terjadi dapat ditanggulangi. Apabila langkah-langkah penyelesaian kredit macet tersebut tidak bisa dilaksanakan, maka upaya pihak kreditor adalah melakukan haknya sebagai kreditor pemegang hak jaminan kebendaan, yakni dengan melelang objek jaminan atau mempailitkan debitor.

6 Rudhi A. Lontoh, ed., Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran utang,(Bandung: Alumni, 2001), hlm.203-204.

7Zainal Asikin, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Di Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994), hlm.21.


(26)

Kepailitan merupakan jalan keluar untuk proses pendistribusian harta kekayaan debitor yang nantinya merupakan boedel pailit secara pasti dan adil.8 Penggunaan hukum kepailitan merupakan tindakan hukum yang terakhir yang dapat dilakukan apabila langkah-langkah yang berupa perdamaian ataupun restrukturisasi utang ternyata telah gagal untuk dilaksanakan.

Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdata sebagai realisasi 2 (dua) asas pokok yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata.9 Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan bahwa:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.”

Dari dua ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata tersebut di atas, ditegaskan bahwa debitor diwajibkan untuk membayar kewajiban utangnya dengan seluruh harta kekayaan yang dimilikinya, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Debitor dipaksa untuk memenuhi prestasinya kepada kreditor, apabila debitor lalai sehingga terjadi wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya menjadi jaminan seluruh

8Sunarmi,Op.cit., hlm.19. 9Ibid., hlm.20.


(27)

utangnya (prinsip paritas creditorium).10 Jika debitor memiliki kewajiban utang kepada lebih dari satu kreditor maka seluruh harta kekayaan debitor tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditornya dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional di antara kreditor, tanpa ada yang didahulukan kecuali jika di antara kreditor itu ada yang harus didahulukan menurut undang-undang dalam penerimaan pembayaran tagihannya (prinsippari passu prorata parte).11

Setiap debitor mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditor, dalam bahasa asing kewajiban itu disebut Schuld. Di samping itu, seorang debitor juga memiliki kewajiban lain yaitu guna pelunasan utangnya, debitor berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor, apabila debitor tidak memenuhi kewajiban membayar utang kepada kreditor.12

Secara umum orang memberikan jaminan atas utangnya dengan menggunakan tanah miliknya sendiri, namun dalam praktek kadangkala pihak ketiga menjaminkan tanahnya untuk jaminan utang debitor. Jika pihak ketiga menyerahkan barangnya untuk dipergunakan sebagai jaminan utang oleh debitor kepada kreditor, maka walaupun dalam hal ini pihak ketiga tidak mempunyai utang kepada kreditor, akan tetapi ia bertanggung jawab atas utang debitor dengan barang yang dipakai sebagai jaminan.13 Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Hak Tanggungan tidak disebutkan objek Hak Tanggungan tersebut dimiliki oleh siapa, sehingga dengan

10Ibid.

11M. Hadi Shubhan,Op.Cit., hlm.69-71. 12Ibid., hlm.8.


(28)

demikian penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga dalam lembaga Hak Tanggungan adalah diperbolehkan.

Demikian juga dalam ketentuan Undang-Undang Kepailitan tidak diatur mengenai tanggung jawab pihak ketiga pemberi jaminan kebendaan dalam hal debitor dinyatakan pailit. Lebih lanjut mengenai sejauhmana tanggung jawab pihak ketiga terhadap jaminan kebendaan yang dijadikan jaminan utang debitor juga tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Kepailitan.

Penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga dalam pelaksanaan kegiatan usaha yang melibatkan suatu badan hukum berbentuk perseroan terbatas menimbulkan permasalahan tersendiri terkait dengan kedudukan mandiri dan tanggung jawab terbatas yang dimiliki oleh perseroan terbatas dimana harta kekayaan perseroan terbatas telah dipisahkan dari harta kekayaan para pendirinya, sehingga dengan demikian segala tindakan organ perseroan terbatas selama tetap berpedoman pada anggaran dasar dan rumah tangga perseroan merupakan tanggung jawab perseroan terbatas itu sendiri bukan merupakan tanggung jawab direksi maupun komisaris perseroan, oleh karena itu penggunaan objek jaminan milik direktur maupun komisaris guna menjamin utang perseroan menimbulkan akibat tumpang-tindihnya tanggung jawab perseroan dengan masing-masing organ perseroan.

