Teori dan metode analysis wacana discour
Lebih Dekat dengan Analisis Wacana
Ibnu Hamad
ABSTRACT Discourse analysis gains more and more popularity in the field of media and communication
studies. Focused on how media represented and framed the Text, it is the goals of discourse analysis to explore many implications underlie such representations. In order to utilize this approach effectively, a deeper knowledge concerning variety of methods and systematic ways on discourse theory was needed, as well as bins of critical and sociopolitical theories.
The validity of discourse analysis will be judged by 7 (seven) indicators consisted of research aims, statement of problems, substantive theories being used, discourse theory being chosen,
research paradigm being picked up, method being applied and analysis technique being employed.
Kata kunci: analisis wacana, teori wacana, paradigma riset
A. Pendahuluan
Metode mana yang sebaiknya dipakai untuk sebuah masalah penelitian analisis wacana?
Sekalipun buku-buku tentang metode analisis Mengapa metode itu yang digunakan? Kemudian, wacana semakin banyak, termasuk yang ditulis bagaimana mengaplikasikannya, dari mana dalam bahasa Indonesia, tidak serta merta para mulainya, dan kapan berakhirnya? pengguna buku tersebut langsung dapat
Pertanyaan yang lebih praktis, jenis data apa mempraktikkan metode tersebut dalam sebuah yang harus dikumpulkan? Apa teknik pengumpulan
penelitian ilmiah, baik dalam bentuk skripsi S-1, data dalam analisis wacana? Bagaimana melakukan tesis S-2, ataupun disertasi S-3. Dari pengalaman analisis dalam penelitian dengan analisis wacana? mengajar mata kuliah “Teori dan Analisis Wacana” Bagaimana melakukan interpretasi atas hasil pada Program Pascasarjana Komunikasi FISIP UI, analisis wacana? membimbing dan menguji mahasiswa yang
Pertanyaan yang lebih luas, paradigma membuat skripsi dan tesis dengan metode ini, serta penelitian manakah (: klasik, konstruktivis, kritikal,
memberikan pelatihan analisis wacana, diperoleh atau partisipatoris) dalam sebuah penelitian analisis kesimpulan bahwa umumnya para peminat wacana? Benarkah jika kita memakai analisis fram- mendapatkan kesulitan menerapkan metode ing harus selalu menggunakan paradigma analisis wacana ke dalam tema penelitian yang konstruktivis? Sementara, kalau memakai critical mereka pilih.
discourse analysis (CDA) harus selalu Pertanyaan dasar yang banyak diajukan antara menggunakan paradigma kritikal?
lain: Apa saja yang menjadi obyek penelitian Pertanyaan lain yang sangat relevan: Teori apa analisis wacana? Seberapa banyak atau seluas apa?
Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana
teori-teori sosial (sosiologi). Sementara, Tentu saja, akhirnya muncul pertanyaan- psikoanalisis sebagai metode seperti kita tahu pertanyaan bagaimana menjaga “objektivitas” adalah teori psikologi aliran psikoanalisis. hasil penelitian dengan metode analisis wacana?
Sebagai teori murni, teori wacana berkenaan Apa ukuran validitas hasil analisis wacana? dengan pandangan tentang wacana. Definisi nomi- Sejauhmana sebuah hasil analisis wacana dapat nal melihat bahwa wacana adalah struktur cerita digeneralisasi? Jika sebuah hasil analisis wacana yang bermakna. Atau, sebuah bentuk sajian yang berbeda dari hasil analisis wacana lainnya, mana memuat satu atau lebih gagasan dengan yang harus dipercayai? Dan yang tak kurang menggunakan bahasa (verbal dan nonverbal). pentingnya, apa manfaat yang diperoleh dari
Definisi kerja memandang bahwa wacana analisis wacana?
adalah penggunaan bahasa untuk menggambarkan Tulisan ini bermaksud menjawab pertanyaan- realitas. Menurut definisi kerja ini, wacana pertanyaan tersebut dengan pendekatan sepraktis dibedakan ke dalam dua jenis (Gee, 2005 : 26), yaitu: mungkin –walaupun hanya serba singkat dan (1) “discourse” (d kecil), yang melihat dalam garis besar— agar dapat segera
penggunaan bahasa pada tempatnya (“on dipergunakan untuk mempermahir kita
site”) untuk memerankan kegiatan, melaksanakan analisis wacana. Sekalipun
pandangan, dan identitas atas dasar-dasar demikian, harus diakui kemahiran tersebut hanya
linguistik. Biasanya, discourse ini menjadi dapat diwujudkan kalau kita mau berlatih atau
perhatian para ahli bahasa (lingusits or melaksanakan riset dengan bermacam-macam
sociolinguists).
metode analisis wacana. (2) “Discourse” (D besar) yang mencoba
B. Teori dan Analisis Wacana merangkaikan unsur linguistik pada “dis-
course” (dengan d kecil) bersama-sama dengan Untuk memahami dan menerapkan analisis
unsur non-linguistik (non-language “stuff”) wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara
untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan teori dan analisis wacana. Begini jalan pikirannya.
identitas. Bentuk non-language “stuff” ini Sebagai sebuah pendekatan penelitian, analisis
dapat berupa kepentingan ideologi, politik, wacana memiliki sejumlah metode analisis wacana
ekonomi, dan sebagainya. Komponen non-lan- (akan diuraikan dalam bagian C); dan pada
guage “stuff” itu juga yang membedakan cara awalnya, metode-metode analisis wacana itu
beraksi, berinteraksi, berperasaan, adalah teori wacana, bahkan adalah teori sosial.
kepercayaan, penilaian satu komunikator dari Kita tahu bahwa teori wacana sendiri adalah
komunikator lainnnya dalam mengenali atau bidang kajian linguistik, sehingga untuk
mengakui diri sendiri dan orang lain. mendapatkan hasil analisis wacana sebaiknya
Dari uraian singkat ini, tampak bahwa baik diperdalam teori wacana yang relevan dengan “discourse” (dengan d kecil) maupun “Discourse”
metode yang dipergunakan. (dengan D besar) adalah hasil dari pekerjaan si Sebagai contoh, salah satu metode analisis pembuat wacana memakai bahasa (verbal atau
wacana adalah semiotika. Sejatinya, semiotika nonverbal) untuk merepresentasikan realitas. adalah salah satu teori linguistik yang bernama Keduanya, “discourse” dan “Discourse” tidaklah teori semiotika. Sehingga jika kita menggunakan lahir dengan sendirinya; melainkan lahir dari tangan metode semiotika sangat dianjurkan mempelajari yang membentuknya. Adapun proses teori semiotika. Metode lain yang bersumber dari pembentukan wacana dilakukan melalui proses
326 M EDIA T OR, Vol. 8 No.2 Desember 2007
Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005
Gambar 3: Proses Konstruksi Realitas dalam Membentuk Wacana
Realitas Obyektif: Kedaan, Benda, Pikiran, Orang, Peristiwa, ... (1)
Dinamika
Sistem Komunikasi
yang Berlaku Mengkonstruksi
Strategi
Internal dan Eksternal
Pelaku Konstruksi (4)
Realitas (6)
Faktor Internal :
Proses
Ideologis, Idealis...
