KEPASTIAN HUKUM ATAS SERTIFIKAT TANAH SE (1)

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

KEPASTIAN HUKUM ATAS
SERTIFIKAT TANAH SEBAGAI
BUKTI HAK KEPEMILIKAN
Oleh :Abuyazid Bustomi,SH.,MH1

ABSTRAK
Hak milik adalah suatu kualifikasi
pasif dari penguasaan tertinggi atas barang
yang harus ada sebagai bagian dari hak asasi
manusia. Berkaitan dengan hal itu, John Locke
sebagai
penganut
hukum
kodrat,
mengemukakan dua hal tentang keberadaan
hak milik yaitu, manusia secara kodrati
mempunyai hak untuk mempertahankan
hidupnya dan untuk kelangsungan hidupnya,

manusia diberkahi bumi dengan segala isinya
untuk dimiliki secara bersama dan semua
orang mempunyai hak yang sama untuk
menggunakan sumber-sumber daya alam bagi
kelangsungan hidupnya. Dalam hukum tanah
makna dan hakikat hak milik atas tanah adalah
hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah dengan
menggigat fungsi sosial. Sehingga hubungan
hak milik atas tanah dengan hak asasi manusia
merupakan hubungan hak asasi manusia yang
lahir dari pergaulan dan merupakan hubungan
hak kodrati, karena prinsip hubungan antara
hak milik dengan hak asasi manusia menjadi
dasar
pengembangan
sistem
hukum
tanah.Perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas tanah yang telah memperoleh

sertifikat sebagimana yang diatur dalam
ketentuant Pasal 20 UUPA adalah ayat (1) Hak
milik adalah hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat ketentuan dalam
Pasal 6, dan ayat (2) Hak milik dapat beralih
dan dialihkan kepada pihak lain. Sertifikat hak
atas tanah sebagai bukti hak yang merupakan
perwujudan dari proses pendaftaran tanah
yang dapat memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum bagi pemegangnya, yang
dilindungi dengan diadakannya pendaftaran
tanah yaitu pemegang sertifikat hak atas tanah,
karena dengan dilakukannya pendaftaran tanah
berarti akan tercipta kepastian hukum,
kepastian hak serta tertib administrasi
1

. Abuyazid Bustomi, SH.,MH, Dosen
Fakultas Hukum Universitas Palembang.


pertanahan sehingga semua pihak terlidungi
dengan baik, baik pemegang sertifikat,
pemegang hak atas tanah , pihak ketiga yang
memperoleh hak atas tanah maupun
pemerintah sebagai penyelenggara negara
Kata Kunci : Kepastian, Hukum,
Tanah

Hak atas

1.

Pendahuluan
Dalam kehidupan manusia bahwa
tanah tidak akan terlepas dari segala tindak
tanduk manusia itu sendiri sebab tanah
merupakan tempat bagi manusia untuk
menjalani dan kelanjutan kehidupannya.
Oleh itu tanah sangat dibutuhkan oleh

setiap anggota masyarakat, sehingga
sering
terjadi
sengketa
diantara
sesamanya, terutama yang menyangkut
tanah. Untuk itulah diperlukan kaedahkaedah yang mengatur hubungan antara
manusia dengan tanah. Di dalam Hukum
Adat, tanah ini merupakan masalah yang
sangat penting. Hubungan antara manusia
dengan tanah sangat erat, seperti yang
telah dijelaskan diatas, bahwa tanah
sebagai tempat manusia untuk menjalani
dan melanjutkan kehidupannya.
Berdasarkan
Undang-undang
nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria – yang
selanjutnya disingkat dengan UUPA, pada
pasal 19 dinyatakan bahwa untuk

menciptakan kepastian hukum Pertanahan,
Pemerintah
menyelenggarakan
pendaftaran tanah. Atas tanah yang telah
didaftarkan selanjutnya diberikan tanda
bukti hak atas tanah, yang merupakan alat
bukti yang kuat mengenai kepemilikan
tanah. Dalam pendaftaran tanah, girik
yaitu tanda bukti pembayaran pajak atas
tanah dapat disertakan untuk proses
administrasi. Girik, dengan demikian
bukan merupakan tanda bukti kepemilikan
hak atas tanah, namun semata-mata
hanyalah merupakan bukti pembayaran
pajak-pajak atas tanah. Dengan demikian,
apabila di atas bidang tanah yang sama,
terdapat klaim dari pemegang girik dengan

