BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tekanan Darah 1.1.Pengertian - Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Tekanan Darah

1.1.Pengertian

  Tekanan darah adalah gaya (atau dorongan) darah ke arteri saat darah dipompakan keluar dari jantung ke seluruh tubuh (Palmer, 2007). Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah.

  Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny, 2010).

  Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60mmHg sampai 140/90mmHg. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80mmHg (Smeltzer & Bare, 2001). Tekananan darah hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa telah dipakai sebagai rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah dalam sejarah fisiologi. Kadang-kadang tekanan juga dinyatakan dalam sentimeter air (Guyton, 1996).

  1.2.Fisiologi Tekanan Darah

  Tekanan darah menggambarkan interaksi dari curah jantung, tekanan vaskuler perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri (Potter & Perry, 2005).

  1.3.Klasifikasi Tekanan Darah

  Klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH 2003 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal <120-129 <80-85 Pre-Hipertensi 130-139 85-89 Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99 (ringan) Hipertensi Derajat 2 160-179 100-109 (sedang) Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 ≥ 110 (berat)

  1.4.Curah Jantung

  Curah jantung adalah volume darah yang dipompakan jantung (volume sekuncup) selama 1 menit (frekuensi jantung): Curah jantung = frekuensi jantung x volume sekuncup

  Tekanan darah bergantung pada curah jantung dan tahanan vaskuler perifer:

  Tekanan darah = curah jantung x tahanan vaskuler perifer Bila volume darah meningkat dalam spasium tertutup, seperti pembuluh darah, tekanan dalam spasium tersebut meningkat. Jadi, jika curah jantung meningkat, darah yang dipompakan terhadap dinding arteri lebih banyak, menyebabkan tekanan darah naik.

  Curah jantung dapat meningkat sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung, kontraktilitas yang lebih besar dari otot jantung, atau peningkatan volume darah. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi lebih cepat daripada perubahan perubahan kontraktilitas otot atau volume darah. Peningkatan frekuensi jantung tanpa perubahan kontraktilitas atau volume darah, mengakibatkan penurunan tekanan darah (Potter & Perry, 2005).

1.5.Tahanan Perifer

  Sirkulasi darah melalui jalur arteri, arteriol, kapiler, venula dan vena. Arteri dan arteriol dikelilingi oleh oto polos yang berkontraksi atau rileks untuk mengubah ukuran lumen. Ukuran arteri dan arteriol berubah untuk mengatur aliran darah bagi kebutuhan jaringan local. Misalnya, apabila lebih banyak darah yang dibutuhkan oleh organ utama, arteri perifer berkontriksi, menurunkan suplai darah. Darah menjadi lebih banyak tersedia bagi organ utama karena perubahan tekanan di perifer. Normalnya, arteri dan arteriol tetap berkontriksi sebagian untuk mempertahankan aliran darah yang konstan. Tahanan pembuluh darah perifer adalah tahanan terhadap aliran darah yang ditentukan oleh tonus otot vaskuler dan diameter pembuluh darah. Semakin kecil lumen pembuluh, semakin besar tahanan vaskuler terhadap aliran darah. Dengan naiknya tahanan, tekanan arteri juga naik. Pada dilatasi pembuluh darah dan tahanan turun, tekanan darah juga turun. (Potter & Perry, 2005).

  Tahanan terhadap aliran darah terutama terletak di arteri kecil tubuh, yang disebut arteriol, tetapi meskipun setiap kapiler akan memberikan tahanan yang lebih besar di banding sebuah arteriol, terdapat sejumlah besar kepiler yang tersusun parallel dan berasal dari satu arteriol. Akibatnya terdapat sejumlah lintasan alternative bagi darah dalam perjalanannya dari arteriol ke vena, dan karena inilah maka jaringan kepiler ini tidak memberikan tahanan terhadap aliran darah seperti yang diberikan arteriol (Green, 2008).

