BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Self-Efficacy Sebagai Prediktor Work Engagement di Kantor Pelayanan & Pengawasan Bea Cukai X (KPPBC X) Medan

  governance yakni pemerintahan yang berdasarkan kepada hukum, transparansi,

  akuntabilitas, reliabilitas informasi, serta efisiensi dalam manajemen pemerintahan. Salah satu misi reformasi birokrasi sesuai Perpres No. 81 tahun 2010 adalah melakukan penataan dan penguatan organisasi, tata laksana, manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mind set dan culture set. Program reformasi birokrasi pada kementerian keuangan merupakan proyek percontohan untuk peningkatan kinerja instansi pemerintah. Sebagai salah satu unit kerja di kementerian keuangan yang memiliki tugas dan fungsi strategis, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang terbaik sehingga citra organisasi dapat semakin baik di mata publik (Jafar & Purjono, 2011).

  Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah salah satu institusi pemerintah yang mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian nasional. Peran tersebut diwujudkan dalam bentuk pengumpulan penerimaan negara untuk membiayai pembangunan nasional, pemberian fasilitas perdagangan untuk menunjang efisiensi rantai pasokan perdagangan internasional, pemberian insentif fiskal untuk meningkatkan pertumbuhan dan melindungi investasi dalam negeri, serta melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang yang berbahaya bagi keamanan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Peran ini pada akhirnya juga memberikan kontribusi siginifikan dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi terutama dalam menggerakan pertumbuhan di sektor riil karena peran DJBC menjadi salah satu faktor penting daya saing nasional dalam ekonomi global dan menjadi salah satu faktor penentu keputusan investasi asing (laporan kinerja DJBC, 2011).

  Reformasi birokrasi DJBC tidak hanya dilakukan di pusat saja. Instansi di daerah juga melakukan implementasi reformasi birokrasi salah satunya di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea & Cukai X (KPPBC X) Medan. Secara geografis wilayah kerja KPPBC X Medan sangat potensial untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, bisnis, dan ketengakerjaan karena berdekatan dengan Malaysia, Singapura, dan Thailand (negara-negara anggota ASEAN). Menyadari bahwa perannya begitu penting, maka perlu diupayakan secara serius dan berkesinambungan dalam meningkatkan serta mempertahankan kinerja dan citra aparat KPPBC X Medan diakses tanggal 12 Maret 2013).

  Adapun kebijakan reformasi birokrasi di KPPBC X Medan antara lain; Tunjangan (TKPKN), adanya kontrak kinerja, dan penilaian kinerja yang dilakukan bukan hanya oleh atasan. Adapun komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti kepada pegawai KPPBC X Medan adalah sebagai berikut :

  “…kalau berbicara tentang reformasi birokrasi, pola yang diterapkan kementerian keuangan saya kira dapat menjadi model percontohan buat instansi lain. Banyak manfaat yang kami dapat. Kami merasa lebih adil dan fair. Apa yang diterima sesuai dengan apa yang dikerjakan. Misalnya kayak remunerasi, kami dapat TKPKN namanya, kepanjangannya tunjangan khusus pembinaan keuangan negara. Nah itu dinilai berdasarkan job grading (peringkat jabatan) jadi yang kerjanya dinilai bagus bisa naik gradenya mentok sesuai golongannya. Jadi TKPKN nya makin besar. Gak kayak dulu pake asas PGSS (pinter goblok sama saja), mau kerja banyak, kerja dikit tetep segitu juga dapatnya. Hasilnya ya.. ke kinerja. Kami punya kontrak kinerja dengan atasan, terus penilaian juga 60% dari atasan, 40% dari sesama staf bagian yang sama. Terus udah terbentuk seksi kepatuhan internal di setiap unit kantor DJBC yang tugasnya mengawasi dan ngelakukan judgment kontrak kinerja. Semuanya jadi sesuai SOP. Imbasnya, dari hasil kinerja 2011, 2012 kelihatan realisasi yang melebihi target, hehehehe…”

  (NM, 27 tahun, komunikasi personal 3 Februari 2013) “…kalau bicara tentang motivasi, saya dan teman-teman lain merasa makin terpacu dengan adanya kontrak kinerja sebagai implementasi dari reformasi birokrasi. Kalau ditanya lebih baik mana dulu dengan sekarang, sebagian besar dari kami pasti menjawab lebih baik sekarang. Jadi, walaupun sekarang kinerja diawasi lebih ketat yang otomatis kerjaan juga jadi lebih banyak, tapi kami balik lagi merasa lebih fair dan impas. Benar- benar merasa sebagai abdi Negara karena memikirkan bagaimana bisa mencapai target untuk penerimaan pemasukan Negara..”

