Pemasaran Komoditi Sawi Di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

(1)

PEMASARAN KOMODITI SAWI DI KELURAHAN TANAH

ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN

KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

RINA ASLINA LUBIS 070304068 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMASARAN KOMODITI SAWI DI KELURAHAN TANAH

ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN

KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

RINA ASLINA LUBIS 070304068 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh:

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS) (Ir. Thomson Sebayang, M.T)

NIP : 130 365 300 NIP : 19571115 19860110 01

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

RINA ASLINA LUBIS (070304068) dengan judul skripsi Pemasaran Komoditi Sawi Di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT yang bertujuan untuk (1) Menjelaskan keadaan harga jual komoditi sawi didaerah penelitan, (2) Menganalisis struktur sawi didaerah penelitian, (3) Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran komoditi sawi didaerah penelitian kemudian di hubungkan dengan luas tanam.

Penelitian ini dilaksanakan pada April-Juni 2011 di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan secara sengaja. Jumlah responden petani sebanyak 30 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dan metode penelusuran untuk lembaga pemasaran yang terlibat dengan jumlah responden pedagang pengumpul 5 sampel, agen 6 sampel dan pedagang pengecer 7 sampel. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis dekriptif untuk harga jual petani dan beli konsumen, analisis elastisitas transmisi harga, analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi. Diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat tiga saluran pemasaran di lokasi penelitian, yaitu : (1) petani-pedagang pengumpul- agen, (2) petani-agen, (3) petani- pedagang pengecer-konsumen. Harga jual petani di daerah penelitian berfluktuasi, diperoleh dari hasil analisis deskriptif. Melalui hasil analisis transmisi harga diperoleh bahwa struktur pasar di daerah penelitian berbentuk oligopsoni dengan Et sebesar 1.231 (Et>1). Sedangakan melalui analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi diperoleh bahwa pemasaran sudah efisien dengan nilai tingkat efisiensi sebesar 5.76 % pada saluran I, 5.09% pada saluran II dan 2.92 % pada saluran III dan tidak ada hubungan efisiensi pemasaran dengan luas tanam.


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

DAFTAR ISI……….. ii

DAFTAR TABEL……….. iv

DAFTAR GRAFIK……….. vi

DAFTAR GAMBAR………. vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Identifikasi Masalah……….. 7

1.3 Tujuan Penelitian……… 7

1.4 Kegunaan Penelitian………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka……… 8

2.2 Landasan Teori………... 10

2.3 Kerangka Pemikiran………... 16

2.4 Hipotesis………... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penenentuan Daerah Penelitian…………... 20

3.2 Metode Penentuan Sampel……… 20

3.2.1 Petani………... 20

3.2.2 Pedagang atau Lembaga Pemasaran…… 21

3.3 Teknik Pengumpulan Data……… 21

3.4 Metode Analisis Data………. 21

3.5 Definisi Operasional……… 26

3.5.1 Defenisi ……….. 26

3.5.2 Batasan Operasional………... 28

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian………... 28

4.1.1 Penggunaan Lahan………. 28


(5)

4.1.3 Perekonomian Desa……… 31

4.1.4 Sarana dan Prasarana……… 31

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian……….……… 32

4.2.1 Petani... 32

4.2.2 Pedagang………. 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Harga Pada Tingkat Petani dan Tingkat Konsumen………. 36

5.2 Struktur Pasar..……… 40

5.2.1 Jumlah Penjual dan Pembeli Dalam Pasar... 43

5.2.2. Diferensiasi Produk... 43

5.2.3 Hambatan Keluar Masuk... 43

5.2.4 Elastisitas Transmisi Harga... 44

5.3 Efisiensi Pemasaran……… 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………. 58

6.2 Saran………... 58 DAFTAR PUSTAKA


(6)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Tabel Halaman

1 Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Petsai / Sawi Per Kabupaten/Kota Di Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2008 (Angka Tetap)………. 4

2 Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Sawi/ Petsai Per Kecamatan Per Bulan Tahun 2010 Kota Medan (Dalam Angka Sementara)………….. 5

3 Potensi Pertanaman Padi, Palawija dan Sayuran... 21`

4 Nilai Korelasi Menurut Guilford……….. 26

5 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec. Medan Marelan………... 29

6 Distribusi Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Kelompok Umur……… 30

7 Keadaan Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Mata Pencaharian……… 32

8 Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec.Medan Marelan... 33

9 Karakteristik Pedagang Pengumpul... 34

10 Karakteristik Agen……… 35

11 Karakteristik Pedagang Pengecer... 35

12 Analisis Elastisitas Transmisi Harga Sawi ……….. 44

13 Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran pemasaran I ……… 51


(7)

14 Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran pemasaran II ……….. 53 15 Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah

Keuntungan Saluran pemasaran III ………. 54 16 Biaya Pemasaran, Nilai Penjualan, dan Efisiensi

Pemasaran……… 56 17 Biaya Pemasaran, Nilai Penjualan dan Efisiensi

Pemasaran Per Petani Sawi………... 57 18 Analisis Korelasi Efisiensi Pemasaran Dengan

Luas Tanam Komoditi Sawi………... 58


(8)

DAFTAR GRAFIK

No. Grafik Judul Grafik Halaman

1 Harga Komoditi Sawi Di Tingkat Petani Dan

Konsumen………. 38


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Judul Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran... 19 2. Salurah Pemasaran Komditi Sawi di Kelurahan


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Uraian

1. Karakteristik Petani

2. Karakteristik Pedagang Pengumpul 3. Karakterisrik Agen

4. Karakteristik Pedagang Pengecer 5. Luas Lahan dan Produksi Petani Sawi

6. Input Produksi Pupuk Sawi per Musim Tanam 7. Input Produksi Pupuk Sawi per Musim Tanam 8. Input Produksi Pupuk Sawi per Musim Tanam 9. Biaya Produksi Sawi per Musim Tanam 10. Biaya Produksi Sawi per Musim Tanam 11. Harga Petani Sawi

12. Harga Jual dan Beli Pedagang Pengumpul 13. Harga Jual dan Beli Agen

14. Harga Jual dan Beli Pedagang Pengecer

15. Rata-Rata Harga Jual dan Beli Pedagang Pengecer

16. Analisis Usaha Tani Komoditi Sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus

17. Output Regresi

18. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan per petani

19. Efisiensi Pemasaran dan Luas Lahan 20. Output Analisis Korelasi


(11)

ABSTRAK

RINA ASLINA LUBIS (070304068) dengan judul skripsi Pemasaran Komoditi Sawi Di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT yang bertujuan untuk (1) Menjelaskan keadaan harga jual komoditi sawi didaerah penelitan, (2) Menganalisis struktur sawi didaerah penelitian, (3) Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran komoditi sawi didaerah penelitian kemudian di hubungkan dengan luas tanam.

Penelitian ini dilaksanakan pada April-Juni 2011 di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan secara sengaja. Jumlah responden petani sebanyak 30 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dan metode penelusuran untuk lembaga pemasaran yang terlibat dengan jumlah responden pedagang pengumpul 5 sampel, agen 6 sampel dan pedagang pengecer 7 sampel. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis dekriptif untuk harga jual petani dan beli konsumen, analisis elastisitas transmisi harga, analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi. Diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat tiga saluran pemasaran di lokasi penelitian, yaitu : (1) petani-pedagang pengumpul- agen, (2) petani-agen, (3) petani- pedagang pengecer-konsumen. Harga jual petani di daerah penelitian berfluktuasi, diperoleh dari hasil analisis deskriptif. Melalui hasil analisis transmisi harga diperoleh bahwa struktur pasar di daerah penelitian berbentuk oligopsoni dengan Et sebesar 1.231 (Et>1). Sedangakan melalui analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi diperoleh bahwa pemasaran sudah efisien dengan nilai tingkat efisiensi sebesar 5.76 % pada saluran I, 5.09% pada saluran II dan 2.92 % pada saluran III dan tidak ada hubungan efisiensi pemasaran dengan luas tanam.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keadaan alam Indonesia memungkinkan dilakukannya pembudidayaan berbagai jenis tanaman sayuran, baik yang lokal maupun yang berasal dari luar negeri. Hal tersebut menyebabkan Indonesia ditinjau dari aspek klimatologis sangat potensial dalam usaha bisnis sayur-sayuran.

Di antara sayur–sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia, sawi adalah

salah satu komoditas yang memiliki nilai komersial dan prospek yang lumayan. Selain ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, ekonomis serta sosialnya

juga sangat mendukung, sehingga memiliki kelayakan untuk diusahakan di Indonesia (Haryanto dkk, 1996).

Tanaman sawi, seperti halnya produk pertanian pada umumnya merupakan komoditas yang mempunyai masa kesegaran yang relatif pendek. Untuk itu masalah pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran perlu mendapat perhatian dalam pengolahan tataniaga komoditi ini. Hal-hal tersebut perlu dilakukan secepatnya. Jika terlambat atau tidak ditangani dengan baik, sawi akan gampang rusak dan tidak laku dijual atau harganya rendah sehingga dapat mengakibatkan kerugian (Haryanto dkk, 1996).

Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting dalam sistem agribisnis. Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karena itu peran lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, broker, eksportir, importir dan yang


(13)

lainnya menjadi amat penting. Biasanya pada negara berkembang, lembaga pemasaran untuk pemasaran hasil pertanian masih lemah. (Soekartawi, 2003).

Dalam perdagangan komoditas pertanian umumnya dilibatkan berbagai kelompok pedagang seperti pedagang desa, pedagang kecamatan, pedagang kabupaten, pedagang antara provinsi dan pedagang pengecer di daerah konsumen. Di tingkat desa sistem pasar yang terbentuk seringkali mengarah pada pasar yang bersifat monopsoni atau oligopsoni. Pasar monopsoni dan oligopsoni merupakan pasar yang mempunyai pedagang lebih sedikit dari produsen. Sistem pasar demikian terjadi akibat kurangnya kompetisi diantara pedagang akibat jumlah pedagang yang terbatas. Kalaupun jumlah pedagang yang terlibat cukup banyak, tetapi dalam kegiatannya para pedagang tersebut seringkali dikendalikan oleh satu atau beberapa pedagang tertentu. Hal ini menyebabkan terbentuknya pasar monopsoni atau oligopsoni yang terselubung, dimana walaupun keadaan pasar tampaknya bersaing sempurna karena jumlah pedagang yang banyak tetapi sebenarnya dikuasai aleh pedagang-pedagang tertentu.