1.6.Volume Darah

  Volume sirkulasi darah dalam sistem vaskuler mempengaruhi tekanan darah. Pada kebanyakn orang dewasa volume sirkulasi darahnya adalah 5000 ml.

  Normalnya darah tetap konstan. Bagaimana pun juga, jika volume darah meningkat, tekanan terhadap dinding arteri menjadi lebih besar. Misalnya, pemberian cairan infuse yang cepat dan tidak terkontrol dari cairan intravena meningkatkan tekanan darah. Bila volume darah yang bersirkulasi didalam tubuh menurun, seperti pada kasus hemoragi atau dehidrasi, tekanan darah menurun (Potter & Perry, 2005).

  1.7.Viskositas

  Kekentalan atau viskositas darah mempengaruhi kemudahan aliran darah melewati pembuluh darah yang kecil. Hematokrit atau persentase sel darah merah dalam darah, menentukan viskositas darah. Apabila hematokrit meningkat, dan aliran darah lambat, tekanan darah arteri naik. Jantung harus berkontraksi lebih kuat lagi untuk mengalirkan darah yang kental melewati sistem sirkulasi (Potter & Perry, 2005).

  1.8.Elastisitas

  Normalnya dinding darah arteri elastic dan mudah berdistensi. Jika tekanan dalam arteri meningkat, diameter pembuluh darah meningkat untuk mengakomodasi perubahan tekanan. Kemampuan distensi arteri mencegah pelebaran fluktasi tekanan darah. Bagaimana pun juga, pada penyakit tertentu, seperti arteriosklerosis, dinding pembuluh kehilangan elastisitas dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat merenggang dengan baik. Dengan menurunnya elastisitas terdapat tahanan yang lebih besar pada aliran darah. Akibatnya, bila ventrikel kiri menginjeksi volume sekuncupnya, pembuluh tidak lagi memberi tekanan. Sedangkan, volume darah yang diberikan dorongan melewati dinding arteri yang kaku dan tekanan sistemik yang meningkat. Kenaikan tekanan sistolik lebih signifikan daripada tekanan diastolik sebagai akibat dari penurunan elastisitas arteri.

  Setiap faktor hemodinamik secara signifikan mempengaruhi yang lainnya. Misalnya, jika elastisitas arteri turun tahanan vaskuler perifer meningkat. Pengontrolan yang kompleks dari sistem kardiovaskuler secara normal mencegah salah satu faktor secara permanen mengubah tekanan darah (Potter & Perry, 2005).

1.9.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu: a. Volume darah

  Berkurangnya volume darah yang bersirkulasi, misalnya akibat perdarahan atau syok, dapat menyebabkan penurunan tekanan sistolik maupun diastolik.

  b.

  Frekuensi jantung Tekanan darah meningkat sejalan dengan meningkatnya frekuensi jantung agar volume darah yang bersirkulasi tidak berubah.

  c.

  Usia Tekanan darah meningkat sejalan dengan peningkatan usia akibat penurunan elastisitas dinding arteri (Johnson & Wendy, 2005). Pada tingkat tekanan darah anak-anak atau remaja dikaji dengan memperhitungkan ukuran tubuh dan usia. Selama remaja tekanan darah tetap bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh. Namun, kisaran normal pada anak yang berusia 19 tahun adalah 124-136/77-84 mmHg untuk anak laki-laki dan 124-127/63-74 mmHg untuk anak perempuan.

  Tekanan darah orang dewasa cenderung meningkat seiring pertambahan usia. Pada lansia cenderung meningkat. Tekanan darah lansia normalnya adalah 140- 90 mmHg (Potter & Perry, 2005). d.

  Variasi diurnal Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah biasanya rendah pada pagi-pagi sekali, secara berangsur-angsur naik pagi menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada senja hari atau malam hari.

  e.

  Berat badan Orang dengan berat badan berlebihan cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi.

  f.

  Jenis kelamin Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada anak laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada laki-laki pada usia tersebut.

  g.

