ANALISIS ORGANISASI INTERNASIONAL KHUSUS ibukota

Organisasi Administrasi Internasional
WORLD TRADE ORGANISATION

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

Mulky Belladina
Khalis Afif
Khoirunnisa Rahmitasari
Mentari Dhea
Nimas Hapsari

D0413033
D0413028
D0413029
D0413032
D0413036


PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

A. TIPE ORGANISASI
WTO adalah suatu organisasi internasional publik yang berdasarkan prinsip
universal.
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satusatunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara.
Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturanaturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani
oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota
yang

mengikat

pemerintah

untuk


mematuhinya

dalam

pelaksanaan

kebijakan

perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk
membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan
perdagangan. WTO (World Trade Organization) dikatakan sebagai lintas batas nasional
dalam perdagangan internasional antar negara dalam hal ekspor impor antara produsen dan
konsumen bisa juga dengan perusahaan-perusahaan internasional (MNC). WTO mempunyai
mandat yang luar biasa dalam mengelola ekonomi global untuk kepentingan perusahaan
multinasional (MNC) serta negara maju, Mandat WTO adalah menciptakan, dan menjalankan
peraturan perdagangan bebas menuju “dunia tanpa batas negara”. Akibatnya WTO
mempunyai kekuasaan tidak hanya judisial tetapi juga legislatif. Artinya, hukum dan
kebijakan nasional haruslah bersesuaian dengan perjanjian WTO, dan bila belum sesuai harus
segera diubah.

WTO adalah organisasi yang berbasiskan ‘aturan-aturan main atau rules’ yang merupakan
hasil perundingan. Aturan tersebut disebut juga perjanjian atau kesepakatan (agreements). Di
atas kertas, perjanjian tersebut haruslah dihasilkan dari serangkaian perundingan yang yang
dilakukan oleh semua Negara anggota, dan mencerminkan kebutuhan anggota. Realitanya,
perundingan dan penyusunan naskah awal kesepakatan ditentukan oleh faktor lain, yaitu
kekuatan politik negara-negara anggota. Di dalam WTO dikenal ada “power block” yang
disebut quad terdiri dari Uni Eropa, Jepang, AS dan Canada. Walaupun pengambilan
keputusan berdasarkan konsensus tetapi kekuasaan riel ada di tangan Negara-negara besar
tersebut. Salah satu delegasi dari negara berkembang mengatakan, dalam proses menuju
KTM Doha pada tahun 2001 misalnya negara-negara berkembang diberi teks-teks, yang
isinya muncul tiba-tiba dalam naskah awal tanpa ada perundingan sebelumnya. Tetapi di
KTM Doha keadaannya lebih buruk, teks-teks bisa muncul tiba-tiba tanpa ada yang

memasukkannya, dan pada hari terakhir sekeretariat WTO mengatakan “inilah hasil teks
terakhir”. Arus barang, investasi dan jasa dibiarkan bebas tetapi arus teknologi dan tenaga
kerja dibatasi, sementara dua hal terakhir diperlukan oleh negara sedang berkembang.
Perjanjian WTO dianggap paling tinggi derajatnya oleh negara sehingga menegasikan semua
perjanjian internasional lain, termasuk perjanjian lingkungan hidup. Demikian pula peran
pemerintahan serta negara di tingkat lokal dan nasional dikalahkan oleh peran pasar dan
perdagangan. Disiplin didalam WTO mengikat secara hukum terhadap pemerintah yang