Konstruksi
Fungsi Bahasa
Faktor Eksternal:
Pasar, Sponsor... Strategi Framing
Realitas oleh
(5) Taktik Priming (7)
Pelaku (2)
Discourse atau Realitas yang Dikonstruksian (Text, Talk, Act dan Artifact)
Makna, Citra, dan Kepentingan di Balik Wacana (9)
yang disebut proses kontruksi realitas. (Lihat pelakukonstruksi tentu saja sangat mempengaruhi gambar 1. Uraian lengkap lihat, Hamad, “Commu- proses kontruksi. Ini juga menunjukkan bahwa nication as Discourse” dalam Jurnal Mediator pembentukan wacana tidak berada dalam ruang edisi……..). Hasil dari proses ini adalah bentuk vakum. Pengaruh itu bisa datang dari pribadi wacana (naskah) berupa Text (wacana dalam wujud si pembuat dalam bentuk kepentingan tulisan/garfis), Talks (wacana dalam wujud idealis, ideologis, dan sebagainya maupun dari ucapan), Act (wacana dalam wujud tindakan), dan kepentingan eksternal dari khalayak sasaran Artifact (wacana dalam wujud jejak).
sebagai pasar, sponsor, dan sebagainya (5). Berdasarkan sebuah penelitian (Hamad, 2004),
Untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku sebuah wacana muncul dari proses konstruksi konstruksi memakai suatu strategi tertentu (6). realitas oleh pelaku (2) yang dimulai dengan Tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan inter- adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, nal, strategi konstruksi ini mencakup pilihan pikiran, orang, pristiwa, dan sebagainya (1). Secara bahasa mulai dari kata hingga paragraf; pilihan umum, sistem komunikasi adalah faktor yang fakta yang akan dimasukkan/dikeluarkan dari mempengaruhi sang pelaku dalam membuat wacana yang populer disebut strategi framing; dan wacana. Dalam sistem komunikasi yang bebas (lib- pilihan teknik menampilkan wacana di depan publik ertarian), wacana yang terbentuk akan berbeda misalnya di halaman muka/dalam, di prime time/ dalam sistem komunikasi yang terkekang bukan atau taktik priming (7). Selanjutnya, hasil (otoritarian). Secara lebih khusus, dinamika inter- dari proses ini adalah wacana (discourse) atau nal dan eksternal (4) yang mengenai diri si realitas yang dikonstruksian (8) berupa tulisan
Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana
(text), ucapan (talk) atau peninggalan (artifact). dua bentuk: (a) analisis wacana linguistik yang Oleh karena discourse yang terbentuk ini telah
membaca suatu naskah dengan memakai salah dipengaruhi oleh berbagai faktor, kita dapat
satu metode analisis wacana (sintaksis mengatakan bahwa di balik wacana itu terdapat
ataupun paradigmatis); dan (b) analisis wacana makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan
sosial, yang menganalisis wacana dengan yang sedang diperjuangkan (9).
memakai satu/lebih metode analisis wacana Dalam kenyataan, wujud dari bentuk wacana
(sintaksis ataupun paradigmatis), dapat dilihat dalam beragam buah karya si pembuat
menggunakan perspektif teori tertentu, dan wacana:
menerapkan paradigma penelitian tertentu • Text (wacana dalam wujud tulisan/garfis) antara
(positivis, pospositivis, kritikal, konstruktivis, lain dalam wujud berita, features, artikel opini,
dan partisipatoris).
cerpen, novel, dsb. (3) Berdasarkan level analisis, dibedakan kedalam • Talks (wacana dalam wujud ucapan), antara lain
dua jenis: (a) analisis pada level naskah, baik dalam wujud rekaman wawancara, obrolan,
dalam bentuk text, talks, act dan artifact; baik pidato, dsb.
secara sintagmatis ataupun secara • Act (wacana dalam wujud tindakan) antara lain
paradigmatis; dan (b) analisis multilevel yang dalam wujud lakon drama, tarian, film, defile,
dikenal dengan analisis wacana kritis (critical demonstrasi, dsb.
discourse analysis) yang menganalisis • Artifact (wacana dalam wujud jejak) antara lain
wacana pada level naskah beserta konteks dan dalam wujud bangunan, lanskap, fashion, puing,
historisnya.
dsb. (4) Berdasarkan bentuk (wujud) wacana, analisis Keberadaan bermacam bentuk wacana dapat
wacana dapat dilakukan terhadap beragam kita temukan dalam media cetak (seperti novel),
bentuk (wujud) wacana; mulai dari tulisan, media audio (seperti pidato), media visual (seperti
ucapan, tindakan, hingga peninggalan (jejak); lukisan), media audiovisual (seperti film), di alam
baik yang dimuat dalam media maupun di alam (seperti lanskap dan bangunan), atau discourse/
sebenarnya.
Discourse yang dimediasikan (seperti drama yang
C. Ragam Metode Analisis Wacana
difilmkan). Jadi tak selamanya discourse/Dis- course itu berada dalam bentuk media massa, apalagi
Sebagai alat untuk menangkap makna dari hanya media cetak.
suatu discourse/Discourse, sebetulnya analisis wacana bisa dipakai sebagai “alat pembacaan” dan
Penjelasan tentang teori wacana ini sebagai “metode penelitian”. Sebagai “alat selanjutnya memberikan implikasi pada ruang pembacaan”, analisis wacana digunakan untuk lingkup analisis wacana:
menafsirkan suatu wacana dengan memakai satu (1) Berdasarkan penggunaan metode, analisis atau lebih metode analisis wacana tanpa
wacana dibedakan ke dalam dua jenis: (a) dimaksudkan untuk dipertanggungjawabkan analisis wacana sintagmatis, yang secara metodologis. Cara melakukannya adalah menganalisis wacana dengan metode dengan “feeling” diri sendiri saja, sehingga kebahasaan (syntaxis approach), di mana penafsirannya bisa sangat subyektif berdasarkan peneliti mengeksplorasi kalimat demi kalimat kehendak atau kemampuan pribadi si penafsir. untuk menarik kesimpulan; dan (b) analisis
Sedangkan sebagai “metode penelitian” wacana paradigmatis, yang menganalisis analisis wacana dilakukan dengan prinsip dan
wacana dengan memperhatikan tanda-tanda metode penelitian dan menuntut (signs) tertentu dalam sebuah wacana untuk pertanggungjawaban ilmiah sebagaimana
menemukan makna keseluruhan; penelitian ilmiah lainnya. Dalam analisis wacana (2) Berdasarkan bentuk analisis, dibagi menjadi linguistik, pertanggungjawaban ilmiahnya
328 M EDIA T OR, Vol. 8 No.2 Desember 2007
Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005
diseleraskan dengan metode penelitian yang terdapat kemiripan antara satu metode dengan berlaku pada kajian linguistik yang lebih humaniora. metode lain dalam hal fokusnya pada analisis Sedangkan dalam analisis wacana sosial, sintagmatis suatu naskah. Cara penerapan keempat pertanggungjawaban ilmiahnya diseleraskan metode analisis naskah sintagmatik ini pada dengan metode penelitian yang berlaku pada ilmu- dasarnya sama; yaitu membaca/menafsirkan makna ilmu sosial (social sciences).
instrinsik dan ekstrinstik kalimat demi kalimat Untuk analisis wacana sintagmatis, alternatif sebuah naskah dengan memperhatikan hubungan metode yang dapat diterapkan antara lain ada empat antar bagian dalam kalimat, paragraf, bait, frase, seperti tampak dalam Tabel 1.
baik yang bersifat menghubungkan (conjuntion), Dari uraian tabel 1 di atas, tampak bahwa berlawanan (oppositional) dan seterusnya.
Tabel 1: Ragam Metode Analisis Naskah Sintagmatik
N Nama Dimensi Teoritis (Sebuah Abstraksi) Penggunaan sebagai Metode Analisis o
Metode
Wacana
1 MCD Membership Categorization Device Analysis Dimulai dengan satu dua kalimat yang (Titscher,
atau MCD saja adalah metode analisis wacana secara gramatikal berhubungan (misalnya, 2000:105-
yang bertujuan untuk memahami kapan dan kalimat majemuk) dalam sebuah teks; guna 109)
bagaimana para anggota suatu masyarakat dianalisis struktur dan aturannya yang membuat sebuah deskripsi supaya segera
berlaku dalam kalimat tersebut, yang setelah itu diketahui mekanisme yang
lazimnya mencakup aspek-aspek indeksial digunakan untuk memproduksi deskripsi
(fenomena yang dibicarakan), refleksifitas tersebut secara pantas dan cocok.
(fakta yang terkandung), dan demonstrasi (aturan yang dipakai).
2 CA Conversation Analysis (CA) bertujuan Menganalisis suatu percakapan antara dua (Titscher,
menemukan prinsip dan prosedur yang orang atau lebih dengan memperhatikan 2000:109-
dipergunakan partisipan dalam memproduksi cara mereka berinteraksi seperti sikap saling 114)
struktur dan aturan dari suatu situasi bergantian berbicara, situasi komunikasi komunikasi.
yang terjadi, dsb. 3 FP (Titscher,
Functional Pragmatic (FP) membahas bentuk Memperhatikan prosedur dan pola (pattern) 2000:171-
percakapan (speech action) dan prilaku percakapan. Prosedur adalah unit terkecil 184)
percakapan (speech act) untuk menemukan dari tindakan percakapan seperti saya, di tujuan (purpose) dari partisipan sebuah
sini, sekarang; Pola adalah potensi yang percakapan.
mendukung pada tindakan percakapan, seperti setting tugas, pemenuhan tugas, penalaran yang efektif.
4 DTA Distinction Theory Approach (DTA) melihat Menganalisis aspek pembeda bagian luar ((Titscher,
bahwa komunikasi terdiri dari tiga unsure: (explicit distinction) dan aspek pembeda 2000:185-
informasi, ucapan/penyampaian (utterance), bagian dalam (implicit distinction) suatu 197)
dan pemahaman. DTA menganalisis aspek- naskah dengan menemukan konsep-konsep aspek utterance ini baik segi eksplisitnya
serta memberinya makna. Kemudian maupun segi implisitnya.
membadingkan aspek eksplisit dan implisit; menganalisisnya; dan menarik kesimpulan.
aspek-aspek konteks Hermeneutik
5 Objective Metode ini berusaha memahami makna sebagai
Memperhatikan
sesuatu yang bersifat objektif berdasarkan internal dan eksternal dari sebuah wacana, a (Titscher,
struktur sosial (as an objective social structure) melakukan interpretasi ekstensif, interpretasi 2000:198-
yang muncul secara interaktif. Makna adalah menyeluruh, dan mengajukan hipotesis 212)
hasil interaksi mutual, walaupun para pelakunya individual tentang kepentingan ekonomi para tidak dapat mengaksesnya, sehingga diperlukan
aktor. Analisis dimulai dengan yang bersifat pihak luar untuk menelitinya.
sekuensial, kemudian dilanjutkan dengan analisis rinci.
Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana
Tabel 2 : Ragam Metode Analisis Naskah Paradigmatik
Nama Metode Dimensi Teoritis (Sebuah Abstraksi) Penggunaan sebagai Metode Analisis Wacana 1 Semiotika
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), Secara strukturalis, menemukan tanda-tanda dalam suatu (Berger, 1982)
makna tanda, dan cara kerja tanda. Menurut semiotika naskah dan menafsirkannya sesuai perspektif teori yang strukturalis tanda dibagi kedalam tiga jenis: ikon, indeks,
dipergunakan dalam penelitian yang sedang dilakukan. simbol. Menurut semiotika post strukturalis, sebuah
Secara post strukturalis menangkap ”benang merah” dari naskah memiliki ”gagasan inti” atau ”benang merah”.
naskah.
2 Analisis Marxis Bersumber dari teori Marxis, analisis ini melihat realitas Menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan (Berger, 1982)
sosial sebagai yang penuh dengan pertentangan antara menafsirkannya sebagai jalan untuk mengetahui siapa kelas serta pertarungan ideologis dan kekuasaan.
mengekspolitasi siapa serta ideologi apa yang ada di balik suartu naskah.
3 Psikoanalisis Aliran psikologi Freudian; berbicara tentang id, libido; Menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan (Berger, 1982)
ego, super-egonya dan sebagainya. Percaya bahwa menafsirkannya guna menunjukkan bahwa tanda-tanda semua hal yang dilakukan manusia mencerminkan alam
tersebut mencerminkan alam bawah sadar si pembuat atau bawah sadarnya.
si pemakai tanda.
4 Analisis Aliran struktur-fungsional melihat bahwa dalam Menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan Sosiologis
bermasyarakat terdapat pembagian tugas dan fungsi. menafsirkannya untuk mencari siapa yang diberi status dan (Berger, 1982)
Setiap individu dalam struktur sebuah masyarakat peran apa serta bentuk relasi antar indivudu dalam naskah memiliki status dan peran masing-masing
itu. .