  Alkohol Asupan alkohol yang tinggi dan harus terus-menerus berkaitan dengan tekanan darah yang tinggi, meskipun alkohol juga dapat menurunkan tekanan darah dengan menghambat efek hormone antidiurertik, yang menimbulkan vasoldilatasi.

  h.

  Merokok Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, yang berlangsung selama 30-60 menit. i.

  Makan Tekanan darah meningkat selama 30-60 menit setelah ingesti makanan. j.

  Stress, takut, nyeri dan ansietas dapat mengakibatkan stimulasi sistem saraf simpatis, yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Efek simpatik meningkatkan tekanan darah. k.

  Latihan Fisik Latihan fisik meningkatkan tekanan darah yang berlangsung selama 30-60 menit. l.

  Penyakit Proses penyakit apapun yang mempengaruhi isi sekuncup, diameter pembuluh darah, tahanan perifer atau pernapasan akan mempengaruhi tekanan darah. m.

  Renin Tingginya kadar renin menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan volume darah (akibat meningkatnya retensi garam dan cairan pada ginjal), mengakibatkan tingginya tekanan darah (Perry & Potter, 2005)

1.10.Pengukuran Tekanan Darah

  Untuk mengontrol tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung , kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphygmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan rongga manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer sesuai dengan tekanan dalam millimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakilis (Smeltzer & Bare, 2001).

  Cara mengukur tekanan darah yaitu dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa.

  Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radikal atau brakial menghilang.

  Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampau dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmhg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik yang kebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001).

  Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat dibawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul di antara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun dibawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).

2. Latihan Fleksibility

2.1. Defenisi

  Fleksibilitas atau kelenturan/kelentukan dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari sebuah sendi dan otot, serta tali sendi di sekitarnya untuk bergerak dengan leluasa dan nyaman dalam ruang gerak maksimal yang diharapkan. Fleksibilitas optimal memungkinkan sekelompok atau satu sendi untuk bergerak dengan efisien. Kelenturan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam sendi. Selain itu, kelentukan ditentukan juga oleh keelastisan otot- otot tendon dan ligamen. Fleksibilitas menunjukkan besarnya pergerakan sendi yang dilakukan secara maksimal. Dengan bertambah umur seseorang memiliki konsekuensi munculnya gangguan pada persendian.

  Latihan fleksibilitas merupakan latihan yang membuat kerja sendi menjadi lebih baik, dan pergerakan lebih mudah. dapat dilakukan setiap hari dengan melakukan peregangan otot dengan gerakan yang lambat.Latihan ini dilakukan dengan meregangkan otot-otot hingga terasa tegangan yang ringan, dan menahannya hingga 10 – 20 detik, bernafas dalam dan perlahan ketika peregangan dilakukan, lalu keluarkan nafas perlahan saat menahan pada posisi tersebut.

  Latihan dimulai dari kepala , leher dan kebawah menuju kaki. Pengulangan sedikitnya dilakukan sebanyak 3 kali. Latihan fleksibilitas dikarakteristikkan dengan peningkatan aktivitas otot dalam berespon terhadap tahanan dan dilakukan pengulangan. Lama waktu latihan yang dapat mengubah kekuatan otot sekitar 4-6 minggu. Latihan mempunyai peranan penting untuk adaptasi termasuk hipertropi otot (Montagu, 2005). Dalam penelitian Sulistyaningsih (2010) dilakukan latihan fleksibilitas kepada pasien hemodialisa yang dilakukan dalam waktu 4 minggu selama 30 menit dan hasil penelitian ditemukan adanya pengaruh latihan fleksibilitas untuk kekuatan otot pasien hemodialisa.

