BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan ekonomi 2.1.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi - Analisis Peranan Pemberian Kredit Oleh Cu.Budi Murni Terhadap Usaha Petani Kelapa Sawit Di Kabupaten Labuhan Batu Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan ekonomi

  2.1

2.1.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi

  Pembangunan ekonomi adalah salah satu cara untuk memajukan dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat yang merupakan usaha untuk menghilangkan suatu mata rantai dari lingkaran kemiskinan yang dihadapi Negara- negara terbelakang.

  Sedangkan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah disebutkan yang antara lain menyatakan bahwa Indonesia bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, maka sudah sewajarnyalah Indonesia melakukan pembangunan yang telah tercermin didalam GBHN yang antara lain berisikan tujuan pembangunan nasional dari pembangunan itu sendiri, yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan pancasila dalam wadah Negara kesatuan RI yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat yang bersuasana peri kehidupan yang aman yang damai serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka bersahabat tertib dan damai.

  Sebenarnya jika kita menginginkan pengertian pembangunan ekonomi kita akan mengalami sedikit kesulitan karena banyaknya defenisi tengtang pembangunan ekonomi itu sendiri. Dalam hal ini ada baiknya jika kita tinjau pengertian pembangunan ekonomi yang telah ditulis oleh beberapa orang ahli yang dapat dijadikan dasar pengertian.

  G.M.Meir dan R.E. Baldwind, mengatakan bahwa : “pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dengan proses mana pendapatan nasional riil suatu perekonomian bertambah selama suatu periode waktu yang panjang.”

  Dari defenisi di atas dapat dilihat bahwa Meir dan Baldwind menekankan pada suatu proses pertambahan pendapatan nasional riil pada suatu periode yang panjang. Perambahan pendapatan riil berarti pertambahan dalam hal demand, akan memberikan masyarakat suatu tingkat kemakmuran atau tingkat kesejahteraan.

  Menurut sumitro Pembangunan Ekonomi adalah : “Suatu usaha untuk memperbesar pendapatan perkapita dan menaikkan produktifitas perkapita dengan jalan menambah peralatan, modal dan menambah skill.”

  Ataupun secara umum pembangunan ekonomi adalah suatu usaha menambah peralatan modal dan menambah skill agar satu sama lainnya membawa pendapatan perkapita lebih besar dan produktifitas perkapita yang lebih tinggi. Dari sudut pandang ini terlihat bahwa pendapatan perkapita dan produktifitas perkapita akan dapat ditingkatkan melalui modal dan skill, dalam hal ini berarti adanya suatu proses pembangunan ekonomi itu melalui modal dan skill sehingga dapat menaikkan pendapatan perkapita masyarakat.

  Jika kita membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat di beberapa nagara berdasarkan pada tingkat pendapatan perkapita mereka, berarti kita telah menganggap bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi ditentukan oleh tingkat pendapatan perkapita tersebut.

  Tetapi tingkat pendapatan perkapita ini sebagai ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi telah dikritik, karena cara ini mangabaikan masalah-masalah corak dan pengeluran masyarakat, komposisi pendapatan nasional, distribusi pendapatan masyarakat dan sebagainya.

  Selain tingginya pendapatan perkapita, para ahli menganggap bahwa distribusi pendapatan merupakan ukuran yang sangat penting didalam mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Semakin merata distribusi pendapatan didalam suatu Negara bias menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi berjalan dengan baik.

  Tingkat distribusi pendapatan suatu Negara bias diukur dengan menggunakan “indeks Gini” yang mempunyai nilai antara 0 dan 1 dan semakin besar (mendekati 1) indeks gini tersebut menunjukkan bahwa distribusi pendapatan semakin buruk.

  Tingkat kepincangan distribusi pendapatan biasanya diukur dengan porsi pendapatan nasional yang bisa dinikmati 40% dari jumlah penduduk yang berpendapatan terendah dan bergerak antara 12-17%. Jika 40% penduduk yang berpendapatan terendah menerima porsi pendapatan nasional kurang dari 12%, maka tingkat kepincangan distribusi pendapatan tinggi, jika antara 12-17% dianggap sedang, dan jika lebih besar dari 17% dianggap rendah. (Todaro,1989)

  Dari pengamatan beberapa ahli ditunjukkan bahwa bagian pendapatan 40% masyarakat terbawah dari Negara-negara miskin cenderung untuk turun bersamaan dengan meningkatnya laju pertumbuhan pendapatan nasional(GNP). Akhirnya dari penjelasan diatas bias disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana meningkatkan pendapatan nasional yang pula harus diikuti oleh perbaikan sistem, termasuk distribusi pendapatan sistem pertanian dan sebagainya (AT

  Mosher,1966)

  

2.1.2 Strategi Pengentasan Kemiskinan Dalam Menunjang Perekonomian

Petani

  Pada awalnya banyak ahli yang menganut strategi pembangunan bahwa pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya akan mengurangi kemiskinan, karena manfaat pertumbuhan ekonomi akan tersebar dalam kelompok-kelompok miskin dalam masyarakat. Kenyataan ini telah menyadarkan para ekonom bahwa pertumbuhan ekonomi seharusnya dipusatkan pada peningkatan pendapatan petani desa sebagai titik tolak dan fokus pembangunan ekonomi nasional karena penduduk Indonesia sebagian besar bertempat tinggal di desa dan hidup sebagai petani.

  Kesukaran-kesukaran yang dihadapi dalam pembangunan pedesaan tidak hanya bersumber dari dimensi ekonomi, serta input pelengkap seperti pupuk dan kredit, ketiadaan insentif yang menarik seperti struktur harga, pola-pola kebudayaan dan kelembagaan tradisional dalam masyarakat yang menyebabkan mereka selalu terperangkap dalam kemiskinan. Suatu kemiskinan yang oleh para ahli disebut sebagai kemiskinan structural.

  Kemiskinan structural menurut Selo soemarjan(1986) adalah : “Kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur-struktur sosial masyarakat itu sendiri, yang menyebabkan mereka tidak dapat ikut serta menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya sudah tersedia bagi mereka.” Sedangkan Emil Durkheim mengatakan bahwa :

  “Penyabab kemiskinan dipedesaan adalah sistem sosial masyarakat pedesaan yang saling berhubungan, seperti kuatnya tekanan sosial terhadap individu dan juga karena kesetiaan kepada tradisi dan nilai kekerabatan.”

