BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Pertanian 2.1.1 Pengertian Ekonomi Pertanian - Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekonomi Pertanian

  2.1.1 Pengertian Ekonomi Pertanian

  Menurut Mubyarto Ilmu Ekonomi Pertanian yaitu bagian dari ilmu ekonomi umum yang mempelajari fenomena-fenomena dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pertanian baik mikro maupun makro.

  2.1.2 Sifat Ilmu Ekonomi Pertanian

  a. Merupakan Cabang Ilmu Pertanian Yaitu bagian atau aspek-aspek sosial ekonomi dari persoalan-persoalan yang dipelajari oleh ilmu pertanian yaitu tataniaga, ekonomi produksi pertanian dan lain-lain.

  b. Merupakan Cabang Ilmu Ekonomi Manfaat Ilmu Ekonomi Pertanian Sebagai suatu cabang ilmu kemasyarakatan yang penting merupakan suatu alat analisa ilmiah untuk membahas dan mendalami persoalan-persoalan yang timbul dalam bidang pertanian, pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi di Indonesia pada umumnya.

  Unsur Pelengkap Dasar Pembangunan Ekonomi : Pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian atau perkebunan serta ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar yaitu : (Michael.P.Todaro, 2000 : 432)

  Ruang lingkup ekonomi pertanian sangat luas, namun pada prinsip ruang lingkupnya dapat diklasifikasikan mulai dari kegiatan berproduksi, konsumsi dan pemasaran yang mempengaruhi kegiatan tersebut. Yang termasuk dalam aspek- aspek lain adalah kebijaksanaan pemerintah dan faktor eksternalitas. Sepanjang produktivitas ini terjadi karena adanya faktor yang sulit diatasi petani seperti adanya teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya perbedaan lingkungan misalnya iklim, keadaan kendala biologi maupun kendala sosial ekonomi, seringkali berlainan untuk daerah satu dengan daerah lainnya. Pertanian dataran tinggi akan berbeda dengan situasi pertanian didataran rendah (misalnya varitas padi yang ditanam didaerah dataran tinggi akan berbeda dengan varitas padi yang ditanam di dataran rendah). Untuk meningkatkan upaya produktivitas itulah maka pemerintah membuat kebijakan perangsang berproduksi dan dikategorikan menjadi dua, yaitu kebijaksanaan harga dan non harga. Kebijaksanaan harga, seperti penetapan harga dasar, dimaksudkan merangsang petani untuk melakukan usaha taninya dengan baik. Kebijaksanaan non harga, misalnya dengan mendekatkan lokasi koperasi unit desa (KUD) ke lokasi sentra produksi atau ke lokasi tempat tinggal petani, dimaksudkan untuk memudahkan petani mendapatkan sarana produksi seperti pupuk, bibit, obat-obatan, serta memudahkan petani untuk memasarkan produksinya. Kebijaksanaan non harga lainnya misalnya dengan menempatkan seorang atau lebih petugas Penyuluhan Pertanian Lapangan (PPL) di tiap wilayah unit desa, menempatkan kios saran produksi dan bank juga tersedia disetiap wilayah unit desa adalah sangat penting artinya bagi petani khususnya petani kecil.

  Titik pembangunan Indonesia diutamakan pada sektor pertanian. Namun lama-kelamaan beralih pada bidang industri serta jasa. Ini mngakibatkan banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi tempat untuk pengembangan industri dan usaha lain yang sama sekali tidak punya hubungan dengan dunia pertanian, maka lahan pertanian menjadi berkurang. Selain itu perkembangan ilmu ekonomi juga kurang mendapat perhatian, sampai terjadi krisis moneter pada tahun 1998 sampai pemerintahan Orde Baru berakhir. Setelah era reformasi, pembangunan sektor pertanian mendapat perhatian dari pemerintah lagi. Namun yang menjadi masalah adalah hanya yang punya modal besarlah yang mampu menjadi subjek dari pembangunan bidang pertanian ini. Nasib petani kelas kecil sama sekali jauh dari peruntungan. Ini terjadi karena basis pengembangan ilmu ekonomi pertanian juga bertumpu pada ideologi kapitalisme yang sama sekali tidak sesuai dengan kepribadian dari bangsa kita yang sesungguhnya. Indonesia adalah salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduknya mengandalkan pendapatan dari hasil pertanian mereka. Untuk itu ilmu ekonomi pertanian harus dirubah arahnya, menjadi salah satu cabang ilmu ekonomi yang pro pada rakyat kecil terutama kaum petani. Prinsip dasar ekonomi pertanian : a.

