TEKNOLOGI REMEDIASI LAHAN PERTANIAN TERCEMAR RESIDU PESTISIDA

TEKNOLOGI REMEDIASI LAHAN PERTANIAN

  

TERCEMAR RESIDU PESTISIDA

ELISABETH SRIHAYU HARSANTI BIMBINGAN TEKNIS AKSI PEDULI LINGKUNGAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2018 OUTLINE PENDAHULUAN TEKNOLOGI REMEDIASI RESIDU PESTISIDA

  PENUTUP

  1

  2

  3

  4

REGULASI TERKAIT

  5 APLIKASI TEKNOLOGI REMEDIASI

  

PENDAHULUAN

  • Kebutuhan pangan nasional selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia tiap tahun, yang pada tahun 2010 sudah mencapai 240 juta (ADB, 2011).
  • Upaya untuk meningkatkan produksi pangan: Program intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi, dan diversifikasi, dimana intensifikasi merupakan implementasi inovasi teknologi pertanian (Ardiwinata ., 2007).

  et al

  • Penggunaan Pestisida di Indonesia

  PENDAHULUAN

  

PENGGUNAAN INSEKTISIDA ERA 1970-AN MENINGGALKAN

RESIDU ORGANOKLORIN

IDENTIFIKASI RESIDU ENDOSULFAN

  Senyawa (POPs)

  Persistent Organic Pollutants di lahan sawah

  Residu POPs (ppm) Senyawa POPs

  Jabar Jateng Jatim 0.0023-

  Lindane 0.0024-0.0466 -

  0.00024

  • Aldrin
  • 0.0037-0.0199 0.0003-

  Endosulfan 0.0002-0.0005 0.0157-0.0357 0.0006

  (Ardiwinata et al., 1999; Jatmiko et al., 1999; Harsanti et al., 1999)

  Pestisida Konsentrasi terlarang Tahun Pelarangan terdeteksi saat ini Keterangan

  (Bahan aktif) (ppb)

  DDT 1990, 2008 (ratifikasi Stockholm 2001) 0,3-52 DAS Citarum hulu (Kertasari) Lindan 1990 , 2008 (ratifikasi Stockholm 2001) DAS Citaum hulu, hilir

  11-40 ; 3-8

  (Kerawang), sentra padi Jawa Tengah Aldrin 1990, 2008 (ratifikasi Stockholm 2001) 0,2-107,3 DAS Citarum hulu (Kertasari) , hilir Dieldrin 1990, 2008 (ratifikasi Stockholm 2001) 0,6-7,2; 2,6-20 DAS Citarum hulu (Kertasari), sentra padi

  Jawa Tengah Heptaklor 2007 (Perpres) 2008 (ratifikasi 0,3-25,1; 460,2 DAS Citarum hulu Stockholm 2001)

  (Kertasari), Bantul Endrin 1990 14,9-76,2 DAS Citarum Hulu (Kertasari), hilir

  Endosulfan 1990 5-13 DAS Citaru Hulu, sentra

  Hasil inventarisasi 2013 masih ada organoklorin yang didaftarkan 1992-2012. Endosulfan baru di larang 2008. Lindan digunakan untuk pengendalian kutu, DDT terakhir digunakan tahun 1980, Endrin-1990 (NIP, 2014)

TEKNOLOGI REMEDIASI RESIDU PESTISIDA

  PENCEMARAN ?

  • Pencemaran adalah Proses pengotoran lingkungan oleh bahan agrokimia di litosfer dan hidrosfer yang menyebabkan turunnya mutu air tanah dan air permukaan sehingga membahayakan kesehatan manusia dan ternak. Karena pencemaran kondisi lingkungan tanaman dan lingkungan hidup dapat berubah dari bentuk asal (bersih) ke bentuk lebih buruk dan berbahaya bagi organisme (Palar, 1994)
  • Pencemaran air adalah penyimpangan kondisi air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya, karena mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang ditetapkan sehingga air tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan tertentu (Fardiaz, 1992)
  • Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (UU RI No 32 th 2009 ttg Pengelolaan LH)

SUMBER PENCEMAR

  1. Sumber pencemar lokasi tertentu (point source) Contoh : knalpot kendaraan, asap pabrik, saluran limbah industri

  Effendi (2003)

  2. Sumber pencemar tersebar atau baur (non point source) Contoh : limpasan air dari kegiatan pertanian

  • – pupuk dan pestisida, limpasan air dari permukiman-limbah domestik

  

Terjadinya Cemaran Residu Pestisida

Jenis

  • Tanah, air, dan produk

  Dosis

  pertanian

  TIDAK Cara

  • Sungai, sumur

  TEPAT Sasaran

  • Matinya mikroorganisme

  RESIDU Waktu

  • Matinya organisme non

  Tempat

  target & satwa liar Evolution of insecticide use in rice, pesticide subsidies, and farmer field school training in Indonesia, 1985-98/99

  Kg/hectare Thousands

  50

  5 Financial crisis

  45 Rice insecticide

  40

  4 (left axis)

  35

  30

  3

  25

  20

  2

  85%

  15 75%

  Cumulative

  45%

  number of farmer

  1

  10

  field schools (right axis)

  40%

  5 Pesticide subsidy (percent) 0% 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998

APLIKASI PESTISIDA DI LAHAN SAYURAN

  Ardiwinata et al. ( 2007)

  RESIDU PESTISIDA ?

  Zat kimia tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian, bahan pangan atau pakan hewan, tanah, dan air baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida (Komisi Pestisida, 1997)

  REMEDIASI

  Sumber: Harsanti (2016)

  

Remediasi: memperbaiki tanah terkontaminasi sehingga kontaminan menjadi

dapat diterima keberadaannya di lingkungan (Meuser, 2013)

  BATAS MAKSIMUM RESIDU ( Maximum Residue Limits )

  • BMR: Konsentrasi maksimum residu pestisida yang diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima pada hasil pertanian yang dinyatakan dalam miligram residu pestisida per kilogram hasil pertanian (SNI 1713:2008)
  • BSN (Badan Standardisasi Nasional) thn 2008) menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) Batas Maksimum Residu (BMR)
  • BMR sebagai pedoman keamanan pangan, harmonisasi standar perdagangan baik nasional maupun internasional .

MEKANISME REMEDIASI

  • Pestisida terjerap dalam rongga biochar dan /atau ikatan elektrostatis (muatan
  • BO-Biochar dengan ikatan koordinasi (kompleks) dan ikatan elektrostatis (muatan
    • -

      -

      -

      • +

        -

      • +

        BIOC HAR B O PESTI SIDA
        • – dan +)
        • – dan

      • ) Sumber: Bursn (1986) ; Ogawa (2004), Lehmann & Joseph (2009).
      • M M M Lia t

        Lapisan air

    PSIL UNIVERSITAS INDONESIA

    APLIKASI TEKNOLOGI REMEDIASI RESIDU PESTISIDA

      Teknologi urea-arang aktif yang dapat menurunkan residu profenofos dan klorfirifos dalam tanah dan air di pertanaman bawang merah.

      

    1. Briket urea-arang aktif efektif menekan residu profenofos dalam air

    antara 14-49% dan meningkatkan fiksasi tanah terhadap residu

    profenofos 100-200%.

      2. Perlakuan briket urea-arang aktif tidak efektif menekan residu klorfirifos dalam air dan hanya meningkatkan kemampuan fiksasi

    tanah terhadap residu klorpirifos dalam tanah sebesar 29-30%.

      Jatmiko, 2004

      

    AMELIIORAN: Limbah Pertanian untuk Remediasi Lahan

    Ardiwinata et al. (2009): remediasi tanah sawah dengan urea berlapis arang aktif mampu menurunkan residu lindan dan klorpirifos dalam tanah dan air sebesar >50%.

      ± 17,5 juta ton/year Rice Husk Coconut shell ± 12 juta ton/year Empty bunches Palm oil Concorb

      Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida

      Nomor Sertifikat : IDS000001436

    • Arang aktif mampu mengikat residu pestisida golongan organoklorin (

      persistant

      (POPs)) dan

      organic pollutant

      gologan organofosfat Sumber : Ardiwinata et al. (2015)

      Arang aktif adalah untuk meningkatkan populasi mikroba berguna bagi pertumbuhan tanaman pertanian dan merupakan habitat mikroba pendegradasi pestisida

    • Teknologi Pengendalian Mobilisasi

      FIO dengan bahan adsorben kontaminan (Arang/AA) sebagai penyaring bahan kontaminan inlet outlet

      

    Bahan Pencemar FIO (Filter inlet outlet) Patent Nu.: IDS000001383

      Inventor: Asep Nugraha et al.,

      

    Tabel 1. Nilai R/C rasio perlakuan arang aktif pada pertanaman kubis

    PERLAKUAN R/C RASIO AA Tongkol Jagung 1,89 AA TKKS

      1,82 AA Tempurung Kelapa 1,81 AA Sekam Padi 1,67 AA Pelapis Urea 1,52 Kontrol

      1,35 Sumber: Ardiwinata, 2009 Pemanfaatan Limbah Pertanian untuk Biokompos

      

    Analisis Ekonomi Dampak Teknologi Remediasi

    Prediksi B/C rasio 2015-2019

      (Harsanti, 2016)

      Tanpa Teknologi Dengan Teknologi Remediasi Tahun A0 A1 A2 A3 A4 A5 A6

      

    2015 1,77 1,83 1,78 1,58 2,04 1,83 1,57

    2016 1,69 1,75 1,69 1,51 1,94 1,74 1,49

    2017 1,61 1,67 1,62 1,44 1,85 1,66 1,42

    2018 1,54 1,59 1,54 1,37 1,77 1,59 1,36

      Urea berlapis AA diperkaya Mikroba konsorsia utk lahan sayuran LAB : POPs => Menurunkan residu POPs 5 ppm 94 - 100%,

      HASIL PENELITIAN UREA BERLAPIS AA DIPERKAYA MIKROBA KONSORSIA

      10 ppm 91, 14% 20 ppm 91,06% LAPANG: POPs TANAH : 74

    • – 86 % (7 hst) AIR : 15
    • – 86% ( 7 hst) TAN : < BMR

      Harsanti et al., 2010

      Harsanti et al., 2010 Sriwahyuni et al., 2011

      Pelapisan pupuk urea dengan arang aktif diperkaya mikroba pendegradasi senyawa POPs untuk lahan sawah

    • UAA Tempurung kelapa + mikroba dapat meningkatkan efisiensi pupuk N sebesar 24%.
    • UAA Tempurung Kelapa + mikroba dapat menurunkan residu insektisida POPs lindan pada tanah sebesar 94%.

      Tabel 2. Produktivitas padi pada beberapa perlakuan urea berlapis AA PERLAKUAN Produktivitas (t/ha) Urea Prill

      4,74 UAA 5,38 SCU 4,61 ZCU 4,00 Zeolit 5,11

      Sriwahyuni et al., 2010

    • Bioremediasi

      

    1. Bakteri pelarut fosfat dapat menurunkan karbofuran dalam tanah sawah hingga

    99.6% (Artanti, 2010).

      

    2. UAA yang diperkaya mikroba konsorsia dapat menurunkan heptaklor pada

    caysim hingga …(Harsanti et al., 2013)

      3. Pseudomonas mallei and Trichoderma yang dikombinasikan dengan kompos dapat menurunkan 16,7% residu heptaklor dalam tanah dan meningkatkan hasil caysim 13% (Harsanti et al. 2014)

      4. Urea berlapis arang aktif (UAA) tongkol jagung yang diperkaya mikroba dapat menurunkan dieldrin and aldrin dalam tanah pertanaman sawi 55.6% 49.3% (Wahyuni et al., 2015).

      5. UAA tongkol jagung yang diperkaya mikroba dapat menurunkan heptaklor dan DDT pada tanah 71% dan 94% (Indratin dan S. Wahyuni, 2013).

