Perkembangan Ekonomi Islam di Dunia Mult

Perkembangan Ekonomi Islam di Dunia
Ilmu ekonomi Islam adalah suatu yang tidak bisa dipungkiri lagi
adalah suatu ilmu yang tumbuh dan menjadi gerakan perekonomian Islam
sejak seperempat abad yang lalu. Namun demikian, pergeseran orientasi
dari pemikiran ekonomi ke gerakan tak terpisahkan dari hapusnya institusi
Khilafah tahun 1924.
Praktek perbankan sendri, di zaman Rasulullah dan Sahabat telah
terjadi karena telah ada lembag-lembaga yang melaksanakan fungsifungsi utama opersional perbankan, yakni:
1. menerima simpanan uang;
2. meminjamkan uang atau memberikan pembiayan dalam bentuk
mudharabah, musyarakah, muzara’ah dan musaqah;
3. memberikan jasa pengiriman atau transfer uang.
Istilah-istilah

fiqh

di

bidang

ini


pun

muncul

dan

diduga

berpengaruh pada istilah tehnis perbankan modern, seperti istilah qard
yang berarti pinjaman atau kredit menjadi bahasa Inggris credit dan
istilah suq jamaknya suquq yang daam bahasa Arab harfiah berarti pasar
bergeser menjadi alat tukar dan ditransfer ke dalam bahasa Inggris
dengan sedikit perubahan menjadi check atau cheque dalam bahasa
Prancis.
Fungsi-fungsi yang lazimnya dewasa ini dilaksanakan oleh
perbankan telah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah hingga Abbasiyah.
Istilah bank tidak dikenal zaman itu, akan tetapi pelaksanaan fungsinya
telah terlaksana dengan akad sesuai syariah. Fungsi-fungsi itu di zaman
Rsulullah dilaksanakan oleh satu orang yang melaksanakan satu fungsi

saja. Sedangkan pada zaman Abbasiyah, ketiga fungsi tersebut sudah
dilaksanakan oleh satu individu saja. Perbankan berkembang setelah
munculnya beragam jenis mata uang dengan kandungan logam mulia
yang beragam. Dengan demikian, diperluan keahlian khusus bagi mereka
yang bergelut di bidang pertukaran uang. Maka mereka yang mempunyai
keahlian khusus itu disebut naqid, sarraf, dan jihbiz yang kemudian
menjadi cikal bakal praktek pertukaran mata uang atau money changer.

Peranan bankir pada masa Abbasiyah mulai populer pada
pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (908-932). Sementara itu, saq (cek)
digunakan secara luas sebagai media pembayaran. Sejarah pebankan
Islam mencatat Saefudaulah al-Hamdani sebagai orang pertama yang
menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Bagdad, Iraq dengan
Alepo (Spanyol).[3]
Melihat pentingnya institusi perbankan maka berdirilah gerakan
lembaga keuangan islam modern pertama kali yang muncul di Mesir,
karena

adanya


kekhawatiran

rezim yang berkuasa

saat itu

akan

melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini
Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis
profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.
Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri
9 bank dengan konsep serupa di Mesir.
Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,
sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan Masih di
Negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun
dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun
syariat islam. Melihat hal ini dicetuskanlah ide tentang konsep ekonomi
Islam di dunia Internasional yang mulai muncul tahun 70-an. Upaya ini

adalah sebagai implementasi sidang-sidang Menteri Luar Negeri NegaraNegara Organisasi Konferensi Islam di Karachi-Pakistan, Desember tahun
1970. Pemantapan hati negara-negara anggota OKI untuk mengislamisasi
ekonomi negaranya masing-masing tumbuh setelah Konferensi Ekonomi
Islam III yang diselenggarakan di Islamabad Pakistan bulan Maret 1983.[4]
Kemunculan
internasional,

dimulai

ilmu
pada

ekonomi
tahun

islam
1970-an

modern
yang


di

panggung

ditandai

dengan

kehadiran para pakar ekonomi Islam kontemporer, seperti Muhammad
Abdul Mannan, M. Nejatullah Shiddiqy, Kursyid Ahmad, An-Naqvi, M. Umer
Chapra, dll.
Sejalan dengan ini mulai terbentuklah Islamic Development Bank
(IDB) yang kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-

negara yang tergabung dalam organisasi konferensi Islam, walaupun
utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan
untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara
anggotanya. IDB menyediakan jasa pinjaman berbasis fee dan profit
sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan

diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank
berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri
Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal
Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia AsiaPasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit
presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings
Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung
untuk menunaikan ibadah haji.
Reaksi Barat yang berlebihan terhadap keunggulan sistem
ekonomi kapitalis, pasca runtuhnya sistem ekonomi sosialis tahun 1980an

juga

mendorong

semakin

menguatnya

kecenderungan


yang

menempatkan sistem ekonomi Islam sebagai alternatif di luar ekonomi
kapitalis.
Sebagai akibatnya, institusi-institusi ekonomi

Islam

banyak

bermunculan, sejak dibentuknya Islamic Development Bank tahun 1975 di
Jeddah. Hal ini tidak saja terjadi di kawasan Timur Tengah, tetapi juga di
luar kawasan tersebut.
Hal ini semakin diperkuat dengan publikasi artikel yang dimuat
oleh zonaekis.com , menyatakan fakta bahwa:
“Pada saat krisis ekonomi menghantam dunia dua tahun lalu, perbankan
Islam menjadi juru selamat. Sistem ini menjadi area pertumbuhan utama
untuk pembiayaan internasional. Memang asetnya hanya mewakili sekitar
2 persen sampai 3 persen dari aset keuangan global, atau hampir 1 triliun

dolar AS, tetapi tumbuh rata-rata 25 persen setiap tahun. Kini banyak
negara berlomba untuk menjadi pusat global bisnis keuangan syariah.
London jauh di depan dibanding New York: menjadi mercu suar ekonomi
syariah di Eropa.[5]”

Sistem ekonomi Islam menjadi alternatif pilihan karena karena
sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem-sistem ekonomi yang lain.
Tujuan ekonomi Islam bukan semata-mata pada materi saja, tetapi
mencakup berbagai aspek sepert: kesejahteraan, kehidupan yang lebih
baik, memberikan nilai yang sangat tinggi bagi persaudaraan dan keadilan
sosial ekonomi, dan menuntut suatu kepuasan yang seimbang, baik dalam
kebutuhan materi maupun rohani bagi seluruh ummat manusia. Dengan
kata lain, di dalam ekonomi Islam terjadi penyuntikan dimensi iman pada
setiap keputusan manusia.
Bahkan saat ini, sejumlah pemerintahan Islam sudah mendirikan
Departemen atau Fakultas Ekonomi Islam di universitas-universitas
mereka, bahkan sudah mulai meng-Islamkan lembaga pebankan mereka.
Gerakan ekonomi syariah adalah suatu upaya membentuk Sistem
Ekonomi Islam (SEI) yang mencakup semua aspek ekonomi sebagaimana
didefinisikan oleh Umer Chapra dalam, The Future of Economics. Namun