Hal tersebut karena perseroan terbatas memiliki kedudukan mandiri dan memiliki tanggung jawab yang terpisah dari organ-organ perseroan, namun di sisi lain dengan penggunaan objek jaminan milik organ perseroan yang digunakan guna menjamin utang perseroan terbatas akan menyebabkan organ perseroan tersebut


(29)

menjadi ikut bertanggung jawab terhadap utang perseroan sebesar nilai objek jaminan yang dijadikan jaminan utang perseroan terbatas.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai perlunasan utang debitor pailit yang akan dituangkan ke dalam judul tesis “Penyelesaian Utang Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit Yang Objek Jaminannya Milik Pihak Ketiga”.

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah: 1. Apa yang menjadi latar belakang penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga

sebagai jaminan utang debitor?

2. Bagaimana penyelesaian kredit bermasalah dari perseroan terbatas pailit apabila objek jaminannya milik pihak ketiga?

3. Bagaimana kendala-kendala dalam penyelesaian utang perseroan terbatas pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga sebagai jaminan utang debitor.

2. Untuk mengetahui penyelesaian kredit bermasalah dari perseroan terbatas pailit pailit apabila objek jaminannya milik pihak ketiga.


(30)

3. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam penyelesaian utang perseroan terbatas pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur dalam penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga dalam kepailitan, selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi dasar bagi penelitian pada bidang yang sama.

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penyelesaian utang perseroan terbatas yang dinyatakan pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Penyelesaian Utang Perseroan Terbatas Yang Dinyatakan Pailit Yang Objek Jaminannya Milik Pihak Ketiga”. Akan tetapi


(31)

ada beberapa penelitian yang yang menyangkut perkara kepailitan dan lembaga Hak Tanggungan antara lain penelitian yang dilakukan oleh :

1. Saudari Herlina Sihombing (NIM. 047011029), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Kedudukan Kreditor Separatis Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dikaitkan Dengan Objek Hak Tanggungan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimanakah pengaruh kepailitan terhadap objek Hak Tanggungan dalam praktek pelaksanaan eksekusi?

b. Bagaimana Undang-Undang Kepailitan memberikan jaminan kepastian hukum terhadap pelunasan piutang kreditor separatis yang dijamin dengan Hak Tanggungan dari Debitor yang dinyatakan pailit?

2. Saudari Belinda (NIM. 077011009), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Debitor Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana ketentuan hukum pelaksanaan kepailitan kreditor terhadap debitor?

b. Bagaimana kedudukan kreditor pemegang hak tanggungan dalam keputusan kepailitan?

c. Bagaimana akibat hukum kepailitan debitor terhadap kreditor pemegang hak tanggungan dalam eksekusi hak tanggungan?


(32)

3. Saudara Zulfikar (NIM. 077011075), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Efektivitas Perlindungan Hukum Terhadap Para Kreditor Dalam Hukum Kepailitan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimanakah golongan kreditor dalam hukum kepailitan? b. Bagaimanakah kedudukan para kreditor dalam hukum kepailitan?

c. Bagaimanakah efektivitas perlindungan hukum terhadap para kreditor dalam hukum kepailitan?

4. Saudara Samanto Tarigan (NIM. 087011113), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tanggung Jawab Penjamin (Avalist) Terhadap Utang Debitor Yang Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 1436.K/Pdt.2001”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimana penjamin (avalist) tanggung jawabnya terhadap utang debitor yang merupakan perseroan terbatas yang belum mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum oleh Menteri Kehakiman bila debitor tersebut wanprestasi ?

b. Apakah yang menjadi dasar hukum pengikatan terhadap seorang penjamin (avalist) dalam perikatan pemberi jaminanaval?

c. Bagaimana kekuatan hukum perjanjian pemberian jaminan terhadap eksekusi/sita jaminan terhadap benda jaminan yang diserahkan penjamin (avalist) apabila debitor wanprestasi ?


(33)

Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.14

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.15

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum sebagaimana dikemukakan oleh Hans kelsen :

14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hlm.122.


(34)

“Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.”16

Lebih lanjut menurut Hans Kelsen, tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tetapi dalam hidup bersama ia memikul tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib, oleh karena itu dibutuhkan pedoman-pedoman yang objektif yang harus dipatuhi secara bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka setiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu.17

Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak yang dimaksud di sini adalah hak hukum (legal right). Penggunaan linguistik telah membuat dua perbedaan hak yaitujus in rem dan jus in personam. Jus in remadalah hak atas suatu benda, sedang jus in personam adalah hak yang menuntut orang lain atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain. Pembedaan ini sesungguhnya juga bersifat ideologis berdasarkan kepentingan melindungi kepemilikanprivatdalam

16Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli “General Theory of Law and State”alih bahasa Somardi, (Jakarta: Rumidi Pers, 2001), hlm.65.