Kondisi pasar seperti diatas tidak menguntungkan bagi petani karena harga yang diterima petani akan dikendalikan oleh pedagang yang memilliki kekuatan monopsoni. Pada kondisi pasar tersebut petani cenderung menerima harga yang rendah akibat perilaku pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemasaran komoditas dengan kekuatan monopsoni/oligopsoni tidak efisien karena kepentingan petani sebagai produsen dapat dirugikan (Irawan, 2007).

Selain itu ada beberapa faktor yang menjadi kendala untuk komoditas hortikultura berupa lemahnya modal usaha yang dimiliki dan rendahnya


(14)

pengetahuan petani, kendala lain yang dominan adalah harga produk hortikultura yang rendah dan sangat berfluktuasi, prasarana transportasi yang kurang mendukung dan belum berkembangnya agroindustri yang memanfaatkan hasil tanaman hortikultura sebagai bahan baku (Lakitan, 1995).

Fluktuasi harga sayuran pada umumnya lebih tinggi dibanding buah, padi dan palawija dengan kata lain ketidak seimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada sayuran. Marjin pemasaran sayuran juga relatif tinggi. Sebaliknya harga yang diterima petani dan transmisi harga dari daerah konsumen ke daerah produsen rendah. Kondisi tersebut tidak kondusif bagi upaya pengembangan agribisnis dan peningkatan daya saing agribisnis sayuran yang dicirikan oleh kemampuan merespon dinamika pasar secara efektif dan efisien (Irawan, 2007).

Sumatera Utara merupakan salah satu sentra pertanian di Indonesia. Di daerah ini banyak diusahakan berbagai jenis sayuran. Salah satu diantaranya adalah sawi. Luas dan produksi sawi/ petsai di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 1.


(15)

Tabel 1.Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Petsai / Sawi Per Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 (Angka Tetap)

No Kabupaten/Kota

Petsai/sawi Tanam (Ha) Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (ton)

1 Medan 469 460 55.04 2,532

2 Langkat 78 73 81.23 593

3 Deli Serdang 554 645 75.72 4,884

4 Simalungun 473 525 142.97 7,506

5 Karo 2,469 2,247 220.05 49,445

6 Asahan 195 201 72.14 1,450

7 Labuhan Batu - - - -

8 Tap. Utara 367 405 94.05 3,809

9 Tap. Tengah - - - -

10 Tap. Selatan 310 70 125.43 878

11 Nias 3 2 55.00 11

12 Dairi - - - -

13 Teb. Tinggi 6 5 80.00 40

14 Tanj.Balai 24 23 52.17 120

15 Binjai 70 66 64.39 425

16 Pem.Siantar 35 31 39.03 121

17 Tobasa 36 42 41.90 176

18 Madina 63 54 74.44 402

19 P. Sidimpuan 96 92 69.67 641

20 H.Hasudutan 84 62 137.10 850

21 Samosir 6 6 43.33 26

22 Serdang Bedagai 349 333 90.09 3,000

23 Pak-Pak Barat - - - -

24 Nias Selatan - - - -

25 Batu Bara 34 27 44.44 120

26 Palas 46 40 28.75 115

27 Paluta 2 1 30.00 3

Jumlah 5,769 5,410 142.60 77,147

Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi komoditas sawi/ petsai Kota Medan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi sawi/ petsai Sumatera Utara pada tahun 2008 yaitu sebesar 2,532 ton. Kota Medan menempati posisi ke-6, sehingga Kota Medan masih termasuk dalam 10 besar produsen sawi di Sumatera Utara.


(16)

Tabel 2.Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Sawi/ Petsai Per Kecamatan Per Bulan Tahun 2010 Kota Medan (Dalam Angka Sementara) No $ Kecamatan Sisa Tanam Ahir Tahun (Ha) Tambah Tanam (Ha) Rusak (Ha)

Panen Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton) Kotor (Ha) Bersih (Ha)

1 M.Belawan 0 0 0 0 0 0 0

2 M.Labuhan 8 90 0 0 90 59.56 536

3 M.Deli 9 105 0 0 106 51.79 549

4 M.Sunggal 1 12 0 0 12 44.67 53

5 M.Helvetia 1 11 0 0 11 40.05 44

6 M.Denai 0 0 0 0 0 0 0

7 M.Tembung 0 0 0 0 0 0 0

8 M.Tuntungan 0 0 0 0 0 0 0

9 M.Selayang 3 28 0 0 29 67.93 197

10 M.Johor 4 46 0 0 48 55.12 264

11 M.Amplas 3 24 0 0 26 49.62 129

12 M.Baru 0 0 0 0 0 0 0

13 M.Polonia 0 0 0 0 0 0 0

14 M.Maimun 0 0 0 0 0 0 0

15 M.Barat 0 0 0 0 0 0 0

16 M.Petisah 0 0 0 0 0 0 0

17 M.Kota 0 0 0 0 0 0 0

18 M.Area 0 0 0 0 0 0 0

19 M.Timur 0 0 0 0 0 0 0

20 M.Marelan 12 125 0 0 127 55.43 704

21 M.Perjuangan 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 41 441 0 0 449 424.17 2476

Sumber: Dinas Pertanian Dan Perikanan Kota Medan

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa di Kota Medan tidak semua kecamatan menghasilkan sawi. Ada beberapa kecamatan yang memproduksi sawi seperti Medan Labuhan, Medan Deli, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Johor, Medan Amplas dan Medan Marelan, akan tetapi yang memiliki produksi tertinggi adalah kecamatan Medan Marelan sebesar 704 ton. Walaupun produksinya tinggi, petani masih mengalami masalah dalam pemasaran sawi.


(17)

Adapun masalah yang dihadapi petani di daerah penelitian dalam pemasaran adalah bagaimana agar hasil–hasil pertanian dapat memberikan keuntungan di saat para petani melakukan panen. Pada umumnya sering terjadi adalah fluktuasi harga komoditi sawi dan ketika panen raya harga biasanya jatuh. Hal ini disebabkan karena petani tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga.

Sering kali ditemukan bahwa karena petani sangat memerlukan uang kontan selekas mungkin (untuk membayar utang, biaya sekolah anak dan lainnya), maka petani menjual produk pertaniannya walaupun pada kondisi yang kurang menguntungkan. Namun ada pula dijumpai petani yang menjual hasil pertaniannya karena adanya peraturan yang mengharuskan walaupun kondisi harga tidak menguntungkan (Soekartawi, 2003).

Masalah yang dihadapi petani ini menyebabkan rendahnya keuntungan yang diperoleh petani, karena itu diperlukan strategi untuk memperkecil berbagai masalah tersebut dengan program terpadu. Untuk itu diperlukan paket teknologi budidaya yang tangguh, informasi pasar yang benar, sarana dan prasarana termasuk transportasi pemasaran serta tersedianya sistem kelembagaan usaha tani, termasuk permodalan,pelatihan tenaga kerja serta koperasi (Ashari, 1995).


(18)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan harga jual komoditi sawi pada tingkat petani didaerah penelitian?

2. Bagaimana struktur pasar komoditi sawi didaerah penelitian?

3. Bagaimana hubungan tingkat efisiensi pemasaran sawi dengan luas tanam komoditi sawi di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan keadaan harga jual komoditi sawi di daerah penelitian. 2. Untuk menganalisis struktur pasar komoditi sawi di daerah penelitian. 3. Untuk menganalisis hubungan tingkat efisiensi pemasaran sawi dengan

luas lahan sawi di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan pemasaran komoditi sawi didaerah penelitian.

2. Sebagai bahan informasi bagi pengambil keputusan untuk perbaikan dan pengembangan pemasaran komoditi sawi.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan maupun diolah. Sawi mencakup beberapa spesies Brassica yang kadang-kadang mirip satu sama lain (Anonimous, 2011).

Sawi bukan tanaman asli Indonesia. Menurut asalnya sawi banyak di budidayakan di Asia tepatnya di Cina, akan tetapi keadaan alam Indonesia dengan iklim dan cuaca serta keadaan tanah yang memungkinkan tanaman luar dapat dikembangkan dengan baik.

Tanaman Sawi dapat tumbuh dengan mudah di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tempat tumbuh yang dibutuhkan yaitu tanahnya gembur, banyak mengandung bahan organik, drainase yang baik dan derajat keasaman tanahnya (pH) antara 6-7. Tanaman ini tahan naungan dan tahan kekeringan. Waktu tanam yang tepat yaitu pada ahir musim hujan atau awal musim kemarau. Selama pertumbuhannya tanaman ini harus cukup air. Tanaman dapat berbunga, sehingga benihnya mudah diperoleh. Tanaman ini dapat diusahankan secara monokultur dan secara hidroponik (Sutarya dan Grubben, 1995).

Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500


(20)

meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun (Margianto, 2007).

Manfaat sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C

(Anonimousc, 2010).

Tanaman sawi , seperti halnya produk pertanian pada umunya merupakan komoditi yang mempunyai masa kesegaran yang relatif pendek. Untuk itu, masalah pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan pemasaran komoditi ini. Hal-hal tersebut perlu dilakukan secepatnya. Jika terlambat atau tidak ditangani dengan baik, sawi akan gampang rusak dan tidak laku dijual atau harganya rendah sehingga dapat menyebabkan kerugian.

Pendukung dalam tataniaga sawi mempunyai peranan penting dalam sistem distribusinya adalah petani, pedagang perantara dan konsumen. Ketiganya mempunyai fungsi dan peranan masing-masing dalam rentetan jalur tataniaga komoditi ini.

Petani sebagai produsen sawi merupakan orang yang langsung berhubungan dengan proses produksi. Mutu sawi yang secara langsung juga menentukan tinggi rendahnya harga, merupakan tanggung jawab yang di pegangnya. Pemilihan jalur tataniaga selanjutnya juga sangat menentukan lancar tidaknya pemasaran komoditi ini.


(21)

Sawi kebanyakan ditanam di daerah pinggiran atau luar kota. Untuk bisa menyalurkan semua hasil panen kepada konsumen diperlukan pedagang-pedagang perantara, di samping ada sebagian yang langsung dipasarkan kepada konsumen. Jumlah yang langsung dipasarkan kepada konsumen sangat sedikit dibandingkan dengan yang dijual melalui pedagang perantara. Para konsumen yang langsung membeli kepada petani biasanya bertempat tinggal tidak jauh dari lahan penanaman (Haryanto dkk, 1996).

