Pengalaman Istri dengan Infertilitas Primer di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan Kecamatan Medan Marelan
PENGALAMAN ISTRI DENGAN INFERTILITAS PRIMER DI KELURAHAN TERJUN PASAR II MARELAN KECAMATAN MEDAN MARELAN
JULISA ANDRIANI 105102036
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
(4)
PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Julisa Andriani
Pengalaman Istri dengan Infertilitas Primer di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan Kecamatan Medan Marelan
vii + 53 hal + 1 tabel + 7 lampiran Abstrak
Pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta telah berusaha selama 1 tahun tetapi belum mengalami kehamilan. Secara medis, infertilitas dapat dibedakan menjadi infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Pasangan dipertimbangkan memiliki infertilitas primer bila pihak istri belum pernah hamil sama sekali. Kondisi ini sangat mempengaruhi masalah emosional ibu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman istri dengan infertilitas primer. Desain penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 10 orang. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan Kecamatan Medan Marelan. Waktu penelitian mulai dari September 2010 – Mei 2011. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dampak infertilitas primer adalah merasa dikucilkan, merasa tidak berharga, merasa bersalah, mudah tersinggung, merasa asing sendiri dan menerima apa adanya. Faktor penyebab infertilitas primer adalah karena kurangnya pergerakan sperma, pintu indung telur yang kecil, sperma suami cair, keputihan, sperma suami sedikit dan faktor usia. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memperoleh kehamilan antara lain melakukan kusuk, kepada tenaga kesehatan (dokter), pengobatan alternatif (Shinse), minum jamu-jamuan, istirahat yang cukup, tidak melakukan pekerjaan yang berat-berat dan berhubungan dua minggu sebelum menstruasi. Informasi-informasi yang didapat untuk memperoleh kehamilan antara lain adalah dari tetangga, media elektronik, dari mertua dan inisiatif sendiri. Faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan kepada tenaga kesehatan adalah karena biaya yang mahal, takut, dan tidak ada waktu. Perasaan yang dialami ibu dalam menghadapi infertilitas primer antara lain sedih, kecewa, cemas, biasa aja, nggak tahu. Pengobatan atau pemeriksaan yang dilakukan ibu untuk memperoleh kehamilan antara lain USG, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan sperma pada suami. Diharapkan agar petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan dan penatalaksanaan tentang infertilitas primer sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien. Kepada perangkat masyarakat diharapkan dapat memberikan informasi tentang infertilitas primer.
Daftar Pustaka : 30 (1999 – 2010)
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Pengalama Istri dengan Infertilitas Primer Di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan Kecamatan Medan Marelan”.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna baik dari isi maupun susunan bahasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya masukan dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Nur Hasnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara dan selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan karya tulis ilmiah ini.
3. Idau Ginting, SST, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi perbaikan karya tulis ilmiah ini.
4. dr. M. Fidel Ganis, Siregar. SpOG, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan karya tulis ilmiah ini.
(6)
4. Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing akademik.
5. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
6. Ayahanda dan ibunda tercinta serta adik saya tersayang yang telah memberi banyak dukungan, doa dan motivasi yang luar biasa sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.
7. Semua partisipan yang telah bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah ini.
8. Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam meyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata penulis ucapkan terimah kasih atas semua bantuan yang diberikan, semoga mendapat anugerah dari Allah SWT. Amin Ya Robbal Alamin.
Medan, Juni 2011
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
1. Pelayanan Kebidanan ... 4
2. Pendidikan Kebidanan ... 4
3. Penelitian Kebidanan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Pengalaman ... 5
B. Infertilitas ... 5
1. Defenisi Infertilitas ... 5
2. Epidemiologi ... 5
3. Penyebab Infertilitas ... 6
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infertilitas ... 6
5. Patofisiologi ... 9
6. Pemeriksaan Khusus Infertilitas ... 10
7. Penatalaksanaan Infertilitas ... 11
8. Pengobatan Infertilitas ... 12
(8)
B. Populasi dan Sampel ... 14
1. Populasi ... 14
2. Sampel ... 14
C. Tempat Penelitian ... 15
D. Waktu Penelitian ... 15
E. Etika Penelitian ... 15
F. Instrumen Penelitian ... 16
G. Prosedur Pengumpulan Data ... 16
H. Analisa Data ... 17
I. Tingkat Keabsahan Data ... 18
1. Kreadibilitas ... 18
2. Dependabilitas ... 18
3. Konfirmabilitas ... 19
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Partisipan ... 20
B. Pengalaman Isteri dengan Infertilitas Primer ... 21
C. Pembahasan ... 34
1. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 34
2. keterbatasan Penelitian ... 48
3. Implikasi untuk Asuhan Kebidanan ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 50
B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1. Data Demografi Partisipan ... 21
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Persetujuan menjadi Partisipan Lampiran 2 : Lembar Kuesioner Data Demografi Lampiran 3 : Lembar Panduan Wawancara
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 5 : Lembar Pernyataan Editor Bahasa Indonesia
Lampiran 6 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU Lampiran 7 : Balasan Surat Izin Penelitian
(11)
PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Julisa Andriani
Pengalaman Istri dengan Infertilitas Primer di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan Kecamatan Medan Marelan
vii + 53 hal + 1 tabel + 7 lampiran Abstrak
Pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta telah berusaha selama 1 tahun tetapi belum mengalami kehamilan. Secara medis, infertilitas dapat dibedakan menjadi infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Pasangan dipertimbangkan memiliki infertilitas primer bila pihak istri belum pernah hamil sama sekali. Kondisi ini sangat mempengaruhi masalah emosional ibu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman istri dengan infertilitas primer. Desain penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 10 orang. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan Kecamatan Medan Marelan. Waktu penelitian mulai dari September 2010 – Mei 2011. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dampak infertilitas primer adalah merasa dikucilkan, merasa tidak berharga, merasa bersalah, mudah tersinggung, merasa asing sendiri dan menerima apa adanya. Faktor penyebab infertilitas primer adalah karena kurangnya pergerakan sperma, pintu indung telur yang kecil, sperma suami cair, keputihan, sperma suami sedikit dan faktor usia. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memperoleh kehamilan antara lain melakukan kusuk, kepada tenaga kesehatan (dokter), pengobatan alternatif (Shinse), minum jamu-jamuan, istirahat yang cukup, tidak melakukan pekerjaan yang berat-berat dan berhubungan dua minggu sebelum menstruasi. Informasi-informasi yang didapat untuk memperoleh kehamilan antara lain adalah dari tetangga, media elektronik, dari mertua dan inisiatif sendiri. Faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan kepada tenaga kesehatan adalah karena biaya yang mahal, takut, dan tidak ada waktu. Perasaan yang dialami ibu dalam menghadapi infertilitas primer antara lain sedih, kecewa, cemas, biasa aja, nggak tahu. Pengobatan atau pemeriksaan yang dilakukan ibu untuk memperoleh kehamilan antara lain USG, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan sperma pada suami. Diharapkan agar petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan dan penatalaksanaan tentang infertilitas primer sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien. Kepada perangkat masyarakat diharapkan dapat memberikan informasi tentang infertilitas primer.
Daftar Pustaka : 30 (1999 – 2010)
(12)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasangan infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta telah berusaha selama satu tahun tetapi belum mengalami kehamilan (Manuaba, 1999).
Infertilitas yang disebut primer adalah apabila pasangan suami/istri tidak pernah hamil. Infertilitas lebih banyak dikaitkan dengan wanita akan tetapi ada sekitar 40% dari kasus yang dikaitkan dengan pria dan 20% dari kedua pasangan. Sekitar 50% dari pasangan yang mengalami pengobatan dan kemudian menjadi hamil (Siswadi, 2007).
Secara medis, infertilitas dapat dibedakan menjadi infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Pasangan dipertimbangkan memiliki infertilitas primer bila pihak istri belum pernah hamil sama sekali. Adapun infertilitas sekunder ditujukan bagi pasangan yang gagal hamil setelah kelahiran anak pertama atau pihak istri pernah hamil meskipun akhirnya terjadi keguguran (abortus). Adapula yang mengistilahkan infertilitas primer sebagai infertilitas tingkat pertama dan infertilitas sekunder sebagai infertilitas tingkat kedua (kasdu, 2002).
Dalam realisasinya tidak semua pasangan mudah memperoleh keturunan seperti yang diharapkan. Di tengahnya gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran (keluarga berencana) diberbagai penjuru dunia ternyata ada kelompok pasangan suami istri yang justru mengalami infertilitas atau kesulitan untuk memperoleh anak. Pada tahun 2000 dari sekitar 30 juta pasangan usia subur terdapat 3, 45 juta atau sekitar 10 – 15% pasangan yang memiliki problem kesuburan. Dengan demikian angka infertilitas di Indonesia ternyata cukup tinggi ( Hidayah, 2007).
(13)
Pada umumnya faktor-faktor organik / fisiologik yang menjadi sebab mengapa seorang pasangan suami istri tidak bisa hamil. Akan tetapi, ada pendapat umum tentang ketidakseimbangan jiwa dan kecemasan/ketakutan yang berlebihan (emotional stress) dapat pula menurunkan kesuburan wanita. Dalam hubungan ini Dimic dkk. menemukan 554 kasus (81,6%) di Jugoslavia disebabkan oleh kelainan organik, dan 124 kasus (18,4) disebabkan oleh faktor psikologik (Prawirohardjo, 2005).
Menurut Worlth Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa jumlah pasangan infertilitas sebanyak 36% diakibtkan adanya kelainan pada si ayah, sedangkan 64% berada pada si ibu. Hal ini dialami 17% pasangan yang sudah menikah lebih dari 2 tahun belum mengalami tanda-tanda kehamilan bahkan sama sekali belum pernah hamil (Ida, 2010, ¶ 1).
Banyaknya pasangan infertil di Indonesia dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin, tetapi tidak pernah mempunyai anak. Berdasarkan sensus penduduk terdapat 30 juta di antaranya adalah pasangan usia subur (selanjutnya disebut PUS). Sekitar 10-15% atau 3-4,5 juta (PUS) memiliki problem kesuburan, dan dari 10 sampai 15% itu terdapat 7 sampai 9% yang mengalami infertilitas primer.
Pasangan suami istri yang kawin tanpa kehamilan, semakin lama kejadian kehamilannya semakin menurun. Diperkirakan bahwa dari setiap 100 pasangan, 10 pasangan dari pasangan suami istri (Pasutri) tidak mempunyai anak, dan 15 pasutri mempunyai anak kurang dari yang diinginkan. Banyak faktor yang mempengaruhi infertilitas, salah satu faktornya adalah dari segi psikologis (Ida, 2010, ¶ 1).