17 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,(Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm.127.


(35)

hukum perdata.Jus in remtidak lain adalah hak atas perbuatan orang lain untuk tidak melakukan tindakan yang mengganggu kepemilikan.18

Suatu hak hukum menimbulkan kewajiban hukum orang lain. Kreditor memiliki suatu hak hukum untuk menuntut bahwa debitor harus membayar sejumlah uang, jika debitor diwajibkan secara hukum atau memiliki kewajiban hukum untuk membayar sejumlah uang. Sebagaimana dimaksud oleh Hans Kelsen yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie :

“Pernyataan bahwa saya memiliki hak melakukan perbuatan tertentu, mungkin hanya memiliki makna negatif, yaitu bahwa saya tidak diwajibkan untuk melakukan suatu perbuatan. Namun demikian, saya secara hukum tidak bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan jika orang lain tidak diwajibkan secara hukum membiarkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan. Kebebasan hukum saya selalu terkait dengan urusan hukum orang lain. Hak hukum saya selalu merupakan kewajiban hukum orang lain.”19

Terkait dengan teori tanggung jawab hukum, dalam suatu peristiwa hukum utang piutang antara kreditor dan debitor menimbulkan adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Pihak kreditor berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah dana untuk kepentingan debitor, pihak debitor memiliki kewajiban untuk mengembalikan sejumlah dana yang digunakannya kepada kreditor. Apabila debitor mengalami kemunduran usaha yang menyebabkannya tidak dapat mengembalikan dana yang seharusnya dikembalikan kepada kreditor maka langkah terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan lembaga kepailitan sebagai upaya terakhir penyelesaian utang-utangnya.

18 Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm.66-67.


(36)

Lembaga kepailitan sebagai upaya penyelesaian utang debitor menggunakan lembaga kepailitan ini sesuai pendapat Rudhy A. Lontoh yang dikutip oleh J. Djohansah, “Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan, dan selanjutnya seluruh harta debitor tersebut dibagikan kepada para kreditor.”20

Lembaga kepailitan merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimanakah hukum harus bertindak manakala seorang debitor tidak dapat membayar utang-utangnya dan bagaimana pertanggung-jawaban debitor tersebut dalam hubungannya dengan harta kekayaan yang masih ada atau akan dimilikinya.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, tujuan kepailitan antara lain : 1. Melindungi para Kreditor Konkuren.

2. Menjamin pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditornya. 3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat

merugikan kepentingan para kreditor.

4. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan insolvensi.21

Lembaga Kepailitan ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga alternatif untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor terhadap kreditor secara lebih efektif, efisien, dan proporsional. Mengapa lembaga kepailitan ini dibutuhkan dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor terhadap para kreditor M. Hadi Shubhan mengatakan bahwa :

20J. Djohansah,Pengadilan Niaga Di Dalam Penyelesaian Utang Melalui Pailit, (Bandung: Alumni, 2001), hlm.23.

21Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami, Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm.38-40.


(37)

“Dalam hal debitor mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor, maka para kreditor akan berlomba dengan segala cara, baik yang sesuai dengan prosedur hukum maupun yang tidak sesuai dengan prosedur hukum, untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditor yang datang belakangan sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitor sudah habis diambil oleh kreditor yang lebih dahulu. Hal ini sangat tidak adil dan merugikan baik kreditor maupun debitor sendiri. Berdasarkan alasan tersebut, timbullah lembaga kepailitan yang mengatur tata cara yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para kreditor.”22

Penelitian pelunasan utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga didasarkan kepada tanggung jawab hukum debitor terhadap pelunasan utang-utangnya kepada kreditor pemegang hak tanggungan. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri-ciri dari hak tanggungan bahwa hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan (droit de preference) dimana apabila debitor cidera janji/wanprestasi, maka kreditor pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek jaminan melalui lelang dan mengambil pelunasan piutangnya, dengan hak mendahului dari kreditor lainnya.23

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, hal ini berarti bahwa semua perjanjian yang dibuat menurut hukum atau secara sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, adalah mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak.24 Menurut ahli-ahli Hukum Perdata,

22M. Hadi Shubhan,Op.Cit., hlm.4.

23 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2010), hlm.336.

24 Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Dalam Rangka Menyambut Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.82.


