BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 AHP (Analytical Hierarchy Process) - Penentuan Prioritas Pembangunan Irigasi Pertanian Tingkat Kabupaten Di Propinsi Sumatera Utara Menggunakan Analytical Hierarchyproces

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 AHP (Analytical Hierarchy Process)

  AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk menentukan ranking atau tingkatan (hierarchy)dari berbagai alternatif yang menjadi bahan pembahasan, yang dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharston Business School (1993).

  Metode AHP menguraikan masalah multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki yang melakukan pengukuran untuk menemukan skala rasio perbandingan berpasangan, baik untuk data diskrit maupun kontinu.Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran actual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relative si pengambil keputusan.

  Saaty (1993), mendefenisikan hirarki sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

  AHP sering digunakan untuk memecahkan masalah pengambilan keputusan yang kompleks dengan tingkatan criteria yang lebih banyak dan beragam, karena :

  1. AHP akan mengurutkan setiap alternatif yang tersedia dalam sebuah struktur hirarki yang lengkap, selanjutnya mengarah kepada konsekuesi dari kriteria yang akan dipilih (alternatif terbaik)

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.

  3. Memperhitungkan output dari setiap alternatif keputusan yang akan diambil, sehingga dapat member gambaran yang jelas tentang alternatif terbaik yang akan diarahkan pada sebuah keputusan. Terdapat 4 aksioma yang terkandung dalam model AHP, yaitu: 1.

  Reciprocal Comparison artinya pengambilan keputusan harus dapat memuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Prefesensi tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x.

  2. Homogenity artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen- elemennya dapat dibandingkan satu sama lainnya. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka elemen- elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru.

  3. Independence artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya.

  4. Expectation artinya untuk tujuan pengambil keputusan. Struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objectif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

2.1.1 Penggunaan Metode AHP

  Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode AHP, antara lain (Suryadi & Ramdhani 1998):

  1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

  Tahap ini ialah untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada, selanjutnya dicoba untuk menentukan solusi untuk masalah tersebut yang mungkin saja solusi dari masalah tersebut berjumlah lebih dari satu.Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.

  2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif

  Setelah menyusun tujuan utama pada tingkatan kriteria yang paling bawah. sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan).

  3. matriks perbandingan berpasangan yang Membuat menggambarkankontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh nilai judgement seluruhnya yaitu sebanyak buah dengan adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

  4. Menghitung nilai lamda max dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

  5. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

  6. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.

  Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

7. Memeriksa konsistensi hirarki.

  Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi.Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %.Jika nilai lebih dari 10% (persen) atau 0,1 maka penilaian data harus diperbaiki.

2.1.2 Prinsip Dasar AHP

  Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah:

1. Decomposition

  Adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur- unsurnya ke dalam bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan.Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete.

  Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki yang complete. Atau dapat diilustrasikan seperti gambar berikut :

  

PILIHAN

PRIORITAS

KRITERIA 1 KRITERIA 2 KRITERIA 3 KRITERIA 4

DAERAH 1 DAERAH 2 DAERAH 3 DAERAH 4 DAERAH 5

Gambar 2.1 Struktur hirarki

2. Comparative judgment

  Comparative Judgment dilakukan dengan membuat penilaian tentang

  kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutaan prioritas dari elemen-elemenya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Menurut Saaty, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (erxtreme importance).

  Pengisian nilai tabel perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan melihat tingkat kepentingan antar satu elemen dengan elemen yang lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari perbandingan kriteria misalnya A1, A2 dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan

  

A1 A2 A3

A1

1 A2

  

1

A3

  1 Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala

  bilangan dari 1 sampai 9 yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1.Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya.Pengujian konsistensi dilakukan terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hirarki.Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada dalam batas-batas preferensi yang logis.Setelah melakukan perhitungan bobot elemen, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi matriks. Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan tabel Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Random Index

  Urutan

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  10 Matriks (RI)

  0.00

  0.01

  0.58

  0.90

  1.12

  1.24

  1.32

  1.41

  1.45

  1.49

3. Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas)

  Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (Pairwise Comparisons).Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika.

