BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok - Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Tekanan Darah dan Tingkat Kebugaran pada Karyawan Pria di Hotel Grand Antares Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rokok

  Rokok adalah gulungan tembakau yang bersalut daun nipah, kertas dan sebagainya. Merokok adalah suatu kata kerja yang berarti melakukan kegiatan atau aktivitas mengisap rokok, sedangkan perokok adalah orang yang suka merokok (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2009).

  2.1.1. Definisi Rokok

  Rokok adalah hasil olahan dari tembakau terbungkus yang meliputi kretek dan rokok putih yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana

  

rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar

dengan atau tanpa bahan tambahan (Sitepoe, 2000).

  2.1.2. Kandungan Rokok

  Semua bahan yang terkandung dalam rokok akan ikut terbakar saat rokok dibakar, dan akan membentuk bahan kimia hasil pembakaran. Terkandung sekitar 4000 bahan kimia didalam asap rokok. Dimana terdiri dari dua fase yaitu fase partikulat dan fase gas. Fase partikulat terdiri dari nikotin, nitrosamin dan N- nitrosonornikotin, logam berat, polisiklik hidrokarbon, dan karsinogenik amin. Sedangkan fase gas terdiri dari karbon monoksida, karbon dioksida, benzena, amonia, formaldehid, hidrosianida, dan lain-lain (Sitepoe, 2000).

  Semua bahan kimia yang terkandung dalam asap rokok, membawa pengaruh tersendiri terhadap tubuh, dimana akan berdampak buruk bagi kesehatan. Namun, bahan kimia utama yang merupakan racun pada rokok adalah nikotin, CO, dan tar. a. Nikotin Nikotin terdapat dalam asap rokok dan juga di dalam tembakau yang tidak dibakar. Dampak toksis dari nikotin terhadap tubuh dapat meliputi berbagai sistem, diantaranya sistem persarafan, metabolik, dan paling besar pengaruhnya pada sistem kardiovaskular.

  Dampak rokok terhadap sistem metabolik antara lain dengan meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas dan kolesterol LDL. Sedangkan terhadap sistem kardiovaskular antara lain dengan meningkatkan tekanan darah, denyut jantung dan agregasi sel trombosit. Selain itu, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer (Sitepoe, 2000).

  b. Gas Karbon Monoksida (CO) Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau.

  Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon.

  Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) yang dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. Bila terus menerus berlangsung akan mempengaruhi sistem saraf pusat (Sitepoe, 2000).

  c. Tar Tar berasal dari tembakau, cengkeh, bahan organik lain yang dibakar dan pembalut rokok, yang dapat dijumpai pada rokok yang dibakar. Terdapat zat karsinogenik di dalam tar yaitu polisiklik hidrokarbon aromatis yang akan memicu timbulnya kanker paru (Sitepoe, 2000).

2.1.3. Efek rokok terhadap kesehatan

  Menurut Report of the NCI Expert Committee of Smoking and Tobacco

  

Control Monograph No.7, adapun efek yang dapat ditimbulkan rokok terhadap

  kesehatan, antara lain :

  a. Penyakit kardiovaskular Merokok merupakan salah satu kontribusi utama terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit aterosklerosis lain dari sistem sirkulasi.

  Ateroslerosis adalah sebuah penyakit kronis yang dapat mempengaruhi pembuluh darah arteri pada setiap bagian tubuh. Bentuk aterosklerosis yang paling penting di Amerika adalah aterosklerosis koroner. Manifestasinya yang meliputi angina, serangan jantung, gagal jantung, dan sudden death, dideskripsikan dalam istilah penyakit jantung koroner. Aterosklerosis yang melibatkan arteri yang menyuplai darah ke otak adalah bentuk dari penyakit serebrovaskular. Aterosklerosis yang melibatkan arteri-arteri pada anggota gerak disebut penyakit vaskular perifer.

  Dalam banyak studi epidemiologi terhadap jutaan orang, merokok ditemukan dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke, penyakit vaskular perifer, dan lesi aterosklerotik lain.

  Merokok sering disebut sebagai faktor risiko independen untuk penyakit jantung koroner karena angka kejadian penyakit jantung koroner pada perokok lebih tinggi walaupun ketika faktor risiko lain seperti jenis kelamin, tekanan darah, dan kadar kolesterol diperhitungkan. Kadang-kadang, merokok disebut sebagai faktor risiko yang dapat dimodifikasi karena seseorang dapat mengurangi atau berhenti merokok. Walaupun merokok tentunya tidak dapat menjadi penyebab dari penyakit jantung koroner untuk orang yang tidak pernah merokok, namun merokok dapat menjadi kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner pada perokok.

