Pengertian dan Pengelompokan Makharijul Huruf
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Al-Quran adalah Kalamullah (firman Allah -Subhanahu Wa Ta'ala-), merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad -Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam- dengan perantara Malaikat Jibril. Di dalam surah Muzzammil ayat 5, Allah berfirman: "... dan bacalah olehmu Al-Quran ini dengan pelan/tartil (bertajwid)." Hukum orang yang mempelajari Ilmu Tajwid adalah Fardhu Kifayah. Dan hukum mengamalkannya adalah Fardhu Ain. Dan umat Islam yang dapat membaca Al-Quran, wajib hukumnya belajar Tajwid , supaya terpelihara huruf, makhraj, ghunnah, dan Mad-nya. Mari kita belajar dan tidak bosan membaca dan menggali isi Al-Quran, serta mengamalkannya. "... dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan'." (QS. Thaahaa: 114).
Nun Sukun & Tanwin
Hukum Nun dan Tanwin berlaku apabila bertemu dengan huruf-huruf tertentu
Hukum Mad
Adalah hukum yang mengatur panjang bacaan. Salah satunya adalah Mad Thobi'i yang merupakan kunci untuk
membentuk Hukum-Hukum Mad Far'i
Hukum Mim Sukun
Hukum Tajwid yang berlaku apabila Mim Sukun bertemu huruf-huruf tertentu. Dapat dibaca Izhar, Idgham, dan
Ikhfa.
Pengertian dan Pengelompokan Makharijul Huruf
Makhraj artinya tempat keluar. Makharijul Huruf adalah tempat keluarnya huruf-huruf pada saat dilafalkan. Pembaca Al-Quran yang baik, bukan saja harus mengetahui hukum-hukum tajwid , tetapi juga harus memperhatikan dan memahami makhraj dan sifat dari huruf-huruf yang dibacakan. Sejumlah ulama dan ahli-ahli qiraat memiliki perbedaan dalam pengelompokan (pengklasifikasian) Makharijul Huruf, namun secara garis besar intinya adalah sama. Terdapat 17 Makhraj yang diklasifikasikan menjadi 5 tempat, yaitu:
1. Al-Halqi / Tenggorakan (
) , terdapat 3 Makhraj :
Tenggorakan Dalam (Pangkal Tenggorakan): huruf
dan
Ingat, di dalam hukum Mad Badal sudah dijelaskan bahwa huruf Hamzah (
) dan Alif (
) adalah sama. Dapat dikatakan sebagai saudara kembar yang sama dalam pengucapannya, namun berbeda fungsi dan tugasnya apabila masuk ke Hukum Mad, misalnya Hukum Mad Munfashil dan Mad Muttashil .
Hamzah dapat dijadikan sukun (berharakat Sukun), sementara Alif tidak ada harakat sukun. Di sini kami tulis Hamzah-Alif (
) untuk memudahkan mengingat
Tenggorakan Tengah: huruf
Tenggorakan Luar dekat pita suara: huruf
2. Al-Lisani / Lidah (
), terdapat 10 Makhraj:
Pangkal lidah dekat tenggorakan menyentuh sekitaran ‘anak tekak’ atau berada di atas pita suara:
Pangkal lidah menyentuh langit-langit belakang:
Lidah bagian tengah menekan langit-langit atas:
Ujung lidah dirapatkan pada Gigi Geraham atas, dan Tepi Lidah (kiri dan kanan) ditekan ke Gigi Geraham:
Ujung permukaan lidah ditekan ke Gusi di atas Gigi Seri atau Gigi Atas Bagian Tengah:
Ujung lidah ditekan sedikit lebih ke atas dari makhraj Lam:
Ujung lidah dinaikkan ke langit-langit atas sedikit melengkung, sehingga terlihat lidah bagian belakang :
Ujung lidah ditekan ke Pangkal Gigi Seri bagian atas (Gigi Seri adalah Gigi Tengah):
Ujung lidah ditekan ke belakang Gigi Seri bagian bawah :
Ujung lidah dikeluarkan sedikit dan ditekan di ujung Gigi Seri bagian atas:
3. Asy-Syafawi /bibir (
), terdapat 2 Makhraj:
Bibir Bawah ditekan ke Gigi Seri bagian atas :
Bibir Bawah dan Atas posisi tertutup atau merapat, yaitu
1. Menutup bibir lebih ringan: huruf
2. Menutup bibir sedikit lebih kuat: huruf
3. Membulatkan bibir atas dan bawah :
4. Al-Jaufi / Rongga Mulut (
), terdapat 1 Makhraj:
Merupakan makraj untuk huruf-huruf Mad yang dilepaskan ke dalam Rongga Mulut :
5. Al-Khaisyhumi / Pangkal Hidung ( ), terdapat 1 Makhraj:
Pangkal Hidung bagian dalam, yaitu huruf-huruf yang dibaca dengung (ghunnah):
pada hukum Nun Sukun (
) dan tanwin (
), yaitu Ikhfa Haqiqi , Iqlab ,
dan Idgham Bighunnah .
pada hukum Mim Sukun (
), yaitu Ikhfa Syafawi dan Idgham Mitslain ,
hukum Ghunnah Musyaddadah , yaitu huruf Mim Bertasydid ( ) dan Nun Bertasydid ( ).
hukum Idgham Mutajanisain hanya untuk Ba Sukun ( ) bertemu dengan huruf Mim Berharakat
hukum Mad Lazim Harfi Mukhaffaf hanya dikhususkan untuk huruf ‘Ain tanpa harakat ( ) .
Dari pengelompokan Makharijul Huruf ini perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa huruf yang memiliki Makhraj yang sama. Namun, ketika dilapalkan – bunyi atau suara dari huruf-huruf tersebut tidaklah sama. Maka yang membedakannya terletak pada sifat huruf.
Hukum Alif Lam Ta’rif (Ma’rifah)
Alif Lam Ta’rif atau sering disebut juga dengan Alif Lam Ma’rifah adalah hukum Tajwid yang berlaku untuk kata yang diawali dengan huruf Alif-Lam (
Ta’rif atau Ma’rifat karena membahas “suatu nama benda (isim)” secara khusus -sudah dikenal atau seringkali disebutkan- secara jelas dan tegas.
). Diistilahkan dengan
Misalnya, yang berarti bintang atau
yang berarti orang-orang kafir.
ta’ala-) juga termasuk dalam hukum Alif Lam Ta’rif. Kecuali, penyebutan untuk huruf Lam yang terdapat dalam lafal
Penggunaan Alif-Lam ( ) pada Asmaul Husna (nama-nama baik Allah -subhanahu wa
ALLAH ( ), yang berlaku adalah Hukum Alif Lam Jalalah .
Hukum Alif-Lam ( ) dapat terjadi di awal maupun di tengah ayat. Cara membacanya sangat berpengaruh
dengan huruf setelahnya. Dan apabila diwashalkan, sangat terikat dengan huruf sebelumnya.
Hukum Alif Lam Ta’rif terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Alif Lam Qamariah
2. Alif Lam Syamsiah Sebelum masuk pada kedua hukum tersebut, ada baiknya sedikit mengenal tentang Hamzah Washal berharakat Fathah.
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Syamsiah
Huruf Alif pada hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah memiliki fungsi sebagai penyambung kata yang dikenal dengan nama Hamzah Washal, ada pula yang menyebutnya dengan istilah Alif Washal. Hamzah Washal adalah huruf hamzah secara pengucapan dan berupa Alif secara tulisan. Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah selalu berharakat Fathah.
Perlu diketahui bahwa huruf Alif pada mushaf standar Indonesia untuk Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah – diawal ayat atau di samping tanda waqaf – terjadi ketidakkonsistenan. Seringkali Alif dibantu dengan harakat Fathah, namun ada banyak pula ayat yang tidak dituliskan harakat Fathah.