4. Logical Consistency (Konsistensi Logis)

  Konsistensi memiliki dua makna, pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

2.1.3 Penyusunan Prioritas

  Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2,...,An) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain A1 dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pairwise Comparison.

Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Berpasangan

  A A . . . A

  1 2 n A 1 a 11 a 12 a 1n . . .

  . . .

  A 2 a 21 a 22 a 2n

.

  

. . .

  . .

. . .

  

.

. . .

  

. . . . . . . . .

  

A n a mn

  Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran yang mampu mencerminkan perbedaan antara faktor satu dengan faktor lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya digunakan skala 1 sampai 9 yang dimana bobot 1 sampai 9 tersebut diperoleh seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

  Intensitas Kepentingan Keterangan

  1 Kedua elemen sama pentingnya.

  Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen

  3 yang lainnya.

  Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang

  5 lainnya Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen

  7 yang lainnya.

  Satu elemen mutlak penting daripada elemen yang

  9 lainnya.

  Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang 2,4,6,8 berdekatan.

  Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan Kebalikan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i.

  Model AHP didasarkan pada matriks perbandingan berpasangan, dimana elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan “penilaian” dari pengambil keputusan. Seorang pengambil keputusanakan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap tingkatan hirarkidari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan.

  Berikut ini contoh suatu matriks perbandingan berpasangan pada suatu tingkatan hirarki: Baris 1 Kolom 2: jika A dibandingkan dengan B, maka B lebih penting/disukai/dimungkinkan daripada A yaitu sebesar 3, artinya :B

  “sedikit lebih penting” daripada F, dan seterusnya. Angka 3 bukan berarti bahwa Btiga kali lebih besar dari A, tetapi B “sedikit lebih penting” dibandingkan A.

2.1.4 Eigen value dan Eigen vector

  Sebelum kita masuk pada pembahasan mengenai eigen value dan eigen vector, berikut dijabarkan terlebih dahulu mengenai matriks dan vector.

   Defenisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka

  • – angka (sering disebut elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi panjang, dimana panjangnya dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom-kolom dan baris-baris.

  Sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks,variabel

  • –variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) dan matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika . Dan skalar
  • – skalarnya berada dibaris ke-i dan n kolom ke-j yang disebut matriks entri.

   Perkalian Matriks Untuk melakukan perkalian matriks, yaitu dengan cara tiap baris dikalikan dengan tiap kolom, lalu dijumlahkan pada baris yang sama Contoh :

   Transpose Matriks

  

Transpose suatu matriks ialah suatu matriks baru yang mana elemen-elemennya

  diperoleh dari elemen-elemen matriks A dengan syarat bahwa baris-baris dan kolom- kolom matriks menjadi kolom-kolom dan baris-baris dari matriks yang baru ini, dengan kata lain baris ke-i dari matriks A menjadi kolom ke-i dari matriks baru.

  Transpose suatu matriks diperoleh dengan menukarkan unsur baris menjadi unsur kolom. Transposematriks A dinyatakan dengan atau .

  Contoh : 1. Jika diketahui matriks A= maka = maka =

1. Jika diketahui matriks B = \

   Determinan Matriks Determinan matriks A=( ) berukuran nxn adalah suatu skalar yang menentukan matriks A, dengan n disebut orde dari determinan. Determinan matriks A dinyatakan dengan det (A) atau . Secara umum determinan dapat dicari dengan: 1. Ekspansi kofaktor dengan kaidah Cramer a. dinyatakan ole dan

  Jika A adalah sebuah matriks kuadrat, minor entri didefinisikan sebagai determinan dari submatriks yang tinggal setelah baris ke-i dan kol ke dinyatakan oleh dinamakan

  • j. Bilangan kofaktor entri .