  Asap rokok tampaknya meningkatkan proses aterosklerosis melalui beberapa mekanisme, antara lain :

  1. Merokok mempengaruhi metabolisme dari kolesterol. Pada pengamatan berulang terhadap perokok menunjukkan bahwa perokok mempunyai kadar kolesterol HDL (high-density lipoprotein) yang lebih rendah, dan berhenti merokok meningkatkan kadar kolesterol HDL. Pada percobaan terhadap hewan, asap rokok dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah, sehingga meningkatkan transpor dari partikel kolesterol LDL (low-density lipoprotein) menyeberangi dinding arteri dan penumpukan plak kolesterol.

  2. Merokok juga dapat mempengaruhi sistem pembekuan darah, termasuk agregrasi trombosit pada lapisan dinding pembuluh darah arteri dan pembentukan dari bekuan darah yang memblok arteri yang mengalami penyempitan. Acrolein pada asap rokok mungkin berperan pada efek agregrasi trombosit.

  3. Asap rokok juga dapat menyebabkan spasme dari pembuluh darah arteri koroner.

  Sudah banyak komponen dari asap rokok yang ditemukan terlibat dalam berkembangnya penyakit aterosklerosis. Nikotin, komponen psikoaktif utama dalam asap rokok, menyebabkan perubahan kuat pada denyut jantung dan sirkulasi darah. Nikotin juga mengakibatkan kerusakan pada lapisan arteri. Karbon monoksida dalam asap rokok berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga mengurangi kapasitas membawa oksigen dari darah.

  Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), seperti 7,12-

dimethylbenz(a,h)anthracene dan benzo(a)pyrene (BaP), telah dibuktikan

  mempercepat berkembangnya aterosklerosis pada percobaan terhadap hewan. Hal ini menghasilkan pemikiran bahwa kerusakan sel dan proliferasi sel (hiperplasia) dapat berperan dalam berkembangya plak. Hydrogen cyanide, nitrogen oxides, dan komponen-komponen kimia dalam asap rokok, yang merupakan produk oksigen yang sangat reaktif, mempunyai efek merusak terhadap sel otot jantung. b. Penyakit Paru Merokok merupakan penyebab utama dari penyakit paru obstruktif kronis

  (PPOK). Merokok menyebabkan 84% kematian pada pria yang disebabkan PPOK dan 79% pada wanita. PPOK merupakan sebuah penyakit yang berkembang secara lambat yang disebabkan trauma berulang terhadap paru selama bertahun- tahun. Pada tahun-tahun awal setelah mulai merokok, orang mungkin melaporkan tidak ada timbulnya gejala. Akan tetapi, walaupun pada stadium yang awal, uji pernapasan seringkali dapat mendeteksi kelainan pada jalur pernapasan terminal dari paru, dan kelainan ini sudah diamati pada studi otopsi dari perokok muda yang meninggal secara tiba-tiba.

  Untuk perokok yang berusia 20-an, sudah ditemukan hubungan antara sejauh mana uji paru abnormal dengan jumlah rokok yang dihisap per hari. Dalam suatu survei secara random, dari 17-60% perokok dewasa yang berusia dibawah 55 tahun mempunyai disfungsi ringan jalur pernapasan yang dapat terdeteksi. Selama dua dekade atau lebih lamanya merokok, konstelasi dari perubahan kronis fungsi pernapasan berkembang. Kerusakan kronis dari paru ini, antara lain : hipersekresi mukus dengan batuk kronis dan berdahak; penebalan dan penyempitan jalur pernapasan; emfisema, yaitu, dilatasi abnormal dari ruang udara pada akhir pohon pernapasan, dengan destruksi dari dinding yang melapisi kantung udara, yang menyebabkan bertambahnya obstruksi aliran udara. Perubahan-perubahan ini menyebabkan kerusakan bermakna pada sistem pernapasan, kecacatan, dan kematian. Secara umum, fungsi pernapasan menurun dengan bertambahnya paparan asap rokok.

  Asap rokok menghasilkan perubahan patologis dari paru dengan beberapa mekanisme yang berbeda, antara lain :

  1. Asap rokok bersifat toksik terhadap silia yang melapisi jalur pernapasan sentral. Silia-silia ini, bersamaan dengan kombinasi sekresi mukus, melawan dari terhirupnya bahan-bahan asing.

  2. Merokok juga menginduksi kelainan pada sitem inflamasi dan sistem imun dalam paru. Asap rokok menyebakan sel-sel inflamasi untuk menghasilkan enzim bernama elastase, yang menghancurkan elastin, sebuah protein yang penting dalam melapisi dinding elastik dari kantung udara. Selain itu, oksidan-oksidan yang berada dalam asap rokok juga dapat menginaktivasi enzim protektif seperti alpha,-antitrypsin , yang menghambat kerja destruktif dari elastase.