  Untuk mengidentifikasi peranan sumber daya alam (tanah), modal, tenaga kerja, dan manajemen.

  b.

  Untuk mengidentifikasi peranan aspek kelembagaan dalam pertanian.

  c.

  Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan dan pembangunan pertanian.

2.1.3 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi

  Pertanian mempunyai kaitan erat dengan sektor perekonomian lainnya seperti sektor industri, sektor pekerjan umum, sektor perdagangan, dan sebagainya. Dalam sektor pertanian, kelapa sawit telah menjadi komoditas andalan sebagai sumber devisa negara non migas, penciptaan lapangan kerja dan pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan informasi Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian luas areal kebun kelapa sawit Indonesia sampai dengan tahun 2006 telah mencapai 6,07 juta Ha. Dengan rasio penggunaan tenaga kerja sebesar 0,5 TK/Ha, maka jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 3,5 juta orang, ini belum termasuk tenaga kerja yang terserap dalam berbagai sub sistem seperti sistem penyedia samprotan, transportasi, pabrik pengolahan dan jasa pendukung lainnya.

  Saat ini Indonesia telah menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia kemudian Malaysia di urutan kedua. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Produksi minyak sawit (CPO) Indonesia tahun 2006 sebesar 15,9 juta ton, dimana terjadi peningkatan rata-rata sebesar 52,9% dibandingkan produksi pada tahun 2003 yang hanya mencapai 10,4 juta ton.

  Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 2.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia

  Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni: a.

  Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil; b. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang di dasarkan pada strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan c. Diversifikasi kegiatan pembangunan pedesaan padat karya non pertanian yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.

  Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964 ), pertanian di negara-negara sedang berkembang (NSB) merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam 4 bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut: a.

  Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga bahan-bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut, terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.

  b.

  Karena kuatnya bias garis dari ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan, maka populasi dari sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang untuk konsumen. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.

  c.

  Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal untuk diinvestasi dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor nonpertanian. Sama juga, seperti didalam teori penawaran tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis, dalam proses pembangunan jangka panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan). Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi.

  d.

  Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi- komoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Ini disebut oleh Kuznets sebagai kontribusi devisa.

  Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan tidak hanya memusatkan perhatian pada aspek ekonomi, melainkan juga aspek nonekonomi.

  Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan).

2.2. Tanaman Kelapa Sawit

2.2.1 Sejarah Perkembangan Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia

  Tanaman kelapa sawit (Elais Guineensis) berasal dari Afrika Barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.

  Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.

  Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

  Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit pun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949, padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

  Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan).

  Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerjasama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

  Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat (PIR).

  Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk olahannya. Ekpsor minyak sawit (CPO) indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.

2.2.2 Morfologi Kelapa Sawit Akar 1.

  Tanaman kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil berakar serabut. Susunan akar terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horisontal kesamping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akart tersier, dan begitu seterusnya, sehingga pertumbuhan akar ke samping lebih banyak dan lebih kuat.

  Akar primer umumnya berdiameter sekitar 6-10 mm, sedangkan akar sekunder berdiameter sekitar 2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang berdiameter 0.7-1.5 mm dan bercabang lagi membentuk akar kuartier. Akar kuartier panjangnya hanya 1-4 mm dengan diameter 0,1-0,3 mm. Akar kuartier ini diasumsikan sebagai akar absorpsi utama. Dari akar tersier juga ada cabang akar yang panjangnya sampai 2 cm dengan diameter 0,2-0,8 mm. Akar tersier dan kuartier memiliki jumlah yang sangat banyak dan membentuk masa yang sangat lebat dekat permukaan tanah. Tanaman kelapa sawit tidak memiliki rambut (bulu) akar, sehingga diperkirakan penyerapan unsur hara dilakukan oleh akar-akar kuartier.