Penulisan harakat Fathah pada hukum Alif-Lam Ta’rif pada mushaf standar Indonesia tentunya berdasarkan Musyawarah Kerja Ulama Ahli Al-Quran berserta Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran Indonesia. Kemungkinan besar, tujuan penambahan harakat Fathah tersebut adalah untuk memberikan kemudahan bagi pembaca Al- Quran yang awam (tidak begitu dalam memperlajari Ilmu Tajwid dan Ilmu Nahwu) bagaimana membaca huruf Alif Gundul (tanpa harakat). Namun, konsekuensi dari penambahan harakat tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekeliruan bagi pembaca Al-Quran yang awam apabila hendak mewashal. Maka, apabila belum mengetahui Hukum Hamzah Washal sebaiknya berhati-hati dalam mewashal, atau sebaiknya hindari untuk mewashalkan ayat satu ke ayat berikutnya.
Pada mushaf Timur Tengah, huruf Hamzah Washal ditandai dengan simbol Kepada Huruf Shad di atas huruf Alif, ada yang menyebutnya dengan istilah Sakna.
Hukum Alif Lam Qamariah
Sebelum membaca Hukum Alif Lam Qamariah ini, sebaiknya terlebih dahulu membaca Hukum Alif
Lam Ta’rif .
Apabila sudah selesai, silahkan lanjut membaca!
Alif Lam Qamariah atau sering disebut juga dengan Izhar Qamariah adalah salah satu bagian dari hukum Alif Lam Ta’rif yang berlaku apabila huruf Alif-Lam (
) bertemu dengan salah satu dari 14 Huruf Qamariah,
yaitu:
CONTOH HUKUM ALIF LAM QAMARIAH:
Qamariah berasal dari kata qamarun, artinya bulan. Secara filosofis, bulan adalah benda langit yang dapat dilihat manusia secara jelas. Cara membaca Hukum Alif Lam Qamariah adalah jelas, tegas (tidak diidghamkan) atau tidak berdengung. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membaca Hukum Alif Lam Qamariah.
1. Apabila terletak di awal ayat atau Ibtida’ (memulai bacaan setelah waqaf/berhenti), huruf Alif dibaca sebagaimana huruf berharakat Fathah, sekalipun di atas huruf Alif tersebut tidak ditulis harakat Fathah. Sementara huruf Lam dibaca Sukun. Dan secara otomatis huruf Alif-Lam akan dibaca “AL”.
2. Apabila terletak di tengah ayat (washal di tengah ayat), huruf Alif tidak dibaca, dan huruf Lam dibaca
Sukun
CONTOH
Huruf O, pada tulisan latin untuk kata Qooriah di atas adalah untuk menunjukkan suara bacaan. Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu Qaari’ah.
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah
Sebagaimana telah dijelaskan di dalam pengertian Hukum Alif Lam Ta’rif , huruf Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah – diawal ayat atau di samping tanda waqaf – seringkali dibantu dengan harakat Fathah. Namun, ada banyak pula ayat yang tidak dituliskan harakat Fathah.
Perlu diketahui, Mushaf Timur Tengah tidak mengharakati Hamzah Washal. Sedangkan mushaf standar Indonesia, terkadang memberikan harakat Fathah pada Hamzah Washal, terkadang tidak mengharakatinya sama sekali.
Ciri-ciri Alif Lam Qamariah yang tidak diharakati Fathah, selalu diikuti dengan tanda waqaf Mamnu (Lam-
Alif) di atas Ra’su Ayat (di ujung ayat).
3. Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, cara membaca Hukum Alif Lam Qamariah selanjutnya, apabila ingin mewashalkan ayat (menyambungkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya); maka huruf Alif (Hamzah Washal) dianggap tidak ada, dan langsung masuk ke huruf Lam Sukun. Dan perhatikan pula apakah terdapat Waqaf Mamnu’ di sampingnya atau tidak.
Waqaf Mamnu’ (
) adalah waqaf yang disimbolkan dengan huruf Lam-Alif (
), yaitu tanda
waqaf yang diberikan kepada pembaca Al-Quran agar JANGAN BERHENTI (WAQAF TERLARANG). Apabila terpaksa harus berhenti di tanda waqaf ini, maka bacaan harus dimundur. Cara membaca seperti ini berlaku apabila Waqaf Mamnu’ berada di tengah ayat. Namun, jika Waqaf Mamnu’ berada di Ujung Ayat (Ra’su Ayat), dipersilahkan berhenti dan boleh juga tidak, karena sebagian besar ahli tafsir Al-Quran menganggap membaca Al-Quran satu ayat-satu ayat- dianggap sudah baik maknanya, bukan waqaf Qabih yang bermakna buruk. Kecuali pada Surah Al Maa’uun ayat 4, menurut sebagian besar Ahli Tafsir mesti disambung (washal) ke Ayat
5, karena apabila terputus di ayat 4, maknanya kurang baik (Insya Allah akan dijelaskan di pembagian Waqaf).
Silahkan perhatikan perbedaan mushaf standar Indonesia dan Timur
Tengah di bawah ini!
Hamzah Washal pada hukum Alif Lam Qamariah pada Mushaf Timur Tengah ditandai dengan simbol Sakna (kepada Huruf Shad di atas huruf Alif), sementara di Indonesia tidak ada baris/harakat. Namun, pada kata Al-
Maliku ( Alif yang diwarna merah, lihat contoh di bawah ) pada mushaf Indonesia, untuk huruf Hamzah Washal- nya diberi harakat Fathah. Bandingkan juga dengan contoh Surah Al-Qaariiah dan Al-Kahfi yang tidak diberi harakat Fathah pada contoh di atas.
Dari Contoh surah Al-Hasyr ayat 23 di atas, salah satu ciri-ciri Alif Lam Qamariah ( ) yang diberi harakat
Fathah pada mushaf standar Indonesia, selalu diikuti dengan tanda Waqaf yang dianggap sudah sempurna atau baik maknanya. Seperti Waqaf Jaiz yang disimbolkan huruf Jim (
) pada surah Al-Hasyr di atas.
Waqaf Jaiz adalah tanda waqaf yang diberikan agar pembaca Al-Quran sebaiknya berhenti, namun diperbolehkan juga untuk tidak berhenti.
Bandingkan pula dengan Waqaf Mamnu’ pada contoh Surat At-Takwir ayat 15-16 sebelumnya, tidak ada harakat Fathah di atas Hamzah Washal.
Sekarang Perhatikan huruf Hamzah Washal pada Surah Al-Hasyr di
atas, yang hurufnya diberi warna Ungu!
Jika bacaan terpaksa berhenti di Al-Muhamin karena kekurangan nafas, maka bacaan boleh diulang di Al- Mu’min atau di As-Salaam. Sehingga bacaan dilanjutkan menjadi, “Al-Mu’minul Muhaiminul Aziizul Jabbaarul Mutakabbir”. Inilah yang dinamakan dengan Ibtida’, yaitu memulai bacaan setelah waqaf. Dan menghidupkan Alif Gundul (Hamzah Washal) di tengah Ayat.
4. Hal yang perlu diperhatikan untuk membaca huruf Alif Lam Qamariah yang terakhir adalah apabila Lam-Alif (
) bertemu dengan Tanwin (dapat berupa Fathatain, Kasrahtain, Dhammatain).
Cara membacanya yaitu menggantikan tanwin menjadi harakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah, kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah), sementara Hamzah Washal, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”. Mushaf standar Indonesia sudah dibantu dengan huruf Nun kecil berharakat Kasrah dibawah Hamzah Washal, atau disebut dengan huruf Nun Wiqayah, dan harus dibaca ‘Ni’. Fungsi Nun Wiqayah adalah untuk menjaga agar Tanwin tidak hilang ketika bertemu dengan Hamzah Washal.