  Banyak kandungan kimia organik maupun inorganik pada asap rokok yang membantu dalam proses toksisitas terhadap sistem respirasi, termasuk

  

hydrocarbons, aldehydes, ketones, organic acids, phenols, cyanides, acrolein, and

  Beberapa komponen berperan dalam terbentuknya hipersekresi nitrogen oxides. mukus kronis pada jalur pernapasan sentral, sedangkan lainnya lebih berperan dalam menimbulkan kelainan pada jalur pernapasan dan emfisema pada kantung udara perifer. Oksidator pada asap rokok menginhibisi enzim yang melindungi dari destruksi elastin paru.

  c. Kanker Merokok dapat menyebabkan kanker paru, esofagus, laring, rongga mulut, kandung kemih, dan pankreas pada perokok pria dan wanita. Merokok juga dilaporkan dapat meningkatkan risiko terkena kanker ginjal, hati, anus, penis, leher rahim, dan beberapa bentuk leukimia akut. Banyak studi epidemiologi selama bertahun-tahun menemukan bahwa risiko dari pria dan wanita perokok menderita kanker meningkat bersamaan dengan jumlah rokok per hari, lamanya merokok, dan onset merokok yang awal. Berhenti merokok menurunkan risiko terkena kanker secara perlahan, walaupun risiko yang tinggi tetap persisten selama pengamatan dari dua puluh tahun lamanya berhenti merokok.

  Kondensat yang dikumpulkan pada asap rokok menyebabkan mutasi dan kerusakan DNA pada uji mutagenesis, dan juga transformasi keganasan (dalam uji laboratorium) dari bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk menginduksi perubahan keganasan pada sel mamalia. Komponen kimia tertentu dari asap TSNAs (Tobacco-specific N-nitrosamines) dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker paru, laring, esofagus, dan pankreas, sedangkan 4-aminobiphenyl dan

  

arylamine tertentu dapat menyebabkan kanker kandung kemih. Benzene dalam

  asap rokok mungkin mempunyai peranan dalam terjadinya leukimia yang diinduksi oleh rokok.

2.1.4. Klasifikasi Perokok Berdasarkan Jumlah Rokok yang Dihisap

  Menurut Bustan (2007), jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu : a. Perokok Ringan : apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.

  b. Perokok Sedang : apabila menghisap 10-20 batang per hari.

  c. Perokok Berat : apabila menghisap lebih dari 20 batang.

2.2. Kebugaran Jasmani

2.2.1. Pengertian

  Aktivitas yang dilakukan seseorang memiliki ragam dan intensitas yang berbeda. Setiap orang berharap untuk dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik tanpa ada keluhan dari tubuhnya. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, diperlukan adanya kesesuaian antara syarat yang harus dipenuhi dengan ragam dan intensitas aktivitas fisik yang dilakukan.

  Kebugaran jasmani menurut Sadoso (1992) dalam Sinaga (2004) adalah kemampuan fungsional seseorang dalam melakukan pekerjaan sehari-hari yang relatif cukup berat untuk jangka waktu yang cukup lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan serta masih mempunyai tenaga cadangan untuk melakukan hal-hal yang mendadak, setelah selesai bekerja dapat pulih keadaan semula dalam waktu yang relatif singkat pada saat istirahat.

  Kebugaran jasmani diperlukan tidak hanya oleh atlet untuk performa yang lebih baik tetapi juga untuk nonatlet untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani (Prajapati et al., 2008).

  Kebugaran jasmani terbagi menjadi dua komponen yaitu kebugaran jasmani terkait kesehatan (health related component) dan kebugaran jasmani terkait kemampuan atletis (performance or skill related component). Kebugaran jasmani terkait kesehatan mencakup daya tahan kardiorespirasi, komposisi tubuh, fleksibilitas, kekuatan otot, dan ketahanan otot. Kebugaran jasmani terkait kemampuan atletis mencakup keseimbangan, waktu reaksi, koordinasi, ketangkasan, kecepatan, dan kekuatan (ACSM, 2009).

2.2.2. Komponen kebugaran jasmani

  Komponen kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain :

  a. Daya Tahan Kardiorespirasi Daya tahan kardiorespirasi didefinisikan sebagai kemampuan sistem respirasi dan sirkulasi untuk menyuplai oksigen selama aktivitas yang ritmik dan kontiniu (Nieman, 2011). Dengan kata lain, daya tahan kardiorespirasi dipengaruhi oleh kemampuan fungsional dari jantung, pembuluh darah, dan paru- paru yang terkait selama berbagai jenis tuntutan latihan.

  b. Komposisi Tubuh Komposisi tubuh mengacu pada jumlah relatif lemak dalam tubuh dan jaringan tubuh yang tanpa lemak, seperti otot, tulang, dan air. Berat badan dapat dibagi menjadi dua komponen : berat dari jaringan lemak dan berat dari jaringan bebas lemak. Persen lemak tubuh (persentase dari berat total diwakili oleh berat lemak), merupakan indeks yang sering digunakan untuk menilai komposisi tubuh seseorang. Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelebihan akumulasi dari lemak tubuh. Pria mempunyai tingkat lemak tubuh yang optimal bila persentase dari persentase lemak tubuhnya 25% atau lebih. Untuk wanita, persentase lemak tubuh yang optimal adalah 23% atau dibawahnya, dan disebut obesitas apabila mencapai 33% atau di atas 33% (Nieman, 2011).