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014


23

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

klaim dari pemegang surat tanda bukti hak
atas tanah yang berbentuk sertifikat, maka
pemegang sertifikat atas tanah akan
memiliki klaim hak kebendaan yang lebih
kuat. Namun demikian, persoalan tidak
sesederhana itu. Dalam hal proses
kepemilikan surat tanda bukti hak atas
tanah melalui hal-hal yang bertentangan
dengan hukum, maka akan ada
komplikasi.
Hak milik atas tanah bagi bangsa
Indonesia adalah hak yang lahir dari
interaksi pergaulan masyarakat bangsa
yang merupakan refleksi dari hak asasi
manusia yang kodrati, sebagai anugrah

Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa
Indonesia, yang harus ada dan melekat
dalam harkat dan mertabat sebagai
manusia, yang harus dihormati dan
dijunjung tinggi serta dilindungi oleh
negara, hukum pemerintah dan setiap
orang. Oleh sebab itu hak milik atas tanah
bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari hak
milik privat dengan hak milik publik atas
tanah
bangsa
Indonesia
dalam
pelaksanaannya harus dijaga agar tetap ada
dan dalam konsep keseimbangan antara
perlindungan, jaminan
dan untuk
pembanguan serta kepentingan yang harus
dijadikan sebagai dasar pengembangan
hukum tanah nasional yang dinamis.

Terhadap hak atas tanah ulayat
masyarakat hukum adat dihormati dan
dilindungi, selaras dengan perkembangan
zaman dan tidak bertentangan dengan
asas-asas negara hukum yang berintikan
keadilan dan kesejahteraan rakyat, dan
pengingkaran
terhadap
hak
ulayat
merupakan
pelanggaran
hak
asasi
2
manusia. Dan terhadap hak adat yang
secara nyata masih berlaku bdan dijunjung
tinggi di dalam lingkungan masyarakat
hukum adat harus dihormati dan
dilindungi dalam rangka perlindungan dan

penegakan hak asasi manusia dalam
2

. Muhammad Bakri, Hak Menguasai
Tanah Oleh Negara, Citra Medja, Yojakarta,
2007, Hlm.137-138.

masyarakat yang bersangkutan dengan
memperhatikan hukum dan peraturan
perundang-undangan.
Dalam hukum tanah makna dan
hakikat hak milik atas tanah adalah hak
turun temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah dengan
menggigat fungsi sosial. Sehingga
hubungan hak milik atas tanah dengan hak
asasi manusia merupakan hubungan hak
asasi manusia yang lahir dari pergaulan
dan merupakan hubungan hak kodrati,
karena prinsip hubungan antara hak milik

dengan hak asasi manusia menjadi dasar
pengembangan sistem hukum tanah3
Terjadinya hak milik atas tanah
merupakan dasar timbulnya hubungan
hukum antara subyek/pemegang hak
dengan tanah sebagai obyek hak. Pada
dasarnya hak milik dapat terjadi secara
original dan derivatif yang mengandung
unsur, ciri dan sifat masing-masing. Secara
original hak milik terjadi berdasarkan
hukum adat, sedangkan secara derivatif
ditentukan oleh peraturan perundangundangan.4
Hak milik adalah suatu kualifikasi
pasif dari penguasaan tertinggi atas barang
yang harus ada sebagai bagian dari hak
asasi manusia. Berkaitan dengan hal itu,
John Locke sebagai penganut hukum
kodrat, mengemukakan dua hal tentang
keberadaan hak milik yaitu, manusia
secara kodrati mempunyai hak untuk

mempertahankan hidupnya dan untuk
kelangsungan
hidupnya,
manusia
diberkahi bumi dengan segala isinya untuk
dimiliki secara bersama dan semua orang
mempunyai hak yang sama untuk

3
. Boedi Harsono, Menuju
Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam
Hubungan Dengan Tap MPR RI. IX/MPR/2001,
Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2002, hlm.
43
4
. Imam Soetiknjo. Proses Terjadinya
UUPA, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1986. Hlm.45.