  Dalam struktur yang ada, terdapat kelompok-kelompok tertentu yang lebih kuat, karena sistem nilai masyarakat, alas an historis maupun karena alasan ekonomis. Berhadapan dengan kelompok kuat ini, lapisan masyarakat yang lebih luas, yang miskin dan kurang berpendidikan, tidak memiliki kekuasaan untuk merubah nasibnya.

  Terdapat kemungkinan dalam situasi ini, hubungan sosial yang bersifat “exploitation del home parl home”, akan berlanjut seperti yang terjadi pada masa- masa yang sebelumnya. Tata kehidupan yang lebih menekankan stabilitas, dalam proses pembangunan ekonomi yang beriorentasi kepada pertumbuhan ekonomi, akan menghambat atau bahkan membuat mustahil koreksi terhadap kepincangan sosial ekonomi, yang di sadari semula telah ada.

  Dinamik perkembangan ekonomi yang terjadi kemudian, memang menghasilkan pertumbuhan yang tinggi, tetapi untuk sekelompok kecil orang dan berlanjut kemiskinan untuk banyak orang. Program yang bersifat kerakyatan sebagai tanggapan terhadap keresahan sosial yang terjadi, nampaknya akan terbatas karena :

  (1). Akan berlaku dalam batas iya tidak menggangu-gugat kepentingan vital ekonnomi golongan mapan (2). Seringkali program-program demikian hanya dilakukan sebagai ekspresi kedermawaan pengusaha, sebagai usaha menenangkan suasana resah, dalam rangka mempertahankan kekuasaan timpang yang ada, dan

  (3). Upaya perwujudannya akan terhambat oleh berbagai kelemahan aparat pelaksana dan kelemahan pihak masyarakat sebagai kelompok sasaran untuk tujuan tersebut

  Untuk mengatasi kemiskinan, kemelaratan dan keterbelakangan adalah dengan mendahulukan pembangunan ekonomi bagi mereka yang membutuhkan pertolongan (help to those who need). Dengan demikian sektor pertanian dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapinya merupakan sektor utama yang harus dibenahi karena menyangkut pertolongan orang banyak.

  Untuk berhasilnya suatu pembangunan pertanian dalam mencapai tujuannya diperlukan beberapa atau pra kondisi yang untuk tiap-tiap daerah memiliki perbedaan.

  Pra kondisi itu meliputi bidang-bidang teknis, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain.

  A.T. Mosher (1966) telah menganalisa syarat-syarat pembangunan pertanian dibanyak Negara dan menggolongkannya menjadi syarat-syarat mutlak dan syarat- syarat pendukung. Menurut Mosher, ada lima syarat yang harus ada untuk pembangunan pertanian. Karena bila salah satu syarat tidak ada maka berhentilah pembangunan pertanian, atau pertanian dapat berjalan terus tetapi tujuan yang ingin dicapai tidak dapat terlaksana. Syarat-syarat mutlak tersebut adalah :

  a. Adanya pasar untuk hasil-hasil pertanian

  b. Teknologi yang senantiasa berkembang

  c. Tersedianya bahan-bahan dan alat produksi secara local

  d. Adanya transportasi yang lancar dan kontinyu

  e. Adanya kredit untuk produksi pertanian Sedangkan syarat-syarat pendukung pertanian adalah :

  a. Pendidikan pembangunan

  b. Kegiatan gotong-royong

  c. Perbaikan dan perluasan tanaman pertanian d. Perencanaan nasional dari pada pembangunan pertanian.

  Jelas syarat-syarat diatas dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

  1. Merupakan serangkaian kegiatan untuk meciptakan iklim yang merangsang bagi pembangunan pertanian, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan.

2. Merupakan sarana-sarana fisik dan sosial yang merupakan alat untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian.

  Adapun syarat-syarat yang telah disebutkan diatas tadi adalah agar terciptanya tujuan dan tujuan pokok daripada pembangunan pertanian yang antara lain :

a. Menaikkan taraf hidup masyarakat

  Untuk dapat menaikkan taraf hidup masyarakat harus melalui peningkatan produksi pangan, guna mencukupi kebutuhan pangan dalam menuju swasembada dan sekaligus meningkatkan gizi masyarakat, sedangkan unsure pokok untuk dapat menaikkan taraf hidup masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan pertanian adalah tingkat pendapatan, dimana tingkat pendapatan diukur dengan uang. Hal ini disebabkan keadaan masyarakat Indonesia secara mayoritas adalah hidup sebagai petani.

  b. Meningkatkan potensi ekonomi rakyat Didalam pembangunan atau melaksanakan proses pembangunan pada umumnya berpangkal pada potensi daerah yang ada, serta didorong oleh keperluan yang dirasakan oleh masyarakat yang sedang membangun dan untuk mencapai pembangunan, terlebih dahulu juga harus ada kepandaian teknik untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan aspirasi dan selera masyarakat.

  c. Meningkatkan hasil produksi Cara yang digunakan untuk meningkatkan hasil produksi pertanian yaitu dengan “Revolusi Hijau” atau biasa dikenal dengan moderenisasi pertanian yang menggunakan teknologi baru.

  d. Mengembangkan desa Pembangunan ekonomi yang menitik beratkan pada sektor pertanian berarti juga mancakup peningkatan taraf hidup para petani, khususnya petani kecil.

  Sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan diharapkan pertumbuhan ekonomi nasional juga meningkat, karena desa merupakan basis atau dasar perekonomian nasional. (A.T. Mosher,1966:61) Adapun dua golongan besar pemikiran pembangunan mengenai proses pemerataan dan pembasmian kemiskinan mengatakan :

  Golongan pertama ialah yang disebut dengan price mechanists dan fiscalists.

  “golongan ini mengaggap pemerataan dan pembasmian kemiskinan dapat dilaksanakan melalui suatu strategi pertumbuhan ekonomi dengan rangkaian kebijaksanaan harga yang tepat (harga relative faktor-faktor produksi terutama modal dan buruh, nilai tukar uang terhadap uang luar negeri dan harga.

  Penetapan harga-harga ini adalah sedemikian rupa sehingga distorsi dalam alokasi terhadap sumber-sumber dapat dihindarkan. Sementara itu dibidang fiskal dilakukan kebijaksanaan dibidang perpajakan yang relative progresif dan penyediaan pengeluaran-pengeluaran untuk kesejahteraan dan bantuan- bantuan kepada golongan miskin dan lemah. Keseluruhan strategi dan kebijaksanaan ini diselenggarakan dalam konteks kelembagaan masyarakat yang ada. Artinya ekonomi yang beriorentasi ekspor yang memutar ujung jadi pangkal, tetapi dipertahankan”.