2.2. Pathofisiologi Perubahan Tekanan Darah Saat Latihan

  Pada saat melakukan latihan fisik peningkatan tersebut akan meningkatkan aktivitas pernafasan dan otot rangka, dari peningkatan aktivitas pernafasan akan meningkatkan aliran balik vena sehingga menyebabkan peningkatan volume

  jantung

  sekuncup yang akan langsung meningkatkan curah sehingga menyebabkan tekanan darah arteri meningkat, setelah tekanan darah arteri meningkat akan terjadi fase istirahat terlebih dahulu, akibat dari fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka dan menyebabkan aktivitas saraf simpatis dan epinefrin menurun, namun aktivitas saraf simpatis meningkat, setelah itu akan menyebabkan kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, vasodilatasi arteriol vena, karena penurunan ini mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan resistensi perifer total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah (Sherwood, 2005).

  Pengaruh epinefrin pada pembuluh darah dapat menyebabkan pelebaran (dilatasi). Peningkatan pelebaran pembuluh darah saat latihan juga disebabkan karena meningkatnya suhu tubuh. Banyak keringat yang keluar akan menyebabkan plasma darah keluar, volume darah menurun sehingga tidak naik berlebihan.

  Fritz (2005) mengatakan perubahan fisiologis yang terjadi khususnya pada repon kardiovaskuler dengan melakukan latihan, yaitu stimulasi serat-seratotot pada otot rangka meliputi respon syaraf simpatik. Respon sistem syaraf simpatis secara umum meliputi vasokontriksi pembuluh darah periferdan meningkatkan kontraktilitas otot jantung, meningkatkan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah sehingga akan meningkatkan dan distribusi kembali cardiac output.

  Meningkatnya cardiac output karena peningkatan kontraktilitas otot jantung, denyut jantung dan aliran darah sepanjang otot yang bekerja. Perubahan selama istirahat meliputi penurunan denyut nadi dengan penurunan dominasi syaraf simpatik dan kadar epinephrine dan norepinephrine. Terjadi penurunan tekanan darah dan seringkali terjadi peningkatan volume darah dan hemoglobin yang memfasilitasi pengiriman oksigen.

2.3. Jenis exercise flexibility.

  1. Latihan pergerakan kepala dan leher a.

  Duduk atau berdiri tegak, pandangan lurus kedepan.

  b.

  Perlahan dekatkan telinga kanan kearah bahu kanan.

  c.

  Putar kepala kearah belakang dan dekatkan telinga kiri kebahu kiri.

  d.

  Dekatkan dagu kedada dan putar perlahan dagu kearah sepanjang dada sehingga telinga kiri menyentuh bahu kiri.

  e.

  Tegakkan kembali dagu hingga pandangan lurus kedepan.

  2. Latihan Peregangan lengan dan tangan.

  a.

  Duduk atau berdiri tegak.

  b.

  Luruskan lengan kedepan setinggi bahu.

  c.

  Regangkan seluruh jari lalu buat kepalan tangan dan lepaskan lagi d.

  Lengan tetap lurus kedepan lalu buat putaran dipergelangan tangan pertama searah jarum jam kemudian berlawanan arah dengan jarum jam.

3. Latihan Peregangan pinggang a.

  Berdiri atau duduk tegak b.

  Angkat kedua tangan ke atas c. Jatuhkan lengan sebelah kanan dan rasakan tarikan, lalu tegak kembali d.

  Lakukan yang sama pada lengan kiri 4. Latihan peregangan dada dan punggung belakang a.

  Berdiri atau duduk tegak b.

  Letakkan tangan dibahu dengan siku diluar c. Buat lingkaran dgn siku ,pertama kedepan lalu kebelakang d.

  Stop membuat lingkaran lalu buat siku berdekatan didepan dada e. Buka kembali siku dan lalu regangkan rasakan tekanan didada 5. Latihan Peregangan Paha Belakang a.

  Duduk tegak b.

  Lengkungkan badan raih lutut kiri dgn kedua tangan dan tarik menuju dada c. Letakkan ujung dagu kearah dada dan cobalah menyentuhkan kening ke lutut, lakukan semampu anda dan tahan d.