2. Batang

  Batang pada kelapa sawit memiliki ciri yaitu tidak memiliki kambium dan umumnya tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah pafe muda terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (Sunarko,2007). Batang tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai struktur pendukung tajuk (daun, bunga, dan buah). Kemudian fungsi lainnya adalah sebagai sistem pembuluh yang mengangkut unsur hara dan makanan bagi tanaman. Tinggi tanaman biasanya bertambah secara optimal sekitar 35-75 cm/tahun sesuai dengan keadaan lingkungan jika mendukung. Umur ekonomis tanaman sangat dipengaruhi oleh pertambahan tinggi batang/tahun. Semakin rendah pertambahan tinggi batang, semakin panjang umur ekonomis tanaman kelapa sawit.

  Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.2 Batang Kelapa Sawit. Ukuran batang bagian bawah relatif lebih

  besar dibandingkan dengan batang bagian atas

3. Daun Daun merupakan pusat produksi energi dan bahan makanan bagi tanaman.

  Bentuk daun, jumlah daun dan susunannya sangat berpengaruhi terhadap tangkap sinar mantahari (Vidanarko,2011). Pada daun tanaman kelapa sawit memiliki ciri yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun kelapa sawit disanggah oleh pelepah yang panjangnya kurang lebih 9 meter. Jumlah anak daun di setiap pelepah sekitar 250-300 helai sesuai dengan jenis tanaman kelapa sawit. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Duduk pelepah daun pada batang tersusun dalam satu susunan yang melingkari batang dan membentuk spiral. Pohon kelapa sawit yang normal biasanya memiliki sekitar 40-50 pelepah daun. Pertumbuhan pelepah daun pada tanaman muda yang berumur 5-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang lebih tua antara 20-25 helai. Semakin pendek pelepah daun maka semakin banyak populasi kelapa sawit yang dapat ditanam persatuan luas sehingga semakin tinggi prokdutivitas hasilnya per satuan luas tanaman.

  Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.3 Daun Kelapa Sawit. Tulang daunnya menyerupai lidi dengan

  susunan anak daun berbaris hingga ujung daun

4. Bunga

  Tanaman kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur sekitar 12-14 bulan. Bunga tanaman kelapa sawit termasuk monocious yang berarti bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Tanaman kelapa sawit dapat menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri karena memiliki daun jantan dan betina. Biasanya bunganya muncul dari ketiak daun.

  Setiap ketiak daun hanya menghasilkan satu infloresen (bungan majemuk). Biasanya, beberapa bakal infloresen melakukan gugur pada fase-fase awal perkembangannya sehinga pada individu tanaman terlihat beberapa ketiak daun tidak menghasilkan infloresen.

  Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.4 Bunga Betina dan Bunga Jantan

  Tanaman kelapa sawit yang berumur 2-3 tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat.

5. Buah dan Biji

  Buah kelapa sawit termasuk buah batu dengan ciri yang terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian luar (epicarpium) disebut kulit luar, lapisan tengah (mesocarpium) atau disebut daging buah, mengandung minyak kelapa sawit yang disebut Crude Palm Oil (CPO), dan lapisan dalam (endocarpium) disebut inti, mengandung minyak inti yang disebut PKO atau Palm Kernel Oil.

  Proses pembentukan buah sejak pada saat penyerbukan sampai buah matang kurang lebih 6 bulan. Dalam 1 tandan terdapat lebih dari 2000 buah (Risza,1994). Biasanya buah ini yang digunakan untuk diolah menjadi minyak nabati yang digunakan oleh manusia. Buah sawit (Elaeis guineensis) adalah sumber dari kedua minyak sawit (diekstraksi dari buah kelapa) dan minyak inti sawit (diekstrak dari biji buah) (Mukherjee,2009).

  Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak.

  Tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif dapat dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada suhu 550ºC selama kurang lebih tiga jam. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui proses tersebut memenuhi SII, kecuali kadar abu. Tingkat keaktifan arang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari daya serap iodnya sebesar 28,9% (Kurniati,2008).

  Setiap jenis kelapa sawit biasanya memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Jenis biji dura panjangnya sekitar 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji. Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment.

   Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.5 Buah Kelapa Sawit. Menandakan siap panen apabila buah

  sudah berwarna merah

6. Kecambah

  Lembaga (embrio) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah. Arah tegak lurus ke atas mengikuti cahaya (fototropi), disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun. Arah tegak lurus ke bawah mengikuti arah gravitasi (geotropi) disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar.

