Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) Kota Cirebon Tahun 2017-2022

BAB 4 ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

4.1 Analisis Sosial

  Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

  • dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok

  Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana. Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di

  • tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

  • tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan

  3.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

  • pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

  Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program

  • partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan 4.

  Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

   Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan

  • oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

  • gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan

  Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

  Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

  kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah: 1.

  Pemerintah Pusat:

  a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

  b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

  c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

  d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

  2. Pemerintah Provinsi:

  a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

  b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

  c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.

  d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota:

a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

  b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

  Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

  4.1.1. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral yang antara lain dengan mengkaji aspek sosial lebih menekankan pada hasil kajian mengenai aspek kesejahteraan masyarakat yang terdiri dari kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, dan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan masyarakat dan pemerataan ekonomi diindikasikan dengan melihat indikator pertumbuhan PDRB, laju inflasi, dan PDRB perkapita. 1)

  Pertumbuhan PDRB Produk Domestik Regional Bruto merupakan indikator yang dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu tertentu, menggambarkan struktur ekonomi dan hasil analisisnya menggambarkan kinerja sektor perekonomian. Secara umum PDRB berdasarkan pendekatan produksi adalah jumlah nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam satu wilayah atau region tertentu, pada suatu waktu tertentu, dimana umumnya dalam jangka satu tahun. PDRB dihitung berdasarkan dengan harga pada tahun berjalan yang disebut dengan PDRB atas dasar harga berlaku, sedangkan yang dihitung dengan harga pada tahun dasar (2000 = 100) disebut dengan PDRB atas dasar harga konstan 2000. Berdasarkan data Tahun 2011-2015, secara keseluruhan pendapatan daerah mengalami peningkatan dengan persentase kenaikan fluktuatif. Secara persentase dan nominal hanya kelompok komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang secara konsisten mengalami kenaikan, sedangkan kelompok dana perimbangan meskipun secara nominal tiap tahunnya mengalami kenaikan, namun kontribusinya terhadap pendapatan daerah tiap tahunnya mengalami penurunan.

  4.1.2. Pengarus Utamaan Gender

  Dalam rangka memberdayakan perempuan menuju kesetaraan gender perlu diberikan akses seluas-luasnya terhadap kaum perempuan untuk lebih berperan aktif di segala bidang kehidupan. Untuk mengetahui peran aktif kaum perempuan salah satunya dapat diukur dari partisipasi perempuan pada lembaga pemerintah/eksekutif, legislatif maupun swasta.

Tabel 4.1 Persentase Pekerja Perempuan pada Lembaga Pemerintahan, Lembaga Legislatif dan Swasta Tahun 2008-2011 No. Uraian Tahun

  2008 2009 2010 2011 2012 1.

  • Jumlah pekerja perempuan 3.150 3.442 3.498 3.400 di lembaga pemerintah

  2. Jumlah pekerja perempuan

  1

  2

  2

  3 - di lembaga legislatif

  3. Jumlah pekerja perempuan 7.681 7.812 7.861 - 7.894 di lembaga swasta Jumlah 1 s/d 3 10.832 11.256 11.361 11.297 -

  4. Jumlah angkatan kerja 112.269 117.315 108.277 109.753 perempuan

  5. Persentase 9,65 9,60 10,49 10,29 4.1.3.

   Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

  1. Konsultasi masyarakat Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

  2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

  3. Permukiman kembali penduduk (resettlement) Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

4.2 Analisis Ekonomi

  Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak- lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden. Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:

  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

  2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

  3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

  6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

  8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

  3274010004 KECAPI 303 459 34 796 3274010005 LARANGAN 178

  7 392 3274040002 SUNYARAGI 459 456 39 954 3274040003 DRAJAT 537 254

  4 447 3274030004 PEKALANGAN 320 391 39 750 3274040001 KARYAMULYA 143 242

  4 819 3274030002 PULASAREN 362 188 550 3274030003 PEKALIPAN 242 201

  49 616 3274020004 PANJUNAN 247 343 7 597 3274030001 JAGASATRU 421 394

  731 1.013 53 1.797 3274020002 KESEPUHAN 662 691 46 1.399 3274020003 LEMAHWUNGKUK 161 406

  36 2 216 3274020001 PEGAMBIRAN

  3274010001 ARGASUNYA 198 814 234 1.246 3274010002 KALIJAGA 417 944 136 1.497 3274010003 HARJAMUKTI 619 477 39 1.135

  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

Tabel 4.2 Jumlah Rumah Tangga Miskin per Kelurahan di Kota Cirebon Berdasarkan PSED Tahun 2010 Kode Nama Kelurahan Mendekati Miskin Miskin Sangat Miskin Jumlah

  500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Kemiskinan sendiri merupakan permasalahan yang kompleks dan sangat berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam mengakses pelayanan sosial dasar, yaitu layanan pendidikan, layanan kesehatan dan kemampuan daya beli masyarakat. Berdasarkan data PSED tahun 2010, jumlah rumah tangga miskin di Kota Cirebon sebanyak 17.903 Rumah Tangga.

