BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Aspek Agronomis

  Tanaman holtikultura yang dibudidayakan secara vertikultur di daerah penelitian ada 6 jenis tanaman yaitu sawi, bayam, kangkung, timun, terong, cabai.

  Setiap petani membudidayakan 3-4 jenis tanaman pada pekarangan rumahnya.

  Sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman semusim. Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Tanaman sawi mempunyai batang pendek dan lebih langsing dari petsai. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga sukar membentuk krop. Tanaman ini mempunyai akar tunggang dengan akar samping yang banyak, tetap dangkal. Bunganya mirip petsai, tetapi rangkaian tandan lebih pendek. Ukuraqn kuntum bunga lebih kecil dengan warna kuning pucat spesifik. Ukuran bijinya kecil dan berwarna hitam kecoklelatan. Bijinya terdapat dalam kedua sisi dinding sekat polong yang lebih gemuk (Sunarjono, 2004).

  Tanaman sawi dapat dipungut hasilnya setelah berumur dua bulan. Sawi dipungut dengan cara tanaman dicabut atau dipotong bagian batang di atas tanah.

  Ada pula orang yang memungut hasilnya dengan cara memetik daunnya satu per satu. Cara pemungutan yang terakhir ini bertujuan agar tanaman tahan lama.

  Tanaman sawi yang terawat dengan baik dan sehat dapat menghasilkan 10-15 ton/ha (Sunarjono, 2004).

  9 Bayam (Amaranthus sp.) berbentuk perdu semak. Bayam banyak digemari masyarakat Indonesia karena rasanya enak, lunak, dan dapat memperlancar pencernaan. Bayam dapat tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Oleh karena itu, tanaman ini dapat ditanama di kebun dan pekarangan rumah. Bayam yang ditanam di pekarangan biasanya jenis

  

Amaranthus hybridus . Ada pula bayam yang biasa ditanam di tegalan, yaitu jenis

  bayam sekul. Waktu menanam yang baik ialah pada awal musim hujan atau pada awal musim kemarau (Sunarjono, 2004).

  Saat tanaman berumur 1 bulan mulai dilakukan penjarangan. Tanaman yang besar dan rapat dicabut hingga jarak antarbaris menjadi 40 cm. Hasil dapat dibiarkan tumbuh di kebun lebih lama, biasanya sampai musim tanam berikutnya. Setelah tanaman berumur 1-1,5 bulan, tingginya mencapai 20-30 cm.

  Saat ini seluruh tanaman dapat dipanen dengan cara tanaman dicabut beserta akarnya. Tanaman bayam yang terawat dengan baik dan sehat dapat menghasilkan 3 ton per ha (Sunarjono, 2004).

  Kangkung (Ipomoea sp.) merupakan tanaman sayuran komersial yang bersifat menjalar. Kangkung berbatang kecil, bulat panjang dan berlubang di dalamnya. Daunnya digemari seluruh lapisan masyarakat Indonesia karena rasanya enak segar. Selain itu, kangkung banyak mengandung vitamin A, vitamin C, dan mineral, terutama zat besi (Sunarjono, 2004).

  Pemanenan dengan cara dipangkas sudah bisa dilakukan saat tanaman berumur tiga bulan. Ujung tanaman dipangkas sekitar 30 cm agar tumbuh banyak cabang. Hasil pangkasan ini merupakan panen pertama yang dapat dijual.

  10 Pemungutan hasil selanjutnya dilakukan dengan cara ujung cabang dipangkas setiap 15 hari sekali (Sunarjono, 2004).

  Mentimun (Cucumis sativus L.) atau boteng merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar. Tanaman tersebut menjalar atau memanjat dengan menggunakan alat panjat berbentuk pilin (spiral). Panjang batang mentimun 0,5 m-1,5m. Daun mentimun lebar berlekuk menjari dan dangkal, berwarna hijau muda sampai hijau tua. Daunnya beraroma kurang sedap dan langu. Bulunya tidak begitu tajam. Tanaman mentimun biasanya mulai berbunga umur 45-50 hari dari waktu tanam. Biasanya bunga pertama sampai kelima adalah jantan. Panen pertama buah mentimun ketika tanaman berumur dua bulan dari waktu tanam