  c. Kekuatan Otot Kekuatan otot berhubungan dengan kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan. Dengan kata lain, kekuatan otot merupakan kekuatan maksimal yang dapat diberikan terhadap suatu tahanan, atau jumlah kekuatan maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu gerakan terisolasi oleh sekelompok otot tunggal (Nieman, 2011).

  d. Kelenturan Adalah kapasitas fungsional dari persendian untuk bergerak melalui seluruh luas bidang geraknya, yang selain dipengaruhi oleh jenis sendi itu sendiri juga dipengaruhi oleh jaringan-jaringan disekitar sendi, seperti oleh otot, tendon, dan ligamen (Nieman, 2011). Kelenturan tubuh yang baik dapat mengurangi terjadinya cedera olahraga.

  e. Daya Tahan Otot Daya tahan merupakan suatu kapasitas untuk melakukan aktivitas fisik secara terus menerus dalam waktu yang lama dan dalam suasana aerobik.

  Seseorang yang mempunyai daya tahan yang baik, tidak akan merasa kelelahan yang berlebihan setelah melakukan latihan dan kondisinya pun cepat pulih kembali seperti keadaan sebelum melakukan latihan. Dengan kata lain, daya tahan otot adalah kemampuan otot untuk terus melakukan suatu aktivitas tanpa merasa lelah, atau kemampuan otot untuk menyokong kontraksi otot secara submaksimal dalam suatu jangka waktu tertentu (Nieman, 2011).

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani

  Setiap orang mempunyai tingkat kebugaran yang berbeda-beda. Semua kegiatan fisik memerlukan suatu tingkat kebugaran jasmani yang didukung oleh faal tubuh, di lain pihak latihan pembebanan fisik tertentu akan mengubah faal tubuh seseorang yang selanjutnya akan mengubah tingkat kebugaran seseorang.

  Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebugaran jasmani (Cahyati, 2004) : a.

  Kesehatan badan, misalnya penyakit menular dan penyakit kronis.

  b.

  Keadaan gizi, misalnya kekurangan salah satu atau berbagai jenis zat gizi (khususnya protein), serta zat gizi yang tidak adekuat.

  c.

  Latihan fisik, misalnya usia seseorang mulai latihan, frekuensi latihan.

  d.

  Faktor keturunan, misalnya bentuk antopometri badan dan kelainan kongenital.

  Faktor fisiologis yang mempengaruhi daya tahan kardiovaskular antara lain :

  1. Keturunan (genetik) Kapasitas aerobik maksimal seseorang (VO

  2 max), 93,4% ditentukan oleh

  faktor genetik yang berperan antara lain pada kapasitas jantung, paru, sel darah merah, dan hemoglobin (Hb).Kemampuan yang dimiliki oleh keturunan tertentu diduga terkait dengan jumlah mitokondria yang dimilikinya. Orang kulit berwarna dari suku Afrika memiliki jumlah mitikondria yang lebih banyak, sehingga meningkatkan kemampuan sel menyediakan energi, sehingga orang tersebut tidak mudah merasa lelah (Budiasih,2002).

  2. Usia Mulai anak-anak sampai usia 20 tahun, daya tahan kardiovaskular meningkat, mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun dan setelah itu berbanding terbalik dengan usia. Hal ini disebabkan karena menurunnya faal organ trasnport dan utilisasi oksigen yang terjadi akibat bertambahnya usia (Cahyati, 2004).

  3. Jenis Kelamin Sampai usia pubertas tidak ada perbedaan daya tahan kardiovaskular antara pria dan wanita. Setelah usia tersebut, nilai daya tahan kardiovaskular pada wanita lebih rendah 15-25% dari pria. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan maksimal kekuatan otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, jumlah hemoglobin, kapasitas paru, dan sebagainya (Cahyati, 2004).

  4. Aktivitas Fisik Istirahat di tempat tidur selama tiga minggu akan menurunkan daya tahan kardiovaskular sebanyak 17-27%. Efek latihan aerobik selama 8 minggu setelah istirahat tersebut memperlihatkan peningkatan daya tahan kardiovaskular 62% dari nilai akibat istirahat. Apabila dibandingkan dengan keadaan sebelum istirahat di tempat tidur, maka nilai peningkatan adalah 18%. Macam aktivitas seseorang akan mempengaruhi baik buruknya nilai daya tahan kardiovaskular yang dimiliki (Cahyati, 2004).

  5. Status Gizi Status gizi adalah hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut. Sedangkan zat gizi sendiri diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Daya tahan tubuh akan berada dalam keadaan optimal bila mengkonsumsi tinggi karbohidrat (60-70%). Diet tinggi protein terutama untuk memperbesar otot dan untuk olahraga yang memerlukan kekuatan otot yang besar (Budiasih, 2002).