  Plumula tidak keluar sebelum radikula tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu tiga bulan untuk memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan mengabsorpsi makanan dari dalam tanah.

  Bahan tanaman atau bibit kelapa sawit dihasilkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk atau diizinkan oleh pemerintah. Lembaga-lembaga tersebut menyediakan bahan tanaman dalam bentuk benih kecambah dari biji. Setiap pembelian benih harus hati-hati karena banyak beredar benih yang palsu. Pembelian benih dari lembaga-lembaga tersebut disertai label di setiap kantong dan bersertifikat. Setiap pengiriman kepada pembeli ditambah 2,5% dari jumlah pesanan. Pesanan kecambah diajukan 3 bulan sebelum tanggal penerimaan yang dikehendaki.

   Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.6 Benih Kelapa Sawit. Harus berasal dari lembaga resmi yang telah

  ditunjuk oleh pemerintah agar kualitasnya terjamin

2.2.3 Keunggulan dan Manfaat Kelapa Sawit

  Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Menurut Yan Fauzi (2002) beberapa keunggulan minyak sawit yaitu : 1.

  Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO menjadi sumber minyak nabati termurah.

  2. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing 0,34, 0,51, 0,57, dan 0,53 ton/ha.

  3. Memiliki sifat yang cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati lainnya, karena memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik di bidang pangan maupun nonpangan.

  4. Sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit).

  5. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat. 26

  Menurut Yan Fauzi (2002), pemanfaatan minyak sawit yaitu : 1.

  Minyak kelapa sawit untuk industri pangan, minyak kelapa sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, butter, dan bahan untuk membuat kue-kue.

  2. Minyak kelapa sawit untuk industri non-pangan, dalam hal ini minyak kelapa sawit antara lain digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kandungan minor antara lain karoten dan tokoferol sangat berguna untuk mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, arterosklerosis, dan memperlambat proses penuaan. Minyak kelapa sawit juga digunakan sebagai bahan baku oleokimia; sebagai bahan baku industri kosmetik, aspal, dan detergen.

  3. Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif, Palm Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan minyak bumi (Petroleum Diesel) sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan Petroleum Diesel. Selain itu, penggunaan Palm Biodiesel dapat mereduksi efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air minum.

  4. Manfaat kelapa sawit lainnya yaitu tempurung buah kelapa sawit untuk arang aktif, batang dan tandan sawit untuk pulp kertas, batang kelapa sawit untuk perabot dan papan partikel, dan batang dan pelepah kelapa sawit untuk pakan ternak.

2.3 Lahan

  Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk dijadikan pada usaha pertanian. Lahan pertanian tidak mencakup lahan yang tidak mampu ditanami sepertiuram, dan perairan. Lahan pertanian mencakup 33% total daratan yang ada di dunia, dengan lahan yang mampu digarap sepertiganya atau 9.3% total daratan dunia. Dalam konteksn, lahan pertanian merujuk kepada lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian dan tidak bergantung pada jenis dan kualitas lahan.

  Dalam mempersiapkan lahan pertanaman sawit juga diperlukan pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut adalah :

  1. Survei dan blocking area. Pembangunan kebun kelapa sawit pada intinya adalah pembuatan petak-petak lahan kerja berupa blok untuk ditanami benih dan bibit kelapa sawit. Blok adalah manajemen terkecil dari suatu kebun yang kemudian secara kolektif membentuk afdeling atau divisi.

  2. Pembukaan lahan. Metode pembukaan lahan akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan situasi setempat, seperti lahan berbukit, lahan datar dan lahan rendahan. Pembukaan lahan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu manual, mekanis, dan kimia.

  3. Memancang. Setelah pembukaan lahan selesai, dilakukan pemancangan untuk menentukan titik penanaman kelapa sawit dengan pola segitiga sama sisi.

  Pancang dibuat dari kayu kecil atau bambu setinggi 1 m, kompas dan tali atau kawat diperlukan untuk menentukan arah. Ditempat pancang tersebut, nantinya digali lubang untuk tanaman.

  4. Membuat lubang tanam dan penanaman. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 60 cm (panjang, lebar, dan dalam) tepat pada titik pusat pancang yang sudah ada. Lubang tanam dibuat satu minggu sebelum ditanami.

  5. Parit. Perlu dibuat parit dan drainase agar air yang tergenang dapat dialirkan keluar kebun. Apalagi pada areal gambut yng umumnya dekat sungai besar.

  Jumlah parit yang dibuat tergantung pada kondisi lahan, keadaan banjir, dan kedalaman gambut. Sebelum membangun parit, lebih dahulu harus dibuat perencanaan titik pembuangan, arah pembuangan, kedalaman, lebar, dan jenis parit yang diperlukan.

  6. Jaringan jalan. Jaringan jalan dengan kondisi yang dapat dilalui setiap saat merupakan hal penting pada perkebunan kelapa sawit. Jalan ini akan dipakai untuk pengangkutan pupuk, karyawan, bibit, dan hasiuil (TBS), serta untuk pengawasan. Pembangunan jalan sangat dipengaruhi oleh topografi, sifat fisik, dan cuaca. Berdasarkan fungsinya, jalan diperkebunan dibagi menjadi jalan utama, jalan produksi, jalan kontrol, dan jalan panen.

  a.

  Jalan utama (main road) adalah jalan yang menghubungkan afdeling ke pabrik atau pusat kebun dan keluar kebun. Lebar jalan ini sekitar 6-8 m dan diperlukan 25 m/ha, diperkeras dengan batu setebal 20-25 cm karena akan dilalui oleh kendaraan dengan muatan TBS mencapai berat 5-6 ton atau lebih.

  b.

  Jalan produksi merupakan jalan panen yang letaknya berada di tengah blok, tegak lurus terhadap barisan tanaman. Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) terletak di tepi jalan ini. Jalan ini lebih kecil lebih kecil dibandingkan jalan utama, dengan lebr 5-6 m. Saat musim panas, jalan ini menjadi penting karena akan dilalui oleh kendaraan pengangkut TBS.

  c.

  Jalan kontrol merupakan jalan untuk pemeriksaan atau pengawasan yang diperlukan oleh asisten, asisten kepala, atau manajer. Biasanya jalan ini merupakan batas blok atau batas pinggiran kebun.

  d.

  Jalan panen/pasar pikul berfungsi secara permanen untuk mengangkut buah dari pohon ke TPH. Bagi karyawan, jalan ini berfungsi untuk merawat tanaman. Lebar jalan panen 1,0-1,2 m dibuat searah barisan tanaman dengan interval setiap satu gawangan.

2.4 Modal Usaha

  Menurut Soekartawi (2001), modal dalam kegiatan proses produksi pertanian dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tidak bergerak (modal tetap) dan modal tidak tetap. Faktor produksi seperti lahan, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap, dengan demikian modal tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Sebaliknya modal tidak tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi tersebut. Fungsi modal yang paling penting adalah untuk memperbesar hasil produksi atau mempertinggi tingkat produktivitas. Usahatani pada skala usaha yang lluas pada umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemen modern, lebih bersifat komersial dan sebaliknya usahatani skala kecil pada umumnya bermodal kecil pada umumnya bermodal pas-pas an, teknologi tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahanya subsistem, serta lebih bersifat memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

  Menurut fungsinya modal dapat dibagi menjadi: 1.

  Modal masyarakat adalah modal yang tugasnya dalam masyarakat sebagai alat untuk membantu produksi.

2. Modal perorangan tugasnya untuk menghasilkan pendapatan bagi pemiliknya tanpa ikut serta bekerja dalam proses produksi.

  Modal masyarakat itu tidak hanya menambah produksi saja tetapi juga berfungsi sebagai modal perorangan. Artinya modal tersebut dapat menghasilkan pendapatan bagi pemiliknya sekaligus ikut membantu dalam proses produksi. Saham (modal perorangan) memberikan hasil bagi pemiliknya berupa deviden (bagian keuntungan perusahaan yang dibagi) sedangkan saham ini tidak ikut serta dalam proses produksi. Berdasarkan sifatnya modal dibagi menjadi:

  1. Modal tetap, yaitu modal yang dapat dipakai dalam beberapa kali proses produksi.

  2. Modal lancar, yaitu modal yang habis dalam satu kali proses produksi.

  Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usahatani tergantung pada tujuannya. Pada akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang disebut dengan pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani adalah total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC) atau dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : Pd = TR

  • – TC Dimana : Pd = Pendapatan TR = Total penerimaan TC = Total biaya (Soekartawi, 1995)

  Fungsi produksi menunjukkan sifat berkaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang ditingkatkan. Biaya kadang-kadang disebut beban, penurunan dalam modal pemilik, biasanya melalui pengeluaran uang atau penggunaan aktiva yang terjadi sehubungan dengan usaha untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan (Soekartawi, 1999).