  Caisim (Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim, berbatang pendek hingga hampir tidak terlihat. Daun Caisim berbentuk bulat panjang serta berbulu halus dan tajam, urat daun utama lebar dan berwarna putih. Daun caisim ketika masak bersifat lunak, sedangkan yang mentah rasanya agak pedas. Pola

  

pertumbuhan daun mirip tanaman kubis, daun yang muncul terlebih dahulu

  menutup daun yang tumbuh kemudian hingga membentuk krop bulat panjang yang berwarna putih. Susunan dan warna bunga seperti kubis (Sunarjono, 2004).

  Di Indonesia dikenal tiga jenis sawi yaitu: sawi putih atau sawi jabung, sawi hijau dan sawi huma. Sawi putih (B. Juncea L. Var. Rugosa Roxb. & Prain) memiliki batang pendek, tegap dan daun lebar berwarna hijau tua, tangkai daun panjang dan bersayap melengkung ke bawah. Sawi hijau, memiliki ciri-ciri batang pendek, daun berwarna hijau keputih-putihan, serta rasanya agak pahit, sedangkan sawi huma memiliki ciri batang kecil-panjang dan langsing, daun panjang-sempit

  11 berwarna hijau keputih-putihan, serta tangkai daun panjang dan bersayap (Rukmana, 1994).

  Bunga pada tanaman cabai terdapat pada ruas daun dan jumlahnya bervariasi antara 1-8 bunga tiap ruas tergantung pada spesiesnya. Capsicum

  

annuum mempunyai satu bunga tiap ruas. Sedangkan cabai rawit (Capsicum

frutescens ) mempunyai 1-3 bunga tiap ruas. Ukuran ruas tanaman cabai bervariasi

  dari pendek sampai panjang. Makin banyak ruas makin banyak jumlah bunganya, dan diharapkan semakin banyak pula produksi buahnya. Buah cabai bervariasi antara lain dalam bentuk, ukuran, warna, tebal kulit, jumlah rongga, permukaan kulit dan tingkat kepedasannya. Berdasarkan sifat buahnya, terutama bentuk buah,

  ).

  dan cabai paprika (Prajnanta,1999 Menurut Nawangsih, dkk (1999) Umur cabai sangat bervariasi tergantung jenis cabai. Tanaman cabai besar dan keriting yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama kali umur 70 – 75 hari setelah tanam. Sedangkan waktu panen di dataran tinggi lebih lambat yaitu sekitar 4 – 5 bulan setelah tanam.

  Panen dapat terus-menerus dilakukan sampai tanaman berumur 6 – 7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan dalam 3 – 4 hari sekali atau paling lama satu minggu sekali.

2.1.2 Pertanian Organik

  Pertanian organik adalah proses budidaya yang tidak menggunakan asupan bahan kimia sintetik seperti pupuk, pestisida, herbisida dan hormon pertumbuhan.

  Pertanian organik juga tidak menggunakan rekayasa genetik (GMO). Dengan

  12 demikian, pertanian organik merupakan pertanian yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Sistem pertanian organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktifitas agroekosistem secara lamai serta mampu menghasilakn pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Direktorat Jenderal holtikultura, 2008).

  World Trade Organization (WTO), membuat beberapa kategori produk

  pertanian. Pertama wild product, yakni produk tumbuh-tumbuhan yang langsung diambil dari alam liar (hutan). Kedua, traditional product, yakni produk tumbuh- tumbuhan yang dibudidayakan secara tradisional. Misalnya padi ladang. Ketiga,

  

conventional product , yakni produk pertanian biasa, yang proses budidayanya

  pertanian yang masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia, terapi dosisnya sangat dibatasi. Kelima organic product, yakni hasil pertanian organik.

