BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Intervensi Rusia Di Crimea Dalam Perspektif Hukum Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Internasional secara tegas melarang intervensi yang dilakukan suatu

  negara di dalam urusan internal negara lain. Hal ini dikaitkan dengan prinsip kedaulatan negara sebagai norma tertinggi dalam hukum internasional, dimana setiap negara mempunyai hak untuk mengurusi urusan domestik negaranya tanpa campur tangan pihak lain. Intervensi adalah suatu cara yang ditempuh oleh suatu negara untuk mencapai keinginannya dengan ikut campur dalam urusan internal

   negara lain.

  Sepanjang tahun 2014, dunia internasional dihadapkan pada suatu isu internasional yang pelik dan hingga pada saat ini masih meninggalkan pertanyaan yang belum pasti jawabannya. Isu tersebut terkait dengan tindakan intervensi Rusia di Crimea, suatu daerah berotonomi khusus di wilayah kedaulatan Ukraina.

  Intervensi Rusia tersebut ditujukan kepada masalah dalam negeri negara Ukraina hingga menyebabkan Ukraina kehilangan wilayah teritorialnya.

  Berdasarkan sejarahnya Crimea memang memiliki hubungan emosional yang sangat erat dengan Rusia, tidak hanya pada masa Uni Soviet sampai sekarang pun kapal-kapal angkatan laut dan perang Rusia masih mempunyai tempat di pelabuhan Laut hitam yang berbatasan langsung dengan Ukraina. Armada laut Hitam berpangkalan di semenanjung Crimea sejak didirikan oleh Pangeran 1 Parry and Grant, Encyclopedic Dictionary of International Law, Oceana Publication,

  Inc., New York 1986, hlm. 190-191

  Potemkin pada tahun 1783. Posisi strategis armada Rusia di sana sangat berperan ketika mengalahkan Georgia dalam perang Ossetia Selatan pada tahun 2008, dan tetap penting untuk kepentingan kemananan Rusia di wilayah tersebut. Crimea merupakan bagian dari Rusia sebelum Nikita Kruschev (1954/Uni Soviet) menyerahkannya sebagai hadiah kepada Ukraina. Setelah Uni Soviet runtuh dan masing-masing negara memisahkan diri serta menyatakan kemerdekaanya, Crimea tetap saja menjadi alasan ketegangan antara Rusia dan Crimea.

  Menurut Lauterpach mengartikan intervensi sebagai campur tangan secara diktator oleh suatu Negara terhadap urusan dalam negeri lainnya dengan maksud baik untuk memelihara atau mengubah keadaan situasi atau barang di negeri tersebut. Intervensi dapat menggunakan kekerasan ataupun tidak. Hal tersebut biasa dilakukan oleh Negara adikuasa terhadap Negara lemah, tindakan tersebut

  

  dapat merupakan embargo senjata, ekonomi, ataupun keuangan. Hal yang dilakukan oleh Rusia atas wilayah Crimea yaitu dengan mengirimkan bantuan pasukan militernya untuk menjaga perdamaian di wilayah Crimea merupakan salah satu bentuk intervensi. Intervensi bukanlah hal yang illegal satau dilarang dalam hukum internasional, namun intervensi tersebut harus dilihat motif, kuantitas, dampak dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Dalam Piagam PBB disebutkan bahwa dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional, meningkatkan hubungan persahabatan dan mencapai kerjasama internasional di semua bidang, termasuk adanya beberapa kewajiban internasional semua Negara untuk: 2 Teori-teori liberalisme, terdapat d

  

di akses pada tanggal 7 Maret

2015.

  1. Menghormati persamaan kedaulatan semua bangsa; 2.

  Tidak menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu Negara;

  3. Tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu Negara, dan 4.

  Berusaha menyelesaikan pertikaian antar Negara secara damai. Untuk menjaga dan mewujudkan salah satu tujuan dibentuknya PBB yaitu perdamaian dunia dientuklah dewan keamanan PBB. Berdasarkan Pasal 24

  Piagam PBB menetapkan bahwa untuk menjamin tindakan yang cepat dan efektif, maka Negara-negara anggota menyerahkan kepada Dewan Keamanan tanggung jawab yang utama yaitu memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan menyetujui pula bahwa Dewan Keamanan akan melaksanakan kewajibannya di bawah tanggung jawab ini. Kemudian kekuasaan yang lebih luas lagi telah diberikan oleh Piagam PBB, agar Dewan Keamanan dapat menyelenggarakan kebijaksanaan PBB itu dengan cepat dan pasti. Dalam hal ini Dewan Keamanan dapat bertindak terhadap dua macam persengketaan:

  1. Persengketaan yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, dan;

2. Peristiwa yang mengancam perdamaian dan/atau agresi

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa konflik di Crimea Ukraina dapat dikategorikan sebagai konflik yang dapat mengancam perdamaian.