  14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

  13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

  6 797

  Mendekati Kode Nama Kelurahan Miskin Sangat Miskin Jumlah Miskin 3274040004 KESAMBI 292 214 5 511 3274040005 PEKIRINGAN 304 142

  4 450 3274050001 KEJAKSAN 340 190 2 532 3274050002 KEBONBARU 240 199

  3 442 3274050003 SUKAPURA 218 994 49 1.261 3274050004 KESENDEN 338 349

  12 699 Total 7.732 9.394 744 17.903 Sumber : Hasil Pendataan PSED, 2010.

4.3 Analisis Lingkungan A. Kajian Lingkungan Hidup Startegis (KLHS)

  Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah wajib melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam penyusunan atau evaluasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan upaya untuk memastikan bahwa pada tahap awal penyusunan kebijakan rencana program prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sudah dipertimbangkan. Pendekatan strategis dalam kebijakan, rencana, dan/atau program bukanlah sekedar untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan, melainkan juga untuk merencanakan dan mengendalikan langkah-langkah yang diperlukan sehingga menjamin keutuhan lingkunga hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. KLHS RPI2-JM Kota Cirebon dimaksud sebagai :

  1) Kajian aspek lingkungan dari perencanaan pembangunan infrastruktur yang dimuat dalam RPI2-JM

  2) Alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM mengingat RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program, dalam rangka menerapkanprinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup

  Terkait pembangunan bidang keciptakaryaan di Kota Cirebon sebagaimana tertuang dalam dokumen KLHS dari RPJMD 2013

  • – 2018 terdapat 5 tema isu sebagaimana dirinci dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.3 Tema Isu dan Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan Terkait KRP Bidang Cipta Karya di Kota Cirebon No Tema Isu Isu kunci/strategis

  1 Sumber Daya Air a.

  Ketergantungan air baku pada sumber air Cipaniis sebagai sumber air bersih

  2 Pencemaran Udara dan Iklim a.

  Meningkatnya suhu dan debu b.

  Meningkatnya potensi rob

  3 Tata Ruang a.

  Penurunan jumlah resapan air/ruang terbuka hijau minim b.

  Perubahan fungsi ruang yang berakibat meningkatnya potensi banjir dan genangan c.

  Penguasaan sepihak tanah timbul oleh masyarakat

  4 Persampahan a.

  Belum terlaksananya program 3R b.

  TPA belum menerapkan sanitary landfill

  Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan Terkait KRP Bidang Cipta Karya di Kota Cirebon sebagaimana tabel di atas dijelaskan lebih rinci sebagai berikut :

A) TEMA ISU: SUMBER DAYA AIR 1) Isu Kunci/Strategis : a. Ketergantungan air baku pada sumber air Cipaniis sebagai sumber air PDAM

  a) Analisa situasi terkini dan sebelumnya

  Deskripsi:  Pengelolaan air bersih Kota Cirebon mengandalkan sumber air yang berasal dari kawasan Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan dengan debit 1. 061 lt/dt dengan kapasitas Instalasi Pengolahan Air Minum 860 lt/dt.

   Cakupan layanan 75,58 % wilayah Kota Cirebon, dan jumlah penduduk terlayani 228.550 jiwa.  Banyaknya Penggunaan air tanah sebagai sumber alternatif air bersih oleh layanan jasa komersial dengan jumlah ijin pengambilan air bawah tanah  Tingkat kebocoran

  b) Kecenderungan ke depan Faktor penyebab utama yang Dampak positif dan negatif yang akan terjadi mempengaruhi tren ke depan berdasarkan kecenderungan yang ada

  1. Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, maka akan Lemahnya Koordinasi antar

  Pemerintah Pusat, Provinsi dan terjadi: Kabupaten/Kota dalam 1.

  Terjadi Krisis Air Bersih pengelolaan dan konservasi

  2. Penurunan kualitas lingkungan disekitar mata sumber air air sumber air baku yang berakibat 2. regulasi yang menurunnya pasokan air ke Kota Cirebon

  Kurangnya mengatur sumber daya alam yang menjadi hajat hidup orang banyak.

