BAB I PENDAHULUAN - Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan )

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Masalah pangan dan gizi merupakan masalah yang sangat penting karena menyangkut berbagai segi kehidupan masyarakat, baik kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik. Kegagalan menanggulangi masalah kekurangan gizi akan berakibat sangat serius terhadap masa depan bangsa dan negara. Salah satu usaha mengatasi kekurangan gizi adalah dengan meningkatkan produksi pangan, khususnya produksi tanaman sayuran di seluruh tanah air (Rukmana, 2005).

  Kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi makanan yang sehat tidak hanya menjadikan masyarakat memilih sayuran untuk menjadi makanan yang dikonsumsi namun masyarakat juga memilih sayuran organik yang kualitas dan keamanannya serba alami yang terbebas dari pestisida dan herbisida kimia. Di

  

supermarket-supermarket besar di perkotaan pun kini lebih banyak dijual aneka

  sayur dan buah yang berlabel organik guna memenuhi kebutuhan konsumen yang mengusung slogan ‘back to nature’.

  Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005) Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% setiap tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman yang bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi pasar domestik dan ekspor.

  Pada tahun 2012, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian menyatakan bahwa kondisi pemenuhan kebutuhan sayuran dari beberapa kawasan yang selama ini memiliki potensi lahan pertanian menunjukkan kondisi yang berbanding terbalik dengan kondisi lahan pertanian saat ini. Dari luas 647.223 ha lahan pertanian yang tersedia untuk dikembangkan, sebagian besar lahan di Sumatera Utara, yaitu sekitar 429.751 ha (66,4%) diarahkan untuk komoditas tanaman semusim. Sisanya seluas 2141.972 ha (21,9%) untuk komoditas tanaman tahunan, dan 75.500 ha (11,7%) diarahkan untuk padi sawah.

  Potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran di Kota Medan menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun sedangkan tiap tahunnya permintaan pemenuhan kebutuhan sayuran semakin meningkat. Tahun 2011 potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran Kota Medan semakin berkurang. Pada Medan Bisnis edisi September 2011 menyebutkan bahwa Marelan memiliki potensi luasan berkisar 200 hektar, Medan Labuhan berkisar 10 hektar, dan Medan Deli hanya berkisar 5 hektar.

  Pada Medan Bisnis edisi September 2010 produksi komoditas sayur mayur di Propinsi Sumatera Utara masih minim. Hal ini karena asupan sayur dan buah- buahan masih rendah dibandingkan target nasional yang berkisar 200 gram perkapita dalam perhari. Konsumsi sayur dan buah di Sumut masih rendah berkisar 926.077 ton per tahun. Jadi jika dihitung dalam setahun, kebutuhan sayur untuk per orang membutuhkan 73 kg per kapita per tahun. Produksi sayur-mayur di Sumut hanya mencapai 70 kg per kapita per tahun. Ini berarti kebutuhan sayur kekurangan 3 kg per kapita per tahun.

  Pada wilayah perkotaan atau perumahan khususnya, terbatasnya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan pertanian ini merupakan salah satu permasalahan pertanian saat ini. Umumnya lahan pekarangan yang tersedia diperkotaan hanya beberapa meter persegi. Ini menyebabkan perlunya rekayasa agar di lahan sempit tersebut tetap dapat dihadirkan sayuran organik untuk keperluan hidup sehari-hari.

  Pekarangan rumah berapa pun luasannya dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga akan meningkatkan produktivitasnya. Pekarangan yang ditanami dengan sayuran memberikan kontribusi yang cukup besar pada usaha mencukupi kebutuhan gizi keluarga. Dalam pemanfaatan pekarangan dengan sayuran harus diperhatikan juga aspek budidaya dari sayuran yang ditanam (Kristanti, 2011).

  Permasalahan terbatasnya lahan untuk budidaya tanaman kebutuhan sehari-hari dapat diatasi dengan teknik vertikultur yang diharapkan dapat membantu pemenuhan kebutuhan sayuran yang terus meningkat. Dengan teknik vertikultur, potensi lahan pekarangan bisa dimaksimalkan oleh masyarakat, paling tidak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri. Selain itu teknik vertikultur juga dapat memberikan nilai estetika pada pekarangan.

  Menurut Andoko (2004) istilah vertikultur diserap dari bahasa Inggris yang berasal dari kata vertical dan culture yang artinya teknik budi daya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya menggunakan sistem bertingkat. Tujuan utama penerapan teknik vertikultur adalah memanfaatkan lahan sempit seoptimal mungkin. Dengan penerapan teknik vertikultur ini maka peningkatan jumlah tanaman pada suatu areal tertentu dapat berlipat 3-10 kali, tergantung model yang digunakan. Pada prinsipnya budi daya dengan teknik vertikultur tidak jauh berbeda dengan budi daya di kebun atau lahan datar. Perbedaan mendasar sudah pasti terletak pada penggunaan lahan produksi. Teknik vertikultur memungkinkan dilakukan pembudidayaan di atas lahan seluas satu meter persegi dengan jumlah tanaman jauh lebih banyak dibanding di lahan datar dengan luas yang sama.

