Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

(1)

PERTANIAN ORGANIK VERTIKULTUR DI KECAMATAN

MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

SKRIPSI

OLEH :

NUR MEITY UTARY

080304067

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

USAHATANI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

PERTANIAN ORGANIK VERTIKULTUR DI KECAMATAN

MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

SKRIPSI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

OLEH :

NUR MEITY UTARY

080304067

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

(Studi Kasus : Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan )

Nama : Nur Meity Utary

NIM : 080304067

Program Studi : Agribisnis

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing,

Ketua Anggota

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA NIP : 19641102 198903 2 001 NIP: 19700827 200812 2 001

)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(Dr. Ir. Salmiah, MS

NIP. 19570217 198603 2 001

)


(4)

ABSTRAK

NUR MEITY UTARY:“Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan)”, yang dibimbing oleh Dr.Ir.Tavi Supriana, MS dan Sri Fajar Ayu, SP.MM.DBA

Potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran di Kota Medan menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun sedangkan tiap tahunnya permintaan pemenuhan kebutuhan sayuran semakin meningkat, khususnya permintaan sayuran organik. Pada wilayah perkotaan atau perumahan, terbatasnya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan pertanian ini merupakan salah satu permasalahan pertanian saat ini. Ini menyebabkan perlunya rekayasa agar di lahan sempit tersebut tetap dapat dihadirkan sayuran organik untuk keperluan hidup sehari-hari, maka dilakukanlah teknik budidaya sayuran organik vertikultur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya total penerimaan, biaya produksi, pendapatan bersih dan kelayakan usahatani sayuran organik vertikultur serta strategi pengembangannya.

Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis R/C ratio dan analisis SWOT (Strenghts Weaknesses Opportunities and Threats).

Hasil Penelitian diperoleh bahwa total penerimaan petani per tahunnya adalah sebesar Rp 461.165,- , total biaya produksi sebesar Rp 149.984,- dan pendapatan bersih petani sebesar Rp 311.181,- . Nilai R/C ratio usahatani sayuran organik vertikultur ini sebesar 3,07 (nilai R/C>1), yang artinya usahatani tersebut layak atau menguntungkan. Untuk pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur ini digunakan Strategi SO yaitu (1) Memanfaatkan ketersediaan input produksi dan status kepemilikan lahan untuk melakukan perluasan usahatani dan (2) Bekerjasama dalam kelompok tani untuk memenuhi permintaan sayuran organik yang tinggi dan mengambil peluang penjualan sayuran organik berupa benih. Strategi WO yaitu (1) Meningkatkan hasil produksi untuk memenuhi permintaan sayuran organik dan (2) Meminimalisir tingkat serangan hama dan penyakit dengan mencari informasi dari kegiatan-kegiatan yang diadakan dalam program dari pemerintah. Strategi ST yaitu (1) Memanfaatkan adaptasi terhadap pertanian vertikultur yang mudah dan pelatihan dari kelompok tani walaupun intensitas monitoring pemerintah rendah. Strategi WT yaitu (1) Mengadakan pelatihan-pelatihan dalam budidaya dan pencatatan usahatani untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam bertani dalam mengatasi pengalaman bertani petani sampel dan intensitas monitoring pemerintah yang masih rendah.


(5)

Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 22 Mei 1991 dari Bapak Slamet Untung Waluyo dan Almarhumah Ibu Juhartati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan sebagai berikut:

1. Sekolah Dasar di SD Swasta Taman Siswa Medan, masuk tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 01 Medan, masuk tahun 2002 dan lulus tahun 2005.

3. Sekolah Menengah Atas di SMA Swasta Dharma Pancasila Medan, masuk tahun 2005 dan lulus tahun 2008.

4. Tahun 2008 masuk di Departemen Agribisnis Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian USU, melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli 2012 di Desa Panca Arga Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan. 6. Melaksanakan penelitian pada tahun 2012 di Kelurahan terjun Kecamatan

Medan Marelan, Kota Medan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) USU, Badan Kenaziran Musola (BKM) Al-Mukhlisin FP USU, Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP) USU, Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI) Ad-Dakwah USU


(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan hidayah serta limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan” (Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan) yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana, MS selaku ketua pembimbing skripsi dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP.MM.DBA selaku anggota pembimbing skripsi yang mana telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memberikan berbagai masukan berharga serta memberikan motivasi kepada penulis, kepada Ibu Dr.Ir.Salmiah, MS. selaku Ketua Departemen Agribisnis FP USU dan Bapak Dr.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec selaku sekretaris Departemen Agribisnis FP USU serta para dosen dan staf pegawai Departemen Agribisnis FP USU.

Segala hormat dan terima kasih yang setulusnya khusus untuk Ayahanda tercinta Slamet Untung Waluyo, Ibunda tercinta Alm. Juhartati, Ibunda tercinta Olivetti Jurnalia, SPd, adik-adik tercinta (Dimas Bagus Kesumo, Dio Gilang Amanda, Puspa Khairani dan Chatelia Pertiwi) dan seluruh keluarga, penulis ucapkan terima kasih atas segala keikhlasannya dalam dukungan baik secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.


(7)

Wiwied Hartanti, Suci Rahmadani, Lisa Lestari, Tri Suhada dan teman-teman Agribisnis dan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP) 2008. Teman-teman di BKM Al Mukhlisin Sri Efriyanti, Sri Marlena, Shahila Ridyanti, Dody Pratama, Zulhakki Lubis, Ahmad Eka Putra, Andi Wijaya dan seluruh pengurus BKM Al Mukhlisin. Teman-teman di UKMI Ad Dakwah USU serta abang/kakak senior dan adik-adik yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun redaksinya. Penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, 22 Januari 2013


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 8

2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1 Aspek Agronomis ... 8

2.1.2 Pertanian Organik ... 11

2.1.3 Vertikultur ... 13

2.1.4 Penelitian Sebelumnya ... 17

2.2 Landasan Teori ... 17

2.2.1 Analisis Usahatani ... 17

2.2.2 Analisis SWOT ... 19

2.3 Kerangka Pemikiran ... 20

2.4 Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24

3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 24

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 25

3.4 Metode Analisis Data ... 26

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 30

3.5.1 Definisi ... 30


(9)

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

PETANI SAMPEL ... 32

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 32

4.1.1 Letak Geografi Kota Medan ... 32

4.1.2 Penduduk Kota Medan ... 33

4.1.3 Pertanian di Kota Medan... 35

4.1.4 Gambaran Umum Kecamatan Medan Marelan ... 36

4.2 Karakteristik Sampel ... 38

4.2.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Komoditi ... 38

4.2.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Luas Pekarangan ... 39

4.2.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur... 39

4.2.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani... 39

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1 Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan ... 41

5.1.1 Biaya Produksi Usahatani Sayuran Organik Vertikultur ... 41

5.1.2 Penerimaan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur ... 43

5.1.3 Pendapatan dan Analisis Kelayakan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur ... 43

5.2 Strategi Pengembangan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur 44 5.2.1 Tahap Penentuan Bobot Strategis ... 45

5.2.2 Tahap Penentuan Rating dan Skoring Faktor Strategis ... 52

5.2.3 Tahap Penentuan Alternatif Strategi ... 54

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya ... 25

2. Nilai Skala Banding Berpasangan... 28

3. EFAS (Eksternal Factors Analisys Summary) ... 29

4. IFAS (Internal Factors Analisys Summary) ... 30

5. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan ... 33

6. Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 32

7. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 33

8. Luas Panen dan JumlahProduksi Pertanian Menurut Jenis Tanaman Tahun 2010 ... 34

9. Luas Wilayah per Kelurahan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009 ... 35

10.Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009 ... 37

11.Luas Panen (Ha) Sayuran Dataran Rendah di Kawasan Agribisnis Medan Marelan tahun 2010 ... 37

12.Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Komoditi ... 38

13. Distribusi Sampel Berdasarkan Luas Pekarangan ... .39

14. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ... .39

15. Distribusi Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani ... 40

16. Biaya Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan medan Marelan ... 42

17. Penerimaan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan medan Marelan ... 42

18. Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan medan Marelan ... 44


(11)

20. Pembobotan Faktor Strategis Eksternal ... 50 21. Matriks Evaluasi Faktor Internal ... 53 22. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal ... 53 23. Penentuan Strategi Pengembangan Usahatani Sayuran Organik


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Diagram Matriks SWOT ... 20 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 22 3. Diagram Matriks SWOT ... 30


(13)

No. Judul

1. Karakteristik Petani Sampel 2. Biaya Input Produksi per Petani

3. Penggunaan Peralatan pada Usahatani Sayuran Organik Vertikultur 4. Nilai Penyusutan Peralatan pada Usahatani Sayuran Organik Vertikultur 5. Jumlah Penggunaan Tenaga kerja pada Usahatani Sayuran Organik

Vertikultur

6. Jumlah Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Sayuran Organik Vertikultur 7. Penerimaan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur

8. Pendapatan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur

9. Parameter Penilaian SWOT Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kelurahan terjun Kecamatan Medan Marelan

10.Parameter Penilaian Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Usahatani Sayuran Organik Vertikultur

11.Penentuan Faktor internal dan Eksternal

12.Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Usahatani Sayuran Organik Vertikultur

13.Pembobotan Faktor Strategis Internal 14.Pembobotan Faktor Strategis Ekstrernal 15.Hasil Penilaian Faktor Internal (IFAS) 16.Hasil Penilaian Faktor Eksternal (EFAS)


(14)

ABSTRAK

NUR MEITY UTARY:“Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan)”, yang dibimbing oleh Dr.Ir.Tavi Supriana, MS dan Sri Fajar Ayu, SP.MM.DBA

Potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran di Kota Medan menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun sedangkan tiap tahunnya permintaan pemenuhan kebutuhan sayuran semakin meningkat, khususnya permintaan sayuran organik. Pada wilayah perkotaan atau perumahan, terbatasnya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan pertanian ini merupakan salah satu permasalahan pertanian saat ini. Ini menyebabkan perlunya rekayasa agar di lahan sempit tersebut tetap dapat dihadirkan sayuran organik untuk keperluan hidup sehari-hari, maka dilakukanlah teknik budidaya sayuran organik vertikultur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya total penerimaan, biaya produksi, pendapatan bersih dan kelayakan usahatani sayuran organik vertikultur serta strategi pengembangannya.

Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis R/C ratio dan analisis SWOT (Strenghts Weaknesses Opportunities and Threats).

Hasil Penelitian diperoleh bahwa total penerimaan petani per tahunnya adalah sebesar Rp 461.165,- , total biaya produksi sebesar Rp 149.984,- dan pendapatan bersih petani sebesar Rp 311.181,- . Nilai R/C ratio usahatani sayuran organik vertikultur ini sebesar 3,07 (nilai R/C>1), yang artinya usahatani tersebut layak atau menguntungkan. Untuk pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur ini digunakan Strategi SO yaitu (1) Memanfaatkan ketersediaan input produksi dan status kepemilikan lahan untuk melakukan perluasan usahatani dan (2) Bekerjasama dalam kelompok tani untuk memenuhi permintaan sayuran organik yang tinggi dan mengambil peluang penjualan sayuran organik berupa benih. Strategi WO yaitu (1) Meningkatkan hasil produksi untuk memenuhi permintaan sayuran organik dan (2) Meminimalisir tingkat serangan hama dan penyakit dengan mencari informasi dari kegiatan-kegiatan yang diadakan dalam program dari pemerintah. Strategi ST yaitu (1) Memanfaatkan adaptasi terhadap pertanian vertikultur yang mudah dan pelatihan dari kelompok tani walaupun intensitas monitoring pemerintah rendah. Strategi WT yaitu (1) Mengadakan pelatihan-pelatihan dalam budidaya dan pencatatan usahatani untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam bertani dalam mengatasi pengalaman bertani petani sampel dan intensitas monitoring pemerintah yang masih rendah.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah pangan dan gizi merupakan masalah yang sangat penting karena menyangkut berbagai segi kehidupan masyarakat, baik kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik. Kegagalan menanggulangi masalah kekurangan gizi akan berakibat sangat serius terhadap masa depan bangsa dan negara. Salah satu usaha mengatasi kekurangan gizi adalah dengan meningkatkan produksi pangan, khususnya produksi tanaman sayuran di seluruh tanah air (Rukmana, 2005).

Kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi makanan yang sehat tidak hanya menjadikan masyarakat memilih sayuran untuk menjadi makanan yang dikonsumsi namun masyarakat juga memilih sayuran organik yang kualitas dan keamanannya serba alami yang terbebas dari pestisida dan herbisida kimia. Di

supermarket-supermarket besar di perkotaan pun kini lebih banyak dijual aneka sayur dan buah yang berlabel organik guna memenuhi kebutuhan konsumen yang mengusung slogan ‘back to nature’.

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005) Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% setiap tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman yang bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi pasar domestik dan ekspor.


(16)

yang selama ini memiliki potensi lahan pertanian menunjukkan kondisi yang berbanding terbalik dengan kondisi lahan pertanian saat ini. Dari luas 647.223 ha lahan pertanian yang tersedia untuk dikembangkan, sebagian besar lahan di Sumatera Utara, yaitu sekitar 429.751 ha (66,4%) diarahkan untuk komoditas tanaman semusim. Sisanya seluas 2141.972 ha (21,9%) untuk komoditas tanaman tahunan, dan75.500 ha (11,7%) diarahkan untuk padi sawah.

Potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran di Kota Medan menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun sedangkan tiap tahunnya permintaan pemenuhan kebutuhan sayuran semakin meningkat. Tahun 2011 potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran Kota Medan semakin berkurang. Pada Medan Bisnis edisi September 2011 menyebutkan bahwa Marelan memiliki potensi luasan berkisar 200 hektar, Medan Labuhan berkisar 10 hektar, dan Medan Deli hanya berkisar 5 hektar.

Pada Medan Bisnis edisi September 2010 produksi komoditas sayur mayur di Propinsi Sumatera Utara masih minim. Hal ini karena asupan sayur dan buah-buahan masih rendah dibandingkan target nasional yang berkisar 200 gram perkapita dalam perhari. Konsumsi sayur dan buah di Sumut masih rendah berkisar 926.077 ton per tahun. Jadi jika dihitung dalam setahun, kebutuhan sayur untuk per orang membutuhkan 73 kg per kapita per tahun. Produksi sayur-mayur di Sumut hanya mencapai 70 kg per kapita per tahun. Ini berarti kebutuhan sayur kekurangan 3 kg per kapita per tahun.

Pada wilayah perkotaan atau perumahan khususnya, terbatasnya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan pertanian ini merupakan salah satu permasalahan pertanian saat ini. Umumnya lahan pekarangan yang tersedia


(17)

diperkotaan hanya beberapa meter persegi. Ini menyebabkan perlunya rekayasa agar di lahan sempit tersebut tetap dapat dihadirkan sayuran organik untuk keperluan hidup sehari-hari.

Pekarangan rumah berapa pun luasannya dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga akan meningkatkan produktivitasnya. Pekarangan yang ditanami dengan sayuran memberikan kontribusi yang cukup besar pada usaha mencukupi kebutuhan gizi keluarga. Dalam pemanfaatan pekarangan dengan sayuran harus diperhatikan juga aspek budidaya dari sayuran yang ditanam (Kristanti, 2011).

Permasalahan terbatasnya lahan untuk budidaya tanaman kebutuhan sehari-hari dapat diatasi dengan teknik vertikultur yang diharapkan dapat membantu pemenuhan kebutuhan sayuran yang terus meningkat. Dengan teknik vertikultur, potensi lahan pekarangan bisa dimaksimalkan oleh masyarakat, paling tidak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri. Selain itu teknik vertikultur juga dapat memberikan nilai estetika pada pekarangan.

Menurut Andoko (2004) istilah vertikultur diserap dari bahasa Inggris yang berasal dari kata vertical dan culture yang artinya teknik budi daya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya menggunakan sistem bertingkat. Tujuan utama penerapan teknik vertikultur adalah memanfaatkan lahan sempit seoptimal mungkin. Dengan penerapan teknik vertikultur ini maka peningkatan jumlah tanaman pada suatu areal tertentu dapat berlipat 3-10 kali, tergantung model yang digunakan. Pada prinsipnya budi daya dengan teknik vertikultur tidak jauh berbeda dengan budi daya di kebun atau lahan datar. Perbedaan mendasar sudah pasti terletak pada penggunaan lahan produksi. Teknik vertikultur memungkinkan


(18)

dilakukan pembudidayaan di atas lahan seluas satu meter persegi dengan jumlah tanaman jauh lebih banyak dibanding di lahan datar dengan luas yang sama.

Sistem budidaya pertanian secara vertikal atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk daerah perkotaan dan lahan terbatas. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman, dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman. Vertikultur tidak hanya sekedar kebun vertikal, namun ide ini akan merangsang seseorang untuk menciptakan khasanah biodiversitas di pekarangan yang sempit sekalipun. Struktur vertikal, memudahkan pengguna membuat dan memeliharanya. Pertanian vertikultur tidak hanya sebagai sumber pangan tetapi juga menciptakan suasana alami yang menyenangkan (Lukman, 2009).

Disamping dapat menampilkan keindahan, bukan berarti penanaman dengan teknik vertikultur tidak dapat diterapkan untuk tujuan komersial. Dengan dasar pemikiran bahwa vertikultur dapat melipatgandakan jumlah tanaman dan produksi maka teknik ini secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan untuk tujuan komersial. Memang investasi yang dibutuhkan untuk penerapan teknik vertikultur ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional. Namun, dengan produksi yang lebih tinggi karena populasi tanaman lebih banyak maka investasi tersebut dapat tertutupi (Andoko,2004).

Prospek pemasaran dalam negeri bagi komoditas sayuran sangat cerah. Hal ini ditunjukkan dengan fakta sebagai berikut:

a. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan permintaan pasar dalam negeri (pasar domestik) terhadap komoditas sayuran semakin bertambah.


(19)

b. Peningkatan jumlah penduduk kota dan bertambahnya kawasan industri dan pariwisata merupakan daerah pemasaran potensial bagi komoditas sayuran.

c. Peningkatan pendidikan dan kesadaran akan pentingnya gizi membawa pengaruh positif terhadap permintaan akan sayuran, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

d. Arus pengunjung dari luar negeri ke Indonesia yang semakin deras membawa pengaruh pada jumlah, jenis, maupun kualitas produksi sayuran yang dibutuhkan (Rukmana, 2005).