  Konflik internal ini telah menelan korban nyawa dari pihak yang menghendaki referendum. Hukum internasional menjunjung tinggi prinsip non-intervensi, dalam arti bahwa negara lain atau organisasi internasional manapun pada dasarnya tidak berhak untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri suatu negara. Sebab kedaulatan negara adalah jus cogens yang tidak bisa diganggu gugat. Piagam PBB telah mengatur larangan untuk melakukan intervensi pada Pasal 2 (4). Pasal tersebut berbunyi :

  “All members shall refrain in their international relation from the threat or

use of force against the teritorial integrity or political independence of any state,

or in any other manner inconsistent with the purpose of the United Nations”.

  Menurut Vedross terdapat tiga ciri aturan atau prinsip yang dapat menjadi Jus Cogens hukum internasional yaitu: 1.

  Kepentingan bersama dalam masyarakat internasional.

2. Timbul untuk tujuan-tujuan kemanusiaan.

   3.

  Sesuai atau selaras dengan piagam PBB Tafsiran Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB mengenai penggunaan paksaan (use of

  

force) dalam konfrensi adalah penggunaan kekerasan fisik atau bersenjata (armed

force) . Jessup menyatakan bahwa pelarangan kekerasan bersenjata (use of force)

  yang dinyatakan dalam pasal 2 (4) tidaklah absolut, jika penggunaan kekerasan tersebut tidak mengancam kesatuan wilayah atau kebebasan politik dari suatu negara. Syarat tersebut dapat menghindari dari batasan yang digunakan dalam kalimat pertama pasal tersebut. Selanjutnya harus dapat dipastikan bahwa tindakan tersebut tidak melanggar tujuan dari PBB. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Higgins, kekerasan bersenjata (use of force) yang dilarang

3 Jianming Shen, Then Non Intervention Principle and Humanitarian Intervention under

  International Law, International Legal Theory, 2001. hlm.1 menurut hukum internasional adalah ketika ada keinginan negara untuk

   bermusuhan ditambah dengan aktivitas militer.

  Invansi militer Rusia ke Ukraina yaitu wilayah Crimea dilatarbelakangi atas motif pendudukan wilayah. Tujuan utama dari intervensi yang dilakukan Rusia adalah untuk mendapatkan kembali wilayah Crimea kembali ke Rusia. Tindakan Rusia yang mendapat kecaman dari Amerika dan PBB dan beberapa negara lain ini tentunya salah. Dengan jelas dapat dikatakan bahwa Rusia telah melanggar prinsip non-intervensi. Namun demikian, Rusia bersikeras bahwa ia telah memberikan kebebasan dan memberikan waktu untuk Crimea menentukan nasibnya sendiri tanpa pengaruh dari Kiev. Intervensi yang beresiko yang dilakukan oleh Rusia memang bertentangan secara hukum internasional, tapi jika sebagian besar suara dari Ukraina menyuarakan positif. Penggunaan kekuatan militer Rusia di Ukraina hanya untuk membantu menjaga keamanan dan melindungi etnis Rusia. Tidak ada kontak senjata, tidak ada kekerasan hanya memberikan ancaman kepada pasukan militer pemerintah Ukraina.

  Terlepas benar atau salah tindakan Rusia tersebut, pada faktanya Crimea telah menjadi wilayah kedaulatan Rusia, dan Rusia tidak mendapat sanksi apapun dari PBB. Terlebih lagi, Rusia sebagai salah satu dari lima Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB, mempunyai hak veto untuk menolak atau menerima segala keputusan Dewan Keamanan PBB. Hal ini kemudian membuat masyarakat internasional bertanya-tanya bagaimana status kekuatan hukum internasional sebenarnya, jika hukum internasional yang dibuat bersama dengan menjunjung 4 Rosalyn Higgins, Problem and Process International Law and How We use it, Oxford

  University Press, England,1994, hlm. 246 tinggi prinsip persamaan antara negara-negara tidak tajam kepada negara-negara yang super power. Terkait dengan permasalahan tersebut sudah sepantasnya lah masyarakat internasional mulai memberi perhatian terhadap isu-isu terkait dengan tindakan negara-negara besar untuk ikut campur di dalam urusan dalam negeri negara lain dan berusaha untuk megambil wilayah negara tersebut untuk menjadi wilayah baru dinegaranya.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini, antara lain: 1.