  Turunkan kembali lutut kiri dan lakukan ulang pada lutut kanan 6. Latihan Peregangan kaki a.

  Duduk tegak dengan kaki dilantai, berpegangan pada kursi b.

  Perlahan angkat kaki kanan sampai lurus didepan c. Perhatikan jempol kaki, lalu gerakkan kedepan dan kebelakang d.

  Gerakkan tumit memutar pertama kekanan lalu kekiri.

  e.

  Letakkan kaki kanan kelantai dan lakukan juga pada kaki kiri.

7. Latihan Peregangan betis a.

  Letakkan tangan pada sandaran kursi dan berdiri tegak lurus b.

  Mundurkan kaki kanan selangkah dan tekan tumit kanan dilantai c. Lengkungkan kaki kiri dan rasakan tarikan pada betis kanan d.

  Lengkungkan lutut kanan dan rasakan tarikan pada tumit kanan dan tahan.

2.4. Kontraindikasi Latihan fleksibilitas 1.

  Latihan fleksibilitas tidak boleh dilakukan bila latihan tersebutmengganggu proses penyembuhan seperti pada keadaan patah tulang.

  2. Latihan fleksibilitas harus dilakukan dengan hati hati pada area tumit dan kaki untuk meminimalkan stasis vena dan pembentukan thrombus. Tanda-tanda latihan yang tidak tepat adalah timbulnya rasa nyeri dan peradangan.

  3. Latihan fleksibilitas harus di monitor dengan ketat pada keadaan setelah gangguan jantung.

  2. Gagal ginjal kronik

3.1.Definisi

  Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang, ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Suhardjono, 2003).

  Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 (National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative dikutip dari Arora, 2009).

3.2.Klasifikasi gagal ginjal kronik

  Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap akhir (Suhardjono, 2003). Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease

  Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut diantaranya adalah: a.

  Stage 1 Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 mL/min/1.73 m2 ) atau LFG normal b. Stage 2

  Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2.

  c.

  Stage 3 Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73. d.

  Stage 4 Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73.

  e.

  Stage 5 Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73. (Arora, 2009).

3.3.Etiologi Gagal Ginjal Kronik

  Penyebab penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu penyakit diabetik, penyakit ginjal non diabetik dan penyakit ginjal transplan. Pada ginjal diabetik dapat disebabkan oleh diabetes tipe 1 dan 2. penyebab pada penyakit ginjal non diabetik adalah penyakit glomerulus (penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasia), penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi dan mikroangiopati) penyakit tubulointerstisial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat) dan penyakit kistik (penyakit ginjal polikistik).

  Pada penyakit ginjal transplan dapat disebabkan oleh rejeksi kronik, toksisitas obat, penyakit rekuren dan glomerulopati transplan (Suhardjono, 2003 dikutip dari Susalit). Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal kronik sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari penyakit penting diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan pengobatan yang diberikan. Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi: a.

  Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-anak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.

  b.

  Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua golongan usia). c.

  Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih.

  d.

  Adanya kelainan kongenital pada ginjal.

  e.

  Nefropati herediter f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada usia dewasa.

  g.

  Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati analgesik tergolong penyebab yang sering pula.

  h.

  Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi penyebab yang lebih sering. i.

  Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat pada kondisi ini. j.

  Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat imunosupresif ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi ginjal. Obat imunosupresif selama periode atau masa transisi setelah transplantasi ginjal yang diberikan untuk mencegah penolakan tubuh terhadap organ ginjal yang dicangkokkan menyebabkan pasien beresiko menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti herpes zoster.

  3.4.Patofisiologi

  Apabila ginjal kehilangan sebahagian fungsinya oleh sebab apapun, nefron yang masih utuh akan mencoba mempertahankan laju filtrasi glomerulus agar tetap normal. Keadaan ini akan menyebabkan nefron yang tersisa harus bekerja melebihi kapasitasnya, sehingga timbul kerusakan yang akan memperberat penurunan fungsi ginjal (Azmi, 2003).

  Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertropi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh badan kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsobsi tubulus dalam setiap nefron meskipun filtrasi glomerulus untuk seluruh masa nefron yang terdapat pada ginjal turun dibawah nilai normal. Mekanisme dari adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Bila sekitar 75% masa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan tubulus glomerulus tidak dapat lagi dipertahankan (Price & Wilson, 1995).

  3.5.Manifestasi klinik

  Gejala awal gagal ginjal kronik tidak jelas dan sering diabaikan. Gejala umum berupa letargi, malaise, dan kelemahan sering tertutup dan dianggap sebagai gejala penyakit primer. Pada tahap lebih lanjut penderita merasa gatal, mual, muntah dan gangguan pencernaan lainnya. Makin lanjut progresif gagal ginjal kronik makin menonjol keluhan dan gejala uremik organ non ginjal lain

  (Zulkhair, 2004). Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik menurut Suparman (1990) terdiri atas : a.

  Hematologik Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.

  b.

  Gastrointestinal 1)

  Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan motil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.

  2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.

  3) Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui. 4) Gastritis erosif, Ulkus peptikus, dan colitis uremik.

  c.

  Syaraf dan otot 1)

  Miopati 2) Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksimal. 3)

  Ensefalopati metabolik Lemah, tidak biasa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.

  4) Burning feet syndrome Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.

  5) Restless leg syndrome Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.

  d.

  Kulit 1)

  Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit. 2) Echymosis akibat gangguan hematologis. 3) Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat. 4) Bekas garukan karena gatal.

  e.

  Kardiovaskuler 1)

  Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau akibat peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensi-aldosteron.

  2) Nyeri dada dan sesak nafas, akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

  3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastastatik.

  4) Edema akibat penimbunan cairan.

  f.

  Endokrin Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D. g.

  Gangguan Sistem Lain 1)

  Tulang: Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik.

  2) Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme.

3) Elektrolit : hiperfosfatermia, hiperkalemia, hipokalsemia.

3.6.Perjalanan Klinik

  Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu stadium pertama, stadium kedua, dan stadium ketiga atau akhir (Price & Wilson, 1995).

  a.

  Stadium pertama Stadium pertama ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar nitrogen urea daerah normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal dapat di ketahui dengan tes pemekatan kemih yang lama atau dengan tes glomerulus filtrasi yang teliti.

  b.

  Stadium kedua Stadium kedua disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal, gejala-gejala nokturia dan poliuria mulai timbul. c.

  Stadium ketiga atau stadium akhir Stadium ini disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia, timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap glomerulus filtrasi yang mengalami penurunan.

3.7.Komplikasi gagal ginjal kronik

  Bila ginjal tidak berfungsi sebagai salah satu alat pengeluaran (ekskresi), maka sisa metabolisme yang tidak dikeluarkan tubuh akan menjadi racun bagi tubuh sendiri dan mengakibatkan hipertensi, anemia, asidosis, ostedistrofi ginjal, hiperurisemia dan neuropati parifer (Noer, 2003).

  Komplikasi lain yang dapat di sebabkan oleh gagal ginjal kronik adalah cairan dan elektrolit (dehidrasi, hiperkalemia, edema, asidosis metabolik), kalsium fosfat dan tulang (hiperfosfatemia, hipokalsemi, hiperparatiodisme sekunder, osteodictrofi renal), hematologi (anemia, diatesis perdarahan), kardiopulmonal (hipertensi, gagal jantung kongestif, perikarditis uremik), gastrointestinal (nausea, vomitus, esofagitis, gastritis), neuromuskular (miopati, neuropati perifer, enselopati), dermatologi (warna kulit pucat, pruritis, dermatitis) (Robbins, 1999).

  Pada sebagian kecil kasus (10%), hipertensi mungkin tergantung renin dan refrakter terhadap kontrol volume natrium ataupun dengan anti hipertensi ringan.