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014

24

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

menggunakan sumber-sumber daya alam
bagi kelangsungan hidupnya.5
Dalam kaitan hal tersebut diatas,
penulis tertarik untuk menganalisa sejauh
mana kepastian bagi pemenagng sertitikat
hak atas tanah, jika disandingkan atau
dihadapkan dengan bukti kepemilikan
laian, berupa hak-hak adat.
Bertitik tolak dari uraian tersebut
diatas, bersama ini penulis akan
menganalisa dan membahas hal-hal
mengenai : Bagaimana perlindungan
hukum dan kepastian hukum bagi
pemegang Hak Atas tanah dengan tanda
bukti kepemilikan sertifikat tanah ! dan
Bagaimana pertanggungjawaban institusi
pemerintahan yang menerbitkan sertifikat
tanah yang ternyata bermasalah !
II. Pembahasan
1. Hak-hak atas tanah
Hak-hak perorangan dan badan
hukum atas tanah memperoleh pengakuan
yang kuat dalam sistem dan tata hukum di
Indonesia. Hak milik atas tanah adalah
bagian dari hak-hak kebendaan yang
dijamin dalam konstitusi. Dalam UndangUndang Dasar Republik Indonesia tahun
1945 sebagai hasil dari amandemen kedua,
dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 28 g (1) Setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang dibawah
kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi. Dan dalam
pasal 28 h (2), Setiap orang berhak
mempunyai hak milik pribadi dan
hak milik tersebut tidak boleh
diambil
alih
secara
sewenangwenang oleh siapa pun.
5

. A. Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan
Teori Hak Milik Pribadi, Kanisius, Yogyakarta,
1997, Hlm.69-70.

Selanjutnya dalam UUPA, dinyatakan
antara lain sebagai berikut :
Pasal 4 ayat (2), Hak-hak atas
tanah yang dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini memberi wewenang
untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan, demikian pula tanam
tumbuh bumi dan air serta ruang
yang ada diatasnya, sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batasbatas menurut Undang-undang ini
dan peraturan-peraturan hukum
lain yang lebih tinggi.
Berdasarkan pengertian pada pasal
4 ayat (2) tersebut, hak atas tanah adalah
hak atas permukaan bumi, tepatnya hanya
meliputi sebagian tertentu permukaan
bumi yang terbatas, yang disebut bidang
tanah. Hak atas tanah tidak meliputi tubuh
bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya.
Asas yang hanya mengakui hak
atas tanah adalah terbatas pada hak atas
permukaan bumi saja disebut dengan asas
pemisahan horisontal. Asas pemisahan
horisontal adalah asas dimana pemilikan
atas tanah dan benda atau segala sesuatu
yang berada di atas tanah itu adalah
terpisah. Asas pemisahan horisontal
memisahkan tanah dan benda lain yang
melekat pada tanah itu. Asas pemisahan
horisontal adalah asas yang didasarkan
pada hukum adat dan merupakan asas
yang dianut oleh UUPA.
Berbeda dengan asas yang dianut
oleh UUPA, KUHPerdata menganut asas
perlekatan, baik yang sifatnya perlekatan
horisontal maupun perlekatan vertikal,
yang menyatakan bahwa benda bergerak
yang tertancap atau terpaku pada benda
tidak bergerak, berdasarkan asas asesi
maka benda-benda yang melekat pada
benda pokok, secara yuridis harus
dianggap sebagai bagian yang tidak
terpisahkan
dari
benda
pokoknya.
KUHPerdata pasal 571 Hak milik atas

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014

25

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

sebidang tanah mengandung di dalamnya
kepemilikan atas segala apa yang ada di
atasnya dan di dalam tanah.
Sedangkan dalam UUP dibedakan
berbagai hak atas tanah sebagai berikut :
hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa, hak
membuka tanah dan hak memungut hasil
hutan.
Hak milik adalah hak turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah , memiliki
fungsi sosial serta dapat dialihkan dan
beralih. Sebagaimana Pasal 20 UUPA
menyatakan :
Dalam pasal ini disebutkan sifatsifat daripada hak milik yang
membedakannya dengan hak-hak
lainnya. Hak milik adalah hk yang
“terkuat dan terpenuh” yang dapat
dipunyai
orang
atas
tanah.
Pemberian sifat ini tidak berarti,
bahwa hak itu merupakan hak yang
mutlak, tak terbatas dan tidak dapat
diganggu-gugat”
sebagai
hak
eigendom menurut pengertiannya
yang asli dulu. Sifat yang demikian
akan terang bertentangan dengan
sifat hukum-adat dan fungsi sosial
dari tiap-tiap hak. Kata-kata
“terkuat
dan
terpenuh”
itu
bermaksud untuk membedakannya
dengan hak guna-usaha, hak gunabangunan, hak pakai dan lainlainnya, yaitu untuk menunjukkan,
bahwa diantara hak- hak atas tanah
yang dapat dipunyai orang hak
miliklah yang “ter” (artinya :
paling)-kuat dan terpenuh.
Sedangkan hak-hak penguasaan
atas tanah, menurut Boedi Harsono,
dikelompokkan menjadi hak bangsa, hak
menguasai dari negara, hak ulayat, hak
perorangan dan hak tanggungan.
2. Cara peralihan hak atas tanah
Hak milik atas tanah mengandung
unsur
hak
kebendaan
dan
hak
perseorangan. Sebagai hak kebendaan, hak