  6. Merokok Kebiasaan merokok berpengaruh terhadap kebugaran jasmani, karena di dalam rokok terdapat bermacam-macam zat yang merugikan tubuh, yaitu karbon

  Sitepoe (2000) berpendapat bahwa rokok bukanlah sebagai penyebab suatu penyakit, namun dapat memicu suatu jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Penyakit-penyakit yang terpicu karena merokok antara lain adalah sebagai berikut : a.

  Merokok dan saluran pernapasan : merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru, baik bersifat kronis dan obstruktif, misalnya bronkitis dan emfisema. Sekitar 85% dari penderita ini disebabkan oleh rokok.

  b.

  Merokok dan darah : karbon monoksida akan menyingkirkan hemoglobin yang akan digunakan untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Pengikatan O

  2 oleh karbon monoksida lebih kuat 200-300

  kali mengikat hemoglobin. Dengan demikian, kemampuan hemoglobin akan merosot.

  c.

  Merokok dan sistem kardiovaskular : nikotin dari rokok itu dapat menyebabkan denyut jantung tidak teratur. Karbon monoksida di dalam darah mengubah pembuluh darah itu agar lebih gampang dimasuki oleh kolesterol dan lemak, sehingga pembuluh darah mengalami penyempitan. Derajat berat merokok dapat dinilai dengan menggunakan indeks

  Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan lama merokok dalam tahun: a.

  Ringan : 0-200 b. Sedang : 201-600 c. Berat : >600

  Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan (Budiasih, 2002).

2.2.5. Pengukuran kebugaran jasmani

  Pengukuran daya tahan kardiorespirasi dapat dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Untuk tes lapangan biasanya berupa uji tampilan (performance test), sedangkan untuk tes laboratorium berupa uji latih (exercise test). Tiga macam bentuk uji latih untuk mengukur dan menilai kebugaran jasmani dari segi kemampuan fungsi jantung dan pernafasan yaitu : uji naik turun bangku (Steps

  

Test ), uji dengan ergometer sepeda (Ergocycle Test), dan uji dengan jentera

(Treadmill Test) )[Rusip, 2006; Cahyati, 2004] .

  A.

  Uji naik turun bangku (Step Test)

  Step test

  yang digunakan oleh penulis berupa Mc Ardle Step Test ataupun yang dikenal dengan Queen’s College Step Test yang prosedurnya berupa:

1. Alat yang digunakan a.

  stopwatch, formulir tes b. metronome, untuk mengatur irama langkah c. bangku tes yang tingginya adalah 41,3 cm 2.

  Pelaksanaan a. Partsipan melakukan latihan irama langkah naik turun bangku terlebih dahulu sebelum tes b.

  Suhu kamar 23˚- 25˚C c. Pada saat tanda “mulai” diberikan, partisipan menempatkan salah satu kakinya di atas bangku tepat pada suatu detikan metronom yang sekaligus merupakan tanda permulaan test. Pada detikan metronome kedua, partisipan menempatkan kedua kakinya penuh di atas bangku sehingga partisipan berdiri tegak di atas bangku. Pada detikan ketiga, partisipan turun dan menurunkan dulu kakinya yang pertama kali naik tadi. Pada detikan keempat, kakinya yang kedua diturunkan pula, sehingga partisipan sekarang berdiri lagi tegak di atas lantai. Demikian seterusnya sambil mengikuti irama metronome yang telah terpasang pada frekuensi 96 x per menit untuk pria dan frekuensi 88 x per menit untuk wanita atau kecepatan naik turun 24 x per menit untuk pria dan 22 x per menit untuk wanita d.

  Lamanya naik turun bangku 3 menit e. Apabila partisipan keluar dari irama, maka diberikan peringatan agar kembali mengikuti irama metronome f.

  Setelah tes selesai, subjek diminta untuk berhenti, kemudian denyut nadi arteri radialis dihitung selama 15 detik g.

  Jumlah nadi selama 15 detik tersebut kemudian dikalikan 4 untuk mendapat jumlah nadi per menit.

  3.

  2 max diketahui dengan rumus (Ashok, 2008):

  Perhitungan Besar VO Untuk laki-laki: VO

  

2 max = 111,33 – (0,42 x HR)

  Untuk perempuan: VO

  2 max = 65,81 – (0,1847 x HR)

  HR = Heart rate 4. Interpretasi

Tabel 2.1. Klasifikasi VO berdasarkan Pulsasi Nadi Radialis (kali/menit) 2max Jenis Sangat Baik Cukup Kurang Sangat kelamin Baik

  Kurang

  Laki-laki <121 121-148 149-156 157-162 >162 Perempuan <129 129-158 159-166 167-170 >170

  Sumber: Davis, 2000

Tabel 2.2. Klasifikasi Nilai VO 2max

  

Jenis Sangat Baik Cukup Kurang Sangat

kelamin Baik Kurang

  Laki-laki >46,5 42,5- 36,5-42,4 33-36,4 <33 46,4

  Perempuan >37 33-36,9 29-32,9 23,6-28,9 <23,6 Sumber: Heywood, 1998 5.