  Contoh: 1. Andaikan A= adalah maka entri = =1(0)-5(6)= -30 dengan kofaktor adalah

  = = = -30 b. adalah kofaktor , maka matriks

  Jika A adalah sebarang matriks nxn dan Dinamakan matriks kofaktor A. Transposisi matriks ini dinamakan adjoin dari A dinyatakan dengan adj(A).

  2. Menentukan determinan dengan aturan laplace (ekspansi) kofaktor yang ditentukan dengan cara berikut : a.

  Ekspansi kofaktor sepanjang baris ke-j.

  • Det (A) =
  • …+ b.

  adalah elemen unsur Ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke–i, dengan matriks, dan adalah kofaktor.

  Contoh: 1. Diketahui matriks A = , hitunglah determinan matriks A dengan ekspansi pada baris pertama dan kolom ke-2.

  Jawab : Determinan untuk ekspansi baris pertama

  • A =

  ,

  • =

  = 1 + 0 = 15

  • – 42 + 0 = – 27
  • – 2 Determinan untuk ekspansi kolom ke-2

  = = 2 + 0 = 42

  • – 15 + 0 = 27
  • – 5

   Inverse Matriks

Inverse matriks A merupakan matriks kebalikan dari A dinyatakan dengan simbol .

Rumus matriks inverseadalah = adj(A)

  Keterangan : = determinan matriks A adj(A) = adjointA = transpose dari matriks kofaktor merupakan kebalikan dari matriks Amaka hasil perkalian antara matriks A dengan akan menghasilkan matriks identitas (I).

   Vektor dari n dimensi Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen

  • – elemen yang teratur berupa angka
  • – angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau row vector dengan ordo maupun

  )

  menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau coloumn vector dengan ordo ). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan

  Untuk vektor dirumuskan sebagai berikut:

   Eigen value dan Eigen vector Definisi : Jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam dinamakan dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni : Skalar dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigenvector yang bersesuaian dengan

  . Untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran maka dapat ditulis pada persamaan berikut : atau secara ekivalen

  Agar menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika :

  Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A.

  Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah , maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni

  . . Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor

  Nilai menyatakan bobot kriteria A terhadap keseluruhan set kriteria pada sub

  n sistem tersebut.

  Jika mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan manyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan atau jika

    untuk semua i,j,k maka matriks tersebut konsisten.

  Untuk suatu matriks konsisten dengan faktor w, maka elemen dapat ditulis menjadi : (1)

  Jadi matriks konsisten adalah: (2)

  Seperti yang diuraikan diatas, maka untuk matriks perbandingan berpasangan diuraikan seperti berikut ini: (3)

  Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa : (4)

  Dengan demikian untuk matriks perbandingan berpasangan yang konsisten menjadi: (5)

  (6) Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:

  (7) Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigenvector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:

  (8) Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa :

  (9) Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolte consistent) dalam mengekpresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain,

  

judgment yang diberikan tidak untuk setiap elemen persoalan pada suatu level

hierarchy dapat saja inconsistent.

  Jika : 1) Jika

  1 ,

2 ,..., n adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan :

λ λ λ

  (10) dengan eigen value dari matriks A dan jika ,maka ditulis

  (11) Misalkan kalau suatu matriks perbandingan berpasangan bersifat ataupun memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1. b (12)

  Eigen value dari matriks A,

  (13) Kalau diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13), hasilnya menjadi : (14)

  Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value

  maximum

  (λ-max) yaitu : Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks yang konsisten, dimana nilai λ – max sama dengan harga dimensi matriksnya.

  Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten. 2) Jika ada perubahan kecil dari elemen matriks maka a -nya akan berubah

  ij eigen value menjadi semakin kecil pula.

  Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier). Jika:

  a. Elemen diagonal matriks A

b. Dan untuk matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.

2.1.5 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

  Dalam teori matriks dapat diketahui kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pada eigen value. Dengan mengkombinasikan apa tang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten maka penyimpangan kecil dari akan tetap menunjukkan eigen

  value terbesar

  maks, nilainya akan mendekati n dan eigen value sisanya akan mendekati nol.

  Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi dengan persamaan: (15)

  Dimana: = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index)

  = eigenvalue maksimum n = ukuran matriks Apabila bernilai nol, berarti matriks konsisten, batas ketidakkonsistensi (inconsistency) yang ditetapkan Saaty diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan :

  (16) Nilai-nilai pada Random Index (RI) dapat dilihat pada tabel 2.3.Bila matriks bernilai CR lebih kecil dari 0,100, ketidakkonsistenan pendapat bisa diterima jika tidak maka penilaian perlu di ulang.

2.1.6 Penerapan Model AHP Dalam Menentukan Prioritas Pembangunan Irigasi

  Proses pengambilan keputusan multi kriteria adalah hal yang sering dialami pengambil keputusan. Hal ini dikarenakan ada begitu banyak hal yang harus menjadi perhatian dan pertimbangan bagi pengambil keputusan sebelum memutuskan opsi mana yang akan dilakukan atas masalah yang sedang dihadapi.

  Pembangunan irigasi juga salah satu contoh pengambilan keputusan multi kriteria, dimana ada lebih dari satu hal yang harus diperhatikan sebelum memutuskan ataupun menentukan prioritas pembangunan yang sebaiknya dilakukan.

  Proses penentuan prioritas pembangunan irigasi ini dapat diiselesaikan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Menetapkan preferensi pengambil keputusan dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan kriteria-kriteria yang ada dalam hal pembangunan irigasi ini.

  2. Menetapkan preferensi dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan seluruh daerah irigasi terhadap kriteria “Luas”.

  3. Menetapkan preferensi dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan seluruh daerah irigasi terhadap kriteria “Biaya”.

  4. Menetapkan preferensi dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan seluruh daerah irigasi terhadap kriteria “Manfaat”.

  5. Menetapkan preferensi dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan seluruh daerah irigasi terhadap kriteria “Waktu”.

6. Menghitung nilai bobot prioritas terhadap setiap alternatif, untuk kemudian dapat diperoleh urutan prioritas pembangunan irigasi di Provinsi Sumatera Utara.

PILIHAN PRIORITAS

Gambar 2.2 Hirarki Penentuan Prioritas Pembangunan Irigasi

  D 1 D 2 D 3 D 4 D 5 D 6 D 9 D 8 D 7 L.Irigasi L.Sawah Biaya Waktu

2.2 Irigasi Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.

  Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah ataupun yang mendorong degradasi tanah karna air.

  Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air kepada lahan- lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tatacara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.

2.2.1 Fungsi, Tujuan dan Manfaat Irigasi Fungsi Irigasi 1.

  memasok kebutuhan air tanaman 2. menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan 3. menurunkan suhu tanah 4. mengurangi kerusakan akibat frost 5. melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah

  Tujuan Irigasi 1.

  untuk membantu para petani dalam mengolah lahan pertaniannya, terutama bagi para petanidi pedesaan yang sering kekurangan air.

2. Meningkatkan Produksi Pangan terutama beras 3.

  Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi 4. Meningkatkan intensitas tanam 5. Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat desa dalam pembangunan jaringan irigasi perdesaan

  Manfaat Irigasi

  Irigasi sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di pedesaan. Dengan irigasi, manusia dapat memenuhi kebutuhannya terhadap air, sawah dapat digarap tiap tahunnya, dapat dipergunakan untuk peternakan, dan keperluan lain yang bermanfaat.

2.2.2 JENIS IRIGASI

  1. Irigasi Permukaan

  Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian.Di sini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier.Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu

  2. Irigasi Lokal

  Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu.Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.

  3. Irigasi dengan Penyemprotan

  Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.

  4. Irigasi Tradisional dengan Ember

  Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali.Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.

  5. Irigasi Pompa Air

  Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.