SEKEDAR CONTOH:
Huruf Nun Wiqayah sebagai pengganti Tanwin yang terletak dibawah Hamzah Washal hanya ada di dalam mushaf standar Indonesia. Pada mushaf Timur Tengah, istilah Nun Wiqayah tidak dikenal.
Ini juga berlaku sekalipun akan mewashalkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya. Sekalipun dibawah huruf Alif tidak terdapat huruf Nun Wiqayah.
Kesimpulan Penting:
Huruf Alif pada hukum Alif Lam Qamariah disebut Hamzah Washal, ada juga yang menyebutnya dengan istilah Alif Washal. Hamzah Washal adalah huruf hamzah secara pengucapan dan berupa Alif secara tulisan.
Apabila terletak di awal ayat atau ibtidah (memulai bacaan setelah waqaf), huruf Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah akan selalu berharakat Fathah. Sedangkan jika terletak di tengah atau pada saat washal (menyambungkan kata/kalimat), huruf Hamzah Washal tidak dibaca.
Mushaf Standar Indonesia pada Hukum Alim Lam Qamariah terkadang mengharakati Hamzah Washal dan terkadang tidak mengharakatinya. Maka sebaiknya perhatikan benar-benar apabila ingin mewashalkan kalimat (antara ayat satu ke ayat berikutnya).
Jika terdapat harakat Fathah pada Hamzah Washal lebih baik berhenti di tanda waqaf.
Jika tidak ada harakat Fathah di atas Hamzah Washal disamping Ra’su Ayat (di ujung ayat), boleh berhenti atau meneruskan bacaan (washal). Umumnya di atas Ra’su Ayat terdapat tanda Waqaf
Mamnu ( ), artinya boleh berhenti atau meneruskan bacaan apabila di ujung ayat.
Jika terdapat Nun Wiqayah dibawah Hamzah Washal, harus dibaca Ni. Nun Wiqayah adalah huruf pengganti Tanwin yang hanya ada di mushaf standar Indonesia. Disimbolkan dengan huruf Nun Kecil berharakat Kasrah yang diletakkan di bawah Hamzah Washal.
Jika sebelum Ra’su Ayat terdapat huruf Berharakat Tanwin, dan setelahnya adalah Hamzah Washal. Perhatikan, apakah ada huruf Nun Wiqayah atau tidak di bawah Hamzah Washal- nya. Jika tidak ada, lebih baik berhenti di Tanda Waqaf untuk menghindari kekeliruan.
Hukum Alif Lam Syamsiah
Sebelum membaca Hukum Alif Lam Syamsiah ini, sebaiknya terlebih dahulu membaca Hukum Alif Lam
Ta’rif dan Alif Lam Qamariah .
Apabila sudah selesai, silahkan lanjut membaca!
Alif Lam Syamsiah atau sering disebut dengan Idgham Syamsiah adalah bagian dari hukum Alif Lam Ta’rif yang berlaku apabila huruf Alif-Lam (
) bertemu dengan salah satu dari 14 Huruf Syamsiah, yaitu:
Syamsiah berasal dari kata syams, artinya matahari. Secara filosofis, matahari adalah benda langit yang sinarnya dapat meleburkan, menguapkan, dan melenyapkan benda-benda lain.
Di dalam Al-Quran, ciri-ciri Hukum Alif Lam Syamsiah terdapat Tanda Tasydid di atas huruf Syamsiah, yaitu tanda tasydid yang diberikan karena terjadinya hukum pertemuan antara huruf Alif-Lam dengan Huruf
Sama seperti Hukum ALif Lam Qamariah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membaca Hukum Alif Lam Syamsiah :
1. Apabila terletak di awal ayat atau Ibtida’ (memulai bacaan setelah waqaf), huruf Alif dibaca sebagaimana huruf berharakat Fathah. Sementara huruf Lam tidak dibaca atau dianggap tidak ada,
karena melebur dengan huruf Syamsiah atau dibaca idgham. Dan cara membaca seperti ini tetap berlaku sekalipun di atas huruf Syamsiah tidak terdapat tanda tasydid.
2. Apabila terletak di tengah ayat (washal di tengah ayat), huruf Alif-Lam tidak dibaca. Jadi huruf sebelumnya langsung dileburkan ke huruf Syamsiah. CONTOH:
Huruf O, pada tulisan latin untuk kata ‘Adrooka’ dan ‘Thooriq’ di atas adalah untuk menunjukkan suara bacaan. Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu Thaariq atau Adraaka.
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah
Di dalam pengertian Hukum Alif Lam Tarif, telah dijelaskan bahwa Hamzah Washal adalah huruf Alif dalam penulisan, dan Hamzah dalam penyebutan. Sering disebut juga dengan Alif Washal. Fungsinya adalah sebagai penghubung kata/kalimat.
Pada mushaf standar Indonesia, Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah seringkali dibantu dengan harakat Fathah, dan ada banyak pula ayat yang tidak diberi harakat Fathah. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah selalu berharakat Fathah.
Lihat Contoh Surah Al Fatihah ayat 3 di bawah, dibaca “ A r- Rohmaan”.
Dan apabila diwashalkan dengan ayat sebelumnya, Hamzal Washal-nya tidak dibaca .
3. Jadi, cara membaca Alif Lam Syamsiah berikutnya, apabila ingin mewashalkan ayat (menyambungkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya); maka huruf Alif-Lam tidak dibaca, dan
langsung masuk ke huruf Syamsiah. Tasydid pada semua huruf Syamsiah, kadar panjang bacaannya adalah 1 Alif atau sekitar 2 harakat, kecuali
untuk huruf Nun ( ), panjang bacaannya sama seperti Hukum Ghunnah Musyaddadah, yaitu 1 1/2 Alif
atau sekitar 2-3 harakat. Dan perhatikan pula -apabila mewashal- apakah terdapat Waqaf Mamnu’ disampingnya atau tidak. Jika tidak ada Waqaf Mamnu’, sebaiknya hindari untuk mewashal. Dan perlu diingatkan, jangan mencoba-coba mewashalkan Surah Al-Fatihah pada Shalat Wajib, sekalipun sudah mengetahui cara mewashal. Al-Fatihah adalah rukun shalat. Membaca Surah Al-Fatihah satu ayat-satu ayat sudah sempurna maknanya.
4. Hal yang perlu diperhatikan untuk membaca huruf Alif Lam Syamsiah yang terakhir adalah apabila Lam-Alif (
) bertemu dengan Tanwin (dapat berupa Fathatain, Kasrahtain, Dhammatain).
Cara membacanya sama dengan hukum Alif Lam Qamariah yaitu menggantikan tanwin menjadi harakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah, kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah), sementara Hamzah Washal, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”.
Kemudian, Nun Wiqayah atau Nun Kecil yang terletak dibawah Hamzah Washal tersebut langsung dileburkan atau diidghamkan ke huruf Syamsiah.