2.5 Produksi

2.5.1 Pengertian Produksi

  Menurut Pierson dalam Tohir (1983), produksi adalah usaha manusia untuk menciptakan dan menambah nilai atas barang

  • –barang itu berguna bagi manusia atau dengan kata lain usaha yang akhirnya dapat menambah faedah dari barang. Sebagian besar perkebunan yang ada di Indonesia adalah perkebunan rakyat, seperti halnya perkebunan sawit. Namun, petani rakyat ini sebagian besar tidak bisa menentukan besarnya pengeluaran, padahal sawit memerlukan penanganan sebaik-baiknya agar menguntungkan. Penanganan yang bisa menaikkan pendapatan petani.

  Peningkatan produksi bisa dilakukan kapan saja dan untuk mencapainya perlu beberapa faktor lain seperti tenaga kerja, modal, keahlian dan lahan.

  Menyiapkan faktor-faktor yang saling menopang untuk menghasilkan keuntungan diperlukan biaya yang tidak sedikit. Pada tanaman sawit, penggunaan tenaga kerja, modal, dan keahlian yang tidak optimal akan menyebabkan pengeluaran biaya menjadi tinggi. Bila ingin menggunakan ketiga faktor ini sampai optimal, maka lahan hendaknya ditambah agar bisa seimbang dengan produksi dan pendapatannya.

2.5.2 Faktor-faktor Produksi

  Faktor produksi mempunyai peranan yang penting dalam melaksanakan usahatani. Pemilikan lahan yang semakin luas memberikan potensi yang besar dalam mengembangkan usahatani. Dalam berbagai pengalaman bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi produksi yaitu:

1. Lahan

  Lahan merupakan sumber daya alam gabungan tanah, iklim, dan vegetasi yang ada dimana lahan berperan sebagai alat produksi perkebunan yang merupakan media tumbuh, gudang hara, dan sumber air.

  Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.7 Lahan. Lahan kosong yang belum dibersihkan atau belum siap

  tanam 2. Tenaga Kerja

  Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi ini adalah tersedianya tenaga kerja, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, tenaga kerja musiman dan upah tenaga kerja.

3. Bibit

  Untuk memperoleh tanaman kelapa sawit yang berkualitas, salah satunya adalah dengan penggunaan benih yang berkualitas serta melakukan pembibitan yang benar. Karena pemilihan benih dan proses pembibitan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan reproduksi dari tanaman kelapa sawit dikemudian harinya.

  Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.8 Bibit. Bibit kelapa sawit dengan usia tanaman 6 bulan

4. Pupuk

  Adalah bahan-bahan organik maupun anorganik yang diberikan pada tanah untuk memperbaiki keadaan fisik tanah tersebut dan sekaligus melengkapi substansi anorganik yang esensial bagi tanaman. Pemupukan dilakukan sejak tanaman belum menghasilkan hingga tanaman menghasilkan.

Tabel 2.1 Proses Pemupukan Kelapa Sawit TBM-TM

  Kelompok Umur Dosis Pupuk (kg/pohon/tahun) (Tahun) Urea KCL Borax Dolomit Jumlah Keterangan

  0-3 0,60 0,50 0,05 0,50 1,65 Diberikan 2x aplikasi 4-8 2,00 1,50 0,1 1,50 5,1 Diberikan 2x aplikasi

  9-13 2,50 2,25 0,5 2,00 7,25 Diberikan 2x aplikasi 14-20 1,50 2,00 0,3 2,00 5,8 Diberikan 1x aplikasi

  Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka 5.

  Herbisida Merupakan senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil Contohnya : Alang-alang, dan rumput liar.