atas tanah memiliki ciri-ciri bersifat
absolut, jangka waktunya tidak terbatas,
hak mengikuti bendanya (droit de suite),
dan memberi wewenang yang luas bagi
pemiliknya seperti dialihkan, dijaminkan,
disewakan atau dipergunakan sendiri.
Sebagai hak perseorangan, ciri-cirinya
adalah bersifat relatif, jangka waktunya
terbatas, mempunyai kekuatan yang sama
tidak tergantung saat kelahirannya hak
tersebut, memberi wewenang terbatas
kepada pemiliknya.
Sementara itu, menurut Aslan
Noor,
teori
kepemilikan
ataupun
pengalihan kepemilikan secara perdata
atas tanah dikenal empat teori,6 yaitu :
a. Hukum
Kodrat,
menyatakan
dimanan penguasaan benda-benda
yang ada di dunia termasuk tanah
merupakan hak kodrati yang timbul
dari kepribadian manusia
b. Occupation theory, dimana orang
yang pertama kali membuka tanah,
menjadi pemiliknya dan dapat
diwariskan
c. Contract theory, dimana ada
persetujuan diam-diam atau terangterangan untuk pengalihan tanah
d. Creation theory, menyatakan bahwa
hak milik privat atas tanah
diperoleh karena hasil kerja dengan
cara membukan dan mengusahakan
tanah
Mengenai
pengalihan
atau
penyerahan hak atas tanah, terdapat dua
pendapat yaitu yang pertama adalah bahwa
jual beli harus dilakukan dengan akta
otentik yang diikuti dengan pendaftaran
tanah untuk mendapatkan sertifikat
sebagai tanda bukti hak atas tanah. Akta
otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat
Akte Tanah, bukan saja hanya sebagai alat
bukti untuk pendaftaran tetapi merupakan
syarat
mutlak
adanya
perjanjian
6

. Aslan Noor, Konsep Hak Milik atas
Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Mandar
Maju, Bandung, 2006, Hlm. 67.

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014

26

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

penyerahan. Pendapat ini diwakili oleh
Mariam Darus Badrulzaman dan Saleh
Adiwinata. Pendapat lainnya adalah bahwa
perbuatan jual beli tanpa diikuti dengan
akta otentik adalah sah, sepanjang diikuti
dengan penyerahan konkret. Pendapat ini
diwakili oleh Boedi Harsono dan R.
Soeprapto. Penyerahan yang sifatnya
konsensual sebagaimana dianut hukum
perdata sekaligus dengan penyerahan yang
sifatnya konkret sebagaimana dianut oleh
hukum adat pada dasarnya adalah
bertentangan dan dapat terjadi dualisme
dalam penafsiran kepastian hukumnya.7
Lembaga
pendaftaran,
tidak
semata-mata mengandung arti untuk
memberikan alat bukti yang kuat, akan
tetapi juga menciptakan hak kebendaan.
Hak kebendaan atas suatu benda tanah
terjadi pada saat pendaftaran dilakukan.
Sebelum dilakukan pendaftaran yang ada
baru milik, belum hak. Dalam kaitan
itulah, maka salah satu asas dari hak atas
tanah adalah adanya asas publisitas.
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun
1961 tentang Pendaftaran Tanah, adalah
bersifat stelsel pasif. Artinya yang didaftar
adalah
hak,
peralihan
hak
dan
penghapusannya serta pencatatan bebanbeban atas hak dalam daftar buku tanah.
Hubungan antara pemindahan dengan alas
hak adalah bersifat kausal, karena sifat
peralihan hak tersebut adalah bersifat
levering. Stelsel negatif ini berakibat :
- Buku tanah tidak memberikan
jaminan yang mutlak
- Peranan yang pasif dari pajak
balik nama, artinya pejabat-pejabat
pendaftaran
tanah
tidak
berkewajiban untuk menyelidiki
kebenaran dari dokumen-dokumen
yang diserahkan kepada mereka.
Berdasarkan ketentuan pasal 584,
dianut ajaran untuk sahnya penyerahan
dibutuhkan beberapa syarat yaitu :
7

. Boedi Harsono, Menuju
Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Penerbit
Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta, 2007, Hlm. 98.