CONTOH:
Washal pada kata/kalimat Alladzi
). Dapat terjadi di awal maupun di
Di dalam Al-Quran, banyak ayat yang menuliskan kata/kalimat Alladzi (
tengah ayat. Kata/kalimat Alladzi diperbolehkan diwashalkan dengan ayat sebelumnya. Umumnya, bacaan yang seringkali washal (antara yang satu ke ayat berikutnya) adalah bacaan Murottal. Contoh:
), dan menurut sebagaian ulama tafsir
Namun, terdapat 7 (tujuh) ayat yang tertulis kata/kalimat Alladzi (
dilarang untuk mewashalkan dengan ayat sebelumnya, yaitu:
1. Surah Al-Baqarah : ayat 3
2. Surah Al-Baqarah : ayat 146
3. Surah Al-Baqarah : ayat 275
4. Surah At-Taubah : ayat 20
5. Surah Al-Furqaan : ayat 34
6. Surah Al- Mu’min / Al Ghafir : ayat 7
7. Surah An-Naas : ayat 5
Hukum Alif Lam Jalalah ( Lam Jalalah / Al – Jalalah )
Alif Lam Jalalah adalah hukum tajwid yang berlaku untuk membaca lafal Allah ( ) . Sering juga disebut
Lam Jalalah atau Al-Jalalah. Ciri-ciri Alif Lam Jalalah, pada mushaf standar Indonesia, ditandai dengan Alif Kecil di atas tanda Tasydid pada huruf Lam, simbol yang sama seperti hukum Mad Thobi’i . Dan kadar panjang bacaannya adalah
2 harakat. Namun apabila berhenti (waqaf) boleh dibaca 2, 4 atau 6 harakat. Pada mushaf Timur Tengah, umumnya di atas Tasydid diharakati Fathah biasa/miring atau tanpa Alif Kecil. Sementara huruf Alif-nya terdapat simbol Sakna (penggalan kepala huruf Shad), sebagai penanda bahwa Alif tersebut adalah Hamzah Washal (akan dibahas di bagian bawah). Cara membaca Alif Lam Jalalah terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Tafkhim (dibaca tebal): apabila huruf sebelumnya berharakat Fathah atau Dhammah
2. Tarqiq (dibaca tipis): apabila huruf sebelumnya berharakat Kasrah
Contoh Alif Lam Jalalah dibaca Tafkhim (Tebal):
Huruf O, pada tulisan latin untuk kata ‘Alloh’ di atas adalah untuk menunjukkan suara bacaan. Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu Allah
Contoh Alif Lam Jalalah dibaca Tarqiq (Tipis):
Selain lafal Allah, kata Allahumma ( ) juga termasuk bagian dari cara membaca Tafkhim, maka cara
membacanya adalah “Alloohumma”.
Namun, yang benar-benar harus diperhatikan adalah ketika bertemu dengan kata Al-Laata ( ) yang
terdapat pada Surah An-Najm ayat 19.
Jadi, cara membaca Al-Laata cukup dengan dilafalkan sebagaimana huruf Lam biasa, yaitu Al-Laata. Ciri-ciri yang perlu diingat adalah terdapat huruf Ta (
) pada lafal Al-Laata .
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Jalalah
Di atas sempat disinggung, bahwa huruf Alif pada hukum Alif Lam Jalalah sebenarnya adalah Hamzah Washal. Pada mushaf Timur Tengah terdapat tanda Sakna (penggalan kepala dari huruf Shad) di atas huruf Alif. Lihat gambar dibawah ini!
Ada beberapa poin penting untuk membaca Hamzah Washal pada hukum Alif Lam Jalalah, yaitu:
Apabila berada di PERMULAAN AYAT atau IBTIDA’ (memulai bacaan setelah waqaf), Hamzah Washal pada Alif Lam Jalalah selalu dibaca atau berharakat FATHAH, sekalipun di atas huruf Alif tidak
terdapat harakat Fathah. Jadi, tetap dibaca A LLOH, dan keliru apabila dibaca I lloh atau U lloh.
Apabila Hamzah Washal disambung dengan kata atau ayat sebelumnya, maka Hamzah Washal tidak dibaca. Atau huruf sebelumnya langsung masuk ke huruf Lam Jalalah.
CONTOH: Pada Surah Ash-Shaaffat ayat 126 di bawah, Hamzah Washal-nya tidak terdapat harakat Fathah, namun tetap dibaca Allah. Dan apabila diwashal dengan ayat sebelumnya, maka Hamzah Washal-nya tidak dibaca.
Membaca Hamzah Washal yang terakhir pada Hukum ALif Lam Jalalah adalah apabila bertemu
dengan Tanwin.
Tanwin dibaca sebagaimana huruf berharakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah, kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah),
Sedangkan Hamzah Washal-nya, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”. Sehingga akan dibaca Tarqiq menjadi “ NILLAH “.
Pada mushaf standar Indonesia, umumnya ditandai dengan huruf Nun Kecil yang terletak dibawah Hamzah Washal atau disebut dengan Nun Wiqayah.
PERHATIKAN CONTOH SURAH AL- A’RAF AYAT 164 DIBAWAH INI !
Sekali lagi, munculnya penandaan Nun Wiqayah ini karena terjadinya pertemuan Tanwin dengan
Hamzah Washal. Mengenai istilah Nun Wiqayah ini sebelumnya telah dijelaskan pula pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah . Pada Mushaf Timur Tengah, istilah Nun Wiqayah tidak dikenal. Tujuan penambahan Nun Wiqayah ini kemungkinan besar adalah untuk memudahkan dan menghindari kekeliruan bagi pembaca Al-Quran yang awam yang tidak begitu dalam mempelajari Ilmu Tajwid , bagaimana cara membaca Hamzah Washal yang benar. Namun, perlu digarisbawahi, yang terpenting bukan ada atau tidaknya Nun Wiqayah di dalam Mushaf. Akan tetapi, cara membaca dan bagaimana memahami hukum-hukum Tajwid-nya. Perlu juga diingat, tidak semua mushaf memberikan tanda Nun Wiqayah.
Contohnya, cara memawashal ayat 1 ke ayat 2 pada Surah Al-Ikhlash.
Adalah sebuah kekeliruan, apabila dibaca dalam satu nafas (sambung/washal) dibaca: ” Qul huwalloohu ahadun Allooh ush shaamad “
Perhatikan, bahwa Ahadun (Tanwin) bertemu dengan Hamzah Washal (Alif Lam Jalalah). Maka, sekalipun tidak ada Nun Wiqayah di bawah Hamzah Washal, hukum bacaan tetap berlaku.
” Qul huwalloohu ahadunillaah ush shaamad “
Sebagaimana telah dijelaskan pada hukum-hukum sebelumnya, sebaiknya hindari mewashalkan ayat yang satu ke ayat berikutnya, kecuali sudah benar-benar paham dengan hukum-hukum Tajwid dan cara-cara Mewashalkan Ayat. Berhenti satu ayat-satu ayat, sebenarnya telah sempurna maknanya.
Apabila dalam proses menghapal Al-Quran, ada baiknya hapalan disimak oleh guru yang benar-benar ahli atau banyak-banyak mendengar dan memperhatikan murottal qori-qori internasional untuk mengoreksi bacaan sendiri, seperti murottal Sheikh Abdul Rahman Al-Sudais, AL-Husari, Saud Al-Shoraim, Hani Al-Rafaei, Mishari Al-Efasi, dan lain-lain.
Tasydid Hukum dan Tasydid Ashli
TASYDID (
Tasydid adalah tanda baca (harakat) berbentuk kepala dari huruf sin ( ) atau mirip seperti huruf w.
Tasydid adalah simbol penekanan pada suatu konsonan ganda, atau sebuah tanda baca yang terjadi karena pertemuan (pengulangan) dari sebuah huruf yang sama. Panjang bacaan untuk huruf bertasydid umumnya adalah 1 alif atau sekitar 2 harakat. Namun dapat dibaca lebih panjang lagi, seperti Tasydid yang ada di dalam Hukum Ghunnah Musyaddadah . Dan akan lebih tebal (panjang) pantulannya ketika masuk ke dalam Hukum Qolqolah Kubro ( qolqolah yang berhenti karena tanda waqof).
Surah AL-Lahab : pada Ayat 1 di ujung ayat – huruf Ba bertasydid ( ) dan pada ayat 2 tidak memakai
tasydid ( ).
Cara membaca ayat 1 : watab.. (jeda/space) baru qolqalah-nya masuk b’. watab..b’
Pada Surah Al-Lahab ayat 2, karena huruf Ba tidak memiliki tasydid, maka langsung saja dibaca kasab’ Pantulan huruf qolqolah-nya lebih cepat dibanding ayat 1.