  Mengapakah terjadi intervensi Rusia di Crimea? 2. Bagaimana pengaturan hukum internasional mengenai intervensi? 3. Bagaimana perspektif hukum international terhadap intervensi Rusia di

  Crimea? C.

   Tujuan Penulisan

  Tujuan dari penelitian serta penulisan skripsi ini antara lain adalah: 1.

  Untuk mengetahui alasan-alasan Rusia melakukan intervensi di Crimea 2. Untuk mengetahui pengaturan hukum Internasional mengenai

  Intervensi 3. Untuk mengetahui perspektif Hukum Internasional terakait dengan

  Intervensi yang dilakukan Rusia di Crimea Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.

  Secara Teoritis Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum secara khusus. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat hukum internasional maupun perangkat hukum nasional dalam kaitan dengan intervensi yang dilakukan suatu negara terhadap urusan dalam negeri negara lain apalagi jika intervensi tersebut sampai mengakibatkan suatu negara kehilangan wilayah negaranya.

2. Secara praktis

  Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi pemegang otoritas di dunia serta aparat- aparat hukum yang terkait di tiap-tiap negara mengenai isu intervensi yang dilakukan negara-negara besar dalam urusan dalam negeri negara lain.

D. Keaslian Penulisan

  Karya tulis ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman dari apa yang telah penulis pelajari selama mengikuti kompetisi The Philip C.

  

Jessup International Law Moot Court Competition 2015 . Penulis berupaya untuk

  menuangkan seluruh gagasan dengan sudut pandang yang netral dengan menguji isu mengenai intervensi Rusia di Crimea terkait dengan konlik internal di negara

  Ukraina, khususnya pro kontra yang ditinjau dari Piagam PBB, Konvensi Internasional, dan pandangan negara-negara di dunia.

  Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Intervensi Rusia di Crimea Dalam Persepektif Hukum Internasional” belum pernah ditulis sebelumnya.

  Khusus untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, keaslian penulisan ini ditunjukkan dengan adanya penegasan dari pihak administrator bagian/jurusan hukum internasional.

E. Tinjauan Kepustakaan

  Hukum Internasional dalam pembahasan sebenarnya adalah hukum internasional publik. Menurut Rebecca M.M Wallace, hukum internasional adalah peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu

  

  dengan yang lainnya. Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara antara negara dengan negara; negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek

   hukum bukan negara satu sama lain.

5 Rebecca M.M. Wallace, Pengantar Hukum International, diterjemahkan oleh Bambang

  Arumanadi, SH, Msc, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1993), hal. 1 6 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Binacipta, 1990), hal. 3

  Intervensi dapat diartikan sebagai turut campurnya sebuah Negara dalam urusan dalam negeri Negara lain dengan menggunakan kekuatan atau ancaman kekuatan, sedangkan intervensi kemanusiaan diartikan sebagai intervensi yang dilakukakan oleh komunitas internasional untuk mengurangi pelanggaran hak asasi manusia dalam sebuah Negara, walaupun tindakan tersebut melanggar

   kedaulatan Negara tersebut.

  Di dalam hukum internsional sendiri intervensi adalah perbuatan yang dilarang karena intervensi berakibat kepada pelanggaran terhadap kedaulatan negara yang merupakan norma fundamental dalam hukum internasional. Sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB yang mencerminkan prinsip non-intervensi dalam hukum internasional, mengatakan bahwa setiap negara dilarang untuk menggunakan kekuatan bersenjata dan ancaman kekerasan terhadap kemerdekaan politik, kedaulatan negara, dan kesatuan wilayah negara lain. Prinsip ini juga tercermin di berbagai konvensi hukum internasional seperti Helsinki Final Act 1975, Declaration on the

  

Inadmissibility of Intervention in the Domestic Affairs of States and the

Protection of Their Independence and Sovereignty 1965, Declaration on

Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Co-operation

Among States In Accordance with the Charter of the United Nations 1970, yang

  menetapkan larangan bagi negara-negara untuk melakukan intervensi di dalam urusan dalam negeri negara lain.

7 Bryan A. Garner ed., Black’s Law Dictionary , Seventh Edition, Book 1, West Group, ST. Paul, Minn,1999, hlm. 826.

  Dalam pembahasan isu hukum internasional tidak terlepas dari sumber- sumber hukum internasional yang termaktub dalam pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yaitu:

   a.

  international conventions, whether general or particular, establishing

  rules expressly recognized by the contesting states (Perjanjian-Perjanjian

  Internasional); b. international custom, as evidence of a general practice accepted as law

  (Hukum kebiasaan internasional); c.

  the general principles of law recognized by civilized nations (Prinsip- prinsip umum hukum internasional); d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings

  of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law . (Putusan-putusan pengadilan

  internasional dan ajaran-ajaran para sarjana terkemuka).