(14)
Infertilitas bisa mengakibatkan efek psikologis yang sangat berat pada suami/istri. Ketidakmampuan mendapat keturunan bisa memengaruhi semua aspek hidup suami/istri (Siswadi, 2007).
Manusia sebagai individu yang unik akan memiliki pengalaman yang berbeda pula dalam menghadapi masalah dan program pengobatan terhadap infertilitas yang membutuhkan waktu serta biaya yang banyak. Jika setelah melakukan pengobatan infertilitas, pasangan segera mendapatkan anak tentu segala upaya tidak sia-sia. Akan tetapi, ada pula pasangan yang tidak kunjung memperoleh keturunann setelah melakukan berbagai macam prosedur pemeriksaan dan pengobatan. Banyak pasutri yang memilih bercerai karena salah satu dari mereka tidak dapat memberi keturunan. Ancaman terjadinya perceraian ini mencapai 43% dari masalah pernikahan yang ada. Mereka beranggapan bahwa peran mereka sebagai orang tua tidak sempurna tanpa kehadiran seorang anak dalam kehidupan perkawinannya (Ida, 2010, ¶ 3).
Elia Mashuri (2006), telah mendapatkan 90,32% pasangan dengan infertilitas primer dan 9,68% pasangan dengan infertilitas sekunder. Dan dari hasil studi pendahuluan dari beberapa partisipan mengatakan bahwa mereka merasa kecewa karena sudah berbagai macam cara yang dilakukan untuk memperoleh keturunan tapi tidak berhasil. Masalah keturunan merupakan masalah yang besar dikeluarga mereka, karena selain suami, mertua juga sangat mempengaruhi dan berperan penting dalam rumah tangga. Mertua sering sekali menganggap menantunya tidak berharga karena tidak dapat memberikan cucu kepadanya.
Walaupun masalah infertilitas tidak mengancam jiwa, tapi bagi banyak orang yang mengalaminya ini berdampak besar terhadap kehidupan keluarga. Dan setiap
(15)
individu memiliki cara-cara yang berbeda dalam mengatasi masalah infertilitas tersebut. Oleh sebab itu penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengalaman yang dialami oleh istri dengan infertilitas primer.
B. Pertanyaan Penelitian
Yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman istri dengan infertilitas primer di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengalaman istri dengan infertilitas primer di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan.
D. Manfaat Penelitian 1. Pelayanan Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai intervensi melaksanakan asuhan kebidanan, menentukan pembinaan pengembangan pengetahuan tentang pengalaman istri dengan infertilitas primer.
2. Pendidikan Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan mahasiswa kebidanan terutama tentang pengalaman istri dengan infertilitas primer.
3. Penelitian Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi peneliti yang akan datang dan menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam penulisan karya tulis ilmiah sehingga dapat menjadi bahan acuan dalam menerapkan pengalaman ilmiah.
(16)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman
Menurut kamus besar bahasa indonesia (2005) pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasakan, ditanggung). Menurut Notoatmodjo (2005) pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan. Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa-peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Syah, 2003).
B. Infertilitas
1. Defenisi Infertilitas
Infertilitas adalah pasangan suami istri yang telah melaksanakan tugas dan upaya selama satu tahun belum berhasil hamil dengan situasi rumah tangga normal (Manuaba, 2001).
Infertilitas primer adalah apabila pasangan suami istri tidak pernah hamil (Siswadi, 2007).
2. Epidemiologi
a. Secara umum, diperkirakan satu dari tujuh pasangan di dunia bermasalah dalam hal kehamilan.
b. Di Indonesia, angka kejadian perempuan infertil primer 15% pada usia 30-34 tahun, meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun.
(17)
c. Berdasar survei kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan ada 3,5 juta pasangan (7 juta orang) yang infertil. Mereka disebut infertil telah meningkat mencapai15-20 persen dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia.
d. Penyebab infertilitas sebanyak 40% berasal dari pria, 40% dari wanita, 10% dari pria dan wanita, dan 10% tidak diketahui (Kurniawan, 2010, ¶ 3).
3. Penyebab Infertilitas
Penyebab infertilitas mungkin perubahan tingkat motilitas sperma dan penurunan kualitas atau pembentukan sperma yang abnormal. Wanita mungkin mengalami penurunan kepatenan tuba karena endometriosis atau infeksi pelviks, anatomi uterus yang abnormal atau perubahan hormonal yang mempengaruhi endometrium selama siklus menstruasi. Pengobatannya bergantung pada penyebab infertilitas (Potter, 2005).
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Infertilitas a. Umur
Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause.
Fase pubertas wanita adalah fase disaat wanita mulai dapat berproduksi, yang ditandai dengan haid untuk pertama kalinya (disebut menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder, yaitu membesarnya payudara, tumbuhnya rambut disekitar alat kelamin dan timbunan lemak di pinggul. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13
(18)
tahun. Adapun fase menopause adalah fase disaat haid berhenti. Fase menopause terjadi pada umur 45-55 tahun.
Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun sehingga tingkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya kira-kira umur 45 tahun sel telur habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi. Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah atau USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-3.
b. Lama Infertilitas
Berdasarkan laporan klinik fertilitas di Surabaya, lebih dari 50% pasangan dengan masalah infertilitas datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin tua, penyakit pada organ reproduksi yang makin parah, dan makin terbatasnya jenis pengobatan yang sesuai dengan pasangan tersebut.
c. Emosi
Stres memicu pengeluaran hormon kortisol yang mempengaruhi pengaturan hormon reproduksi.
d. Lingkungan
Paparan terhadap racun seperti lem, bahan pelarut organik yang mudah menguap, silikon, pestisida, obat-obatan (misalnya, obat pelangsing) dan obat
(19)
rekreasional (rokok, kafein dan alkohol) dapat mempengaruhi sistem reproduksi. Kafein terkandung dalam kopi dan teh.
e. Hubungan seksual
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi frekuensi, posisi dan melakukannya pada masa subur.
f. Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang.
g. Posisi
Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma dapat dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang “menunggu” di saluran telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi). Oleh karena itu gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas.
Penetrasi yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.
(20)
Marak di tengah masyarakat bahwa supaya bisa hamil, saat berhubungan seksual wanita harus orgasme. Pernyataan itu keliru, karena kehamilan terjadi bila sel telur dan sperma bertemu. Hal yang juga perlu diingat adalah bahwa sel telur tidak dilepaskan karena orgasme. Satu sel telur dilepaskan oleh indung telur dalam setiap menstruasi, yaitu empat belas hari sebelum menstruasi berikutnya. Peristiwa itu disebut ovulasi. Sel telur kemudian menunggu sperma di saluran telur (tuba falopi) selama kurang-lebih 48 jam. Masa tersebut disebut masa subur (Kurniawan, 2010, ¶ 4).
5. Patofisiologi
Sekitar 95% dari disfungsi pada sistem reproduksi dikaitkan dengan anovulasi, kelainan anatomis pada traktus genital wanita dan produksi sperma yang tidak normal.
Disfungsi ovulasi adalah penyebab utama dari infertilitas. Obstruksi tubafalopi adalah gangguan struktur yang lazim. Penyebab obstruksi yang paling lazim ditemukan adalah salpingitis akut karena infeksi gonorea atau klamidia. Infeksi pelvis, pemakaian IUD dan endometriotis juga bisa menyebabkan obstruksi tuba.
Infeksi bisa merusak kelenjar-kelenjar yang menyekresi mukus yang membantu kelangsungan hidup dan motilitas sperma. Kurangnya estrogen bisa menyebabkan volume dan kualitas mukus serviks menurun. Kelainan pada uterus termasuk leinomioma bisa mengganggu implantasi ovum yang telah dibuahi. Sekitar 40% dari infertilitas menyangkut masalah produksi sperma.
Infertilitas bisa mengakibatkan efek psikologis yang sangat berat pada suami/istri. Ketidakmampuan untuk mendapat keturunan bisa mempengaruhi semua aspek hidup suami/istri. Mengikuti pemeriksaan dan pengobatan dapat pula memberi
(21)
pengharapan yang kemudian bisa menjadi keputusan apabila pengobatan gagal (Siswadi, 2007).
6. Pemeriksaan Khusus Infertilitas
Pemeriksaan khusus infertilitas dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain, (1) Pemeriksaan histeroskopi adalah pemeriksaan dengan memasukkan alat optik kedalam rahim untuk mendapatkan keterangan tentang mulut saluran telur dalam rahim (normal, edema, tersumbat oleh kelainan dalam rahim), tentang lapisan dalam rahim (situasi umum lapisan dalam rahim karena pengaruh hormon, terdapat polip atau mioma dalam rahim), dan keterangan lain yang diperlukan; (2) Pemeriksaan Laparoskopi adalah pemeriksaan dengan memasukkan alat optik kedalam ruang abdomen (perut) untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan indung telur (besarnya dan situasi permukaannya, adanya Graaf folikel, korpus luteum, atau korpus albikantes, bentuk abnormal yang dijumpai), keadaan tuba falopi (apakah normal, apakah terdapat kelainan anatomi, apakah terdapat perlekatan), keadaan perinoteum (selaput yang membungkus perut), rahim dan sekitarnya (kemungkinan endometritis dan bekas infeksi). Pengambilan cairan pada perioneum untuk pemeriksaan sitologi pengecatan dan pembiakan, sehingga faktor cairan dapat ditetapkan dalam proses infertilitas; (3) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sangat penting pada pasangan infertilitas terutama vaginal ultrasonografi untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas situasi anatomi alat kelamin bagian dalam, mengikuti tumbuh kembang folikel Graaf yang matang, penuntun aspirasi (pengambilan) telur (ovum) pada folikel Graaf untuk dilakukan pembiakan bayi tabung. Ulstrasonografi vaginal dilakukan sekitar waktu ovulasi dan
(22)
didahului dengan pemberian pengobatan dengan klimofen sitral atau obat perangsang indung telur lainnya; (4) Pemeriksaan uji pascasenggama dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan tembus spermatozoa menyerbu lendir serviks. Caranya dianjurkan melakukan hubungan seks dirumah dan setelah dua jam, datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Lendir serviks diambil dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan jumlah spermotozoa yang dijumpai dalam lendir tersebut. Pemeriksaan ini dilakukan sekitar perkiraan masa ovulasi yaitu hari ke-12, 13 dan 14 dengan perhitungan menstruasi pertama dianggap hari pertama. Hasilnya masih belum mendapat kesepakatan para ahli; (5) Pemeriksaan hormonal (setelah semua pemeriksaan dilakukan), bila belum dapat memberikan tentang sebab infertilitas dapat dilakukan pemeriksaan hormonal untuk mengetahui keterangan tentang hubungan hipotalamus dengan hipofise dan ovarial aksis. Hormon yang diperiksa adalah gonadotropin (folicle stimulation hormon [FSH], hormon luteinisasi [LH]) dan hormon (estrogen dan progesteron, prolaktin).