  Pembiayaan pengeluran-pengeluaran yang bertujuan redistribusi seperti pengeluaran-pengeluaran untuk kesejahteraan, subsidi dan bantuan untuk golongan miskin dan lemah dilakukan dari hasil pertumbuhan (redistribution from growth). Strategi sesungguhnya merupakan perkembangan yang bersifat korektif terhadap strategi pertumbuhan murni, yang menganggap

  “perembesan kebawah” akan terjadi dengan sendirinya. Kesenjangan sosial ekonomi yang melebar pada strategi pertumbuhan awal dianggap “Biaya merata” yang akan terkoreksi secara otomatis bila mana tingkat pertumbuhan sudah cukup tinggi secara berkesinambungan.

  Srategi pertumbuhan yang berkembang, setelah kegagalan “teori merembes kebawah” sudah memasukkan unsure-unsur pemerataan dan pengurangan kemiskinan didalam program dan tujuannya, sekarang sudah naik pangkat disebut sebagai strategi “pertumbuhan plus” (growth plus strategi).

  Golongan kedua ialah yang disebut dengan golongan transformist

  Golongan ini menganggap bahwa proses pemerataan dan pembasimian kemiskinan hanya mungkin dilaksanakan secara efektif jikalau pra kondisi sosial yang mutlak perlu diwujudkan terlebih dahulu yaitu menyangkut perombakan kelembagaan masyarakat yang ada, struktur sosial yang ada dan permintaan efektif yang ada.

  Sementara itu pertumbuhan ekonomi yang menggiringnya adalah suatu pertumbuhan ekonomi dimana komposisi dan isi output yang tumbuh berbeda dari yang terdapat dalam growth plus strategy. Disini output sebagian besar terdiri dari wage-goods mendominasi pertumbuhan output. Juga disini output merupakan hasil proses yang dilandasi perombakan terlebih dahulu dalam pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi. Ia beriorentasi kepada kegiatan yang padat karya yaitu yang mempunyai kandungan tenaga kerja yang tinggi.

  Strategi ini jelas berbeda dalam komposisi dan isi output disbanding strategi growth plus diamana secara relative banyak output yang terdiri dari non wage goods (artinya untuk memenuhi kebutuhan orang-orang miskin) dan output ini terdiri dari output yang sangat sedikit sekali kandungan tenaga kerjanya. Kebijaksanaan penentuan harga relatif faktor produksi dalam pandangan golongan transpormis ini, ditentukan oleh ketentuan optimasi sosial yang memihak kepada tenaga rakyat.

  Dalam proses seperti ini selain pertumbuhan berlainan sifatnya terhadap pertumbuhan dalam strategi growth plus tetapi juga redistribusi bukan dilakukan dari pertumbuhan tetapi redistribusi dilakukan bersama pertumbuhan.

  Perubahan struktur produksi yang menggiringnya seperti yang dijelaskan diatas menjamin redistribusi berlangsung bersama dengan pertumbuhan. Oleh karena strategi yang dikemukakan oleh golongan transpormis bertujuan transpormasi dalam arti kata yang sebenarnya maka alokasi sumber-sumber akan ditujukan sebagian besar kepada keperluan rakyat.

  Hal ini jelas berbeda dengan yang terdapat dalam strategi growth plus dimana sumber-sumber didominasi oleh golongan-golongan yang sudah mapan dan non- miskin. Sehingga jumlah segala macam pengeluaran dan bantuan yang betul-betul jatuh ke golongan miskin adalah dalam bentuk tetesan yang sangat kecil sekali, apalagi kalau dihitung secara perkapita. (Mubyarto,1979:195)

  Jika tujuan utama pertanian adalah untuk perbaikan yang cepat dalam tingkat hidup di pedesaan dengan cara meningkatkan pendapatan petani kecil, meningkatkan output dan produksifitas pertanian, maka penting bagi kita untuk mengetahui sumber- sumber pokok yang mengakibatkan kemajuan pertanian itu dan syarat-syarat pokok dalam usaha untuk mencapai kemajuan tersebut, yaitu :

  (a). perubahan teknologi dan inovasi

  Pada sebagian besar Negara-negara yang sedang berkembang, teknologi baru dalam bidang pertanian dan inovasi-inovasi dalam kegiatan-kegiatan pertanian meruoakan prasyarat bagi upaya-upaya dalam peningkatan output dan produktifitas.

  Ada dua sumber inovasi teknologi yang bisa meningkatkan hasil-hasil pertanian, kedua sumber ini mempunyai implikasi-implikasi yang sangat berbeda bagi pembangunan pertanian. Yang pertama adalah pengenalan terhadap mekanisasi pertanian sebagai ganti tenaga kerja manusia, sedangkan yang kedua adalah pengenalan terhadap inovasi biologis, kimiawi (bibit unggul, pupuk buatan, pestisida dan lain-lain)

  (b). kebijakan ekonomi dan sistem kelembagaan yang menunjang

  Sistem kelembagaan dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang menunjang pengenalannya kedalam usaha tani kecil di pedesaan sering kali tidak bersifat netral. Sebaliknya lembaga-lembaga dan kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut hanya menggantungkan dan memenuhi kebutuhan para petani kaya saja, jika hal itu hanya bisa di berikan kepada kelompok minoritas petani kaya, maka kemelaratan dan kemiskinan massal yang melanda para petani kecil di pedesaan tidak bisa di hapuskan.

  Para petani kaya dengan input tambahan dan usaha-usaha penunjangannya yang serba lengkap bisa mendapatkan keuntungan dalam bersaing dengan para petani kecil dan mungkin bisa menendang para petani kecil tersebut keluar dari pasaran. Petani kaya bisa mendapatkan fasilitas kredit dengan suku bunga yang rendah dari pemerintah, sedangkan petani kecil terpaksa meminjam uang dari rentenir dengan suku bunga yang sangat tinggi.

  Hasilnya sudah pasti tidak bisa dielakkan lagi akan lebih memperbesar jurang pemisah antara sikaya dan simiskin dan konsentrasi tanah berada dalam tangan segelintir orang saja. Jadi inovasi pembangunan yang mempunyai potensi yang besar dan ditujukan untuk memerangi kemiskinan dipedesaan dan meningkatkan hasil pertanian justru menjadi alat untuk melanggengkan kemiskinan dan penderitaan para petani kecil di pedesaan.

  Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan pemerintah dan sistem kelembagaan yang mematikan peran serta aktif para petani kecil dalam upaya mereka untuk mengubah struktur pertanian harus dihilangkan.