Setelah sawi sampai pada konsumen, ada yang langsung mengkonsumsinya sendiri. Ada pula yang melakukan pengolahan terlebih dahulu kemudian dijual lagi pada konsumen lainnya.

2.2 Landasan Teori

Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan serta mau atau mampu turut dalam pertukaran untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan itu. Jadi besarnya pasar tergantung dari jumlah orang yang memiliki kebutuhan , punya sumberdaya yang diminati orang lain, dan mau menawarkan sumber daya itu untuk ditukar supaya dapat memenuhi keinginan mereka (Yasin dan Dilham, 2008).

Pemasaran didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Pemasaran merupakan kegiatan produktif karena menciptakan kegunaan (utility) baik kegunaan bentuk, tempat, waktu maupun milik. Sistem pemasaran hasil pertanian adalah suatu kompleks sistem dalam berbagai subsistem yang berinteraksi satu sama lain dan dengan berbagai lingkungan


(22)

pemasaran. Dengan demikian lima subsistem yaitu sektor produksi, saluran pemasaran, sektor konsumsi, aliran (flow), dan fungsional berinteraksi satu sama lain dalam subsistem keenam, yaitu lingkungan (Anonimousb, 2008).

Sistem pemasaran pertanian merupakan suatu kesatuan urutan lembaga-lembaga pemasaran. Tugasnya melakukan fungsi–fungsi pemasaran untuk memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen akhir. Begitu pula sebaliknya memperlancar aliran uang, nilai produk yang tercipta oleh kegiatan produktif yang dilakukan oleh lembaga–lembaga pemasaran, baik dari konsumen akhir ke tangan produsen awal dalam sistem komoditas (Gumbira dan Harizt, 2001).

Menurut Hutauruk (2003) dalam mempelajari marketing ada beberapa metode yang digunakan yaitu:

Pendekatan fungsi (Fungsional Approach), dimana dipelajari bermacam – macam fungsi yang dikehendaki dalam marketing, bagaimana dan siapa yang melaksanakannya.

Pendekatan dari segi lembaga (Intitusional Approach), dipelajari bermacam – macam perantara, bagaimana masing – masing berusaha , fungsi – fungsi yang dilaksanakannya.

Pendekatan komoditi barang (komodity approach), mempelajari bagaiman macam – macam barang dipasarkan dan lembaga mana yang mengendalikannya.

Saluran pemasaran / saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan dan fungsi yang digunakan untuk produksi dan status pemilikannya dari produsen ke konsumen (Kotler, 1995). Saluran


(23)

pemasaran selalu terdiri dari produsen dan konsumen akhir, termasuk di dalamnya para pialang yeng terlibat dalam pemindahan produk ke konsumen. Para pialang dan agen juga merupakan bagian dari saluran distribusi meskipun mereka tidak memiliki hak atas barang. Hal ini biasanya terjadi karena memainkan peran yang aktif dalam pemindahan hak kepemilikan.

Dalam proses tataniaga terdapat fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh produsen dan lembaga pemasaran. Yaitu, pembeli (buying) dimana pengumpulan atau assembling dapat dikelompokkan ke dalamnya., penjualan (selling) penyebaran distribusi termasuk di dalamnya, pengangkutan (transportation), penyimpanan (storage), pengolahan, pembiayaan (financing), resiko ( risk taking), informasi pasar (market information) (kartasapoetra,1992).

Biaya pemasaran merupakan bentuk konsekuensi logis dari pelaksanaan fungsi–fungsi pemasaran. Fungsi–fungsi pemasaran merupakan bagian tambahan harga dari barang-barang yang harus ditanggung oleh konsumen. Oleh sebab itu biaya pemasaran yang tinggi akan membawa efek pada harga beli konsumen. Di samping itu biaya pemasaran yang tinggi juga akan membuat sistem pemasaran tidak efisien (Gultom,1996).

Komponen biaya pemasaran terdiri atas semua pengeluaran yang di keluarkan oleh setiap middleman dan lembaga pemasaran yang berperan secara langsug dan tidak langsung dalam proses pemindahan barang, dan keuntungan yang diambil oleh middleman atau lembaga tataniaga atas modal dan jasa tenaganya dalam menjalankan aktivitas pemasaran tersebut. Setelah dikelompokkan menurut jenis biaya yang sama, maka marketing margin ini


(24)

disebut price spread. Jika angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga beli konsumen, maka di peroleh share margin (Gultom,1996).

Harga adalah sinyal kelangkaan suatu barang. Harga barang yang tinggi mengindikasikan bahwa barang tersebut langka, sedangkan harga barang yang rendah mengindikasikan bahwa barang tersebut tersedia lebih. Harga yang dibentuk oleh pasar bersaing sempurna adalah harga yang mampu menghasilkan kesejahtraan tertinggi bagi para pelaku ekonomi (Sunaryo, 2001).

Harga produk dibidang pertanian berbeda dengan produk di bidang industri, dimana harga produk di bidang industri relatif lebih konstan atau lebih banyak ditentukan oleh perusahaan. Sedangkan harga produk pertanian relatif berfluktuatif, karena produk pertanian mempunyai beberapa sifat, yaitu:

1. Keadaaan biologi di lingkungan pertanian, seperti hama, penyakit dan iklim menyebabkan output pertanian bersifat musiman dan tidak kontinu.

2. Adanya tenggang waktu dalam memproduksi komoditi pertanian.

3. Keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai anggapan tentang pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya harga di bidang pertanian.

4. Dampak dari institusi, seperti Bulog dan komitmen perdagangan (antara lain pengurangan tarif dan lain-lain)

(Anindita, 2008).

Lembaga pemasaran memberi pengaruh yang positif terhadap barang. Sehingga barang memperoleh nilai tambah (Value Added). Di samping itu lembaga pemasaran memberi pengaruh yang positif terhadap biaya pemasaran.


(25)

Sebab jika petani melakukan sendiri fungsi pemasaran maka efisiensi pemasaran lebih tinggi dibandingkan bila ditangani oleh lembaga pemasaran. Peningkatan nilai tambah yang diterima barang maupun penurunan biaya pemasaran bila ditangani lembaga pemasaran telah meningkatkan harga jual di tingkat konsumen. Sehingga pendapatan petani terus meningkat.

Efektifitas pemasaran menyangkut efisiensi pemasaran. Sehingga tingkat efisiensi pemasaran (Ep) ini di ukur dengan rumus:

Ep =

x 100 %

Maka pasar yang tidak efisien akan terjadi jika: − Biaya pemasaran semakin besar, dan

− Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi jika:

− Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi.

− Persentasi perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.

− Tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan − Adanya kompetisi pasar yang sehat. (Soekartawi, 2002).

Selain itu indikator empirik yang sering digunakan dalam pengkajian efisiensi pemasaran di antaranya adalah margin pemasaran dan transmisi harga dari pasar konsumen kepada petani atau ke pasar produsen. Sistem pemasaran semakin efisien apabila besarnya marjin pemasaran yang merupakan jumlah dari


(26)

biaya pemasaran dan keuntungan pedagang semakin kecil. Dengan kata lain, perbedaan antara harga yang diterima petani dan harga yang dibayar konsumen semakin kecil.

Adapun transmisi harga yang rendah mencerminkan inefisiensi pemasaran karena hal itu menunjukkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat konsumen tidak seluruhnya diteruskan kepada petani, dengan kata lain transmisi harga berlangsung secara tidak sempurna. Pola transmisi harga seperti ini biasanya terjadi jika pedagang memiliki kekuatan monopsoni sehingga mereka dapat mengendalikan harga beli dari petani (Irawan, 2007).

Pada pasar persaingan sempurna, selisih antara harga yang dibayar konsumen dan harga yang diterima petani lebih rendah dibanding pada kondisi pasar monopsoni, dengan kata lain, margin pemasaran akan semakin besar jika terdapat kekuatan monopsoni. Pada kondisi pasar monopsoni transmisi harga dari pasar konsumen kepada petani juga berlangsung secara tidak sempurna. Pola transmisi harga seperti ini menyebabkan korelasi harga di tingkat konsumen dan di tingkat petani akan semakin rendah dan fluktuasi harga di pasar produsen akan lebih rendah daripada di pasar konsumen.

Pasar monopsoni adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai pembelian atau menjadi pembeli tunggal barang atas jasa dipasar komoditas. Jadi monopsoni memiliki kekuatan pembeli untuk mempengaruhi harga. Monopsoni memungkinkan pembeli membeli harga lebih rendah daripada dengan pasar kompetitif (Satia, 2007).

Pasar oligopsoni adalah sebuah kondisi pasar dimana produsen atau penjualnya banyak (dalam hal ini petani), sementara pembelinya ada beberapa


(27)

(seperti pengijon, rentenir, dan juga supplier besar). Hal ini membuat para petani hanya dapat menerima harga yang ditetapkan oleh beberapa pembeli tersebut, kecuali pemerintah turun langsung menentukan harga eceran terendah

(Satia, 2007).

2.3 Kerangka Pemikiran

Usaha tani merupakan suatu kegiatan yang produktif bagi petani. Setelah melaksanakan usaha tani, petani akan melaksakan fungsi pemasaran. Pemasaran didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

Dalam proses pemindahan barang dari produsen ke konsumen tercipta beberapa saluran pemasaran. Dalam penyaluran produk–produk pertanian dilibatkan lembaga–lembaga pemasaran. Saluran pemasaran terbagi tiga yaitu petani sawi ke pedagang pengumpul, petani sawi ke pedagang pengecer dan petani sawi langsung ke konsumen.

Tiap lembaga pemasaran melibatkan fungsi–fungsi pemasaran yang berbeda. Adapun fungsi–fungsi pemasaran yang terlibat dalam pemasaran sawi yaitu pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, sortir, pengepakan, penyusutan dan pengolahan.

Dengan melaksanakan fungsi–fungsi pemasaran maka akan terbentuk biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran maka akan menentukan tingkat harga yang diterima produsen dan lembaga pemasaran. Selain itu biaya pemasaran akan menentukan tingkat keuntungan yang diterima produsen dan lembaga pemasaran. Dari biaya pemasaran dan harga jual akan didapat margin pemasaran yang akan


(28)

digunakan dalam pengukuran tingkat efisiensi tataniaga. Margin pemasaran terdiri dari price spread dan share margin. Semakin banyak lembaga tataniaga yang berperan dalam pemasaran sawi, maka sistem pamasaran sawi tidak efisien.