Pemeriksaan hormonal ini diharapkan dapat menerangkan kemungkinan infertilitas dari kegagalannya melepaskan telur (ovulasi). Demikian rancangan pemeriksaan diharapkan dapat selesai dalam waktu tiga siklus menstruasi, sehingga rencana pengobatan dapat dilakukan. Oleh karena itu, pasangan infertilitas diharapkan mengikuti rancangan pemeriksaan sehingga kepastian penyebabnya dapat ditegakkan sebagai titik awal pengobatannya selanjutnya (Manuaba, 1999).
7. Penatalaksanaan Infertilitas
(23)
b. Kekurangan salah satu dari mereka akan dapat diatasi oleh yang lainnya sehingga kehamilan dapat berlangsung.
c. Pemeriksaan penyebabnya harus diketahui, diselesaikan selama tiga siklus (tiga bulan).
d. Pasangan infertilitas sebaiknya dapat mengikuti pemeriksaan yang telah dijadwalkan.
e. Suami dilakukan pemeriksaan fisik umum, fisik khusus, dan pemeriksaan analisis sperma (Manuaba, 1999).
8. Pengobatan Infertilitas
a. Melakukan anamnese suami istri b. Pemeriksaan fisik
Istri : Tanda seks sekunder 1) Pemeriksaan ginekologi 2) Pemeriksaan laboratorium Suami
1) Konsultasi pada ahli urologi 2) Laboratorium
a) Laboratorium dasar
b) Analisis sperma (Sperma analysis) yaitu obstinensia 3-5 hari dan dua kali interval, 2-3 bulan.
(24)
c. Pemeriksaan secara menyeluruh, sebaiknya sudah dapat menetapkan sebab infertilitas dalam tiga bulan (tiga siklus menstruasi), dengan ketentuan suami dalam batas normal.
d. Pemeriksaan tambahan yang dianggap penting : 1) Biopsi endometrium pada hari pertama menstruasi 2) Histerosalfingorafi
3) Histeroskopi
4) Laparaskopi atau laparatomi
a) Mengetahui keadaan ovarium yaitu folikel graaf atau korpus luteum b) Mengetahui faktor peritonium
c) Melepaskan perlekatan
(25)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain Fenomenologi yaitu mencari suatu kebenaran dengan cara menangkap fenomena atau gejala yang memancar dari objek yang diteliti dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengalaman istri dengan infertilitas primer.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah istri yang mengalami infertilitas primer di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan berjumlah 28 orang.
2. Sampel
Jumlah sampel yang diteliti pada penelitian ini adalah 10 orang. Teknik yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling, yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal. Metode pengambilan data dan sampel adalah sampai dengan saturasi data. Sesuai dengan Polit (2004) “ menyatakan bahwa pada study fenomenology mempunyai ciri khas sampel adalah 10 atau kurang dari 10 partisipan”. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Istri yang sudah menikah minimal selama satu tahun tetapi belum mengalami kehamilan.
(26)
c. Ibu yang ingin hamil
C. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan Kecamatan Medan - Marelan.
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2010 sampai Juni 2011.
E. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan persetujuan penelitian kepada Ketua Jurusan Program Studi D-IV Bidan Pendidik. Setelah mendapatkan surat persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian dengan langkah sebagai berikut, yaitu peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Setelah partisipan mengatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, maka partisipan menandatangani surat persetujuan partisipan. Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan, maka pada lembar pengumpulan data (kuesioner) peneliti hanya menggunakan nomor kode sehingga kerahasiaan identitas dan semua kerahasiaan partisipan dapat terjaga.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang peniliti gunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan handphone sebagai alat instrumen, lembar kuesioner data demografi
(27)
sebagai alat bantu dan panduan wawancara. Kuesioner data demografi berisi pernyataan mengenai data umum partisipan pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang berupa usia, usia perkawinan, agama, suku, pekerjaan, tingkat pendidikan.
Panduan wawancara berisi pertanyaan yang akan diajukan dalam penelitian ini, seperti (1) coba ibu ceritakan bagaimana perasaan ibu setelah mengalami infertilitas; (2) upaya-upaya apa saja yang ibu lakukan untuk memperoleh kehamilan; (3) informasi-informasi apa saja yang ibu dapatkan untuk memperoleh kehamilan; (4) apakah ibu merasa khawatir dengan infertilitas yang ibu alami terhadap keharmonisan rumah tangga ibu; (5) apakah ibu sudah pernah melakukan pengobatan atau pemeriksaan kepada tenaga kesehatan.
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut yaitu : sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan wawancara pendahuluan sebagai pilot studi dan memperlihatkannya pada pembimbing untuk pengesahannya. Setelah itu, peneliti meminta izin dari Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik USU.
Setelah memilih partisipan yang sesuai dengan kriteria penelitian, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan penelitian. Selanjutnya, partisipan menjawab pertanyaan yang terdapat pada lembar kuesioner sesuai dengan petunjuk pengisian kuesioner dan partisipan diberikan kesempatan untuk bertanya kepada peneliti, apabila menemukan kesulitan dalam menganalisa pertanyaan yang diajukan.
(28)
Setelah partisipan mengisi kuesioner, peneliti melakukan wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi dan merekamnya menggunakan alat perekam. Wawancara dilakukan satu sampai dua kali terhadap masing-masing partisipan dan dalam waktu 20-30 menit.
Setelah data terkumpul dari sepuluh orang partisipan, peneliti mendapatkan saturasi data, maka pengumpulan data dihentikan.
H. Analisa Data
Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, peneliti menganalisa data dengan menggunakan metode Colaizzi (1987, dalam Polit, et al, 2001) yaitu :
1. Membaca semua panduan untuk mendapatkan perasaan mereka. 2. Mengulangi setiap panduan dan menyaring pernyataan penting.
3. Menerangkan pengertian dari setiap pernyataan penting (misalnya merumuskan pengertian).
4. Mengumpulkan data dan mengelompokkan data tersebut, (a) menunjukkan data yang telah dikelompokkan kembali pada panduan awalnya untuk disahkan. (b) mencatat ketidakcocokan diantara kelompok data yang bervariasi, menghindarkan pengabaian data atau tema yang tidak cocok.
5. Menyatukan hasil ke dalam deskripsi lengkap tentang fenomena yang sedang diteliti. 6. Merumuskan deskripsi lengkap tentang fenomena yang diteliti dengan pernyataan
tegas dengan identifikasi yang mungkin.
7. Mengatakan kepada partisipan tentang sejauh mana temuan yang didapat sebagai akhir dari langkah-langkah yang telah disahkan.
(29)
I. Tingkat Keabsahan Data
Untuk memperoleh tingkat keabsahan atau kepercayaan data hasil penelitian kualitatif, maka harus memenuhi beberapa kriteria, menurut Linkoln dan Guba (1985, dalam Danim & Darwis, 2003), tingkat kepercayaan hasil penelitian dapat dicapai jika penelitian berpegang pada empat prinsip yaitu: kredibilitas, dependabilitas, konfirmabilitas, dan transferabilitas.
Tingkat kepercayaan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga prinsip yaitu:
1. Kredibilitas
Dalam hal ini diperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian dengan prolonged engagement yaitu pendekatan yang lebih mendalam kepada calon partisipan sehingga partisipan dan peneliti saling mengenal dan mempercayai. Untuk itu peneliti melakukan pendekatan sebanyak 2-3 kali (setiap kunjungan lamanya 30 menit) kunjungan ke rumah masing-masing partisipan. Hal ini dilakukan agar peneliti dan partisipan dapat menjalin hubungan yang baik, semakin akrab, semakin terbuka, sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.
2. Dependabilitas
Dependabilitas ini dapat diterapkan oleh peneliti dengan cara membuat catatan lengkap yang berisi keseluruhan aktivitas peneliti selama proses penelitian, mulai dari awal penelitian, proses pengumpulan data, turun kelapangan, proses wawancara, proses analisis data, proses pengujian keabsahan data, sampai proses membuat kesimpulan dari data yang diperoleh. Semua proses tersebut harus dapat ditunjukan peneliti sebagai bukti bahwa hasil penelitian tersebut memiliki keabsahan atau reliabilitas.
(30)
3. Konfirmabilitas
Agar hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya, peneliti menyesuaikan hasil penelitian dengan data yang dikumpulkan, lalu dicantumkan dalam laporan lapangan, dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Untuk itu, hasil penelitian ini selanjutnya diperiksa oleh seorang ahli yang tidak ikut dalam proses penelitian ini. Hal lain adalah peneliti harus mengikuti setiap proses penelitian dan tidak hanya berpedoman pada hasil akhir.
(31)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian Fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang pengalaman istri dengan infertilitas primer. Ada sepuluh partisipan yang diteliti mengalami infertilitas primer dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara dengan bantuan alat perekam digital.
A. Karakteristik Partisipan
Kesepuluh partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta menandatangani persetujuan menjadi partisipan penelitian sebelum wawancara dimulai. Usia kesepuluh partisipan berkisar antara 21 – 44 tahun. Lama usia perkawinan kesepuluh partisipan berkisar antara 2 – 12 tahun.
Dari kesepuluh partisipan, tujuh orang partisipan berasal dari suku Jawa, dua orang dari suku Batak, dan satu orang dari suku Melayu. Kesepuluh partisipan beragama Islam. Enam orang partisipan bekerja sebagai ibu rumah tangga, dua orang bekerja sebagai wiraswasta, dan dua orang lainnya bekerja sebagai PNS. Dua orang partisipan berpendidikan terakhir SD, enam orang berpendidikan terakhir SMA, dan dua orang partisipan lainnya berpendidikan terakhir perguruan tinggi. Data demografi partisipan dapat dilihat pada tabel 4.1.