F. Metode Penelitian

  Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabakan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan sebagai berikut : 1.

  Jenis Pendekatan Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis pendekatan dalam penelitian, yaitu pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan 8 Statuta Mahkamah Internasional (1945), pasal 38 ayat (1) yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data yang diambil langsung dari lapangan, sedangkan pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan dengan data sekunder atau data yang berasal dari kepustakaan (dokumen). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif karena yang hendak diteliti dan dianalisa melalui penelitian ini adalah intervensi Rusia di Crimea dalam perspektif hukum internasional.

2. Data Penelitian

  Sumber data dari penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library

  

research ). Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap berbagai macam sumber

  

  bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu: a. bahan hukum primer (primary resource atau authoritative records), yaitu:

  Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah berbagai konvensi dan perjanjian internasional seperti Piagam PBB, Helsinki

  

Final Act 1975, Declaration on the Inadmissibility of Intervention in the

Domestic Affairs of States and the Protection of Their Independence and

Sovereignty 1965, Declaration on Principles of International Law Concerning

Friendly Relations and Co-operation Among States In Accordance with the

Charter of the United Nations 1970 serta berbagai putusan internasional maupun

nasional dan resolusi lainnya.

  b.

  Bahan Hukum Sekunder (secondary resource atau not authoritative 9 records ) yaitu:

  Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet.Kedua, (Jakarta: Penerbit Rajawali, 1986), hal. 15 Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer. Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang isu pengungsi serta perdebatan status hukum dan perlindungan bagi orang-orang yang terpaksa mengungsi karena bencana alam yang ditinjau dari sudut pandang hukum internasional seperti literatur, hasil-hasil penelitian, makalah-makalah dalam seminar, dan lain-lain.

  c.

  Bahan Hukum Tersier (tertiary resource), yaitu: Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup kamus bahasa untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan beberapa literatur asing.

3. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data dilakukan dengna cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan serta jurnal-jurnal hukum.

  Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : a.

  Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

  b.

  Melakukan penulusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan. c.

  Mengelompokkan data-data yang relevan dengaan permasalahan.

  d.

  Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

  4. Analisis Data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, akan dianalisis dengan

  

  menggunakan metode-metode sebagai berikut: a.

  Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir.

  b.

  Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.

  c.

  Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi) antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.

  G. Sistematika Pembahasan

10 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta: Penerbit

  PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 10-11

  Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (lima) bab yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

  Bab I Bab I adalah Bab Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang pemilihan judul, dimana penulis melihat kelemahan dalam hukum internasional yang berat sebelah kepada negara-negara besar ditinjau dengan isu intervensi Rusia di Crimea, bab ini diikuti dengan perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan yang terakhir yaitu sistematika pembahasan.

  Bab II Di dalam bab ini, akan dibahas latar belakang intervensi Rusia di Crimea, dimulai dengan menelusuri hubungan historis, politik, sosial dan kebudayaan antara Rusia dengan Crimea, dan pembelaan Rusia terhadap tindakan intervensi yang dilakukannya.

  Bab III Bab III membahas mengenai pengaturan hukum internasional mengenani Intervensi. Dimulai dengan membahas definisi intervene menurut hukum internasional, pengaturan mengenai prinsip non-intervensi di dalam piagam PBB dan konvensi- konvensi internasional seperti Helsinki Final Act 1975,

  Declaration on the Inadmissibility of Intervention in the Domestic Affairs of States and the Protection of Their Independence and Sovereignty 1965, Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Co-operation Among States In

  Accordance with the Charter of the United Nations 1970, dan

  dibahas pula mengenai intervensi yang dibenarkan dalam hukum internasional.

  Bab IV Bab ini membahas mengenai perspektif hukum internasional terhadap intervensi Rusia di wilayah Ukraina. Bagaimana pandangan hukum internasional menganai alasan Rusia melakukan intervensi dan pembelaan Rusia terhadap intervensi yang dilakukannya dibandingkan dengan prinsip-prinsip dalam hukum internasional dan fakta-fakta hukum yang tersedia. Juga akan disajikan bagaimana tanggapan komunitas internasional terhadap intervensi Rusia, mulai dari NATO, Uni Eropa, hingga pernyataan sikap negara-negara dunia baik mendukung maupun menentang tindakan intervensi Rusia tersebut.

  Bab V Bab ini adalah bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan akan mencakup isi dari semua pembahasan ada bab-bab sebelumnya. Sedangkan saran mencakup gagasan dan usulan dari penulis terhadap permasalahan yang dibahas pada skripsi ini berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya.