BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki tujuan agar tercapainya
kemakmuran dan kesejahteraan secara merata dalam tiaplapisan masyrakatnya. Dimana usaha dalam mencapai kemakmuran dan kesejahteraan secara merata tersebut diadakannya pembangunan. Oleh karena itu hasil-hasil dari pembangunan harus dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Keberhasilan pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat yang
dimana berarti pembangunan harus dilaksanakan oleh segenap lapisan rakyat.
Untuk pencapaian tujuan tersebut pembangunan sedang giatnya dilakukan dalam segala bidang, baik dalam bidang fisik ataupun non fisik. Pembangunan dalam bidang non fisik salah satunya adalah meliputi peningkatan kualitas sumber daya manusia,sehingga mereka dapat lebih mengoptimalkan kemampuan dalam pembangunan yang mencapai suatu keberhasilan. Sedangkan, pembangunan dibidang fisik adalah meliputi pembangunan dan perbaikan saran dan prasarana umum yang bertujuan melaksanakan tugasnya.
Salah satu bentuk realisasi dari pembangunan fisik seperti pelabuhan, jalan layang, jembatan, gudang, perumahan (permukiman), rumah susun, hotel, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Dalam proses proyek pelaksanaan pembangunan terdapat para pihak seperti pemberi tugas (bouwheer) dan pemborong. Pada umumnya pemberi tugas pada proses proyek pelaksanaan ini adalah Pemerintahan dan pihak pemborongnya merupakan berasal dari Perusahaan Rekanan.
1 F.X Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, cet. 3, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995, hlm. 1.
Pemerintahan yang melaksanakan perjanjian ini adalah merupakan instansi pemerintahan yang bekerja di pekerjaan umum yang dinamakan Kementerian Pekerjaan Umum. Kementrian Pekerjaan Umum ini merupakan suatu instansi pemerintahan yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan dibidang pekerjaan umum dalam pemerintah untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Tugas tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Pekerja Umum.
Kementrian Pekerjaan Umum ini bekerja dalam infrastruktur dan pemukiman dalam pemerintahan. Instansi ini berperan penting dalam proses pelaksanaan suatu proyek pembangunan infrastruktur di negara Indonesia ini. Kementerian Pekerjaan Umum ini membawahi beberapa departemen yang disebut dengan Balai, yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan, Balai Peningkatan Keahlian, Balai Besar wilayah Sungai, Balai Wilayah Sungai, Balai Bendungan, Balai Besar Pelaksanaan Jalan, Balai Pelaksanaan Jalan, Balai Informasi Penataan Ruang. Balai inilah yang merupakan pelaksana langsung untuk melaksanakan proyek-proyek dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Dalam setiap proyek yang dilakukan untuk membangun infrastruktur ini terdapat peraturan-peraturan yang mengatur dan mengikat bagaimana tata cara pelaksanaan proyek tersebut. Peraturan-peraturan tersebut sesuai dengan bidang apa yang dikerjakan dalam proyek tersebut. Namun ada juga peraturan secara umum yang dimiliki oleh Kementrian Pekerjaan Umum yaitu Peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Pekerja Umum. Dimana Peraturan Menteri tersebut mengatur tentang organisasi dan tata kerja Kementrian pekerjaan Umum. Dalam pelaksanaan proyek Kementrian Pekerjaan Umum ini biasanya menjadi pihak yang menjadi pemberi tugas.
Perusahaan Rekanan merupakan Pemborong/Kontraktor Bangunan yang dapat berupa perusahaan-perusahaan yang bersifat perorangan yang berbadan hukum atau badan hukum yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan. Perusahaan Rekanan tersebut dapat berupa PT atau CV ataupun perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum lainnya. Dalam pelaksanaan proyek pada umumnya Perusahaan Rekanan ini menjadi pihak pemborong.
Kementrian Pekerjaan Umum sebagai pemberi tugas (bouwheer) dan Perusahaan Rekanan yang merupakan pemborong dalam melaksanakan proses proyek ini terikat dalam suatu perjanjian. Dimana dalam perjanjian ini para pihak saling mengikatkan diri, dengan masing-masing mempunyai hak dan kewajibannya sendiri-sendiri. Kewajiban utama dari pihak pemborong adalah melaksanakan perkerjaan sementara kewajiban utama dari pihak
bouwheer adalah membayar uang borongan (dalam sistem fee dan sistem turn key) atau
membiarkan para pihak kontraktor memungut hasil (dalam sistem BOT) ataupun
melakukan hal-hal lain dari tipe-tipe kontruksi yang lagi.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih menurut Pasal 1313 dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (disingkat KUH Perdata). Kontrak atau perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana seseorang berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu.
Pada pasal-pasal KUHPerdata terdapat suatu yang berkenaan dengan perjanjian 2 yang dilakukan para pihak yang dilakukan seperti Kementrian Pekerjaan Umum dengan 3 Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Bandung: Citra Aditya Bakti,1998, hlm.13.
Ahmad Mirudi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak,cet.4, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011, hlm.1. Perusahaan Rekanan. Dalam Bab VII A tepatnya pasal 1604 sampai dengan 1617, yang dimana bab ini mengatur tentang perjanjian melakukan pekerjaan, yang membagi perkerjaan ke dalam 3 kategori, yaitu perjanjian kerja (perburuhan), perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu, perjanjian pemborongan pekerjaan. Ketiga perjanjian tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa pihak yang satu melakukan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan menerima upah.
Adapun perbedaan antara perjanjian pekerjaan kerja dengan perjanjian pemborongan dan perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu yaitu bahwa dalam perjanjian kerja terdapat unsur subordinasi, sedang pada perjanjian pemborongan dan perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu ada koordinasi. Mengenai perbedaan antara perjanjian pemborongan dan perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu, yaitu bahwa dalam perjanjian pemborongan berupa mewujudkan suatu karya tertentu sedangkan dalam perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu berupa melaksanakan tugas tertentu yang ditentukan sebelumnya.
Perjanjian yang dilakukan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perusahaan Rekanan ini adalah termasuk kedalam kategori yang terakhir yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan. Dimana perjanjian tersebut yang merupakan mewujudkan suatu karya tertentu.
Menurut Pasal 1601 b KUHPerdata, Pemborongan Pekerjaan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya dua pihak yang terikat dalam perjanjian pemborongan yaitu Pihak Kesatu disebut pihak yang memborongkan atau prinsipal (Bouwheer, Kepala Kantor, Satuan Kerja, Pemimpin Proyek); Pihak kedua disebut Pemborong atau Rekanan, Kontraktor.
Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormvrij) artinya perjanjian pemborongan dapt dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam prakteknya, apabila perjanjian pemborongan yang menyangkut harga borongan kecil bisanya perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan perjanjian pemborongan yang menyangkut harga borongan yang agak besar maupun besar, biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara tertulis baik dengan akta di bawah tangan atau dengan akta autentik (akta notaris)
Perjanjian pemborongan pada proyek-proyek pemerintah harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk perjanjian standar artinya perjanjian pemborongan (Surat Perintah Kerja dan Surat Perjanjian Pemborongan) dibuat dalam bentuk model-model formulir tertentu yang isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang memborongkan berdasarkan pada peraturan standar/buku yaitu A.V 1941.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk membuat skripsi berjudul “Tinjaun Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Kontruksi antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air dengan Perusahaan Rekanan (Studi di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)”. Judul tersebut memiliki makna bahwa analisis terhadap Perjanjian Pemborongan yang dikhususkan terhadap proses pelaksanaan sesuai dengan ketentuan hukum berlaku, pertanggungjawaban serta proses penyelesaian permasalahan perjanjian pemborongan yang dilakukan oleh instansi pemerintahan Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air yang akan dijabarkan lebih lanjut lagi pada bab-bab berikutnya.
Perundang-undangan Indonesia mengenal sejumlah peraturan yang mengatur tentang perjanjian pemborongan yang tercantum dalam KUH Perdata dalam pasal 1604 sampai dengan 1617 dan peraturan-peraturan khusus yang dibuat pemerintah seperti A.V 1941 dan juga undang-undang khusus yang dibuat seperti Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan sebagainya.