(32)
Tabel 4.1. Data Demografi Partisipan
No. Karakteristik Jumlah
1. Usia ibu
20 – 24 tahun 25 – 30 tahun 31 – 35 tahun 36 – 40 tahun 41 - 45 tahun
2 4 1 2 1 2. Lama usia perkawinan
1 – 5 tahun 6 – 10 tahun 11 – 15 tahun
6 3 1 3. Agama
Islam 10
4. Suku Jawa Batak Melayu 7 2 1 5. Pekerjaan
PNS Wiraswasta IRT 2 2 6 6. Pendidikan
SD SMA Perguruan Tinggi 2 6 2
B. Pengalaman istri dengan Infertilitas Primer.
Dari hasil wawancara ditemukan dampak yang terjadi akibat infertilitas primer, faktor penyebab infertilitas primer, upaya yang dilakukan untuk memperoleh kehamilan, informasi yang didapat untuk memperoleh kehamilan, faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan kepada tenaga kesehatan / dokter, perasaan yang dialami ibu setelah mengalami infertilitas primer, pengobatan atau pemeriksaan yang telah dilakukan oleh ibu terhadap tenaga kesehatan.
(33)
1. Dampak yang dialami ibu karena Infertilitas Primer
Dari hasil wawancara diperoleh bahwa semua partisipan mengalami infertilitas primer dampak yang terjadi pada ibu adala dan merasa dikucilkan, merasa tidak berharga, merasa bersalah, mudah tersinggung, merasa asing sendiri, menerima apa adanya.
a. Merasa dikucilkan
Dua dari sepuluh partisipan mengatakan bahwa mereka merasa seperti dikucilkan keluarga. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :
(Partisipan 2)
Sakit rasanya dibicarakan keluarga suami saya terus, katanya saya gak mau nurut
(Partisipan 6)
Sedih kali rasanya kayak dikucilkan gitu sama keluarga suami saya, terutama mertua saya, dia itu kayaknya gak suka lihat saya
b. Merasa tidak berharga
Salah satu partisipan mengatakan dirinya tidak berharga. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah :
(Partisipan 3)
Mertua saya itu sering nganggap saya gak berharga karna gak bisa ngasih cucu
c. Merasa Bersalah
Salah satu dari sepuluh partisipan mengatakan merasa bersalah terhadap suaminya. Pernyataan partisipan tersebut antara lain :
(Partisipan 8)
Tapi namanya perempuan pasti lebih merasa bersalah dari pada laki-laki, saya ngerasa kasihan ngelihat suami saya, kayaknya dia itu uda kepengen kali punya
(34)
d. Mudah Tersinggung
Salah satu partisipan mengatakan bahwa ibu jadi lebih mudah tersinggung. Pernyataan partisipan tersebut antara lain :
(Partisipan 9)
Nyalahin si nggak, Cuma kadang-kadang suka nesuh gitu. Dia suka bilang kapan yo eneng anak lanang nengomah? Saya kan jadi tersinggung, seolah-olah dia itu nyalahin saya.
e. Merasa asing sendiri
Salah satu dari partisipan mengatakan bahwa ibu merasa asing sendiri dari keluarga. Hal ini diungkapkan melalui pernyataan partisipan berikut :
(Partisipan 9)
Mertua saya lebih sayang sama yang punya anak, kayak terasing sendiri gitu, semua ada anaknya awak sendiri yang gak ada. Jadi kalo ngumpul-ngumpul gitu suka gak enak sendiri.
f. Menerima apa adanya (pasrah)
Salah seorang partisipan mengatakan bahwa mereka menerima apa adanya. Pernyataan partisipan tersebut adalah sebagai berikut :
(Partisipan 5)
Suami saya biasa-biasa aja, ya diterima aja apa adanya.
2. Faktor Penyebab Infertilitas Primer
Dari hasil wawancara diperoleh bahwa kemungkinan yang menjadi faktor penyebab terjadinya infertilitas primer yang dialami oleh partisipan adalah karena
(35)
kurangnya pergerakan sperma, pintu indung telur yang kecil, sperma cair, kebanyakan darah putih, jumlah sperma sedikit dan faktor usia.
a. Kurangnya Pergerakan Sperma
Salah seorang partisipan mengatakan bahwa penyebab terjadinya infertilitas primer adalah karena kurangnya pergerakan sperma suami. Hal yang berkaitan dengan pernyataan tersebut adalah :
(Partisipan 1)
Kata dokter sperma suami saya kurang pergerakan.
b. Pintu indung telurnya kecil
Salah seorang partisipan mengatakan bahwa pintu indung telurnya kecil. Pernyataan Partisipan tersebut adalah sebagai berikut:
(Partisipan 1)
Kata dokter, kalau saya pintu indung telurnya kecil.
c. Sperma cair
Salah seorang partisipan juga mengatakan bahwa sperma suaminya cair. Hal yang berhubungan dengan hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :
(Partisipan 2)
Itulah kata dokter itu sperma suami saya cair, kalau saya sih kata dokter bagus gak ada masalah.
(36)
Pernyataan lain yang diungkapkan partisipan ketika mengalami infertilitas primer adalah karena faktor kebanyakan darah putih. Hal yang berkaitan dengan pernyataan partisipan tersebut adalah :
(Partisipan 3)
Kemaren waktu ke shinse dibilang saya kebanyakan darah putih, makanya gak punya anak.
e. Sperma sedikit
Salah satu partisipan mengatakan bahwa penyebab dari infertilitas adalah karena sperma suami yang sedikit. Pernyataan tersebut dikutip dari pernyataan partisipan tersebut adalah :
(Partisipan 3)
Kata shinse itu sperma suami saya sedikit, apa karna suami saya sering di bekam gitu ya.
f. Faktor Usia
Salah seorang partisipan mengatakan bahwa faktor usia dapat berpengaruh pada tingkat kesuburan wanita. Pernyataan partisipan tersebut adalah sebagai berikut :
(Partisipan 7)
Dulu saya memang lama menikah, kira-kira umur 38 saya baru menikah.
3. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memperoleh kehamilan
Dari hasil wawancara diketahui bahwa beberapa upaya yang dilakukan oleh partisipan utnuk memperoleh kehamilan antara lain adalah dengan melakukan kusuk,
(37)
jamu-jamuan, menambah waktu istirahat, tidak melakukan pekerjaan yang berlebihan, berhubungan dua minggu sebelum menstruasi.
a. Melakukan Kusuk
Seluruh partisipan mengatakan bahwa mereka melakukan pengobatan dengan cara berkusuk. Pernyataan tersebut dikutip dari pernyataan partisipan tersebut :
(Partisipan 4)
Kusuk ke orang-orang tua gitu, tapi belum ada juga sih perubahannya. Cuma kusuk aja gak pernah kemana-mana lagi orang gak ada duitnya. (Partisipan 7)
Saya udah pernah kusu-kusuk gitu tapi sampe sekarang ya keginilah belom ada juga hasilnya.
(Partisipan 8)
Kalo ke tukang kusuk cuma di bilang tukang kusuknya peranakannya jauh keatas.
b. Tenaga Kesehatan (Dokter)
Tujuh dari sepuluh partisipan mengatakan bahwa mereka melakukan pengobatan terhadap dokter. Hal tersebut merujuk pada pernyataan partisipan :
(Partisipan 1)
Ya udah berobat kedokter, ntah udah kemana-mana ajapun kami coba. (Partisipan 6)
Udah konsul ke dokter, disarankan pemeriksaan lanjut tapi belum kami lakukan. (Partisipan 10)
Saya udah ke dokter sih tapi suami saya diajak gak mau, jadi cuma sepihak aja yang periksa.
(38)
Tiga dari sepuluh partisipan mengatakan bahwa mereka melakukan pengobatan alternatif atau shinse untuk dapat memperoleh kehamilan. Pernyataan yang mengatakan upaya melakukan pengobatan dengan alternatif adalah :
(Partisipan 1)
Ke orang-orang tua, trus kealternatif-alternatif tapi belum ada juga sih perubahan.
(Partisipan 2)
Pernah juga sekali nyoba ke shinse cuma di kasi obat aja sama orang china itu, pil-pil gitu, kata teman saya yang uda pernah nyoba dia berhasil, makannya di kasi taunya sama saya, tapi setelah saya minum obatnya belum juga ada reaksinya.
(Partisipan 3)
Cuma kusuk aja ama ke shinse. Dibilang shinse itu saya kebanyakan darah putih makannya gak punya anak.
d. Minum jamu-jamuan
Selain melakukan pengobatan alternatif, dua orang partisipan juga minum jamu-jamuan untuk dapat hamil. Hal ini di kutip dari pernyataan partisipan :
(Partisipan 4)
Pernah minum jamu-jamu gitu tapi khasiatnya belum nampak sih sampe sekarang.
(Partisipan 5)
Pernah jugalah berapa kali gitu kalo minum jamu-jamuan gitu, tapi uda gak ingat lagi
(39)
Tiga dari sepuluh orang partisipan mengatakan bahwa cara yang mereka lakukan untuk memperoleh kehamilan adalah melakukan banyak-banyak istirahat. Hal ini di ungkapkan oleh partisipan berikut :
(Partisipan 1)
Ya kata dokter kayak gitu sih, saya disuruh banyak-banyak istirahat (Partisipan 2)
Ya Cuma disuruh banyak istirahat aja sama di kasi obat tok. (Partisipan 5)
Cuma banyak-banyak istirahat, dibilang dokternya ya gitu aja
f. Tidak melakukan pekerjaan berat-berat.
Dua dari sepuluh partisipan mengatakan untuk tidak melakukan pekerjaan yang berlebihan agar mempermudah terjadinya kehamilan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :
(Partisipan 3)
Cuma disarankan ibu itu jangan capek kali kerjanya, saya disuruh minum susu katanya biar mancing gitu. Tapi ya ginilah belum dikasi juga, tapi yang pentingkan ada usaha.
(Partisipan 8)
Ya disuruh jangan terlalu capek, katanya biar lebih puas tau sebabnya apa disuruh ke dokter langsung aja katanya.
g. Berhubungan dua minggu sebelum menstruasi
Salah satu partisipan mengatakan bahwa berhubungan badan sebaiknya dilakukan dua minggu sebelum menstruasi karena itu merupakan masa subur. Pernyataan partisipan tersebut adalah :
(40)
(Partisipan 5)
Selain istirahat, kata dokter kalou berhubungan dua minggu sebelum menstruasi katanya biar cepat hamil.
4. Informasi-informasi yang di dapat untuk memperoleh kehamilan
Dari hasil wawancara diketahui bahwa informasi yang didapat untuk memperoleh kehamilan adalah dari tetangga-tetangga, televisi, dari mertua dan inisiatif sendiri.
a. Dari tetangga
Sembilan sari sepuluh partisipan mengatakan bahwa mereka mendapatkan informasi-informasi kebanyakan diperoleh dari tetangga. Pernyataan partisipan tersebut adalah :
(Partisipan 1)
Kata-kata tetangga, itulah yang disuruhnya nyoba kusuk alternatif itu, katanya udah ada yang berhasil.