(38)

debitor yang tidak memenuhi kewajibannya dihukum untuk membayar ganti rugi, biaya dan bunga kepada kreditor.25

Setiap debitor mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditor, dalam bahasa asing kewajiban itu disebut Schuld. Di samping itu, seorang debitor juga memiliki kewajiban lain yaitu guna pelunasan utang, debitor kewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor, apabila debitor tidak memenuhi kewajiban membayar utang kepada kreditor.26

Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan bahwa walaupun debitor berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang memiliki kedudukan mandiri dan tanggung jawab terbatas namun penggunaan objek jaminan milik organ perseroan terbatas sebagai jaminan utang dimungkinkan dalam ketentuan perundang-undangan. Masalah timbul ketika perseroan terbatas tersebut dipailitkan. Pemasukkan benda jaminan milik pihak ketiga ke dalam hartaboedelpailit bertentangan dengan teori dan ajaran badan hukum perseroan terbatas yang secara tegas memisahkan harta yang dimiliki sendiri dan dipisahkan dari kekayaan para pemilik dan pengurus perseroan.

Namun demikian berdasarkan teori tanggung jawab hukum, maka pihak ketiga pemilik objek jaminan tidak dapat menolak harta kekayaannya yang dijadikan objek jaminan utang perseroan terbatas untuk dimasukkan dalam boedel pailit dan dijual lelang dalam upaya penyelesaian utang perseroan terbatas.

25Ibid., hlm.13. 26Ibid., hlm.8.


(39)

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.27 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.28

Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: a. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang.29

b. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.30

c. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.31 Debitor

27

Samadi Suryabrata,Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.31. 28

Burhan Ashshofa,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm.19. 29 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 6

30 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 2

31 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 3


(40)

dimaksud dalam hal ini adalah debitor pailit yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas.

d. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan undang-undang perseroan terbatas serta peraturan pelaksanaannya.32

e. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi.33 f. Hak Tanggungan adalah suatu lembaga hak jaminan, dimana objek yang menjadi

jaminan suatu utang adalah benda yang berupa tanah.34

g. Objek jaminan adalah hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan.35

h. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.36

32Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 1.

33

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 11

34J. Satrio,Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm.59.

35Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Penjelasan Umum angka 5

36 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 1


(41)

i. Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan.37

j. Milik adalah kepunyaan atau hak seseorang.

k. Pihak Ketiga adalah pihak lain sebagai pemilik yang sah dari objek jaminan yang dijaminkan oleh debitor pailit.

l. Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.38

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.39

Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai penyelesaian utang debitor pailit yang

37Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Pasal 8 ayat (1)

38Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Pasal 9

39 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hlm.101.


(42)

objek jaminannya milik pihak ketiga, sehingga dapat diperoleh penjelasan bagaimana latarbelakang penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga dan proses penyelesaian utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga, dan sebagai hasilnya diharapkan dapat menjelaskan bagaimana kendala dan penyelesaian objek jaminan milik pihak ketiga dalam kepailitan debitor tersebut.

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.40 Meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisis permasalahan yang dibahas,41 serta menjawab pertanyaan sesuai permasalahan-permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu penyelesaian utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

2. Sumber Data/ Bahan Hukum

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk menghimpun data sekunder, maka dibutuhkan bahan pustaka yang merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

40 Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum, (Semarang: PT. Ghalia Indonesia, 1996), hlm.13.

41Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), hlm.13.


(43)

a). Bahan hukum primer.42

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta peraturan pelaksanaannya, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan perkara kepailitan dan objek jaminan berupa tanah.

b). Bahan hukum sekunder.43

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil-hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penyelesaian utang perseroan terbatas yang dinyatakan pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga.

c). Bahan hukum tertier.44

Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

42Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm.53.

43Ibid. 44Ibid.


(44)

Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (Library Research).

Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Wawancara.

Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber yang dianggap mengetahui permasalahan yang berkaitan dengan penyelesaian utang perseroan terbatas yang dinyatakan pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga yaitu Kurator Swasta dan Kurator BHP di Kota Medan, dan pihak yang mewakili debitor berupa badan hukum PT yang menggunakan objek jaminan milik pihak ketiga, serta pihak Bank Bukopin Cabang Medan yang biasa bertindak sebagai kreditor sehingga dianggap mengetahui secara detail prosedur dan peraturan di bidang perkreditan terkait penggunaan objek jaminan milik pihak ketiga.