  Menurut Balai Pengkajian Pertanian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan (2012) Prinsip dasar pertanian organik yang dirumuskan oleh IFOAM,

  

International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM, 1992)

  tentang budidaya tanaman organik harus memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :

1. Lingkungan

  Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan sintetik. Karena itu pertanaman organik tidak boleh berdekatan dengan pertanaman yang memakai pupuk buatan, pestisida kimia dan lain-lain yang tidak diizinkan. Lahan yang sudah tercemar (intensifikasi) bisa digunakan namun perlu konversi selama 2 tahun dengan pengelolaan berdasarkan prinsip pertanian organik.

  2. Bahan Tanaman Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah beradaptasi baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.

  3. Pola Tanam Pola tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju pertanian berkelanjutan.

  4. Pemupukan dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) bahan organik sebagai pupuk adalah sebagai berikut :

  13

  • Berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara organik Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain, urin ternak, sampak kota (kompos) dan lain-lain bahan organik asalkan tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.
  • Pupuk buatan (mineral)
  • Urea, ZA, SP36/TSP dan KCl, tidak boleh digunakan
  • K2SO4 (Kalium Sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/ha; kapur, kieserite, dolomite, fosfat batuan boleh digunakan.
  • Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan

  5. Pengelolaan Organisme Pengganggu

  • Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh digunakan, kecuali yang diizinkan dan terdaftar pada IFOAM
  • Pestisida hayati diperbolehkan

  14

2.1.3 Vertikultur

  Vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah verticulture dalam bahasa inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical dan culture.

  Makna vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sistem ini sangat cocok diterapkan khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Vertikultur dapat pula diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat, perumahan umum, atau bahkan pada pemukiman di dearah padat yang tidak punya halaman sama sekali. Dengan metoda vertikultur ini, kita dapat memanfaatkan lahan semaksimal mungkin (Widarto, 1996). jumlahnya banyak sekali, mencapai ribuan tanaman. Secara umum tanaman yang cocok untuk divertikulturkan adalah hampir semua jenis tanaman semusim yang pertumbuhannya tidak terlalu tinggi, maksimal 1 m. Kebanyakan tanaman semusim merupakan jenis sayuran dan buah-buahan, dapat juga jenis tanaman hias. Ini termasuk tanaman merambat yang pertumbuhannya dapat diatur dengan ajir dari tali rafia atau bambu (Widarto, 1996).

  Menurut Andoko (2004) ada beberapa kelebihan dari teknik budidaya secara vertikultur, di antaranya sebagai berikut.

  a) Populasi tanaman per satuan luas lebih banyak karena tanaman disusun ke atas dengan tingkat kerapatan yang dapat diatur sesuai keperluan.

  b) Media tanam yang disterilisasi meminimalkan risiko serangan hama dan penyakit sehingga mengurangi biaya untuk pengendalian hama dan penyakit. c) Kehilangan pupuk oleh guyuran air hujan dapat dikurangi karena jumlah media tanam yang sudah ditentukan hanya berada di sekitar perakaran tanaman di dalam wadah terbatas.

  d) Perlakuan penyiangan gulma sangat berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali karena sedikit media tanam terbuka yang memungkinkan media tanam tersebut ditumbuhi gulma.

  e) Berbagai bahan di sekitar rumah seperti karung bekas, batang bambu, pipa peralon, dan bekas gelas air mineral dapat dimanfaatkan sebagai wadah budi daya vertikultur.

  f) Tempat dibangunnya bangunan vertikultur menampilkan nilai estetika, atau

  g) Bangunan vertikultur dapat dipindah-tempatkan ke tempat yang diinginkan, terutama untuk vertikultur dengan konstruksi yang dapat dipindah-pindahkan.

  Di samping banyaknya nilai kelebihan, teknik budidaya vertikultur ini pun memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sebagai berikut.

  a) Investasi atau biaya awal yang diperlukan cukup tinggi karena harus membuat srtruktur bangunan khusus dan penyiapan media tanam.

  b) Oleh karena jarak tanamnya rapat, tercipta suatu kondisi kelembapan udara yang tinggi. Hal ini menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan penyakit akibat cendawan (Andoko, 2004).