a. Alas hak (rechttitel)
b. Perjanjian kebendaan yang
diikuti
dengan
perbuatan
penyerahan
(pendaftaran) dan penerbitan
sertifikat
c. Wewenang
menguasai
(beschikkings bevoegheid).
Ketentuan tersebut
di atas,
tampaknya sangat dipengaruhi oleh ajaran
teori causal, yang memandang bahwa
hubungan hukum adalah obligatoirnya,
sedangkan levering adalah akibatnya.
Artinya levering baru sah, dan karenanya
baru
menjadikan
yang
menerima
penyerahan sebagai pemilik, kalau
rechtstitel yang memindahkan hak milik
sah.
Di sisi lain, ada juga teori abstraksi
yang menganut bahwa ada pemisahan
antara levering dengan rechtstitel. Jadi
kalau sekiranya ada suatu penyerahan,
dimana yang melakukan penyerahan tidak
memiliki titel, penyerahan tersebut tetap
sah. Pemilik asal tidak dapat menuntut hak
kebendaan dari pihak ketiga, yang
membeli dengan itikad baik. Tuntutan
pemilik asal adalah tuntutan pribadi
terhadap orang yang mengalihkan hak
kepada pihak ketiga tadi tanpa hak.
Pandangan
tersebut diatas
sangat
menentukan dalam hal ada dua
kepemilikan atas objek yang sama untuk
menentukan pemilik dan pemegan hak
yang sesungguhnya.
3. Pencabutan hak-hak atas tanah
Mengenai hak kepemilikan atas
tanah, sifatnya tidak mutlak, artinya
apabila
kepentingan
Negara
atau
kepentingan umum menghendaki, hak
kepemilikan perorangan atau badan usaha
atas sebidang tanah dapat dicabut dengan
pemberian ganti rugi. Prinsip ini dianut
baik dalam KUHPerdata maupun dalam
UUPA.
Pasal 570 KUHPerdata
Hak milik adalah hak untuk
menikmati suatu barang secara

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014

27

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

lebih leluasa dan untuk berbuat
terhadap barang itu secara bebas
sepenuhnya
asalkan
tidak
bertentangan dengan undangundang atau peraturan umum yang
ditetapkan oleh kuasa yang
berwenang
dan
asal
tidak
mengganggu hak-hak orang lain;
kesemuanya itu tidak mengurangi
kemungkinan pencabutan hak demi
kepentingan
umum
dan
penggantian kerugian yang pantas,
berdasarkan ketentuan-ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 16 ayat 4 UUPA
Untuk kepentingan umum,
termasuk kepentingan bangsa dan
Negara serta kepentingan bersama
dari rakyat, hak-hak atas tanah
dapat dicabut, dengan memberi
ganti kerugian yang layak dan
menurut cara yang diatur dengan
Undang-undang.
Pengertian kepentingan umum,
harus dijaga dengan ketat untuk tidak
melebar dan terlalu elastis sehingga halhal yang tidak seyogianya digolongkan
sebagai kepentingan umum, tetapi justru
memperoleh penguatan dan legitimasi.
Batasan tentang pengertian kepentingan
umum yang abstrak dapat menimbulkan
penafsiran
yang
berbeda-beda
di
masyarakat, dan dapat menjurus kepada
ketidakpastian
yang
baru
dan
menimbulkan konflik di masyarakat.
Karena itu harus ada pengertian yang
konkret akan makna kepentingan umum.
Dalam Peraturan Presiden Nomor
65 tahun 2006 pada pasal 2 dinyatakan
bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dilaksanakan dengan cara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah. Sedangkan
pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dilakukan dengan cara jual beli, tukar
menukar atau cara lain yang disepakati
secara sukarela oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Selanjutnya pada pasal 5
diatur secara limitatif bidang-bidang yang
termasuk dalam kategori pembangunan
untuk kepentingan umum.
Satu hal yang perlu digaris bawahi
adalah bahwa yang dimaksudkan untuk
pembangunan kepentingan umum haruslah
yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
Pembebasan tanah yang dilakukan oleh
pihak selain Pemerintah, berdasarkan
aturan PP tersebut di atas tidak dapat
digolongkan sebagai pembangunan untuk
kepentingan umum.
4.