Kemudian petani menerima harga yang diberikan oleh pasar. Setelah di dapat harga penjualan maka akan di hitung margin pemasaran dan elastisitas transmisi harga pada komoditi sawi. Nilai elastisitas pemasaran akan digunakan untuk menentukan bentuk struktur pasar yang terjadi di daerah penelitian. Selanjutnya dihitung tingkat efisiensi pemasaran sawi di daerah penelitian. Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:


(29)

Keterangan :

= Menyatakan Pengaruh = Saluran Pemasaran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran PETANI

Pedagang Pengumpul Konsumen Pedagang

Biaya Pemasaran

Harga Jual

Margin Pemasaran

Efisiensi Pemasaran

Elastisitas Transmisi Fungsi Pemasaran


(30)

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Harga jual komoditi sawi di tingkat petani dan konsumen cenderung berfluktuasi

2. Struktur pasar komoditi sawi di daerah penelitian berbentuk pasar monopsoni.

3. Ada hubungan yang nyata antara efisiensi pemasaran dengan luas tanam komoditi sawi di daerah penelitian.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian di tentukan secara purposive, yaitu di kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki potensi tanaman sawi terbesar di Kecamatan Marelan. Daerah ini memiliki lahan seluas 55 Ha yang potensial untuk ditanami sawi.

Tabel 3. Potensi Pertanaman Padi, Palawija dan Sayuran

No

Kelurahan

JENIS KOMODITI POTENSI PERTANIAN (HA)

Padi Palawija SAYURAN Jumlah

Sawi Kangkung Bayam Timun Terong Kacang Cabe 1 Labuahan Deli 2 1111 11 - - - - 1 - 6 2 Rengas Pulau 200 93 32 13 14 10 7 18 5 99 3 Terjun 250 96 40 17 16 13 12 25 5 152 4 Tanah Enam

Ratus

95 55 55 20 20 12 11 19 5 196

5 Paya Pasir 2 10 2 - 3 - - 2 - 12

Jumlah 549 265 130 50 50 35 30 65 15 4631

Sumber : Kantor Camat Marelan

3.2 Metode Penentuan Sampel

3.2.1 Petani

Metode penentuan sampel petani sebagai produsen sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus dilakukan dengan metode Simple Random Sampling dengan memilih 30 petani secara acak sebagai sampel populasi. 30 sampel tersebut dianggap mewakili populasi. Penentuan sampel yang hanya 30 dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat proses penelitian (Nasir, 2005).


(32)

3.2.2 Pedagang atau Lembaga Pemasaran

Sampel pedagang adalah orang–orang yang terlibat dalam mendistribusikan sawi dari petani hingga konsumen akhir. Sampel pedagang ditentukan dengan Metode Penelusuran yaitu dengan menelusuri semua pedagang yang terlibat dalam proses distribusi sawi dari petani produsen ke konsumen akhir, termasuk di dalamnya pedagang besar, pedagang pengumpul dan pengecer. Pedagang atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam mendistribusikan komoditas sawi dari produsen ke konsumen akhir ada 18 pedagang yang terdiri dari 5 pedagang pengumpul, 6 agen dan 7 pedagang pengecer.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung dengan petani dan pedagang dengan menggunakan kuisioner yang telah disusun sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kota Medan, Kantor Camat Kecamatan Medan Marelan dan Badan Pusat Statistik. Data sekunder yang diambil berupa data produksi, luas tanam, Volume penjualan, daerah tujuan dan lain-lainnya yang terkait dengan penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi secara sederhana dan selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.

Untuk identifikasi masalah (1) akan di jelaskan dengan analisis deskriptif berdasarkan survey dan pengamatan yang dilakukan di daerah penelitian.


(33)

Untuk identifiksi masalah (2) akan di analisis dengan menggunakan elastisitas transmisi harga. Elastisitas transmisi harga digunakan untuk mengetahui struktur pasar antara pasar tingkat produsen dan pasar tingkat konsumen, Perhitungan elastisitas transmisi harga dapat dilakukan dengan penerapan fungsi Cobb Douglas. Dengan fungsi Cobb Douglas maka dapat diperoleh dugaan dari koefisien/parameter hubungan ekonomi. Nilai koefisien/parameter dugaan adalah nilai elastisitas transmisi harga konsumen terhadap harga petani. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Y = aXb... .(1)

Et =

AP MP X

Y

= ∆

...(2)

Dimana:

Y = Harga sawi pada tingkat petani X = Harga sawi pada tingkat konsumen MP = Harga marginal

AP = Rata – rata harga Et = Elastisitas transmisi b = Koefisien/ parameter

Subtitusikan persamaan (1) ke persamaan (2)

MP =

X Y

∂∂ aX

b


(34)

AP =

X aX X

Y b

= = aXb-1

Et = 1

1 −

= b

b

aX baX AP

MP

Et = b

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa elastisitas transmisi harga merupakan koefisien Fungsi Cobb Douglas. Tarigan (2004) menjelaskan bahwa fungsi Cobb Douglas dapat diubah dalam bentuk linear, yaitu :

ln Y = b0 + b1 ln X1+ u

Dengan menggunakan data logaritma, maka persamaannya :

Y = b0 + b1X1+ u

Persamaan di atas merupakan modifikasi model yang digunakan oleh Backus (2006). Berdasarkan penjelasan diatas maka untuk mengetahui nilai elastisitas transmisi harga diuji dengan menggunakan pendekatan ekonometrika yaitu regresi linear sederhana dengan menggunakan data logaritma,

Persamaan yang digunakan adalah :

P.petani = a + Et P.konsumen + u

Y = b0 + b1X1+ u

Dimana :


(35)

b0 = Konstanta

X1 = Harga sawi pada konsumen

b1 = Koefisien/parameter elastisitas transmisi harga

Dengan hipotesis :

Ho : b1 ≠ 1, elastisitas transmisi harga konsumen terhadap harga petani adalah

tidak elastis

H1 : b1 = 1, elastisitas transmisi harga konsumen terhadap harga petani adalah

elastis

Menurut Sudiyono (2004) Jika elastisitas transmisi lebih kecil dari satu (Et<1) dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1% di tingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1% ditingkat petani.Jika b1 <1,

persentase kenaikan harga tingkat konsumen lebih kecil dibanding tingkat produsen, sehingga terbentuk pasar yang mengarah pada pasar monopsoni atau oligopoli.

Jika elastisitas transmisi sama dengan satu (Et=1), maka perubahan harga sebesar 1% ditingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 1% ditingkat petani. Jika b1 = 1, berarti perbedaan harga tingkat produsen dan

konsumen hanya dibedakan oleh margin pemasaran sehingga terbentuk pasar persaingan sempurna

Jika elastisitas transmisi lebih besar dari satu (Et>1), maka perubahan harga sebesar 1% ditingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga lebih


(36)

besar dari 1% di tingkat petani. Jika b1 >1, persentase kenaikan harga di tingkat

konsumen lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat produsen, sehingga pasar mengarah ke bentuk pasar monopoli atau oligopsoni.

Untuk identifikasi masalah (3) akan di analisis dengan menggunakan analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran kemudian dianalisis dengan analisis korelasi

Menurut Sudiyono (2004) rumus untuk menghitung margin pemasaran:

M = + t

Dimana:

M = Margin pemasaran

Cij = Biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga

pemasaran ke-j

j = Keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j m = Jumlah jenis biaya pemasaran

n = Jumlah lembaga pemasaran

Semakin besar margin pemasaran, maka semakin tidak efisien proses pemasaran.

Price spread dapat diperoleh dengan mengelompokkan biaya-biaya tata

niaga menurut komponen biaya yang sama.

Share margin dihitung dengan rumus:

Sm =

x 100%

Dimana:

Sm : Share margin dihitung dalam persen(%) : Harga di tingkat petani (Rp)


(37)

: Harga beli konsumen (Rp)

Menurut Soekartawi (2002) rumus untuk menghitung efisiensi pemasaran :

Ep =

x 100 %

Bila nilai Ep < 50% artinya pemasaran di daerah penelitian sudah efisien. Bila nilai Ep ≥ 50%, artinya pemasaran di daerah penelitian belum efisien.

Analisis korelasi di analisis dengan menggunakan alat analisis SPSS, kemudian dilihat nilai korelasinya menurut Guilford.

Tabel 4. Nilai Korelasi Menurut Guilford

Koefisien Korelasi Keterangan

< 0,2 Tidak terdapat korelasi

0,2 s/d 0,4 Korelasi kedua variabel lemah 0,4 s/d 0,7 Korelasi Kedua variabel sedang 0,7 s/d 0,9 Korelasi kedua variabel kuat 0,9 s/d 1 Korelasi kedua variabel sangat kuat

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah–istilah yang terdapat dalam penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Defenisi

1. Sawi adalah produk pertanian yang diusahakan petani dimana diperlukan saluran pemasaran untuk menyampaikan produk tersebut ke konsumen.

2. Petani adalah petani sampel yang mengusahakan lahan dengan komoditi Sawi di daerah penelitian.


(38)

3. Luas lahan adalah luas daerah yang diusahakan petani atau produsen dengan komoditi Sawi yang diukur dalam hektar (Ha) di daerah penenlitian.

4. Konsumen adalah pembeli sawi yang merupakan pengguna akhir yang langsung membeli sawi dari produsen ataupun dari pedagang perantara.

5. Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif mengumpulkan dan menyalurkan sawi kepada pedagang perantara berikutnya.

6. Pedagang pengecer adalah mereka yang membeli sawi dari pedagang besar maupun petani dan menjualnya langsung kepada konsumen.

7. Biaya pemasaran adalah biaya yang di keluarkan oleh lembaga pemasaran dalam menyalurkan sawi dari produsen hingga ke konsumen akhir.

8. Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang diterima produsen

dengan harga yang dibayar konsumen.

9. Price spread adalah perbedaan dua tingkat harga dan menunjukkan jumlah

yang diperlukan untuk menutupi biaya barang–barang di dua tingkat pasar. 10.Share margin adalah angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga

beli konsumen.

11.Elastisitas transmisi adalah perbandingan perubahan nisbi dari harga di

tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat petani dinyatakan dalam persen (%).

12.Efisiensi pemasaran adalah nisbah antara biaya yang dikeluarkan untuk

memasarkan tiap unit produk dibagi dengan nilai produk yang dipasarkan, dinyatakan dalam persen (%) dan akan di hubungkan dengan luas tanam.