Peraturan-peraturan tersebut terbagi dalam dua bagian, bagian yang pertama yang berkaitan dengan peraturan-peraturan yang bersifat hukum publik yang berkaitan dengan prosedur pelelangan (aanbestedingsprosedure), yaitu ketentuan-ketentuan yang berlaku sebelum terjadinya kontrak (precontratuale fase). Ketentuan-ketentuan ini di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah dan berlaku bagi pemberlakuan perjanjian pemborongan pekerjaan yang dilakukan instansi pemerintah maupun swasta yang terjadi melalui pelelangan. Bagian kedua tersebut dari peraturan tersebut menyangkut peraturan-peraturan
mengenai perjanjiannya, sehingga bersifat keperdataan.
Pada umumnya ketentuan-ketentuan tersebut mengatur mengenai hak dan kewajibam dari pemborong(perusahaan rekanan/kontraktor) dan pemberi tugas (Kementrian Pekerjaaan Umum/bouwheer) serta ketentuan adminisrtatif yang harus diperhatikan dengan baik pada waktu membuat perjanjian, mulainya perjanjian, pelaksanaan perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
4 Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan,cet 2,Liberty, Yogyakarta,2003, hal.1.
B.
Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Kementrian
Pekerjaan Umum Pemprovsu dengan Perusahaan Rekanan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban para pihak dalam proses pelaksanaan perjanjian pemborongan
3. Bagaimana penyelesaian perselisihan yang timbul akibat perjanjian pemborongan C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.
Tujuan Penulisan Tujuan yang dapat diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a) Untuk mengetahui apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan antara
Kementrian Pekerjaan Umum Pemprovsu dengan Perusahaan Rekanan sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
b) Untuk mengetahui tanggungjawab para pihak dalam proses pelaksanaan perjanjian pemborongan pengadaan barang dan jasa c) Untuk mengetahui cara para pihak dalam menyelesaikan perselisihan yang dapat timbul dari perjanjian pemborongan pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang terdapat dalam penulisan skripsi ini selain adanya tujuan yaitu sebagai berikut : a)
Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi perkembangan ilmu hukum secara umum.
b) Untuk mengetahui secara nyata perkembangan perjanjian pemborongan.
c) Dengan adanya penulisan skripsi ini dapat memberikan informasi yang diperlukan bagi masyrakat yang masih awam mengenai perjanjian pemborongan.
D.
Keaslian Penulisan Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dipilih suatu materi mengenai
“Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air dengan Perusahaan Rekanan (Studi di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)”. Dalam proses pengajuan skripsi ini harus didaftarkan terlebih dahulu kebagian hukum perdata dan disahkan oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan maka atas dasar tersebut bahwa judul yang telah diangkat beserta pembahasan yang terdapat didalamnya belum pernah ada penulisan sebelumnya dan merupakan karya ilmiah yang memang benar atau dibuat tanpa menjiplak dari skripsi lain, khususnya pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sehingga dapat dipertanggungjawabkan keaslian penulisannya.
E.
Tinjauan Kepustakaan Kementrian Pekerjaan Umum adalah suatu instansi pemerintahan yang bekerja dalam bidang pembangunan infrastruktur di negara Indonesia. Dimana instansi pemerintahan ini diatur oleh Peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM.
Perusahaan Rekanan merupakan Pemborong/Kontraktor Bangunan yang dimana berupa perusahaan-perusahaan yang bersifaat perorangan yang berbadan hukum atau badan hukum yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan. Perusahaan rekanan tersebut misalnya, Perseroan dan CV.
Perjanjian dalam Bahasa Belanda disebut dengan overeekomst. Perjanjian menurut KUHPerdata dalam Pasal 1313 adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Dalam Bab VII A KUH Perdata mengatur tentang perjanjian melakukan pekerjaan, yang membagi perkerjaan ke dalam 3 kategori, yaitu perjanjian kerja (perburuhan), perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu, perjanjian pemborongan pekerjaan.