demikian, dewasa ini terkesan bahwa ekonomi Islam itu identik dengan
konsep tentang sistem keuangan dan perbankan Islam.[6]
Kecenderungan ini dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:
Pertama, perhatian utama dan menonjol para ulama dan cendekiawan
Muslim adalah transaksi nonribawi sesuai petunjuk AlQuran dan Sunnah;
kedua, peristiwa krisis minyak 1974 dan 1979 dan keberanian Syekh Zakki
Yamani, Menteri Perminyakan Arab Saudi, untuk melakukan embargo
miyak sebagai senjata menekan Barat dalam menopang perjuangan
Palestina. Tindakan ini ternyata memiliki dua mata pisau. Pertama, Barat
menyadari kekuatan dunia Islam yang dapat mengancam kehidupan
ekonomi Barat; kedua, hasil penjualan minyak dunia Islam secara nyata
telah melahirkan kekuatan finansial negara-negara Islam di kawasan
Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Tenggara. Negara-negara itu menjadi
Negara petro dolar yang menimbulkan pemikiran untuk “memutarkan”
uang mereka melalui lembaga keuangan syariah.
Mengiringi kondisi obyektif di atas perkembangan pemikiran di
bidang ilmu ekonomi syariah menjadi gerakan pembangunan SEI semakin
terpacu dan tumbuh disertai factor-faktor lain yang mendahuluinya, yaitu:




Pertama, telah terumuskanya konsep teoritis tentang Bank Islam pada



tahun 1940-an
Kedua, lahirnya ide dan gagasan mendidirikan Bank Islam dalam
Keputusan Konfrensi Negera-negara Islam se-Dunia bulan April 1968 di



Kuala Lumpur;
Ketiga, lahirnya negara-negara Islam yang melimpah petro dolarnya.
Maka, pendirian bank Islam menjadi kenyataan dan dapat dilaksanakan
tahun 1975.[7]

 Analisis
Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi islam di dunia, serta
dengan adanya krisis di Negara-negara besar seperti : Amerika, Prancis,
Inggris,


Spanyol,

dan

lainnya,

maka

akan

semakin

menguatkan

ketidakpercayaan terhadap sistem sistem ekonomi kapitalis yang selama
ini mereka anut. Disinilah ekonomi islam dapat mengambil momentum
bahwasanya hanya ekonomi islamlah yang dapat menyelamatkan sistem
perekonomian yang semakin tidak menentu pada saat sekarang ini.
B. Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia
Global Islamic Finance Report 2011 yang baru diterbitkan di
London menarik untuk dicermati. Dengan metode factor analysis yang
digagas oleh Kaiser-Meyer-Olkin, pengamatan di 36 negara dengan
delapan variabel, disusunlah Islamic Finance Country Index. Menurut
indeks ini, Indonesia menempati peringkat pertama di antara negaranegara non-Islam dan peringkat keempat di antara seluruh negara. Secara
keseluruhan, Iran menempati peringkat pertama diikuti Malaysia dan Arab
Saudi di peringkat kedua dan ketiga.
Hal ini tidak mengejutkan karena ketiganya adalah negara yang
menyatakan diri sebagai negara Islam. Iran memang negara yang
melarang adanya lembaga keuangan nonsyariah di negaranya. Malaysia
sangat ambisius dengan berbagai insentif yang diberikan pemerintahnya.
Sedangkan, Arab Saudi tidak jauh berbeda dengan Iran dan Malaysia
dalam pengembangan industri keuangan syariahnya.
Kapasitas ekonomi Indonesia yang jauh lebih besar dari Malaysia,
Iran, dan bahkan Saudi diperkirakan menempatkan Indonesia menjadi

satu-satunya negara yang dianggap mewakili nilai-nilai ekonomi syariah di
antara lima besar ekonomi dunia pada dua dekade ke depan. Empat
negara lainnya adalah Cina, India, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Diperkirakan, Indonesia akan menjadi kiblat beberapa industri
syariah dunia. Pertama, industri makanan dan minuman halal. Saat ini
standar kehalalan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah diadopsi luas di
berbagai negara yang menjadi mitra dagang Indonesia. Kedua, industri
busana Muslim/Muslimah. Talenta dan kreativitas anak bangsa di industri
kreatif ini sulit ditandingi negara lain. Ketiga, industri media dengan
materi terkait syariah. Besarnya populasi Indonesia dan kreativitas
program menjadi pilar utama industri ini. Keempat, industri ritel konsumer
dan usaha mikro juga akan menjadi kiblat dunia.
Krisis yang kini melanda Zona Eropa dan AS harus dicermati
dengan baik dalam mengembangkan industri keuangan syariah di
Indonesia agar ekonomi syariah tidak sekadar menjadi nama lain dari
sistem yang sama. Tidak sekadar mencari pembenaran fikih formal tanpa
memahami maksud hakiki dari nilai-nilai ekonomi syariah.[8]
Lalu jika kita lacak akar sejarah pemikiran dan aktivits ekonomi
Islam Indonesia tak bisa lepas dari awal sejarah masuknya Islam di negeri
ini. Bahkan aktivitas ekonomi syariah di tanah air tak terpisahkan dari
konsepsi lingua franca. Menurut para pakar, mengapa bahasa Melayu
menjadi bahasa Nusantara, ialah karena bahasa Melayu adalah bahasa
yang populer dan digunakan dalam berbagai transaksi perdagangan di
kawasan ini. Para pelaku ekonomi pun didominasi oleh orang Melayu yang
identik dengan orang Islam. Bahasa Melayu memiliki banyak kosa kata
yang berasal dari bahasa Arab. Ini berarti banyak dipengaruhi oleh
konsep-konsep Islam dalam kegiatan ekonomi. Maka dapat disimpulkan
bahwa aktivitas ekonomi syariah tidak dalambentuk formal melainkan
telah berdifusi dengan kebudayaan Melayu sebagaimana terceriman
dalam bahasanya. Namun demikian, penelitian khusus tentang institusi
dan pemikiran ekonomi syariah nampaknya belum ada yang meminatinya
secara khusus dan serius. Oleh karena itu, nampak kepada kita adalah
upaya dan gerakan yang dominan untuk penegakan syariah Islam dalam

kontek kehidupan politik dan hukum. Walaupun pernah lahir Piagam
Jakarta dan gagal dilaksanakan, akan tetapi upaya Islamisasi dalam
pengertian penegakan syariat Islam di Indonesia tak pernah surut
Pemikiran dan aktivitas ekonomi syariah di Indonesia akhir abad
ke-20 lebih diorientasikan pada pendirian lembaga keuangan dan
perbankan syariah. Salah satu pilihanya adalah gerakan koperasi yang
dianggap sejalan atau tidak bertentangan dengan syariah Islam. Oleh
karena itu, gerakan koperasi mendapat sambutan baik oleh kalangan
santri dan pondok pesantren.[9]
Di Indonesia sendiri, pemikiran ke arah sistem ekonomi syariah
secara

historis

telah

berakar

sejak

periode

kemerdekaan.