Tasydid terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Tasydid Hukum
2. Tasydid Ashli Tasydid Hukum adalah tasydid yang diberikan karena adanya HUKUM PERTEMUAN atau PELEBURAN antara huruf/kata yang satu dengan huruf/kata berikutnya – berada di tengah ayat atau pada saat washal – seperti tasydid yang ada di dalam hukum-hukum Idgham:
1. Idgham Bighunnah ,
2. Idgham Bilaghunnah ,
3. Idgham Mutajanisain,
4. Idgham Mutaqaribain,
5. Idgham Mutamatsilain ,
6. Idgham Mitslain .
Di dalam suatu ayat di Al-Quran – Tasydid Hukum dapat terjadi dalam suatu kata/kalimat dan dapat pula terjadi pada kata/kalimat yang terpisah. Tasydid Hukum seringkali dianggap sebagai simbol atau penandaan yang tidak mesti ada di dalam Al-Quran. Beberapa mushaf bahkan tidak menuliskan tanda Tasydid Hukum. Tapi untuk Al-Quran standar Indonesia umumnya sudah ditulis. Namun perlu diketahui, perkembangan saat ini, sudah bermunculan penerbit-penerbit di Indonesia yang mencetak Al-Quran yang berbeda dari umumnya, seperti berbeda bentuk tanda harakat, tanda wakaf, dan tanda baca. Salah satunya adalah tidak dituliskannya tanda Tasydid Hukum di dalam hukum-hukum Idgham.
CONTOH TASYID HUKUM : Nun Sukun bertemu huruf Ya – pada Hukum Idgham Bighunnah
Sementara Tasydid Ashli adalah tasydid yang diberikan sesuai dengan asal-muasalnya, atau bukan karena Hukum Pertemuan/Peleburan Huruf/Kata. Berada di dalam satu kata/kalimat. Tasydid Ashli mesti ada di dalam Al-Quran, berbeda dengan Tasydid Hukum, karena apabila Tasydid Ashli tidak ditulis dapat menyebabkan kekeliruan yang sangat fatal.
Tasydid Ashli dapat berarti DUA HURUF yang sama sifat dan mahrajnya yang berada dalam satu kata/kalimat, dan DIJADIKAN SATU HURUF BERTASYDID; asal muasalnya adalahsatu huruf dalam keadaan sukun, dan satu lagi memiliki baris/harakat (dapat berupa Fathah, Fathatain, Kasrah, Kasratain, Dhammah dan Dhammatain).
CONTOH TASYDID ASHLI: Huruf Nun Bertasydid dan Mim Bertasydid – pada Hukum Ghunnah
Musyaddadah
Perlu diketahui juga, bahwa huruf-huruf yang memiliki Tasydid Ashli dapat mempengaruhi huruf di belakang dan di depannya, sehingga terjadilah pertemuan hukum-hukum yang beragam. Misalnya, pertemuan Mad Thobi’i dengan Ghunnah Musyaddadah yang terjadi di dalam hukum Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal .
LIHAT GAMBAR DI BAWAH INI ! DUA HURUF yang sama sifat dan mahrajnya yang DIJADIKAN SATU HURUF BERTASYDID satu sukun dan satu lagi memiliki baris/harakat
Dzar… roh wakadz… dzab’ wahush… shila tab… bat
Ghunnah Musyaddadah
Ghunnah Musyaddadah ( ) adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim dan Nun
dalam keadaan bertasydid (
Ghunnah artinya dengung; suara yang terdengar jelas dan nyaring yang keluar dari pangkal hidung (khaisyum)
Musyaddadah artinya bertasydid Tasydid yang ada di dalam Ghunnah Musyaddadah adalah Tasydid Ashli , bukan Tasydid Hukum sebagaimana yang ada di dalam Hukum Idgham Bighunnah atau Bilaghunnah . Silahkan baca mengenai Tanda Tasydid < —- KLIK DI SINI ! Cara membaca Ghunnah Musyaddadah adalah membaca terlebih dahulu HURUF sebelum MIM/NUN
bertasydid ( ) , kemudian HURUF tersebut masuk ke tanda tasydid ( ) – lalu huruf
langsung didengungkan secara jelas ke pangkal hidung (khaisyum), sekitar 1 1/2 Alif atau sekitar 2 –3
harakat.
sehingga ada alunan innn .. / unnn …/ annn …
atau immm .. / ummm .. / ammm .. Di dalam Al-Quran, Ghunnah Musyaddadah dapat berada di awal ayat, di tengah ayat, maupun di ujung ayat.
Contoh:
Contoh Ghunnah Musyaddadah di awal ayat di dalam Al-Quran :
Ghunnah Musyaddadah di Samping Tanda Waqof / di Ujung Ayat
Ghunnah Musyaddadah juga dapat terjadi di ujung ayat atau di tengah ayat yang letaknya berada disamping tanda Wakof. Cara mengunci bacaan ketika huruf terakhirnya mengandung Hukum Ghunnah Musyaddadah adalah tetap didengungkan, karena jika langsung dikunci maka Tanda Tasydid dari huruf tersebut akan hilang.
Jadi, cara mengunci bacaannya adalah cukup didengungkan = nnn … atau mmm …… 1 1/2 Alif atau sekitar 2 –
3 harakat Lihat contoh surah Al-Anbiyaa Ayat 88 dibawah ini. Di tengah ayat terdapat Ghunnah Musyaddadah, yaitu huruf Mim Bertasydid disamping tanda Waqof Tho
Waqof Tho adalah Wakof Mutlaq, yaitu wajib berhenti, Insya Allah akan dibahas di dalam pembagian waqof.
Huruf O, seperti ro-aa atau qomiishohuu pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan. Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu ra-aa atau qamiishahuu .
Hukum Idgham Mutamatsilain
Idgham Mutamatsilain adalah hukum tajwid yang berlaku untuk pertemuan dua huruf yang sama sifat dan mahrajnya; satu dalam keadaan sukun dan satu lagi berharakat. Dua huruf tersebut berada di dalam kata/kalimat yang terpisah.
Mutamatsilain artinya sama/serupa
Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya (di-tasydid-kan). Cara membacanya adalah dengan memasukkan (meleburkan) huruf yang bersukun ke dalam huruf berharakat secara jelas/terang dan tidak didengungkan. Di dalam Al-Quran, hukum Idgham Mutamatsilain sudah diberi tanda tasydid, yaitu tasydid yang diberikan karena hukum pertemuan atau perleburan ( Silahkan baca –> Tasydid Hukum dan Tasydid Ashli ). Fungsi Tasydid disini sebagai penanda bahwa terjadi pertemuan dua huruf yang identik, dan lafadz tasydid tersebut harus terdengar jelas, dan tidak terjadi dengung (ghunnah). Sebagaimana telah dijelaskan di dalam pengertian hukum Mad, huruf bertasydid kadar panjang bacaannya adalah 2 harakat. Fungsi tasydid pada hukum Idgham Mutamatsilain sama seperti fungsi tasydid pada hukum Idgham Bilaghunnah , yaitu tidak disertai dengung.
Hukum Idgham Mutamatsilain berlaku untuk semua huruf, kecuali:
1. Huruf Mim Sukun ( ) bertemu huruf Mim Berharakat ( ), yang berlaku , ,
adalah hukum Idgham Mitslain .
2. Huruf Nun Sukun ( ) bertemu huruf Nun Berharakat ( , , ), yang berlaku
adalah hukum Idgham Bighunnah .
3. Huruf Ya ( ) dan huruf Waw ( ) akan dijelaskan di bagian bawah.
Contoh Idgham Mutamatsilain di dalam Al-Quran :
Huruf O, seperti washodda pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan. Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya huruf Latin tersebut ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu washadda. :00
Idgham Mutamatsilain Pada Huruf Ya ( ) dan huruf Waw (
Perlu diketahui, apabila terjadi pertemuan huruf Ya Sukun ( ) dan Ya Berharakat, dan Waw Sukun
( ) bertemu Waw Berharakat, maka terjadi dua hukum yang berlaku, yaitu Idgham Mutamatsilain dan و
Hukum Mad Tamkin. Di dalam hukum Mad Tamkin, tidak terdapat tanda Tasydid Hukum.
Hukum Mad Tamkin adalah hukum yang mengatur panjang bacaan, apabila terjadi pertemuan Hukum Mad Thobi dengan huruf identik (sama makhraj dan sifatnya), yaitu:
Huruf berharakat Kasrah (
) bertemu Ya Sukun (
), dan huruf setelahnya adalah huruf Ya
Berharakat (
Huruf berharakat Dhammah (
) bertemu Waw sukun (
), dan setelahnya adalah
huruf Waw Berharakat (
Silahkan baca —> Hukum Mad Tamkin .
Namun, apabila terjadi pertemuan huruf Waw Sukun ( ) yang tidak mengandung hukum Mad Thobi’i,
bertemu dengan huruf Waw berharakat ( ), maka yang berlaku adalah Hukum Mutamatsilain,
yaitu ditandai dengan tanda Tasydid Hukum.
Misalnya, huruf berharakat Fathah (
) bertemu dengan huruf Waw
Sukun dan Waw Berharakat :
Di dalam Surah Shaad ayat 3 di atas, silahkan perhatikan di depan huruf Waw Sukun terdapat huruf Alif. Alif disamping huruf Waw Sukun ini sebagai bentuk kata JAMAK
ا و دا
artinya ‘lalu mereka menyeru/meminta’ ).
Tanpa huruf Alif tersebut maknanya akan berbeda. Penjelasan ini lebih kepada Tafsir (red). Di dalam Ilmu Tajwid, huruf Alif ini tidak berfungsi atau dianggap tidak ada. Pada mushaf Timur Tengah, diberi bulatan kecil di atas huruf Alif. Karena ALIF DIANGGAP TIDAK ADA , maka – pada Surah Shaad ayat 3 di atas – yang berlaku adalah cara membaca sesuai dengan hukum Idgham Mutamatsilain. Dan ditandai dengan tanda Tasydid Hukum pada huruf Waw Berharakat.
Hukum Idgham Mutajanisain
Idgham Mutajanisain adalah hukum tajwid yang berlaku apabila terjadi pertemuan dua huruf yang berbeda sifat, namun sejenis tempat keluar suara atau makhraj-nya; satu dalam keadaan sukun dan satu lagi berharakat.
Mutajanisain artinya sejenis
Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya (di-tasydid-kan). Di dalam Al-Quran untuk huruf kedua yang berharakat sudah ditandai dengan Tanda Tasydid. Tasydid pada Hukum Idgham Mutajanisain adalah Tasydid Hukum , yaitu tasydid yang diberikan karena terjadinya pertemuan dua huruf. Sebagaimana fungsi tasydid, maka panjang bacaannya adalah 2 harakat, sebagai bentuk penekanan dua huruf yang bertemu. Cara membacanya adalah dengan ‘mengabaikan’ huruf yang sukun, dan langsung masuk ke huruf yang berharakat, atau huruf yang sukun dileburkan ke huruf yang berharakat.
Hukum Idgham Mutajanisain berlaku untuk 8 huruf, yaitu:
Delapan Huruf tersebut berasal dari 3 kelompok Makhraj:
) dan mim ( ) berasal dari Makhraj Syafawi; bibir atas dan bibir bawah posisi
1. Huruf Ba (
tertutup atau merapat
2. Huruf Ta (
), Tha (
), dan Dal (
) berasal dari Makhraj Lisani; ujung lidah yang bertemu
dengan pangkal gigi seri atas (gigi tengah atas).
3. Huruf Dzal (
), Zha’ (
), dan Tsa’ (
) berasal dari Makhraj Lisani; Ujung lidah
dikeluarkan sedikit dan ditekan di ujung Gigi Seri (Gigi Tengah) bagian atas. Jika masih bingung dengan pengelompokan Makhraj huruf-huruf ini, silahkan baca Makharijul Huruf
Di dalam Hukum Idgham Mutajanisain, terjadi 7 pertemuan huruf yang sama makrajnya, yaitu:
) bertemu huruf Mim Berharakat ( )
1. Ba Sukun (
2. Ta Sukun ( ت ) bertemu huruf Dal Berharakat ( )
3. Ta Sukun ( ت ) bertemu huruf Tha Berharakat ( ﻁ )
4. Tsa Sukun (
) bertemu huruf Dzal Berharakat (
5. Dal Sukun (
) bertemu huruf Ta Berharakat (
Zha’ Berharakat (
6. Dzal Sukun (
) bertemu huruf
7. Tha Sukun (
) bertemu huruf Ta Berharakat (
Pertemuan huruf-huruf tersebut dibaca jelas (izhar) tanpa disertai dengung, kecuali huruf Ba Sukun
bertemu huruf Mim berharakat. Jika huruf Ba ‘diabaikan’, maka huruf Mim menjadi huruf yang bertasydid, maka secara otomatis huruf Mim tersebut akan dibaca dengung – sebagaimana fungsi tasydid pada hukum Ghunnah Musyadaddah yang dapat didengungkan 1 – 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat.
Contoh Hukum Mutajanisain di dalam Al-Quran:
PERHATIKAN HURUF BA SUKUN DAN MIM BERHARAKAT DI BAWAH INI !!!
Ba Sukun ( ) dan Mim Berharakat ( ) apabila bertemu harus dibaca Dengung.
Namun apabila belum bertemu, secara otomatis huruf Ba dimatikan, dan akan memantul, sebagaimana pantulan huruf Qolqalah
Dari Contoh Surah Huud ayat 42 di atas, yang perlu digarisbawahi adalah
huruf Ba Sukun dan huruf Mim Berharakat adalah dua huruf yang bertemu, namun dalam keadaan
kata/kalimat yang terpisah.
Irkab ( ) artinya Naiklah, sedangkan Ma’anaa ( ) artinya Bersama Kami.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Hukum Idgham Mutajanisain baru berlaku apabila huruf yang Sukun
sudah bertemu dengan huruf yang Berharakat: Irkamm ma’anaa ( )
Silahkan lihat 2 huruf Alif dibold Coklat di dalam Surah Huud ayat 42 diatas, salah satunya terdapat huruf Nun kecil dibawah huruf Alif tersebut. Huruf Nun kecil tersebut dikenal dengan nama Nun Wiqoyah. Dan
Alif tersebut diberi nama Hamzah Washal.
Hukum Ikhfa Syafawi
Ikhfa Syafawi adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim Sukun ( ) bertemu dengan
huruf Ba ( ).
Ikhfa’ artinya menyamarkan atau menyembunyikan
Syafawi artinya bibir Dinamakan Ikhfa Syafawi karena makhraj dari huruf Mim dan Ba merupakan pertemuan antara bibir atas dan bibir bawah. Berbeda dengan hukum Iqlab , Idgham Bighunnah , atau Ghunnah Musyaddadah pada huruf Mim – di dalam Al- Quran – untuk hukum Ikhfa Syafawi tidak diberi tanda tasydid atau apapun, sama seperti hukum Ikhfa Haqiqi . Namun, hukum Ikhfa Syafawi tetap harus dibaca dengung 1 1/2 alif atau sekitar 2 – 3 harakat, karena apabila hukum Ikhfa Syafawi tidak didengungkan, maka akan berubah menjadi hukum Izhar. Cara membaca Ikhfa Syafawi adalah dengan membaca terlebih dahulu HURUF SEBELUM MIM SUKUN, kemudian masuk ke huruf Mim Sukun dengan mengeluarkan irama dengung ikhfa Syafawi (menahan huruf mim samar-samar); “ immng.. / ummmng.. / ammmng … ” sehingga pada saat akan bertemu dengan
huruf bibir atas dan bawah dalam posisi tertutup.
Contoh Hukum Ikhfa Syafawi di dalam Al-Quran :
Perhatikan huruf Mim dan Ba untuk mushaf standar Timur Tengah yang dibold warna hijau di bawah.