  6. Irigasi Tanah Kering dengan Terasisasi

  Di Afrika yang kering dipakai sustem ini, terasisasi dipakai untuk distribusi air.

  Peta ikhtisar adalah peta di mana terlihat susunan suatu jaringan irigasi mulai

dari bendung sampai saluran pembuang. bangunan utama, jaringan dan trase saluran

irigasi, jaringan dan saluranpembuang, petak tersier, petak sekunder, dan petak

primer, lokasi-lokasi bangunan (bagi, sadap, silang), batas-batas daerah irigasi, daerah

yang tidak diairi (desa, makam, gedung-gedung), jaringan dan trase jalan, dan daerah-

daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, rawa, bukit, dll).

  2.2.3 Jaringan irigasi

Jaringan irigasi merupakan sekumpulan bangunan-bangunan bagi, sadap, bangunan

silang, pelengkap, saluran pembawa, saluran dan bangunan pembuang yang terdapat

dalam suatu lahan, yang petak sawahnya memanfaatkan air dari sumber yang sama.

  • Petak tersier adalah, suatu lahan seluas maksimum 60 ha, yang berisikan petak-petak kuarter yang luasnya maksimum 10 ha, yang mengambil air dari satu pintu bangunan sadap. Petak tersier ini dilengkapi pula dengan boks- boks tersier, kuarter, saluran pembawa tersier, kuarter, cacing, saluran

    pembuang, serta bangunan silang seperti yang ada di jaringan irigasi.

  • Petak sekunder, terdiri dari kumpulan petak-petak tersier yang mengambil air dari satu pintu di bangunan bagi. Luas petak sekunder ini tidak terbatas tergantung dari topografi lahan yang ada. Salurannya sering terletak di punggung medan, sehingga air tersebut dapat dialirkan ke dua sisi saluran.
  • Petak primer, terdiri dari beberapa petak sekunder yang airnya mengambil dari sumber air (sungai) berupa bendung, bendungan, rumah pompa, dll. Bila satu bendung terdapat dua pintu (intake) kiri dan kanan, maka terdapat dua petak primer. Saluran primer diusahakan sejajar dengan kontur atau garis tinggi.

  2.2.4 Manajemen Irigasi dan Penerapannya

Manajemen irigasi adalah serangkaian proses untuk menyediakan air, mengelola air,

menyalurkan air pada lahan-lahan pertanian, dan membuang air yang tidak terpakai

ke saluran pembuangan air, dengan se efisien mungkin dan se efektif mungkin.

  T erbatasnya ketersediaan Sumber Daya Air membuat manusia berfikir untuk

  membuat suatu bangunan penahan air (waduk, bendung, dll), yang bertujuan untuk menampung kelebihan air pada musim hujan dan akan dimanfaatkan pada musim kemarau atau untuk mengatur distribusi ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air pada waktu dan tempat tertentu. Dengan demikian Daerah Irigasi merupakan representatif dalam sistem irigasi pada daerah irigasi.Pengertian Daerah Irigasi

  

adalah kesatuan wilayah atau hamparan tanah yg mendapat air dr satu jaringan

irigasi.

  Penerapan Manajemen Irigasi

  Masalah setelah daerah irigasi dibangun dan untuk memanfaatkan sumber daya air yang terbatas, adalah bagaimana cara pengelolaan sistem irigasi tersebut sehingga dapat selalu berfungsi dan memberikan pelayanan yang berkelanjutan. Untuk mengatasi permasalahan yang muncul di kemudian hari di butuhkan penerapan manajemen irigasi yang baik, dan pengelolaan sistem irigasi yang baik pula, di antaranya pemeliharaan bangunan irigasi secara berkala, renovasi bangunan yang rusak atau sudah tak layak untuk menghindarkan terhambatnya supply air, atau berlebihannya air yang mengalir, sehingga air yang mengalir tidak di gunakan secara optimal.