      BIOREMEDIASI (Pemanfaatan bakteri dan jamur)

    1. Hasil seleksi mikroba diperoleh isolat

      Pseudomonas mallei dan Trichoderma, sp yang

      mampu mendegradasi POPs yaitu DDT, heptaklor, dieldrin, endosulfan

      2. Teknologi bioremediasi dengan menggunakan bakteri (Pseudomonas mallei) dan jamur (Trichoderma, sp) dengan pemakaian kompos kotoran ayam dapat menurunkan residu POPs (DDT, heptaklor, dieldrin, endosulfan) pada tanaman sawi hingga di bawah BMR dan hasil

      Harsanti et al., 2011 lebih tinggi daripada kontrol (179 g/pot).

      80 )

      60 m p (p i s a

      40 tr n e s n o

      20 K Heptaklor tanpa Heptaklor + Bakteri Heptaklor + Jamur Heptaklor + bakteri + mikroba jamur

      Perlakuan

      % Penurunan Residu % Penurunan Residu Heptaklor Dieldrin

      100,0 100,0

      90,0 95,0 90,0

      80,0 85,0

      % Penurunan Residu % Penurunan Residu Endosulfan DDT

      90,0

      100,0

      85,0

      95,0

      80,0

      90,0

      75,0

      85,0

      70,0

      80,0

      

    UREA RAMLI :

    Pupuk penyubur dan Pengendalian Bahan Pencemar Urea Berlapis Arang bila

      slow release

    • N- diaplikasikan di tanah.
    • Meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen dan mengurangi dampak pencemaran.
    • Membantu penurunan residu pestisida dan mengikat logam berat

      Komposisi: Urea, Arang, Molases

    UREA BERLAPIS BIOCHAR/ARANG

      Komoditas Produktivitas (t/ha) % Peningkatan % Penurunan Residu Pestisida

      Padi (GKG) 5,57 22,1 20-100* Kedelai (KS) 1,10

      10 Sorgum (KS) 5,5 27,9 Bawang Merah (KS)

      17,11 6,9 91% ** Sumber: * Poniman et al., 2015; ** Poniman et al., 2016

      

    REGULASI TERKAIT

    PENCEMARAN LINGKUNGAN PERTANIAN

    DAN REMEDIASI

      1. UU RI NO 12 TH 1992 TENTANG SISTIM BUDIDAYA TANAMAN

      

    Prioritas Program Legislasi

    Nasional 2018

      2. UU RI NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

      3. PERATURAN MENTERI NEGARA LH NO 18 TH 2009 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

      4. PEARTURAN PEMERINTAH RI NO 82 TH 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN

      6. PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO 492/MENKES/PER/IV/2010 TENTANG PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM

      7. UU RI NO 19 TH 2009 TENTANG PENGESAHAN STOCKHOLM CONVENTION OF PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN)

      8. KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 881/MENKES/SKB/VIII/1996/711/Kpts/TP.270/8/1996 TENTANG BATAS MAKSIMUM RESIDU PESTISIDA PADA HASIL PERTANIAN

      6. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 27/Permentan/ PP.340/5/2009 TANGGAL : 18 Mei 2009 TENTANG JENIS PSAT DAN BATAS MAKSIMUM CEMARAN

      7. UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN YANG SALAH SATU

      ISINYA MENYANGKUT PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA MENJAGA DAN MENINGKATKAN KESUBURAN TANAH; MENCEGAH KERUSAKAN LAHAN; DAN MEMELIHARA KELESTARIAN LINGKUNGAN.

      8. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NO. 12 TAHUN 2012 TENTANG

      INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN YANG ISINYA TENTANG INSENTIF BAGI PETANI DAN PERAN SERTA PETANI DALAM KEWAJIBANNYA MENJAGA KELESTARIAN LAHAN PERTANIAN PANGAN DAN LINGKUNGAN.

      1. Penggunaan sarana produksi bahan agrokimia (pupuk, pestisida) mendukung keberhasilan budidaya pertanian, namun penggunaan secara tidak tepat justru berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan pertanian

      2. Penggunaan pestisida secara tidak bijaksana meningkatkan kadar residunya di dalam tanah dan produk tanaman, yang perlu dilakukan remediasi dengan bahan LIMBAH PERTANIAN, dan pemanfaatan mikroorganisme pendegradasi pestisida

      3. “Tanah sehat-Tanaman sehat-Produksi dan kualitas meningkat-Masyarakat menjadi sehat