Perlindungan hukum dan kepastian
hukum bagi pemegang Hak Atas
tanah
dengan
tanda
bukti
kepemilikan Hak Sertifikat Tanah

Dengan data fisik dan data yuridis
yang disimpan di Kantor Pertanahan
mengenai suatu hak atas tanah, maka
pelaksanaan pendaftaran tanah dapat
diarahkan pada tertib hukum dan tertib
administrasi pertanahan yang memang
dikehendaki dengan adanya Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 juga dijelaskan bahwa :
(1) Untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan hukum
sebagai yang dimaksudkan Pasal
3 huruf a, kepada pemegang hak
yang bersangkutan diberikan
sertifikat hak atas tanah.
(2)
Untuk melaksanakan fungsi
informasi
sebagai
yang
dimaksud dalam Pasal 3 huruf b,
data fisik dan data yuridis dari
suatu bidang tanah dan satuan
rumah susun yang sudah
terdaftar terbuka untuk umum.
(3)
Untuk mencapai tertib
administrasi sebagaimana yang

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014

28

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

dimaksud dalam Pasal 3 huruf
c, setiap bidang tanah dan
satuan rumah susun termasuk
peralihan, pembebanan, dan
hapusnya hak atas tanah dan hak
milik atas satuan rumah susun
wajib didaftar.
Harun Al Rasyid berpandangan
bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah
sebagaimana disebutkan diatas bertujuan
untuk menjamin kepastian hukum yang
meliputi :
a. Kepastian hukum mengenai orang
atau badan hukum yang menjadi
pemegang hak, yang disebut juga
kepastian
hukum
mengenai
subjek.
b. Kepastian hukum mengenai letak,
batas-batas, serta luas bidang
tanah yang disebut juga kepastian
mengenai objek.8
Tujuan dari pendaftaran tanah
tersebut tercantum dalam UUPA pasal 19
yang
menyebutkan
bahwa
“untuk
menjamin
kepastian
hukum
oleh
Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.” Dalam
Pasal ini dimaksudkan bahwa Pemerintah
mempunyai kewajiban agar warga
diseluruh
Indonesia
melakukan
Pendaftaran tanah agar mencapai kepastian
hukum sehingga meminimalisir terjadinya
sengketa tanah.
Pendaftaran atas bidang tanah
tersebut bertujuan untuk mendapatkan
sertifikat agar pemegang hak atas tanah
tersebut memiliki bukti yang kuat atas
tanah yang dimilikinya serta mendapatkan
hukum dan perlindungan dari para pihak
yang tidak bertanggung jawab untuk
menjadikan tanah tersebut sebagai lahan
8

Harun Al Rasyid. Tentang Jual Beli
Tanah. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1998, hal 8.

bisnis atau dijual ke orang lain tanpa
sepengetahuan pemilik.
Sertifikat dalam Pasal 1 angka (20)
PP no. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah menyebutkan “sertifikat adalah surat
tanda bukti hak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA
untuk hak atas tanah, hak pengelolaan,
tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah
susun dan hak tanggungan yang masingmasing sudah dibukukan dalam buku
tanah yang bersangkutan.”
Sedangkan sertifikat dalam pasal
32 PP no. 24 tahun 1997 berbunyi yaitu
“sertifikat merupakan surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai data fisik dan data
yuridis yang termuat di dalamnya,
sepanjang data fisik dan data yuridis
tersebut sesuai dengan data yang ada
dalam surat ukur dan buku tanah hak yang
bersangkutan”
Maka sertifikat Tanah atau
Sertifikat Hak Atas Tanah atau disebut
juga Sertifikat Hak yang terdiri dari
salinan Buku Tanah dan Surat Ukur yang
dijilid dalam 1 (satu) sampul. Sertifikat
tanah memuat:
a. Data fisik : letak, batas-batas, luas,
keterangan fisik tanah dan beban
yang ada di atas tanah;
b. Data yuridis : jenis hak (hak milik,
hak guna bangunan, hak guna
usaha,
hak
pakai,
hak
mengelolaan) dan siapa pemegang
hak.
Istilah “sertifikat” dalam hal
dimaksud sebagai surat tanda bukti hak
atas tanah dapat kita temukan di dalam
Pasal 13 ayat (3) dan (4) Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961,
bahwa:
Ayat (3) Salinan Buku Tanah dan
Surat Ukur setelah dijahit secara
bersama-sama dengan suatu kertas
sampul yang bentuknya ditetapkan
oleh Menteri Agraria, disebut