2.2.5 Sistem Irigasi dan Klasifikasi Jaringan Irigasi

  Ada beberapa sistem irigasi untuk tanah kering, yaitu:

   irigasi tetes (drip irrigation),

   irigasi curah (sprinkler irrigation),  irigasi saluran terbuka (open ditch irrigation), dan  irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation).

  Dalam perkembangannya, irigasi dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :

1. Irigasi sistem gravitasi

  Sistem irigasi ini, sumber air dari air yang ada dipermukaan bumi yaitu sungai, waduk dan danau di dataran tinggi.Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.

  2. Irigasi sistem pompa

  Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi diambil dari sungai, atau dari air tanah.Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan dengan menggunakan bantuan pompa.

  3. Irigasi pasang surut

  Irigasi pasang surut, suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang surut air laut.Areal yang dimanfaatkan untuk tipe irigasi ini ialah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang surut air laut. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan menekan dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada saat air laut surut.

  Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, carapengukuran aliran air dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu :

  1. Jaringan irigasi sederhana / tradisional

  Pada jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga air lebih akan mengalir ke sluran pembuang. Persediaan air berlimpah dan kemiringan saluran berkisar antara sedang dan curam.

  2. Jaringan irigasi semi teknis / semi intensif

  Pada jaringan ini, bangunan bendungannya terletak di sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilirnya.Beberapa bangunan permanen dibangun di jaringan saluran. Sistem pembagian samadengan irigasi sederhana. Bangunan pengambilan untuk mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan irigasi sederhana.

  3. Jaringan irigasi teknis / intensif

  Salah satu prinsip jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran irigasi/pembawa dengan saluran pembuang/pematus.Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke petak-petak irigasi dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari petak-petak irigasi.Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih efisien.

  Sistem Jaringan Irigasi

  Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsionalpokok yaitu : Bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil darisumbernya,

  • umumnya sungai atau waduk.

  Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air ke petak-petaktersier.

  • Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem
  • pembuangankolektif; air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke petak-petak irigasi dankelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan dalam petaktersier.
  • air ke sungai atau saluran-saluran alam.

  Sistem pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuangkelebihan

2.3 Irigasi di Sumatera Utara

  Berikut adalah daerah irigasi Propinsi Sumatera Utara menutur Kepmen PU 390/KPTS/M/2007 tentang Penetapan Status daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggungjawab pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Tabel 2.5 Jumlah dan Luas Daerah Irigasi di Sumatera Utara

  No. Daerah Irigasi Jumlah DI Luas (Ha) A Kewenangan Pemerintah Pusat 12 54.499 B Kewenangan Propinsi 64 78.168 C Kewenangan Kabupaten/Kota 932 182.723

  Total 1008 315.390

Tabel 2.6 Daftar Daerah Irigasi Kewenangan Pemerintah Pusat

  No Daerah Irigasi Lokasi Luas (Ha) Keterangan

  1 Namu Sira-sira/ Paya Sordang

  Langkat & Binjai 6300 Lintas kab/kota

  2 Paya Sordang Kab. Tapanuli 4.350 Satu Kab/Kota

  3 Bandar Sidoras Kab. Deli Serdang 3.017 Satu Kab/Kota

  4 Perbaungan Kab.Serdang Bedagai 5.920 Satu Kab/Kota

  5 Sei Buluh Kab.Serdang Bedagai 4.020 Satu Kab/Kota

  6 Sei Belutu Kab.Serdang Bedagai 5.082 Satu Kab/Kota

  7 Kerasaan Kab. Simalungun 5.000 Satu Kab/Kota

  8 Perkotaan Kab. Asahan 3.457 Satu Kab/Kota

  9 Silau Bondo Kab. Asahan 3.231 Satu Kab/Kota

  10 Batang Ilung Kab.Tapanuli Selatan` 4.194 Satu Kab/Kota

  11 Batang Gadis Kab.Mandailing Natal 6.628 Satu Kab/Kota

  12 Bulung Ihit Kab. Labuhan Batu 3.300 Satu Kab/Kota Total 54.499