(Partisipan 3)
Kalau informasi banyak dari tetangga, tapi rata-rata semuanya nyuruh kusuk (Partisipan 7)
Banyak la dek, itu tadi kata-kata tetangga saya disuruh kesana-kesini udah saya coba tapi juga gak bisa, udah capekla dek kalau ngikutin kata-kata orang gitu (Partisipan 8)
Dari tetagga-tetangga deket rumah, disuruh keorang pintar gitu, udah banyakla usaha kami biar punya anak tapi belum dikasih juga
b. Dari media elektronik
Salah satu partisipan mengatakan bahwa informasi-informasi untuk mendapat kehamilan dapat diperoleh dari televisi. Pernyataan partisipan tersebut adalah :
(Partisipan 2)
Pengobatan teteh mayang yang ada di tivi itu upah ngirim obatnya aja udah tiga juta.
(41)
c. Dari Mertua
Salah satu partisipan menyebutkan bahwa informasi dapat diperoleh dari mertua. Hal ini merujuk dari pernyataan partisipan :
(Partisipan 5)
Mertua saya bilang katanya periksakan dulu kedokter.
d. Inisiatif sendiri
Dua dari sepuluh partisipan mengatakan informasi yang mereka dapatkan adalah dari inisiatif mereka sendiri. Pernyataan partisipan tersebut adalah :
(Partisipan 6)
Kalau kusuk-kusuk gitu dari tetangga tapi kalau ke dokter ya inisiatif sendiri (Partisipan 5)
Dari dokter juga, tapi kalau kusuk dari saya sendiri
5. Faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan kepada tenaga kesehatan
Dari hasil wawancara diketahui bahwa faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan kedokter adalah karena biayanya mahal, takut, dan tidak ada waktu.
a. Biayanya mahal
Dua dari sepuluh partisipan mengatakan bahwa kalau pergi kedokter biayanya mahal. Kutipan dari pernyataan partisipan tersebut adalah :
(Partisipan 3)
Kalau kedokter mahal, tapi kalau dikasih diskon sih mau
(Partisipan 4)
(42)
b. Takut
Dua dari sepuluh partisipan mengatakan mereka takut untuk melakukan pemeriksaan kedokter. Kutipan dari pernyataan partisipan tersebut adalah :
(Partisipan 6)
Kami takut mana tahu salah satu dari kami ada kekurangan, jadi kami nerima apa adanya biar nggak saling menyalahkan.
(Partisipan 7)
Kami sedikit takut soalnya pemeriksaan-pameriksaan lab itu kan banyak.
c. Tidak ada waktu
Salah satu partisipan mengatakan tidak sempat untuk melakukan pemeriksaan karena pekerjaan. Kutipan dari pernyataan partisipan tersebut :
(Partisipan 7)
Pernah sih kami disuruh dokter untuk melakukan pemeriksaan lab, agar lebih tahu pasti penyebabnya, tapi karna kami juga kerja jadi kadang juga nggak ada waktu
6. Perasaan yang dialami ibu dalam menghadapi infertilitas primer
Dari hasil wawancara diperoleh bahwa ibu yang mengalami infertilitas primer mengatakan perasaan sedih, kecewa, cemas, biasa aja, dan nggak tahu.
a. Sedih
Enam dari sepuluh partisipan merasa sedih karena mengalami infertilitas primer. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagi berikut :
(Partisipan 1)
Ya sedihlah orang udah dua tahun kami nikah tapi sampe sekarang belum dikasih juga
(Partisipan 2)
(43)
(Partisipan 10)
Ya saya sedihlah udah lama nikahnya tapi belum dikaruniai anak.
b. Kecewa
Dua dari sepuluh partisipan mengatakan bahwa mereka merasa kecewa dengan infertilitas yang mereka alami. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut :
(Partisipan 1)
Ya kecewala, soalnya suami saya udah pengen kali punya momongan , tapi walaupun saya belum bisa ngasih, dia tetap kok ngedukung saya, suami saya orangnya sabaran.
(Partisipan 9)
Ya kecewala orang belum dikasih anak, nggak enak sama keluarga semua ada anaknya, awak sendiri yang nggak ada, jadi kalo ngumpul-ngumpul gitu suka gak enak sendiri.
c. Cemas
Salah seorang partisipan mengatakan cemas karena belum dikaruniai anak. Hal ini diungkapkan oleh partisipan :
(Partisipan 6)
Cemaslah, sedih juga mertua saya kayaknya gak suka lihat saya.
d. Biasa saja
Salah satu partisipan mengatakan bahwa walaupun mengalami infersilitas. Perasaannya biasa-biasa aja. Hal ini di ungkapkan oleh partisipan :
(44)
(Partisipan 4)
Biasa aja, ya mau gimana lagi orang belum dikasih.
e. Tidak tahu
Salah satu dari partisipan mengatakan bahwa dia belum tahu gimana perasaannya dalam menghadapi infertilitas primer tersebut. Hal ini di ungkapkan oleh partisipan :
(Partisipan 5)
Ya nggak tahu, belum tahu takut atau nggak, orang masih baru 2 tahun.
7. Pengobatan / pemeriksaan yang dilakukan terhadap tenaga kesehatan
Dari wawancara yang dilakukan di dapat bahwa ibu melakukan pengobatan dengan USG, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan sperma.
a. USG
Dua dari sepuluh partisipan melakukan USG untuk mengetahui penyebabkan infertilitas. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah:
(Partisipan 1)
Itu tadi sama dokter udah di USG trus suami saya juga di periksa, kata dokter suami saya ada masalah
(Partisipan 2)
Kalau saya disuruh USG sama diperiksa kencingnya
b. Pemeriksaan Urin
Dua dari sepuluh orang partisipan mengatakan melakukan pemeriksaan urin. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan sebagai berikut:
(45)
(Partisipan 2)
Saya diperiksa kencingnya, tapi suami saya diperiksa spermanya
(Partisipan 5)
kalau saya cuma kencingnya aja yang diperiksa kata dokter sih dua-duanya bagus.
c. Pemeriksaan Sperma
Tiga dari sepuluh orang partisipan mengatakan bahwa suaminya juga melakukan pemeriksaan sperma. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan sebagai berikut:
(Partisipan 1)
Selain saya di USG, teros sperma suami saya juga diperiksa, kata dokter suami saya ada masalah.
(Partisipan 2)
Kalau saya di USG sama diperiksa kencingnya, tapi kalau suami saya di periksa spermanya.
(Partisipan 5)
Itu diperiksa sperma suami saya, kalu saya Cuma kencingnya aja.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dampak yang terjadi karena infertilitas primer adalah merasa dikucilkan, merasa tidak berharga, mudah tersinggung, merasa asing sendiri, merasa bersalah dan menerima apa adanya.
Faktor penyebab infertilitas primer yang mungkin adalah kurangnya pergerakan sperma, pintu indung telurnya kecil, sperma cair, kebanyakan darah putih, jumlah sperma sedikit dan faktor usia.
Upaya yang dilakukan untuk memperoleh kehamilan antara lain adalah dengan melakukan kusuk, pemeriksaan kepada tenaga kesehatan (dokter), alternatif-alternatif (shinse), minum jamu-jamuan, menambah waktu istirahat, tidak melakukan pekerjaan yang berat-berat, berhubungan dua minggu sebelum menstruasi.
(46)
Informasi-informasi yamg didapat untuk memperoleh kehamilan antara lain adalah dari tetangga, dari media elektronik, dari mertua dan inisiatif sendiri.
Faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan kepada tenaga kesehatan adalah kerena biayanya mahal, takut, dan tidak ada waktu.
Perasaan yang dialami ibu dalam menghadapi masalah infertilitas primer antara lain adalah sedih, kecewa, cemas, biasa aja, tidak tahu.
Pengobatan atau pemeriksaan yang dilakukan ibu untuk memperoleh kehamilan antara lain USG, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan sperma pada suami.
C. Pembahasan
1. Interpretasi dan Diskusi Hasil
Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil pembahasan hasil penelitian ini dengan literatur yang berhubungan dengan pengalaman istri dengan infertilitas primer yang meliputi dampak yang terjadi akibat infertilitas primer, faktor penyebab infertilitas primer, upaya-upaya yang dilakukan untuk memperoleh kehamilan, informasi-informasi yang di dapat untuk memperoleh kehamilan, faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan kepada tenaga kesehatan (dokter), perasaan yang dialami ibu dalam menghadapi infertilitas primer, pengobatan atau pemeriksaan yang dilakukan terhadap tenaga kesehatan (dokter).
a. Dampak yang terjadi akibat infertilitas primer
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dampak dari infertilitas primer yang dialami partisipan adalah merasa dikucilkan, merasa tidak berharga, mudah tersinggung, pasrah (menerima apa adanya), merasa bersalah, merasa asing sendiri.
(47)
Dua orang partisipan mengatakan bahwa mereka merasa dikucilkan dari keluarga. Wanita yang belum mempunyai keturunan atau mengalami masalah infertilitas sering sekali merasa dirinya seorang diri di dalam keluarga. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh (Peterson, 2003) bahwa Infertilitas berkaitan dengan hubungan sosial, ini menunjukkan kepekaan terhadap komentar atau peringatan dari orang lain yang berkaitan dengan infertilitas yang dialami, merasa dirinya terkucil serta terasing dari keluarga maupun kelompok sebaya.
Salah seorang partisipan mengatakan bahwa dirinya merasa tidak berharga. Masalah infertilitas primer banyak mempengaruhi masalah kejiwaan seseorang, beberapa wanita yang mengalami infertilitas akan lebih merasa tidak diperhatikan dalam keluarga. Hasil penelitian ini sesuai dengan (Hawari, 2008) yang menyatakan bahwa Infertilitas dapat mengakibatkan stress yang merupakan tanggapan atau reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau beban yang bersifat tidak spesifik. Tuntutan-tuntutan yang mengancam kapasitas penyesuaian dari pikiran dan tubuh manusia yang tidak mampu melakukan penyesuaian terhadap tuntutan yang datang, mengakibatkan mereka merasa dirinya tidak berharga karena tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut.
Salah seorang partisipan merasa bersalah. Beberapa istri yang mengalami infertilitas primer akan merasa bersalah yang berlebihan terhadap suami, mereka merasa tidak dapat memberikan kebahagiaan terhadap suaminya. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Valentine, 2000) Yang mengatakan bahwa infertilitas akan menimbulkan reaksi-reaksi malu, keputusasaan, merasa tidak berguna, rendah diri, terluka, ketakutan, tidak berdaya, dan merasa bersalah pada pasangannya.