Pada tahun 2011 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mengadakan program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL). Model Kawasan Rumah Pangan Lestari adalah program untuk memanfaatkan pekarangan sebagai penyedia sumber gizi untuk rumah tangga. Berdasarkan luas lahannya pekarangan ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: sempit (<100 m2), sedang (100-200 m2), luas (>200m2). Untuk kawasan yang memiliki luas lahan dibawah 100 m2 BPTP menerapkan budidaya secara vertikultur. Ada 12 Kabupaten/Kota yang diikutsertakan dalam program ini, yaitu Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Asahan, Kabupaten Tanjung Balai, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Padang Sidempuan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten Dairi, Kabupaten Pak-Pak Barat dan Kabupaten Nias Selatan.

Kecamatan Medan Marelan merupakan wilayah agribisnis kota Medan yang mengalami penurunan luas lahan pertanian tiap tahunnya sehingga perlu


(20)

adanya rekayasa dalam peningkatan produksi tanaman sayuran di Kecamatan Marelan. Pada bulan November tahun 2011 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mengikutsertakan Kecamatan Marelan kedalam peserta Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL).

Dari lima kelurahan yang ada di Kecamatan Marelan, Kelurahan Terjunlah yang menerapkan pertanian organik vertikulur pada usahataninya. Penerapan pertanian vertikultur di daerah ini diterapkan oleh ada 25 KK (kepala keluarga) yang awalnya bukan petani dengan 12 tanaman holtikultura. Dalam penerapannya BPTP mendukung petani dengan memberikan bantuan polibag, rak, bibit, media tanam, dan pupuk. Setiap KK menanam 3-5 jenis tanaman yang berbeda pada lahan yang sama.

Menurut Andoko (2004) dengan penerapan teknik vertikultur ini maka peningkatan jumlah tanaman pada suatu areal tertentu dapat berlipat 3-10 kali. Peningkatan jumlah tanaman ini akan menyebabkan peningkatan volume produksi pada areal itu, sehingga penerimaan petani pun meningkat. Namun, peningkatan penerimaan ini belum tentu diikuti dengan peningkatan pendapatan petani karena biaya yang dikeluarkan pada pertanian organik vertikultur lebih besar dibandingkan pertanian konvensional. Maka peneliti tertarik untuk meneliti kelayakan usahatani dengan teknik budidaya organik vertikultur ini. Di samping itu peneliti juga tertarik untuk menganalisis strategi pengembangan pertanian organik vertikultur di Kota Medan.


(21)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1) Berapa besar total penerimaan, biaya produksi dan pendapatan bersih usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian?

2) Apakah usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian layak untuk diusahakan?

3) Bagaimana strategi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk menganalisis total penerimaan, biaya produksi dan pendapatan usahatani sayuran organik vertikultur

2) Untuk menganalisis kelayakan usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian.

3) Untuk menganalisis strategi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut:

1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi setiap orang yang terkait dalam pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur.


(22)

2) Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa khususnya di jurusan agribisnis, petani maupun pemerintah yang terkait.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Aspek Agronomis

Tanaman holtikultura yang dibudidayakan secara vertikultur di daerah penelitian ada 6 jenis tanaman yaitu sawi, bayam, kangkung, timun, terong, cabai. Setiap petani membudidayakan 3-4 jenis tanaman pada pekarangan rumahnya.

Sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman semusim. Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Tanaman sawi mempunyai batang pendek dan lebih langsing dari petsai. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga sukar membentuk krop. Tanaman ini mempunyai akar tunggang dengan akar samping yang banyak, tetap dangkal. Bunganya mirip petsai, tetapi rangkaian tandan lebih pendek. Ukuraqn kuntum bunga lebih kecil dengan warna kuning pucat spesifik. Ukuran bijinya kecil dan berwarna hitam kecoklelatan. Bijinya terdapat dalam kedua sisi dinding sekat polong yang lebih gemuk (Sunarjono, 2004).

Tanaman sawi dapat dipungut hasilnya setelah berumur dua bulan. Sawi dipungut dengan cara tanaman dicabut atau dipotong bagian batang di atas tanah. Ada pula orang yang memungut hasilnya dengan cara memetik daunnya satu per satu. Cara pemungutan yang terakhir ini bertujuan agar tanaman tahan lama. Tanaman sawi yang terawat dengan baik dan sehat dapat menghasilkan 10-15 ton/ha (Sunarjono, 2004).


(24)

Bayam (Amaranthus sp.) berbentuk perdu semak. Bayam banyak digemari masyarakat Indonesia karena rasanya enak, lunak, dan dapat memperlancar pencernaan. Bayam dapat tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Oleh karena itu, tanaman ini dapat ditanama di kebun dan pekarangan rumah. Bayam yang ditanam di pekarangan biasanya jenis

Amaranthus hybridus. Ada pula bayam yang biasa ditanam di tegalan, yaitu jenis bayam sekul. Waktu menanam yang baik ialah pada awal musim hujan atau pada awal musim kemarau (Sunarjono, 2004).

Saat tanaman berumur 1 bulan mulai dilakukan penjarangan. Tanaman yang besar dan rapat dicabut hingga jarak antarbaris menjadi 40 cm. Hasil penjarangan ini merupakan panen pertama. Setelah perjarangan, tanaman bayam dapat dibiarkan tumbuh di kebun lebih lama, biasanya sampai musim tanam berikutnya. Setelah tanaman berumur 1-1,5 bulan, tingginya mencapai 20-30 cm. Saat ini seluruh tanaman dapat dipanen dengan cara tanaman dicabut beserta akarnya. Tanaman bayam yang terawat dengan baik dan sehat dapat menghasilkan 3 ton per ha (Sunarjono, 2004).

Kangkung (Ipomoea sp.) merupakan tanaman sayuran komersial yang bersifat menjalar. Kangkung berbatang kecil, bulat panjang dan berlubang di dalamnya. Daunnya digemari seluruh lapisan masyarakat Indonesia karena rasanya enak segar. Selain itu, kangkung banyak mengandung vitamin A, vitamin C, dan mineral, terutama zat besi (Sunarjono, 2004).

Pemanenan dengan cara dipangkas sudah bisa dilakukan saat tanaman berumur tiga bulan. Ujung tanaman dipangkas sekitar 30 cm agar tumbuh banyak cabang. Hasil pangkasan ini merupakan panen pertama yang dapat dijual.


(25)

Pemungutan hasil selanjutnya dilakukan dengan cara ujung cabang dipangkas setiap 15 hari sekali (Sunarjono, 2004).

Mentimun (Cucumis sativus L.) atau boteng merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar. Tanaman tersebut menjalar atau memanjat dengan menggunakan alat panjat berbentuk pilin (spiral). Panjang batang mentimun 0,5 m-1,5m. Daun mentimun lebar berlekuk menjari dan dangkal, berwarna hijau muda sampai hijau tua. Daunnya beraroma kurang sedap dan langu. Bulunya tidak begitu tajam. Tanaman mentimun biasanya mulai berbunga umur 45-50 hari dari waktu tanam. Biasanya bunga pertama sampai kelima adalah jantan. Panen pertama buah mentimun ketika tanaman berumur dua bulan dari waktu tanam (Sunarjono, 2004).

Caisim (Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim, berbatang pendek hingga hampir tidak terlihat. Daun Caisim berbentuk bulat panjang serta berbulu halus dan tajam, urat daun utama lebar dan berwarna putih. Daun caisim ketika masak bersifat lunak, sedangkan yang mentah rasanya agak pedas. Pola pertumbuhan daun mirip tanaman kubis, daun yang muncul terlebih dahulu menutup daun yang tumbuh kemudian hingga membentuk krop bulat panjang yang berwarna putih. Susunan dan warna bunga seperti kubis (Sunarjono, 2004).

Di Indonesia dikenal tiga jenis sawi yaitu: sawi putih atau sawi jabung, sawi hijau dan sawi huma. Sawi putih (B. Juncea L. Var. Rugosa Roxb. & Prain) memiliki batang pendek, tegap dan daun lebar berwarna hijau tua, tangkai daun panjang dan bersayap melengkung ke bawah. Sawi hijau, memiliki ciri-ciri batang pendek, daun berwarna hijau keputih-putihan, serta rasanya agak pahit, sedangkan sawi huma memiliki ciri batang kecil-panjang dan langsing, daun panjang-sempit


(26)

berwarna hijau keputih-putihan, serta tangkai daun panjang dan bersayap (Rukmana, 1994).

Bunga pada tanaman cabai terdapat pada ruas daun dan jumlahnya bervariasi antara 1-8 bunga tiap ruas tergantung pada spesiesnya. Capsicum annuum mempunyai satu bunga tiap ruas. Sedangkan cabai rawit (Capsicum frutescens) mempunyai 1-3 bunga tiap ruas. Ukuran ruas tanaman cabai bervariasi dari pendek sampai panjang. Makin banyak ruas makin banyak jumlah bunganya, dan diharapkan semakin banyak pula produksi buahnya. Buah cabai bervariasi antara lain dalam bentuk, ukuran, warna, tebal kulit, jumlah rongga, permukaan kulit dan tingkat kepedasannya. Berdasarkan sifat buahnya, terutama bentuk buah, cabai besar dapat digolongkan dalam tiga tipe, yaitu : cabai merah, cabai keriting dan cabai paprika (Prajnanta,1999).

Menurut Nawangsih, dkk (1999) Umur cabai sangat bervariasi tergantung jenis cabai. Tanaman cabai besar dan keriting yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama kali umur 70 – 75 hari setelah tanam. Sedangkan waktu panen di dataran tinggi lebih lambat yaitu sekitar 4 – 5 bulan setelah tanam. Panen dapat terus-menerus dilakukan sampai tanaman berumur 6 – 7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan dalam 3 – 4 hari sekali atau paling lama satu minggu sekali.