  Bila K+ serum mencapai kadar sekitar 7 mEq/l, dapat terjadi aritmia yang serius dan juga henti jantung. Hiperkalemia makin diperberat lagi oleh hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16 sampai 20 mEq/l. Anemia berupa penurunan sekresi eritropoeitin oleh ginjal yang sakit maka pengobatan yang ideal adalah penggantian hormon ini. Pada hiperurisemia kadar asam urat yang meninggi maka dihambat biosintesis yang dihasilkan oleh tubuh dan neuropati perifer biasanya simtomatik tidak timbul sampai gagal ginjal mencapai tahap akhir (Behrman, 1997 dikutip dari Noer, 2003). Pada pasien gagal ginjal kronik dapat juga mengakibatkan.

3.8.Penatalaksanaan gagal ginjal kronik

  Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan, yaitu dengan memperlambat progresif gagal ginjal, mencegah kerusakan lebih lanjut, pengelolaan uremia dan komplikasinya, kalsium dan fosfor untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor dan hiperurisemia (Susalit, 2001).

4. Hemodialisa

4.1.Definisi

  Hemodialisis berasal dari dua kata yaitu hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti difusi partikel larut satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati membrane semipermeabel (Smeltzer, 2002).

  Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan pada pasien dengan gagal ginjal tahap akhir (Nursalam, 2006).

  Menurut Le Mone (1996) hemodialisa menggunakan prinsip dari difusi dan ultrafltrasi untuk membersihkan elektrolit dari produk tak berguna dan kelebihan cairan tubuh. Darah akan diambil dari tubuh melalui jalan masuk vaskular dan memompa ke membran dari selulosa asetat dan zat yang sama. Pengeluaran kira- kira sama dengan komposisi seperti ekstra cairan selular normal. Dialisa menghangatkan suhu tubuh dan melewati sepanjang ukuran dari membran lain.

  Semua larutan molekul lebih kecil dari sel darah, plasma dan protein mampu bergerak bebas di membran melalui difusi.

  Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena melalui pembedahan (NKF, 2006)

4.2.Komplikasi hemodialisa

  Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidak seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan udara dalam sikuit dialisa (Hudak & Gallo, 1996).

  Meskipun hemodialisis dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Pasien yang mengalami hemodialisis akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi serta adanya berbagai perubahan pada bentuk dan fungsi sistem dalam tubuh (Smeltzer & Bare, 2008).

  Tindakan hemodialisa dapat menyebabkan timbulnya berbagai komplikasi yang berasal dari pemasangan kateter di pembuluh darah, berhubungan dengan air yang digunakan, penggantian cairan, komposisi dialisis, membran hemodialisa, dosis yang tidak adekuat, karena antikoagulopati yang diberikan, dan komplikasi dari hemoperfusi. Komplikasi yang berasal dari selang yang dimasukkan ke pembuluh darah untuk tindakan hemodialisa beragam seperti kemampuan mengalirkan darah yang cukup berkurang, pneumotoraks, perdarahan, terbentuknya hematoma, robeknya arteri, hemotorak, embolisme, hemomediastinum, kelumpuhan saraf laring, trombosis, infeksi dan stenosis vena sentral, pseudoneurisma, iskhemia, dan sebagainya. Komplikasi terkait dengan air dan cairan yang diberikan terdiri atas adanya bakteri dan pirogen dalam air yang diberikan yang dapat memicu timbulnya infeksi, hipotensi, kram otot, hemolisis (bila komposisi elektrolit yang diberikan rendah sodium), haus dan sindrom kehilangan keseimbangan (bila sodium tinggi), aritmia (rendah dan tinggi potassium), hipotensi ringan, hiperparatiroidisme, petekie (rendah kalsium dan magnesium), osteomalais, nausea, pandangan kabur, kelemahan otot, dan ataksia (Lameire dan Mehta, 2000).