(45)

Alat yang digunakan dalam wawancara yaitu menggunakan pedoman wawancara bebas sehingga data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan lebih mendalam sehingga dapat dijadikan bahan guna menjawab permasalahan dalam tesis ini.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).45 Dalam praktek kepailitan terdapat implikasi yuridis yang berbeda antara kepailitan subjek hukum orang dengan kepailitan badan hukum PT walaupun sistem kepailitan di Indonesia tidak membedakannya secara substantif. Selain itu, walaupun pada asasnya pihak ketiga yang menyerahkan barangnya sebagai jaminan utang debitor kepada kreditor bertanggung jawab atas utang debitor sebesar nilai objek jaminan tersebut, namun terhadap debitor pailit berbentuk badan hukum PT yang menggunakan objek jaminan milik pihak ketiga menyebabkan pemasukan objek jaminan milik pihak ketiga tersebut ke dalamboedel

pailit, di mana hal itu bertentangan dengan teori dan ajaran badan hukum PT yang secara tegas memisahkan harta yang dimiliki sendiri dan dipisahkan dari kekayaan

45Burhan Bungin,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm.53.


(46)

para pendiri dan pengurus perseroan terkait kedudukan mandiri dan tanggung jawab terbatas dari badan hukum PT.

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.46 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan dan pengelompokan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan ataupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah penyelesaian utang perseroan terbatas yang dinyatakan pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi


(47)

untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,47 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

47Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.109.


(48)

A. Ketentuan Mengenai Perjanjian Kredit 1. Syarat Sah Perjanjian Kredit

Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji akan mentaati apa yang tersebut di persetujuan itu.48Perjanjian menurut Subekti adalah “suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.49

Perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata yang mengatur tentang perikatan. Yang dimaksud dengan perikatan dalam Buku III KUHPerdata, adalah “suatu perhubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut”. Perikatan memiliki arti yang lebih luas dari perjanjian, sebab dalam Buku III KUHPerdata tersebut juga diatur perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan

48W.J.S. Poerdwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm.402.


(49)

yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming).50

Mengenai syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata adalah:51 a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan tersebut harus dinyatakan, baik secara tegas dengan mengucapkan kata atau tertulis, maupun secara diam-diam dengan suatu sikap atau dengan isyarat. Kemauan yang bebas sebagai syarat pertama suatu perjanjian yang sah tersebut dianggap tidak ada dan karenanya kesepakatan itu tidak sah mengikat apabila perjanjian tersebut terjadi oleh karena adanya unsur paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling), atau penipuan (bedrog).

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

Dalam dunia hukum, kecakapan atau cakap hukum untuk membuat perjanjian terkait dengan subjek hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari suatu standar, yaitu untuk manusia (natuurlijke persoon) diukur dari standar usia kedewasaan (meerderjarig), sedangkan untuk badan hukum (recht persoon) diukur dari aspek kewenangan (bevoegheid). Dalam ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan tidak cakap membuat

50Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), hlm.122. 51Subekti,Hukum Perjanjian, Op.cit.,hlm.17.


(50)

perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, dan orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang (telah dihapus dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Sedangkan ketentuan Pasal 330 KUHPerdata menyatakan bahwa :

”Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin.

Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.

Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawahkekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini.”

Beranjak dari penafsirana-contrarioterhadap substansi ketentuan Pasal 1330

jo. Pasal 330 KUHPerdata tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa syarat cakap bertindak bagi orang perorangan adalah telah berusia 21 tahun atau telah lebih dahulu menikah, serta tidak ditaruh di bawah pengampuan.52Syarat cakap melakukan perbuatan hukum bagi badan usaha yang berbadan hukum didasarkan pada kewenangan yang melekat pada pihak yang mewakilinya, karena itu badan hukum dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum ketika badan hukum tersebut telah didirikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah mendapat pengesahan dari menteri, sehingga badan hukum ini memiliki

hak-52Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsional Dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.184-185.


(51)

hak dan kewajiban-kewajiban serta dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia.53

c. Mengenai sesuatu hal tertentu;

Suatu hal tertentu terkait dengan objek perjanjian atau prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi dalam perjanjian harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan objek perjanjian sangat diperlukan dalam pemenuhan prestasi (hak dan kewajiban). Artinya sifat dan luasnya hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak yang telah tentukan dalam perjanjian dapat dilaksanakan.

d. Suatu sebab yang halal;

Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dalam pengertian ini pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat.54

Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditor dan debitor wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. Format dan bentuk dari perjanjian itu pada umumnya diserahkan pada bank, namun isi dari perjanjian itu harus jelas sehingga juga harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum. Isi perjanjian sekurang-kurangnya mencakup persetujuan para pihak, besar kredit, bunga, denda, jangka waktu kredit dan persyaratan lain yang

53H.R. Daeng Naja,Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Banker Hand Book,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm.35.