  3. Kecenderungan penurunan kualitas air sungai setiap tahun

c) Kesimpulan Kecenderungan Utama Kesimpulan: 1.

2. Perlunya regulasi yang mengatur sumber daya alam yang menjadi hajat hidup orang banyak.

B) TEMA ISU: PENCEMARAN UDARA DAN IKLIM 1) Isu Kunci/Strategis : Meningkatnya suhu dan debu

  Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, maka akan terjadi:

3. Kurangnya luasan dan sebaran

  2. Menyebabkan pemanasan global yang berdampak pada penipisan lapisan ozon

  1. Menyebabkan dampak negatif untuk kesehatan dengan adanya peningkatan suhu dan debu

  RTH publik 4. Belum optimalnya upaya penghijauan

  Perlunya koordinasi dan kerjasama yang terintegrasi dalam upaya pengelolaan dan konservasi sumber air antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota

  2. Kurang akuratnya Uji kelayakan kendaraan bermotor

  Tidak ada pembatasan jumlah kendaran

  b) Kecenderungan ke depan Faktor penyebab utama yang mempengaruhi tren ke depan Dampak positif dan negatif yang akan terjadi berdasarkan kecenderungan yang ada 1.

   Kondisi RTH publik saat ini hanya 8,96% dari luas wilayah kota menyebabkan meningkatnya suhu iklim mikro dan berkurangnya daya serap debu  Jumlah Industri

   Sumber pencemaran udara Kota Cirebon berasal dari sektor transportasi, industri menengah dan kecil, baik yang berasal dari Kota Cirebon maupun dari daerah sekitarnya.  Sumber pencemaran debu lainnya juga berasal dari stocpile batubara di kawasan pelabuhan dan pendistribusiannya yang melewati jalan di kota cirebon  Peningkatan Jumlah kendaraan bermotor diperkirakan meningkat setiap tahunnya.  Berdasarkan hasil pengukuran parameter suhu dan debu setiap tahun di 15 (lima belas) titik pantau yang merepresentasikan kawasan padat hingga pemukiman kualitas udara ambien, diketahui parameter suhu tertinggi di wilayah Kec. Lemahwungkuk dan parameter debu tertinggi di wilayah Kejaksan.

  a) Analisa situasi terkini dan sebelumnya

c) Kesimpulan dari kecenderungan

  Kesimpulan: 1.

  Bila tidak ada pembatasan jumlah kendaraan atau lemahnya dalam pengujian emisi kendaraan maka akan berdampak pada meningkatnya suhu dan debu begitu pula apabila luasan dan sebaran serta pengelolaan RTH tidak meningkat maka berkontribusi pada pemingkatan suhu dan debu.

  2. Perubahan ini akan merugikan masyarakat Kota Cirebon pada akhirnya akan menurunkan daya dukung lingkungan.

  3. Harus dilakukan pengelolaan dan perluasan sebaran RTH dan pengaturan kendaraan dan rekayasanya.

  2) Isu Kunci/Strategis : Meningkatnya potensi rob

  a) Analisa situasi terkini dan sebelumnya

  Deskripsi:  Peningkatan muka air laut sebagai salah satu dampak pemanasan global, mengakibatkan terjadinya banjir air rob di sepanjang pesisir pantai Kota Cirebon yang meliputi kelurahan kesenden, kelurahan kebonbaru, kelurahan panjunan Lemahwungkuk, kelurahan Kesepuhan dan Kelurahan Pegambiran.

   Pengambilan air tanah yang tak terkendali berdampak pada penurunan muka tanah

  b) Kecenderungan tren ke depan Faktor-faktor utama yang Dampak positif dan negatif yang akan terjadi

mempengaruhi tren ke depan berdasarkan kecenderungan yang ada

  1. Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, maka akan pengambilan air tanah semakin meningkat seiring kebutuah air terjadi: baku;

  1. Luasan zona rob akan bertambah; 2.

  2. Permukiman makin berkembang Penurunan derajat kesehatan masyarakat; di kawasan pesisir;

  3. Meningkatkan biaya/ekonomi tinggi bagi 3. masyarakat di kawsan pesisir. Kenikan muka air laut tidak dapat dihindari akibat perubahan iklim dan mungkina lajunya akan bertambah;

  c) Kesimpulan dari tren kunci

  Kesimpulan: a.

   Pengambilan air tanah harus dibatasi dan diawasi, pengaturan dan penataan

  kawasasn permukiman di pesisir dan menghambat laju pemanasan global; b.