(48)
Salah satu partisipan mengatakan mudah tersinggung. Reaksi-reaksi yang terjadi karena infertilitas meliputi reaksi fisik, emosional, kognitif, dan interpersonal. Aspek fisik diantaranya seperti insomnia, sakit kepala, gangguan pencernaan dan tekanan darah naik. Aspek emosional berupa kecemasan, mudah tersinggung, dan suasana hati mudah berubah. Aspek kognitif berupa menurunnya daya ingat dan daya konsentrasi, pikiran kacau, dan pikiran hanya dipenuhi satu hal. Aspek interpersonal antara lain berupa mudah curiga pada orang lain, mudah menyalahkan orang lain, dan problem seksual dengan pasangan (Braham, 1999). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap partisipan yang mengatakan bahwa masalah infertilitas primer dapat merubah segala tingkah laku manusia, salah satunya menjadi pemarah dan mudah tersinggung di dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan.
Salah satu partisipan mengatakan merasa sendiri. Banyak partisipan tidak dapat menerima pendapat-pendapat dan opini yang diberikan terhadap lingkungan sekitar, sehingga partisipan tersebut akan merasa bahwa dirinya memiliki banyak kekurangan dan tidak ingin berjumpa ataupun berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan (Peterson, 2003) bahwa Infertilitas mempengaruhi faktor stress hal ini menyulitkan seseorang untuk bersosialisasi, dan tidak akan mudah menerima saran dan komentar dari lingkungan sekitar, sehingga seseorang akan menjauhkan diri dan merasa dirinya terasing dari keluarga maupun kelompok.
Salah seorang partisipan mengatakan menerima apa adanya. Setiap partisipan memiliki emosional yang berbeda-beda satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh (Malpani, 2004) yang menyatakan bahwa pasangan yang
(49)
mengalami infertilitas tidak seluruhnya mengalami trauma emosional, sebagian individu dapat menerima kenyataan bahwa mereka memiliki kekurangan dalam dirinya.
b. Faktor penyebab infertilitas primer
Salah satu partisipan mengatakan penyebab infertlitas primer adalah kurangnya pergerakan sperma. Sperma sangat berpengaruh besar terhadap masalah kehamilan, jika sperma pada suami mengalami masalah maka kehamilanpun akan sulit terjadi. Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh (Manuaba, 1999) yang menyatakan bila jumlah dan kemampuan gerak spermatozoa mengalami gangguan maka konsultasi suami dilakukan pada ahli urologi (ginjal dan perkemihan). Varikokel adalah keadaan dimana pembuluh darah menuju buah zakar terlalu besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak spermatozoa berkurang yang berarti mengurangi kemampuannya untuk menimbulkan kehamilan.
Salah seorang partisipan mengatakan bahwa pintu indung telurnya kecil. Kehamilan terjadi bila sel telur dan sperma bertemu, hal yang perlu diingat adalah bahwa sel telur tidak dilepaskan karena orgasme. Satu sel telur dilepaskan oleh indung telur dalam setiap menstruasi, yaitu empat belas hari sebelum menstruasi berikutnya. Peristiwa itu disebut ovulasi, Sel telur kemudian menunggu sperma di saluran telur (tuba falopi) selama kurang lebih 48 jam. Masa tersebut disebut masa subur (Kurniawan, 2010, ¶ 4). Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap partisipan bahwa selain sperma pintu indung wanita juga sangat penting dalam memperoleh kehamilan. Karena tanpa indung telur wanita maka sel telur tidak akan
(50)
dapat dilepaskan sehinga ovulasi tidak akan terjadi dan wanita juga tidak akan dapat mengalami proses dalam masa subur.
Salah seorang partisipan mengatakan sperma suaminya cair. Pemeriksaan untuk mengetahui jumlah, volume, bau-rupaya, fruktosa, kemampuan menggumpal dan mencair kembali dari sperma. Pemeriksaan yang masih perlu dilakukan diantaranya uji kontak sperma, uji antibody imobilllisasi, uji pascasenggama (Manuaba, 1999). Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan adalah 2 – 3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang (Kurniawan, 2010, ¶ 4). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap partisipan bahwa sperma yang tidak padat atau cair akan mempersulit terjadinya kehamilan. berkurangnya jumlah volume dan kepadatan dari sperma tersebut tidak akan dapat membuahi ovum.
Salah satu partisipan mengatakan kebanyakan darah putih. Apabila seorang wanita mengeluh leukore atau keputihan maka harus disingkirkan infeksi oleh organisme patogenik dengan melakukan pulasan vagina / kultur. Beberapa wanita mengalami keputihan vagina rekuren dan tidak menunjukkan adanya pathogen pada pemeriksaan laboratorium berkali-kali. Kasus-kasus ini sulit diobati. Kurangnya hygiene pada vagina dapat meningkatkan kemungkinan infeksi pada vagina karena mengurangi jumlah laktobasil vagina (Jones, 2001). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap partisipan bahwa keputihan yang banyak akan sulit memperoleh keturunan. Keputihan terjadi karena disebabkan oleh berbagai macam bakteri atau kuman, yang diperoleh karena kurangnya kebersihan terhadap vagina.
(51)
Salah satu partisipan mengatakan sperma suaminya sedikit. Jika sperma tidak memenuhi jumlah yang telah ditetapkan maka kehamilan juga tidak akan terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Manuaba, 1999) yang mengatakan bahwa jumlah spermatozoa diharapkan minimal 20 – 100 juta / ml. Jika pada pemeriksaan analisis sperma didapati jumlah spermatozoa dibawah 20 juta ml maka sperma tidak akan mampu melakukan tugasnya.
Salah satu partisipan mengatakan faktor usia. Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun sehingga tingkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya kira-kira umur 45 tahun sel telur habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi (Kurniawan 2010, ¶ 4). Fertilitas wanita rendah pada waktu masa pubertas yang mencapai puncaknya pada umur duapuluh (sekitar 20 – 30 tahun) dan menurun setelah umur 30 tahun. Sekitar 33% dari wanita yang menunda kehamilan sampai umur 35 tahun mengalami masalah infertilitas (Siswadi, 2006). Hal tersebut di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap partisipan bahwa menikah di usia yang tidak mudah lagi biasanya akan mengalami kesulitan dalam memperoleh kehamilan, dan sering sekali mengalami infertilitas primer selamanya. Karena organ reproduksinya yang sudah menurun, dan tidak mampu lagi melakukan aktivitas seperti biasa.
(52)
c. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memperoleh kehamilan
Seluruh partisipan melakukan kusuk untuk memperoleh kehamilan. Upaya pengobatan yang dilakukan pasien bervariasi, serangkaian pengobatan yang memerlukan biaya yang tinggi banyak tidak diminati oleh pasien karena faktor ekonomi, banyak pasien yang hanya melakukan pengobatan-pengobatan tradisional seperti berkusuk, ke dukun dan ke alternatif-alternatif lain yang pembiayaannya dapat terjangkau oleh pasien (Hidayah, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap partisipan bahwa pengobatan terhadap tenaga medis yang memerlukan biaya mahal atau tidak terjangkau tidak banyak diminati oleh partisipan, karena faktor ekonomi yang lemah banyak partisipan hanya melakukan pengobatan tradisional seperti kusuk yang hanya mengeluarkan biaya seadanya.
Tujuh orang partisipan melakukan pengobatan kedokter (tenaga kesehatan). Kemungkinan, hanya pasangan yang memiliki hubungan stabil yang berusaha hingga mencari bantuan medis untuk mendapatkan keturunan, sedangkan pasangan yang memiliki hubungan kurang stabil tidak berusaha sekeras itu, untuk mendapat nasihat infertilitas (Andrews, 2009). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap partisipan bahwa melakukan pengobatan terhadap tenaga medis jauh lebih baik dibanding pengobatan tradisional. Karena dengan pengobatan medis dapat diketahui penyebab dari infertilitas primer melalui serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Sehingga memudahkan dalam proses pengobatannya dan memungkinkan terjadinya kehamilan.
Tiga partisipan melakukan pengobatan ke alternatif-alternatif. Banyak pasangan yang menjalani pengobatan alternatif-alternatif, karena dirasa lebih mudah dijangkau
(53)
dan tidak harus melalui proses pemeriksaan yang panjang (Aisia, 2003). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap partisipan bahwa pengobatan alternatif yang sedang marak saat ini sangat banyak diminati oleh banyak partisipan. Karena biaya yang tidak terlalu mahal, tetapi sudah dapat melakukan serangkaian pemeriksaan, banyak membuat pasien merasa puas dengan pengobatan alternatif tersebut.
Dua partisipan minum jamu-jamuan untuk memperoleh kehamilan. Sebagian ibu percaya bahwa dengan mengkonsumsi jamu-jamuan akan mempermudah timbulnya kehamilan. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh (Aisia, 2003) yang mengatakan bahwa jamu-jamuan sebenarnya tidak efektif dilakukan, karena serbuk jamu akan lebih mempersulit terjadinya kehamilan.
Tiga partisipan menambah waktu untuk beristirahat. Membiasakan pola hidup sehat mencakup pola makan, pola tidur, berolah raga, dan menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol dan obat-obatan terlarang dapat mengurangi terjadinya infertilitas (Malpani, 2004). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap partisipan bahwa dengan istirahat yang cukup dan mengikuti anjuran dokter akan dapat memudahkan ibu memperoleh kehamilan.
Dua orang partisipan tidak melakukan pekerjaan yang berat-berat (berlebihan). Pekerjaan yang berat-berat dapat mempengaruhi kehamilan, wanita yang melakukan pekerjaan yang terlalu banyak sehingga menyebabkan kelelahan akan menurunkan kesempatan wanita untuk hamil (Kurniawan, 2010, ¶ 5). Hal tersebut diatas sesuai dengan penelitian terhadap partisipan bahwa, dengan mengurangi pekerjaan atau tidak melakukan pekerjaan yang berat-berat akan dapat memeberikan kesempatan yang lebih besar kepada wanita untuk dapat hamil.