2.1.2 Pertanian Organik

Pertanian organik adalah proses budidaya yang tidak menggunakan asupan bahan kimia sintetik seperti pupuk, pestisida, herbisida dan hormon pertumbuhan. Pertanian organik juga tidak menggunakan rekayasa genetik (GMO). Dengan


(27)

demikian, pertanian organik merupakan pertanian yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Sistem pertanian organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktifitas agroekosistem secara lamai serta mampu menghasilakn pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Direktorat Jenderal holtikultura, 2008).

World Trade Organization (WTO), membuat beberapa kategori produk pertanian. Pertama wild product, yakni produk tumbuh-tumbuhan yang langsung diambil dari alam liar (hutan). Kedua, traditional product, yakni produk tumbuh-tumbuhan yang dibudidayakan secara tradisional. Misalnya padi ladang. Ketiga,

conventional product, yakni produk pertanian biasa, yang proses budidayanya menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Keempat healthy product, yakni produk pertanian yang masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia, terapi dosisnya sangat dibatasi. Kelima organic product, yakni hasil pertanian organik.

Menurut Balai Pengkajian Pertanian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan (2012) Prinsip dasar pertanian organik yang dirumuskan oleh IFOAM,

International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM, 1992) tentang budidaya tanaman organik harus memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :

1. Lingkungan

Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan sintetik. Karena itu pertanaman organik tidak boleh berdekatan dengan pertanaman yang memakai pupuk buatan, pestisida kimia dan lain-lain yang tidak diizinkan. Lahan yang sudah tercemar (intensifikasi) bisa digunakan namun perlu konversi selama 2 tahun dengan pengelolaan berdasarkan prinsip pertanian organik.


(28)

2. Bahan Tanaman

Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah beradaptasi baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.

3. Pola Tanam

Pola tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju pertanian berkelanjutan.

4. Pemupukan dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) bahan organik sebagai pupuk adalah sebagai berikut :

- Berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara organik

- Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain, urin ternak, sampak kota (kompos) dan lain-lain bahan organik asalkan tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.

- Pupuk buatan (mineral)

- Urea, ZA, SP36/TSP dan KCl, tidak boleh digunakan

- K2SO4 (Kalium Sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/ha; kapur, kieserite, dolomite, fosfat batuan boleh digunakan.

- Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan 5. Pengelolaan Organisme Pengganggu

- Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh digunakan, kecuali yang diizinkan dan terdaftar pada IFOAM


(29)

2.1.3 Vertikultur

Vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah verticulture

dalam bahasa inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical dan culture.

Makna vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sistem ini sangat cocok diterapkan khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Vertikultur dapat pula diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat, perumahan umum, atau bahkan pada pemukiman di dearah padat yang tidak punya halaman sama sekali. Dengan metoda vertikultur ini, kita dapat memanfaatkan lahan semaksimal mungkin (Widarto, 1996).

Jenis tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara vertikultur jumlahnya banyak sekali, mencapai ribuan tanaman. Secara umum tanaman yang cocok untuk divertikulturkan adalah hampir semua jenis tanaman semusim yang pertumbuhannya tidak terlalu tinggi, maksimal 1 m. Kebanyakan tanaman semusim merupakan jenis sayuran dan buah-buahan, dapat juga jenis tanaman hias. Ini termasuk tanaman merambat yang pertumbuhannya dapat diatur dengan ajir dari tali rafia atau bambu (Widarto, 1996).

Menurut Andoko (2004) ada beberapa kelebihan dari teknik budidaya secara vertikultur, di antaranya sebagai berikut.

a) Populasi tanaman per satuan luas lebih banyak karena tanaman disusun ke atas dengan tingkat kerapatan yang dapat diatur sesuai keperluan.

b) Media tanam yang disterilisasi meminimalkan risiko serangan hama dan penyakit sehingga mengurangi biaya untuk pengendalian hama dan penyakit.


(30)

c) Kehilangan pupuk oleh guyuran air hujan dapat dikurangi karena jumlah media tanam yang sudah ditentukan hanya berada di sekitar perakaran tanaman di dalam wadah terbatas.

d) Perlakuan penyiangan gulma sangat berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali karena sedikit media tanam terbuka yang memungkinkan media tanam tersebut ditumbuhi gulma.

e) Berbagai bahan di sekitar rumah seperti karung bekas, batang bambu, pipa peralon, dan bekas gelas air mineral dapat dimanfaatkan sebagai wadah budi daya vertikultur.

f) Tempat dibangunnya bangunan vertikultur menampilkan nilai estetika, atau dapat dikatakan sebagai tanaman hias.

g) Bangunan vertikultur dapat dipindah-tempatkan ke tempat yang diinginkan, terutama untuk vertikultur dengan konstruksi yang dapat dipindah-pindahkan.

Di samping banyaknya nilai kelebihan, teknik budidaya vertikultur ini pun memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sebagai berikut.

a) Investasi atau biaya awal yang diperlukan cukup tinggi karena harus membuat srtruktur bangunan khusus dan penyiapan media tanam.

b) Oleh karena jarak tanamnya rapat, tercipta suatu kondisi kelembapan udara yang tinggi. Hal ini menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan penyakit akibat cendawan (Andoko, 2004).

Teknik vertikultur bisa dikembangkan dengan menggunakan rak, menyusun batako di pojok tembok atau lainnya. Sementara, sebagai wadah tanaman, bisa digunakan gelas plastik dari air kemasan, botol bekas sampai kemasan tetrapak. Dengan teknik vertikultur, maka setiap rumah tangga bisa


(31)

memproduksi sayuran organik secara mandiri. Selain itu, kesehatan juga bisa diupayakan dengan herbal yang ditumbuhkan sendiri. Rumah juga lebih indah berkat tanaman hias (Kompas, 2011).

Dalam mengembangkan usahatani kegiatan utama yang dilakukan adalah peningkatan produksi barang pertanian yang dihasilkan petani, meningkatkan produktivitas pertanian serta mendorong pengembangan komoditas yang sesuai dengan potensi wilayah. Peningkatan produksi pertanian apabila ingin meningkatkan pendapatan petani merupakan keharusan dalam pembangunan pertanian (Hanani, 2003).

2.1.3 Penelitian Sebelumnya

Tegalbero Camp yang merupakan model pertanian terpadu yang mewadahi perkebunan, pertanian, perikanan, dan peternakan (buntaninak) pada tahun 2010 menerapkan pertanian vertikultur dengan 300 lonjor paralon PVC setinggi masing-masing 2 meter. Untuk komoditi bawang merah, dalam satu tonggak paralon menghasilkan 4 kilogram bawang merah, dengan harga bawang merah sekitar Rp 15.000,- per kilogram dan biaya paralon Rp 20.000,- per tonggak ditambah biaya pupuk dan perawatan, pendapatan Rp 60.000,- per tonggak masih menguntungkan (Mahmudi, 2010).

Vertikultur adalah media pertanaman dengan cara bertingkat. Dengan membuat rak bertingkat dari kayu/bambu/besi/paralon, kita dapat menanam tanaman di pekarangan sempit bahkan tidak ada. Bahan yang digunakan untuk pembuatan vertikultur ini beragam. Ada kayu, bambu, paralon, dan besi. Untuk pembuatan vertikultur yang murah biasanya menggunakan kayu. Hanya


(32)

mengeluarkan biaya Rp 250.000,- sudah dapat membuat vertikultur. Sedangkan yang termahal adalah dengan menggunakan besi, dapat menghabiskan hingga Rp500.000,- Apabila masih mahal, kita dapat menanamnya di polibag atau pot. Untuk satu polibag yang berukuran 3 kg, hanya mengeluarkan Rp 5.000,- saja. Itu sudah termasuk 1 kg pupuk kandang, 2 kg sub soil (tanah dan sekam), serta 2 bibit caisim (Sinar tani, 2012).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Analisis Usahatani

Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memeperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi mesukan (input) (Seokartawi, 1995).

Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Biaya tetap (Fixed cost)

Biaya yang relative jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya ini tidak dipengaruhi/bergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya biaya tetap ialah sewa tanah, pajak, alat pertanian.


(33)

Biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya untuk biaya vaiabel ini ialah sarana produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang dinginkan (Soekartawi, 2003).

Menurut Soekartawi dalam Yanti (2011) Dalam usaha tani, petani akan memperoleh penerimaan dan pendapatan penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:

TR = Y.Py Dimana :

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y

Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usahatani tergantung pada tujuannya. Pada akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang disebut dengan pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara

total revenue (TR) deangan total cost (TC) atau dapat ditulikan dengan rumus sebagai berikut :

I = TR-TC Dimana :


(34)

TR = Total Revenue (Total Penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya)

Kelayakan usahatani digunakan untuk melihat seberapa jauh suatu usaha layak untuk diusahakan. Kelayakan usahatani dapat diketahui dengan menggunakan beberapa criteria investasi. Kriteria investasi. Kriteria investasi yang umum dikenal antara lain BEP dan R/C (Kasmir dan Jakfar, 2003).

R/C adalah singkatan dari return cost ratio. R/C juga dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, pernyataan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

R/C Ratio =

2.2.2 Analisis SWOT

SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Streight dan Weaknesses

serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (weaknesses) (Rangkuti, 1997).

Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengembilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan (Rangkuti, 1997).

Penerimaan Total Biaya Produksi


(35)

Analisa SWOT dibuat dalam bentuk matriks. Matriks ini menggambarkan dengan jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam perusahaandan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini menghasilkanempat set alternatif strategis, yaitu:

1. Strategi SO (Strenghts-Opportunities)

Strategi berdasarkan jalan pemikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan dengan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi ST (Strenghts-Threats)

Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities)

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT (Weaknesses-Threats)

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahanyang ada serta menghindari ancaman.

Gambar 1. Diagram Matriks SWOT

IFAS

EFAS

STRENGHTS (S)

• Tentukan faktor kekuatan internal

WEAKNESSES (W)

• Tentukan faktor kekuatan internal

OPPORTUNITIES (O)

• Tentukan faktor kekuatan eksternal

STRATEGI SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

TREATHS (T)

• Tentukan faktor kekuatan eksternal

STRATEGI WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

STRATEGI ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman


(36)

2.3 Kerangka Pemikiran

Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sistem ini sangat cocok diterapkan khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Pengembangan usahatani dengan teknik budidaya vertikultur dipengaruhi oleh sempitnya ketersediaan lahan untuk pertanian dan kelembagaan.

Rata-rata petani di daerah penelitian memiliki lahan sempit sehingga penerapan vertikultur diharapkan mampu untuk meningkatkan pendapatan petani. Petani membudidayakan seluruh sayuran secara organik sehingga usahatani ini disebut usahatani organik vertikultur. Dalam penerapannya petani di daerah penelitian dibantu oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dalam usahataninya petani diberikan bantuan berupa bibit, polibag, rak, media tanam dan pupuk.

Penerapan teknik vertikultur ini dapat meningkatkan penanaman jumlah tanaman pada suatu areal tertentu hingga 3-10 kali lipat, sehingga produksi tanaman yang dihasilkan dapat meningkat. Banyaknya produksi yang dihasilkan dalam usahatani tersebut akan mempengaruhi penerimaan petani. Pendapatan dihasilkan dari selisih antara penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan petani. Besarnya total biaya dan penerimaan akan mempengaruhi besarnya pendapatan petani.

Pertanian vertikultur dapat meningkatkan produksi tanaman, sehingga akan meningkatkan penerimaan petani. Dengan menganalisis usahatani pertanian vertikultur ini maka dapat dilihat total penerimaan, biaya produksi dan pendapatan bersih usahatani pertanian vertiklultur. Dengan menggunakan kriteria R/C ratio


(37)

akan diketahui kelayakan usahatani sayuarn organik vertikultur. Penelitian ini juga menjelaskan strategi untuk mengembangkan pertanian organik vertikultur agar penerapan pertanian ini dapat meluas ke wilayah lain sehingga permasalahan keterbatasan lahan untuk bercocok tanam dapat diatasi.


(38)

Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

: Menyatakan ada hubungan Usahatani

Pertanian Organik Vertikultur

Produksi

Pendapatan Penerimaan

Usahatani

• Sempitnya

ketersediaan lahan pertanian

Harga Biaya

Strategi Pengembangan Pertanian Oarganik Vertikultur

TidakLayak Layak

Strength

(Kekuatan)

Threats

(Ancaman)

Opportunity

(Peluang)

Weakness

(Kelemahan) Faktor Strategis

Internal

Faktor Strategis Eksternal Faktor-Faktor


(39)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

1. Usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian layak untuk diusahakan.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive sampling, maksudnya daerah dipilih berdasarkan tujuan tertentu yang dipandang sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian dilakukan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Daerah ini dipilih karena di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan merupakan daerah percontohan untuk program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) di Kota Medan yang saat ini sedang dilakukan pengembangan pertanian vertikultur dan seluruh petani sampel menerapkan pertanian organik vertikultur.

3.2 Metode Penarikan Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan pertanian vertikultur. Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan secara sensus artinya seluruh populasi petani yang melakukan pertanian vertikultur di kelurahan tersebut dijadikan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah 25 petani dengan 6 jenis tanaman holtikultura. Setiap petani menanam 3-4 jenis tanaman pada lahan pertaniannya. Usahatani ini adalah usahatani keluarga dan bukan dikelola oleh perusahaan swasta maupun pemerintah.


(41)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, terdiri atas : data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden dengan mempergunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau dinas yang terkait dengan penelitian seperti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Pertanian Kecamatan Marelan, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan.

Tabel 1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya

No Jenis Data Sumber

1 Data Primer

- Karakteristik petani sampel

- Karakteristik usahatani sayuran organik vertikultur a. Luas lahan

b. Biaya pembuatan rak vertikultur c. Penggunaan pupuk

d. Produksi sayuran organik e. Harga sayuran organik f. Penggunaan tenaga kerja

- Faktor internal yang mempengaruhi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur

- Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner

2 Data Sekunder

- Nama-Nama sampel - Deskripsi daerah penelitian

a. Luas wilayah Kota Medan b. Penduduk Kota Medan c. Pertanian di Kota Medan

d. Luas wilayah Kecamatan Medan Marelan e. Luas panen sayuran di Kecamatan Medan

Marelan

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik Kantor Kecamatan Medan Marelan Badan Pusat Statistik


(42)

3.4 Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan dengan menggunakan tabulasi, kemudian dibuat hipotesis, dilanjutkan dengan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis tersebut. Untuk menjawab identifikasi masalah 1 dianalisis dengan menggunakan analisis usahatani.

Untuk mengetahui struktur penerimaan usahatani, dihitung dengan formula: TR = Y.Py

Dimana :

TR = Total Penerimaan (Rp)

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg) Py = Harga Y (Rp)

Untuk mengetahui struktur biaya usahatani yaitu dengan menghitung besar biaya tetap dan biaya variabel.

TC = FC + VC Dimana:

TC = Total biaya usahatani (Rp) FC = Biaya tetap usahatani (Rp)

VC = Biaya tidak tetap/variabel usahatani (Rp)

Untuk mengetahui struktur pendapatan bersih usahatani yaitu dengan menghitung selisih antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan, dengan formula:

I = TR-TC Dimana :


(43)

TR = Total Penerimaan (Rp) TC = Total Biaya (Rp)

Untuk menguji hipotesis dan menjawab identifikasi masalah 2 digunakan analisis kelayakan usahatani yang menggunakan kriteria R/C (Return Cost Ratio) dan

R/C Ratio =

Dengan kriteria : - Layak apabila R/C Ratio > 1 - Tidak layak apabila R/C Ratio ≤ 1

Untuk menjawab identifikasi masalah 3 digunakan metode analisis SWOT dari usahatani di daerah penelitian untuk menentukan strategi pengembangan pertanian vertikultur. Langkah-langkah dalam analisis SWOT adalah:

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usahatani dengan sistem budidaya vertikultur di Kota Medan. Data ini diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya dan dari wawancara dengan ketua kelompok tani.

2. Setelah diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usahatani sayuran organik vertikultur, kemudian dipilih faktor-faktor yang paling strategis. Pemilihan faktor-faktor ini dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap sampel petani dan melalui pengamatan langsung di lapangan.

3. Setelah diketahui faktor-faktor yang strategis, kemudian faktor-faktor tersebut diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu:

a. Faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar, yaitu factor yang tidak dapat dikendalikan oleh petani .

Penerimaan Total Biaya Produksi


(44)

b. Faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam, yaitu faktor yang dapat dikendalikan oleh petani.

4. Setelah diklasifikasikan antara faktor internal dan faktor eksternal, kemudian disusun kuisioner untuk menentukan skor setiap faktor. Skor tersebut menentukan apakah faktor tersebut termasuk ke dalam faktor internal sebagai kekuatan atau kelemahan dan sebagai faktor eksternal menjadi peluang atau ancaman. Faktor dibagi menjadi empat rating yaitu 1 dan 2 serta 3 dan 4. Pada faktor internal, skor 1 dan 2 merupakan kelemahan sedangkan 3 dan 4 merupakan kekuatan. Pada faktor eksternal, 1 dan 2 merupakan ancaman sedangkan 3 dan 4 merupakan peluang. Rata-rata skor yang diberikan tiap responden akan menjadi rating bagi faktor tersebut.

5. Setelah diperoleh rating dari setiap faktor, kemudian dilakukan pembobotan dalam tiap faktor. Pembobotan dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan, Analytical Hierarchy Process (AHP), yang dikembangkan oleh Saaty. AHP yaitu suatu teknik yang membandingkan faktor satu dengan factor yang lain dalam satu tingkat hirarki berpasangan sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing faktor. Nilai dari masing-masing faktor sesuai dengan Saaty (1993) adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai skala banding berpasangan

Nilai Skala

Definisi Penjelasan

1 Kedua faktor sama pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan yang akan dicapai 2 Faktor yang satu lebih

penting dari pada yang lainnya

Penilaian sedikit

mempengaruhi satu elemen dibanding elemen lainnya 3 Faktor yang satu mutlak

lebih penting dibanding faktor lainnya

Elemen tersebut paling penting daripada elemen lainnya


(45)

nilai-nilai diatas

dan B, makanilai kebalikanya (1/2dan 1/3) digunakan untuk membandingkankepentingan B terhadap A.

6. Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing dari tiap responden, kemudian dibuat matriks penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot dari tiap faktor.

7. Setelah diperoleh penilaian tiap faktor dari seluruh responden, kemudian dicari rata-rat perbandingan dari seluruh responden dengan mencari nilai rat-rata geometris dengan rumus:

G = √� ,� ,� …�

Dimana: X1 = Nilai untuk responden 1 X2 = Nilai untuk responden 2 X3 = Nilai untuk responden 3 Xn = Nilai untuk responden n

8. Setelah diketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut dinormalisasi untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis. Nilai ini yang menjadi bobot faktor.

9. Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap faktor.

10.Langkah 1 sampai 9 tersebut disusun dalam table EFAS untuk faktor strategi internal dan table IFAS untuk faktor strategi internal.


(46)

Faktor-faktor

Bobot Rating

Bobot x Rating Strategi Eksternal Peluang: - - - Ancaman: - - -

Tabel 4. IFAS (Internal Factors Analisys Summary)

Faktor-faktor

Bobot Rating

Bobot x Rating Strategi Internal Kekuatan: - - Kelemahan: - -

11.Faktor-faktor strategis disusun dengan menggunakan matriks SWOT

Gambar 3. Diagram Matriks SWOT

IFAS

EFAS

STRENGHTS (S)

• Tentukan faktor kekuatan internal

WEAKNESSES (W)

• Tentukan faktor kekuatan internal •

OPPORTUNITIES (O)

• Tentukan faktor kekuatan eksternal

STRATEGI SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk memanfaatkan peluang

TREATHS (T)

• Tentukan faktor kekuatan eksternal

STRATEGI WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

STRATEGI ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman


(47)

1.5.1 Definisi

1. Petani sampel adalah petani yang menerapkan pertanian organik vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan yang dibantu oleh BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Sumatera Utara

2. Pertanian vertikultur adalah pertanian dengan teknik budidaya secara vertikal dengan menggunakan rak-rak yang disusun bertingkat.

3. Lahan yang digunakan untuk usahatani adalah pekarangan rumah petani 4. Tanaman yang diteliti adalah sawi, bayam, kangkung, timun, cabai dan

terong.

5. Penerimaan usahatani adalah rata-rata produksi dikali harga jual tanaman dikali jumlah panen dalam satu tahun.

6. Pendapatan bersih adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi dalam satu tahun.

7. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan petani selama proses produksi berlangsung dalam satu tahun.

8. Input produksi adalah semua korbanan yang diberikan, seperti pupuk , tanah, tenaga kerja, dan peralatan, agar tanaman dapat tumbuh dan memberikan hasil yang baik.

9. Analisis kelayakan usahatani pertanian vertikultur adalah analisis yang digunakan untuk mengukur apakah usahatani pertanian vertikultur layak atau tidak layak diusahakan.


(48)

1. Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2012

3. Analisis kelayakan usahatani dihitung dengan menggunakan kriteria R/C Ratio (Return Cost Ratio)


(49)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografi Kota Medan

Penelitian dilakukan di Kota Medan yang merupakan Ibu Kota dari provinsi Sumatera Utara. Kota Medan merupakan salah satu daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265, 10 km2. Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting yaitu Suangai Babura dan Sungai Deli.

Kota Medan terletak antara 2027’ – 2047’ Lintang Utara dan 98035’ - 98044’ Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan dikelilingi oleh Kabupaten Deli Serdang dengan demikian, Kota Medanberbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang baik di sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia berkisar antara 23,040C – 24,080C dan suhu maksimum berkisar antara 32,730C – 34,470C, serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 22,60C – 24,40C dan suhu maksimum berkisar antara 32,30C – 33,90C. Pada tahun 2010 hari hujan di Kota Medan per bulannya 15,25 hari. Menurut Stasiun Sampali rata-rata curah hujan per bulannya 133, 75 mm dan pada Stasiun Polonia per bulannya 161,67 mm.


(50)

Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km yang terdiri atas 21 kecamatan. Kecamatan dengan luasan terbesar adalah Kecamatan Medan Labuhan dengan luas sebesar 36, 67 km2 atau sekitar 13,83% dari total luas wilayah Kota Medan. Secara rinci, luas wilayah Kota Medan menurut Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 5 :

Tabel 5. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (Km2) Presentase (%)

1

Medan Tuntungan 20, 68 7, 80

2 Medan Johor 14, 58 5, 50

3 Medan Amplas 11, 19 4, 22

4 Medan Denai 9, 05 3, 41

5 Medan Area 5, 52 2, 08

6 Medan Kota 5, 27 1, 99

7 Medan Maimun 2, 98 1, 12

8 Medan Polonia 9, 01 3, 40

9 Medan Baru 5, 84 2, 20

10 Medan Selayang 12, 81 4, 83

11 Medan Sunggal 15, 44 5, 82

12 Medan Helvetia 13, 16 4, 96

13 Medan Petisah 6, 82 2, 57

14 Medan Barat 5, 33 2, 01

15 Medan Timur 7, 76 2, 93

16 Medan Perjuangan 4, 09 1, 54

17 Medan Tembung 7, 99 3, 01

18 Medan Deli 20, 84 7, 86

19 Medan Labuhan 36, 67 13,83

20 Medan Marelan 23, 82 8, 99

21 Medan Belawan 26, 25 9, 90

Jumlah 265, 10 100, 00

Sumber : BPS, Medan Dalam Angka, 2011

4.1.2 Penduduk Kota Medan

Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Medan sebanyak 2.097.610 jiwa, jika dibagikan dengan luas Kota Medan seluas 265,10 Km2 dapat digambarkan kepadatan penduduk Kota Medan adalah sebanyak 7.913 jiwa/Km2. Angka ini


(51)

menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Penduduk Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Jumlah (%)

1

0-14 574.129 27, 37

2 15-54 1.337.435 63, 76 3 > 55 186.046 8, 87

Jumlah 2.097.610 100, 00 Sumber : BPS, Medan Dalam Angka, 2011

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Medan pada tahun 2011 sebanyak 2.097.610 jiwa dengan jumlah usia non produktif (balita, anak-anak dan remaja) yaitu usia 0-14 tahun sebanyak 574.129 jiwa atau sekitar 27, 37% dari total penduduk Kota Medan. Manula dengan usia >55 tahun sebanyak 1.337.435 jiwa atau sekitar 63, 76%, sedangkan usia produktif yaitu usia 15-54 tahun adalah sebanyak 186.046 jiwa atau sekitar 8, 87% dari total penduduk Kota Medan. Usia produktif adalah usia dimana orang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat menghasilkan barang dan jasa dengan efektif.

Penduduk Kota Medan menurut tingkat pendidikan terdiri dari tamatan SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan penduduk Kota Medan paling besar berada pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi Penduduk Kota Medan menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Jumlah (%)

1

SD 268.921 32, 27

2 SMP 114.381 13, 72 3 SMA 121.843 14, 62 4 Perguruan Tinggi 328.185 39, 38


(52)

Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kota Medan paling besar berada pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 328.185 jiwa atau sekitar 39,38%. Pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 268.921 jiwa atau sekitar 32,27%. Pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 114.381 atau sekitar 13,72%. Sedangkan pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 121.843 jiwa atau sekitar 14,62%.

4.1.3 Pertanian di Kota Medan

Dalam bidang pertanian Kota Medan bukanlah sentra produksi pertanian, namun demikian beberapa komoditi tetap ada diusahakan di Kota Medan. Komoditi dengan luas panen dan jumlah produksi terbesar adalah komoditi padi sawah dengan luasan panen sebesar 4.209 Ha dan jumlah produksi sebesar 16.829 Kg. Jenis-jenis komoditi yang diusahakan di Kota Medan dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Luas Panen dan Jumlah Produksi Pertanian Menurut Jenis Tanaman Tahun 2010

No Tahun/Jenis Luas Panen Jumlah

Tanaman (Ha) Produksi(Kg)

1

Padi Sawah 4.209 16.826

2 Padi Ladang - -

3 Jagung 263 1.443

4 Ketela Pohon 271 3.870

5 Ketela Rambat 148 1.791

6 Kacang Tanah 120 169

7 Kacang Kedelai - -

8 Kacang Hijau 92 104

9 Sayur-sayuran 1.338 7.964

10 Buah-buahan 1.178 7.002


(53)

luasan panen dan jumlah produksi terbesar merupakan komoditi sayur-sayuran. Luas panen sayur-sayuran pada tahun 2010 adalah sebesar 1.338 Ha dan jumlah produksi sebesar 7.964 Kg atau sekitar 20,33% dari total produksi komoditi pertanian di Kota Medan.

4.1.4 Gambaran Umum Kecamatan Medan Marelan

Salah satu kecamatan di Kota Medan adalah Kecamatan Medan Marelan. Kecamatan Medan Marelan berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah Selatan dan sebelah Barat, Kecamatan Medan Belawan di Sebelah Utara, dan Kecamatan Medan Labuhan di sebelah Timur. Luas Kecamatan Medan Marelan adalah 44,47 km2.

Kecamatan Medan Marelan terdiri atas lima kelurahan. Dari lima kelurahan tersebut, Kelurahan Terjun memiliki luas wilayah yang terbesar yaitu sebesar 16,05 km2 sedangkan Kelurahan Tanah Enam Ratus mempunyai luas terkecil yaitu 3,42 km2. Luas wilayah masing-masing kelurahan di Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 9. Luas Wilayah per Kelurahan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009

No Kelurahan Luas(km2) Persentase terhadap Luas Kecamatan(%)

1 Tanah Enam Ratus 3,42 7,69 2 Rengas Pulau 10,50 23,61

3 Terjun 16,05 36,09

4 Paya Pasir 10,00 22,49 5 Labuhan Deli 4,50 10,12 Jumlah 44,47 100,00 Sumber: Medan Marelan Dalam Angka, 2011

Distribusi jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada Tabel 9.