  Teknik vertikultur bisa dikembangkan dengan menggunakan rak, menyusun batako di pojok tembok atau lainnya. Sementara, sebagai wadah tanaman, bisa digunakan gelas plastik dari air kemasan, botol bekas sampai kemasan tetrapak. Dengan teknik vertikultur, maka setiap rumah tangga bisa

  15

  16 memproduksi sayuran organik secara mandiri. Selain itu, kesehatan juga bisa diupayakan dengan herbal yang ditumbuhkan sendiri. Rumah juga lebih indah berkat tanaman hias (Kompas, 2011).

  Dalam mengembangkan usahatani kegiatan utama yang dilakukan adalah peningkatan produksi barang pertanian yang dihasilkan petani, meningkatkan produktivitas pertanian serta mendorong pengembangan komoditas yang sesuai dengan potensi wilayah. Peningkatan produksi pertanian apabila ingin meningkatkan pendapatan petani merupakan keharusan dalam pembangunan pertanian (Hanani, 2003).

  Tegalbero Camp yang merupakan model pertanian terpadu yang mewadahi perkebunan, pertanian, perikanan, dan peternakan (buntaninak) pada tahun 2010 menerapkan pertanian vertikultur dengan 300 lonjor paralon PVC setinggi masing-masing 2 meter. Untuk komoditi bawang merah, dalam satu tonggak paralon menghasilkan 4 kilogram bawang merah, dengan harga bawang merah sekitar Rp 15.000,- per kilogram dan biaya paralon Rp 20.000,- per tonggak ditambah biaya pupuk dan perawatan, pendapatan Rp 60.000,- per tonggak masih menguntungkan (Mahmudi, 2010).

  Vertikultur adalah media pertanaman dengan cara bertingkat. Dengan membuat rak bertingkat dari kayu/bambu/besi/paralon, kita dapat menanam tanaman di pekarangan sempit bahkan tidak ada. Bahan yang digunakan untuk pembuatan vertikultur ini beragam. Ada kayu, bambu, paralon, dan besi. Untuk pembuatan vertikultur yang murah biasanya menggunakan kayu. Hanya

  17 mengeluarkan biaya Rp 250.000,- sudah dapat membuat vertikultur. Sedangkan yang termahal adalah dengan menggunakan besi, dapat menghabiskan hingga Rp500.000,- Apabila masih mahal, kita dapat menanamnya di polibag atau pot.

  Untuk satu polibag yang berukuran 3 kg, hanya mengeluarkan Rp 5.000,- saja. Itu sudah termasuk 1 kg pupuk kandang, 2 kg sub soil (tanah dan sekam), serta 2 bibit caisim (Sinar tani, 2012).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Analisis Usahatani

  Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana tujuan memeperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi mesukan (input) (Seokartawi, 1995).

  Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

  1. Biaya tetap (Fixed cost) Biaya yang relative jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya ini tidak dipengaruhi/bergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya biaya tetap ialah sewa tanah, pajak, alat pertanian.

  2. Biaya Variabel (Variabel cost)

  18 Biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

  Contohnya untuk biaya vaiabel ini ialah sarana produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang dinginkan (Soekartawi, 2003).

  Menurut Soekartawi dalam Yanti (2011) Dalam usaha tani, petani akan memperoleh penerimaan dan pendapatan penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:

  TR = Y.Py TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y

  Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usahatani tergantung pada tujuannya. Pada akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang disebut dengan pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara

  

total revenue (TR) deangan total cost (TC) atau dapat ditulikan dengan rumus

  sebagai berikut : I = TR-TC

  Dimana : I = Income (Pendapatan)

  19 TR = Total Revenue (Total Penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya)

  Kelayakan usahatani digunakan untuk melihat seberapa jauh suatu usaha layak untuk diusahakan. Kelayakan usahatani dapat diketahui dengan menggunakan beberapa criteria investasi. Kriteria investasi. Kriteria investasi yang umum dikenal antara lain BEP dan R/C (Kasmir dan Jakfar, 2003).

  R/C adalah singkatan dari return cost ratio. R/C juga dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, pernyataan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

  Penerimaan

  R/C Ratio =

  Total Biaya Produksi

2.2.2 Analisis SWOT

  SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Streight dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (weaknesses) (Rangkuti, 1997).

  Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengembilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan (Rangkuti, 1997).

  • Tentukan faktor kekuatan internal
  • Tentukan faktor kekuatan eksternal
  • Tentukan faktor kekuatan eksternal

  • Tentukan faktor kekuatan internal

  Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

  STRATEGI ST

  Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

  STRATEGI WT

  TREATHS (T)

  Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

  STRATEGI WO

  Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

  OPPORTUNITIES (O)

  STRATEGI SO

  WEAKNESSES (W)

  IFAS EFAS STRENGHTS (S)

  Gambar 1. Diagram Matriks SWOT

  4. Strategi WT (Weaknesses-Threats) Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahanyang ada serta menghindari ancaman.

  Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

  2. Strategi ST (Strenghts-Threats) Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

  1. Strategi SO (Strenghts-Opportunities) Strategi berdasarkan jalan pemikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan dengan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

  Analisa SWOT dibuat dalam bentuk matriks. Matriks ini menggambarkan dengan jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam perusahaandan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini menghasilkanempat set alternatif strategis, yaitu:

  20

  21

2.3 Kerangka Pemikiran

  

Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara

  vertikal atau bertingkat. Sistem ini sangat cocok diterapkan khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Pengembangan usahatani dengan teknik budidaya vertikultur dipengaruhi oleh sempitnya ketersediaan lahan untuk pertanian dan kelembagaan.

  Rata-rata petani di daerah penelitian memiliki lahan sempit sehingga penerapan vertikultur diharapkan mampu untuk meningkatkan pendapatan petani.

  Petani membudidayakan seluruh sayuran secara organik sehingga usahatani ini disebut usahatani organik vertikultur. Dalam penerapannya petani di daerah usahataninya petani diberikan bantuan berupa bibit, polibag, rak, media tanam dan pupuk.

  Penerapan teknik vertikultur ini dapat meningkatkan penanaman jumlah tanaman pada suatu areal tertentu hingga 3-10 kali lipat, sehingga produksi tanaman yang dihasilkan dapat meningkat. Banyaknya produksi yang dihasilkan dalam usahatani tersebut akan mempengaruhi penerimaan petani. Pendapatan dihasilkan dari selisih antara penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan petani. Besarnya total biaya dan penerimaan akan mempengaruhi besarnya pendapatan petani.

  Pertanian vertikultur dapat meningkatkan produksi tanaman, sehingga akan meningkatkan penerimaan petani. Dengan menganalisis usahatani pertanian vertikultur ini maka dapat dilihat total penerimaan, biaya produksi dan pendapatan bersih usahatani pertanian vertiklultur. Dengan menggunakan kriteria R/C ratio

  22 akan diketahui kelayakan usahatani sayuarn organik vertikultur. Penelitian ini juga menjelaskan strategi untuk mengembangkan pertanian organik vertikultur agar penerapan pertanian ini dapat meluas ke wilayah lain sehingga permasalahan keterbatasan lahan untuk bercocok tanam dapat diatasi.

  23 Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Biaya Usahatani

  • Sempitnya Pertanian Organik ketersediaan lahan

  Vertikultur pertanian Produksi

  Harga Penerimaan

  Usahatani Pendapatan

  TidakLayak Layak Faktor-Faktor

  Strategis Faktor Strategis Faktor Strategis

  Internal Eksternal

  Strength Weakness Opportunity Threats

  (Kekuatan) (Kelemahan) (Peluang) (Ancaman)

  Strategi Pengembangan Pertanian Oarganik Vertikultur

  

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

  : Menyatakan ada hubungan

  24

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

Dokumen yang terkait

Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan )

13 109 108

Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

5 93 108

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Permintaan Daging Sapi Di Kota Medan

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Beras Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan)

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pertanian Organik - Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 2 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Pola Konsumsi Pangan Non Beras Sumber Karbohidrat Di Kecamatan Medan Tuntungan

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITAN - Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Cincau Hitam Di Kota Medan (Studi Kasus : Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan)

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Strategi Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) (Studi Kasus : Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan)

0 0 17

Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan )

0 0 31