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014

29

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

Sertifikat dan diberikan kepada
yang berhak”.
Ayat (4) Sertifikat tersebut pada
ayat (3) pasal ini adalah surat tanda
bukti hak yang dimaksud dalam
Pasal 19 Undang-Undang Pokok
Agraria”.
Sertifikat sebagai salah satu
dokumen pertanahan yang merupakan
hasil proses pendaftaran tanah, dan
dokumen tertulis yang memuat data fisik
serta data yuridis tanah yang bersangkutan.
Dokumen-dokumen pertanahan tersebut
dapat dipakai sebagai jaminan dan menjadi
pegangan bagi pihak yang memiliki
kepentingan atas tanah tersebut. Kekuatan
pembuktian Sertifikat tanah adalah kuat
selama tidak ada pihak lain yang
membuktikan sebaliknya. Sertifikat hak
atas tanah berfungsi sebagai alat bukti
yang kuat dan sah, dan merupakan sebagai
tanda bukti kepemilikan hak milik atas
tanah, walaupun bukti kepemilikan hak
milik atas tanah tersebut masih bisa
dibuktikan dengan alat bukti yang lain,
misalnya; seperti saksi-saksi, akta jual
beli, maupun surat keputusan pemberian
hak.
Penerbitan sertifikat, berdasarkan
PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah yang mencabut PP No. 10 Tahun
1961, diatur sebagai berikut :
a. Diterbitkan untuk kepentingan
pemegang
hak
yang
bersangkutan sesuai dengan
data fisik dan yuridis yang
telah di daftar dalam buku
tanah;
b. Hanya boleh diserahkan
kepada pihak yang namanya
tercantum dalam buku tanah,
sebagai pemegang hak, atau
kepada pihak lain yang
dikuasakan olehnya;
c. Mengenai hak atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah
susun kepunyaan bersama

beberapa orang atau badan
hukum
diterbitkan
satu
sertifikat, yang diterimakan
kepada salah satu pemegang
hak bersama yang lain, dan
dapat saja diterbitkan sertifikat
sebanyak jumlah pemegang
hak bersama untuk diberikan
kepada tiap pemegang hak
bersama yang bersangkutan,
yang memuat nama serta
besarnya
bagian
masingmasing dari hak tersebut.
Aspek hukum atau aspek legalitas
pada tanah sangat penting untuk
mengantisipasi timbulnya permasalahan
hukum dikemudian hari. Aspek legalitas
selain sebagai kepemilikan juga untuk
memberikan kepastian hukum pada para
pihak bahwa dia adalah pemilik sah atas
tanah tersebut. Sertifikat, selain berfungsi
sebagai alat bukti kepemilikan atau
penguasaan atas tanah, sertifikat juga
memilki fungsi lain yaitu sebagai syarat
apabila kita ingin mendirikan bangunan
berupa tempat tingal di atas tanah yang
kita miliki atau kita kuasai. Syarat dari
penerbitan izin mendirikan bangunan salah
satunya adalah sertifikat tersebut
Secara prinsip setiap bidang tanah
memiliki posisi yang tunggal di belahan
bumi ini. Tidak ada 2 (dua) bidang tanah
yang memiliki posisi yang sama. Dengan
demikian setiap bidang tanah yang telah
bersertifikat atau terdaftar di Badan
Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya
mendapat
perlindungan
terhadap
pendaftaran yang sama atas bidang tanah
tersebut. Perlindungan diatas dapat
diberikan jika setiap sertifikat atas tanah
yang terbit diketahui dengan pasti letak
atau lokasinya di muka bumi. Dengan
demikian
setiap
usaha
untuk
mensertifikatkan tanah yang sama dapat
segera diketahui dan dicegah oleh BPN.
5. Pertanggung jawaban institusi
pemerintahan yang menerbitkan

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014

30

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

sertifikat tanah
bermasalah

yang

ternyata

Pemerintah, dalam hal ini Badan
Pertanahan Nasional harus dapat dimintai
pertanggungjawaban
atas
terbitnya
sertifikat, sesuai dengan cita-cita hukum
yang baik adalah untuk mendapatkan
keadilan dan kepastian hukum. Apabila
ada pertentangan antaran kepastian hukum
dengan keadilan, maka unsur keadilan
harus dikedepankan dan dimenangkan.
Kepastian hukum adalah sebuah falsafah
positivisme dimana untuk mendapatkan
titik temu antara para pihak yang
kepentingannya berbeda-beda, maka harus
dicari suatu rujukan yang telah disepakati,
dilegalkan dan diformalitaskan serta
enforceable oleh aparat hukum sebagai
penjelmaan dari kedaulatan birokrasi
negara.
Tetapi mana kala, dengan saluran
formal yang mengedepankan kepastian
hukum tidak mencerminkan adanya
keadilan, maka pencari keadilan akan
menemukan caranya sendiri untuk
mendapatkan
keseimbangan
antara
keadilan dan kepastian hukum. Kepastian
hukum yang ideal adalah hukum yang
memberi keadilan. Namun manakala
keadilan tersebut tidak ditemukan lewat
saluran formal, akan terjadi apatisme
hukum, yang bahkan pada titik ekstrim
akan dapat menjelma menjadi chaos
karena masing-masing pihak akan
mencari, menafsirkan dan mengenforce
keadilan menurut persepsinya masingmasing. Fenomena yang demikian ini,
sebenarnya telah dikaji dalam satu aliran
hukum post modernisme yang bernama
critical legal studies.
Dalam
pelaksanaannya
Administrasi Pertanahan masa lalu yang
kurang tertib. Dimana Administrasi
pertanahan mempunyai peranan yang
sangat penting bagi upaya mewujudkan
jaminan kepastian hukum. Penguasaan dan
kepemilikan tanah pada masa lalu,