(54)

Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009

No Kelompok Jenis Kelamin

Umur Laki – laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa)

1

0-4 5.228 5.393 10.621

2 5-14 11.421 11.577 22.998

3 15-44 38.844 33.326 68.170

4 45-64 10.304 9.491 19.795 5 ≥ 65 2.386 2.649 5.035

Jumlah 64.183 62.436 126.619

Sumber: Medan Marelan Dalam Angka, 2011

Tabel 10. menunjukkan bahwa jumlah laki-laki sebanding dengan jumlah penduduk perempuan. Jika dilihat dari umur, maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk pada usia kerja tinggi yaitu 70% dari total penduduk.

Kecamatan Medan Marelan merupakan sentra produksi tanaman sayur-sayuran di Kota Medan. Sayur-sayur-sayuran yang banyak ditanam adalah jenis sayur-sayuran dataran rendah. Jenis komoditi dan luas masing-masing komoditi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Luas Panen (Ha) Sayuran Dataran Rendah di Kawasan Agribisnis Medan Marelan Tahun 2010

Luas Luas Produktivitas Produksi Tanam Panen (Kw/Ha) (Ton)

1 Sawi 103 104 55.430 5.765 2 Cabai 14 13 70.150 912 3 Kacang 36 38 80.250 3.050

Panjang

4 Terong 24 24 90.040 2.161 5 Timun 28 28 80.000 2.240 6 Kangkung 74 69 64.670 4.462 7 Bayam 76 70 42.150 2.951

Jumlah 355 346 482.690 21.541 Sumber: Medan Marelan Dalam Angka, 2011

Tabel 11 menunjukkan bahwa komoditi dengan luas tanam, luas panen dan produksi tertinggi adalah komoditi sawi dengan luas tanam seluas 103 ha dan

Jumlah (Jiwa)

Komoditi No


(55)

terong dengan produktivitas sebesar 90.040 kw/ha.

4.2. Karakteristik Sampel

4.2.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Komoditi

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah petani yang menanam sayuran dengan jenis sawi, bayam, kangkung, cabai, terong, dan timun. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 25 orang petani sayuran organik vertikultur. Masing-masing petani sampel mengusahakan 2-5 jenis komoditi pada pekarangannya. Tabel 12 menunjukkan bahwa ada 48 % petani yang mengusahakan tiga jenis komoditi sayuran organik vertikultur pada pekarangannya. Distribusi sampel berdasarkan jumlah komoditi yang diusahakan dapat dilihat Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Komoditi

No Jumlah Komoditi Jumlah (Orang) Presentase

Yang Ditanam (%)

1 4 6 24

2 3 12 48

3 2 7 28

Jumlah 25 100

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1), 2012

4.2.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Luas Pekarangan

Lahan pekarangan yang sempit di daerah perkotaan merupakan ide dasar diterapkanya pertanian vertikultur sehingga dapat dilakukan pemnfaatan lahan pekarangan secara efisien. Distribusi petani berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 13.


(56)

No Luas Lahan(M2) Frekuensi Presentase (%)

1 >100 5 20

2 50-100 8 32

3 ≤ 50 12 48

Jumlah 25 100

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1), 2012

Tabel 13 menunjukkan bahwa mayoritas luas lahan pekarangan petani sampel sangat kecil (≤ 50 m 2) atau sebesar 48% . Secara umum petani belum mengusahakan sayuran organik vertikultur dalam skala yang besar. Hal ini terjadi karena penanaman sayuran organik vertikultur memang hanya untuk pemanfaatan pekarangan untuk pemenuhan gizi rumah tangga.

4.2.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Sampel dalam penelitian ini memiliki rentang umur 26 – 60 tahun. Rata-rata petani sampel adalah usia produktif, secara umum memiliki rentang umur 15-49 tahun. 72 % dari petani sampel adalah petani berusia produktif. Distribusi sampel berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

No Umur(Tahun) Frekuensi Presentase (%)

1 15-49 18 72

2 50-64 7 28

Jumlah 25 100

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1), 2012

4.2.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani

Pengalaman dapat menentukan bagaimana petani mengelola usahataninya. Secara umum semakin lama pengalaman bertani maka semakin baik pengelolaan usahataninya.


(57)

No Pengalaman (Tahun) Frekuensi Presentase (%)

1 0-5 20 80

2 6-10 2 8

3 ≥10 3 12

Jumlah 25 100

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1), 2012

Tabel 15 menunjukkan bahwa mayoritas petani sampel memiliki pengalaman bertani yang masih singkat. Sebesar 80% petani sampel memiliki hanya pengalaman bertani 0-5 tahun dan hanya 12% petani sampel yang memiliki pengalaman bertani diatas 10 tahun.


(58)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan petani responden di daerah penelitian, diketahui bahwa ada 6 jenis komoditi sayuran yang dibudidayakan secara organik vertikultur. Setiap petani membudidayakan 2-4 jenis tanaman.

5.1 Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Sayuran

Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan

5.1.1 Biaya Produksi Usahatani Sayuran di Kecamatan Medan Marelan Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani sayuran organik vertikultur ini adalah biaya bibit, pupuk, peralatan dan tenaga kerja. Karena usahatani ini bukanlah profit oriented, namun lebih kepada pemenuhan gizi untuk rumah tangga dengan memanfaatkan lahan pekarangan yang awalnya tidak termanfaatkan. Maka usahatani ini masihlah dalam skala yang sangat kecil sehingga biaya usahatani juga relatif kecil. Rata-rata petani melakukan pembelian bibit secara berkelompok antara 6 sampai 10 orang, dalam setiap pembelian bibit biaya pembelian bibit perbungkusnya dibagi kepada 6 sampai 10 orang sehingga biaya pembelian bibit menjadi relatif murah.

Karena usahatani ini dilakukan secara organik, maka petani hanya menggunakan pupuk kandang yang dibeli ditoko saprodi yang tidak jauh dari lokasi usahatani. Penggunaan pupuk kandang juga relatif kecil, rata-rata petani menggunakan pupuk kandang sebanyak 63,6 kg/tahun. Petani tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida kimia. Pencegahan terhadap hama dan penyakit


(59)

tumbuhan seperti tembakau, bawang putih, daun sirih dan lain-lain.

Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga(TKLK) dalam usahatani ini hampir tidak ada, penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga(TKLK) hanya digunakan saat pembuatan rak, selebihnya tenaga kerja yang digunakan adalah Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK). Distribusi biaya usahatani sayuran organik vertikultur dalam satu tahun dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Biaya Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

No Uraian Rata-Rata Biaya Presentase Per Petani(Rp) (%)

1 Bibit (Rp) 21.880 14,59

2 Pupuk Kandang (Rp) 10.400 6,94

3 Polibag (Rp) 36.520 24,35

4 Tenaga Kerja (Rp) 17.000 11,33

5 Penyusutan Peralatan (Rp) 63.984 42,66

6 Obat Pengendali 200 0,13

Hama Organik (Rp)

Total (Rp) 149.984 100,00 Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 2,4,6), 2012

Tabel 16 menunjukkan bahwa biaya terbesar usahatani sayuran organik vertikultur adalah biaya penyusutan peralatan dengan proporsi sebesar 42,66% dari total pengeluaran dan biaya terkecil adalah biaya pembelian obat pengendali hama organik sebesar 0,13%. Hal ini terjadi karena hanya ada satu petani saja yang melakukan pembelian hama organik, sedangkan petani yang lainnya melakukan pengendalian hama dengan membuat obat pengendalian hama sendiri dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan seperti tembakau dan bawang putih. Para petani yang rata-rata adalah anggota kelompok tani dilatih dalam pembuatan


(60)

membuat pengendali hama sendiri untuk usahataninya.

5.1.2 Penerimaan Usahatani Sayuran di Kecamatan Medan Marelan

Penerimaan adalah seluruh hasil produksi dikalikan dengan harga jual produksi sayuran yang petani usahakan. Penerimaan usahatani sayuran organik vertikultur per petani dalam satu tahun dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Penerimaan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

Uraian

Produksi Harga Penerimaan Presentase (ons) (Rp/ons) (Rp) (%) Sawi 2.736 1.666 4.558.176 39,54 Kangkung 144 1.666 239.904 2,08 Bayam 416 1.666 693.056 6,01

Cabai 2.950 1.400 4.130.000 35,82

Terong 1.128 1.000 1.128.000 9,78

Timun 780 1.000 780.000 6,77

Total 8.154 11.529.136 100,00 Rata-Rata Per Petani(Rp) 461.165

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 7), 2012

Tabel 17 menunjukkan bahwa penerimaan terbesar usahatani sayuran organik vertikultur adalah penerimaan dari komoditi sawi dengan proporsi sebesar 39,54% dari total penerimaan dan penerimaan terkecil adalah penerimaan dari komoditi kangkung dengan proporsi sekitar 2,08%. Hal ini terjadi karena produksi komoditi kangkung sangat kecil yaitu sebesar 144 ons.

5.1.3 Pendapatan dan Analisis Kelayakan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur


(61)

dikeluarkan petani dalam usahatani. Analisis kelayakan usahatani sayuran organik vertikultur dilakukan untuk mengetahui apakah usahatani yang dijalankan layak atau tidak. Untuk mengetahui kelayakannya digunakan kriteria Return Cost Ratio

(R/C ratio). Rata-rata pendapatan dan hasil analisis kelayakan usahatani sayuran organik vertikultur di Kecamatan Medan Marelan dalam satu tahun dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Sayuran Organik

Vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

Uraian Rata-Rata per Petani

Total Biaya (Rp) 149.984

Harga Rata-Rata (Rp) 1.416

Produksi (Ons) 325,16

Penerimaan (Rp) 461.165

Pendapatan (Rp) 311.181

R/C 3,07

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 8), 2012.