(39)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

2. Sampel adalah petani yang mengusahakan komoditi sawi dan pedagang yang memasarkan komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.


(40)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara berada pada ketinggian ±3m di atas permukaan laut, dengan luas wilayah 342 Ha. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki curah hujan rata- rata 600mm/tahun, dengan keadaan suhu rata-rata 310C. Kelurahan Tanah Enam Ratus terletak ±3.5 Km dari kantor camat Medan Marelan, dan ±14 Km dari Kota Medan. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki 11 lingkungan.

Ditinjau dari letak geografisnya Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Rengas Pulau Kec. Medan Marelan.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Menunggal Kab. Deli Serdang. • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Klumpang Kab. Deli Serdang dan

Kel. Terjun Kec. Medan Marelan Kota Medan.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Titi Papan Kec. Medan Deli Kota Medan.

4.1.1 Penggunaan Lahan

Luas lahan Kelurahan Tanah Enam Ratus menurut penggunaannya adalah sebagai berikut:


(41)

Tabel 5. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec. Medan Marelan

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1 Sawah dan Ladang 169,5

2 Pemukiman 145,5

3 Bangunan dan Sarana Umum 25

4 Lapangan Sepak Bola 1,5

5 Kolam 0,5

Jumlah 342

Sumber : Kantor Lurah Tanah Enam Ratus 2010

Tabel 5 menunjukkan bahwa lahan paling luas di Kelurahan Tanah Enam Ratus digunakan untuk sawah dan ladang yakni seluas 169.5 Ha (49,5%) dan yang terkecil adalah untuk kolam sebesar 0,5 Ha (0,14%).

4.1.2 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus sampai akhir tahun 2010 tercatat sebanyak 26.552 jiwa atau 6.000 kepala keluarga (KK), terdiri dari 12.654 jiwa laki-laki dan 13.898 jiwa perempuan.


(42)

Tabel 6. Distribusi Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Kelompok Umur

No Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 0-3 3236 12.18

2 4-6 2585 9.73

3 7-12 2042 7.69

4 13-15 1862 7.01

5 16-19 1864 7.02

6 20-24 1688 6.35

7 25-29 1652 6.22

8 30-40 3621 13.63

9 41-50 5337 20.1

10 51-59 1892 7.12

11 >60 773 2.91

Jumlah 26552 100

Sumber : Kantor Lurah Tanah Enam Ratus 2010

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus berada pada usia produktif (16-59) yakni sebesar 63.35 %. Hal ini menggambarkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Kelurahan Tanah Enam Ratus relatif banyak. Selebihnya berada pada usia muda (0-15) yaitu sebesar 36.61% dan pada usia lanjut (>60) sebesar 2.91%.

Rasa kekeluargaan antara keluarga masih sangat erat dalam masyarakat di Kelurahan Tanah Enam Ratus. Bahasa sehari–hari yang digunakan adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.


(43)

4.1.3 Perekonomian Desa

Mata pencarian utama penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus adalah buruh tani (83.77%). Buruh tani ini adalah orang –orang yang bekerja di ladang atau sawah petani sebagai pekerja dan tidak mempunyai lahan sendiri. Selain itu, sebagian masyarakat berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, tukang, pedagang, ABRI, petani dan nelayan. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat di tabel 7.

Tabel 7. Keadaan Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 PNS 238 3.07

2 ABRI 50 0.65

3 Wiraswasta/Pedagang 278 3.58

4 Petani 143 1.84

5 Nelayan 3 0.05

6 Buruh Tani 6497 83.77

7 Pertukangan 546 7.04

Jumlah 7755 100

Sumber : Kantor Lurah Tanah Enam Ratus 2011

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana Kelurahan Tanah Enam Ratus pada saat ini sudah cukup memadai meskipun prasarana jalan penghubung antar lingkungan masih kurang baik. Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan


(44)

kemajuan masyarakat. Sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Tanah Enam Ratus berupa sarana pendidikan, sarana transportasi, kios saprodi, penyuluh pertanian lapangan dan kelompok tani.

Sarana pendidikan merupakan salah satu sarana penunjang dalam pembangunan pertanian. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki sarana pendidikan berupa gedung SD (7 unit), SMP (1 unit), SMU (1 unit) dan Madrasah (2 unit).

Untuk memperlancar proses pemindahan hasil produksi dari produsen hingga ke konsumen diperlukan sarana transportasi yang memadai. Jalan penghubung antara lingkungan di Kelurahan Tanah Enam Ratus masih kurang memadai. Jalan penghubung antar lingkungan masih terbuat dari batu dan pasir, ada juga sebagian yang masih berupa jalan tanah. Alat transportasi yang digunakan berupa sepeda, sepeda motor, becak, mobil angkutan umum dan mobil pribadi.

Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki 4 kelompok tani dan 1 orang penyuluh pertanian lapangan. Kelurahan ini memiliki 1 kios saprodi yang di gunakan untuk menyalurkan bantuan subsidi dari pemerintah.

4.2 Karakterisrik Sampel Penelitian

4.2.1 Petani

Karakteristik petani sampel atau responden dalam penelitian ini digambarkan oleh luas lahan, umur, pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah anggota keluarga. Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada tabel 8.


(45)

Tabel 8. Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec.Medan Marelan

No Uraian Rataan Range

1 Luas Lahan (Ha) 0.16 0.08 – 0.5

2 Umur ( Tahun) 38.5 29 – 53

3 Pendidikan (Tahun) 8.1 6-12

4 Pengalaman Bertani (Tahun) 14.93 4-27

5 Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) 3.37 2-6

Sumber :Lampiran 1,2

Tabel 8 menunjukkan rata-rata luas lahan yang dikelola petani sampel untuk mengusahakan sawi adalah seluas 0.16 Ha, dengan luas terkecil 0.08 Ha dan terluas adalah sebesar 0.5 Ha. Rerata umur termuda 29 tahun dan paling tua 53 tahun. Tingkat pendidikan petani sampel rata-rata 8.1 tahun, dengan kata lain rata-rata pendidikan petani sampel adalah SMP. Pendidikan terendah adalah SD (6 tahun) dan pendidikan tertinggi adalah SMA (12 tahun). Pengalaman bertani petani sampel rata-rata 14.93 tahun, dengan pengalaman terendah 4 tahun dan pengalaman terlama 27 tahun. Jumlah anggota keluarga petani sampel rata-rata 3 orang, dengan jumlah tersedikit 2 orang dan terbanyak 6 orang.

4.2.2 Pedagang

Sampel pedagang adalah orang–orang yang terlibat dalam mendistribusikan sawi dari petani hingga konsumen akhir. Pedagang yang terlibat dalam penyampaian sawi hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, agen dan pedagang pengecer.


(46)

Pedagang pengumpul adalah orang yang mengumpulkan dan membeli sayuran sawi dari petani langsung dan kemudian menjualnya kembali kepada agen atau kepada pedagang pengecer.

Tabel 9. Karakteristik Pedagang Pengumpul

No Uraian Rataan Range

1 Umur Pedagang (Tahun) 39.6 34 -46

2 Lama Berdagang 7.42 4-10

Sumber : Lampiran 3

Pedagang pengumpul sampel dalam penelitian ini terdiri dari 5 orang dengan umur rata-rata 39,6 tahun, umur termuda 34 tahun dan tertua 46 tahun. Dan rata-rata lama berdagang 7,42 tahun dengan paling lama 10 tahun dan palin sebentar 4 tahun.

Dalam memperoleh dan mengumpulkan sawi, pedagang pengumpul ada yang langsung ke ladang petani dan ada yang datang ke pasar tradisional tempat petani menjual hasil panennya. Komoditi sawi yang dibeli kemudian di jual kembali ke pedagang pengecer atau agen.

Agen adalah pihak pedagang yang menampung sawi dalam jumlah besar yang diperoleh dari pedagang pengumpul maupun dari petani langsung kemudian menjualnya kembali ke pedagang di daerah lain maupun ke pedagang pengecer dalam jumlah cukup besar.

Pedagang agen sampel dalam penelitian ini ada 6 orang dengan lama berdagang rata-rata 10.17 tahun. Agen menjual kembali barang dagangannya di pusat pasar dan ada juga yang menjual kembali di sepanjang pasar tradisional di daerah Padang Bulan.


(47)

Tabel 10. Karakteristik Agen

No Uraian Rataan Range

1 Umur Pedagang (Tahun) 36.17 26 -53

2 Lama Berdagang 10.17 5-20

Sumber : Lampiran 4

Pedagang pengecer adalah pihak yang menjual sawi secara eceran, yang biasanya terdapat di pasar-pasar tradisional dan menjual sawi langsung kepada konsumen.

Tabel 11. Karakteristik Pedagang Pengecer

No Uraian Rataan Range

1 Umur Pedagang (Tahun) 40.71 25 -54

2 Lama Berdagang 12.71 5-20

Sumber : lampiran 5

Pedagang pengecer memperoleh sayuran sawi dari petani langsung dan ada juga beberapa yang dari pedagang. Pedagang pengecer yang menjadi sampel rata-rata 40.71 tahun dengan umur termuda 25 tahun dan paling tua 54 tahun. Pedagang pengecer ini berdagang di pasar tradisional Marelan yaitu pasar V.

Pedagang pengecer memiliki pengalaman berdagang kira-kira 12.71 tahun dengan pengalaman terendah 5 tahun dan paling lama 20 tahun. Pedagang pengecer memasarkan dagangan sawinya di pasar tradisional Marelan. Sawi dijual pedagang pengecer bersama-sama dengan sayuran lainnya seperti kangkung, bayam dan kacang panjang.


(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keadaan Harga Pada Tingkat Petani dan Tingkat Konsumen

Harga adalah sinyal kelangkaan suatu barang. Harga barang yang tinggi mengindikasikan bahwa barang tersebut langka, sedangkan harga barang yang rendah mengindikasikan bahwa barang tersebut tersedia lebih. Harga yang dibentuk oleh pasar bersaing sempurna adalah harga yang mampu menghasilkan kesejahteraan tertinggi bagi para pelaku ekonomi (Sunaryo, 2001).