Namun

mencuatnya kebutuhan akan lembaga perbankan islami di tengah praktek
ekonomi

kontemporer

tidak

dapat

dilepaskan

dari

perkembangan

pemikiran dan gagasan tentang konsep ekonomi islam. Fenomena
tersebut ditandai dengan berdirinya perkumpulan pendukung ekonomi
islam(PPEI) di Jkarta pada tanggal 23 November 1955, yang kemudian
diikuti dengan dibentuknya panitia diberbagai daerah dan kota-kota lain
untuk mendirikan cabang-cabangnya. Gagasan dan pemikiran ini baru
belakangan dapat diwujudkan, yakni berawal dari berdirinya Bank
Muammalat Indonesia(BMI) yang dioperasikan sejak tanggal 1 Mei 1992.
kendatipun benih-benih pemikiran ekonomi dan keuangan Islam telah
muncul

jauh

sebelum

masa

tersebut.

Sepanjang

tahun

1990an

perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Tetapi pada
tahun 2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat
ditinjan dari sisi pertumbuhan asset, omzet dan jaringa kantor lembaga
perbankan dan keuangan syariah. Pada saat yang bersamaan juga mulai
muncul lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam,
walaupun pada jumlah yang sangat terbatas, antara lain STIE Syariah di
Yogyakarta , IAIN-SU di Medan, STEI SEBI , STIE Tazkia, dan PSTTI UI yang
membuka konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Islam, pada tahun 2001.
[10]
Di sektor keuangan dan perbankan sendiri selama periode tahun
2012 menuju 2013, perbankan syariah Indonesia mengalami tantangan

yang cukup berat dengan mulai dirasakannya dampak melambatnya
pertumbuhan perekononomian dunia yang mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia tidak setinggi yang diharapkan, walaupun Indonesia
termasuk negara yang masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang
stabil di dunia. Selain itu, faktor lain seperti dampak penurunan DPK
antara lain karena penarikan dana haji dari perbankan syariah juga
merupakan

salah

satu

hal

yang

cukup

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan perbankan syariah. Oleh karena itu pertumbuhan aset
perbankan syariah tidak setinggi pertumbuhan pada periode yang sama
di tahun sebelumnya. Hingga bulan Oktober 2012 pertumbuhan aset
perbankan syariah mencapai ± 37% (yoy) dan total asetnya menjadi ±
Rp179 triliun.
Meskipun
pertumbuhan

demikian

perbankan

syariah

Bank

Indonesia

tahun

pertumbuhan yang relatif cukup tinggi

2013

memperkirakan

tetap

mengalami

berkisar antara 36% - 58%

(skenario pesimis – optimis). Sementara perekonomian Indonesia di tahun
depan masih tetap mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dalam
kisaran 6,3% - 6,7%.
Lalu mengenai perkembangan jumlah Bank Umum Syariah (BUS)
dan Unit Usaha Syariah (UUS) sampai dengan Oktober 2012 tidak
mengalami

perubahan,

namun

demikian

jumlah

jaringan

kantor

meningkat. Meskipun dengan jumlah BUS (11 buah) maupun UUS (24
buah) yang sama, namun pelayanan kebutuhan masyarakat akan
perbankan

syariah

menjadi

semakin

meluas

yang

tercermin

dari

bertambahnya Kantor Cabang dari sebelumnya sebanyak 452 menjadi
508 Kantor, sementara Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Kas
(KK) telah bertambah sebanyak 440 kantor pada periode yang sama
(Oktober 2012, yoy). Secara keseluruhan jumlah kantor perbankan syariah
yang beroperasi sampai dengan bulan Oktober 2012 dibandingkan tahun
sebelumnya meningkat dari 1.692 kantor menjadi 2.188 kantor.[11]
Dalam rangka tetap menumbuh-kembangkan perbankan syariah,
maka akan di fokuskan kebijakan pengembangan perbankan syariah
tahun 2013 pada hal-hal sebagai berikut:

 Pembiayaan

perbankan syariah yang lebih mengarah kepada

sektor

produktif dan masyarakat yang lebih luas,
 Pengembangan produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan
sektor produktif,
 Transisi pengawasan yang tetap menjaga kesinambungan pengembangan
perbankan syariah,
 Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk dan


Peningkatan

edukasi

dan

komunikasi

dengan

terus

mendorong

peningkatan kapasitas perbankan syariah pada sektor produktif serta
komunikasi “parity” dan “distinctiveness”
Sementara itu di sisi non keuangan, Industri keuangan syariah
adalah salah satu bagian dari bangunan ekonomi syariah. Sama halnya
dengan ekonomi konvensional, bangunan ekonomi syariah juga mengenal
aspek makro maupun mikro ekonomi. Namun, yang lebih penting dari itu
adalah bagaimana masyarakat dapat berperilaku ekonomi secara syariah
seperti dalam hal perilaku konsumsi, giving behavior (kedermawanan),
dan sebagainya. Perilaku bisnis dari para pengusaha Muslim pun termasuk
dalam sasaran gerakan ekonomi syariah di Indonesia.
Walau terlihat agak lambat, namun sisi non-keuangan dalam
kegiatan ekonomi ini juga semakin berkembang. Hal ini ditandai semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perilaku konsumsi yang
Islami, tingkat kedermawanan yang semakin meningkat ditandai oleh
meningkatnya dana zakat, infaq, waqaf, dan sedekah yang berhasil
dihimpun oleh badan dan lembaga pengelola dana-dana tersebut.
Faktor Pendorong
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tidak terlepas dari
beberapa

faktor

pendorong.

Secara

sederhana,

faktor-faktor

itu

dkelompokkan menjadi faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal adalah penyebab yang datang dari luar negeri,
berupa perkembangan ekonomi syariah di negara-negara lain, baik yang
berpenduduk mayoritas Muslim maupun tidak. Negara-negara tersebut
telah mengembangkan ekonomi syariah setelah timbulnya kesadaran
tentang perlunya identitas baru dalam perekonomian mereka. Kesadaran

ini kemudian ’mewabah’ ke negara-negara lain dan akhirnya sampai ke
Indonesia.
Sedangkan faktor internal antara lain adalah kenyataan bahwa
Indonesia ditakdirkan menjadi negara dengan jumlah penduduk Muslim
terbesar di

dunia. Fakta

ini

menimbulkan

kesadaran di

sebagian

cendikiawan dan praktisi ekonomi tentang perlunya suatu ekonomi yang
sesuai dengan nilai-nilai Islam dijalankan oleh masyarakat Muslim di
Indonesia.
Di samping itu, faktor politis juga turut bermain. Membaiknya
”hubungan” Islam dan negara menjelang akhir milineum lalu membawa
angin segar bagi perkembangan ekonomi dengan prinsip syariah.
Meningkatnya

keberagamaan

masyarakat

juga

menjadi

faktor

pendorong berkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Munculnya kelas
menengah Muslim perkotaan yang terdidik dan relijius membawa
semangat dan harapan baru bagi industri keuangan syariah. Mereka
mempunyai kesadaran bahwa agama bukan sekedar shalat, puasa, dan
ibadah-ibadah mahdah lainnya saja. Tetapi, agama harus diterapkan
secara kafah (holistik) dalam setiap aspek kehidupan termasuk dalam
berekonomi.
Faktor berikutnya adalah pengalaman bahwa sistem keuangan
syariah tampak cukup kuat menghadapi krisis moneter tahun 1997-1998.
Bank syariah masih dapat berdiri kokoh ketika ”badai” itu menerpa dan
merontokkan

industri

keuangan

di

Indonesia.