Tidak ada tanda (harakat) SUKUN pada huruf Mim ketika bertemu huruf Ba (Ikhfa Syafawi), sama seperti
huruf Nun Sukun bertemu huruf Sin (hukum Ikhfa Haqiqi )
Huruf O, seperti rotim pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan. Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu ratim.
Hukum Idgham Mitslain (Idgham Mimi)
Idgham Mitslain atau sering disebut dengan Idgham Mimi adalah hukum tajwid yang berlaku untuk huruf Mim
Sukun ( ) bertemu dengan huruf Mim Berharakat ( ) . Dinamakan Mitslain karena
terjadinya pertemuan dua huruf yang makhraj dan sifatnya sama persis (identik), tapi “dikhususkan” hanya untuk huruf Mim Sukun bertemu Mim Berharakat. Selain dari huruf Mim tersebut, maka yang berlaku untuk pertemuan 2 huruf yang sama (Sukun dan Berharakat) adalah Hukum Idgham Mutamasilain dan Hukum Mad Tamkin .
Dinamakan Idgham karena cara membacanya adalah dengan meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya, atau bahasa lainnya di-tasydid-kan. Hukum Idgham Mitslain dibaca dengung (makhraj huruf mim-nya mengalun dan jelas) sekitar 1 Alif hingga 1 1/2 alif atau sekitar 2 – 3 harakat.
Di dalam Al-Quran Idgham Mitslain sudah diberi tanda tasydid. Tasydid Idgham Mitslain adalah Tasydid Hukum , yaitu tanda tasydid yang diberikan karena terjadinya hukum pertemuan atau peleburan.
Contoh Idgham Mitslain di dalam Al-Quran
Hukum Idgham Mitslain hanya berlaku pada saat huruf Mim Sukun bertemu huruf Mim Berharakat. Apabila huruf Mim Sukun belum bertemu dengan Mim Berharakat, maka harus dibaca Izhar, atau tidak didengungkan.
Dari Contoh Surah Al Qadr ayat 4 di atas, yang perlu digarisbawahi adalah
huruf Mim Sukun dan huruf Mim Berharakat adalah dua huruf yang bertemu, namun dalam keadaan
kata/kalimat yang terpisah.
Robbihim ( ) artinya Tuhannya, sedangkan Min ( ) artinya Dari
Persamaan Idgham Mitslain dan Idgham Bighunnah
Idgham Mitslain dan Idgham Bighunnah adalah dua hukum yang berbeda, namun sama-sama men-tasydid-kan huruf Mim.
Idgham Bighunnah : Apabila Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan huruf Mim berharakat.
Idgham Mitslain; Apabila Mim Sukun bertemu dengan huruf Mim berharakat. Silahkan lihat contoh Surah Al Qalam ayat 46 di bawah.
Huruf O, seperti ajronn atau musqoluun pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan. Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu ajrann atau musqaluun.
Perbedaan Hukum Idgham Mitslain dan Idgham Mutamatsilain
Penyebutan Idgham Mitslain juga sering ditambahkan dengan sebutan Shaghir – ; Idgham Mitslain Shaghir.
Shaghir artinya dua huruf yang makhrajnya sama/berdekatan tetapi sifatnya berbeda; huruf yang pertama sukun, huruf ke dua berharakat.
Kebalikannya adalah Kabir, artinya dua huruf yang sama sifat dan makhrajnya, dan keduanya sama-sama berharakat.
Dengan adanya penambahan istilah Shaghir ini menjadikan Hukum Idgham Mitslain sering dianggap sama dengan Hukum Idgham Mutamasilain. Padahal, dari cara membaca kedua hukum ini berbeda.
Idgham Mitslain dibaca dengung
Sedangkan Idgham Mutamasilain dibaca izhar, yaitu jelas atau tidak didengungkan. Silahkan baca —> Hukum Idgham Mutamasilain .
Hukum Izhar Syafawi
Hukum Izhar Syafawi adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim Sukun ( ) bertemu
dengan semua huruf hijaiyah, kecuali huruf Mim dan Ba.
Izhar artinya jelas/ terang atau tidak berdengung
Syafawi artinya bibir; karena huruf Mim makhrajnya adalah pertemuan bibir bagian atas dan bibir bagian bawah.
Di dalam istilah ilmu tajwid, Izhar Syafawi adalah melafalkan huruf-huruf yang bertemu dengan Mim Sukun secara jelas dan terang, tanpa disertai dengung (ghunnah). Dan Izhar Syafawi dapat terjadi di dalam satu kata/kalimat, maupun di luar kata/kalimat yang terpisah.
Kunci mengingat huruf-huruf pada Hukum Izhar Syafawi adalah cukup mengetahui hukum Ikhfa Syafawi dan Idgham Mitslain .
Contoh Hukum Izhar Syafawi di dalam Al-Quran
Pengertian Hukum Mad
Menurut bahasa, Mad artinya tambahan atau melebihkan. Di dalam istilah ilmu tajwid , Mad adalah memanjangkan bacaan ketika bertemu dengan huruf-huruf yang mengandung hukum Mad. Dapat dikatakan bahwa Hukum Mad adalah hukum yang mengatur panjang bacaan di dalam Al- Qur’an. Sebelum membahas lebih jauh tentang Hukum Mad, ada baiknya mengenal sedikit tentang “ketukan” dalam membaca Al- Qur’an:
Panjang suara atau bacaan yang dipakai harus rata, tetap, dan teratur.
Huruf berharakat fathah dan fathatan (
); dhammah dan dhammatain (
) ; kasrah dan kasratain
( ) dibaca 1/2 alif atau 1 harakat (ketukan)
Huruf yang mengandung Hukum Izhar harus dibaca 1 harakat
Huruf yang mengandung dengung (ghunnah) seperti Idgham Bighunnah, Iqlab, Ikhfa dibaca antara 1 alif hingga 1 1/2 alif atau sekitar 2 hingga 3 harakat
Huruf ber-tasydid dibaca 2 harakat. Di dalam hukum-hukum Mad, jika aturannya harus dua harakat, maka harus dibaca 2 harakat secara rata, tetap dan teratur. Jika 6 harakat harus dibaca 6 harakat. Apabila aturannya harus 6 harakat, namun dibaca 2 harakat sehingga menyebabkan terjadinya perubahan makna pada kata/kalimat, maka hukum bacaan tersebut adalah haram. Hukum MAD terdiri dari 2 cabang, yaitu Mad Thobi’i (Mad Ashli) dan Mad Far’i. Mad Far’i terbagi lagi menjadi 11 cabang:
1. Mad Jaiz Munfashil
2. Mad Wajib Mutthashil
3. Mad Arid Lissukun
4. Mad Badal
5. Mad Tamkin
6. Mad Lin / Mad Layin
7. Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal
8. Mad Lazim Kilmi Mukhaffat
9. Mad Iwadh Anit Tanwin
10. Mad Lazim Harfi Mutsaqqal
11. Mad Lazim Harfi Mukhaffat
Hukum Mad Thobi’i (Ashli) Mad Thobi’i adalah salah satu cabang dari Hukum Mad. Mad Thobi’i artinya biasa atau alami, yaitu tidak kurang dan tidak lebih. Dibaca panjang 1 alif atau 2 harakat.
Di dalam ilmu tajwid, Mad Thobi’i sering disebut juga dengan Mad Ashli, artinya asal-muasal atau asal mula kejadian, dan merupakan kunci dasar dalam mempelajari hukum-hukum Mad Far’i. Mad Thobi’i berlaku apabila:
huruf berharakat Fathah (
) bertemu dengan huruf Alif (
);
huruf berharakat Kasrah (
) bertemu huruf Ya Sukun (
);
dan Dhammah (
) bertemu Waw sukun (
maka huruf-huruf tersebut dibaca panjang dua harakat.