5.2 Strategi Pengembangan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur

Penentuan strategi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur memiliki tahapan-tahapan. Tahapan pertama adalah mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal serta penentuan bobot. Pada tahapan pengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dilakukan dengan pembuatan parameter penilaian, untuk penentuan bobot strategis digunakan rata-rata geometri nilai dari tiap sampel lalu kemudian di normalisasikan hingga total bobot menjadi 1. Bobot disusun sesuai tingkat kepentingan, semakin penting faktor tersebut maka semakin tinggi bobot faktor strategis.


(62)

Pembuatan parameter penilaian dalam penelitian ini terdiri dari 16 (enam belas) parameter. Ketujuh belas parameter penilaian diberi batasan penilaian yang terdiri dari empat kriteria. Setiap kriteria diberi nilai dengan rentang 1-4. Sehingga dapat diperoleh parameter yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Dari hasil penilaian yang dilakukan oleh responden, diperoleh hasil 5 parameter kekuatan, 6 parameter kelemahan, 4 parameter peluang dan 1 parameter ancaman. Kemudian rating akan dikalikan dengan bobot faktor strategis sehingga didapat skor faktor strategis.

Tahapan selanjutnya adalah penentuan strategi alternatif pengembangan sayuran organik vertikultur. Strategi pengembangan sayuran organik vertikultur di daerah penelitian dapat dilihat dangan analisis SWOT yaitu dengan melihat kekuatan (Strenght), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunity), dan ancaman (Treaths). Penentuan strategi pengembangan sayuran organik vertikultur adalah membuat matriks kombinasi keempat faktor tersebut. Skor tertinggi tiap faktor mempengaruhi membuatan alternatif pengembangan usahatani sayuran organic vertikultur ini. Strategi yang dibuat dari kombinasi keempat faktor adalah kekuatan-peluang (S-O), kekuatan-ancaman (S-T), kelemahan-peluang (W-O), dan kelemahan dan ancaman (W-T).

5.2.1 Tahap Penentuan Bobot Faktor Strategis

Faktor internal (kekuatan dan peluang) yang telah diidentifikasi dalam menyusun strategi pengembangan usahatani sayuran organik dapat dilihat pada Tabel 19


(1)

Sampel 24

A B C D E F G H I J K

A 1 1/2 1 1 1/2 1 1/2 3 1/3 1 1

B 2 1 2 2 1 2 1 2 1/3 2 2

C 1 1/2 1 1 1/2 1 1/2 3 1/3 1 1

D 1 1/2 1 1 1/2 1 1/2 3 1/3 1 1

E 2 1 2 2 1 2 1 2 1/3 2 2

F 1 1/2 1 1 1/2 1 1/2 3 1/3 1 1

G 2 1 2 2 1 2 1 2 1/3 2 2

H 1/3 1/2 1/3 1/3 1/2 1/3 1/2 1 1/3 1/2 1/2

I 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3

J 1 1/2 1 1 1/2 1 1/2 2 1/3 1 1

K 1 1/2 1 1 1/2 1 1/2 2 1/3 1 1

Sampel 25

A B C D E F G H I J K

A 1 1 1 1/2 1 1 1/2 1 1/3 2 1/2

B 1 1 1 1/2 1 1 1/2 1 1/3 2 1/2

C 1 1 1 1/2 1 1 1/2 1 1/3 2 1/2

D 2 2 2 1 2 2 1 2 1/3 3 1

E 1 1 1 1/2 1 1 1/2 1 1/3 2 1/2

F 1 1 1 1/2 1 1 1/2 1 1/3 2 1/2

G 2 2 2 1 2 2 1 2 1/3 3 1

H 1 1 1 1/2 1 1 1/2 1 1/3 2 1/2

I 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3

J 1/2 1/2 1/2 1/3 1/2 1/2 1/3 1/2 1/3 1 1/3

K 2 2 2 1 2 2 1 2 1/3 3 1

Lampiran 16. Hasil Penilaian Faktor Eksternal (EFAS) Sampel 1

A B C D E

A 1 1 1 1 1

B 1 1 1 1 1


(2)

D 1 1 1 1 1

E 1 1 1 1 1

Sampel 2

A B C D E

A 1 1 2 2 1

B 1 1 2 2 1

C 1/2 1/2 1 1 1/2

D 1/2 1/2 1 1 1/2

E 1 1 2 2 1

Sampel 3

A B C D E

A 1 1/2 1 1/2 1/2

B 2 1 2 1 2

C 1 1/2 1 1/2 1

D 2 1 2 1 2

E 2 1/2 1 1/2 1

Sampel 4

A B C D E

A 1 2 1/2 1 2

B 1/2 1 1/3 1/2 1

C 2 3 1 2 3

D 1 2 1/2 1 2

E 1/2 1 1/3 1/2 1

Sampel 5

A B C D E

A 1 1/2 1/2 1/2 1/2

B 2 1 1 1 1

C 2 1 1 1 1

D 2 1 1 1 1

E 2 1 1 1 1

Sampel 6

A B C D E

A 1 1/2 1/2 1 3

B 2 1 1 2 3

C 2 1 1 2 3

D 1 1/2 1/2 1 2

E 1/3 1/3 1/3 1/2 1

Sampel 7

A B C D E

A 1 1 1 1/2 1/2

B 1 1 1 1/2 1/2

C 1 1 1 1/2 1/2

D 2 2 2 1 1


(3)

Sampel 8

A B C D E

A 1 2 2 2 1

B 1/2 1 1 1 1/2

C 1/2 1 1 1 1/2

D 1/2 1 1 1 1/2

E 1 2 2 2 1

Sampel 9

A B C D E

A 1 1/2 1/3 1/2 1

B 2 1 1/2 1 2

C 3 2 1 2 3

D 2 1 1/2 1 3

E 1 1/2 1/3 1/3 1

Sampel 10

A B C D E

A 1 1/2 1/2 1/2 2

B 2 1 1 1 3

C 2 1 1 1 3

D 2 1 1 1 3

E 1/2 1/3 1/3 1/3 1

Sampel 11

A B C D E

A 1 1 1 1 3

B 1 1 1 1 3

C 1 1 1 1 3

D 1 1 1 1 3

E 1/3 1/3 1/3 1/3 1

Sampel 12

A B C D E

A 1 2 2 1 2

B 1/2 1 1 1/2 1

C 1/2 1 1 1/2 1

D 1 1/2 2 1 2

E 1/2 1/3 1 1/2 1

Sampel 13

A B C D E

A 1 1/2 1/2 1 1

B 2 1 1 2 2

C 2 1 1 2 2

D 1 1/2 1/2 1 2


(4)

Sampel 14

A B C D E

A 1 2 2 1/3 1

B 1/2 1 1 1/3 1/2

C 1/2 1 1 1/3 1/2

D 3 3 3 1 3

E 1 2 2 1/3 1

Sampel 15

A B C D E

A 1 1 1 2 1

B 1 1 1 2 1

C 1 1 1 2 1

D 1/2 1/2 1/2 1 1/2

E 1 1 1 2 1

Sampel 16

A B C D E

A 1 2 2 1/3 1

B 1/2 1 1 1/3 1/2

C 1/2 1 1 1/3 1/2

D 3 3 3 1 3

E 1 2 2 1/3 1

Sampel 17

A B C D E

A 1 2 2 2 2

B 1/2 1 1 1 1

C 1/2 1 1 1 1

D 1/2 1 1 1 1

E 1/2 1 1 1 1

Sampel 18

A B C D E

A 1 1 1 2 2

B 1 1 1 2 2

C 1 1 1 2 2

D 1/2 1/2 1/2 1 1

E 1/2 1/2 1/2 1 1

Sampel 19

A B C D E

A 1 2 2 2 3

B 1/2 1 1 1 2

C 1/2 1 1 1 2

D 1/2 1 1 1 2


(5)

Sampel 20

A B C D E

A 1 1/2 1/2 1/2 2

B 2 1 1 1 3

C 2 1 1 1 3

D 2 3 1 1 3

E 1/2 2 1/3 1/3 1

Sampel 21

A B C D E

A 1 1 3 2 3

B 1 1 3 2 3

C 1/3 1/3 1 1/2 1

D 1/2 1/2 2 1 2

E 1/3 1/3 1 1/2 1

Sampel 22

A B C D E

A 1 1/3 1/3 1/2 1

B 3 1 1 2 3

C 3 1 1 2 3

D 2 1/2 1/2 1 3

E 1 1/3 1/3 1/3 1

Sampel 23

A B C D E

A 1 1/2 1/2 1 1

B 2 1 1 2 2

C 2 1 1 2 2

D 1 1/2 1/2 1 1

E 1 1/2 1/2 1 1

Sampel 24

A B C D E

A 1 1 1 2 3

B 1 1 1 2 3

C 1 1 1 2 3

D 1/2 1/2 1/2 1 3

E 1/3 1/3 1/3 1/3 1

Sampel 25

A B C D E

A 1 2 2 2 3

B 1/2 1 1 1 2

C 1/2 1 1 1 2

D 1/2 1 1 1 3


(6)