  (N, 31 tahun, komunikasi personal 3 Februari 2013) NM, pria 27 tahun sebagai salah satu pegawai Bagian Umum menyatakan bahwa ia lebih termotivasi dan merasa lebih baik setelah mendapat kebijakan reformasi birokrasi. Begitu juga dengan N, wanita 31 tahun yang merupakan rekan kerja NM di bagian kepegawaian merasa penerapan reformasi birokrasi sekarang lebih adil (fair) dan tugas yang jelas. Hal ini juga diperkuat dengan laporan kinerja DJBC tahun 2011 mengenai pencapaian reformasi birokrasi DJBC yang dijabarkan sesuai hasil piloting penjaminan kualitas oleh tim QA Reformasi Birokrasi Nasional yang mencakup 8 area perubahan reformasi birokrasi pada DJBC dan mencapai nilai akhir 91,21 dari skor maksimal 100 (kategori sangat baik). Salah satu poin area penilaian adalah perubahan pola pikir dan budaya kerja yang mendapatkan nilai sebesar 9,49 (dari bobot 10), diikuti perubahan penataran peraturan perundang-undangan sebesar 8,88 (dari bobot 10), penataan dan penguatan organisasi sebesar 9,0 (dari bobot 10), penataran tata laksana sebesar 9,05 (dari bobot 10), penataan sistem manajemen SDM Aparatur sebesar 19,38 (dari bobot 20), penguatan pengawasan sebesar 8,8 (dari bobot 10), penguatan akuntabilitas kinerja sebesar 8,63 (dari bobot 10), dan terakhir peningkatan kualitas pelayanan publik sebesar 18 (dari bobot 20).

  Peningkatan pendapatan dari bea dan cukai yang masuk setelah penerapan strategi reformasi birokrasi dapat dilihat dari hasil penerimaan bea masuk dan cukai tahun 2011 oleh KPPBC X Medan yang realisasinya melebihi target. Target awal bea masuk adalah sebesar Rp 20.617.990.000. Namun realisasinya sebesar Rp 21.224.155.009. Sedangkan untuk cukai masuk awalnya ditargetkan sebesar Rp 93.571.900.000. Namun realisasinya sebesar Rp 118.641.385.220 diakses tanggal 12 Maret 2013).

  Tentu saja ketika peningkatan kinerja sudah diraih, usaha selanjutnya bagi organisasi adalah berupaya terus-menerus untuk mempertahankan serta meningkatkan prestasi kerja. Terkait dengan peningkatan kinerja, buletin kinerja edisi xiv/2012 Kementerian Keuangan hal. 16-17 yang berisi tentang penilaian kinerja, menyatakan bahwa salah satu key success factor untuk meminimalkan terjadinya permasalahan yang masih ada di DJBC adalah engagement.

  

Engagement bertujuan untuk memperkuat kerjasama tim, meningkatkan kepuasan karyawan, serta membentuk pandangan karyawan yang positif atas pekerjaan, rekan kerja, dan tempat bekerja (Rajagukguk, 2012).

  Engagement menjadi topik penting yang paling dibicarakan dalam

  beberapa tahun terakhir di antara perusahaan konsultan dan media bisnis terkenal (Saks, 2006). Bahkan Wiley, Kowske, & Herman (2010) menyatakan bahwa diperkirakan 90% penelitian mengenai karyawan di dunia fokus terhadap pengukuran engagement. Oleh karena itu, topik mengenai engagement saat ini merupakan topik yang hangat dibicarakan.