  (c). tujuan pembangunan ekonomi terpadu

  Pembangunan pedesaan terutama sekali masih tergantung pada kemajuan usaha tani dari para petani kecil. Kemajuan itu meliputi :

1. Perbaikan taraf hidup termasuk pendapatan, pendidikan, kesehata dan hal-hal lainyang berhubungan dengan jaminan-jaminan sosial.

  2. Mengurangi ketimpangan pemerataan pendapatan di pedesaan dari ketimpangan pendapatan antara pedesaan dan perkotaan serta kesempatan- kesempatan berusaha.

3. Perbaikan kapasitas sektor pedesaan dari waktu ke waktu.

  Usaha untuk mencapai ketiga tujuan tersebut di atas sangat penting bagi pembangunan nasional. Hal ini dilakukan bukan hanya mayoritas penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, tetapi juga karena masalah-masalah perkotaan, seperti pemadatan penduduk. Dengan dasar memperbaiki keseimbangan yang tepat antara pedesaan dan perkotaan dalam kesempatan-kesempatan berusaha dan dengan menciptakan kondisi-kondisi untuk mempopulerkan peran serta secara luas dalam usaha-usaha pembangunan nasional, maka Negara yang sedang berkembang telah mengambil langkah-langkah yang positif dalam menuju tercapainya realisasi dari arti pembangunan.

2.1.3 Sektor Pertanian Sebagai Prioritas Pembangunan

  Sektor pertanian merupakan prioritas atau titip berat pembangunan karena Indonesia masi merupakan Negara pertanian. Menurut T.Black ada tiga cara mengukur besarnya peranan yang dipegang oleh sektor pertanian sehingga suatu Negara disebut sebagai Negara pertanian yaitu :

  a. Sebagian besar penduduk dari Negara tersebut mendapat income dari sektor pertanian.

  b. Sebagian besar penduduk dari Negara tersebut bekerja di sektor pertanian.

c. Sebagian besar pendapatan nasional dari Negara tersebut di peroleh dari sektor pertanian.

  Dalam GBHN di jelaskan : “pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, beternak dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menunjang pembangunan industri dan serta meningkatkan ekspor.” Dalam GBHN itu nampak perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap pembangunan sektor pertanian serta tekad itu diwujudkan dengan penyediaan anggaran pembangunan yang cukup besar di sektor pertanian. Langkah yang ditempuh Indonesia itu merupakan tujuan implisit dari apa yg disarankan oleh schumacer yaitu untuk mengatasi kemelaratan dan keterbelakangan adalah dengan mendahulukan pembangunan mereka yang paling membutuhkan pertolongan.

  Dengan demikian sektor pertanian dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi merupakan sektor utama yang harus dibenahi karena menyangkut pertolongan orang banyak. Pemberian prioritas pada sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi tidaklah merupakan kasus yang khusus di Negara kita saja tapi merupakan garis kebijaksanaan yang mulai popular sejak awal tahun enam puluhan.

  Kini pertanian dianggap sebagai sektor pemimpin (leading sector) yang diharapkan mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya. Dengan melihat keberadaan sektor pertanian didalam perekonomian suatu Negara perlu diuraikan peranan sektor pertanian itu dalam pembangunan yakni : a. Sektor pertanian menjadi tulang punggung proses pembangunan ekonomi dan berfungsi sebagai usaha pemerataan dari segala aspeknya sesuai dengan faktor historis serta peluang pembangunan/pengembangannya.

  b. Pembangunan sektor pertanian menjadi pendukung bagi usaha rakyat dalam bidang teknologi budidaya dan pengelolaan serta pelayanan dan pemasaran hasilnya.

c. Pembangunan pertanian menjadi penunjang yang mampu mewarisi perkembangan kewiraswastaan para petani kearah yang rasional.

2.2 Koperasi Unit Desa (KUD)

2.2.1 Arti Pentingnya Koperasi Unit Desa

  Kehidpuan dalam masyarakat pada hakekatnya tersusun atas dasar ide yang sangat rapi. Tiap orang cukup bekerja dalam suatu lapangan usaha tertentu sebagai pekerjaan pokok, sedangkan barang-barang lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hampir seluruhnya diusahakan oleh orang lain.

  Saying sekali pembagian kerja yang berlaku dalam suatu masyarakat tidak selalu diikuti oleh pembagian hasil yang seadil-adilnya. Di dalam praktek golongan yang kuat perekonomiannya lebih leluasa mencari keuntungan bagi dirinya sendiri sehingga golongan yang lemah perekonomiannya hampir selalu dirugikan.

  Dengan jalan berkoperasi maka pembagian kerja dalam masyarakat akan disusun sedemikian rupa sehingga pembagian hasil dapat dilakukan secara lebih adil. Di Indonesia sebagian besar pendapatan masyarakat diperoleh dari sektor pertanian, baik dari pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Apabila kita teliti lebih mendalam, pada umumnya tingkat hidup petani masi sangat rendah, terutama golongan petani kecil dan buruh tani yang tidak memiliki tanah.

  Lapangan usaha petani biasanya terbatas pada pengolahan tanah sampai menghasilkan barang (panen) yang masih merupakan bahan mentah. Selanjutnya hasil tersebut dikuasai oleh pedagang untuk diekspor keluar negari atau dikuasai oleh pihak lain yang mengolah barang tadi menjadi barang yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

  Dengan demikian keuntungan sebagian besar jatuh kepihak lain yang mempunyai modal yang cukup untuk menguasai hasil pertanian. Sedangkan petani hanya hanya menerima sebagian kecil saja keuntungan yang ada. Dengan membentuk koperasi pertanian, para petani dan para buruh tani yang tenaganya sangat diperlukan dalam mengadakan kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

  (Suradjiman, Jakarta, 1964)

  Usaha yang dapat dilakukan koperasi pertanian mulai dari koperasi primer, pusat, gabungan maupun induk koperasi antara lain : a. Menyediakan bahan-bahan/alat-alat pertanian seperti : bibit, pupuk obat- obatan pemberantas hama dan sebagainya.

  b. Menyediakan kredit bagi anggota yang memerlukan untuk tujuan yang produktif. c. Mengusahakan pengolahan hasil pertanian mulai dari bahan mentah sampai bahan tersebut siap untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

  d. Mengusahakan penjualan sampai tingkat ekspor.

  e. Mengusahakan perbaikan teknik pertanian seperti perbaikan irigasi, mekanisme pertanian, mengadakan penyelidikan dan sebagainya.