   Dengan penerapan regulasi di atas akan menguntungkan masyarakat dan pemerintah

C) TEMA ISU: TATA RUANG 1)

  

Isu Kunci/Strategis : Penurunan jumlah resapan air/ruang terbuka hijau minim

a) Analisa situasi terkini dan sebelumnya

   Terdapat 8 titik kejadian banjir sampai dengan tahun 2009 dan mengalami peningkatan menjadi 18 titik sampai dengan tahun 2012  Kondisi RTH publik saat ini hanya 8,96% dari luas wilayah kota  Perubahan tata guna lahan dan tutupan lahan seiring dengan kebutuhan lahan untuk aktivitas perkotaan  Perluasan kawasan permukiman pada pinggiran kota  Penambahan panjang jalan yang akan berdampak pada perubahan guna lahan di sepanjang koridor jalan baru tersebut  Dimensi dan jaringan drainase belum ditingkatkan kapasitas dan systemnya dalam antisipasi perubahan lahan permeable menjadi impermeable.

  b) Kecenderungan tren ke depan Faktor-faktor utama yang Dampak positif dan negatif yang akan terjadi

mempengaruhi tren ke depan berdasarkan kecenderungan yang ada

  1. Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, maka akan Tidak terkendalinya perubahan fungsi lahan karena regulasi yang terjadi: lemah 1.

  Bencana banjir yang terjadi terus menerus dan tiap tahun, akan menyebabkan terganggunya fungsi Kota Cirebon sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

  2. Menyebabkan dampak negatif untuk kesehatan dengan adanya kejadian banjir

  c) Kesimpulan dari tren kunci Kesimpulan: a.

  Resiko banjir akan cenderung semakin tinggi jika tidak ada pengendalian terhadap alih fungsi pemanfaatan lahan.

  b.

  Pembuatan Sarana dan Prasarana Pengendali Air / Banjir sangat diperlukan untuk mencegah dan meminimalisir luapan air sungai pada musim hujan (tingginya curah hujan)

2) Isu Kunci/Strategis : Penguasaan sepihak tanah timbul oleh masyarakat

  a) Analisa situasi terkini dan sebelumnya

   Tanah timbul di Kelurahan Panjunan  Kondisi saat ini sebagian besar tanah timbul dikuasai oleh masyarakat di mana penguasaan dilakukan sejak proses pematangan dengan menggunakan sampah yang sengaja didatangkan berdampak pada kerentanan lingkungan dan sosial  Tanah timbul yang seharusnya merupakan milik negara dikuasai oleh masyarakat.  Karena penguasaan secara sporadis oleh masyarakat maka lingkungan yang terbentuk menjadi tidak teratur /kumuh

  b) Kecenderungan tren ke depan Faktor-faktor utama yang Dampak positif dan negatif yang akan terjadi

mempengaruhi tren ke depan berdasarkan kecenderungan yang ada

  2. Aktifitas warga yang mengkapling tanah timbul akan pula meningkat seiring dengan perkembangan perkotaan di wilayah pesisir.

  Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, maka akan terjadi: 1. akan timbul kawasan kumur 2. ekosistem pesisir akan terganggu 3. rawan maslaah social

c) Kesimpulan dari tren kunci Kesimpulan:

  1. Tanah timbul yang sudah dikuasai oleh masyarakat dilakukan penataan permukiman

  2. Penguatan kelembagaan yang menangani kawasan pesisir (tanah timbul)

  3. Pembatasan pembangunan infrastruktur sarana-prasarana di tanah timbul

D) TEMA ISU : PERSAMPAHAN 1) Isu Kunci/Strategis : Belum terlaksananya program 3R

  a) Analisa situasi terkini dan sebelumnya

   Meningkatnya kegiatan investor di Kota Cirebon yang bergerak di bidang jasa dan perdagangan antara lain pusat perdagangan, perhotelan, jasa kuliner yang berpotensi meningkatkan timbulan sampah, hal ini disebabkan karena meningkatnaya urbanisasi dan komuter ( penduduk temporer) dari wilayah sekitar Kota Cirebon  Jumlah volume sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivias kegiatan adalah + 978 m3/hari sementara jumlah timbulan sampah yang terangkut ke TPA hanya

  1. Secara alami tanah timbul akan terus berkembang di pesisir Kota Cirebon

  • 736 m3/hari

   Perda Kebersihan belum memuat amanat UU 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

  b) Kecenderungan tren ke depan Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan Dampak positif dan negatif yang akan terjadi berdasarkan kecenderungan yang ada 1.