(54)
Salah seorang partisipan berhubungan dua minggu sebelum menstruasi untuk memperoleh kehamilan. Marak di tengah masyarakat bahwa supaya bisa hamil, saat berhubungan seksual wanita harus orgasme. Pernyataan itu keliru, karena kehamilan terjadi bila sel telur dan sperma bertemu. Hal yang juga perlu diingat adalah bahwa sel telur tidak dilepaskan karena orgasme. Satu sel telur dilepaskan oleh indung telur dalam setiap menstruasi, yaitu empat belas hari sebelum menstruasi berikutnya. Peristiwa itu disebut ovulasi. Sel telur kemudian menunggu sperma di saluran telur (tuba falopi) selama kurang-lebih 48 jam. Masa tersebut disebut masa subur (Kurniawan, 2010, ¶ 4). Pernyataan tersebut diatas sesuai dengan penelitian terhadap partisipan bahwa dokter menganjurkan partisipan untuk berhubungan dua minggu sebelum menstruasi, karena masa itu disebut masa subur. Sehingga lebih mempermudah terjadinya proses kehamilan.
d. Informasi-informasi yang di dapat untuk memperoleh kehamilan
Sembilan orang partisipan mendapatkan informasi dari para tetangga untuk memperoleh kehamilan. Lingkungan sangat berperan dalam memperoleh informasi, banyak informasi yang didapat dari linkungan sekitar seperti, tetangga-tetangga yang ada disekitar rumah. Informasi yang didapat beranekaragam ada yang baik dan ada juga yang buruk. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Andayani, 2004) yang mengatakan bahwa Indonesia merupakan masyarakat yang memiliki norma budaya bahwa wanita harus jadi ibu. Norma kultural masyarakat Indonesia sangat kuat sehingga masyarakat Indonesia tidak terlepas dari interaksi dengan lingkungan sekitar.
(55)
Salah seorang partisipan mendapatkan informasi dari media elektonik. Selain kehidupan bermasyarakat, media massa dan elektronik juga sangat membantu dalam memperoleh informasi, baik informasi yang berguna dan mendidik maupun informasi yang kurang mendidik khususnya bagi anak-anak (Andayani, 2004). Pernyataan diatas sesuai dengan temuan peneliti yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan terhadap partisipan bahwa informasi bisa didapat dari mana saja. Baik dari orang lain, media massa maupun media elektronik seperti, televisi yang banyak membantu ibu dalam mendapatkan informasi-informasi yang berguna dan sesuai dengan kebutuhan, khususnya informasi dalam memperoleh keturunan.
Salah satu partisipan mendapatkan informasi dari mertua. Infertilitas mengakibatkan terjadinya problem dengan mertua, ini akan mempengaruhi kepuasan pernikahan karena hubungan dengan keluarga besar merupakan salah satu aspek kepuasan pernikahan. Wanita yang mengalami infertilitas sering disalahkan oleh pihak mertua karena tidak kunjung hamil (Clayton, 2000). Hal tersebut diatas sesuai dengan temuan peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap partisipan bahwa mertua sering sekali turut campur dalam kehidupan rumah tangga pasangan suami istri. Banyak mertua yang ingin cepat-cepat mendapatkan seorang cucu, sehingga mertua banyak memberikan saran maupun informasi terhadap wanita agar cepat-cepat memperoleh keturunan sehingga keinginannya dapat terpenuhi.
Dua orang pertisipan memperoleh informasi atas inisiatif sendiri. Banyak wanita yang melakukan pengobatan atas kemauan sendiri karena tingginya harapan yang dirasakan untuk memperoleh keturunan (Aisia, 2003). Hal diatas sesuai dengan temuan peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap partisipan bahwa seorang ibu
(56)
yang memiliki keinginan yang tinggi untuk memperoleh kehamilan melakukan berbagai macam pengobatan atau upaya-upaya melalui inisiatifnya sendiri, walaupun sang suami tidak ikut serta dalam pengobatan tersebut.
e. Faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan terhadap tenaga kesehatan Dua orang partisipan tidak melakukan pemeriksaan terhadap tenaga kesehatan karena biaya yang mahal. Beberapa pasangan tidak ingin memeriksakan masalah infertilitas yang dialaminya kepada tenaga kesehatan adalah, karena biayanya yang mereka anggap terlalu mahal dan tidak terjangkau. Hal ini terjadi dikarenakan faktor ekonomi yang masih di bawah standar. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian (Nurhidayah, 2007) yang menyatakan bahwa untuk menjalani tritmen infertilitas pasien harus mempersiapkan dana yang cukup besar, sebagian pasien menghentikan proses tritmennya di tengah jalan karena merasakan biaya yang sulit di jangkau. Pasangan infertil yang memutuskan untuk menjalani pengobatan secara medis dihadapkan pada tuntutan biaya pengobatan yang tinggi, hal ini akan menimbulkan masalah stres akibat keuangan.
Dua orang partisipan merasa takut untuk memeriksakan dirinya kepada tenaga kesehatan. Proses pemeriksaan dan pengobatan terhadap tenaga medis bisa menimbulkan stress fisik, emosi, dan finansial pada suami / istri, hal ini juga dapat mengakibatkan stres psikologis yang sangat berat bagi suami / istri (Siswadi, 2006). Pasangan akan mengalami rasa ketakutan jika dihadapkan pada serangkaian pemeriksaan dan pengobatan medis yang harus dijalani karena menimbulkan rasa sakit seperti suntikan, tes darah, inseminasi, maupun pembedahan (Malpani, 2004).
(57)
Pernyataan diatas sesuai dengan temuan peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap partisipan bahwa partisipan merasa tidak siap untuk memeriksakan kondisinya kepada tenaga kesehatan. Hal ini disebabkan kerena partisipan merasa bahwa serangkaian pemeriksaan infertilitas tersebut adalah hal yang menakutkan.
Salah satu partisipan tidak mempunyai banyak waktu untuk memeriksakan dirinya terhadap tenaga kesehatan. Karena kesibukan yang terlalu banyak sering membuat pasangan suami istri tidak dapat meluangkan waktu untuk memeriksakan masalah infertilitas primer yang dialaminya terhadap tenaga kesehatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Aisia, 2003) yang mengatakan bahwa tidak banyak para pekerja yang dapat meluangkan waktu untuk melakukan pemeriksaan kepada tenaga medis.
f. Perasaan yang dialami ibu dalam menghadapi infertilitas primer
Enam orang partisipan merasa sedih dalam menghadapi infertilitas primer. Infertilitas akan mengalami tahap-tahap emosional seperti kebingungan, kesedihan, menyalahkan diri sendiri, kesenjangan komunikasi dengan pasangan, marah-marah dan depresi (Valentine, 2000). Pernyataan diatas sesuai dengan temuan peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara yaitu setiap individu memiliki perasaan yang berbeda satu sama lain. Beberapa ibu yang mengalami infertilitas primer merasa sedih karena tidak mampu memberikan keturunan dan tidak dapat membahagiakan suaminya
Dua partisipan merasakan kecewa dengan keadaan yang mereka alami. Ketidakhadiran anak dapat menimbulkan masalah dalam hubungan pernikahaan. Infertilitas akan meningkatkan ketegangan dalam pernikahan. Banyak pernikahan yang terancam ketahanannya dalam menghadapi krisis ini. Hal ini dipengaruhi oleh
(58)
ketidakmampuan dalam mengekspresikan kemarahan, rasa sakit, dan kekecewaan sehingga menimbulkan frustasi (Nurhidayah, 2007). Pernyataan diatas sesuai dengan hasil penelitian terhadap beberapa partisipan bahwa ibu yang mengalami infertilitas primer merasa kecewa dengan keadaan yang dialaminya. Karena mereka merasa dirinya tidak sempurna.
Salah satu partisipan merasa cemas dengan keadaan rumah tangga mereka. Infertilitas yang dialami dapat menyebabkan stres yang cukup berat, stres yang dirasakan dapat memicu pada aspek emosional seperti depresi, cemas, kecewa, tidak tercapainya tujuan hidup (Braham, 2000). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap partisipan bahwa ibu yang telah menikah tetapi belum dikaruniai seorang anak akan merasa cemas dengan keadaannya. Seorang ibu akan merasa tujuan hidupnya belum tercapai.
Salah satu partisipan mengatakan biasa aja, partisipan tersebut tidak mengalami kesedihan ataupun kekecewaan atas infertilitas tersebut. Banyak pasien tidak mengetahui keadaan yang dialaminya, seperti nggak tahu, biasa aja, tidak perduli atas masalahnya sendiri, pasien merasa infertilitas bukanlah suatu masalah yang menakutkan (Nurhidayah, 2007). Hal tersebut diatas sesuai dengan temuan peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap partisipan bahwa, tidak semua ibu yang mengalami infertilitas merasakan perasaan sedih atau kecewa. Ada sebagian dari partisipan yang hanya biasa saja dan merasa infertilitas primer bukanlah suatu masalah yang besar dalam rumah tangganya.
Salah satu partisipan mengatakan tidak tahu. Reaksi-reaksi seperti biasa aja, tidak tahu merupakan masalah emosional yang jarang terjadi, tetapi beberapa pasien
(59)
mengalami hal seperti ini, pasien sama sekali tidak merasa khawatir dengan keadaan dan kondisi yang dialaminya, hal tersebut bukanlah masalah besar dalam dirinya (Nurhidayah, 2007). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap salah satu partisipan yang mengatakan bahwa ibu belum mengetahui bagaimana perasaan yang dialaminya terhadap masalah infertilitas primer. Hal ini terjadi karena ibu tersebut belum lama mengalami masalah infertilitas tersebut. Sehingga ibu belum menyadari bahwa infertilitas primer dapat mempengaruhi keharmonisan rumah tangganya.
g. Pengobatan atau pemeriksaan yan dilakukan ibu terhadap tenaga kesehatan
Dua orang partisipan mengatakan pernah melakukan pemeriksaan USG. Pemeriksaan ultrasonografi sangat penting pada pasangan infertilitas terutama vaginal ultrasonografi untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas situasi anatomi alat kelamin bagian dalam, mengikuti tumbuh-kembang folikel Graaf yang matang, penuntun aspirasi (pengambilan) telur (ovum) pada folikel Graaf untuk dilakukan pembiakan bayi tabung. Ultrasonografi vaginal dilakukan sekitar waktu ovulasi dan didahului dengan pemberian pengobatan dengan klimofen sitral atau obat perangsang indung telurnya (Manuaba, 1999). Hal diatas sesuai dengan temuan peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara bahwa dengan USG dapat memberikan gambaran tentang penyebab masalah infertilitas primer sehigga dapat mempermudah dalam pemberian pengobatan terhadap masalah infertilitas primer tersebut.
Dua orang partisipan mengatakan melakukan pemeriksaan urin. Dengan pemeriksaan urin terhadap partisipan dapat diketahui penyebab dari infertilitas primer
(60)
tersebut. Pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin dapat dilakukan melalui pemeriksaan darah, urin lengkap, fungsi hepar, ginjal dan gula darah hal ini akan memudahkan dalam megetahui faktor penyebab dari infertilitas (Manuaba, 1999). Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian terhadap partisipan yang mengatakan bahwa pemeriksaan urin penting dilakukan bagi perempuan. Hal ini dapat membantu untuk mengetahui penyebab dari masalah infertilitas primer tersebut.