  Dalam mengadakan pembangunan ekonomi, pemerintah mengarahkan perhatiannya pada pembangunan pertanian pedesaan. Dalam kebijaksanaan ekonomi dan pembangunan, pemerintah menempatkan koperasi sebagai alat kebijaksanaan pemerintah. Dari situ pemerintah memiliki rencana dan anggaran yang harus dijalankan oleh koperasi. Agar dapat menjalankan tugasnya koperasi harus menertibkan diri dilain pihak supaya koperasi dapat hidup maka harus diberi bantuan.

  Dalam rangka meningkatkan produktifitas pertanian dan kehidupan rakyat di daerah pedesaan, pemerintah menganjurkan pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD). Dalam suatu kecamatan terdiri dari beberapa desa yang merupakan satu kesatuan potensi ekonomi. Untuk satu wilayah potensi ekonomi ini dianjurkan membentuk satu Koperasi Unit Desa.

  Dan apabila potensi ekonomi satu kecamatan memungkinkannya, maka dapat dibentuk lebih dari satu KUD. Dengan kemudian ada kemungkinan satu KUD meliputi satu atau beberapa desa saja, tetapi diharapkan agar dapat meliputi semua desa satu kecamatan.

  Kegiatan usaha koperasi di Indonesia semakin meningkat, terutama dibidang koperasi pertanian. Walaupun demikian, kegiatan dibidang pertanian yang beranggotakan koperta, lebih intensif didirikan sebagai bentuk usaha memiliki anggota koperasi.

  Badan Usaha Unit desa (BUUD)/ KUD dalam perkembangannya dapat mengelola setiap kegiatan koperasi sampai kedesa-desa dan untuk meningkatkan usahanya, koperasi-koperasi desa tersebut digabungkan dalam almagasi atau penyatuan, koperasi akan dapat menyeragamkan usaha-usahanya.

  Bentuk almagasi mula-mula dapat penyatuan luas daerah kerja KUD dalam wilayah sekurang-kurangnya 600 Ha. Mulai tahun 1978, wilayah KUD mencakup di kawasan kecamatan. Daerah kerja koperasi dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang pertanian, industri kecil, peternakan sesuai dengan pertumbuhan ekonomi.

  Setiap usaha dapat dipertanggungjawabkan dan akan terus berkembang dengan sistem perwakilan dalam almagasi.

  Peningkatan usaha KUD dapat menumbuhkan koperasi di daerah yang dikoordinir oleh PUSKUD (pusat koperasi unit desa) tingkat propinsi dan induk koperasi unit desa (INKUD) tingkat untuk nasional. Koperasi Unit Desa (KUD) yang merupakan salah saru koperasi ditetapkan berdasarkan Impres No.2/1978 yang menetapkan agar KUD menjadi pusat/pelopor perekonomian pedesaan. (Sri Edi

  Swasono, 1982)

  Tentu saja anggota koperasi ini lebih mengutamakan juga pada perkumpulan anggota masyarakat desa untuk membangun perekonomian desa secara bersama- sama. Majunya perekonomian di desa itu terjadi karena adanya pembangunan pertanian yang dilakukan oleh KUD. Oleh karena itu pemerintah melalui lembaga KUD berusaha untuk menyediakan sarana produksi pertanian dengan harga yang layak dan tidak terlalu menyulitkan bagi para petani.

  Disamping itu juga menyediakan kredit dengan bunga yang rendah dan dengan persyaratan yang mudah dan melakukan penyuluhan-penyuluhan. Didalam pembangunan pertanian itu pemerintah merubah struktur pada berbagai kegiatan masyarakat pedesaan seperti penyaluran sarana produksi pertanian, kredit, pengadaan pangan dan tata niaga dimanapun merupakan bagian structural dari sistim yang berlaku dan dalam waktu yang relatif pendek mampu menggantikan dan menjadi pelopor dalam berbagai kegiatan dimasyarakat. Koperasi Unit Desa mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat, khususnya bagi anggotanya. Peranan tersebut sebagai berikut : 1. Koperasi membantu para anggotanya dalam meningkatkan penghasilannya.

  Dengan adanya koperasi kredit, masyarakat dapat membeli peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan yang dibutuhkan.

  2. Koperasi menciptakan dan memperluas lapangan kerja. Disini tampil peranan koperasi yakni mempersatukan daya upaya masyarakat untuk berusaha mencapai tujuan bersama atas asas kekeluargaan. Dalam kegiatan-kegiatannya koperasi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota untuk ikut bekerja dalam kegiatan koperasi. Berkat peranan koperasi pengangguran dapat dikurangi oleh usaha dan kegiatan mereka sendiri dalam koperasi.

  3. Koperasi mempersatukan dan mengembangkan daya usaha orang-orang, baik sebagai perseorangan maupun sebagai warga masyarakat

  4. Koperasi ikut meningkatkan taraf hidup rakyat. Dengan meningkatkan penghasilan anggota-anggotanya, berarti koperasi juga ikut meningkatkan taraf hidup rakyat.

  5. Koperasi berperan dalam penyelenggaraan kehidupan ekonomi secara demokrasi. Kehidupan ekonomi artinya kehidupan masyarakat yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhannya yang beraneka ragam. Demokrasi artinya menurut banyaknya suara rakyat.

  Keputusan atau segala tindakan yang diambil berdasarkan kehendak dan keinginan rakyat banyak, berarti keputusan atau tindakan itu dilakukan secara demokrasi.

  6. Koperasi ikut meningkatkan tingkat pendidikan rakyat. Koperasi ikut berperan menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan, guna menambah dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan para anggota. Kegiatan dan usaha pendidikan yang diselenggarakan koperasi bagi para anggotanya berupa latihan-latihan keterampilan dan pengetahuan tentang cara-cara menghadiri rapat anggota. Cara-cara mendirikan koperasi serta pengetahuan tentang hak dan kewajiban anggota. Kegiatan koperasi yang lainnya adalah ikut melakukan pemberantasan buta aksara. Kegiatan-kegiatan dan usaha pendidikan ini tentu saja akan menambah pengetahuan dan keterampilan para anggota dan masyarakat sekitarnya.