  Konsep engagement semakin berkembang ke dalam beberapa istilah, diantaranya adalah istilah employee engagement dan work engagement. Adapun istilah employee engagement lebih sering digunakan dalam bisnis sedangkan work

  

engagement lebih sering digunakan oleh kalangan akademik. Ini dapat dilihat dari

PsycINFO (salah satu database publikasi akademik psikologi) yang menunjukkan

  publikasi untuk istilah yang memakai work engagement lebih banyak daripada publikasi dengan memakai istilah employee engagement (Schaufeli & Salanova, 2011). Walaupun masing-masing menggunakan istilah yang berbeda, namun pada dasarnya kedua istilah tersebut setuju bahwa engagement melibatkan aspek perilaku dan psikologikal yang meliputi energi, antusiasme, dan usaha yang terfokus (Herbert, 2011).

  Engagement semakin populer dan diterima di banyak organisasi karena

  yakin akan mendapatkan banyak dampak positif (Harter, Schmidt, & Hayes, 2002). Dengan mengetahui tingkat engagement karyawan dan memeliharanya untuk tetap tinggi, maka pada umumnya perusahaan atau organisasi akan diuntungkan dengan berbagai hal seperti: (1) dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karyawan karena mereka merasa bahagia berkarya di perusahaan tersebut, (2) membantu mempertahankan karyawan terbaik karena mereka tidak mudah tergiur dengan tawaran perusahaan lain, (3) membantu pencapaian target perusahaan karena beberapa studi membuktikan korelasi yang tinggi antara engagement dengan pencapaian target (Mujiasih & Ratnaningsih, 2012). Tambahannya, Robinson, Perryman, & Hayday (2004) menjelaskan bahwa karyawan yang engaged menampilkan perilaku diantaranya, (1) percaya kepada organisasi, (2) tertarik bekerja lebih baik, (3) memahami konteks bisnis dan „bigger picture’ organisasi, (4) kerelaan untuk bertindak „lebih‟, dan (5) selalu mengikuti perkembangan yang ada di lapangan.

  Work engagement mengacu pada perasaan dan cara pandang karyawan

  yang positif dan dikarakteristikkan dengan energi dan resiliensi mental yang tinggi selama bekerja (vigor), rasa antusiasme, merasa penting serta bangga terhadap pekerjaan (dedication), dan fokus menikmati pekerjaan (absorption) (Bakker & Schaufeli, 2004; Bakker & Demerouti, 2008). Oleh karena itu, karyawan yang engaged menampilkan level yang lebih tinggi dari energi, mengenali dengan kuat pekerjaannya, dan menikmati penuh pekerjaannya (Herbert, 2011).

  Sejak konsep engagement dikemukakan oleh Kahn, banyak peneliti tertarik untuk mencari tahu faktor-faktor apa saja yang dapat berpengaruh pada

  

work engagement (Albrecht, 2010). Kebanyakan peneliti work engagement memakai istilah driver (pendorong), anteseden, dan prediktor untuk menjelaskan hal apa yang dapat mempengaruhi, memunculkan, serta memprediksi work

  engagement. Robinson dkk. (2004) menjelaskan bahwa driver terkuat untuk

  memunculkan engagement adalah rasa kebermaknaan dan keterlibatan (sense of

  feeling valued and involved) yang dimiliki oleh individu. Ia menambahkan bahwa

  penting bagi perusahaan untuk memperhatikan beberapa komponen untuk membuat individu terlibat sehingga memunculkan engagement. Komponen tersebut adalah (1) keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan, (2) pemberian kesempatan pada karyawan untuk mengemukakan idenya dan mendengar pandangannya sehingga karyawan merasakan kontribusinya bernilai, (3) kesempatan karyawan untuk dapat mengembangkan pekerjaannya, dan (4) kesehatan serta kesejahteraan karyawan (Robinson dkk., 2004). Selain itu, Mujiasih dan Ratnaningsih (2012) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi dapat berhubungan pada usaha peningkatan work engagement. Di sisi lain, Saks (2006) mengemukakan job

  characteristics, persepsi dukungan organisasi, persepsi dukungan supervisor, rewards dan recognition, keadilan prosedural, dan keadilan distributif dapat

  menjadi anteseden engagement.

  Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, work engagement dapat mempengaruhi peningkatan performa dan produktivitas karyawan. Penelitian terdahulu menemukan hubungan positif antara self-efficacy dengan performance. Alasannya bahwa orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi bertahan lebih lama dalam menghadapi hambatan dan mengatur diri mereka sendiri untuk lebih berusaha mencapai tujuan (Bandura & Wood, 1989). Judge & Bono (2001) dalam studi meta analisis juga mengkonfirmasi hasil hubungan self-efficacy dan work-

  related performance .

  Berdasarkan hal yang dijelaskan sebelumnya, peneliti tertarik untuk meneliti self-efficacy sebagai prediktor work engagement di Kantor Pelayanan & Pengawasan Bea dan Cukai X Medan.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah self-efficacy bertindak sebagai prediktor work

  engagement di Kantor Pelayanan & Pengawasan Bea dan Cukai X Medan?

  C. Tujuan Penelitian a.

  Menggambarkan data mengenai self-efficacy dan work engagement pada sampel pegawai Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea & Cukai X Medan.

  b.

  Mengetahui apakah self-efficacy bertindak sebagai prediktor work

  engagement dan seberapa besar self-efficacy berperan sebagai prediktor work engagement di Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea & Cukai X

  Medan.

  D. Manfaat Penelitian a.

  Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menguji kembali teori Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) mengenai work engagement dan self-efficacy.

  b.

  Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk Kantor Pelayanan & Pengawasan Bea dan Cukai X Medan khususnya mengenai data tentang self-efficacy dan work engagement pegawai.

  E. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  BAB I Latar Belakang Bab ini berisi penjelasan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, antara lain mengenai definisi work engagement, dimensi

  work engagement, dampak work engagement, anteseden munculnya engagement , definisi self-efficacy, fungsi self-efficacy, sumber-sumber self-efficacy, dimensi self-efficacy, serta proses self-efficacy. Selain itu

  juga dijelaskan self-efficacy sebagai prediktor work engagement di KPPBC X Medan. BAB III Metode Penelitian Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan. Pada bab ini akan dijabarkan mengenai identifikasi variabel, definisi operasional masing-masing variabel, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.

  BAB IV Analisis Data dan Pembahasan Bab ini membahas mengenai analisa data dan pembahasan yang berisikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian yang merupakan perbandingan hipotesis dengan teori-teori atau hasil penelitian terdahulu.

  BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Pada bagian ini akan dibahas mengenai kesimpulan akhir penelitian dan sara yang diberikan oleh peneliti baik untuk penyempurnaan penelitian ataupun untuk penelitian yang berhubungan dengan apa yang akan diteliti di masa yang akan datang.

Dokumen yang terkait

Self-Efficacy Sebagai Prediktor Work Engagement di Kantor Pelayanan & Pengawasan Bea Cukai X (KPPBC X) Medan

8 91 94

Pengaruh Remunerasi Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Medan (KPPBC Madya Medan)

17 128 167

Strategi Pelayanan Informasi Departemen Keuangan Pengawasan Bea dan Cukai Tipe A2 Bandung (Studi Kasus Tentang Strategi Pelayanan Informasi Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea dan Cukai Bandung Melalui Kegiatan "Cukai Keliling" Sebagai Bentuk Pelayanan ke

0 36 112

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - BAB I

0 2 15

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Tentang Peranan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Terhadap Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor Dan Impor (Studi Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Tipe Madya Pabean Belawan)

0 3 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Perbandingan Perlakuan Bea Dan Cukai Di Kawasan Berikat Dengan Perlakuan Bea Dan Cukai Di Kawasan Non Berikat

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM - Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tata Cara Pengembalian Pajak Pertambahan Nilai Lebih di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Kepercayaan Kepada Pemimpin Terhadap Work Engagement

0 2 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Self-Efficacy Sebagai Prediktor Work Engagement di Kantor Pelayanan & Pengawasan Bea Cukai X (KPPBC X) Medan

0 0 26