Tiga orang partisipan mengatakan bahwa suami mereka juga melakukan serangkaian pemeriksaan yaitu dengan pemeriksaan sperma. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan laboratorium khusus terhadap suami meliputi pemeriksaan dan analisis sperma. Untuk pemeriksaan ini diperlukan syarat yaitu tidak boleh berhubungan seks selama 3 – 5 hari, ditampung dalam gelas, modifikasi dengan bersenggama memakai kondom yang telah dicuci bersih. Jumlah sperma diharapkan minimal 20 juta/ml. Pemeriksaan ini dilakukan untuk megetahui jumlah, volume, viskositas, bau-rupanya, fruktosa, kemampuan menggumpal dan mencair kembali dari sperma (Manuaba, 1999). Hal diatas sesuai dengan temuan peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap partisipan bahwa dengan melakukan pemeriksaan sperma terhadap suami akan membantu untuk mengetahui siapa yang mengalami masalah dalam dirinya sehingga mengalami infertilitas primer. Dengan mengetahui penyebab dari infertilitas primer tersebut dapat mempermudah proses pengobatan dam memungkinkan terjadinya kehamilan.
(61)
2. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan berupa keterbatasan peneliti sendiri sebagai alat pengumpul data. Kemampuan wawancara yang peneliti miliki hanya kemampuan dasar, yang menyebabkan adanya keterbatasan dalam teknik wawancara. Namun apabila peneliti memiliki pengalaman yang lebih baik dalam teknik wawancara, hasil penelitian ini dapat lebih baik dan mencakup semua aspek yang diharapkan.
3. Implikasi untuk Asuhan kebidanan / Pendidikan Kebidanan
Dari hasil penelitian ditemukan tentang dampak, faktor penyebab, upaya yang dilakukan, informasi-informasi yang didapat, faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan terhadap tenaga kesehatan, perasaan yang dialami dalam menghadapi infertilitas yang berbeda-beda pada setiap orang dan jenis pengobatan yang mereka lakukan juga berbeda-beda satu sama lain. Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan bagi pelayanan kebidanan khususnya dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien dengan infertilitas primer dan bagi peneliti lanjutan.
1. Bagi Layanan Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam layanan kebidanan dan dijadikan sebagai bahan pengetahuan dan informasi bagi petugas kesehatan khususnya bidan agar dapat lebih mengerti tentang infertilitas primer sehingga dapat memberikan pelayanan kebidanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
(62)
2. Bagi Peneliti Lanjutan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan informasi untuk penelitian berikut yang sejenis atau penelitian lanjutan tentang infertilitas primer.
(63)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap sepuluh orang partisipan yang mengalami infe.rtilitas primer didapatkan pengalaman istri yang mengalami infertilitas primer sebagai berikut :
1. Dampak infertilitas primer masing-masing partisipan berbeda-beda ada yang merasa dikucilkan, merasa tidak berharga, merasa bersalah, mudah tersinggung, merasa terasing sendiri, dan ada partisipan yang mengatakan menerima apa adanya.
2. Faktor penyebab infertilitas primer menurut partisipan adalah kurangnya pergerakan sperma, pintu indung telur yang kecil, sperma suami yang cair, keputihan, sperma suami yang sedikit dan faktor usia.
3. Upaya yang dilakukan partisipan untuk memperoleh kehamilan mulai dari kusuk, kepada tenaga kesehatan (dokter), pengobatan alternatif-alternatif (shinse), bahkan pengobatan tradisional dengan meminum jamu-jamuan, menambah waktu istirahat, tidak melakukan pekerjaan yang berat-berat atau berlebihan serta berhubungan dua minggu sebelum menstruasi.
4. Informasi-informasi yang diperoleh partisipan untuk memperoleh keturunan didapat dari para tetangga, media elektronik, dari mertua, keluarga / saudara, dan inisiatif partisipan sendiri.
5. Faktor penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan kepada tenaga kesehatan adalah biaya yang cukup mahal, karena takut akan pemeriksaan medis, dan tidak cukup waktu untuk melakukan pengobatan karena kesibukan pekerjaan.
(64)
6. Semua partisipan mengalami perasaan yang berbeda-beda dari masing-masing partisipan ada yang merasa sedih, kecewa, cemas, biasa saja, bahkan ada partisipan yang mengatakan tidak tahu bagaimana perasaan yang dialaminya terhadap masalah infertilitas primer tersebut.
7. Tidak semua partisipan melakukan pengobatan / pemeriksaan terhadap tenaga kesehatan tapi beberapa partisipan ada yang mengikuti seluruh prosedur pemeriksaan medis untuk memperoleh keturunan seperti USG, pemeriksaan urin bagi istri dan pemeriksaan sperma bagi suami.
B. Saran
Saran yang perlu dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan diharapkan agar dapat memberikan penyuluhan kepada istri-istri yang mengalami infertilitas tentang infertilitas primer dan penatalaksanaan infertilitas primer.
2. Perangkat masyarakat
Perangkat masyarakat diharapkan dapat mengerti dan memahami masalah infertilitas primer sehingga dapat memberikan informasi sebanyak-banyaknya terhadap masyarakat dilingkungannya, dan membantu masyarakatnya memilih pengobatan yang lebih baik dalam mengatasi masalah infetilitas primer.
(65)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Andrews, Gilly. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC. Aisia. 2003. Dampak Psikologis Pada diri Seorang Istri Yang Mengalami Infertilitas.
Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara.
Andayani, B dan Koentjoro. 2004. Peran Ayah Menuju Coperanting. Sepanjang : CV. Citra Media.
Braham, B. J. 2000. How to Manage Stress at Work. Lllinois : Scolt, Foresman, and co. Braverman. 2003. The Relationship Between Stress and Infertility.
http://www.healthology.com. Diperoleh tanggal 28 Maret 2011.
Clayton, R. 2000. The Family, Marriage and Social Change. Massachusets : D. C. Health Company.
Daradjat, Z. 2001. Kesehatan Mental. Toko Gunung Agung.
Danim, S. 2003. Riset Keperawatan Sejarah dan Metodologi. Jakarta : EGC. Hawari, D. 2008. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI. Hidayah, Nurul. 2007. Identifikasi dan Pengelolaan Stress Infertilitas. Bandung.
Fakultas Psikologi Ahmad Dahlan.
Ida, S. 2001. Primer & Sekunder Infertilitas tanggal 21 September 2010.
Jones. 2001. Conseling For Fertility Problem. London : Sage Publications. Kasdu, D. 2002. Kiat Sukses Pasangan Memperoleh Keturunan. Jakarta : Pustaka
(66)
Diperoleh tanggal 29 Oktober 2010.
Manuaba, I.B. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan.
_______. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC
Malpani. 2004. Stress and Infertility. http://www.infertility.adoption.com. Diperoleh tanggal 30 Maret 2011.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Mashuri, Elia. 2006. Pengetahuan Ibu Tentang Infertilitas. Medan : USU
Polit, D.F, Bekc, C.T, Hunger B.P. 2001. Essential of Nursing Research : Methods, Appraisal, and Utilization. Philadepia – New York : Lippincott.
_______. 2004. Canadian Essential of Nursing Research. Philadelpia Peterson, B. D. 2003. Family Process. Spring.
Potter, Patricia. 2005. Buku Ajar Fundamental dan Keperawatan. Jakarta : EGC Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Kesehatan.
Yogyakarta : Numed.
Siswadi, M. 2006. Klien Gangguan Sistem Reproduksi dan Seksualitas. Jakarta : EGC. Syah, M. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Gravindo Persada.
Tim Penyusun Kamus. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Videbeck, L.S. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Valentine, D. 2000. Psychological Impact of Infertility . Identifying Issues and needs : Social Work in Health Care.
(67)
Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Julisa Andriani
Nim : 105102036
adalah mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU yang akan melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengalaman Istri Dengan Infertilitas Primer di Kelurahan Terjun Pasar II Marelan Kecamatan Medan Marelan “.
Ibu dapat berpartisipasi dalam penelitian dengan cara menjawab kuisioner yang akan diberikan. Saya mengharapkan jawaban ibu sesuai dengan pendapat ibu sendiri tanpa dipengaruhi orang lain. Saya akan menjaga kerahasiaan identitas ibu dengan tidak menuliskan nama dan alamat ibu pada penelitian ini dan menggantinya dengan menggunakan nomor partisipan.
Penelitian ini bersifat sukarela, ibu bebas menentukan untuk menjadi partisipan atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika ibu bersedia menjadi partisipan, ibu dapat menandatangani surat persetujuan ini.
Atas perhatian dan kesediaan ibu, saya ucapkan terima kasih.
Partisipan Medan, Juni 2011
(68)
KUISIONER DATA DEMOGRAFI
Pengkajian Data Demografi Petunjuk Pengisian
• Semua pertanyaan harus dijawab
• Pertanyaan dijawab dengan memberikan tanda check list (√)
• Setiap pertanyaan dijawab hanya dengan satu jawaban yang sesuai dengan menurut anda
Nomor partisipan
1. Usia ibu : ( ) 20 – 24 tahun ( ) 25 – 30 tahun ( ) 31 – 35 tahun ( ) 36 – 40 tahun
( ) 41 – 45 tahun
2. Lama usia perkawinan : ( ) 1 – 5 tahun ( ) 6 – 10 tahun ( ) 11 – 15 tahun ( ) 16 – 20 tahun
3. Agama : ( ) Islam
( ) Kristen Protestan ( ) Kristen Katolik ( ) Hindu
(69)
4. Suku : ( ) Minang ( ) Jawa ( ) Batak ( ) Melayu ( ) Lain – lain 5. Pekerjaan : ( ) PNS
( ) Wiraswasta ( ) Peg. Swasta
( ) Ibu Rumah Tangga 6. Pendidikan : ( ) SD
( ) SMP ( ) SMU
( ) Perguruan Tinggi ( ) Lain - lain
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Julisa Andriani
Tempat/Tanggal Lahir : Padang sidimpuan, 07 Juli 1988 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Perk. Batang Toru Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1994-2000 : SD Negeri No. 142503 Batang Toru Tahun 2000-2003 : SLTP Negeri 1 Batang Toru
Tahun 2003-2006 : SMU Negeri 1 Batang Toru Tahun 2006-2009 : Akademi Kebidanan Flora Medan
Tahun 2010-2011 : Mahasiswi D-IV Bidan Pendidik Universitas Sumatera Utara