  Meningkatnya investasi perdagangan dan jasa di Kota Cirebon 2. Perubahan budaya konsumtif yang menimbulkan peningkatan sampah plastic dan nonorganic

  Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, maka akan terjadi:

  1. Beban TPA Kopiluhur akan semakin berat 2.

  Perlu lokasi baru untuk TPA apabila TPA kopiluhur telah habis masa layanannya.

   Pengangkutran sampah dari sumber sampah ( kawasan perumahan, perkantoran,komersial, industri dan lain-lain) masih menggunakan cara konvensioanl yaitu kumpul, angkut, buang ke TPA yang sampai saat ini masih mendominasi pola penanganan sampah di Kota Cirebon.

   Sarana pengangkutan sampah baik gerobak, dump truck, arm rol juga sangat terbatas jumlahnya dan tidak mampu mengangkut seluruh sampah di TPS ke TPA sehingga mengakibatkan waktu tinggal sampah di TPS lebih dari 6 jam, akibatnya timbul masalah bau, kumuh dan lalat. lainnya

c) Kesimpulan dari tren kunci Kesimpulan: 1.

  Harus adanya regulasi yang mengatur 3R serta pengawasan yang ketat 2. Pemerintah harus mendorong dan mencari pasar dari hasil industry 3R

2) Isu Kunci/Strategis : TPA belum menerapkan sanitary landfill

  a) Analisa situasi terkini dan sebelumnya

   TPA Kota Cirebon terletak di Kelurahan Argasunya dengan luas 14ha, dengan menggunakan metode open dumping  Jumlah volume sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivias kegiatan adalah + 978 m3/hari sementara jumlah timbulan sampah yang terangkut ke TPA hanya

  • 736 m3/hari

   Kejadian kebakaran pada TPA akibat gas methan  Kondisi lingkungan TPA Kopiluhur tercemar lindi

  b) Kecenderungan tren ke depan Faktor-faktor utama yang Dampak positif dan negatif yang akan terjadi

mempengaruhi tren ke depan berdasarkan kecenderungan yang ada

  1. Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, maka akan Volume sampah akan meningkat;

  2. terjadi: Membutuhkan luasan TPA yang memadai;

  1. Meningkatnya gas methan yang berakibat 3. pengangkutan Kebakaran dan longsor yang dapat menelan

  Operasional meningkat korban jiwa

  2. Padahal timbulan sampah dengan volume yang besar di lokasi TPA berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global 3. Timbulan sampah yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu estetika lingkungan, menimbulkan bau serta mengakibatkan . berkembangnya penyakit

  c) Kesimpulan dari tren kunci 1.

  Perlu segera TPA sanitary landfill dalam waktu dekat dan TPA Regional dalam jangka menengah

2. Pengolahan sampah dari sumbernya dengan 3R untuk mengurangi volume sampah di

  TPA 3. Hal ini berdampak pada penduduk Kota Cirebon

  Berdasarkan isu strategis di atas diperlukan upaya mitigasi, upaya adaptasi atau alternatif yang disajikan dalam satu tabel di bawah ini

Tabel 4.4 Indikasi program pembangunan, mitigasi/adaptasi, dan/atau alternatif untuk Isu Strategis Ketergantungan

  

air baku pada sumber air Cipaniis sebagai sumber air bersih

Perumusan Mitigasi dan Alternatif No Indikasi Program Prioritas Deskripsi Pengaruh Mitigasi Alternatif

I. Ketergantungan air baku pada sumber air Cipaniis sebagai sumber air bersih

  • - -

  1. Penyediaan dan pengelolaan Terjadi ketergantungan Koordinasi lebih intensif Pencarian alternatif sumber air baku air baku penyediaan air baku dari sumber terhadap daerah penyedia diantaranya pemanfaatan air sungai, air air cipaniis kabupaten Kuningan, sumber air baku laut dan dari sumber mata air di - yang dapat berakibat terhadap kabupaten lain Optimalisasi pengelolaan air

  • - kerentanan sosial ekonomi antar bersih Efisiensi penggunaan air bersih wilayah
  • - -

  

2. Pengembangan, pengelolaan Belum dimanfaatkannya sungai- sungai dalam air hujan pada

Pengelolaan Pemanenan dan konservasi sungai , sungai dan sumber daya air mempertahankan kuantitas dan perumahan/permukiman
  • - danau dan sumber daya air lainnya di Kota Cirebon sebagai kualitas air melalui peningkatan Penyusunan peraturan zero runoff lainnya potensi sumber air baku. Perlu koordinasi lebih intensif dengan

  3. Pengendalian Banjir menggunakan teknologi tinggi stakeholder / instansi vertikal dalam pengolahan air tersebut dan horizontal

  4. Perlindungan dan konservasi - menjadi air baku dan berdampak SDA

  Memperbanyak media resapan pada nilai jual air yang tinggi pada perumahan dan pada Pemanfaatan tersebut di atas kawasan yang menggunakan air sekaligus menjadi upaya tanah sebagai air baku pengendalian banjir yang menggunakan konsep konservasi yaitu menjadikan limpasan air permukaan sebagai imbuhan air tanah.