2.6 Struktur Biaya Usahatani Kelapa Sawit Tanaman Menghasilkan

  Struktur biaya pada usahatani kelapa sawit adalah demikian penting pentingnya, sebab hanya struktur biaya yang dikelola dan dikontrol dengan tepat, usahatani kelapa sawit akan memperoleh hasil keuntungan yang lebih baik. Sistem akuntansi yang digunakan, umumnya menguraikan biaya produksi kedalam beberapa kategori biaya, yang mana setiap kategori dibagi dalam beberapa group biaya. Adapun group biaya itu sendiri terdiri atas beberapa komponen biaya yang merupakan sejumlah elemen biaya sebagai dasar penghitungan pengeluaran biaya real. Beberapa kategori dan karakteristik biaya yaitu : 1.

  Fixed Cost a. Rawat Tanaman Menghasilkan (TM), Biaya aktualnya per hektar atas seluruh komponen biaya yang muncul harus DI WASPADAI di perkebunan. Apabila tidak dilakukan kontrol yang ketat terhadap hasil kerja rawat ini, maka beban biaya akan tetap sama. Artinya hasil kerja rawat nol, beban tetap ada. Fluktuasi biaya rawat per hektar dalam per tahun terutama di pemupukan yang dilaksanakan berdasarkan hasil analisa daun.

  b.

  Overhead, Biaya aktual overhead secara mayoritas adalah fixed cost, dengan gaji dan social expenses untuk karyawan kebun dibebankan pada overhead bersama-sama dengan komponen biaya lainnya seperti social expenses buruh harian, bulanan, borongan. Untuk selanjutnya biaya aktual overhead per hektar dapat dihitung berdasarkan luas kebun TM yang dikelola.

2. Variable Cost.

  a.

  Panen dan Angkutan, Biaya panen per Kg TBS adalah tergantung kepada output tiap pemanen, gaji dan premi pemanen, sedangkan biaya angkutan TBS tergantung kepada output angkutan dan biaya operasi alat angkut (Truk atau Traktor). Total biaya panen dan angkutan per Kg TBS sangat bervariasi tergantung besarnya jumlah TBS yang dipanen. Secara progresif biaya panen dan angkutan TBS per Kg TBS akan naik apabila upah panen naik dan biaya operasi alat transport juga naik.

2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Produksi

  Unit Biaya Produksi ditentukan oleh besarnya Output Produksi dan Input Biaya Produksi, sehingga terhadap kedua hal tersebut perlu selalu di analisa.

1. Faktor Internal

  Detil Latar Belakang Perkebunan

  • Organisasi Internal (Ratio tenaga kerja vs luas lahan, struktur organisasi,
  • efsiensi)

  Skill tenaga kerja

  • Cara kerja dan teknologi yang diterapkan di lapangan
  • Infrastruktur - 2.

  Faktor Eksternal Kebijakan pajak, kontrol biaya pembelian material (Kebijakan pemerintah)

  • Inflasi -

  Jarak kebun ke pelabuhan (Infrastruktur)

  • Permintaan pasar (Kebutuhan pasar naik)
  • 2.8 Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang dilakukan oleh Mariyah (2004) yang berjudul “Analisis

  Kebutuhan Modal dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja di PT REA Kaltim Plantations” menghasilkan bahwa modal sangat diperlukan oleh perusahaan agar mampu meningkatkan produksi yang dihasilkan dan keberadaan perusahaan mampu memberikan kontribusi bagi daerah dengan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat meskipun masih sangat kecil.

  Enny S.L Situmorang (2010) yang berjudul “Analisis Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus PTPN II Kebun Bandar Klippa)

  ” menghasilkan bahwa semakin luas lahan tanaman kelapa sawit akan meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan ekonomi lokal masyarakat sekitar perkebunan yang pada gilirannya dapat terjadi pembangunan suatu wilayah dan pengaruh PTPN II Kebun Bandar Klippa terhadap penyerapan tenaga kerja, dampak pemanfaatan lahan dan ekonomi lokal yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan wilayah Kecamatan Bandar Klippa.

  Septianita (2009) yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit (Elaeis quinensis Jack) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Makartitama Kec. Peninjauan Kab. OKU” menghasilkan bahwa Faktor produksi luas lahan, bibit, berpengaruh sangat nyata terhadap produksi kelapa sawit. Faktor produksi tenaga kerja, pupuk urea dan herbisida berpengaruh tidak nyata terhadap produksi kelapa sawit, dan Kontribusi pendapatan petani pada usahatani kelapa sawit terhadap pendapatan keluarga petani contoh adalah sebesar Rp. 7.718.341,66 ha/th atau 76,89 persen.