  Sistem budidaya pertanian secara vertikal atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk daerah perkotaan dan lahan terbatas.

  Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman, dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman. Vertikultur tidak hanya sekedar kebun vertikal, namun ide ini akan merangsang seseorang untuk menciptakan khasanah biodiversitas di pekarangan yang sempit sekalipun.

  Struktur vertikal, memudahkan pengguna membuat dan memeliharanya. Pertanian vertikultur tidak hanya sebagai sumber pangan tetapi juga menciptakan suasana alami yang menyenangkan (Lukman, 2009).

  Disamping dapat menampilkan keindahan, bukan berarti penanaman dengan teknik vertikultur tidak dapat diterapkan untuk tujuan komersial. Dengan dasar pemikiran bahwa vertikultur dapat melipatgandakan jumlah tanaman dan produksi maka teknik ini secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan untuk tujuan komersial. Memang investasi yang dibutuhkan untuk penerapan teknik vertikultur ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional. Namun, dengan produksi yang lebih tinggi karena populasi tanaman lebih banyak maka investasi tersebut dapat tertutupi (Andoko,2004).

  Prospek pemasaran dalam negeri bagi komoditas sayuran sangat cerah. Hal ini ditunjukkan dengan fakta sebagai berikut: a.

  Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan permintaan pasar dalam negeri (pasar domestik) terhadap komoditas sayuran semakin bertambah. b.

  Peningkatan jumlah penduduk kota dan bertambahnya kawasan industri dan pariwisata merupakan daerah pemasaran potensial bagi komoditas sayuran.

  c.

  Peningkatan pendidikan dan kesadaran akan pentingnya gizi membawa pengaruh positif terhadap permintaan akan sayuran, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

  d.

  Arus pengunjung dari luar negeri ke Indonesia yang semakin deras membawa pengaruh pada jumlah, jenis, maupun kualitas produksi sayuran yang dibutuhkan (Rukmana, 2005). Pada tahun 2011 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mengadakan program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL). Model

  Kawasan Rumah Pangan Lestari adalah program untuk memanfaatkan pekarangan sebagai penyedia sumber gizi untuk rumah tangga. Berdasarkan luas lahannya

  2

  pekarangan ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: sempit (<100 m ), sedang

  2

  2

  (100-200 m ), luas (>200m ). Untuk kawasan yang memiliki luas lahan dibawah

  2

  100 m BPTP menerapkan budidaya secara vertikultur. Ada 12 Kabupaten/Kota yang diikutsertakan dalam program ini, yaitu Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Asahan, Kabupaten Tanjung Balai, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Padang Sidempuan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten Dairi, Kabupaten Pak-Pak Barat dan Kabupaten Nias Selatan.

  Kecamatan Medan Marelan merupakan wilayah agribisnis kota Medan yang mengalami penurunan luas lahan pertanian tiap tahunnya sehingga perlu adanya rekayasa dalam peningkatan produksi tanaman sayuran di Kecamatan Marelan. Pada bulan November tahun 2011 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mengikutsertakan Kecamatan Marelan kedalam peserta Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL).

  Dari lima kelurahan yang ada di Kecamatan Marelan, Kelurahan Terjunlah yang menerapkan pertanian organik vertikulur pada usahataninya. Penerapan pertanian vertikultur di daerah ini diterapkan oleh ada 25 KK (kepala keluarga) yang awalnya bukan petani dengan 12 tanaman holtikultura. Dalam penerapannya BPTP mendukung petani dengan memberikan bantuan polibag, rak, bibit, media tanam, dan pupuk. Setiap KK menanam 3-5 jenis tanaman yang berbeda pada lahan yang sama.

  Menurut Andoko (2004) dengan penerapan teknik vertikultur ini maka peningkatan jumlah tanaman pada suatu areal tertentu dapat berlipat 3-10 kali.

  Peningkatan jumlah tanaman ini akan menyebabkan peningkatan volume produksi pada areal itu, sehingga penerimaan petani pun meningkat. Namun, peningkatan penerimaan ini belum tentu diikuti dengan peningkatan pendapatan petani karena biaya yang dikeluarkan pada pertanian organik vertikultur lebih besar dibandingkan pertanian konvensional. Maka peneliti tertarik untuk meneliti kelayakan usahatani dengan teknik budidaya organik vertikultur ini. Di samping itu peneliti juga tertarik untuk menganalisis strategi pengembangan pertanian organik vertikultur di Kota Medan.

  1.2 Identifikasi Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1)

  Berapa besar total penerimaan, biaya produksi dan pendapatan bersih usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian? 2)

  Apakah usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian layak untuk diusahakan? 3)

  Bagaimana strategi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)

  Untuk menganalisis total penerimaan, biaya produksi dan pendapatan usahatani sayuran organik vertikultur 2)

  Untuk menganalisis kelayakan usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian.

  3) Untuk menganalisis strategi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian.

  1.4 Kegunaan Penelitian

  Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut: 1)

  Sebagai sumbangan pemikiran bagi setiap orang yang terkait dalam pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur.

  2) Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa khususnya di jurusan agribisnis, petani maupun pemerintah yang terkait.