5 Analisis Teori framing berbicara tentang seleksi isu yang Terdapat beberapa varian analisis framing. Cara Framing
dimasukkan ke atau dikeluarkan dari wacana. Menurut menganalisis analisis wacana dengan framing adalalh (Sobur, 2001;
framing, dalam wacana berlangsung proses pemilihan memenuhi setiap komponen framing dengan fakta (bagian Erianto, 2002
fakta mana yang mau diangkat, fakta mana yang mau naskah) yang terdapat dalam suatu naskah. Hamad, 2004;
disembunyikan, atau fakta mana dihilangkan sama Komponen framing Gamson dan Modigliani: Metaphors, Van Dijk,
sekali. Wacana menurut framing terdiri dari sejumlah Exemplars, Catchphrases, Depictions, Visual images, 1988)
komponen yang diisi dengan fakta-fakta pilihan itu. Roots, Consequences, dan Appeals to principals. Komponen framing Pan & Kosicki: Sintaksis (skema berita); Skrip (kelengkapan berita); Tematik (detail; koherensi; bentuk kalimat; kata ganti); Retoris (leksikon; grafis; metafora)
Komponen framing Van Dijk: Summary (Headline; lead); Story (situation and comments). Situation
(episode and background); Comments (verbal reactions and conclussions). Episode (main events and consequences). Background (context and history). History
(circumtances and previous events). Conclussion (expectations and evaluations) Komponen framing Robert Entman: Problem
Causal Interpretation, Moral Evaluation: dan Treatment Recommendation Komponen framing Ibnu Hamad: Perlakuan atas peristiwa (Tema yang diangkat dan Penempatan berita), Sumber yang dikutip (Nama dan atribut sosial sumber), Cara Penyajian (Pilihan fakta yang dimuat dan Struktur penyajian), dan Simbol yang dipergunakan (Verbal : kata, istilah, frase; dan Nonverbal: foto, gambar)
Identification,
6 Semiotika Semiotika sosial memandang bahwa sebuah naskah Mengamati suatu naskah untuk menemukan apa medan Sosial
terdiri dari tiga komponen utama: medan wacana (cara wacana yang ada di sana; siapa yang menjadi pelibat (Halliday,
pembuat wacana memperlakukan suatu peristiwa); wacananya, dan bagaimana sarana wacananya. Kemudian 1993)
pelibat wacana (sumber yang dikutip atau orang-orang menafsirkannya sesuai perspektif teori yang dipergunakan yang dilibatkan beserta atribut sosial mereka dalam suatu
dalam penelitian yang sedang dilakukan. wacana), dan sarana wacana (cara pembuat wacana menggunakan bahasa dalam manggambarkan peristiwa).
7 Ethnographic of Berasal dalam tradisi Antropologi yang melihat bahwa Mengamati pola interaksi komunikasi yang terjadi di SPEAKING
penggunaan symbol komunikasi dan cara komunikasi itu lapangan untuk melihat siapa di antara partisipan berperan (Titscher,
terikat dengan budaya. Pendekatan terhadap masalahnya apa. Menganalisis rekaman (lebih mudah bila dalam bentuk 2000:94-99)
menggabungkan teori antropologi dan linguistik untuk film) suatu interaksi komunikasi melalui komponen- komunikasi. Tujuan: untuk melihat pola interaksi
komponen S (setting, scene), P (participants), E (ends, goal, komunikasi antar partisipan sesuai konteks, tempat dan
purpose), A (act sequence), K (key, tone, manner), I waktu. Untuk menggambarkan siapa di antara partisipan
norms (belief), Genre (textual berperan apa.
(instrumentalities),
categories)
8 Grounded Grounded Theory (GT) dalam analisis teks mencoba Memperhatikan bagian demi bagian dari teks untuk Theory
membangun konsep atau kategori berdasarkan data dari menemukan sedikitnya sepuluh kategori konsep (coding (Titscher,
teks. Penggunaan GT untuk analisis teks mencoba families) antara lain c-families (causes, consequences...), 2000:74-89)
mengkonseptualisasi asumsi-asumsi basis data. process families (stages, phases, duration...), culture families (norms, values, sosially shared attitudes)....
9 SYMLOG System for Multiple Observation of Group (Symlog) Menganalisis tujuh aspek dari wacana: waktu interaksi, (Titscher,
menganalisis tindakan komunikasi suatu kelompok nama aktor, nama alamat, bahasa simpel sebagai komentar 2000:136-143)
dengan mengamati tiga level: perilaku verbal dan atas prilaku/ide, nilai yang diekspresikan pelaku (pro- nonverbal, ide yang muncul selama komunikasi, dan nilai
kontra), catatan atas orientasi prilaku dan ide aktor dalam (pro kontra) saat berkomunikasi.
ruang ketika berinterkasi dalam kelompok, dan alokasi dari salah satu ide tentang diri, orang lain, kelompok, situasi, masyarakat, dan fantasi
330 M EDIA T OR, Vol. 8 No.2 Desember 2007
Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005
Analisisnya bersifat in situ dalam sebuah naskah.
planatory
Tujuannya adalah menangkap ide besar yang (8) Discourse is a form of social behavior dikandung naskah tersebut.
D is co u rs e Adapun analisis wacana paradigmatis, Analisis : The Critical Study of Language (1997:
Dalam bukunya, Critical
terdapat sejumlah pilihan metode seperti tampak
98) membuat model CDA seperti tampak dalam dalam Tabel 2.
Gambar 1. Dari gambar ini tampak bahwa teks Berbeda dari penerapan analisis naskah memiliki konteks baik berdasarkan “process of pro-
sintagmatik yang mengeksplisitikan makna duction” atau “text production”-nya; “process of instrinsik sebuah naskah kalimat demi kalimat maka interpretation” atau “text consumption” maupun penerapan analisis metode-metode paradigmatik berdasarkan praktik sosio-kulturalnya. adalah dengan cara menemukan bukti-bukti dalam
Model ini sekaligus memberi implikasi bahwa naskah atau menunjukkan bagian-bagian dari dalam memahami wacana (naskah/teks) kita tak
naskah sebagai temuan data untuk menjawab dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk permasalahan penelitian. Untuk itu, peneliti mencari menemukan “realitas” di balik teks kita memerlukan tanda (signs) yang relevan dengan pertanyaan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi penelitian.
teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi Adapun analisis wacana dalam bentuk analisis pembuatan teks. Proses pengumpulan data yang
wacana kritis (critical discourse analysis/CDA) multilevel dalam CDA Fairlough ini, secara berarti peneliti menganalisis wacana pada level sederhana diperlihatkan dalam Tabel 3. naskah beserta sejarah dan konteks wacana tersebut. Analisis wacana CDA memiliki dua model, yaitu CDA model Norman
Gambar 1. CDA Norman Fairclough
Fairclough yang melihat teks (naskah) memiliki konteks (Gambar 1) dan CDA
dari Ruth Wodak yang menilai teks Proses Produksi Deskripsi (Analisis Teks)
(naskah) mempunyai sejarah (Gambar Teks 2). Untuk diketahui, CDA memiliki
karakteristik sebagai berikut (Wodak, Interpretasi (Analisis Proses)
Proses Interpretasi
1996:17-20 dalam Titscher, 2000:146-
147): (1) CDA is concerned with Social Praktik Wacana
Ekplanasi (Analisis Sosial)
Problem
(2) Power Relation have to do with Dis-
course
(3) Society and Culture are dialecti- Praktik Sosio-kultural
cally related to discourse
(situasional; institusional,
(4) Language use may be ideological dan kemasyarakatan) (5) Discourse are historical and can
only be understood in relation of Dimensi-Dimensi Discourse their context Dimensi-2 Analisis Discourse
(6) The connection between text and society is Tabel 3 memperlihatkan bahwa untuk not direct, but is manifest through some inter- memahami wacana, kita perlu mengumpulkan data
mediary such as the socio-cognitive one ad- pada level makro, meso, hingga mikro. Posisi metode vanced in the socio-psychological model of pengumpulan data menunjukkan prioritas. Jika text comprehension
urutan pertama tidak dapat dilakukan, maka urutan (7) Discourse analysis is interpretative and ex- selanjutnya.
Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana
Tabel 3 : Proses Pengumpulan Data dalam CDA Fairclough
No. Level Level
Metode Pengumpulan Data
Masalah Analisis 1 Praktik
Depth interview dengan pembuat naskah dan ahli paham dengan tema penelitian sosiokultural
Makro
Secondary data yang relevan dengan tema penelitian
Penelusuran literatur yang relevan dengan tema penelitian
2 Praktik Meso
Pengamatan terlibat pada produksi naskah, atau
Wacana
Depth interview dengan pembuat naskah, atau
“Secondary Data” tentang pembuatan naskah
3 Text Mikro
Satu/lebih metode Analisis Naskah (sintagmatis atau paradigmatis)
Untuk CDA dari Ruth Wodak (Titscher, 2000: sebagaimana tampak dalam Tabel 4. Posisi metode 155) menyajikan model seperti tampak dalam pengumpulan data menunjukkan prioritas. Jika gambar CCC. Model ini melihat naskah memiliki urutan pertama tidak dapat dilakukan, maka urutan sejarah perjalanannya, sehingga ia dikenal dengan selanjutnya. Discourse- Historical Method. Perjalanan tersebut
Sebagai perbandingan, dunia analisis naskah bukan saja terjadi pada dimensi bahasa, melainkan juga mengenal dua metode yang lebih kuantitatif,
juga pada dimensi pemikiran si pembuat naskah. yaitu analisis isi (content analysis) dan analisis Keduanya dipengaruhi oleh dimensi psikologis si bibiliometrika (bibliometric survey). Untuk uraian pembuat naskah yang berinteraksi dengan situasi singkat, lihat Tabel 5. Sebagai metode yang dan kondisi komunikasi.
serumpun dengan analisis wacana, kedua analisis
Gambar 2. Model CDA Ruth Wodak
SCHEMA:
SCHEMA SCRIPT DIMENSION
COGNITIVE PLAN
FRAME
Time, place, SOCIO-
Communicative,
Affectivity,
specific PSYCHOLOGICAL
functions,
gender, level
sepeaker DIMENSION
Speech,
of speaker,
Situation,
conflict type
theme
LINGUISTIC TEXT-
TEXT REALIZED DEMENSION
TEXT
THEMATIC
TYPE TEXT MACRO- STRUCTOR
SORT
Seperti halnya untuk model CDA Fairclough, isi dan bibliometrika mencoba mengetahui agar kita dapat menangkap makna naskah dan kandungan isi naskah dengan pendekatan sejarah perjalanan yang mempengaruhinya, kita kuantitatif, termasuk menggunakan perhitungan perlu menggali data pada setiap dimensi matematik dan statistik
332 M EDIA T OR, Vol. 8 No.2 Desember 2007
Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005
Tabel 4. Teknik Pengumpulan Data pada CDA Wodak
Cognitive Plan of Text
Wawancara mendalam dengan pembuat teks Dimension
Gagasan
Riwayat hidup pembuat teks Socio-
pembuatan Teks
Pengamatan Terlibat proses pembuatan teks Psycological
Pengaruh sosial dan
Proses
Wawancara mendalam tentang pembuatan teks Dimension
psikologis terhadap
pembuatan Teks
Secondary data tentang pembuatan teks Linguistic
Teks
Satu/gabungan metode analisis naskah (sintagmatis atau Dimension
Realized Text
Teks yang
terwujud
paradigmatis)
Tabel 5. Dua Metode Analisis Naskah Kuantitatif
No Nama Metode Dimensi Teoretis (Sebuah abstraksi) Penggunaan sebagai Metode Analisis Isi 1 Analisis
isi Content analysis atau analisis isi adalah usaha Peneliti membuat kategori-kategori sesuai (Titscher,
peneliti menemukan isi teks secara obyektif, pertanyaan penelitian kemudian menghitung 2000:55-73)
sistematis, dan kuantitatif tentang kategori- jumlah dan membuat prosentasi setiap kategori kategori yang menjadi pertanyaan penelitian.
tersebut guna menarik kesimpulan dari hasil perhitungan itu. Dilakukan pula perhitungan realibitas dan objektivitas penelitian melalui rumusan statistik yang tersedia.
1 Bibliometrik Bibliometrika adalah analisis isi yang bertujuan Menghitung jumlah kutipan (cititation) tentang (Titscher,
mengukur seberapa besar kecenderungan konsep, teori, metode, tokoh yang dipergunakan 2000:105-109)
dipakaianya konsep, teori, metode, serta dalam sebuah bidang kajian yang sejenis. Dalam pendapat tokoh dalam sebuah atau lebih bidang konteks ini dasar perhitungan yang dikenal dengan kajian.
Social Science Cititation Index (SSCI) dengan metode perhitungan tertentu seperti rumus Lotka
y x = C/x 2 .