Harga komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus tergolong sangat fluktuatif. Selama 60 hari penelitian terdapat perubahan harga setiap harinya. Hari pertama harga jual tingkat petani sebesar Rp.2000/ Kg, kemudian turun menjadi sebesar Rp.1900/Kg, keesokan harinya berubah kembali menjadi Rp.2200/Kg. Setiap harinya harga komoditi sawi per Kgnya terus naik turun. Petani tidak bisa memprediksi harga. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Anindita (2008) yang menyatakan bahwa harga produk pertanian relatif fluktuatif karena produk pertanian mempunyai beberapa sifat seperti mudah rusak dan adanya tenggang waktu dalam memproduksi komoditas pertanian yang berpengaruh pada keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai anggapan tentang pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya harga di bidang pertanian.

Keadaaan harga Komoditi sawi yang berfluktuasi menyebabkan penerimaan dan keuntungan yang diperoleh petani dari kegiatan usahataninya berfluktuasi. Fluktuasi harga yang terjadi pada tingkat petani pada dasarnya karena terjadi ketimpangan antara pasokan dan permintaan konsumen. Jika terjadi


(49)

kelebihan pasokan maka harga akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan pasokan harga akan kembali naik. Dalam proses pembentukan harga, perilaku petani dan pedagang memiliki peranan penting karena mereka dapat mengatur volume penjualannya yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Petani belum terlalu mahir dalam melakukan pemilihan pola tanam sehingga terjadi produksi sawi yang berlimpah dan menyebabkan harga turun dan sebaliknya ketika persediaan produksi habis, harga langsung melonjak naik. Keadaan harga sawi ditingkat petani dan pedagang di perlihatkan pada grafik 1 berikut.


(50)

Grafik 1. Harga Komoditi Sawi di Tingkat Petani Dan Konsumen

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59

Harga Petani Harga Konsumen

(Hari) (Harga)


(51)

Dari grafik 1 dapat dilihat keadaan harga pada tingkat petani selama 60 hari sangat fluktuatif. Setiap harinya harga terus berubah, meskipun perubahannya sangat sedikit. Namun pada hari ke 31 terjadi penurunan harga yang cukup tajam di tingkat petani. Penurunan harga ini berlangsung selama 22 hari atau sekitar 3 minggu. Harga pada tingkat petani turun dari Rp.2000/Kg menjadi sekitar Rp.1000/Kg. Hal ini disebabkan karena terjadinya kelebihan pasokan sawi, sehingga pedagang tidak bisa menampungnya. Pada hari ke 53 terjadi kenaikan harga yang sangat drastis, yaitu dari kisaran harga Rp.1500/Kg menjadi Rp.3300/Kg dan selanjutnya terjadi kenaikan harga secara perlahan hingga mencapai Rp4000/Kg. Perubahan harga ini disebabkan karena ketersediaan sawi yang sedikit dan ketidak mampuan produsen meramalkan permintaan.

Lain halnya dengan harga pada tingkat konsumen. Pada tingkat konsumen harga cenderung konstan. Perubahan harga hanya terlihat pada hari ke 53 dan ke 58. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan harga yang tajam pada tingkat petani sehingga mempengaruhi harga konsumen.

Harga jual ditingkat petani tergolong variatif, tergantung pada masa panennya dan kepada siapa produk hasil panen di jual. Apabila produsen atau petani langsung menjualnya kepada pedagang pengecer atau agen, maka harga yang di terima adalah harga pasar yang sedang berlaku. Tetapi harga pasar ini pun tidak tetap dan selalu berfluktuasi. Apabila produsen atau petani menjual hasil panennya kepada pedagang perantara maka harga yang diterima oleh produsen lebih rendah dari pada harga pasar. Hal ini terjadi karena pedagang perantara akan menjual kembali sawinya ke agen. Berikut ini grafik variasi harga jual komoditas


(52)

sawi pada tingkat petani di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan.


(53)

Grafik 2. Variasi Harga Jual Komoditas Sawi Pada Tingkat Petani Di Kelurahan Tanah Enam Ratus

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Harga Jual (Rp/Kg)

Harga Jual (Kg)

( No. Sampel)

Harga Jual (Rp/Kg)


(54)

Dari grafik 2 dapat dilihat bahwa harga jual di tingkat petani bervariasi, hal ini disebabkan karena waktu panen para petani yang berbeda-beda. Waktu panen yang berbeda –beda ini menyebabkan waktu penjualan yang berbeda pula. Petani menjual hasil panennya sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Dalam rentang 60 hari penelitian, rata–rata harga jual petani adalah sebesar Rp.2100/Kg. Rerata harga terendah pada tingkat petani adalah sebesar Rp.1000/Kg dan tertinggi sebesar Rp.4000/Kg.

Harga komoditi sawi pada tingkat pedagang pengecer (harga konsumen) bervariasi. Dalam menetapkan harga jual pedagang pengecer tidak terlalu tergantung kepada harga beli. Meskipun harga belinya tidak stabil, tetapi harga jual pedagang pengecer dapat dikatakan stabil.

Pedagang pengecer dapat menentukan sendiri harga jual dagangannya. Harga jual di sesuaikan dengan harga beli pedagang dengan petani. Dalam rentang 60 hari penelitian, rata–rata harga jual pedagang (harga konsumen) adalah sebesar Rp.4100/Kg. Rerata harga terendah pada harga jual pedagang (harga konsumen) adalah sebesar Rp.3500/Kg dan tertinggi sebesar Rp.6000/Kg.

5.2 Struktur Pasar

Struktur pasar dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk dan hambatan keluar masuk pasar, sedangkan analisis kuantitatif menggunakan analisis transmisi harga (Suherty,dkk,2009).


(55)

5.2.1 Jumlah Penjual dan Pembeli Dalam Pasar

Pada daerah penelitian, penduduk yang sebagian besar bermata pencarian buruh petani dan petani sudah tentu menggambarkan bahwa jumlah petani sebagai penjual sangat banyak dibandingkan pembeli hasil atau pedagang pengumpul. Keadaan ini juga menggambarkan bahwa struktur pasar mengarah pada pasar oligopsoni.

Pada penelitian ini ada 125 petani sawi yang terdapat di Kelurahan Tanah Enam Ratus dan 30 petani yang di jadikan sampel. Sedangkan lembaga pemasaran yang terlibat berjumlah 5 orang pedagang pengumpul, 6 orang agen dan 7 orang pedagang pengecer.

5.2.2. Diferensiasi Produk

Tidak terdapat diferensiasi produk pada komoditi sawi di daerah penelitian yang dapat menciptakan nilai tambah dari komoditi tersebut, sehingga dapat dikatakan produk yang dijual tersebut bersifat homogen. Serta tidak ada perubahan bentuk pada tingkat pedagang pengumpul, agen dan pengecer.

5.2.3 Hambatan Keluar Masuk

Petani, pedagang pengumpul, agen dan pedagang pengecer memiliki hubungan kemitraan dalam bentuk langganan sehingga petani selalu menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul atau agen langganannya. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan keluar masuk pada sistem perdagangan komoditas sawi di pasar V Kecamatan Medan Marelan.


(56)

Berdasarkan analisis kualitatif sebagaimana diuraikan sebelumnya, yaitu jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk dan hambatan keluar masuk maka disimpulkan bahwa struktur pasar komoditi sawi berbentuk pasar oligopsoni.

5.2.4 Elastisitas Transmisi Harga

Elastisitas transmisi harga digunakan untuk menganalisis struktur pasar antara pasar tingkat produsen dan pasar tingkat konsumen secara kuantitatif, Perhitungan elastisitas transmisi harga dilakukan dengan penerapan fungsi Cobb Douglas.

Tabel 12. Analisis Elastisitas Transmisi Harga Sawi

No Komoditi Dugaan Parameter Konstanta Koefisien Determinasi (R2) T-Hit

1 Sawi 1.231 -2950.429 0.821 16.301

Sumber: Olah Data Primer ( Lampiran 17)

Berdasarkan tabel 11 maka di buat persamaan Y = -2950,429 + 1,231X1 + µ

Dari hasil analisis regresi antara harga sawi pada tingkat petani dan harga sawi pada tingkat konsumen diperoleh koefisien regresi sebesar 1,231. Nilai koefisien ini menunjukkan nilai elastisitas transmisi harga. Nilai elastisitas transmisi harga yang di peroleh lebih besar dari 1 (Et>1), sehingga dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1% pada konsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 1,231% pada tingkat petani sawi, atau dapat juga diartikan bahwa setiap adanya kenaikan harga pada tingkat konsumen sebesar Rp.1000 maka akan ada kenaikan harga pada tingkat petani sebesar Rp.1231.


(57)

Nilai Et >1 memperlihatkan bahwa elastisitas transmisi harga pada komoditi sawi bersifat inelastis, hal ini menunjukkan bahwa struktur pasar yang terbentuk mengarah pada pasar oligopsoni. Hal ini dikarenakan lebih banyak petani dibandingkan pedagang. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 di tolak karena pasar yang ada berbentuk oligopsoni, bukan berbentuk monopsoni.

5.3 Efisiensi Pemasaran

Dalam menganalisis efisiensi pemasaran, hal yang paling perlu diketahui adalah saluran pemasaran, margin pemasarannya dan fungsi-fungsi apa saja yang terlibat dalam proses penyampaian komoditi tersebut hingga sampai pada konsumen.

Pemasaran komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan terdapat 3 saluran pemasaran yang melibatkan petani sebagai produsen, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pengecer dan konsumen.


(58)

: Tidak Dianalisis : Dianalisisi

Gambar 2. Saluran Pemasaran Komoditi Sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus

1. Saluran I: Petani–Pedagang Pengumpul–Agen–Pedagang Besar-Pedagang Pengecer-Konsumen.

Pada saluran I, petani menjual sawi ke pedagang pengumpul dalam bentuk sayuran segar. Pada umumnya komoditi sawi di jual per bal (Per 10 kg). Pada umunya, harga jual petani ke pedagang pengumpul lebih rendah dari harga pasar. Biasanya harga jual per kg sawi di jual petani pada harga normal sekitar Rp.2000-Rp.2500/Kg. Namun apabila petani menjual langsung kepada Pedagang Pengumpul harganya lebih rendah. Sehingga harganya berada di sekitar Rp.1800–Rp.2300/Kg. Saluran I merupakan

Petani

P. Pengumpul

Agen

P.Pengecer

Konsumen

Agen

III

I II

P. Besar

P. Besar

P.Pengecer

Konsumen Konsumen


(59)

saluran paling panjang. Namun pada dasarnya banyak petani yang tidak menggunakan saluran I. Hal ini disebabkan karena berkurangnya harga pada tingkat petani dan jumlah pedagang pengumpul di Kelurahan Tanah Enam Ratus masih sedikit. Selain itu, lokasi pasar V yang dekat dengan Kelurahan Tanah Enam Ratus membuat para petani lebih banyak memilih menjual langsung kepada agen. Oleh pedagang pengumpul sawi akan dijual kembali ke agen-agen di pasar V Kecamatan Medan Marelan dan ada juga yang langsung menjual ke agen–agen yang berada di luar Kecamatan Medan Marelan. Dari agen–agen tersebut kemudian sawi di salurkan ke pedagang–pedagang besar di pusat pasar. Dan biasanya jalur pemasaran I ini sayur sawinya untuk di konsumsi oleh konsumen diluar daerah Kecamatan Medan Marelan.