  Indikasi Penghentian Mc Ardle Step Test, antara lain : a. Permintaan dari subjek untuk berhenti.

  b.

  Kegagalan sistem monitor.

  c.

  Terdapat tanda-tanda gangguan kardiovaskular, seperti: nyeri dada (angina) yang progresif, takikardia ventrikel, aritmia jantung ataupun bradikardia yang tidak sesuai dan tidak dapat dijelaskan.

  d.

  Kepala terasa ringan, bingung, ataksia, pucat, sianosis, mual atau adanya tanda-tanda dari insufisiensi sirkulasi perifer yang serius.

  B. Uji dengan Ergometer Sepeda (Ergocycle Test)

  Ergocycle Test yaitu tes mengayuh sepeda ergometer yang dipergunakan

  untuk menilai tingkat kebugaran jasmani berdasarkan kemampuan aerobik (kemampuan menghirup oksigen) seseorang. Pelaksanaan tes ini dibedakan menjadi dua model pembebanan, yaitu pembebanan submaksimal dan pembebanan maksimal.

  C. Uji dengan Jentera (Treadmill Test) Treadmill Test (tes dengan jentera) adalah tes kebugaran jasmani dengan menggunakan jentera yang dapat diatur kecepatan dan kemiringannya. Tes ini

  2

  bertujuan untuk mengukur kapasitas aerobik maksimal seseorang (VO max) untuk meggambarkan derajat kebugaran jasmani.

2.3. Tekanan Darah

2.3.1. Pengertian Tekanan Darah

  Tekanan darah adalah tekanan hidrostatik yang diberikan oleh darah terhadap dinding pembuluh darah (Tortora, 2009). Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup; tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan menerima aliran darah yang adekuaat seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ tersebut yang dilakukan. Kedua, tekanan tidak boleh terlalu tinggi, sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus (Sherwood, 2001).

  Tekanan darah arteri rata-rata = curah jantung x resistensi perifer total Tekanan darah sistolik adalah tekanan maksimum yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah disemprotkan masuk ke dalam arteri selama sistol (kontraksi ventrikel), dan tekanan darah diastolik adalah tekanan minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir ke luar pembuluh di hilir ketika diastol (relaksasi ventrikel).

  Tekanan darah juga dipengaruhi oleh volume darah yang ada di sistem kardiovaskular. Volume darah normal pada orang dewasa adalah sekitar 5 liter. Adanya penurunan pada volume darah, misalnya pada perdarahan, menurunkan jumlah darah yang dialirkan melalui arteri tiap menit. Penurunan yang sedikit dapat dikompensasi oleh mekanisme homeostatis yang mempertahankan tekanan darah. Namun, apabila terjadi penurunan volume darah lebih dari 10% dari totalnya, maka akan terjadi penurunan tekanan darah. Sebaliknya, apabila terjadi peningkatan volume darah, maka akan cenderung menaikkan tekanan darah (Tortora, 2009).

  2.3.2. Curah Jantung

  Curah jantung adalah volume darah yang dipompa dari ventrikel kiri (atau ventrikel kanan) ke dalam aorta (trunkus pulmonal) per menit.

  Curah Jantung (ml/menit) = volume sekuncup x denyut jantung Kecepatan denyut jantung ditentukan oleh pengaruh saraf otonom, sedangkan volume sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena dan aktivitas simpatis. Aliran balik vena (venous return) mengacu kepada volume darah yang memasuki tiap-tiap atrium per menit (Sherwood, 2001). Sebagian besar gaya pendorong yang ditimbulkan oleh jantung pada darah telah hilang pada saat darah mencapai sistem vena karena adanya friksi di sepanjang perjalanan darah, terutama ketika darah melalui arteriol yang memiliki resistensi tinggi. Pada saat darah memasuki sistem vena, tekanan rata-rata hanya sekitar 17 mmHg. Namun, karena tekanan atrium mendekati 0 mmHg, masih terdapat gaya yang kecil tetapi adekuat untuk mendorong darah mengalir melintasi sistem vena yang memiliki jari-jari besar dan resistensi rendah.

  Selain tekanan pendorong yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung, terdapat lima faktor lain yang meningkatkan aliran balik vena : vasokonstriksi vena yang diinduksi oleh saraf simpatis, aktivitas pernapasan, aktivitas otot rangka, efek katup vena, dan efek penghisapan oleh jantung (cardiac suction

  effect ).

  2.3.3. Resistensi Perifer Total/ Resistensi Vaskular Sistemik

  Resistensi vaskular adalah ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi (gesekan) antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh yang stasioner (Sherwood, 2001). Ada tiga hal yang mempengaruhi resistensi vaskular, yaitu : a.