D. Teknik Melakukan Analisis Wacana (entah dengan metode analisis sintagmatis atau
paradigmatis) melainkan kita mesti menelusuri Sekarang, bagaimana melakukan konteks atau sejarah lahirnya puisi tersebut. Untuk
(mempraktikkan) analisis wacana? Jawabannya pembahasan ini akan diuraikan berbarengan kembali ke tipe analisis wacana. Jika jenisnya dengan analisis wacana sosial. Hanya saja jika analisis wacana linguistik dengan pendekatan bentuknya analisis wacana linguistik, maka sintagmatis, maka bacalah naskah, kemudian pelaksanaan CDA-nya tidak memakai suatu pilihlah metode analisis naskah berjenis sintagmatis paradigma penelitian dan penghampiran teori sosial (lihat kembali tabel 1). Kalau jenisnya analisis (lihat juga gambar 3). wacana linguistik dengan pendekatan
Sedangkan jika kita akan melakukan metode paradigmatis, maka bacalah naskah dengan metode analisis wacana sosial, baik dengan metode jenis
analisis naskah berjenis paradigmatis (lihat kembali sintagmatik, paradigmatik, maupun dengan CDA, tabel 2). Untuk penerapan kedua jenis metode ini maka pelaksanaannya kurang lebih dapat lihat contoh aplikasi metode Fungsional Pragmatis divisualisasikan dalam gambar 3. Untuk dan metode Semiotika Barthes pada bagian E.
pendekatan teori, analisis wacana sosial lazimnya Jika kita bermaksud memakai analisis wacana memakai dua jenis teori: teori substantif dan teori
kritis (critical discourse analysis/CDA) maka wacana. Teori substantif di sini adalah teori tertentu bukan hanya pada level naskah yang dianalisis yang sesuai dengan tema penelitian, misalnya teori
Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana
Gambar 3. Proses Analisis Wacana sebagai Metode Penelitian Sosial Kalau hanya akan sampai pada level naskah, berarti Anda cukup menganalisis satu/
Pendekatan
serangkaian naskah saja
Teori
dengan memakai satu/lebih metode analisis wacana
Naskah
Hasil :
(sintagmatis atau
- Text
Pilihan Metode Analisis
makna,
- Talks citra,
Wacana (Analisis Naskah
paradigmatis); jangan lupa
kaitkan dengan paradigma dan
ideologi.
- Artifact
Critical Discourse Analysis)
pendekatan teori yang dipergunakan. Jika hendak
menggunakan CDA,
Paradigma
Penelitian
penuhilah setiap tahapan analisis (level naskah, level produksi naskah, dan level
gender, teori ekonomi-politik, teori ideologi, teori konteks naskah) sebagaimana dituntut oleh kekuasaan, dan sebagainya. Teori subtanstif analisis wacana dengan CDA. diperlukan untuk menjelaskan permasalahan
Secara lebih rinci, langkah-langkah melakukan penelitian analisis wacana dari perpektif teori yang analisis wacana sosial dapat dijelaskan urutannya bersangkutan.
sebagai berikut:
Adapun teori wacana diperlukan untuk (1) Pilih satu atau serangkaian naskah yang akan membantu menganalisis naskah yang menjadi
dianalisis; misalnya berita tentang “Hilangnya objek kajian analisis wacana. Teori wacana mana
Pupuk Menjelang Musim Tanam” (lihat bagian yang dipakai tergantung pada metode analisis
E).
naskah yang dipakai. Jika pada analisis naskah (2) Gunakanlah teori substantif yang dianggap dipakai metode semiotika, maka dipakailah teori
relevan dengan permasalahan penelitian dan semiotika; bila digunakan framing sebagai metode
tujuan penelitian. Dalam kasus hilangnya analisis naskah, maka kita gunakan teori framing
pupuk tersebut kita akan gunakan teori sebagai teori wacana. Pun demikian, jika kita
hegemoni.
menerapkan CDA hendaknya kita paparkan teori (3) Pakailah teori wacana yang sejalan dengan CDA dalam pendekatan teori wacana.
metode analisis wacana yang digunakan; Sebagai bagian dari penelitian kualitatif,
misalnya pada level metode akan digunakan analisis wacana sosial mengenal lima paradigma
semiotika sosial, maka pada level teori penelitian: positivis, pospositivis, konstruktif,
wacananya adalah teori semiotika dan kritis, dan partisipatoris, di mana masing-masing
semiotika sosial sebagaimana akan kita paradigma memiliki karakteristik dan tuntutan yang
terapkan dalam kasus hilangnya pupuk. berbeda-beda dalam proses pengumpulan dan jenis (4) Pilih paradigma penelitian yang akan data yang mesti dikumpulkan. Sebagai gambaran
digunakan. Perhatikan teori substantif yang sederhana, perbedaan keempat paradigma tersebut
digunakan. Jika teori itu merupakan bagian tampak dalam tabel 5.
teori kritis, maka pakailah paradigma kritis. Khusus untuk analisis wacana sosial, jika
Karena teori hegemoni bersumber pada aliran Anda sudah memilih jenis naskah, paradigma
kritis, maka paradigma penelitian yang dipakai penelitian dan pendekatan teori, selanjutnya adalah
sebaiknya paradigma kritikal. menentukan sikap apakah kegiatan analisis wacana (5) Tetapkan tipe analisis wacana apa yang akan Anda hanya akan sampai pada level naskah
digunakan: apakah pada level naskah saja ataukah akan menggunakan pendekatan CDA.
ataukah hendak memakai CDA (gaya 334
M EDIA T OR, Vol. 8 No.2 Desember 2007
Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005
Tabel 6. Penggunaan Paradigma Penelitian dalam Analisis Wacana
Participatory post positivis) Kiteria kualitas
Klasik (positivis dan
Kritis
Konstruktivis
Congruence of penelitian
Conventional
Historical situatedness,
Trustworthiness and
benchmarks of
experiential, “rigor”: internal and
erosion of ignorance and
authenticity
presentational, external validity,
misapprehensions; action
prepositional, and reliability and
stimulus
practical knowing; lead objectivity
to action to transform the world in the service of human flourishing.
Hubungan P N H;
P N Interaktif H; peneliti dengan
P N Teori Kritis
P N Empatif H;
Peneliti (P) melihat N naskah
Peneliti (P) melihat
H;
Peneliti (P) melihat N
naskah (N) dengan H
dari perspektif bersama si sebagai hasil
Peneliti (P) melihat N via
dari perspektif si
pembuat naskah dengan pembuat naskah dan P penelitian dari sudut
teori kritis dengan H
dengan hasil H dari pandang P.
sebagai hasil penelitian
hasil H dari sudut
dari sudut pandang si
pandang si pembuat
sudut pandang bersama si
pembuat naskah dan P. Jenis data yang
pembuat naskah.
naskah.
Subjective-objective dihimpun.
Bersifat objectif. Data
Realitas di balik naskah.
Bersifat subjectivist.
adalah hasil analisis
reality; Peneliti dan si si peneliti terhadap
Temuan pada level
Temuan pada level
pembuat naskah naskah dengan
naskah menjadi
naskah menjadi
menemukan realitas memakai satu/lebih
penghantar guna
penghantar dalam
bersama dalam rangka metode analisis
menemukan sesuatu di
menemukan sesutau
guna melakukan wacana.
balik naskah berupa
yang menjadi
kekuasaan, ideologi, dan
perasaan/keinginan si
perubahan sosial.
sejenisnya.
pembuat naskah
- Menganalisis naskah Pengumpulan
Teknik - Menganalisis
- Menganalisis naskah
- Menganalisis
naskah dengan satu/ dengan satu/lebih Data
bagian demi
dengan satu/ lebih
metode analisis dengan satu/ lebih
bagian naskah
metode analisis
lebih metode
wacana. metode analisis
wacana.
analisis wacana.