Contoh Mad Thobi’i atau Mad Ashli
Huruf Hijaiya yang menggunakan tanda baca Superscript Alif/Alif Kecil di atas ( ), Subscript Alif/Alif Kecil di bawah ( ), Inverted Dhummah/Waw Kecil Terbalik di atas ( ), juga merupakan tanda baca
Mad Thobi’i dan wajib dibaca panjang 2 harokat.
Akan tetapi yang perlu diingat, Hukum Mad Thobi’i tidak berlaku untuk huruf Alif. Apabila terjadi pertemuan antara:
huruf Alif berharakat Fathah (
) bertemu dengan huruf Alif (
Alif berharakat Kasrah (
) bertemu huruf Ya Sukun (
dan Alif berharakat Dhammah (
) bertemu Waw sukun (
maka yang berlaku adalah Hukum Mad Badal < —- silahkan klik !
Hukum Mad Badal seringkali dianggap sebagai Mad Thobi’i, karena pertemuan hurufnya yang sama, yaitu Alif. Dan huruf Alif sendiri – untuk mushaf standar Indonesia – memiliki beragam nama.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda, “Jibril membacakan (Al-Quran) kepadaku dengan satu huruf (dialek) dan aku terus saja meminta tambahan hingga akhirnya berhenti sampai pada tujuh huruf.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hukum Mad Jaiz Munfashil
Mad Jaiz Munfashil adalah salah satu cabang dari Hukum Mad Far’i.
Jaiz artinya boleh.
Munfashil artinya di luar kata atau terpisah Mad Jaiz Munfashil berlaku apabila huruf Mad Thobi’i (
ا ي و ) bertemu dengan huruf Alif berharakat Fathah, Kasrah, atau Dhammah ( ا– ا– ا )
Cara membacanya boleh panjang 2 harakat, 4 harakat, atau 6 harakat. Di dalam pengertian hukum Mad, sudah dijelaskan bahwa panjang setiap harakat harus rata, tetap dan teratur. Jika dari awal membaca Al-Quran telah memilih untuk Mad Jaiz Munfashil dengan panjang 2 harakat, maka seluruh kalimat/kata Mad Jaiz Munfashil selanjutnya harus dibaca 2 harakat. Jika dari awal bacaan Mad Jaiz Munfashil 4 harakat, maka bacaan Mad Jaiz Munfashil berikutnya harus 4 harakat. Kalimat/kata yang mengandung Hukum Mad Jaiz Munfashil, umumnya dibaca 4 atau 6 harakat, untuk membedakan antara bacaan Mad Thobi’i dengan bacaan Mad Jaiz Munfashil. Namun, untuk amalan-amalan yang membutuhkan tempo (ketukan) yang cepat atau bacaan murottal, seringkali Mad Jaiz Munfashil dibaca hanya 2 harakat, misalnya pembacaan Surah Yaasiin atau doa-doa sesudah sholat.
Di dalam Al-Quran, Mad Jaiz Munfashil diberi tanda garis tipis melengkung di bagian atas huruf Mad Thobi’i atau berada di antara huruf Mad Thobi’i dan huruf Alif –>
Ada sejumlah buku-buku agama Islam seperti buku doa-doa, wirid, dan amalan-amalan lainnya, tidak memberikan tanda garis melengkung pada hukum Mad Jaiz Munfhasil.
Jadi, perlu diingat bahwa kunci hukum Mad Jaiz Munfashil adalah Mad Thobi’i bertemu dengan huruf Alif
Contoh Hukum Mad Jaiz Munfashil
WASHAL
Hukum Mad Jaiz Munfashil tetap berlaku sekalipun saat ingin me-washal-kan (menyambungkan) kalimat. LIHAT GAMBAR DI BAWAH
Huruf HA’ Mad Thobi’i ( ) ketika bertemu dengan huruf Alif (pada saat washal) yang berlaku adalah
hukum Mad Jaiz Munfashil bukan Hukum Mad Thobi’i
Penting !!! Mesti hati-hati apabila ingin mewashalkan kalimat (menyambungkan antara ayat yang satu dengan ayat berikutnya), khususnya untuk huruf Alif. Huruf Alif untuk mushaf standar Indonesia memiliki banyak nama, dan terikat dengan hukum-hukum. Jadi, sebelum mewashalkan kalimat di dalam Al-Quran, apabila bertemu dengan huruf Alif, lihat apakah ada tanda GARIS LENGKUNG di atas huruf Mad Thobi’inya atau tidak. Jika tidak ada, maka sebaiknya berhati- hati dalam mewashal, kecuali Anda sudah mengetahui perbedaan antara Hukum Hamzah Qatha dan Hamzah Washal. Pada contoh surah Ash-shams ayat 11- 12 untuk huruf Alif berwarna merah di atas – di dalam Ilmu Tajwid – diberi nama dengan HAMZAH QATHA, Hamzah Qatha dan Hamzah Washal untuk mushaf standar Indonesia bentuknya adalah Huruf Alif.
Berhenti karena kehabisan nafas di tengah kalimat (Waqof Idhthirari)
Perlu digarisbawahi bahwa Mad Jaiz Munfashil hanya berlaku apabila kalimat atau kata yang dibaca masih dalam satu nafas antara Mad Thobi’i dan Huruf Alif. Jika bacaan berhenti sebelum huruf Alif bertemu dengan Mad Thobi, maka yang berlaku adalah Hukum Mad Thobi’i, yaitu harus dibaca panjang 2 harakat. Biasanya ini terjadi pada ayat-ayat yang panjang. Pembaca Al-Quran sudah kehabisan nafas sebelum sampai diujung ayat atau di tempat tanda berhenti (wakof).
Terpaksa berhenti di tengah ayat ini disebut dengan Waqof Idhthirari ( ),
akan dibahas di dalam pembagian Waqof.
PENTING !!!
Apabila ingin berhenti di tengah ayat, diusahakan jangan berhenti di hukum Mad Jaiz Munfashil, karena ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna – akan menjadi sebuah kekeliruan – ketika huruf Mad Thobi’i belum bertemu dengan huruf Alif, lalu dibaca panjang 6 harakat. Cara berhenti seperti Ini disebut Apabila ingin berhenti di tengah ayat, diusahakan jangan berhenti di hukum Mad Jaiz Munfashil, karena ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna – akan menjadi sebuah kekeliruan – ketika huruf Mad Thobi’i belum bertemu dengan huruf Alif, lalu dibaca panjang 6 harakat. Cara berhenti seperti Ini disebut
secara tidak sempurna.
Pada Surah Ash-Shams di atas, apabila ingin berhenti di Tanda Wakof, maka Huruf HA’ ( ) hanya
dibaca 2 harakat. Namun dapat dibaca panjang hingga 6 harakat, apabila diwashalkan dengan ayat selanjutnya, karena terjadinya pertemuan Mad Thobi’i dengan huruf Alif.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Munfashil artinya di luar kata, atau terpisah. Maksudnya huruf Alif pada Mad Jaiz Munfashil memiliki kaitan erat dengan huruf berikutnya, dan huruf Mad Thobi’i pada Hukum Mad Jaiz Munfashil berkaitan erat dengan huruf sebelumnya. Mad Jaiz Munfashil adalah kebalikan dari Mad Muttashil .
Maka, sebaiknya dihindari berhenti di Mad Jaiz Munfashil, atau jika memang terpaksa lebih baik
berhenti di huruf Mad Thobi’i (jangan ditemukan dengan huruf Alif / sekalipun ada tanda garis lengkung di atas huruf Mad Thobi’i-nya), sehingga cukup dibaca panjang 2 harakat.
Contoh:
Hukum Mad Wajib Muttashil
Mad Muttashil atau Mad Wajib, sering disebut juga dengan Mad Wajib Muttashil merupakan salah satu cabang dari Hukum Mad Far’i
Mad merupakan panjang bacaan
Wajib adalah harus