  Pendapatan keluarga rata-rata sebesar Rp. 9.904.757,216 ini didapat dari pendapatan lain seperti berdagang, dan menanam tanaman yang lain misalnya sayuran. Usahatani kelapa sawit memberikan hasil yang nyata terhadap pendapatan keluarga dilihat dari hasil perhitungan dengan R/C.

2.9 Kerangka Pemikiran

  Modal usaha meliputi dari faktor-faktor produksi (lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan herbisida) yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output berupa tandan buah segar (TBS). Agar usahatani kelapa sawit dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan beberapa input produksi yang dapat menunjang kegiatan modal usahatani kelapa sawit tersebut yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan herbisida. Ada beberapa masalah yang dihadapi petani kelapa sawit dalam penyediaan input produksi yang kurang lancar akibat sarana transportasi ke sentra produksi kelapa sawit yang kurang memadai.

  Produksi kelapa sawit akan meningkat apabila penggunaan input produksi sudah optimal sehingga produktivitas kelapa sawit juga akan meningkat. Namun yang menjadi masalah secara umum, seringnya terjadi pencurian buah kelapa sawit sehingga petani mengalami kerugian dan tidak sebandingnya harga penjualan kelapa sawit dengan harga pupuk yang tersedia. Disamping itu, harga kelapa sawit juga sangat fluktuatif menyebabkan pendapatan petani berubah-ubah atau tidak tetap karena tergantung pada siklus musimam panen kelapa sawit. Konsekuensinya adalah pendapatan bersih dari usahatani kelapa sawit tidak dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap total pendapatan keluarga. Untuk mengetahui sebuah usahatani merupakan pendapatan utama dalam keluarga, maka harus diketahui seberapa besar kontribusi/tambahan pendapatan usahatani dan juga bersifat kontinuitas dalam memberikan pendapatan keluarga.

  Berdasarkan besar pendapatan bersih yang diterima oleh petani kelapa sawit pada akhir musim tanam, dapat diketahui seberapa besar keuntungan yang didapat, ditinjau dari besarnya modal awal yang dikeluarkan dengan hasil produksi kelapa sawit. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan usahatani yang dipengaruhi oleh hasil output (TBS) yaitu dengan cara melakukan perawatan yang termasuk kedalam biaya tetap/modal tetap, dengan tahap perawatan seperti pemupukan secara rutin setiap tahun, melakukan penyemprotan, dan melakukan penunasan. Hal ini dilakukan dengan baik maka akan dapat meningkatkan hasil output (TBS), sehingga pendapatan juga akan meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema kerangka pemikiran berikut ini :

Dokumen yang terkait

Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura

1 62 90

Pengaruh Desentralisasi Penyuluhan Pertanian Terhadap Pengelolaan Lingkungan Pertanian Di Balai Penyuluhan Pertanian Kualuh Selatan Kec. Kualuh Selatan, Kab. Labuhan Batu,

6 35 124

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.1.1 Pengertian Produktivitas - Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian Dan Impor Beras di Indonesia

0 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Investasi - Analisis Investasi Ekonomi Sektor Unggulan Kota Medan

0 20 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Industri - Analisis Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap Pertumbuhan Usaha Ekonomi Kreatif di Kota Medan

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Ekonomi Dalam Perspektif Islam. 2.1.1 Pengertian Ekonomi Islam. - Analisis Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Pos Keadilan Peduli Umat (Pkpu) Di Kota Medan

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi - Pengaruh Peningkatan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Sibolga

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sektor Pertanian - Analisis Kebutuhan Modal Usaha Tani bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Padi Sawah di Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pertambangan - Analisis Dampak Sosial dan Kawasan Ekonomi Khusus Penggalian Tambang Emas di Kec. Batang Toru Kab. Tapanuli Selatan

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosial Ekonomi 2.1.1 Pengertian Sosial dan Ekonomi - Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Penyalahgunaan Narkoba Pada Binaan Al-Kamal Sibolangit Center

1 2 49