- Menelusuri wacana.
mendalam) proses
mendalam) proses
mendalam) proses
kelahiran naskah
kelahiran naskah
kelahiran naskah
kepada si pembuat
kepada si pembuat
kepada si pembuat
naskah dari kacamata
naskah.
naskah dengan
teori kritis.
- Menggali
agenda perubahan
- Menggali
konteks/sejarah
sosial
konteks/sejarah
(:data skunder)
- Menggali
(:data skunder)
produksi naskah.
konteks/sejarah
produksi naskah
(:data skunder)
secara kritikal.
produksi naskah yang relevan untuk perubahan sosial.
Cara Melaporkan - Menggunakan
- Menggunakan bahasa Data yang
- Menggunakan bahasa
- Menggunakan
bahasa formal dan
bahasa informal dan aksi; standar
informal dan
- Menggunakan teknik - Menggunakan
advokatif
indegenous.
”konsultan” yang teknik
- Menggunakan teknik
- Menggunakan
menunjukkan “menceritakan
“menggugah
teknik
“penyambung lidah tindakan praktis apa kembali film yang
kesadaran pembaca
yang mesti dilakukan kita tonton”.
dari apa yang
si pembuat wacana”.
dirasakan si pembuat
oleh si pembuatan
wacana”.
wacana.
Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana
Fairclough atau Wodak). Pada contoh di realitas (Discourse) seperti tampak dalam bagian E hanya pada level naskah saja dengan
gambar 4. Ternyata bahasa bukan cuma salah satu metode analisis wacana
mampu mencerminkan realitas, tetapi dapat paradigmatik (:semiotika sosial).
menciptakan realitas. (6) Jika semuanya telah ditetapkan dan dipandang (2) Teori Segi Tiga Makna (Tri-angle Meaning sudah cocok (saling menguatkan, tidak
Theory) antara lain tampak dalam Gambar 5 bertentangan satu sama lain), bacalah naskah
dan Gambar 6. Penguasaan teori makna sangat dengan metode analisis wacana (dalam contoh
penting untuk membantu menafsirkan tanda kasus dengan semiotika sosial) dan berikan
(bahasa) dalam naskah arti atau maknanya. (7) Tafsirkan hasil analisis tersebut dengan teori
Gambar 5 : Elemen Makna Peirce
hegemoni dengan cara berpikir paradigma kritikal, kemudian tarik kesimpulan serta
Sign
implikasi hasil analisis wacana tersebut.
Sebagai alat bantu melakukan analisis menurut pendekatan linguistik ataupun sosial, ada baiknya beberapa hal berikut dipahami agar dalam
pelaksanaannya lebih mudah dan hasilnya lebih mendalam.
Object Interpretan (a) Sebelum melakukan analisis wacana, sebaiknya
dipahami secara saksama proses terjadinya Gambar 6 : Semantic Triangle Richard
suatu wacana (lihat kembali gambar 3 atau Ibnu Hamad, Communication as Discourse, Media-
Reference or Thought tor edisi......)
(b) Sebelum atau ketika melakukan analisis wacana, sebaiknya dibantu dengan teori
Symbolizes refers to linguistik dan teori makna, antara lain:
(1) Teori bahasa. Pemahaman teori bahasa yang Symbol Referent baik niscaya akan sangat membantu mengingat
basis dari teori dan analisis wacana adalah (3) Lay-out argument dari Stephen Toulmin bahasa. Di antara teori bahasa yang sebaiknya
(dalam Foss, et.al 1985: 88) seperti dikuasi adalah yang berkaitan dengan
divisualisaikan dalam gambar 7. Menurut penciptaan Discourse. Dalam kaitan ini, layak
Toulmin penggunaan symbol (warrant) itu dikemukakan pandangan Giles dan Wiemann
memiliki latar belakang (ground) guna tentang hubungan bahasa dengan penciptaan
mencapai suatu tujuan (claim). Pemikiran ini sangat relevan dengan pembahasan kita di
Gambar 4 : Hubungan antara Bahasa,
awal mengenai Discourse (dengan D besar)
Realitas, dan Budaya
sebagai objek kajian analisis wacana paradigmatik. Teori ini sangat berguna dalam
Language menafsirkan mengenai “adanya kepentingan” di balik naskah.
(4) Formula Larutan (Lambang-Rujukan- Reality creates creates creates reality
Tujuan). Dalam pandangan ini penggunaan lambang memiliki rujukan guna mencapai suatu
creates tujuan (Gambar 8) . Seperti halnya dengan 336
M EDIA T OR, Vol. 8 No.2 Desember 2007
Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005
logika Toulmin, teori ini niscaya bermanfaat Sudah barang tentu, masih banyak teori-teori untuk mengetahui “adanya kepentingan” di makna dan hermeneutika yang sangat penting balik naskah.
dipelajari untuk memperkaya, memperlua, memperdalam, dan mempertajam analisis wacana.
Penampang 7 : Lay-out Argument
Kegiatan melakukan penelitian analisis wacana
(Logika Toulmin)
sesering mungkin niscaya akan menambah kepercayaan diri dengan hasil analisis wacana
Warrant
walaupun jangan lekas puas dengan satu kali interpretasi.
E. Contoh Penerapan Analisis Wacana
Dari uraian pada bagian D ada dua hal yang belum tuntas, (1) kapankah kita menentukan Ground Claim
analisis wacana, apakah hanya pada level naskah
atau harus sampai CDA? (2) Bagaimana kita Penampang 8 : Relasi Lambang, Rujukan, menetapkan sintagmatis, paradigmatis, atau CDA;
Tujuan (Formula Larutan)
jenis mana dari ketiga kelompok tersebut yang akan dipakai? Apakah alasan kita menggunakan satu metode analisis wacana dan mengapa tidak yang
Lambang
lainnya?
Seperti halnya kegiatan penelitian lainnya, pemakaian metode analisis wacana, pertama- tama, sangat tergantung pada permasalahan dan tujuan. Jika hanya secara ekstrinsik bermaksud
Rujukan
Tujuan
menganalisis pada level naskah, pakailah salah satu atau gabungan metode analisis naskah saja. Kalau
(5) Analisis Pentad. Kurang lebih sama dengan bermaksud mengetahui isi naskah beserta konteks yang lain, pemikiran Kenneth Burke seperti atau historisnya, gunakanlah CDA. Tetapi kalau tampak dalam gambar 9 (dalam Foss, et.al 1985: secara intrinsik bertujuan menemukan “muatan 168-171), melihat bahwa penggunaan suatu khusus” dari wacana, maka pilihlah metode yang simbol (act) memiliki latar belakang (scene), tepat menemukan muatan yang spesifik tersebut. pelaksana (agent) dan media atau alat Jadi, perhatikanlah ciri khas setiap metode, karena (agency) dalam rangka mencapai suatu tujuan masing-masing memiliki keunikan, kelebihan dan tertentu (purpose).
kekurangan. Dalam konteks analisis wacana sosial, tentang muatan yang spesifik ini lazimnya berkaitan
Gambar 9 : Pentad Analysis dengan pilihan paradigma penelitian. Seperti
tampak dalam Tabel 6, setiap paradigma memiliki perhatian pada jenis data yang dihimpun yang
Act Scene Purpose
berbeda-beda.