54C.S.T. Kansil,Modul Hukum Perdata, Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1995), hlm.227.


(52)

lazim seperti kewajiban debitor untuk menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena format kredit biasanya dipersiapkan oleh bank maka bank harus memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan-persyaratan dalam undang-undang agar perjanjian itu tidak menjadi batal. Seperti masalah kecakapan bertindak para pihak dalam perjanjian, klausul perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, serta perjanjian kredit tersebut tidak boleh mempunyai unsur paksaan (dwang), kekeliruan (dwaling) atau penipuan (bedrog).55

Menurut Subekti, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata.56 Perjanjian pinjam meminjam menurut KUHPerdata mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika dipakai, termasuk didalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik uang yang dipinjam dan dikemudian hari akan dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan.

Perjanjian kredit biasanya diikuti dengan perjanjian jaminan maka perjanjian kredit adalah perjanjian pokok atau prinsip sedangkan perjanjian jaminan adalah perjanjian ikutan atau accessoir, artinya ada dan berakhirnya perjanjian jaminan tergantung pada perjanjian pokok.

55Ibid., hlm.235-236.

56Subekti, Hukum Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), hlm.3.


(53)

2. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit

Subjek perjanjian kredit adalah pihak kreditor yang berhak atas prestasi dan pihak debitor yang berkewajiban atas prestasi.57 Dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak atau lebih. Pihak-pihak dalam perjanjian dapat berupa manusia pribadi (naturlijk persoon) dan Badan Hukum (recht persoon).

Objek perjanjian kredit adalah prestasi, yaitu debitor berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditor berhak atas suatu prestasi.58Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi dapat berbentuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Terkait objek perjanjian yang merupakan salah satu syarat sahnya perikatan, diperlukan syarat-syarat antara lain:59

a. Objeknya harus tertentu; b. Objeknya harus diperbolehkan; c. Objeknya dapat dinilai dengan uang; d. Objeknya harus mungkin.

3. Wanprestasi

Wanprestasi adalah lalai, ingkar tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perikatan. Untuk kelalaian ini, maka pihak yang lalai harus memberikan penggantian rugi, biaya dan bunga.60

57M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian,(Bandung: Alumni, 1986), hlm.10. 58Purwahid Patrik,Dasar-Dasar Hukum Perikatan,(Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.3. 59Ibid.,hlm.4.

60J.C.T Simorangkir, Rudy T. Erwin, dan J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Aksara Baru, 1987), hlm.186.


(54)

Menurut M. Yahya Harahap wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.61 Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitor dapat berupa empat macam :62

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Akibat dari adanya wanpretasi adalah :63

a. Perikatan tetap ada.

b. Kreditor masih dapat menuntut kepada debitor pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi.

c. Debitor harus membayar ganti rugi kepada kreditor (Pasal 1243 KUHPerdata). d. Beban resiko beralih untuk kerugian debitor jika halangan itu timbul setelah

debitor wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditor.

e. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditor dapat membebaskan diri dari kewajibannya untuk memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUHPerdata, yaitu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam

61M. Yahya Harahap,Op.cit.,hlm.6. 62Subekti,Op.cit.,hlm.45.

63 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm.81.


(55)

persetujuan timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Wanprestasi dalam perjanjian kredit dalam praktek biasanya dicantumkan dalam bentuk klausul-klausul evens of defaultyang menentukan suatu peristiwa yang apabila terjadi, memberikan hak kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh outstanding

kredit. Wanprestasi dalam perjanjian kredit merupakan suatu tindakan tidak dilaksanakannya prestasi oleh debitor baik karena hilangnya kewenangan debitor untuk mengurus harta kekayaannya, barang jaminan, serta kelalaian debitor untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit.

Penentuan wanprestasi sebagai tidak dilaksanakannya prestasi oleh debitor disebabkan pada saat perjanjian kredit terjadi, kreditor melaksanakan prestasinya dalam bentuk pencairan dana kredit, sedang debitor mempunyai prestasi berupa pembayaran angsuran utang pokok dan bunga menurut tata cara dan jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian kredit. Contoh dari peristiwa-peristiwa yang merupakan bentuk dari wanprestasi dalam perjanjian kredit antara lain, debitor lalai atau tidak melaksanakan kewajibannya dalam membayar lunas angsuran utang pokok atau bunga selama dua bulan berturut-turut pada waktu dan dengan cara yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit, jika debitor atau pemilik jaminan dan/atau para penjamin kehilangan haknya untuk mengurus harta bendanya atau jika debitor


(56)

dibubarkan baik atas keputusan Rapat Umum Pemegang Saham maupun keputusan pengadilan.