  Viskositas (kekentalan) darah

  Viskositas mengacu kepada friksi yang timbul antara molekul suatu cairan sewaktu mereka bergesekan satu sama lain selama cairan mengalir. Semakin besar viskositas darah, semakin besar resistensi terhadap aliran. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan darah. Viskositas darah ditentukan oleh dua faktor: konsentrasi protein plasma dan, yang lebih penting, jumlah sel darah merah yang beredar.

  b.

  Ukuran/jari-jari pembuluh darah Karena darah “menggesek” lapisan pembuluh darah sewaktu mengalir, semakin besar luas permukaan yang berkontak dengan darah, semakin besar resistensi terhadap aliran. Luas permukaan ditentukan oleh panjang(L) dan jari-jari (r) pembuluh. Karena panjang pembuluh di dalam tubuh konstan, penentu utama resistensi terhadap aliran adalah jari-jari pembuluh. Cairan mengalir lebih deras melalui pembuluh berukuran besar daripada melalui pembuluh yang berukuran lebih kecil, karena di pembuluh berukuran kecil, darah dengan volume tertentu, berkontak dengan lebih banyak permukaan daripada di pembuluh besar, sehingga resistensi meningkat. Dengan demikian, semakin kecil ukuran dari lumen pembuluh darah, semakin besar resistensinya terhadap aliran darah.

  4 Resistensi berbanding terbalik dengan jari-jari pembuluh darah. (R )

  ≈ 1/r c. Panjang pembuluh darah total

  Resistensi dari aliran darah ketika melewati sebuah pembuluh berbanding lurus dengan panjang dari pembuluh darah tersebut. Semakin panjang pembuluh darah, semakin besar resistensinya (Sherwood, 2001; Tortora, 2009).

2.3.4. Pengukuran tekanan darah

  Alat pengukur tekanan darah atau sfigmomanometer ada 3 jenis, yaitu yang menggunakan air raksa, jenis aneroid dan jenis digital. Alat harus sering diperiksa dan dikalibrasi. Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak Sebaiknya pasien dibiarkan duduk tenang di kursi selama lebih kurang lima menit sebelum pemeriksaan. Hindari konsumsi kopi, rokok, dan latihan setidaknya 30 menit sebelum pengukuran karena semua hal tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dari nilai sebenarnya.

  Beberapa langkah yang dilakukan pada pemeriksaan tekanan darah menggunakan sfigmomanometer air raksa :

  1. Pasanglah manset pada lengan atas , dengan batas bawah manset 2 - 3 cm dari lipat siku dan perhatikan posisi pipa manset yang akan menekan tepat di atas denyutan arteri di lipat siku (arteri brakialis).

  2. Rabalah pulsasi arteri pada pergelangan tangan (arteri radialis) 3.

  Pompalah manset hingga pulsasi arteri radialis menghilang/tidak teraba.

  Pompakan ± 30 mmHg lagi.

  4. Pasang stetoskop pada telinga dan letakkan stetoskop tepat di atas arteri brakialis.

  5. Bukalah katup manset dan tekanan manset dibiarkan menurun perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik.

  6. Bila bunyi pertama terdengar, ingatlah dan catatlah sebagai tekanan sistolik.

  7. Bunyi terakhir yang masih terdengar dicatat sebagai tekanan diastolik.

  8. Turunkan tekanan manset sampai 0 mmHg, kemudian lepaskan manset.

2.4. Hipertensi

2.4.1. Definisi

  Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan persisten dari tekanan darah Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular dan kematian. Hipertensi mempercepat proses terjadinya aterosklerosis pada arteri-arteri di jantung, otak, dan ginjal, yang juga mengakibatkan peningkatan beban kerja dari jantung. Dengan demikian, pasien yang menderita hipertensi berisiko untuk mengalami infark miokardium, stroke, gagal ginjal dan gagal jantung kongestif (Julian, D.G., Cowan, J.C., McLenachan, J.M., 2005).

2.4.2. Klasifikasi

  Klasifikasi tekanan darah menurut Seventh Report of the Joint National

  

Committee of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure (JNC VII)

Tabel 2.3. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII

  Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal < 120 dan < 80 Prehipertensi 120 - 139 atau 80 - 89 Hipertensi Derajat 1 140 – 159 atau 90 - 99 Hipertensi Derajat 2 > 160 atau > 100 Sumber: The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), 2003.

  Pre-hipertensi bukanlah kategori untuk sebuah penyakit, namun sebagai indikasi awal bagi individu yang mempunyai risiko tinggi untuk menderita hipertensi, sehingga dapat dilakukan intervensi untuk mencegah atau memperlambat proses terjadinya penyakit tersebut, seperti modifikasi gaya hidup.

2.4.3. Faktor Risiko

  Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi primer, antara lain (Julian, D.G., Cowan, J.C., McLenachan, J.M., 2005) :

  1. Genetik.

  2. Konsumsi garam yang berlebihan.

  3. Obesitas.

  4. Konsumsi lemak jenuh yang tinggi.

  5. Merokok.

  6. Konsumsi alkohol yang tinggi.

  7. Aktivitas fisik yang kurang.

  8. Perubahan hormonal 2.5.

   Hubungan merokok dengan tekanan darah dan kebugaran jasmani

  Curah jantung dan resistensi perifer total merupakan dua penentu utama yang mempengaruhi tekanan darah. Maka berbagai faktor yang terlibat dalam mempengaruhi curah jantung dan resistensi perifer total akan mempengaruhi tekanan darah (Sherwood, 2001). Salah satunya adalah kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok.

  Menurut data dari Report of the NCI Expert Committee of Smoking and

  

Tobacco Control Monograph No.2, salah satu kandungan dalam rokok, nikotin,

  mempunyai berbagai kerja dalam tubuh. Secara umum, nikotin mengakibatkan aktivasi dari sistem saraf simpatis dengan efek terhadap kardiovaskular seperti peningkatan frekuensi denyut jantung (10-20 kali per menit) dan peningkatan tekanan darah (5-10 mmHg). Nikotin juga meningkatkan kadar katekolamin dan asam lemak bebas dalam sirkulasi, yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan kadar kolesterol total dan penurunan kadar kolesterol HDL yang ditemukan pada orang yang mempunyai kebiasaan merokok. Penghambatan dari sintesis prostasiklin dan efek lain pada trombosit juga dapat mempercepat terjadinya

  Selain hal di atas, merokok secara aktif maupun pasif pada dasarnya akan menghisap CO (karbon monoksida) yang bersifat merugikan. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) 200-300 kali lebih kuat dibanding oksigen Akibatnya, sel darah merah akan kekurangan oksigen, oleh karena yang diangkut adalah CO dan bukan O

  2

  (oksigen) yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh. Sel tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan berusaha meningkatkannya yaitu melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme dan mengakibatkan meningkatnya tekanan darah. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan). Dari gambaran diatas baik nikotin maupun gas karbon monoksida memicu terjadinya penyempitan pembuluh darah dan menyumbatnya sekaligus.

  Selain efek merugikan terhadap sistem kardiovaskular, kandungan dalam rokok juga dapat menurunkan kinerja dari paru-paru maupun organ lain yang dirusaknya secara perlahan-lahan. Padahal, untuk mempertahankan kebugaran jasmani diperlukan daya tahan dan kebugaran kardiopulmonal yang baik ataupun komponen-komponen lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok akan berpengaruh terhadap kebugaran jasmani seseorang.

2.6. Kerangka Teori

  Kebugaran Jasmani Kebugaran Jasmani Kebugaran Jasmani

  Terkait Kesehatan Terkait Kemampuan Atletis

  Komponen-komponen

  • Kebugaran
  • Keseimbangan Kardiopulmonal - Kecepatan re
  • Komposisi tubuh - Koordinasi - Kelenturan
  • Ketangkasan - Kekuatan otot
  • Kecepatan - Daya tahan otot
  • Kekuatan - Daya tahan kardiovaskular

  Faktor-faktor yang mempengaruhi

  • Genetik - Usia

  Efek terhadap kesehatan :

  • Jenis Kelamin - Aktivitas fisik
  • Kanker - Asupan gizi
  • Penyakit paru
  • Penyakit kardiovask
  • Kebiasaan merokok

  Efek - dll

  • Dll

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Tekanan Darah dan Tingkat Kebugaran pada Karyawan Pria di Hotel Grand Antares Medan

2 61 87

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tekanan Darah 1.1.Pengertian - Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok - Chapter II (545.1Kb)

0 1 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke - Hubungan Tekanan Darah dengan Tingkat Keparahan pada Pasien Stroke Akut di RSUP H. Adam Malik

0 0 12

Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Kualitas Tidur Pria Dewasa di Lingkungan X Kelurahan Harjosari 2 Medan

0 0 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kebugaran - Perbandingan Pengaruh Minuman Beroksigea dengan Minuman Air Putih ,Biasa Terhadap Tingkat Kebugaran pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2012.

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok 2.1.1. Defenisi Rokok - Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Peak Expiratory Flow Rate pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok - Gambaran Parameter Hematologik pada Perokok dan Bukan Perokok Pria di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2013

0 2 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tekanan Darah 2.1.1. Definisi Tekanan Darah - Gambaran Tekanan Darah pada Penderita Stroke Fase Akut di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 14

2. Seminar KTI dan Update Kedokteran Riwayat Organisasi : 1. Panitia Bakti Sosial Mind FK USU 2012 2. Panitia Bakti Sosial Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kedokteran 2011 - Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Tekanan Darah dan Tingkat Kebugaran pada Karya

0 0 16