Kedua, tergantung pada jenis wacana yang akan dianalisis. Kalau secara kasat mata naskah Agent
tersebut banyak mengandung gambar dan simbol- simbol, lebih mudah dianalisis dengan semiotika.
Jika naskah berupa paparan yang seperti berita Agency
atau artikel, mungkin analisis framing lebih tepat. Andai berupa puisi, lebih gampang dengan salah
Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana
menghias taman dan jalan raya//
pengamatan yang lebih mendalam mengandung
Mencuri perhatian para warganya/
isu-isu khusus, misalnya mengenai konflik antar
’hingga melupakan indahnya purnama/
agama, persamaan antara laki-laki dan perempuan,
walau menggantung tepat di atas kepala.
hegemoni kebudayaan, ketidakadilan, dan
Materi dan penampilan fisik menjadi andalan/
sejenisnya, maka pilihlah metode yang dianggap
yang miskin dan sederhana dipandang
paling untuk membongkar isu-isu spesifik tersebut
sebelah mata//
mengingat masing-masing metode mempunyai
Orang ditanya untuk diukur kadar derajatnya/
kekurangan di samping kelebihan.
sambil berharap ada yang dapat dimanfaatkan
Ketiga, pada sikap si peneliti dalam darinya/
peduli apa dengan moral, hukum dan agama.
menganalisis naskah. Kalau analisisnya hanya ditujukan semata-mata untuk kritik naskah;
Kalau keadaan sepert ini tiada hentinya/
mungkin cukup dilakukan secara sintagmatik,
Bulat tekadku kembali ke desa//
paradigmatik, ataupun CDA. Namun jika peneliti
Biarlah aku hanya seekor kunang-kunang di
ingin menunjukkan “fakta lain” di balik naskah, sana/
’tapi aku bangga karena dianggap ada/
maka ia harus memilih salah satu paradigma
kendati hanya di waktu malam hari belaka.
penelitian ketika menggunakan salah satu metode analisis naskah, kecuali paradigma klasik karena
Dalam puisi itu terkandung sebuah narasi paradigma ini cenderung hanya bertujuan tentang seorang tokoh bernama Jasita. Dari metode
menemukan fakta yang ada di dalam naskah itu FP, puisi ini memiliki prosedur “aku”, yaitu Jasita saja. Sementara, kalau memilih paradigma dengan unsur waktu kekinian sambil melakukan konstruktivis, kritikal, dan partisipatoris peneliti flash-back. Sementara, unsur pola (pattern) atau bertujuan menemukan “fakta lain” di balik naskah potensi yang dihadirkan dalam narasi ini adalah entah itu kepentingan ekonomi, ideologis, politis, perjuangan, keprihatinan, kepedulian, dan tekad dan sebagainya. Dari segi kompleksitas penelitian, seorang Jasita. Puisi ini memiliki pola (pattern) tentu saja metode CDA lebih rumit dibandingkan konsisten tentang prilaku Jasita. Dalam bait analisis sintagmatik dan paradigmatik; dan itu pertama, Jasita menunjukkan diri siapa dirinya. kembali ke sikap idealisme vs pragmatisme si Kalau ditebak, umurnya kira-kira 18 tahun atau peneliti.
remaja tanggung keluaran SMU karena ke Jakarta Untuk contoh penggunaan metode, berikut ia mau kuliah. Jasita, seperti namanya, bukanlah
ini dipaparkan pertama-tama pemakaian analisis remaja gedongan. Tapi seorang sahaja yang sintagmatis dengan Functional Pragmatic atas bertekad baja; berani kuliah dengan biaya sendiri sebuah sebuah puisi. Penerapannya hanya dengan menjadi kuli. berusaha menemukan fakta yang ada dalam naskah
Dalam bait kedua, Jasita menceritakan tentang saja. Seperti akan tampak dalam hasil analisis, megahnya kota Jakarta secara fisik. Lampu-
penggunaan metode dengan cara ini lebih bersifat lampunya bagus menerangi taman dan jalan raya, menafsirkan (kritik) naskah.
sehingga menjadi kebanggaan para warganya. Ia lalu teringat pada suasana kampung halamannya
Jasita
di saat bulan purnama. Kampungnya menjadi
Oleh: Ibnu Hamad
terang bermandikan cahaya di mana para orang
Namaku Jasita/
tua dan anak-anak bersuka cita; sementara, di
aku datang dari desa/
Jakarta, purnama indah tak pernah ditunggu-
bermodalkan harapan dan tenaga/
tunggu lagi. Benderang neon membuat mereka tak
’tuk kuliah sambil kerja/
peduli kapan purnama datang atau pergi.
kuli sambil kuliah bisa juga.
Sepertinya Jasita menangkap gelagat yang tak
baik hidup di Jakarta. Itu tercermin dalam ungkapan 338
Kerlap-kerlip lampu neon ibu kota/
M EDIA T OR, Vol. 8 No.2 Desember 2007
Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005
/Orang ditanya untuk diukur kadar derajatnya/ bahwa Jasita adalah pemuda lugu lagi miskin di bait ketiga. Begitu materialistik hidup di ibu kota, namun punya cita-cita tinggi dan kemauan keras sehingga hukum dan moral bahkan agama tak untuk mengubah nasibnya bermodalkan harapan dipedulikan lagi. Teman makan teman adalah hal dan tenaga/. yang biasa, seperti dinyatakan dalam kalimat /
Dalam bait kedua, kita mendapatkan tanda sambil berharap ada yang dapat dimanfaatkan dalam simbol-simbol tentang gemerlapnya fisik darinya/.
kota Jakarta, yang diwakili dengan kalimat, Kerlap- Merasa tak cocok hidup dalam situasi kerlip lampu neon ibu kota/ menghias taman dan materialistik seperti itu, Jasita bertekad kembali ke jalan raya/. Sekaigus menghadirkan simbol desanya. Ia muak dengan cara hidup orang kota; tentang rendahnya rasa sosial warga kota dalam demi mengejar ambisi pribadi tega mengelabui bait ketiga terutama melalui kalimat Orang ditanya teman sendiri. Untuk itu, Jasita berkata /Biarlah untuk diukur kadar derajatnya. aku hanya seekor kunang-kunang di sana/. Ia