B. Lembaga Jaminan Dalam Perjanjian Kredit 1. Pengertian Jaminan Kredit

Kredit dapat diberikan dengan jaminan atau tanpa jaminan. Kredit tanpa jaminan sangat membahayakan posisi bank mengingat jika debitor mengalami suatu kemacetan maka akan sulit untuk menutupi kerugian terhadap kredit yang disalurkan, sebaliknya dengan jaminan kredit relatif lebih aman mengingat setiap kredit macet akan dapat ditutupi oleh jaminan tersebut.64

Bank dalam memberikan kredit harus melakukannya berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai agar kredit-kredit yang diberikan oleh bank tersebut tidak mudah menjadi non-performing loan atau kredit macet. Apabila kredit-kredit yang diberikan oleh suatu bank banyak mengalami kredit macet, maka sudah tentu akan melumpuhkan kemampuan bank dalam melaksanakan kewajibannya terhadap para nasabah penyimpan dana. Kemampuan bank untuk dapat membayar kembali simpanan dari masyarakat itu tergantung dari kemampuan bank untuk memperoleh pembayaran kembali kredit-kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabah debitornya.

Berdasarkan penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998


(57)

(selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan yang Diubah), yang menyebutkan bahwa untuk memperoleh jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitor, yang kemudian dikenal dengan sebutan The five C of credit analysis

atau prinsip 5 C’s, yang meliputi:65 a. Penilaian watak (character); b. Penilaian kemampuan (capacity); c. Penilaian terhadap modal (capital); d. Penilaian terhadap agunan (collateral);

e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitor (condition of economy).

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud jaminan adalah “suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Agunan menurut Pasal 1 butir 23 adalah “jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit”.66 Ini berarti jaminan kredit yang dimaksud Undang-Undang Perbankan yang Diubah bukanlah jaminan kredit yang selama ini dikenal dengan sebutan collateral sebagai bagian dari 5 C’s, istilah

collateral oleh Undang-Undang Perbankan yang Diubah diartikan dengan istilah

65Rachmadi Usman,Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001),hlm.246-248.


(1)

Fuady, Munir. Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2005.

___________.Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga.Bandung: Citra Aditya Bakti. 1994.

____________. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996.

Gautama, Sudargo. Komentar Atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia (1998). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1998.

Harahap, M. Yahya.Segi-Segi Hukum Perjanjian.Bandung: Alumni. 1986.

________________. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta: Sinar Grafika. 2006.

Hartono, Sri Rejeki. Kapita Selekta Hukum Perusahaan. Bandung: Mandar Maju. 2002.

Hartono, Sunaryati. Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20. Bandung: Alumni. 1994.

Hasan, Djuhaendah.Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1996.

Hermansyah.Hukum Perbankan Nasional Indonesia.Jakarta: Kencana. 2008.

Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian, Asas Proporsional Dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana. 2010.

HS., Salim. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. 2004.

_________.Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW).Jakarta: Sinar Grafika. 2002. Jono.Hukum Kepailitan.Jakarta: Sinar Grafika. 2008.

Kansil, C.S.T.Modul Hukum Perdata, Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata.Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 1995.


(2)

Kasmir.Dasar-Dasar Perbankan.Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2002.

Kelsen, Hans. Teori Hukum Murni dengan judul buku asli“General Theory of Law and State”alih bahasa Somardi. Jakarta: Rumidi Pers. 2001.

Khoidin, M. Problema Eksekusi Sertipikat Hak Tanggungan. Yogyakarta: LaksBang Pressindo. 2005.

Lontoh, Rudhi A., (ed.).Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.Bandung: Alumni. 2001.

Lubis, M. Solly.Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mandar Maju. 1994.

Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis.Hukum Pendaftaran Tanah. Edisi Revisi. Bandung: CV. Mandar Maju. 2010.

Moleong, Lexy J.Metode Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004.

Muhammad, Abdul Kadir. Hukum Perseroan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 1996.

Muljadi dan Gunawan Widjaja.Hak Tanggungan.Jakarta: Prenada Media. 2005. Mulyadi, Lilik. Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU) Teori dan Praktik.Bandung: PT. Alumni. 2010.

Naja, HR. Daeng. Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2005.

Nating, Imran. Peranan dan Tanggungjawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit.Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2004.