2.2.2 Strategi pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD)

  Pengembangan KUD dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan peranan serta tanggung jawab masyarakat pedesaan agar mampu mengurusi diri sendiri secara nyata sehingga mampu memetik dan menikmati hasil pembangunan guna meningkatkan taraf hidup (pasal 1 lampiran inpres No.2 tahun 1978)

  Paling sedikit ada tiga unsur untuk pengembangan KUD yaitu kelembagaan, keanggotaan (termasuk pengurus dan menejer), dan usaha. Pengembangan kelembagaan kiranya sudah tertata dengan baik. Yang belum memadai adalah pengembangan keanggotaan dan usaha. Pengembangan keanggotaan tentu saja dapat dilaksanakan dengan cara mengiring masyarakat pedesaan menjadi anggota KUD (cara ini kurang berbau sukarela). Tetapi menurut beberapa ahli yang paling tepat adalah mengembangkan usaha KUD. Kalau usaha KUD menguntungkan bagi anggota, otomatis anggota akan bertambah.

a. Pengembangan keanggotaan

  Pengembangan keanggotaan meliputi dua aspek yaitu aspek kualitas dan kuantitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan kwantitas keanggotaan KUD di Indonesia sampai dengan tahun 1983 ini terus meningkat. Peningkatan jumlah anggota ini secara langsung mempengaruhi atau memperbesar jumlah modal KUD, karena salah satu sumber modal KUD adalah simpanan dari anggota, simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela.

  Jadi makin besar jumlah anggota KUD, kemampuan modalnya juga makin kuat. Hanya perlu dicatat disini bahwa meskipun jumlah anggota KUD setiap tahunnya ada kecenderungan untuk naik, tetapi masih jauh dari yang diharapkan karena belum semua petani /rakyat pedesaan menjadi anggota KUD.

  Untuk meningkatkan jumlah anggota KUD ini diharapkan BUUD yang anggota terdiri dari camat, lurah, guru, ulama, dan pemuka-pemuka masyarakat lainnya perlu dilibatkan agar turut berperan aktif. Hanya perlu disini diberi catatan seberapa jauh pengaruh/pengetahuan, kesempatan dan kesediaan dari pada pemuka- pemuka masyarakat itu untuk “mengkampanyekan” KUD kepada masyarakat luas. Sebabnya ialah untuk bisa meyakinkan orang, para pemuka itu sendiri harus yakin akan kebenaran dan kegunaan dari apa yang mereka ucapkan. Demikian juga untuk dapat memberikan pengertian pada orang lain, mereka sendiri harus mengerti apa yang mereka ucapkan. Jika demikian maka strategis sekali jika pemuka-pemuka masyarakat ini yang “digarap” terlebih dahulu, tentang segala sesuatunya yang menyangkut KUD dibina sedemikian rupa sehingga menjadi tokoh panutan dalam pengembangan KUD.

  Pengembangan keanggotaan KUD dari segi kualitas sudah tentu meliputi faktor pengertian/kesadaran dari anggota atau calon anggota KUD, karena prinsip keanggotaan koperasi di Indonesia adalah kesukarelaan. Pengertian dan kesadaran disini berarti bahwa dia mengerti dan sadar kenapa dia menjadi anggota KUD.

  Dari mengerti dan sadar dapat diharapkan kesukarelaan masyarakat menjadi anggota KUD. Banyak cara untuk mencapai “state of mind” yang demikian ini sebagai salah satu pendekatan, mengerti hanya bisa diperoleh melalui pengetahuan dan pengetahuan banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Memperoleh ilmu pengetahuan bisa melalui pendidikan, penyuluhan-penyuluhan, latihan-latihan, demonstrasi/peragaan, melalui pengalaman sendiri, ataupun mendengar dan melihat pengalaman orang lain. Pengetahuan yang perlu diberikan terutama adalah tentang manusia yang harus hidup berkelompok (besar atau kecil tergantung dari tujuan) untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

  Ada skala-skala ekonomi tertentu yang hanya bisa dicapai dengan jalan berkelompok, supaya tetap terwujud efektifitas dan efisiensi secara optimal. Dengan demikian mereka akan lebih sadar memasuki kelompok-kelompok itu untuk kepentingan bersama. Kelompok-kelompol inilah yang kita namakan koperasi, yang sesuai dengan perundang-undangan yang ada merupakan abstraksi dari cara-cara manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

  Jika semua orang sudah masuk koperasi secara sadar dan sukarela, apakah sudah akan terjamin bahwa koperasi akan berhasil dan mampu lebih berkembang.

  Jadi berkembangnya keanggotaan KUD baik dalam kualitas maupun kuantitas belum menjamin kemajuan/peningkatan KUD secara keseluruhan.

  b. Pengembangan usaha Fungsi-fungsi KUD seperti telah diuraikan diatas, sebagian telah berjalan, misalnya dibidang perkreditan, penyediaan dan penyaluran sarana-sarana produksi, pengolahan dan penyaluran hasil produksi (gabah).

  KUD belum memperlihatkan dirinya sebagai salah satu wadah perekonomian rakyat pedesaan. Sebagian besar KUD masih dikenal sebagai KUD gabah, mengingat hanya gabah yang ditangani secara serius sedangkan barang-barang lain seperti hasil- hasil kerajinan, hasil kebun penduduk belum diberi perhatian cukup.

  Hal ini tidak mengherankan, mengingat hanya gabah yang sudah ditata pemerintah terutama penyalurannya ke dan dari Dolog. Meskipun demikian penataan hubungan antara Dolog, KUD dan usaha swasta lainnya masi peerlu disempurnakan, sehingga terjadi hubungan yang saling mendukung satu sama lain.

  Puskud harus bisa membina dan mengembangkan usaha KUD, sehingga KUD merupakan tangan-tangan Puskud yang terpercaya dan dapat diandalkan. Untuk itu Puskud maupun KUD harus mempunyai personalia yang tangguh, terutama manajer dan aparat-aparatnya harus memenuhi kualifikasi tertentu, bersikap “business like”, dan memiliki “sense of business” yang tinggi, disertai dengan dedikasi dan idealisme yang tinggi terhadap koperasi.

  Lapangan usaha KUD sebetulnya tidak terbatas, tetapi untuk sementara lebih baik dibatasi, mengingat tingkat “kesepiannya” harus disiagakan dengan sempurna ( terbatas pada barang-barang yang telah tertata saluran distribusinya). Tetapi puskud harus dari permulaan sudah dipersiapkan untuk dapat banyak mengambil lapangan usaha, mengingat puskud hanya satu ada disetiap propinsi, sehingga kualifikasi menejer tangguh dan aparat bawahannya lebih mudah dicari/didapat.

  Jadi kalau hal-hal tersebut diatas belum atau tidak bisa dikerjakan oleh KUD/Puskud, sangat sukar diharapkan rakyat/petani pedesaan akan menjadi anggota secara sukarela sesuai dengan prinsip koperasi. Dalam jangka pendek dan untuk mempercepat proses memasyarakatkan KUD, maka KUD harus memberinya pelayanan yang sama untuk semua orang (tanpa memperhatikan apakah dia anggota KUD atau tidak) dalam soal harga dan kuantitas barang yang diminta. Kelebihannya sebagai anggota adalah dia masih berhak menerima pembagian hasil usaha.