Di samping itu, faktor rasionalitas bisnis pun turut membesarkan
ekonomi syariah. Bagi kelompok masyarakat yang tidak cukup dapat
menerima sistem keuangan syariah berdasarkan ikatan emosi (personal
attachment) terhadap Islam, faktor keuntungan menjadi pendorong
mereka untuk terjun ke bisnis syariah.
Implikasi Bagi Perkembagan Ekonomi Nasional
Setidaknya ada 3 hal yang menjadi sumbangan ekonomi syariah
bagi ekonomi nasional :


Pertama, ekonomi syariah memberikan andil bagi perkembangan sektor
riil. Pengharaman terhadap bunga bank dan spekulasi mengharuskan

dana yang dikelola oleh lembaga-lembaga keuangan syariah disalurkan ke
sektor riil.


Kedua, ekonomi syariah lewat industri keuangan syariah turut andil dalam
menarik investasi luar negeri ke Indonesia, terutama dari negara-negara
Timur-tengah. Adanya berbagai peluang investasi syariah di Indonesia,
telah menarik minat investor dari negara-negara petro-dollar ini untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Minat mereka terus berkembang
dan justru negara kita yang terkesan tidak siap menerima kehadiran
mereka karena berbagai ’penyakit akut’ yang tidak investor friendly,
seperti rumitnya birokrasi, faktor keamanan, korupsi, dan sebagainya.



Ketiga, gerakan ekonomi syariah mendorong timbulnya perilaku ekonomi
yang etis di masyarakat Indonesia. Ekonomi syariah adalah ekonomi yang
berpihak kepada kebenaran dan keadilan dan menolak segala bentuk
perilaku ekonomi yang tidak baik seperti sistem riba, spekulasi, dan
ketidakpastian (gharar).

 Analisis
Walaupun ekonomi islam agak “terlambat” berkembang di
Indonesia, tetapi melihat kondisi saat ini maka dipastikan ekonomi islam
akan dapat berkembang dengan cepat. Ditambah lagi pada saat krisis
melanda Amerika dan Eropa, bank-bank islam justru lebih “kebal”
terhadap hal tersebut.
Meskipun begitu, dilihat dari sejarahnya hingga sekarang. Ekonomi
islam berkembang dengan sangat lambat di Indonesia. Hal ini dikarenakan
pemerintah yang kurang serius dalam mengembangkan ekonomi islam itu
sendiri , seperti :
 Berbelit-belitnya birokarasi dalam hal Investasi di bidang syariah
 Belum mendukungnya situasi untuk berinvestasi di bidang syariah, serta
 Pemerintah yang belum sepenuhnya percaya kepada perbankan syariah
sehingga

masih

meletakkan

dana

APBN

dan

APBD

di

bank-bank

konvensional, bahkan dana haji pun diletakkan di bank-bank konvensional
yang menganut sistem riba tentunya.
Melihat pemerintah Malaysia yang berani menggelontorkan dana
yang cukup besar di perbankan syariahnya , serta mengambil kebijakan –
kebijakan yang mendorong pertumbuhan lembaga tersebut,

sehingga

pertumbuhan lembaga keuangan syariah di Malaysia tumbuh cukup
signifikan di tahun-tahun ini. Maka pemerintah Indonesia seharusnya
dapat belajar dari negara tetangga. Jika saja pemerintah “berani” untuk
meletakkan dana APBN serta APBD di perbankan syariahnya, maka
penulis yakin bahwa pertumbuhan market share perbankan syari’ah akan
naik cukup signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Su’ud, Mahmud, Khuthut ra’isiyyah fi` al-Iqtisha`d al-Isla`miyy,
Maktabat al-mana`r alHaron,

Sudin,

isla`miyyah, Kuwait, 1968.

Islamic

Publications, Petaling

Banking:

Rules

and

Regulations,

Pelanduk

Jaya, 1997.

Javed, Ansari, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis:
Laporan dari

Islamabad

Sketsa Evaluasi dan Prospek

dalam Islamisasi Ekonomi: suatu

Gerakan Perekonomian Islam, PLP2M,

Yogyakarta, 1985.
Karim, Adiwarman, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan,
International

Institute

The

for Islamic Though, Indonesia, Jakarta,

2003.
________ , Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, IIIT Indonesia, Jakarta, 2003.
Rahmani,

Timorita

Yulianti,

“Perbankan

Islam

di

Indonesia

(Studi

Peraturan, Perundang- undangan)”, dalam Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu
Sosial FENOMENA, Vol. 01 No.2,

Yogyakarta: Lembaga Penelitian UII.

Remy, Sutan Syahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukanya dalam Tata
Hukum Perbankan

Indonesia, Grafiti, Jakarta, 1999.

Outlook Perbankan Syariah 2013, Bank Indonesia, 2012

Sejarah Ekonomi Islam di Dunia dan
Indonesia
By Estriana FiwkaPosted on December 13, 2016
Sejarah Ekonomi Islam di Dunia dan Indonesia – Ilmu ekonomi Islam merupakan hal
yang tidak dapat dipungkiri lagi, karena ini merupakan ilmu yang tumbuh dan menjadi
gerakan perekonomian Islam sejak seperempat abad yang lalu. Meski begitu, pergeseran
orientasi dari pemikiran ekonomi ke gerakan tak terpisahkan dari terhapusnya institusi
Khilafah di tahun 1924. Praktek perbankan sendiri di zaman Rasulullah dan Sahabat telah
terjadi karena telah ada lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi utama dari
operasional perbankan, yakni:
1. menerima simpanan uang
2. meminjamkan uang atau juga memberikan pembiayan dalam bentuk mudharabah,
musyarakah, muzara’ah dan musaqah
3. memberikan jasa pengiriman atau transfer uang.