Patrik, Purwahid.Dasar-Dasar Hukum Perikatan.Bandung: Mandar Maju. 1994. Prasetya, Rudhi. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1996.

Poesoko, Herowati. Parate execcutie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT). Cetakan II. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo Yogyakarta. 2008.


(3)

Prodjohamidjojo, Martiman. Proses Kepailitan Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Tentang Kepailitan.Bandung: Mandar Maju. 1999.

Rahman, Hasanuddin. Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1998.

Sastrawidjaja, Man S. Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.Bandung: PT. Alumni. 2006.

Satrio, J. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan. Buku I. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1997.

________. Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi.Bandung: PT. Citra Aditya Bakkti. 1996.

Sembiring, Sentosa. Hukum Kepailitan Dan Peraturan Perundang-undangan Yang Terkait Dengan Kepailitan.Bandung: CV. Nuansa Aulia. 2006.

Setiawan, R.Pokok-Pokok Hukum Perikatan.Jakarta: Putra A. Bardin. 1999.

Shubhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Kencana. 2008.

Simanjuntak, Ricardo. Esensi Pembuktian Sederhana. Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005.

Simatupang, Richard Burton.Aspek Hukum Dalam Bisnis.Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2007.

Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan, Memahami Faillisement Verordening Juncto Undang-Undang no.4 Tahun 1998. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti. 2002.

__________________. Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan).Bandung: Alumni. 1999.

__________________. Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan. Surabaya: Airlangga University Press. 1996.


(4)

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 1986.

_______________ dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 1995.

Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1990.

Subekti, R.Aneka Perjanjian. Cetakan Kesepuluh. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1995.

_________. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. Bandung: Alumni. 1992.

Subekti.Pokok-Pokok Hukum Perdata.Jakarta: PT. Intermasa. 2001. ______.Hukum Perjanjian.Jakarta: PT. Intermasa. 1990.

______. Hukum Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1989.

Sunarmi.Hukum Kepailitan. Edisi 2.Jakarta: PT. Sofmedia. 2010.

_______. Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia. Edisi 2. Jakarta: PT. Sofmedia. 2010.

Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Kreditnya Suatu Tinjauan Yuridis. Jakarta: Djambatan. 1996.

Suryabrata, Samadi.Metodologi Penelitian.Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1998. Sutantio, Retno Wulan, dan Iskandar Oeripkartawinata.Hukum Acara Perdata dalam

Teori dan Praktik.Bandung: Alumni. 1979.

Sutarno.Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank.Bandung: Alfabeta. 2003. Sutojo, Siswanto. The Management of Commercial Bank. Jakarta: Damar Mulia

Pustaka. 2007.

Suyatno, Thomas. et.al. Dasar-Dasar Perkreditan. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2003.


(5)

Suyuthi, Wildan. Sita dan Eksekusi Praktek Kepustakaan Pengadilan. Jakarta: PT. Tatanusa. 2004.

Tanya, Bernard L., Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage. Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Yogyakarta: Genta Publishing. 2010.

Untung, H. Budi.Kredit Perbankan di Indonesia.Yogyakarta: Andi Offset. 2000. Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama. 2001.

Waluyo, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Semarang: PT. Ghalia Indonesia. 1996.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Kepailitan (Seri Hukum Bisnis). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2004.

B. Makalah

Pramono, Nindyo. “Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan”. Volume 5 Nomor 3 Tahun 1997.

Sunarmi. “Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan Antara Indonesia (Civil Law System) Dengan Amerika (Common Law System)”. Fakultas Hukum. Universitas Sumatera Utara. 2004.

Setiawan. “Mekanisme Hukum Penjaminan Utang Suatu Tujuan Sekilas”. Varia Peradilan. Th.XVI. No.182. IKAHI. 2000.

________. “Hak Tanggungan Dan Masalah Eksekusinya”. Varia Peradilan. Majalah Hukum. Tahun XI No. 131. Agustus 1996.

C. Internet

Kurniawan, Agung, http://penilaianproperty.blogspot.com/2009/05/metode-penilaian-aset.html, terakhir diakses tanggal 22 Januari 2014.

D. Undang-Undang

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.


(6)

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

E. Kamus

Friedman, Jack P. Dictionary Of Businness Terms. Educational Series. New York: Barron’s Inc. 1987.

Ismaya, Sujana. Kamus Perbankan : Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris. Bandung: Pustaka Grafika. 2006.

Poerdwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1991.

Simorangkir, J.C.T., Rudy T. Erwin, dan J.T. Prasetyo. Kamus Hukum. Jakarta: Aksara Baru. 1987.