  Kalau hal ini bisa dikerjakan, apalagi sisa hasil usaha setiap tahun relatif cukup berarti bagi anggota, niscaya lambat laun semua orang akan menjadi anggota sukarela. Sedangkan untuk pengembangan KUD selanjutnya maka dibentuk pola pengembangan KUD yang bertujuan supaya KUD menjadi organisasi koperasi berswadaya yang dimiliki rakyat, diatur oleh mereka untuk kepentingan mereka sendiri. Untuk mecapai sasaran tersebut maka pengembangan sejak semula direncanakan melalui tiga tahapan : 1) Tahap Opisialisasi

  Pemerintah terlebih dahulu memperkenalkan konsep KUD, mengambil inisiatif berdirinya, membimbing pertumbuhan dan pelaksanaan tugasnya disertai berbagai fasilitas yang diperlukan KUD. Sasarannya adalah supaya KUD dapat bertindak sebagai perusahaan yang efektif, khususnya untuk menunjang program produksi dan pengadaan pangan. 2) Tahap De-Opisialisasi/Debirokratisasi

  Berdasarkan pengalamannya pada tahap pertama, untuk selanjutnya KUD sudah mulai dipersiapkan menjadi organisasi yang otonom. KUD harus sudah mulai menyusun permodalannya sendiri untuk mengurangi ketergantungannya kepada pemerintah.

3) Tahap Otonomi

  Dalam tahap ketiga ini KUD sudah mencapai kedudukan ekonomi berswadaya berdiri diatas kaki sendiri. Kerjasama antara koperasi secara horizontal diperluas dengan semakin berfungsinya Puskud-puskud pada tingkat propinsi dan juga Inkud tingkat nasional. (I Ketut Purwa1987)

  Oleh karena itu koperasi seharusnya dapat mengambil peranan penting dan memberikan sumbangan yang besar dalam pemecahan kemiskinan, walaupun tidak mungkin mengharapkan koperasi menyelesaikan masalah dengan sendiri. Tetapi jika dikaitkan langsung dengan program-program pembangunan yang langsung memecahkan kemiskinan, akan menempatkan koperasi sebagai sarana yang efektif seperti produksi, pemasaran, penyediaan fasilitas pertanian dan kredit untuk golongan ekonomi lemah.

2.2.3 Masalah Pengembangan Koperasi Unit Desa

  Sampai sedemikian jauh proses pengembangan koperasi ditanah air menghadapi berbagai masalah baik karena belum tumbuhnya kembali kepercayaan masyarakat pada koperasi maupun kesulitan yang timbul dari sifat khas koperasinya itu sendiri.

  a. Permasalahan belum tertampungnya secara penuh kesamaan, kebutuhan, keinginan dan kepentingan serta keputusan bersama dari para anggota sihingga dijumpai situasi :

  • Masih kurangnya partisifasi dari para anggota dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut bidang usaha, permodalan, pengawasan dan kegiatan-kegiatan penting lainnya yang dapat meningkatkan swadaya koperasi.
  • Sistem perencanaan usaha koperasi belum cukup berkembang mengingat masih terbatasnya pengetahuan dan keterampilan para menejer koperasi.
  • Pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha koperasi belum sepenuhnya didasari oleh asas menejemen terbuka, efisiensi, efektifitas dan kepentingan anggota.
  • Sistem pengawasan koperasi masih belum memadai.

b. Permasalahan yang menyangkut aspek usaha koperasi

  • Dalam melaksanakan kegiatan usaha, koperasi masih belum dapat sepenuhnya mampu mengembangkan usaha dibeberapa sektor perekonomian rakyat, baik karena belum tersedianya kesempatan disektor tersebut maupun karena belum dimilikinya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan yang tersedia.
  • Belum terwujudnya jaringan distribusi pencakupan geografis memadai, sehingga diperlukan perwujudan dan suatu sistem koperasi nasional yang mantap.
  • Sebagian dari koperasi masih belum mampu (terbatas sifatnya) dalam memupuk modal sendiri sehingga usahanya terbatas.

  • Karena terbatasnya kapasitas dan fasilitas-fasilitas usaha, disamping belum diperhatikannya prinsip-prinsip efisiensi dan efektifitas usaha, mengakibatkan tinggi biaya operasional per-unit produksi atau jasa yang dihasilkan.
  • Karena kelemahan manajemen dan keterbatasan kemampuan dari para manejer koperasi mengakibatkan perencanaan usaha koperasi masih belum dapat berkembang dan menunjang koperasi untuk dapat berpacu dan bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya.

c. Permasalahan yang menyangkut aspek lingkungan

  • Adanya gejala semakin meningkatnya konsentrasi kekuatan kelompok kecil masyarakat dan praktek dunia usaha yang mengesampingkan semangat usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
  • Kurang adanya keterpaduan dan konsistensi antara program pengembangan koperasi dengan program pengembangan sektor-sektor lainnya sehingga program pengembangan sub-sektor koperasi seolah-olah berjalan sendiri tanpa dukungan dan partisipasi program pengembangan sub-sektor yang lain.
  • Adanya beberapa kebijaksanaan dan peraturan yang kurang sejalan dengan cita-cita dan semangat pengembangan koperasi, sehingga sebagai lembaga ekonomi masyarakat menemui kesulitan untuk meningkatkan
skala dan keanekaragaman usahanya keberbagai sektor yang strategis dan menguntungkan. (Departemen Koperasi, 1984)

  Kredit

  2.3

  2.3.1 Gambaran Umum Kredit Pedesaan

  Pembicaraan mengenai masalah permodalan dalam pertanian tidak bisa lepas dari pada pembicaraan masalah kredit karena kredit tidak lain dari pada modal pertanian yang diperoleh dari pinjaman. Bahwa soal kredit bagi pertanian sangat penting, tidak dapat diragukan lagi dan itu berlaku bagi semua Negara baik pertaniannya yang sudah sangat maju maupun yang masih terbelakang. Namun begitu bagi pertanian di Negara yang masih miskin dan belum maju nampaknya peran kredit lebih menonjol lagi.

  Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa secara relatif memang modal adalah merupakan faktor produksi non alami (bikinan manusia) yang persediaanya masih sangat terbatas terutama di Negara-negara berkembang, karena kemungkinan yang sangat kecil untuk memperluas tanah pertanian dan persediaan tenaga kerja yang melimpah maka diperkirakan cara yang paling mudah dan tepat untuk memajukan pertanian dan peningkatan produksi pertanian adalah dengan memperbesar penggunaan modal.