Istilah-istilah fiqh pada bidang perbankan sendiri mulai muncul dan diduga memberi
pengaruh pada istilah teknis perbankan modern, seperti kata qard yang memiliki arti
pinjaman atau kredit yang dalam bahasa Inggris yakni credit dan kata suq, bentuk jamaknya
suquq yang dalam bahasa Arab harfiah memiliki arti pasar, bergeser menjadi alat tukar dan
ditransfer yang ke dalam bahasa Inggris dengan sedikit perubahan menjadi kata check atau
cheque dalam bahasa Prancis.
Adapun fungsi-fungsi yang lazimnya saat ini dilaksanakan oleh perbankan yang mana telah
dilaksanakan sejak zaman Rasulullah hingga Abbasiyah. Istilah dari bank tidak dikenal pada
zaman itu, akan tetapi pelaksanaan fungsinya telah terlaksana dengan akad yang sesuai
syariah. Fungsi-fungsi itu sendiri di zaman Rsulullah dilaksanakan oleh satu orang yang
melaksanakan satu fungsi saja. Dan sedangkan pada zaman Abbasiyah, ketiga fungsi tersebut
sudah dilaksanakan oleh satu individu saja. Perbankan semakin berkembang setelah
munculnya beragam jenis mata uang dengan kandungan logam mulia yang juga beragam.
Dengan demikian, diperluan suatu keahlian khusus bagi mereka yang bergelut di bidang
pertukaran uang. Maka mereka yang memiliki keahlian khusus itu disebut juga dengan naqid,
sarraf, dan jihbiz yang kemudian menjadi cikal bakal dari praktek pertukaran mata uang atau
money changer.

Peranan bankir pada masa Abbasiyah mulai populer pada saat pemerintahan Khalifah alMuqtadir (908-932). Sementara itu, saq (cek) telah digunakan secara luas sebagai media
pembayaran. Adapun sejarah pebankan Islam mencatat Saefudaulah al-Hamdani sebagai
orang pertama yang menerbitkan cek untuk suatu keperluan kliring antara Bagdad, Iraq
dengan Alepo (Spanyol).
Melihat begitu pentingnya institusi perbankan maka berdirilah gerakan lembaga keuangan
islam modern, yang pertama kali muncul di Mesir, karena adanya kekhawatiran rezim yang
berkuasa pada saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis
usaha
ini
yaitu Ahmad
El
Najjar,
mengambil
bentuk
sebuah
bank
simpanan yang berbasis profit sharing atau “Pembagian Laba” di kota Mit Ghamr pada tahun
1963. Eksperimen ini pun berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank
dengan konsep serupa di Mesir.
Bank-bank ini, yang tidak memungut ataupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi
pada usaha-usaha perdagangan Masih di Negara yang sama, dan pada tahun 1971, Nasir
Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai sebuah bank komersial bebas bunga.
Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama ataupun syariat
islam. Melihat hal ini dicetuskanlah suatu ide tentang konsep ekonomi Islam di dunia
Internasional yang mulai muncul pada tahun 70-an. Upaya ini merupakan sebagai
implementasi sidang-sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi
Islam di Karachi-Pakistan, Pada Desember tahun 1970. Pemantapan hati negara-negara
anggota dari OKI untuk mengislamisasi ekonomi negaranya masing-masing tumbuh setelah
Konferensi Ekonomi Islam III yang diselenggarakan di Islamabad Pakistan pada bulan Maret
1983.
Kemunculan ilmu ekonomi islam modern di panggung internasional, dimulai sejak tahun
1970-an yang ditandai dengan kehadiran para pakar ekonomi Islam kontemporer, yakni
seperti Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Shiddiqy, Kursyid Ahmad, An-Naqvi, M.
Umer Chapra, dan lain-lain.
Sejalan dengan ini mulai terbentuklah Islamic Development Bank atau yang disingkat IDB
yang kemudian berdiri pada tahun 1974 yang disponsori oleh negara-negara yang tergabung
dalam organisasi konferensi Islam, walaupun pada utamanya bank tersebut adalah bank antar
pemerintah yang bertujuan untuk dapat menyediakan dana untuk proyek pembangunan di
negara-negara anggotanya. IDB sendiri menyediakan jasa pinjaman berbasis fee dan profit
sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasarkan pada
syariah islam.
Dibelahan negara lain dalam kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian
bermunculan. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank pada tahun 1975,
Faisal Islamic Bank of Sudan pada tahun 1977, Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta
Bahrain Islamic Bank di tahun 1979. Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan
pada tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia pada tahun 1983 berdiri
Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan untuk membantu mereka yang ingin
menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Reaksi Barat yang berlebihan Dengan keunggulan sistem ekonomi kapitalis, pasca runtuhnya
sistem ekonomi sosialis di tahun 1980-an juga mendorong semakin menguatnya

kecenderungan yang menempatkan sistem ekonomi Islam sebagai alternatif di luar ekonomi
kapitalis.
Dan sebagai akibatnya, institusi-institusi ekonomi Islam pun banyak bermunculan, dan sejak
dibentuknya Islamic Development Bank pada tahun 1975 di Jeddah. Hal ini tidak saja terjadi
di kawasan Timur Tengah, namun juga di luar kawasan tersebut.
Hal ini sendiri semakin diperkuat dengan publikasikannya sebuah artikel yang dimuat oleh
zonaekis.com, yang menyatakan fakta bahwa: “Pada saat krisis ekonomi menghantam dunia
dua tahun lalu, perbankan Islam menjadi juru selamat. Sistem ini menjadi area pertumbuhan
utama untuk pembiayaan internasional. Memang asetnya hanya mewakili sekitar 2 persen
sampai 3 persen dari aset keuangan global, atau hampir 1 triliun dolar AS, tetapi tumbuh ratarata 25 persen setiap tahun. Kini banyak negara berlomba untuk menjadi pusat global bisnis
keuangan syariah. London jauh di depan dibanding New York: menjadi mercu suar ekonomi
syariah di Eropa.”
Sistem ekonomi Islam sendiri menjadi alternatif pilihan karena karena sistem ekonomi Islam
berbeda dengan sistem-sistem ekonomi yang lainnya. Tujuan dari ekonomi Islam bukan
semata-mata pada materi saja, namun juga mencakup berbagai aspek seperti: kesejahteraan,
kehidupan yang lebih baik, memberikan nilai yang sangat tinggi bagi persaudaraan dan
keadilan sosial ekonomi, serta menuntut suatu kepuasan yang seimbang, baik itu dalam
kebutuhan materi maupun rohani bagi seluruh ummat manusia. Dengan kata lain, dalam
ekonomi Islam ini terjadi penyuntikan dimensi iman pada setiap keputusan manusia.
Bahkan di saat ini, sejumlah pemerintahan Islam sudah berhasil mendirikan Departemen atau
Fakultas Ekonomi Islam di universitas-universitas mereka, bahkan sudah mulai mengIslamkan lembaga pebankan mereka. Gerakan ekonomi syariah itu merupakan suatu upaya
dalam membentuk Sistem Ekonomi Islam (SEI) yang mencakup semua aspek ekonomi
sebagaimana didefinisikan oleh Umer Chapra dalam, The Future of Economics. Namun
demikian, pada saat ini terkesan bahwa ekonomi Islam itu identik dengan konsep tentang
sistem keuangan dan perbankan Islam.
Kecenderungan ini sendiri dipengaruhi oleh beberapa factor berikut: Pertama, perhatian
utama & menonjol para ulama dan cendekiawan Muslim ialah transaksi nonribawi sesuai
petunjuk AlQuran dan Sunnah. Kedua, peristiwa krisis minyak pada tahun 1974 dan 1979 dan
keberanian Syekh Zakki Yamani, Menteri Perminyakan Arab Saudi, untuk melakukan
embargo miyak sebagai senjata untuk menekan Barat dalam menopang perjuangan Palestina.
Tindakan ini yang ternyata memiliki dua mata pisau. Pertama, Barat menyadari kekuatan
dunia Islam yang sangat mengancam kehidupan ekonomi Barat; kedua, hasil penjualan
minyak dunia Islam secara nyata telah melahirkan kekuatan finansial untuk negara-negara
Islam di kawasan Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Tenggara. Negara-negara itu sendiri
menjadi Negara petro dolar yang menimbulkan pemikiran untuk “memutarkan” uang mereka
melalui lembaga keuangan syariah.
Dan mengiringi kondisi obyektif di atas perkembangan pemikiran di bidang ilmu ekonomi
syariah menjadi gerakan pembangunan SEI semakin terpacu dan semakin tumbuh dengan
disertai factor-faktor lain yang mendahuluinya, yaitu:
1. Pertama, telah terumuskanya konsep teoritis tentang Bank Islam di tahun 1940-an