2. Saluran II: Petani–Agen–Pedagang Besar- Pedagang Pengecer-Konsumen. Pada saluran II, petani menjual sawi langsung kepada agen. Harga jual sawi kepada agen berkisar Rp.2000–Rp.2500/Kg. Harga jual ini memang lebih tinggi dibandingkan harga jual pertani pada saluran I. Hal ini dikarenakan pedagang pengumpul mengambil keuntungan dari petani. Agen akan menjual kembali sawi ke pedagang besar di luar Kecamatan Medan Marelan. Agen akan menjual kembali sekitar Rp.3500-Rp.4500/Kg. Pada umumnya saluran II untuk konsumsi sawi di luar Kecamatan Medan Marelan.

3. Saluran III: Petani – Pedagang Pengecer – Konsumen

Pada saluran III, Petani menjual sawi kepada pedagang pengecer di pasar V Kecamatan Medan Marelan. Harga jual sawi kepada pedagang pengecer


(60)

sama dengan harga jual kepada agen yaitu pada kisaran harga Rp.2000-Rp.2500/Kg. Biasanya petani yang menjual sawi kepada pedagang pengecer karena jumlah panennya sedikit. Pedagang pengecer tidak menerima sawi dalam jumlah yang banyak. Pada saluran ini, pedagang pengecer akan menjualnya kembali kepada konsumen dengan harga sekitar Rp.3500–Rp.6000/Kg. Pada umumnya saluran III ini, untuk konsumsi di daerah Kecamatan Medan Marelan.

Lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran dalam proses penyampaian sawi dari produsen sampai ke konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi pelancar.

Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku pemasaran dapat diuraikan secara berikut :

a. Petani

Pada saluran pemasaran I, II, dan III, petani sawi melakukan fungsi pertukaran yaitu kegiatan penjualan dengan menjual sawi kepada pedagang pengumpul, agen dan pedagang pengecer di Kecamatan Medan Marelan. Petani juga melakukan fungsi fisik pengangkutan yaitu pengangkutan dari lokasi produsen ke agen atau pedagang pengecer. Model transportasi yang mereka gunakan pada umumnya adalah sepeda motor, becak atau mobil pick-up. Ketika proses pemanenan sawi dilakukan, proses penyortiran juga ikut dilaksanakan, karena sawi yang ikut di jual hanya sawi yang masih muda dan segar. Oleh sebab itu, sortasi sebagai fungsi fasilitas dapat dilakukan di ladang sawi saja.


(61)

b. Pedagang Pengumpul

Pada saluran pemasaran I, Pedagang pengumpul membeli sawi dari petani. Pedagang pengumpul langsung mendatangi ladang petani. Pembayaran dilakukan secara tunai sehingga petani langsung memperoleh uang. Meskipun harga jual kepada pedagang pengumpul lebih murah, banyak petani yang menjual sawinya kepada pedagang pengumpul karena tidak sempat menjualnya ke pasar V. Pedagang pengumpul akan menjual sawi kembali ke agen di pasar V, sehingga pedagang pengumpul telah melakukan fungsi fisik pengangkutan, yaitu pengangkutan dari ladang petani ke agen.

c. Agen

Pada saluran pemasaran I dan II, agen membeli sawi dari petani dan pedagang pengumpul. Pembayaran dilakukan secara tunai, sehingga petani maupun pedagang pengumpul langsung memperoleh uang. Kebanyakan petani langsung menjual sawinya ke agen. Hal ini disebabkan harga di agen lebih tinggi dari harga pedagang pengumpul. Setalah agen membeli sawi dari petani dan pedagang pengumpul, agen akan menjualnya kembali ke pedagang besar di pusat pasar. Sehingga agen telah melakukan fungsi-fungsi penjualan, pembelian dan pengangkutan.

d. Pedagang Pengecer

Pada saluran pemasaran III, pedagang pengecer membeli sawi dari petani. Sehingga pedagang pengecer melakukan fungsi-fungsi penjualan dan pembelian.

Analisis marjin pemasaran banyak digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada berbagai saluran pemasaran dapat berbeda, karena tergantung pada panjang pendeknya saluran pemasaran dan


(62)

aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan serta keuntungan yang diharapkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran. Pada tabel berikut ini dapat dilihat hasil analisis marjin, biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah marjin keuntungan pada saluran I.


(63)

Tabel 13. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran pemasaran I

Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %

I Petani produsen

Harga jual petani produsen 1900 59.37

• Biaya Produksi 724.02

Marjin keuntungan 1175.98

II Pedagang pengumpul

Harga beli PP 1900

Harga jual PP 2100

Biaya tataniaga

• $Biaya transportasi 19.66 0.61

• Packing 39.33 1.23

• Perlengkapan 15 0.47

*Total Biaya 74.29

Marjin keuntungan 126.01 3.94

Nisbah marjin keuntungan 1.7

III Agen

Harga beli Agen 2100

Harga jual Agen 3200

Biaya tataniaga

• Biaya packing 40 1.25

• Biaya transportasi 50 1.56

• Biaya perlengkapan 10 0.31

• Biaya retribusi 10 0.31

*Total Biaya 110

Marjin keuntungan 990 30.93

Nisbah marjin keuntungan 9

Marketing margin 1300

IV Harga P. Besar 3200 100

Sumber: Olah Data Primer ( Lampiran 13 dan 14)

Pada tabel 13 saluran pemasaran I hanya di analisis sampai agen saja, hal ini disebabkan karena rantai pemasaran yang terjadi di Kecamatan Medan Marelan hanya sampai di tingkat agen saja. Pada tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai tunai yang di terima petani sebesar Rp. 1900/Kg atau 59.37% dari harga jual agen. Dari tabel juga dapat dilihat bahwa jumlah keseluruhan biaya pedagang


(64)

pengumpul sebesar Rp.74,29/Kg dengan share margin sebesar 2.31%. Sehingga keuntungan yang diterima pedagang pengumpul sebesar Rp.126,01 dengan share sebesar 3,94%. Sedangkan untuk agen, jumlah biaya keseluruhan yang dikeluarkan sebesar Rp.110/Kg dengan share margin sebesar 3,44%. Keuntungan yang diperoleh agen sebesar Rp.990/Kg. Nisbah margin keuntungan sebesar 1.7 pada tingkat pengumpul dan 9 pada tingkat agen. Penyebaran nisbah margin yang tidak merata menggambarkan adanya kesenjangan tingkat kepuasan anatara lembaga pemasaran.

Sedangkan analisis marjin, biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah marjin keuntungan pada saluran II diperlihatkan pada tabel 13 berikut:


(65)

Tabel 14. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran Pemasaran II

Tingkat Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %

I Petani produsen

Harga jual petani produsen 2100 65.62

Biaya Produksi 724.02

Biaya tataniaga

• Biaya Transportasi 19.66

• Biaya Packing 33.33

*Total Biaya 52.99

Marjin keuntungan 1375.98

Nisbah marjin keuntungan 25.9

II Agen

Harga beli Agen 2100

Harga jual Agen 3200

Biaya tataniaga

• Biaya packing 40 1.25

• Biaya transportasi 50 1.56

• Biaya perlengkapan 10 0.31

• Biaya Retribusi 10 0.31

*Total Biaya 110

Marjin keuntungan 990 30.93

Nisbah marjin keuntungan 9

Marketing margin 1100

III Harga Pedagang Besar 3200 100

Sumber: Olah Data Primer ( Lampiran 14)

Pada tabel 14 diperlihatkan bahwa nilai jual yang diterima petani sebesar Rp.2100/Kg atau 65,62% dari harga pedagang besar. Margin keuntungan agen sebesar Rp.990/Kg atau sebesar 30.93%. Sama halnya dengan saluran I, pada saluran II ini hanya di analisis sampai harga jual agen saja. Marketing margin saluran pemasaran II sebesar Rp.1100/Kg.


(66)

Sedangkan analisis marjin, biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah marjin keuntungan pada saluran III di perlihatkan pada tabel 14 beriku.

Tabel 15. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran Pemasaran III

Tingkat Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %

I Petani produsen

Harga jual petani produsen 2100 51.21

Biaya Produksi 724.02

Biaya transportasi 19.66

Biaya Packing 33.33

*Total Biaya Pemasaran 52.99

Marjin keuntungan 1375.98

Nisbah marjin keuntungan 25.9

II Pedagang pengecer

Harga beli Pedagang Pengecer 2100 Harga jual Pedagang Pengecer 4100 Biaya tataniaga

• . Biaya Packing 66.67 1.63

*Total Biaya 66.67

Marjin keuntungan 1933.33 47.15

Nisbah marjin keuntungan 28.99

Marketing margin 2000

III Harga Konsumen 4100 100

Sumber: Olah Data Primer (Lampiran 15)

Pada tabel 15. diperlihatkan bahwa margin keuntungan setiap tingkatan adalah Rp.1375.98/Kg pada tingkat petani dan Rp 1933.33/kg pada tingkat pedagang pengecer. Nisbah margin keuntungan pada petani sebesar 25,9 dan 28,99 pada agen. Penyebaran nisbah margin keuntungan pada saluran pemasaran


(67)

III cukup merata. Pada Saluran III ini pelaku pemasarannya hanya petani sebagai produsen, agen dan konsumen.