  Prinsip inilah yang menjiwai usaha intensifikasi pertanian di Negara kita dengan pengenalan bibit-bibit unggul baru, obat-obat pemberantas hama dan penyakit, penggunaan pupuk yang lebih baik dan lebih banyak, investasi dibidang pengairan dan lain-lain metode yang membutuhkan modal yang lebih besar.

  (D.H.Penny,1972:11-20)

  Oleh karena itu sedikit saja terjadi perubahan dalam produksi pertanian akan mempengaruhi kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat. Jika para petani mengalami kegagalan dalam usaha tani, maka akan mencari sumber pendapatan lain yang dengan segera akan dapat mengatasi kesulitannya. Salah satu sumber bantuan tersebut adalah lembaga-lembaga perkreditan yang ada di pedesaan.

  Lembaga perkreditan yang beroperasi ditingkat pedesaan sudah berlangsung sejak zaman dahulu, meskipun bentuknya berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Seorang ahli mengatakan bahwa lembaga perkreditan ini berperan bukan saja sebagai lambing ikatan antara golongan yang punya dan tidak, tetapi ada kalanya merupakan satu bentuk tenggang rasa yang diinvestasikan dalam bentuk natural (M.

  Sidik Mulyono, 1981)

  Perkembangan pembangunan disektor pertanian menyebabkan pengaruh- pengaruh komersialisasi mulai tampak ikut berperan. Pengaruh ini mulai tampak pada daerah-daerah tempat proses peralihan dari usaha pertanian sub-sistem kepada usaha pertanian komersil. Secara teoritis, pada masa peralihan ini kebutuhan akan dana kredit semakin diperlukan oleh masyarakat. Sehingga lembaga-lembaga perkreditan yang semula bersifat lambang ikatan dan tenggang rasa, lama-kelamaan akan menjadi hubungan ekonomi yang kadang-kadang masih terselubung. Tetapi secara teoritis penggunaan modal yang lebih banyak dalam usaha intensifikasi pertanian tidaklah dapat disamakan begitu saja dengan penggunaan kredit yang lebih banyak.

  Ahli-ahli ekonomi pertanian yang dengan tegas mengkritik asumsi bahwa petani memerlukan kredit karena mereka miskin dan modal mereka sangat lemah.

  Alasan kritik itu adalah oleh karena dengan asumsi itu berarti mudah untuk memajukan pertanian maka kepada para petani perlu disediakan kredit dengan mudah dan tingkat bunga rendah (kredit murah).

  Sejalan dengan pendapat diatas maka ahli lain berpendapat bahwa kredit tidaklah merupakan syarat yang mutlak dalam pembangunan pertanian. Yang mutlak adalah mendorong motivasi petani untuk menggunakan barang-barang modal penemuan-penemuan teknologi baru untuk meningkatkan produksi dengan cara menyediakan alat-alat dan bahan-bahan pertanian itu dekat dengan petani. Baru setelah petani didorong motivasinya dan ingin membelinya maka kredit akan melancarkan adopsi dan penerapannya dalam usaha tani. Jadi dalam soal kebutuhan petani akan kredit bagi kemajuan pertanian ini, soalnya bukanlah selalu terletak pada ada tidaknya atau perlu tidaknya kredit melainkan pada masih sangat terbatasnya kesempatan petani untuk maju atau kurangnya aspirasi mereka itu.

  Dari penelitian-penelitian di Negara kita ternyata bahwa tidak ada keraguan- keraguan tentang sangat pentingnya peranan kredit bagi kemajuan usaha tani.

  Disamping itu bentuk perkreditan ini diharapkan dapat dinikmati secara merata oleh semua lapisan masyarakat, terutama bagi golongan petani kecil dan golongan ekonomi lemah sehingga mengurangi ketergantungan petani pada perkreditan informal. (AT Mosher, 1966:150-162) Menurut sudjanadi pemberian kredit kepada para petani meliputi criteria :

  (1). Pemberian kredit usaha tani dengan bunga yang ringan perlu untuk memungkinkan petani-petani melakukan inovasi-inovasi dalam usaha taninya.

  (2). Kredit itu harus bersifat kredit dinamis yaitu mendorong petani untuk menggunakannya secara produktif dengan bimbingan dan pengawasan yang teliti. (3). Kredit yang diberikan selain merupakan bantuan modal juga merupakan perangsangan untuk menerima petunjuk-petunjuk dan supaya bersedia berpartisifasi dalam program peningkatan produksi. (4). Kredit pertanian yang diberikan pada petani tidak perlu hanya terbatas pada kredit usaha tani yang langsung diberikan bagi produksi pertanian tetapi harus pula mencakup kredit-kredit untuk kebutuhan rumah tangga petani. (S

  Ronodiwirjo,1982:278-279)

  Penemuan demikian penting artinya karena selama ini besar pemikiran perkreditan di Indonesia masih bersifat statis dengan tujuan terutama untuk menyelamatkan petani dari para pelepas uang atau sistem ijon.

2.3.2 Ruang Lingkup Kredit

  Dalam pengertian sehari-hari, kredit sering diartikan sebagai pinjaman uang atau hutang kepada pihak ketiga. Tetapi pengertian kredit menurut undang-undang perbankan Nomor 14 tahun 1967, yaitu sebagai berikut :

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kredit Pertanian Terhadap Kesejahteraan Petani Kelapa Sawit Di Kabupaten Labuhan Batu Utara

26 247 105

Analisis Peranan Pemberian Kredit Oleh Cu.Budi Murni Terhadap Usaha Petani Kelapa Sawit Di Kabupaten Labuhan Batu Utara

2 73 120

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja - Analisis Tentang Pernikahan Dini di Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2015

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Ekonomi Pembangunan - Analisis Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten / Kota Pemekaran Di Sumatera Utara

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Industri - Analisis Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap Pertumbuhan Usaha Ekonomi Kreatif di Kota Medan

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank - Efektivitas Kredit Usaha Rakyat dalam Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Pertanian 2.1.1 Pengertian Ekonomi Pertanian - Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura

0 0 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Jalur - Penggunaan Analisis Jalur Yang Mempengaruhi Angka Laju Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Kabupaten Toba Samosir

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Harga TBS - Analisis Faktor yang Mempengaruh Harga TBS Terhadap TingkatKesejahteraan Petani Sawit di Kabupaten Labuhan Batu

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi 2.1.1 Pengertian Investasi - Analisis Penawaran Dan Permintaan Kredit Investasi Di Indonesia

0 0 22