terutama terhadap tanah milik adat,
seringkali tidak didukung oleh bukti-bukti
administrasi yang tertib dan lengkap.
Selain dari faktor kesalahan dari
kepala desa/lurah juga ada kesalahan dari
pihak kantor pertanahan, yang mana
kurangnya tertib administrasi artinya,
petugas kurang teliti dan kurang cermat
apakah tanah tersebut sudah pernah
didaftarkan atau belum dan sudah
diterbitkan sertifikat atau belum, sampai
benar-benar teliti karena masalah ini
sangat sensitif apabila terjadi kesalahan
pengecekan maka akan berakibat fatal
yakni salah-satunya akan terjadi sertifikat
ganda, untuk itu pengecekan data-data
baik data fisik maupun data yuridis harus
dilakukan oleh pihak kantor pertanahan
sebelum menerbitkan sertifikat agar
tercipta tertib administrasi.
Oleh karenanya jika penerbitan
sertifikat hak atas tanah dikeluarkan oleh
Intasnsi yang berwenang dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab, tidak kridibel tentu sangat
merugikan
pihak-pihak
yang
berkepentingan, dan terhadap oknum
tersebut dapat dimintai pertanggung
jawaban pribadi secara hukum perdata dan
Hukum pidana, untuk itu proses
pendaftaran hak-hak atas tanah dan proses
penerbitan sertifikat tanah harus sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
PENUTUP
6. Kesimpulan
Perlindungan
hukum
kepada
pemegang hak atas tanah yang telah
memperoleh sertifikat sebagimana yang
diatur dalam ketentuant Pasal 20 UUPA
adalah ayat (1) Hak milik adalah hak turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan
mengingat ketentuan dalam Pasal 6, dan
ayat (2) Hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain.
Sertifikat hak atas tanah sebagai
bukti hak yang merupakan perwujudan

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014

31

Abuyazid Bustomi, Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan,
Halaman. 23-32

dari proses pendaftaran tanah yang dapat
memberikan
kepastian hukum dan
perlindungan hukum bagi pemegangnya,
yang dilindungi dengan diadakannya
pendaftaran tanah yaitu pemegang
sertifikat hak atas tanah, karena dengan
dilakukannya pendaftaran tanah berarti
akan tercipta kepastian hukum, kepastian
hak serta tertib administrasi pertanahan
sehingga semua pihak terlidungi dengan
baik, baik pemegang sertifikat, pemegang
hak atas tanah , pihak ketiga yang
memperoleh hak atas tanah maupun
pemerintah sebagai penyelenggara negara.
Jika penerbitan sertifikat hak atas
tanah dikeluarkan oleh Intasnsi yang
berwenag dilakukan oleh oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab, tidak
kridibel tentu sangat merugikan pihakpihak yang berkepentingan, terhadap
Pihak yang merasa dirugikan dapat
mengajaukan gugatan melalui pengadilan
Tata Usaha Negara untuk meminta
pembatalan penerbitan sertifikat dimaksud
sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Muhammad
Bakri,
Hak Menguasai
Tanah Oleh Negara, Citra Medja,
Yojakarta, 2007
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Undang-Undang Pokok
Agraria
Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961
tentang Pendaftaran
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah.

DAFTAR PUSTAKA
Aslan Noor, Konsep Hak Milik atas Tanah
Bagi Bangsa Indonesia, Mandar
Maju, Bandung, 2006,
A. Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan Teori
Hak Milik Pribadi, Kanisius,
Yogyakarta, 1997
Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan
Hukum Tanah Nasional Dalam
Hubungan Dengan Tap MPR RI.
IX/MPR/2001,
Penerbit
Universitas Trisakti, Jakarta, 2002,.
Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan
Hukum Tanah Nasional, Penerbit
Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta,
2007.
Imam Soetiknjo.
Proses
Terjadinya
UUPA, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, 1986.
Harun Al Rasyid. Tentang Jual Beli Tanah.
Jakarta : Ghalia Indonesia. 1998

SOLUSI VOLUME. 5. No.II Bulan Mei 2014

32