Dari uraian margin keuntungan pemasaran dan share marginnya dapat dilihat besarnya share margin keuntungan terbesar terdapat pada saluran pemasaran III yaitu sebesar Rp. 1933.33 atau 47.15%. Hal ini di sebebabkan karena apabila petani menjual langsung ke agen atau pedagang pengecer, harga jual komoditi sawi yang di tawarkan lebih tinggi. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengecer lebih rendah dari biaya pemasaran yang dikeluarkan agen, sehingga nisbah margin keuntungan yang diperoleh oleh pedagang pengecer pada saluran III lebih tinggi dari nisbah margin keuntungan yang diperoleh agen pada saluran pemasaran II. Selain itu nilai harga jual komoditi sawi pada pedagang pengecer lebih tinggi dari pada agen. Nisbah margin keuntungan terbesar adalah pedagang pengecer pada saluran pemasaran III yaitu sebesar 28.99. Hal ini menunjukkan adanya pengambilan keuntungan yang berlebihan oleh pedagang pengecer. Salah satu indikator efisiennya suatu sistem pemasaran adalah meratanya penyebaran nisbah margin keuntungannya. Apabila dilihat dari segi analisis margin pemasaran, pemasaran sawi di daerah ini paling efisien pada saluran pemasaran III. Pada saluran pemasaran III sebaran persentase margin pemasaran lebih merata di bandingkan saluran pemasaran I dan II, selain itu saluran III merupakan saluran yang paling pendek dan biaya yang di keluarkan dalam proses pemasaran paling kecil, yaitu sebesar Rp 119.66

Efisiensi pemasaran juga dapat dihitung dengan ratio biaya pemasaran dibagi dengan nilai produksi yang di pasarkan, kemudian dikalikan seratus, sehingga di dapat efisiensi pemasaran sebesar:


(68)

Tabel 16. Biaya Pemasaran, Nilai Penjualan, dan Efisiensi Pemasaran Saluran

Pemasaran

Biaya Pemasaran (Rp/Kg)

Nilai Penjualan (Rp/Kg)

Efisiensi Pemasaran

I 184.29 3200 5.76

II 162.99 3200 5.09

III 119.66 4100 2.92

Sumber : Tabel 12, 13 dan 14

Tabel 15 menunjukkan bahwa ketiga saluran pemasaran komoditi sawi sudah efisien. Hal ini dikarenakan ketiga saluran pemasaran memiliki nilai efisiensi pemasaran dibawah 50% (<50%) yaitu 5.76% pada saluran pemasaran I, 5.09% pada saluran pemasaran II dan 2.92 % pada saluran pemasaran III. Oleh karena nilai EP di setiap saluran pemasaran adalah lebih kecil dari pada 50%.

Efisiensi pemasaran pada setiap saluran pemasaran dapat dihubungkan dengan luas tanam, sehingga dapat dilihat seperti apa hubungan luas lahan dengan efisiensi pemasaran.


(69)

Tabel 17. Biaya Pemasaran, Nilai Penjualan dan Efisiensi Pemasaran Per Petani Sawi

No Biaya Pemasaran Nilai Penjualan Efisiensi

Sampel (Rp/Kg) (Rp/Kg) Pemasaran

1 184.29 3000 6.14

2 162.99 2500 6.52

3 184.29 2500 7.37

4 184.29 3000 6.14

5 162.99 2500 6.52

6 162.99 2500 6.52

7 162.99 2300 7.09

8 162.99 2300 7.09

9 184.29 2500 7.37

10 184.29 2500 7.37

11 162.99 2500 6.52

12 184.29 2500 7.37

13 184.29 3000 6.14

14 162.99 2500 6.52

15 162.99 2500 6.52

16 162.99 2500 6.52

17 162.99 2500 6.52

18 162.99 3500 4.66

19 119.66 3500 3.42

20 119.66 2500 4.79

21 184.29 2500 7.37

22 184.29 2500 7.37

23 184.29 2500 7.37

24 184.29 2500 7.37

25 184.29 2500 7.37

26 162.99 2500 6.52

27 162.99 2500 6.52

28 162.99 4500 3.62

29 162.99 4500 3.62

30 162.99 4500 3.62

Olah Data Primer (Lampiran 18a-18ad)

Tabel 16 menunjukkan bahwa ke-30 sampel petani memiliki saluran pemasaran komoditi sawi yang sudah efisien. Hal ini dikarenakan ke-30 saluran


(70)

pemasaran komoditi sawi memiliki nilai efisiensi pemasaran dibawah 50% (<50%).

Tabel 17. Analisis Korelasi Efisiensi Pemasaran Dengan Luas Tanam Komoditi Sawi

Efisiensi

Pemasaran Luas Tanam Efisiensi Pemasaran Pearson Correlation 1 .048

Sig. (2-tailed) .803

N 30 30

Luas Lahan Pearson Correlation .048 1

Sig. (2-tailed) .803

N 30 30

Sumber : Olah Data Primer (Lampiran 19)

Dari hasil analisis korelasi antara efisiensi pemasaran sawi dengan luas tanam komditi sawi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.048 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.803. Dengan nilai signifikansi 0.803 (>0.05) berarti tidak ada korelasi yang nyata antara efisiensi pemasaran dengan luas tanam komoditi sawi, sehingga hipotesis 3 ditolak karena tidak ada hubungan yang nyata antara antara efisiensi pemasasaran dengan luas tanam.


(71)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Harga jual komoditi sawi pada tingkat petani dan tingkat konsumen di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Marelan berfluktuasi.

2. Struktur pasar komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Marelan mengarah pada bentuk oligopsoni.

3. Pemasaran sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Marelan sudah efisien dan tidak ada hubungannya dengan luas tanam.

6.2 Saran

1. Untuk meningkatkan efisiensi pemasaran, petani disarankan menjual langsung hasil panennya ke pedagang pengecer atau agen sehingga harga jual lebih tinggi.

2. Petani perlu melakukan koordinasi pola tanam, sehingga tidak terjadi produksi yang berlebihan.

3. Pedagang diharapkan mampu melakukan perluasan tempat berdagang, sehingga hasil produksi komoditas sawi bisa tersebar merata.

4. Pemerintah diharapkan bisa memberi kebijakan penetapan harga jual pada tingkat petani sehingga harga tidak berfluktuasi.


(72)

(1)

Lampiran 18z. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan

Sampel 26

Tingkat Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %

I Petani produsen

Harga jual petani produsen 1500 60

Biaya Produksi 724.02

Biaya tataniaga

• Biaya Transportasi 19.66

• Biaya Packing 33.33

*Total Biaya 52.99

Marjin keuntungan 722.99

Nisbah marjin keuntungan 13.64

II Agen

Harga beli Agen 1500

Harga jual Agen 2500

Biaya tataniaga

• Biaya packing 40 1.6

• Biaya transportasi 50 2

• Biaya perlengkapan 10 0.4

• Biaya Retribusi 10 0.4

*Total Biaya 110

Marjin keuntungan 890 35.6

Nisbah marjin keuntungan 8.09

Marketing margin 1000

III Harga P. Besar 2500 100


(2)

Lampiran 18aa. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan

Sampel 27

Tingkat Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %

I Petani produsen

Harga jual petani produsen 1500 60

Biaya Produksi 724.02

Biaya tataniaga

• Biaya Transportasi 19.66

• Biaya Packing 33.33

*Total Biaya 52.99

Marjin keuntungan 722.99

Nisbah marjin keuntungan 13.64

II Agen

Harga beli Agen 1500

Harga jual Agen 2500

Biaya tataniaga

• Biaya packing 40 1.6

• Biaya transportasi 50 2

• Biaya perlengkapan 10 0.4

• Biaya Retribusi 10 0.4

*Total Biaya 110

Marjin keuntungan 890 35.6

Nisbah marjin keuntungan 8.09

Marketing margin 1000


(3)

Lampiran 18ab. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan

Sampel 28

Tingkat Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %

I Petani produsen

Harga jual petani produsen 3300 73.33

Biaya Produksi 724.02

Biaya tataniaga

• Biaya Transportasi 19.66

• Biaya Packing 33.33

*Total Biaya 52.99

Marjin keuntungan 2522.99

Nisbah marjin keuntungan 47.61

II Agen

Harga beli Agen 3300

Harga jual Agen 4500

Biaya tataniaga

• Biaya packing 40 0.89

• Biaya transportasi 50 1.11

• Biaya perlengkapan 10 0.22

• Biaya Retribusi 10 0.22

*Total Biaya 110

Marjin keuntungan 1090 24.22

Nisbah marjin keuntungan 9.91

Marketing margin 1200

III Harga P. Besar 4500 100


(4)

Lampiran 18ac. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan

Sampel 29

Tingkat Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %

I Petani produsen

Harga jual petani produsen 3300 73.33

Biaya Produksi 724.02

Biaya tataniaga

• Biaya Transportasi 19.66

• Biaya Packing 33.33

*Total Biaya 52.99

Marjin keuntungan 2522.99

Nisbah marjin keuntungan 47.61

II Agen

Harga beli Agen 3300

Harga jual Agen 4500

Biaya tataniaga

• Biaya packing 40 0.89

• Biaya transportasi 50 1.11

• Biaya perlengkapan 10 0.22

• Biaya Retribusi 10 0.22

*Total Biaya 110

Marjin keuntungan 1090 24.22

Nisbah marjin keuntungan 9.91

Marketing margin 1200


(5)

Lampiran 18ad. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan

Sampel 30

Tingkat Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %

I Petani produsen

Harga jual petani produsen 3500 77.78

Biaya Produksi 724.02

Biaya tataniaga

• Biaya Transportasi 19.66

• Biaya Packing 33.33

*Total Biaya 52.99

Marjin keuntungan 2722.99

Nisbah marjin keuntungan 51.37

II Agen

Harga beli Agen 3500

Harga jual Agen 4500

Biaya tataniaga

• Biaya packing 40 0.89

• Biaya transportasi 50 1.11

• Biaya perlengkapan 10 0.22

• Biaya Retribusi 10 0.22

*Total Biaya 110

Marjin keuntungan 890 19.78

Nisbah marjin keuntungan 8.09

Marketing margin 1000

III Harga P. Besar 4500 100


(6)

Lampiran 19. Output Analisis korelasi CORRELATIONS

/VARIABLES=x y

/PRINT=TWOTAIL NOSIG /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING=PAIRWISE .

Correlations

[DataSet0]

Descriptive Statistics

Mean

Std.

Deviation N

Efisiensi

Pemasaran 6.2620 1.27145 30

Luas Lahan .1607 .10885 30

Correlations

Efisiensi Pemasara

n

Luas Lahan Efisiensi

Pemasaran

Pearson

Correlation 1 .048

Sig. (2-tailed) .803

N 30 30

Luas Lahan Pearson

Correlation .048 1

Sig. (2-tailed) .803