2. Kedua, lahirnya ide dan gagasan untuk mendidirikan Bank Islam dalam Keputusan
Konfrensi Negera-negara Islam se-Dunia pada bulan April 1968 di Kuala Lumpur;
3. Ketiga, lahirnya negara-negara Islam yang melimpah petro dolarnya. Maka, pendirian
bank Islam pun menjadi kenyataan dan dapat dilaksanakan pada tahun 1975

Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia
Global Islamic Finance Report pada 2011 yang baru saja diterbitkan di London menarik
untuk dicermati. Dengan metode factor analysis yang digagas oleh Kaiser-Meyer-Olkin,
pengamatan di 36 negara dengan delapan variabel, disusunlah Islamic Finance Country
Index. Adapun menurut indeks ini, Indonesia menempati peringkat pertama di
antara negara-negara non-Islam dan peringkat keempat di antara seluruh negara. Dan secara
keseluruhan, Iran menempati peringkat pertama diikuti Malaysia dilanjutkan dengan Arab
Saudi di peringkat kedua dan ketiga.
Hal ini tidaklah mengejutkan karena ketiga negara tersebut ialah negara yang menyatakan diri
sebagai negara Islam. Iran memang merupakan negara yang melarang adanya lembaga
keuangan nonsyariah di negaranya. Malaysia juga sangat ambisius dengan berbagai insentif
yang diberikan pemerintahnya. Sedangkan, Arab Saudi juga tidak jauh berbeda dengan Iran
dan Malaysia dalam pengembangan industri keuangan syariahnya.
Kapasitas ekonomi Indonesia yang jauh lebih besar dari ketiga negara tersebut diperkirakan
akan menempatkan Indonesia menjadi satu-satunya negara yang dianggap mewakili nilainilai ekonomi syariah di antara lima besar ekonomi dunia pada dua dekade ke depan. Adapun
empat negara lainnya ialah Cina, India, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Diperkirakan, Indonesia akan menjadi kiblat beberapa industri syariah dunia. Pertama, yaitu
industri makanan dan minuman halal. Saat ini standar kehalalan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) telah diadopsi luas diberbagai negara yang telah menjadi mitra dagang Indonesia.
Kedua, industri busana Muslim/Muslimah. Talenta dan kreativitas anak bangsa Indonesia di
industri kreatif ini sulit ditandingi negara lain. Ketiga, industri media dengan materi terkait
syariah. Besarnya populasi Indonesia dan kreativitas program akan menjadi pilar utama
industri ini. Keempat, industri ritel konsumer dan usaha mikro juga akan menjadi kiblat
dunia.
Krisis yang kini telah melanda Zona Eropa dan AS harus dicermati dengan baik dalam hal
mengembangkan industri keuangan syariah di Indonesia agar ekonomi syariah tidak sekadar
menjadi nama lain dari sistem yang sama. Dan tidak sekadar mencari pembenaran fikih
formal tanpa memahami maksud hakiki dari nilai-nilai ekonomi syariah.
Lalu jika dilacak akar dari sejarah pemikiran dan aktivits ekonomi Islam Indonesia tidak bisa
lepas dari awal sejarah masuknya Islam di negeri ini. Bahkan aktivitas ekonomi syariah di
tanah air tidak terpisahkan dari konsepsi lingua franca. Adapun menurut para pakar, mengapa
bahasa Melayu menjadi bahasa Nusantara, hal karena bahasa Melayu merupakan bahasa yang
populer dan digunakan dalam berbagai transaksi perdagangan di kawasan ini. Para pelaku
ekonomi juga didominasi oleh orang Melayu yang identik dengan orang Islam. Bahasa
Melayu sendiri memiliki banyak kosa kata yang berasal dari bahasa Arab. Ini berarti banyak
dipengaruhi oleh konsep-konsep Islam dalam kegiatan ekonomi. Maka bisa disimpulkan

bahwa aktivitas ekonomi syariah tidak dalam bentuk formal melainkan telah berdifusi dengan
kebudayaan Melayu sebagaimana terceriman dalam bahasanya. Akan tetapi penelitian khusus
tentang institusi dan pemikiran ekonomi syariah nampaknya belum ada yang meminatinya
secara khusus dan serius. Oleh karena itu, nampak kepada kita ialah upaya dan gerakan yang
dominan untuk penegakan syariah Islam dalam kontek kehidupan politik & hukum.
Walaupun pernah lahir Piagam Jakarta dan gagal dilaksanakan, namun upaya Islamisasi
dalam pengertian penegakan syariat Islam di Indonesia tak pernah surut.
Pemikiran dan aktivitas ekonomi syariah di Indonesia pada akhir abad ke-20 lebih
diorientasikan pada pendirian lembaga keuangan dan perbankan syariah. Dan salah satu
pilihanya ialah gerakan koperasi yang dianggap sejalan atau tidak bertentangan dengan
syariah Islam. Oleh karena itu, gerakan koperasi ini mendapat sambutan baik oleh kalangan
santri dan pondok pesantren.
Di Indonesia, pemikiran ke arah sistem ekonomi syariah secara historis telah berakar sejak
dari periode kemerdekaan. Namun dengan mencuatnya kebutuhan akan lembaga perbankan
islami di tengah praktek ekonomi kontemporer tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
pemikiran dan gagasan tentang konsep ekonomi islam. Fenomena ini ditandai dengan
berdirinya perkumpulan pendukung ekonomi islam atau PPEI di Jakarta pada tanggal 23
November 1955, yang kemudian diikuti dengan dibentuknya panitia diberbagai daerah serta
kota-kota lain untuk mendirikan cabang-cabangnya. Gagasan dan pemikiran ini baru
belakangan bisa diwujudkan, yaitu berawal dari berdirinya Bank Muammalat Indonesia
(BMI) yang dioperasikan sejak tanggal 1 Mei 1992. kendati pun benih-benih pemikiran
ekonomi dan keuangan Islam muncul jauh sebelum masa tersebut. Sepanjang tahun 1990an
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Namun di tahun 2000an terjadi
gelombang perkembangan yang sangat pesat ditinjau dari sisi pertumbuhan asset, omzet dan
jaringan kantor lembaga perbankan dan keuangan syariah. Yang pada saat bersamaan juga
mulai muncul lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam, walaupun pada
jumlah yang terbatas, antara lain STIE Syariah di Yogyakarta, IAIN-SU di Medan, STEI
SEBI , STIE Tazkia, dan PSTTI UI yang membuka konsentrasi Ekonomi dan Keuangan
Islam, pada tahun 2001.
Di sektor keuangan dan perbankan sendiri selama periode 2012 hingga 2013, perbankan
syariah Indonesia mengalami tantangan yang cukup berat dengan mulai dirasakannya dampak
melambatnya pertumbuhan perekononomian dunia yang berdampak pada pertumbuhan
ekonomi Indonesia tidak setinggi yang diharapkan, meskipunpun Indonesia termasuk negara
yang masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil di dunia. Selain hal tersebut, faktor
lain seperti dampak penurunan DPK diantaranya karena penarikan dana haji dari perbankan
syariah juga merupakan salah satu hal yang cukup memberi pengaruh terhadap pertumbuhan
perbankan syariah. Oleh karenanya pertumbuhan aset perbankan syariah tidak setinggi
pertumbuhan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga Oktober 2012
pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai lebih kurang 37% dan total asetnya menjadi
lebih kurang Rp.179 triliun.
Walau demikian Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan perbankan syariah tahun
2013 akan tetap mengalami pertumbuhan yang relatif cukup tinggi berkisar antara 36% –
58% (skenario pesimis – optimis). Sementara perekonomian Indonesia di tahun depan masih
tetap mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dalam kisaran 6,3% – 6,7%.

Selanjutnya mengenai perkembangan jumlah Bank Umum Syariah atau BUS dan Unit Usaha
Syariah atau UUS sampai dengan bulan Oktober 2012 tidak mengalami perubahan, akan
tetapi jumlah jaringan kantor meningkat. Meski dengan jumlah BUS (11 buah) dan UUS (24
buah) yang sama, namun dalam pelayanan kebutuhan masyarakat akan perbankan syariah
menjadi semakin meluas yang tercermin dari bertambahnya Kantor Cabang dari sebelumnya
yakni sebanyak 452 menjadi 508 Kantor, sementara Kantor Cabang Pembantu atau KCP dan
Kantor Kas atau KK telah bertambah sebanyak 440 kantor pada periode yang sama yanki
Oktober 2012. Dengan keseluruhan jumlah kantor perbankan syariah yang beroperasi sampai
dengan bulan Oktober 2012 dibanding tahun sebelumnya mengalami peningkatan dari 1.692
kantor menjadi 2.188 kantor.

Dalam rangka tetap menumbuh – kembangkan
perbankan syariah, maka akan di fokuskan kebijakan
pengembangan perbankan syariah tahun 2013 pada halhal:


Pembiayaan perbankan syariah yang lebih mengarah pada sektor produktif dan
masyarakat yang lebih luas



Pengembangan produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan sektor
produktif



Transisi pengawasan yang tetap menjaga kesinambungan pengembangan perbankan
syariah



Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk



Peningkatan edukasi dan komunikasi dengan terus mendorong peningkatan kapasitas
perbankan syariah pada sektor produktif serta komunikasi “parity” dan
“distinctiveness”

Sementara di sisi non keuangan, Industri keuangan syariah merupakan salah satu bagian dari
bangunan ekonomi syariah. Sama seperti dengan ekonomi konvensional, bangunan ekonomi
syariah juga mengenal aspek makro ataupun mikro ekonomi. Akan tetapi yang lebih penting
dari itu ialah bagaimana masyarakat dapat berperilaku ekonomi secara syariah seperti: dalam
hal perilaku konsumsi, giving behavior atau kedermawanan, dan lain sebagainya. Perilaku
bisnis dari para pengusaha Muslim juga termasuk dalam sasaran gerakan ekonomi syariah di
Indonesia.
Walau pergerakannya terlihat agak lambat, akan tetapi di sisi non-keuangan dalam kegiatan
ekonomi ini juga semakin berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap perilaku konsumsi yang Islami, tingkat kedermawanan yang
semakin meningkat ditandai dengan meningkatnya dana zakat, infaq, waqaf, dan sedekah
yang berhasil dihimpun oleh badan dan lembaga pengelola dana-dana tersebut.
Itulah sekilas penjelasan tentang Sejarah Ekonomi Islam di Dunia dan indonesia, terima
kasih telah menyempatkan membaca, semoga artikel yang anda baca bermanfaat, jangan
sungkan untuk mengirimkan kritik maupun saran kepada redaksi kami

SEJARAH BERKEMBANGNYA EKONOMI ISLAM DI DUNIA
22.17.00 Islamic Economics No comments

Perkembangan Ekonomi Islam atau yang dikenal dengan Ekonomi Syariah di dunia ini dalam tiga
Dekade terakhir semakin berkembang secara perlahan seiring dengan banyaknya bank-bank yang
menggunakan sistem syariah (bagi hasil) dalam sistem perbankan nya. Berkembangnya Ekonomi
Islam di dunia ini banyak menjadi solusi di beberapa negara yang menganggap bahwa Bunga (Riba)
bukanlah solusi terbaik dalam perbankan. Nah yang penulis mau bahas hari ini adalah "Sejarah
Berkembangnya Ekonomi Islam Dunia".
Aplikasi dari Keuangan Islam di Dunia ini dimulai dari pendirian bank islam pertama di Mesir pada
tahun 1963 yaitu Mit Ghamr Local Saving Bank yang merupakan tonggak sejarah dalam sejarah
perkembangan sistem perbankan seperti Simpanan, Pinjaman, Penyertaan modal, Investasi langsung
dll. Mit Ghamr Local Saving Bank ini di dirikan oleh Dr Ahmad Elnaggar pada tahun 1963 yang
mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis bagi hasil di Kota Mit Ghamr, Mesir.
Eksperimen ini dilakukan sampai tahun 1967, dan saat itu sudah ada 9 bank dengan konsep serupa di
Mesir. Pengenalan sistem perbankan yang berdasarkan Islam yang dilakukan Mit Ghamr mendapat
sambutan yang hangat dari penduduk setempat. Hal ini terbukti dari jumlah nasabah yang pada
akhir tahun buku 1963/1964 tercatat sebanyak 17.560 menjadi 251.152 pada akhir tahun buku
1966/1967. Salah satu yang menyebabkan peningkatan adalah adanya rasa saling memiliki diantara
masyarakat tentang sistem ini dan inilah yang menjadikan Mit Ghamr Local Saving Bank bank yang
paling sukses dan inovatif di masa modern. Keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi umat Muslim di
seluruh dunia dan menumbuhkan kesadaran bahwa dalam bisnis modern prinsip-prinsip ekonomi
Islam dapat diaplikasikan. Kemunculan Ekonomi Islam modern di panggung international dimulai
pada tahun 1970-an yang ditandai dengan adanya pakar ekonomi kontemporer seperti Kursyid
Ahmad, An-Naqvi, M. Umer Chapra, dll. Sejalan dengan itu kemudian terbentuklah Islamic
Development Bank (1974)

Sejarah Ekonomi Syariah
Updated: Senin 2 Juni 2014 - 13:19 Kategori: Ekonomi Syariah Posted by: Abu Hadziq

Ekonomi Syariah adalah ekonomi yang berdasarkan dengan ketentuan syariah. Lahirnya
ekonomi syariah ini bermula ketika Rasulullah SAW melakukan aktifitas perdagangannya,
yaitu ketika berusia sekitar 16 - 17 Tahun. Rasulullah SAW ketika itu melakukan
perdagangan disekitar masjidil haram dengan sistem murabahah, yaitu jual beli yang harga
pokoknya diinformasikan dan marginnya dapat dinegosiasikan.
Rasulullah SAW memulai aktifitas perdagangan karena pada saat itu perekonomian Abu
Thalib mengalami kesulitan. Ketika Rasulullah SAW berusia 20-an, Rasulullah SAW
memulai bisnis kongsi dagang (bermusyarokah) dengan Khodijah. Bisnis Rasulullah SAW
berkembang dengan pesat, sampai - sampai Rasulullah SAW dapat memberikan mahar
kepada Khodijah sebesar 100 ekor unta merah (pada saat itu unta merah adalah kendaraan
termahal).
Pada sejarah ini, hal yang kita dapat pelajaran dari hal ini adalah :
1. Akad - akad syariah telah ada ketika Rasulullah SAW belum diangkat menjadi Nabi dan
Rasul.
2. Sistem Ekonomi Syariah baru ada ketika Rasulullah SAW diangkat menjadi Nabi dan
Rasul.
Akad - akad syariah seperti Murabahah, Mudharabah, Musyarokah, Salam, Istisna, dan Ijaroh
telah ada dan biasa dilakukan oleh Bangsa Arab ketika itu karena memang mereka melakukan
perdagangan sebagaimana di jabarkan dalam Al-quran dalam Surat Quraisy.
Bukan hanya akad - akad yang syariah saja yang ada, akan tetapi juga akad - akad yang
dilarang syariah pun juga dilakukan oleh mereka seperti mengambil riba, penipuan, dan
perjudian. Sebagaimana dalam benak mereka, ketika mereka melakukan praktik riba mereka
beranggapan bahwa mereka sedang Taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, ketika
mereka melakukan perjudian anggapan mereka adalah kedermawanan.
Pada saat itulah telah terjadi misinterpersepsi masyarakat yang sangat jauh dari nilai
kebenaran (kalau kita amati pada zaman sekarang, sepertinya gejala seperti ini mulai ada).
Anggapan - anggapan yang salah dianggap benar dan yang benar dianggap salah.
Pada saat kesimpangsiuran persepsi manusia kian membuncah maka pada saat itulah Islam
memberikan pencerahan kembali dan mengembalikan semua itu pada tempat awalnya, seperti
Riba yang dianggap Taqarub kepada Allah maka Allah SWT balas dengan Riba itu tidak
menambah apapun disisi Allah SWT, dan bahkan dikatakan dalam Alquran surat Al - baqoroh
ayat 275 - 279 orang - orang yang memakan riba seperti orang yang kerasukan dan bahkan
dianggap mengajak perang kepada Allah dan Rasul-Nya.
Inilah yang menjadi dasar dalam praktik muamalah yaitu berawal dari yang mubah kecuali
kalau ada larangannya. Segala sesuatu dalam muamalah itu adalah boleh kecuali ada dalil
pelarangannya dan yang dilarang itu hanya sedikit sedangkan yang halal itu banyak.

A. PENDIRIAN

Konsep ekonomi syariah mulai diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun 1991 ketika
Bank Muamalat Indonesia berdiri, yang kemudian diikuti oleh lembaga-lembaga keuangan
lainnya. Pada waktu itu sosialisasi ekonomi syariah dilakukan masing-masing lembaga
keuangan syariah. Setelah di evaluasi bersama, disadari bahwa sosialisasi sistem ekonomi
syariah hanya dapat berhasil apabila dilakukan dengan cara yang terstruktur dan
berkelanjutan.
Menyadari hal tersebut, lembaga-lembaga keuangan syariah berkumpul dan mengajak
seluruh kalangan yang berkepentingan untuk membentuk suatu organisasi, dengan usaha
bersama akan melaksanakan program sosialisasi terstruktur dan berkesinambungan kepada
masyarakat. Organisasi ini dinamakan “Perkumpulan Masyarakat Ekonomi Syariah” yang
disingkat dengan MES, sebutan dalam bahasa Indonesia adalah Masyarakat Ekonomi
Syariah, dalam bahasa Inggris adalah Islamic Economic Society atau dalam bahasa arabnya
Mujtama’ al-Iqtishad al-Islamiy, didirikan pada hari Senin, tanggal 1 Muharram 1422 H,
bertepatan pada tanggal 26 Maret 2001 M. Di deklarasikan pada hari Selasa, tanggal 2
Muharram 1422 H di Jakarta.
Pendiri MES adalah Perorangan, lembaga keuangan, lembaga pendidikan, lembaga kajian
dan badan usaha yang tertarik untuk mengembangkan ekonomi syariah. MES berasaskan
Syariah Islam, serta tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik
Indonesia, sehingga terbuka bagi setiap warga negara tanpa memandang keyakinan
agamanya. Didirikan berdasarkan Akta No. 03 tanggal 22 Februari 2010 dan diperbaharui di
dalam Akta No. 02 tanggal 16 April 2010 yang dibuat dihadapan Notaris Rini Martini
Dahliani, SH, di Jakarta, akta mana telah memperoleh persetujuan Menteri Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No. AHU70.AH.01.06, tertanggal 25 Mei 2010 tentang Pengesahan Perkumpulan dan telah
dimasukkan dalam tambahan berita negara No. 47 tanggal 14 April 2011.
B. PENGEMBANGAN

Awalnya didirikan MES hanya untuk di Jakarta saja tanpa mempunyai rencana untuk
mengembangkan ke daerah-daerah. Ternyata kegiatan yang dilaksanakan oleh MES
memberikan ketertarikan bagi rekan-rekan di daerah untuk melaksanakan kegiatan serupa.
Kemudian disepakati untuk mendirikan MES di daerah-daerah dengan ketentuan nama
organisasi dengan menambah nama daerah di belakang kata MES. Organisasi MES yang
didirikan di daerah tersebut berdiri masing-masing secara otonom.
Nama MES dan peran aktif yang semakin terasa menyebabkan permintaan izin untuk
mendirikan MES di daerah lain semakin banyak. Jumlah organisasi MES daerah yang
semakin banyak telah mendorong para pengurus MES daerah untuk mendesak Pengurus
MES di Jakarta agar seluruh MES Daerah ini disatukan dalam satu organisasi bersama.
Karena desakan semakin kuat, maka diselenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa
Masyarakat Ekonomi Syariah di Jakarta pada Mei 2006, tepatnya saat penyelenggaraan
Indonesia S