BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tekanan Darah 2.1.1. Definisi Tekanan Darah - Gambaran Tekanan Darah pada Penderita Stroke Fase Akut di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tekanan Darah

  2.1.1. Definisi Tekanan Darah

  Tekanan darah adalah gaya (atau dorongan) darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh (Palmer, 2007). Darah yang dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sangat penting sebagai media pengangkut oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi kehidupan sel- sel tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai sarana pengangkut sisa hasil metabolisme yang tidak berguna lagi dari jaringan tubuh (Gunawan, 2001).

  Hasil pengukuran tekanan darah berupa dua angka, yang menunjukkan delapan puluh’). Angka yang di atas menunjukkan tekanan sistolik, yaitu tekanan di arteri saat jantung berdenyut atau berkontraksi memompa darah ke sirkulasi. Angka yang di bawah menunjukkan tekanan diastolik, yaitu tekanan di arteri saat jantung berelaksasi di antara dua denyutan (kontraksi). Angka-angka ini memiliki satuan milimeter merkuri (atau mmHg, Hg adalah simbol kimia untuk merkuri) (Palmer, 2007).

  Menurut Lumbantobing (2008), tekanan darah bergantung pada:

  • Curah jantung
  • Tahanan perifer pada pembuluh darah
  • Volum atau isi darah yang bersirkulasi Faktor utama (mayor) dalam mengontrol tekanan arterial ialah output jantung dan tahanan perifer total. Bila output jantung (curah jantung) meningkat, tekanan darah arterial akan meningkat, kecuali jika pada waktu yang bersamaan tahanan perifer menurun.

  2.1.2. Jenis Tekanan Darah

  Menurut Gunawan (2001), tekanan darah manusia dapat digolongkan

  2.1.2.1. Tekanan Darah Rendah

  

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC

  Prehypertension 120-139 or 80-90 Stage 1 hypertension 140-159 or 90-99 Stage 2 hypertension

  Normal < 120 and < 80

  Classification Systolic Blood Diastolic Blood Pressure mmHg Pressure mmHg

  (JNC) VII

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah tinggi menurut Joint National Committe

  7) klasifikasi tekanan darah tinggi pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah (Lumbantobing, 2008).

  Menurut The Sevent Report of The Joint National Committe on

  Tekanan darah rendah adalah suatu keadaan dimana tekanan darah lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah sehingga menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan (UPT BIT LIPI, 2009).

  2.1.2.3.2. Klasifikasi Tekanan Darah Tinggi

  Tekanan darah tinggi dapat didefinisikan sebagai hipertensi dimana tepat atau di atas 140 mmHg (Lilly, 2007).

  2.1.2.3.1. Definisi Tekanan Darah Tinggi

  2.1.2.3. Tekanan Darah Tinggi

  Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute tekanan darah normal adalah tekanan darah yang berkisar kurang dari 120 mmHg untuk sistolik dan kurang dari 80 mmHg untuk diastolik.

  2.1.2.2. Tekanan Darah Normal

  ≥ 160 or ≥ 100 Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) / International

  

Society of Hypertension (ISH) (2003), klasifikasi tekanan darah tinggi terbagi

  menjadi kelompok optimal, normal, high normal, hipertensi derajat 1 (ringan), hipertensi derajat 2 (sedang), hipertensi derajat 3 (berat), dan hipertensi sistolik yang terisolasi.

Tabel 2.2. Klasifikasi tekanan darah tinggi menurut WHO-ISH 2003

  Classification Systolic Blood Diastolic Blood Pressure mmHg Pressure mmHg

  Optimal < 120 < 80 Normal < 130 < 85

  High-Normal 130-139 85-89 Grade 1 Hypertension (mild) 140-159 90-99 Subgroup: Borderline 140-159 90-94 Grade 2 Hypertension (moderate) 160-179 100-109 Grade 3 Hypertension (severe)

  ≥ 180 ≥ 110

  Isolated Systolic Hypertension

  ≥ 140 < 90

   Subgroup: Borderline 140-149 < 90

2.2. Anatomi Vaskularisasi Otak Otak diperdarahi oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis.

  Dengan kata lain, daerah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis serta meluas ke sistem percabangan. Karotis interna dibentuk dari percabangan dua karotis dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteri-arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang mengalir ke belakang bagian vertikal dan masuk tengkorak melalui foramen magnum, lalu saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak memperdarahi otak bagian posterior. Arteri basilaris terbagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis bagian posterior (Batticaca, 2008).

  Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis terdapat sebuah lingkaran Lingkaran ini disebut sirkulus Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotis interna, arteri serebral anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung anterior dan posterior. Aliran darah dari sirkulus Willisi secara langsung mempengaruhi sirkulasi anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada sirkulus Willisi memberi jalur alternatif pada aliran darah jika salah satu peran arteri mayor tersumbat (Batticaca, 2008).

  Anastomosis arterial sepanjang sirkulus Willisi merupakan daerah yang sering mengalami aneurisma, yang biasanya bersifat kongenital. Aneurisma dapat terjadi jika tekanan darah meningkat yang dapat menyebabkan dinding arteri menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang berdekatan dengan struktur serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral, seperti penekanan khiasma optikum yang menyebabkan gangguan penglihatan. Jika arteri tersumbat sumbatan aliran darah ke distal neuron-neuron sehingga mengakibatkan sel-sel neuron cepat nekrosis. Keadaan ini menyebabkan stroke (cedera serebrovaskular-

  

cerebrovascular accident ) atau infark. Pengaruh sumbatan pembuluh darah

  bergantung pada pembuluh darah dan daerah otak yang terserang (Batticaca, 2008).

Gambar 2.1. Skema sirkulus willisi, arteri pada otak, dan batang otak (Tubbs, 2011).

2.3. Stroke

2.3.1. Definisi Stroke

  Menurut WHO, stroke adalah tanda-tanda klinik yang berkembang dengan cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Sacco, 2000).

  Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke berlangsung sampai satu minggu (Misbach, 1999; dalam Bangun, 2008).

2.3.2. Faktor Risiko Stroke

  Heart and Stroke Foundation of Canada membagi faktor risiko stroke

  menjadi 2 kelompok, yaitu:

  1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a.

  Usia Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah terkena stroke. Stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun (Pinzon & Asanti, 2010).

  b.

  Jenis kelamin Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan lebih tinggi angka kejadian faktor risiko stroke (misalnya hipertensi) pada laki-laki (Pinzon & Asanti, 2010). Riwayat keluarga Risiko stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga stroke.

  Seseorang dengan riwayat keluarga stroke lebih cenderung menderita diabetes dan hipertensi. Hal ini mendukung hipotesis bahwa peningkatan kejadian stroke pada keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkannya faktor risiko stroke (Pinzon & Asanti, 2010).

  d.

  Ras Penduduk Afrika ‐ Amerika dan Hispanic ‐ Amerika berpotensi stroke lebih tinggi dibanding Eropa ‐ Amerika. Pada penelitian penyakit artherosklerosis terlihat bahwa penduduk kulit hitam mendapat serangan stroke 38 % lebih tinggi dibandingkan kulit putih (Bethesda Stroke Center, 2007).

  e.

  Riwayat stroke/ TIA 50 % stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke atau TIA (Djoenaidi, 2003; dalam Widjaja, 2010). Beberapa laporan menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA kemungkinan akan mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala lanjutan dan 1/3 akan mengalami stroke (Noerjanto, 2003; dalam Widjaja, 2010).

  2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a.

  Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko stroke dan penyakit jantung koroner yang paling konsisten dan penting. Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risiko lainnya (Pinzon & Asanti, 2010).

  b.

  Hiperkolesterolemia Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien dengan kadar kolesterol diatas 240 mg%. Setiap kenaikan kolesterol 38,7 mg% dapat meningkatkan angka kejadian stroke sebesar 25% (Bethesda Stroke Center, 2007).

  c.

  Diabetes Diabetes meningkatkan risiko stroke dua kali lipat. Peningkatan kadar gula darah berhubungan lurus dengan risiko stroke (semakin tinggi kadar gula darah, semakin mudah terkena stroke) (Pinzon & Asanti, 2010).

  d.

  Obesitas Seseorang dengan berat badan berlebih memiliki risiko yang tinggi untuk menderita stroke. Penelitian Oki, dkk (2006) menyimpulkan bahwa seseorang dengan indeks massa tubuh

  ≥ 30 memiliki risiko stroke 2,46 kali dibanding yang memiliki indeks massa tubuh < 30 (Pinzon & Asanti, 2010).

  e.

  Konsumsi alkohol Risiko stroke pada peminum alkohol, tergantung berapa banyak alkohol yang dikonsumsi. Keracunan alkohol akut merupakan faktor yang dapat memunculkan stroke pada orang muda, baik stroke trombotik maupun perdarahan subarakhnoid (Misbach, 2011).

  f.

  Kurangnya aktivitas fisik / olahraga Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan lemak.

  Timbunan lemak yang berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin sehingga akan menjadi diabetes dan disfungsi endotel (Djoenaidi, 2003; dalam Widjaja, 2010).

  g.

  Merokok Merokok meningkatkan risiko stroke sampai dua kali lipat. Ada hubungan yang linier antara jumlah batang rokok yang diisap per hari dengan peningkatan risiko stroke. Risiko stroke bertambah 1,5 kali setiap penambahan 10 batang rokok per hari (Pinzon & Asanti, 2010).

  h.

  Stres Menurut Heart and Stroke Foundation of Canada, jika hidup seseorang penuh dengan stres maka ia akan susah untuk menjalani gaya hidup yang sehat sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

  Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke, berdasarkan atas patologi anatomi, sistem pembuluh darah, dan stadiumnya (Misbach, 2011).

  1. Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebabnya a.

  Stroke Iskemik Stroke iskemik didefinisikan sebagai sel-sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi yang disebabkan penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah (arteriosklerosis). Hampir sebagian besar pasien stroke mengalami stroke iskemik. Stroke iskemik menyebabkan aliran darah ke sebagian atau keseluruhan otak menjadi terhenti (Redaksi Agromedia, 2009).

  • Serangan Iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack / TIA)

  Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam (Muttaqin, 2008).

  • Trombosis Serebri Merupakan jenis stroke yang disebabkan terbentuknya trombus
  • Emboli Serebri Merupakan jenis stroke yang disebabkan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah (Redaksi Agromedia, 2009).

  b.

  Stroke Hemoragik Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.

  Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Muttaqin, 2008). Stroke jenis ini terjadi sekitar 20% dari seluruh pasien stroke. Namun, 80% dari orang yang terkena stroke hemoragik mengalami kematian dan hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi (Redaksi Agromedia, 2009).

  • Perdarahan Intraserebral (PIS)

  Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak (Muttaqin, 2008).

  • Perdarahan Subarachnoid (PSA)

  Perdarahan yang terjadi di ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak) (Redaksi Agromedia, 2009).

  2. Berdasarkan Stadium atau Pertimbangan Waktu a.

  Transient Ischemic Attack (TIA) b. Stroke In Evolution (Progressing Stroke)

  Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari (Muttaqin, 2008).

  c.

  Complete Stroke Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA

  3. Berdasarkan Sistem Pembuluh Darah a.

  Sistem Karotis b. Sistem Vertebro-basiler

2.3.4. Patofisiologi Stroke

  1. Stroke Hemoragik a.

  Perdarahan intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi cepat, dapat megakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak (Muttaqin, 2008). Perdarahan subarakhnoid Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.

  Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya) (Muttaqin, 2008).

  2. Stroke Iskemik Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung) (Muttaqin, 2008). Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak (Batticaca, 2008).

  Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area stenosis. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah (Muttaqin, 2008).

  (a) (b)

Gambar 2.2. (a) Hemorrhagic stroke. (b) Ischemic stroke. Heart and Stroke Foundation of Canada (2008).

2.3.5. Peran Tekanan Darah dalam Stroke

  Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh darah serebral menjadi vasospasme (vasokonstriksi). Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh darah serebral akan menjadi vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak tetap konstan. Walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg, autoregulasi arteri serebral masih mampu memelihara aliran darah ke otak tetap normal. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 110-120 mmHg untuk tekanan diastolik (Toole, 1990; dalam Hariyono, 2002).

  Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun- tahun, akan menyebabkan diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat. Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan perdarahan pada otak (Toole, 1990; dalam Hariyono, 2002). Tekanan darah sistemik Pembuluh serebral akan meningkat/menurun berkonstriksi/berdilatasi Pembuluh serebral tidak Diameter lumen pembuluh dapat berdilatasi atau darah tersebut akan berkonstriksi dengan leluasa menjadi tetap

  Tekanan perfusi ke jaringan Iskemik Serebral otak tidak adekuat Tekanan perfusi dinding Hiperemia, edema, kapiler menjadi tinggi perdarahan pada otak

Gambar 2.3. Peran tekanan darah dalam stroke.

2.3.6. Diagnosis Stroke

  1. Anamnesis Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat beromunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu beristirahat (Misbach, 2011).

  Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke (misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi, dan lainnya), selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit lainnya (Misbach, 2011).

  2. Pemeriksaan Fisik Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma Glasgow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah. Perhatikan pada pernapasan penderita untuk menentukan fungsi lesi di otak untuk dimonitor. Namun jika penderita sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf di otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik atau

  Pada penderita stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral hipertensi hampir selalu dijumpai, sedangkan pada penderita stroke hemoragik dengan perdarahan subarakhnoid biasanya tidak dijumpai. Pada penderita stroke iskemik hipertensi sering dijumpai (Dewanto et al., 2009).

Tabel 2.3. Perbedaan stroke perdarahan dan iskemik (Junaidi, 2011).

  Gejala & Tanda Stroke Perdarahan Stroke Iskemik Saat kejadian/ onset Sedang aktif Saat Istirahat Peringatan TIA Tidak ada Ada Nyeri kepala Hebat Ringan/sangat ringan Kejang Ada Tidak ada Muntah Ada Tidak ada Penurunan kesadaran Sangat nyata Ringan/ sangat ringan Nadi bradikardia/ lambat ++ (sejak awal) +/- (hari ke-4) Edema papil mata + (sering) - Kaku kuduk + - Kernig, Brudzinski ++ -

  3. Pemeriksaan Penunjang CT Scan memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.

  (Muttaqin, 2008). Dengan pemeriksaan CT Scan otak, kita dapat memastikan apakah strokenya berdarah atau iskemik. Hal ini sangat penting karena penanganannya berbeda (Lumbantobing, 2007).

  Pada penderita stroke hemoragik, hasil pemeriksaan CT Scan biasanya didapati massa intrakranial densitas bertambah (lesi hiperdensi), sedangkan pada penderita stroke iskemik didapati densitas berkurang (lesi hipodensi) (Muttaqin, 2008).

  Stroke merupakan gangguan pasokan darah di otak dan faktor yang banyak peranannya pada peredaran darah otak ialah jantung, pembuluh darah, dan jantung (misalnya dengan alat elektrokardiogram, dan bila perlu, dengan alat ekokardiogram). Kadang-kadang dibutuhkan pula pemeriksaan pembuluh darah, misalnya pemeriksaan arteriografi pembuluh darah otak, atau pemeriksaan Doppler (Lumbantobing, 2007).

  Keadaan darah harus diteliti, apakah ada kekentalan darah, jumlah sel darah berlebihan, penggumpalan trombosit yang abnormal, mekanisme pembekuan darah yang terganggu. Juga harus ditelaah faktor risiko lain, seperti kadar kolesterol yang tinggi di darah, kadar asam urat yang tinggi (Lumbantobing, 2007).