  Halaman |4 - 15

  Perumusan Mitigasi dan Alternatif No Indikasi Program Prioritas Deskripsi Pengaruh

  • - - Mitigasi Alternatif

  5. Rehabilitasi lahan dan hutan Lahan yang perlu direhabilitasi lahan dengan Revitalisasi Penggiatan agrowisata - saat ini kepemilikannya masih penanaman pohon yang

  Pengendalian pembangunan di kawasan milik warga bukan asset Pemkot memiliki daya resap air dan selatan Kota Cirebon Cirebon, sehingga akan bernilai ekonomi tinggi berdampak pada kerentanan sosial - -

  6. Pengembangan Perumahan Dengan adanya perkembangan infrastruktur Pembangunan Inventarisasi asset fasos dan fasum kawasan perumahan, maka lahan pendukung yang berwawasan perumahan

  • - impermeable berpotensi semakin lingkungan pada daerah terhadap pelaksanaan

  Pengawasan tinggi dan mengakibatkan perumahan berupa pembuatan perizinan pemanfaatan ruang rendahnya resapan air limpasan sumur resapan, penggunaan permukaan serta berakibat pada perkerasan yang tidak kedap tingginya penggunaan air tanah air/paving block

Tabel 4.5 Indikasi program pembangunan, mitigasi/adaptasi, dan/atau alternatif untuk Isu Strategis Meningkatnya suhu dan debu

  Perumusan Mitigasi dan Alternatif No Indikasi Program Prioritas Deskripsi Pengaruh Mitigasi Alternatif

II. Meningkatnya suhu dan debu

  • -

    1.

  Pembangunan Jalan dan jembatan Pelaksanaan program ini akan Pelaksanaan program ini harus

  2. Penyediaan dan meningkatkan suhu lokal dan memasukkan kegiatan

debu selama masa konstruksi penanaman pohon penyerap

Pengelolaan air baku

dan pasca konstruksi. debu berdaun lebar (Ketapang

  3. Pengembangan Perumahan

Hal ini akan memberikan Badak) pada tepi jalan raya

dampak pada perumahan , termasuk di jalan lingkungan

bangunan, kegiatan dan warga dan perumahan

  Halaman |4 - 16

  Perumusan Mitigasi dan Alternatif No Indikasi Program Prioritas Deskripsi Pengaruh Mitigasi Alternatif

  • -

    yang berada di sekelilingnya.

  Pembuatan pergola tanaman rambat pada lokasi yang minim lahan

-

taman-taman

  Pembuatan dalam pengembangan perumahan - -

  4. Pengelolaan RTH Ruang Terbuka Hijau sangat Pengadaan taman skala RW Pembuatan pergola tanaman rambat

-

  

5. Pengadaan RTH berpengaruh terhadap iklim pada bangunan gedung yang sudah

RTH yang telah ada (taman mikro suatu wilayah. RTH yang kota) dioptimalkan dengan terbangun dan prosentase ruang

  6. Pengendalian Pemanfaatan Ruang sudah ada belum dikelola secra penanaman pohon berdaun terbuka privat kurang dari 10%

  7. Rehabilitasi hutan dan lahan optimal dalam mengendalikan lebar

  8. Perlindungan konservasi SDA

  • - -

  

suhu dan debu. aset milik

Revitalisasi Pembatasan perizinan pada wilayah Pemerintah Kota yang idle yang memiliki daya tampung dan daya Keberadaan RTH masih kurang untuk dijadikan RTH yang dukung lingkungan yang sudah dan sebarannya belum merata efektif (GOR Bima, Gedung menurun

berdampak pada peningkatan Kesenian Nyi Mas Lasantang)

  • -

    suhu dan debu. instrument

    Penambahan pengendali pemanfaatan

    Instrumen pengendalian ruang dengan daya dukung

    pemanfaatan ruang yang ada dan daya tampung lingkungan

    saat ini masih lemah.

  9. Pengendalian Pencemaran dan Keberadaan pelaku kegiatan instalasi Perusakan Lingkungan Hidup dari sector industry pengolah limbah udara/emisi memberikan kontribusi pada cerobong

  • -

    peningkatan emisi dari sumber Pemantauan kualitas emisi pencemar tidak secara rutin

    -

    bergerak/cerobong Penanaman pohon di lokasi

    Pengendalian pencemaran dari kegiatan sector industry yang

    cerobong terhadap kualitas sebanding dengan luas areal

    emisi dapat mengurangi kegiatan

  Pemasangan

-

  Halaman |4 - 17

  Perumusan Mitigasi dan Alternatif No Indikasi Program Prioritas Deskripsi Pengaruh Mitigasi Alternatif peningkatan suhu dan debu - -

  10. Peningkatan Pelayanan Angkutan Uji kelaikan pada kendaraan Izin opersional kendaraan Perencanaan angkutan masal yang angkutan umum hanya umum hanya diberikan pada memilki daya angkut lebih besar

  • -

    berprioritas pada faktor kenadaraan yang lulus emisi

    System transportasi yang terpadu keselamatan berkendara, gas buang

    -

    sedangkan kendaraan yang Peremajaan dan pembatasan

    sudah tidak laik jalan angkutan umum yang sudah

    mempunyai pembakaran yang tidak laik tidak sempurna. Pembakaran yang buruk tersebut akan menyumbang emisi gas buang yang tinggi dan berpotensi menyumbang peningkatan suhu dan debu.

    -

  11. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Pengelolaan persampahan TPA menjadi TPA Regional di luar Kota Cirebon Mengubah Persampahan masih open dumping sanitary landfill sepenuhnya berpotensi menimbulkan gas metan yang dapat meningkatkan suhu

  Halaman |4 - 18

Tabel 4.6 Indikasi program pembangunan, mitigasi/adaptasi, dan/atau alternatif untuk Isu Strategis Meningkatnya potensi rob

  Perumusan Mitigasi dan Alternatif No. Indikasi Program Prioritas Deskripsi Pengaruh Mitigasi Alternatif

III. Meningkatnya potensi rob

  • - 1. Penyediaan dan Pengelolaan Air Pengambilan air tanah yang air bersih

  Penyediaan Baku berlebihan sebagai air baku akan perpipaan dan atau pada berdampak pada penurunan wilayah pesisir penyediaan permukaan tanah dan intrusi air hidran/tangki umum untuk laut serta menambah luas zona rob wilayah pesisir - Pembatasan pengambilan air bawah tanah

  • - 2.

  Pengelolaan RTH Wilayah pesisir yang dimanfaatkan Pengelolaan dan Rehabilitasi

  3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagai wilayah terbangun dapat Ekosistem Pesisir dan Laut : mengakibatkan peningkatan risiko Revitalisasi kawasan pesisir bencana rob, sedangkan dengan mengembangkan

  4. Pengadaan RTH keberadaan Ruang Terbuka Hijau fungsi ekologis setempat - dapat mereduksi dampak tersebut.

  Pengamanan garis sempadan Pengembangan kawasan pesisir pantai dari fungsi terbangun yang tidak berwawasan lingkungan dan dikembalikan fungsinya

akan mengakibatkan kerugian yang sebagai buffer zone.

lebih besar serta menambah luas

  5. Perlindungan dan Konservasi SDA zona rob.

  6. Rehabilitasi hutan dan lahan Halaman |4 - 19

Tabel 4.7 Indikasi program pembangunan, mitigasi/adaptasi, dan/atau alternatif untuk Isu Strategis Perubahan fungsi ruang yang berakibat meningkatnya potensi banjir

  

dan genangan serta berkurangnya RTH

Perumusan Mitigasi dan Alternatif No Indikasi Program Prioritas Deskripsi Pengaruh Mitigasi Alternatif

IV. Perubahan fungsi ruang yang berakibat meningkatnya potensi banjir dan genangan serta berkurangnya RTH

  • -

    1 Pengelolaan RTH Meningkatnya kawasan terbangun Pelibatan seluruh stakeholder dalam

  Inventarisasi aset, pengadaan

  

2 Pengelolaan areal pemakaman mengakibatkan berkurangnya RTH dan lahan dan pemeliharaan RTH upaya pengelolaan dan penambahan

areal resapan air, berpotensi secara rutin RTH

  3 Pengadaan RTH

  • - menimbulkan banjir atau genangan .

  4 Rehabilitasi Hutan dan lahan Pembatasan ijin pemanfaatan Sempadan sungai, pantai, jalan dan rel ruang sesuai RTRW dan

  5 Pengendalian pemanfaatan Ruang KA sebagain besar telah terbangun, memenuhi daya dukung dan

  6 Pengendalian banjir termasuk pemakaman sebagai salah daya tampung lingkungan

  7 Pembangunan Saluran Drainase satu RTH Publik masih menggunakan sebagai instrumen pengendali primer dan sekunder

perkerasan/terbangun sehingga belum pemanfaatan ruang

dapat berfungsi sebagai RTH. yang telah ada

  RTH -

  8 Perlindungan dan Konservasi SDA Pengawasan penerapan RTH privat (sempadan sungai, pantai,

  9 Pengembangan, pengelolaan dan dan public yang belum berjalan sesuai jalan rel KA, dan areal konservasi sungai danau dan sumber dengan aturan yang berlaku pemakaman) dioptimalkan air lainnya Hutan kota yang ada masih minim dengan penghijauan dan jumlah dan luasannya. penanaman pohon.

  Kondisi sungai yang telah mengalami sedimentasi tinggi dapat menambah potensi banjir / genangan Berkurangnya kapasitas debit air di saluran akibat adanya bangunan di atas saluran

  Halaman |4 - 20

Tabel 4.8 Indikasi program pembangunan, mitigasi/adaptasi, dan/atau alternatif untuk Isu Strategis Penguasaan sepihak tanah timbul oleh masyarakat

  Perumusan Mitigasi dan Alternatif No Indikasi Program Prioritas Deskripsi Pengaruh Mitigasi Alternatif

V. Penguasaan sepihak tanah timbul oleh masyarakat

  • - 1 Pengendalian pemanfaatan Ruang Kondisi saat ini sebagian besar tanah Pengelolaan dan Rehabilitasi

  Tanah timbul yang sudah timbul dikuasai oleh masyarakat di dikuasai oleh masyarakat Ekosistem Pesisir dan Laut mana penguasaan dilakukan sejak dilakukan penataan proses pematangan dengan permukiman Pembuatan masterplan perencanaan

  • - menggunakan sampah yang sengaja dan pemanfaatan tanah timbul Penguatan kelembagaan didatangkan berdampak pada yang menangani kawasan kerentanan lingkungan dan sosial. pesisir (tanah timbul) - Tanah timbul yang seharusnya Pembatasan pembangunan merupakan milik negara dikuasai oleh infrastruktur sarana-

    masyarakat. prasarana di tanah timbul

    Karena penguasaan secara sporadis

  oleh masyarakat maka lingkungan yang terbentuk menjadi tidak teratur /kumuh -

2 Pengadaan RTH Kurangnya koordinasi perangkat daerah Pengelolaan dan Rehabilitasi

  Pemanfaatan tanah timbul Pemkot Cirebon dalam memanfaatkan sebagai kawasan Mangrove Ekosistem Pesisir dan Laut kawasan pesisir sebagai RTH mangrove memudahkan masyarakat menguasai tanah timbul.

  Halaman |4 - 21

  Halaman |4 - 22

Tabel 4.9 Indikasi program pembangunan, mitigasi/adaptasi, dan/atau alternatif untuk Isu Strategis Belum terlaksananya program 3R

  No Indikasi Program Prioritas Deskripsi Pengaruh Perumusan Mitigasi dan Alternatif Mitigasi Alternatif

VI. Belum terlaksananya program 3R

  1 Pengelolaan sampah berbasis 3R Perubahan pola pikir masyarakat terhadap sampah menjadi barang yang bernilai dan bermanfaat belum terlihat, walaupun sudah disosialisasikan 3 R . Pelaksanaan 3R yang benar di masyarakat akan dapat mengurangi timbulan sampah dan mengurangi beban di TPS/TPA. - Pendampingan pengelolaan sampah 3R di masyarakat secara berkesinambungan

  • - Pembuatan pangsa pasar produk2 hasil olahan 3R masyarakat - Perbaikan sistem pengaturan pengangkutan sampah (sampah yang sudah terpilah)

  2 Program pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat

  3 Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan

  5 Pembinaan pedagang kakilima dan asongan : luas kawasan peruntukkan bagi PKL

  PKL sebagai salah satu penghasil sampah kering belum melakukan pengelolaan sampahnya dengan baik - Kerja sama dalam mengelola sampah dengan bank sampah agar dapat memanfaatkan sampah dari PKL sebagai bahan baku produk 3R

  • - Pengelolaan bank sampah secara mandiri oleh pihak swasta