sekarang maupun pemerintah di masa depan. Jadi meskipun sebuah partai politik oposisi
kemudian menang, ia tidak bisa menjalankan kebijakan baru yang bertentangan dengan
aturan-aturan WTO. Dengan demikian suatu negara tidak lagi mempunyai banyak pilihan
kebijakan ekonomi.
Prinsip sistem perdagangan yang diterapkan oleh WTO bertujuan untuk melancarkan
perdagangan antar negara anggota dengan meminimalisir adanya hambatan perdagangan
antar negara. Prinsip-prinsip yang diterapkan WTO antara lain adalah1 :
Non-diskriminasi yang memiliki dua komponen utama yang tertanam dalam aturan
WTO atas barang, jasa, dan kekayaan intelektual. Pertama mensyaratkan bahwa anggota
WTO harus menerapkan kondisi yang sama pada perdagangan dengan semua anggota
WTO lainnya. Kedua, National-treatment yang mengharuskan barang impor harus
diperlakukan kurang lebih sama dengan barang produksi dalam negeri.
Reciprocity yang mencerminkan keinginan untuk membatasi penyalahgunaan yang
mungkin timbul karena non-diskriminasi dan untuk menghindari adanya free-rider.
Konsesi

timbal

balik


berniat

untuk

memastikan

bahwa

perdagangan

saling

menguntungkan akan terwujud.
Binding and Enforceable Commitments. Komitmen tarif yang dibuat oleh anggota
WTO dalam negosiasi perdagangan multilateral. Suatu negara dapat mengubah
perjanjian, tetapi hanya setelah renegosiasi dengan mitra dagangnya, yang bisa berarti
terdapat konsekuensi. Jika renegosiasi tidak berhasil, negara dapat menggunakan
prosedur penyelesaian sengketa WTO.

1 http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org7_e.htm diakses pada 16 Oktober 2014

pukul 12.00

Transparancy dimana para anggota WTO disyaratkan untuk mempublikasikan peraturan
perdagangan mereka, yang memungkinkan lembaga- lembaga WTO untuk meninjau
keputusan administratif yang mempengaruhi perdagangan, permintaan informasi oleh
anggota lain, dan untuk memberitahukan perubahan dalam kebijakan perdagangan ke
WTO. Sistem WTO mencoba untuk meningkatkan prediktabilitas dan stabilitas,
mengecilkan penggunaan kuota dan lainnya.
Safety Valves dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat membatasi perdagangan.
Perjanjian WTO mengizinkan anggota untuk mengambil langkah-langkah memproteksi.
1)Pemerintah memiliki hak untuk bertindak ketika kompetisi semakin kuat dan menekan
pesaing domestik, 2) memastikan persaingan sehat; hak untuk mengenakan bea impor
yang telah disubsidi dan anti dumping, 3) ketentuan yang memungkinkan intervensi
dalam perdagangan untuk alasan ekonomi.

B.

JENIS KEANGGOTAAN

JENIS KEANGGOTAAN WTO:



Anggota WTO hampir meliputi seluruh negara di dunia, tidak hanya terdiri dari
negara-negara. --- separate custom teritory juga, contoh: Hongkong, China-Taipei,
Macau-China.



Negara-negara anggota WTO mewakili 92 % populasi global dan 95% dari total
perdagangan dunia.



Sampai saat ini anggota WTO berjumlah 157.



Sekitar ¾ anggota WTO adalah negara berkembang.
STRUKTUR ORGANISASI WTO:


Struktur Organisasi WTO terdiri dari General Council yang dibawahnya terdapat
beberapa Dewan dan Komite pendukung yang mempunyai tugas dan wewenang berbeda
dalam bidangnya. General Council memiliki badan pendukung berikut yang mengawasi
komite di daerah yang berbeda: Council for Trade Good, Council for Trade Related
Aspec of Intellectual Property Council for Trade in Services, Trade Negotiations