Perjanjian Pemborongan menurut pasal 1601 b KUH Perdata adalah perjanjian dengan mana pihak satu, (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain,(yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Menurut Wirjono Prodjodikoro arti kata dari persetujuan pemborongan kerja disebutkan dalam pasal 1601 b tersebut sebagai suatu persetujuan, dalam mana pihak satu, si pemborong (aannemer) berjanji guna pihak lain, yang memborongkan (annbesteder),akan
menyelenggarakan suatu pekerjaan tertentu (bepaald werk) dengan suatu upah tertentu.
Perjanjian pemborongan ini bersifat konsesuil artinya perjanjian pemborongan itu ada lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong mengenai suatu pembuatan karya dan harga borongan/kontrak.
Menurut definisi tersebut dapat dikatakan bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja yaitu, pihak kesatu disebut bouwheer atau pemberi tugas atau instansi pemerintahan dan pihak kedua disebut pemborong atau rekanan (perusahan rekanan) atau kontraktor.
F.
Metode Penulisan Sudah merupakan ketentuan dalam hal penyusunan serta penulisan karya ilmiah atau skripsi harus berdasarkan pada data yang diperoleh secara objektif dan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah 5 yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Penerbit Sumur,Bandung,1981, hal.89 mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga diadakan pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam
gejala yang bersangkutan.
Jenis penelitian dan metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) adalah merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder saja. Penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan normatif dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi yang secara menyeluruh yang bersifat normatif baik dari bahan hukum primer, sekunder
ataupun tersier.
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dari peraturan perundang-undangan yaitu, Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2011, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Bahan hukum sekunder merupakan buku hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan pendapat para ahli.
Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Pengumpulan data merupakan landasan utama dalam menyusun skripsi, didasarkan 6 atas suatu penelitian penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press,Jakarta,1986,hal.43 Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji , Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT Grafindo 8 Persada, Jakarta. 2003, hal 13-14 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2004, hal. 122.
a) Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Dengan hal ini penulis mencari serta mengumpulkan serta mempelajari data dengan melakukan penelitian atas sumber-sumber atau beberapa literatur berupa buku-buku ilmiah, peraturan perundang-undangan, dokumentasi lainnya seperti koran, majalah serta sumber-sumber teoritis ilmiah lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan analisis terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.
b) Penelitian Lapangan (Field Research) dalam bentuk studi kasus
Penulis melakukan studi kasus terhadap permasalahan yang dihadapi dalam proses pelaksanaan perjanjian pemborongan, sebagai melengkapi bahan yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan yang disebutkan di atas.
G.
Sistematika Penulisan Dalam suatu karya ilmiah khususnya penulisan skripsi, sistematika penulisan merupakan bagian yang sangat penting, karena dengan sistematika penulisan ini maka pembahasannnya akan dapat diarahkan untuk menjawab masalah-masalah dan membuktikan kebenaran hipotesanya. Kemudian agar memudahkan isi dari skripsi ini, maka sistematika penulis ini disusun secara menyeluruh mengikat kerangka dasarnya yang dibagi dalam beberapa bab serta sub bab secara berurutan, sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Umum Tentang Perjanjian, dalam bab ini menerangkan ruang lingkup perjanjian, pengertian perjanjian, jenis-jenis perjanjian, subyek dan syarat sahnya perjanjian, berakhirnya perjanjian.
Bab III Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pemborongan, dalam bab ini menerangkan pengertian perjanjian pemborongan, peraturan hukum yang mengatur perjanjian pemborongan, pihak dalam perjanjian pemborongan, hak dan kewajiban dalam perjanjian pemborongan, berakhirnya perjanjian pemborongan.
Bab IV Perjanjian Pemborongan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air dengan Perusahaan Rekanan Menurut Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, dalam bab ini menerangkan tentang proses pelaksanaan, proses pembuatan perjanjian pemborongan, tahap pelaksanaan kontrak, pra kontrak, tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan, penyelesaian perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian yang dimana hal tersebut dilakukan antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air dengan Perusahaan Rekanan.
Bab V Kesimpulan dan Saran, dalam bab terakhir ini akan dibahas kesimpulan dari analisa bab-bab sebelumnya, selanjutnya saran-saran terhadap hasil analisa pada bab sebelumnya.