Comittes. General Council memiliki komite yang berbeda, kelompok kerja, dan pihakpihak yang bekerja diantaranya adalah Perdagangan dan Lingkungan, Perdagangan dan
Pembangunan (Sub-komite pada Least Developed Countries), Perjanjian Perdagangan
Regional, Neraca Pembayaran dan Anggaran, Keuangan dan Administrasi.
Proses menjadi anggota WTO berbeda untuk setiap negara pemohon, dan tergantung pada
tahap negara pembangunan ekonomi dan rezim perdagangan saat ini. Proses ini memakan
waktu sekitar lima tahun tetapi dapat berlangsung lebih lama jika negara tersebut kurang
dari berkomitmen penuh untuk proses atau jika isu-isu politik ikut campur. Negosiasi
aksesi terpendek adalah bahwa Republik Kyrgyz, sedangkan terpanjang adalah bahwa
Rusia, yang, setelah pertama kali ingin bergabung pada tahun 1993 dan menjadi anggota
WTO pada tanggal 22 Agustus 2012.Top of Form WTO memiliki 159 anggota dan 25
pemerintah pengamat. Anggota WTO tidak harus berdaulat penuh tetapi mereka harus
menjadi wilayah pabean dengan otonomi penuh dalam pelaksanaan hubungan eksternal
secara komersial seperti Hong Kong.2


C.

TUJUAN UMUM

Tujuan umum dari WTO adalah liberalisasi ekonomi untuk memfasilitasi perdagangan yang
diikuti dengan upaya-upaya reduksi untuk penghapusan setiap hal yang memungkinkan
menjadi penghambat perdagangan dalam barang dan jasa. Bagi setiap negara anggota yang
melakukan tindakan penolakan atau “mengabaikan” kesepakatan-kesepakatan dalam
perjanjian (tidak patuh) akan dikenakan tindakan hukum (sanksi) yang ditetapkan dalam
mekanisme penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Mechanism,-DSM). 3 Selain itu
Pembentukan WTO dan tujuan kebijakan WTO sudah ditetapkan dalam pembukaan
persetujuan WTO dimana tujuan tersebut untuk meningkatkan standar hidup, menjamin
pekerjaan penuh dan besar dan terus berkembang volume pendapatan rill dan permintaan
yang efektif, dan memperluas produksi perdagangan barang dan jasa.4

2 http://komahi.umy.ac.id/2010/12/sistem-perdagangan-internasional-dalam.html diakses pada 16
Oktober 2014 pukul 13.00
3 http://www.pp-frontmahasiswanasional.org/2013/11/wto-adalah-metamorposis-dari-ito.html diakses pada 16
Oktober 2014 pukul 13.05
4 http://www.academia.edu/4704765/The_origins_of_the_WTO diakses pada 15 Oktober 2014 pukul 20.00


Tujuan khusus dari WTO adalah5:
1. Untuk implementasi dari perjanjian WTO, dimana sebagai fasilitas dari implementasi,
administrasi, dan pelaksanaan dari perjanjian WTO serta perjanjian multilateral dan
plurateral.
2. Forum untuk perundingan peradagangan, dengan memberkan sebuah forum untuk
melakukan perundingan diantara anggota, dan merundingkan menyangkut masalah
dalam WTO maupun diluar WTO.
3. Sebagai penyelesaian sengketa, yatu sebagai administrasi dalam system penyelesaian
sengketa WTO.
4. Mengawasi Kebijakan Perdagangan, yaitu sebagai mekanisme tinjauan dalam
kebijakan perdagangan (trade policy review mechanism),
5. Melakukan pengelolaan terhadap pemahaman pada aturan dan mengatur prosedur
penyelesaian sengketa (sebagai Dispute Settlement Understanding atau DSU).
6. Melakukan kerjasama dengan organisasi lainnya, yaitu dengan melakukan kerjasama
dengan organisasi-organisasi Internasional dan organisasi-organisasi non pemerintah.

D.

PERAN WTO di BIDANG REGIONAL yang DIGELUTI


Sejak didirikan tahun 1995, WTO menjadi salah satu organisasi internasional yang memiliki
peran vital di dunia terutama di dalam bidang perdagangan internasional. WTO menjadi satu
– satunya organisasi internasional yang khusus menangani perdagangan internasional di
dunia yang juga mencakup wilayah regional di suatu kawasan. Jika melihat secara historis,
perdagangan internasional bermula dari suatu perjanjian bilateral atau multilateral dimana
perjanjian tersebut kemungkinan terjadi di suatu wilayah regional yang menjadi objek kajian
WTO. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah kedekatan 2 negara
atau lebih yang terletak wilayah regional yang sama.
Secara garis besar, peran WTO dalam sebuah wilayah regional ataupun dunia terdiri beberapa
pokok, yaitu :
-

Sebagai forum untuk mempertemukan aktor politik internasional atau negara yang
memiliki kepentingan di bidang perdagangan. WTO sebagai organisasi internasional
berperan sebagai tempat/forum bagi negara – negara untuk mempererat hubungan kerja
sama maupun memiliki kepentingan di bidang perdagangan. Tidak hanya itu, WTO juga
menjadi tempat untuk membuat agenda, kebijakan, maupun perjanjian sebagai sarana
dalam melaksanakan perdagangan internasional. Di wilayah regional, contoh nyata peran

5 nano.staff.umy.ac.id/files/2012/04/Ek-Inter3.pdf diakses pada 15 Oktober 2014

WTO adalah WTO berperan dalam pembentukan perjanjian ASEAN Free Trade Area
-

(AFTA) sebagai tempat pembentukan dan pihak yang menyetujui.
Sebagai alat atau pintu gerbang bagi negara untuk memperluas akses pasar dan promosi
produk dalam negeri suatu negara. Disini dapat digaris bawahi akses pasar bukan hanya
WTO sebagai tempat iklan namun WTO juga berperan sebagai pihak yang
menghilangkan sekat – sekat/pengahalang perdagangan yang dapat berupa diskriminasi
produk, pengenaan tarif berlebihan, maupun pembatasan kuota diantara kedua negara.
Sebagai contoh di wilayah regional, berkat Konferensi Tingkat Menteri (KTM) di Doha
yang menghasilkan keputusan Non – Agriculture Market Access (NAMA) yang berisi
dikuranginya atau dihapuskannya tarif atas produk non – pertanian sehingga ekspor
produk non - pertanian negara di ASEAN mengalami peningkatan yang signifikan

-

terutama Indonesia.
Sebagai sosok vital yang memainkan peran sebagai pengatur dan membuat aturan –
aturan tentang perdagangan internasional dimana aturan – aturan tersebut menjadi sebuah
kontrak diantara anggota WTO yang harus dipatuhi dan dilaksanakan guna lancarnya
pelaksanaan perdagangan internasional. Sebagai contoh di wilayah regional, yaitu

-

pemberlakuan peraturan AFTA di ASEAN.6
Sebagai mediator dari sengketa perdagangan internasional antara 2 negara atau lebih.
Disini WTO menjadi subjek politik internasional yang memainkan peran sebagai
penengah dari sengketa 2 negara atau lebih yang menyangkut perdagangan internasional
dimana WTO berwenang untuk mengeluarkan sebuah keputusan atau aturan yang
nantinya harus dijalankan oleh pihak – pihak yang bersengketa sebagai jalan keluar.
Sebagai contoh di wilayah regional Asia – Pasifik, WTO membantu penyelesaian
sengketa impor apel yang dilakukan oleh Australia dari Selandia Baru. Dalam kasus
tersebut, Australia menganggap apel dari Selandia Baru mengandung zat yang berbahaya
dan memicu timbul penyakit sehingga Australia menerapkan larangan impor terhadap
produk apel Selandia Baru. Selandia Baru meninjau kembali produknya yang ternyata
secara ilmiah tidak mengandung zat apa yang dituduhkan sehingga Selandia Baru pun
mengangkat kasus ini ke WTO karena Selandia Baru menderita kerugian yang cukup
banyak. Setelah melalui proses yang lama, WTO pun akhirnya mengambil keputusan
untuk memenangkan Selandia Baru karena mendapati Australia tidak konsisten dalam
menjalankan

Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures

(SPS Agreement) dan riset – riset yang dilakukan oleh Australia terhadap produk apel

6 http://igj.or.id/indonesia-dan-akses-pasar-non-pertanian-wto/ diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 17.34

Selandia Baru tidak sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan WTO tentang pencegahan
masuk dan menyebarnya penyakit melalui tanaman dan hewan.7

E.

ANALISIS dalam PENDEKATAN REZIM

Aturan yang dibuat dalam WTO adalah bersifat mengikat bagi anggoa-anggotanya.
Organisasi Internasional ini berbasis pada aturan main yang merupakan hasil perundingan.
Namun, dalam penyusunan naskah awal kesepakatan dalam WTO dikenal adanya “power
block”8 yang disebut quad terdiri dari Amerika Serikat, Canada, Uni Eropa, dan Jepang.
Meskipun, pengambilan keputusan di WTO dilakukan secara konsensus tetapi adanya
kekuasaan yang besar tetap berasal dari negara-negara tersebut. Misalnya, ketika proses
menuju KTM Doha tahun 20019, negara-negara berkembang yang ikut dalam perundingan
disodori teks-teks “ajaib” yang isinya muncul pada naskah awal tanpa persetujuan
sebelumnya. Dan pada hari terakhir, sekretariatan WTO mengatakan “inilah hasil teks
terakhir”. Dari sinilah terlihat bagaimana negara-negara maju anggota WTO dalam power
block tersebut berusaha mempengaruhi hasil perundingan dalam KTM tersebut. Tentu saja
hasil perundingan ini sedikit banyak merugikan negara-negara berkembang yang tergabung
dalam keanggotaan WTO. Pengambilan keputusan tetap didominasi negara-negara besar
sebagai pemilik kekuasaan riil.
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) merupakan bentuk umum perjanjian dalam
area ekonomi perdagangan. GATT yang berdiri pada 1948 di Jenewa, Swiss, membahas
mengenai tarif dan perdagangan (Ford, 2002). GATT lahir dari adanya kebutuhan mengenai
aturan yang mengatur mekanisme dagang yang lebih teratur dari bentuk diskriminasi dan
pelanggaran kesepakatan dagang yang sebelumnya telah jauh berkembang. Adanya
ketimpangan yang muncul karena terlalu dominannya peran Amerika Serikat menyebabkan
pihak dari negara berkembang merasa kurang adanya pemerataan hak. Bentuk semacam ini
hadir dalam proses pembuatan kebijakan, di mana persetujuan tidak memerlukan ratifikasi
parlemen negara anggota, kebijakan hanya merujuk pada negara hegemon yang notabene
adalah negara maju. Hingga dibentuknya GATT, yang mana mengupayakan konsepsi Most
Favored Nations (MFN), sebagai model peraturan yang condong terhadap emansipasi,
7 http://www.tempo.co/read/news/2010/08/10/090270147/90-Tahun-Bersengketa-WTO-Menangkan-SelandiaBaru diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 17.35
8 http://xa.yimg.com/kq/groups/17874381/1662372386/name/WTO+dan+Penjajahan+Kembali+Du diakses
pada 17 Oktober 2014 pukul 15.00
9 http://kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=13&P=Multilateral&l=id
diakses pada 17 Oktober 2014 pukul 15.05

kesamaan dalam pengakuan dan perlakuan sebagai aktor anggota dalam rezim perdangangan.
GATT juga memfokuskan pada adanya shared-information atau bentuk transparansi
kebijakan antar anggota untuk mewujudkan sistem yang lebih terkondisi.
Dalam perjalanannya, peranan GATT dalam menyelesaikan isu dan menjadi instrumen
pengaturan dagang dinilai belum mampu menjalankan mandatnya karena masih banyak
kekurangan di sana sini, di antaranya mekanisme aturan yang tidak dapat berjalan efektif
sehingga rezim tidak mampu menjadi penengah dalam menyelesaikan pertikaian antar negara
anggota, sistem pengaturan, norma serta prosedur penyelesaian masalah yang masih belum
mampu menjamin kebutuhan aktor seperti tidak adanya pembahasan yang jelas mengenai
komoditi pertanian, legalitas, hingga garansi dan proteksi produk seperti hak cipta (Ford,
2002). Fokus GATT pada distribusi produk barang hingga kurang memperhatikan bentuk jasa
yang terjadi serta sifat ad-hoc, berada dalam jangka waktu tertentu sehingga tidak dapat
dijalankan secara menyeluruh, melandasi pemikiran anggota untuk meregulasi sistem.
Hingga akhirnya pada putaran ke delapan (Uruguay Round 1986-1994), negara anggota
memutuskan untuk membubarkan GATT dan membentuk rezim dengan pola dan sistem yang
lebih kompleks dalam WTO pada 1 Januari 1995 (Ford, 2002).
Pembentukan WTO menjadi awal gelombang baru dari perubahan sistem perdagangan. WTO
telah meningkatkan pengakuan terhadap keberadaan dan keterlibatan negara berkembang
dalam menyelesaikan isu dan konflik seperti perumusan mengenai kebijakan pertanian. WTO
mengupayakan kesamaan dalam pengakuan pada rezim perdagangan, eksistensi hegemon
dasarnya ditiadakan, namun menilik pada bagaimana LBB, yang berkembang dari 14 poin
pemikiran Woodrow Wilson dan Norman Angell, sebagi rezim yang pada dasarnya
“sempurna” dapat runtuh ketika Amerika sebagai hegemon tidak turut terlibat di dalamnya.10
WTO diharapkan menjadi sarana yang mampu mewujudkan peningkatan kesejahteraan
melalui perdagangan. Fokus GATT yang dulunya hanya terkait pada barang, dikembangkan
dengan penambahan fokus dagang pada sektor jasa oleh WTO. Belajar dari ketiadaan model
penyelesaian konflik GATT, WTO membuat sistem problem solving dalam mekanisme Single

10 http://nidia-masithoh-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-103976-Rezim%20InternasionalTransformasi%20Rezim%20Dagang%20Internasional%20GATT%20%EF%83%A0%20WTO.html
diakses pada 13 Oktober 2014 pukul 11.30

Understanding $1 one vote.11 Perubahan GATT menjadi WTO juga terjadi karena adanya
tuntutan konsepsi globalisasi dalam bentuk perilaku kompleks interdependensi, terutama
ekonomi dan pasar dagang, sehingga dibutuhkan suatu wadah yang mengatur jalannya sistem
secara lebih jelas dan terakomodir. Di sisi lain, bentuk aktor non negara seperti NGO juga
menjadi agen yang membawa nilai baru dalam tuntutan perubahan GATT menjadi WTO.
Sistem pasar yang diciptakan dalam pemikiran negara dengan ekonomi kuat pada akhirnya
membentuk suatu pola di mana negara ekonomi lemah dan berkembang dituntut untuk
meliberalisasikan sistem pasarnya, tetapi di sisi lain bentuk perlindungan terhadap pasar
domestik masih tetap dikontrol oleh negara dengan perekonomian kuat. Sederhananya,
Amerika sebagai negara ekonomi kuat meletakkan proteksi ke dalam sistem pasar
domestiknya melalui peniadaan bea cukai dalam sistem impor, dan sebaliknya liberalisasi
negara ekonomi lemah dan berkembang seperti Indonesia nampak pada pengenaan pajak
tinggi ketika melakukan transaksi eksportir.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa berubahnya rezim perdagangan
internasional GATT menjadi WTO dipengaruhi oleh tuntutan kondisi kebutuhan, konsepsi
kepentingan, serta kekuatan aktor negara berkembang dalam mendobrak kemapanan sistem
yang diciptakan hegemon. WTO sebagai rezim perdagangan merupakan seperangkat prinsip,
norma, aturan, dan proses pembuatan kebijakan mengenai pasar, transaksi, ekonomi, serta
perdagangan. Atas adanya WTO, negara berkembang mampu mengupayakan tercapainya
kesejahteraan dalam domestik negara miskin maupun berkembang. Perkembangan WTO
sebagai pemegang kendali dalam sistem pasar dagang internasional tidak hanya berhenti pada
transformasi lama, namun bentuk transormasi dan regulasi baru mungkin akan hadir. Karena
pada dasarnya WTO memiliki mandat yang mana WTO harus menciptakan dan menjalankan
peraturan perdagangan bebas menuju “dunia tanpa batas negara” yang berakibat WTO
mempunyai kekuasaan tidak hanya di sektor yudisial tetapi juga legislatif yang berarti hukum
serta kebijakan nasional di tiap negara yang terkait dengan bidang perdagangan harus sesuai
dengan perjanjian WTO. Perjanjian WTO dianggap paling tinggi derajatnya oleh negara.
Disiplin dalam WTO pun mengikat secara hukum terhadap pemerintah yang sekarang
maupun pemerintah di masa depan. Dengan demikian negara tidak lagi mempunyai banyak
pilihan kebijakan ekonomi ketika telah tergabung dalam WTO.

11 ibid

DAMPAK KEBIJAKAN WTO terhadap PEREKONOMIAN INDONESIA

WTO merupakan organisasi yang dibentuk untuk mengatur perdagangan bebas yang
pada era globalisasi ini negara-negara banyak yang melakukan perdagangan bebas,
WTO sendiri bermula dari Bretton Woods System yang dibentuk oleh Amerika pada
tahun 1945. Indonesia adalah salah satu negara yang tergabung dalam WTO mau
tidak mau harus menyetujui apapun yang telah menjadi kebijakan WTO. WTO
sebagai organisasi internasional yang mengatur tentang perdagangan bebas bertugas
untuk mengatur perdagangan bebas yang saat ini telah terjadi. Banyak perdebatan
mengenai dampak yang ditimbulkan karena Indonesia telah bergabung dengan
organisasi WTO, sebagian berpendapat bahwa Indonesia akan diuntungkan yaitu
produknya akan dapat dikenal masyarakat internasional tetapi banyak juga yang
meragukan bahwa Indonesia akan mendapatkan keuntungan dari kebijakan WTO
tersebut.
Adanya berbagai kebijakan WTO tentu akan mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Yaitu salah satunya adalah kebijakan WTO juga merupakan salah satu dasar
pembentukan kebijakan perdagangan Internasional Indonesia contohnya menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Selain itu terdapat
kebijakan penghapusan tariff dan hal tersebut tentu akan berdampak kepada Indonesia
yaitu dengan adanya penghapusan tariff itu maka akan berdampak pada Neraca
Perdagangan. Secara rinci komoditi-komoditi yang mengalami defisit tersebut adalah
padi, gandum, jagung, kedele, gula, makanan, manufaktur, dan jasa. Diantara
komoditi yang masuk dalam simulasi, defisit terbesar akan terjadi pada komoditi
manufaktur yakni US$1.449,58 Juta, sementara komoditi kedua yang defisitnya juga
cukup besar adalah padi. Namun demikian, bila dibandingkan dengan nilai ekspor
kedua komoditi tersebut, maka persentase defisit untuk komoditi padi ternyata lebih
besar karena kontribusi ekspor dan impornya relatif lebih kecil dibandingkan dengan
ekspor untuk komoditi manufaktur.
Hal yang cukup menarik diantaranya adalah besaran perubahan persentase ekspor dan
impor tidak serta merta merubah neraca perdagangan pada komoditi bersangkutan.
Hal ini meskipun secara persentase kenaikan ekspor pada komoditi tertentu melebihi
persentase kenaikan impornya, namun neraca pembayarannya bisa saja tetap
mengalami defisit. Ketika impor meningkat secara bersamaan, meskipun secara

persentase impor dan ekspor suatu komoditi mengalami penurunan secara bersamaan,
namun karena penurunan ekspornya lebih besar maka neraca perdagangannya tetap
mengalami defisit. Contoh seperti ini terlihat pada komoditi manufaktur.
Berdasarkan hasil simulasi, impor manufaktur mengalami penurunan 0,51% namun
karena ekspornya juga menurun dengan angka yang lebih besar maka neraca
perdagangan untuk komoditi ini tetap mengalami defisit. Selain itu sejak berlakunya
perjanjian pertanian WTO tanggal 1 Januari 1995, perekonomian gula Indonesia
makin terpuruk karena membanjirnya impor, terutama sejak krisis ekonomi 1997
harga dunia yang terlalu rendah telah mengimbas ke pasar dalam negeri sehingga
industri gula nasional makin tidak kompetitif. Menghadapi masalah ini pemerintah
Indonesia kemudian menempuh kebijakan proteksi yang terdiri dari kebijakan tariff
dan non tariff. Pada tahun 2003 tingkat impor adalah Rp550/kg untuk gula mentah
dan Rp700/kg untuk gula putih, sedangkan kebijakan non tariff adalah pengaturan,
pengawasan dan pembatasan impor. Jika Indonesia menghilangkan kebijakan tersebut
maka perekonomian Indonesia kembali terpuruk disisi lain terdapat kebijakan WTO
dalam hal pembatasan tariff, oleh karena itu Indonesia harus dapat mengambil sikap
apakah Indonesia akan mempertahankan kebijakan proteksi dan berjuang untuk
menekan Negara – Negara maju untuk menurunkan subsidi ekspor dan bantuan
domestik sehingga harga – harga gula dunia meningkat, atau meningkatkan kualitas
pabrik – pabrik gula guna menaikkan daya saing internasional agar tidak kalah dengan
negara maju.12


Terdapat tiga prinsip pokok yang ada dalam WTO yaitu : Most Favoured Nations
(non-diskriminasi), National Treatment (perlakuan nasional) dan Transparancy
(transparansi), yang menjadi pedoman bagi anggota-anggota WTO dalam berinteraksi
melakukan perdagangan internasional, sehingga tidak ada diskriminasi dan monopoli .
Salah satu tujuan dari WTO adalah menghapus atau mengurangi hambatan yang dapat
menggangu kelancaran arus perdagangan barang dan jasa. Namun, pada kenyataannya
masih saja ada ketidakpatuhan dari beberapa anggotannya terkait tujuan ini.
Contohnya Amerika Serikat yang tetap memberi subsidi pertanian di negaranya dan
melarang masuknya hasil pertanian dari negara lain terutama negara berkembang
sehingga hasil pertanian AS relatif terjangkau dan terlihat lebih bermutu.

12 http://prezi.com/sofafb0ncv3w/dampak-kebijakan-wto-terhadap-perekonomian-indonesia/ diakses pada 17
Oktober 2014 pukul 15.36

DAFTAR PUSTAKA

Referensi buku:


Ford, Jane. (2002). “A Social Theory of Trade Regime Change: GATT to WTO”.
Dalam International Studies Review, Vol. 4, No. 3. Blackwell Publishing. Hal. 115138 dalam http://nidia-masithoh-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-103976-Rezim
%20Internasional-Transformasi%20Rezim%20Dagang%20Internasional%20GATT
%20%EF%83%A0%20WTO.html

Referensi web:


http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org7_e.htm



http://komahi.umy.ac.id/2010/12/sistem-perdagangan-internasional-dalam.html



http://www.pp-frontmahasiswanasional.org/2013/11/wto-adalah-metamorposis-dariito.html



http://www.academia.edu/4704765/The_origins_of_the_WTO



nano.staff.umy.ac.id/files/2012/04/Ek-Inter3.pdf



http://igj.or.id/indonesia-dan-akses-pasar-non-pertanian-wto/



http://www.tempo.co/read/news/2010/08/10/090270147/90-Tahun-BersengketaWTO-Menangkan-Selandia-Baru



http://xa.yimg.com/kq/groups/17874381/1662372386/name/WTO+dan+Penjajahan+
Kembali+Du



http://kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?
Name=MultilateralCooperation&IDP=13&P=Multilateral&l=id



http://nidia-masithoh-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-103976-Rezim
%20Internasional-Transformasi%20Rezim%20Dagang%20Internasional%20GATT
%20%EF%83%A0%20WTO.html



http://prezi.com/sofafb0ncv3w/dampak-kebijakan-wto-terhadap-perekonomianindonesia/