BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Terjemahan Alat Kohesi Pada Teks Hikayat Raja-Raja Pasai Dalam Bahasa Inggris The Chronicle Of The Kings Of Pasai

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Penerjemahan karya sastra bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Karena kegiatan ini tidak hanya melibatkan bahasa, tetapi juga menyangkut masalah budaya.

  Seorang penerjemah karya sastra selain harus menguasai aspek-aspek kebahasaan antara kedua bahasa baik bahasa sumber (BSu) maupun bahasa sasaran (BSa) juga harus didukung dengan pemahaman budaya yang baik antara kedua bahasa tersebut. Dengan menguasai aspek-aspek kebahasaan dan didukung pemahaman budaya, seorang penerjemah karya sastra mampu menyampaikan pesan teks sumber sesuai dengan konteks dan situasi budaya bahasa sasaran. Salah satu terjemahan karya sastra yang mengandung unsur budaya adalah Hikayat Raja-Raja Pasai.

  Hikayat Raja-Raja Pasai dipilih sebagai objek kajian penelitian ini dengan

  beberapa alasan. Pertama, Hikayat Raja-Raja Pasai mengandung nilai kearifan lokal budaya Melayu dan ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu. Kedua, Hikayat Raja-

  

Raja Pasai menggunakan sistem gramatika yang berbeda dengan sistem gramatika pada

  BSa. Ketiga, Hikayat Raja-Raja Pasai menggunakan kaidah atau struktur alat kohesi yang berbeda dengan kaidah atau struktur alat kohesi BSa. Keempat, Hikayat Raja-Raja

  

Pasai dikomunikasikan dengan bentuk gramatika dan kosa kata yang alamiah dalam

  BSa. Dengan demikian, pembaca BSa dapat memahami pesan dari teks tersebut karena maksud dan pesan dikomunikasikan secara alamiah dan berterima dengan konteks situasi serta budaya BSa. Jika hal ini tidak terjadi, maka karya terjemahan diangggap sebagai bacaan yang tidak alamiah dan tidak berterima (Al farisi, 2011: 4).

  Karya terjemahan dikatakan berterima, jika karya tersebut menggunakan kaidah dan struktur yang berlaku dalam BSa. Hal ini juga berkaitan dengan pemilihan kata dan istilah dalam BSa. Jika penerjemah menggunakan kata-kata yang kurang alamiah dibaca atau didengar oleh pembaca BSa, maka terjemahan tersebut tidak memenuhi konsep keberterimaan suatu terjemahan. Keberterimaan teks terjemahan berhubungan dengan pembaca teks tersebut. Pembaca akan memahami penggunaan bahasa secara alamiah sesuai dengan situasi yang melingkupi teks tersebut melalui rangkaian kalimat pembentuk teks. Jika rangkaian kalimat tersebut tidak bisa saling berhubungan dan bahkan tidak alamiah bagi pembaca teks tersebut maka teks terjemahan yang dihasilkan dapat dikatakan tidak berterima. Oleh karena itu, dalam suatu teks terjemahan penerjemah harus mampu untuk merangkai kalimat sedemikian rupa tanpa mengurangi makna yang terkandung di dalamnya agar maksud dari kalimat tersebut bisa diterima dan dipahami oleh pembacanya.

  Salah satu komponen penting dalam memahami teks adalah kohesi. Kohesi menghubungkan dan membentuk keutuhan serta kepaduan sebuah teks. Menurut Gerot dan Wignell (1996:170) kohesi merupakan “the resources within language that provide

  

continuity in a text”. Kohesi sebagai komponen pembentuk teks menghubungkan

  komponen yang satu dengan komponen yang lainnya sehingga terbentuk pemahaman yang saling berkesinambungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Halliday dan Hasan (1976: 48) bahwa kohesi merupakan “a semantic one; it refers to relations of meaning

  

that exist within the text, and that define it as a text” . Kohesi membentuk satu kesatuan

  makna diantara klausa dan kalimat di dalam teks. Hal ini juga berlaku dalam teori LSF yang memandang klausa sebagai sumber makna. Berdasarkan teori ini, dalam klausa terkandung tiga makna metafungsi yaitu klausa berfungsi sebagai representasi pengalaman disebut makna ideasional, klausa berfungsi sebagai proses interaksi antara penulis dan pembaca disebut makna interpersonal dan klausa berfungsi sebagai pesan disebut makna tekstual. Kohesi merupakan bagian dari fungsi makna tekstual yang memandang klausa sebagai pesan. Klausa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah klausa berdasarkan pandangan LSF oleh Halliday (1985; 1994; 2004).

  Menurut Eggins (2004:255-256) klausa terbagi dalam dua bentuk yaitu klausa simpleks dan klausa kompleks. Istilah klausa simpleks setara dengan kalimat sederhana dan klausa kompleks setara dengan kalimat majemuk. Klausa simpleks terdiri atas satu struktur dengan satu verba utama, sedangkan klausa kompleks terdiri atas dua struktur atau lebih dengan dua verba atau lebih yang dihubungkan dengan alat konjungsi. Keberadaan konjungsi pada sebuah klausa dapat menyebabkan klausa tersebut menjadi kompleks sehingga klausa tersebut sulit untuk dipahami. Hal ini senada dengan penda- pat Nababan (2003:73) bahwa kalimat kompleks lebih sulit dipahami daripada kalimat simpleks, karena kalimat kompleks mengandung lebih dari satu gagasan yang dirangkum dalam satu kalimat dan dihubungkan dengan menggunakan alat kohesi. Dalam hal ini, Halliday dan Hasan (1976:6) membagi alat kohesi menjadi dua bentuk yaitu alat kohesi gramatikal (grammatical cohesive devices) dan alat kohesi leksikal

  

(lexical cohesive devices). Penelitian ini menganalisis terjemahan alat kohesi gramma-

  tikal pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai.

  Dalam sebuah hikayat, alat kohesi digunakan untuk membuat tulisan tersebut lebih utuh dan mudah dipahami. Pembaca dapat memahami teks dengan mudah melalui rangkaian kalimat pembentuk teks. Jika rangkaian kalimat tersebut saling berhubungan dan lazim bagi pembaca teks, maka teks yang dihasilkan dapat dikatakan berterima. Namun, jika rangkaian kalimat tersebut tidak saling berhubungan dan bahkan tidak lazim bagi pembaca teks, maka teks yang dihasilkan dapat dikatakan tidak berterima.

  Oleh karena itu, penerjemah harus mengungkapkan pesan sesuai dengan kaidah dan struktur BSa agar maksud dan rangkaian kalimat dari teks tersebut dapat diterima dan dipahami oleh pembacanya. Selain itu, penerjemah juga harus mengkomunikasikan makna alat kohesi secara cermat sesuai dengan kaidah dan struktur BSa. Hal ini dikarenakan setiap bahasa memiliki alat kohesi tersendiri dan keunikan dalam pemakaian alat kohesi tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Dooley dan Levinson (2001:27) bahwa each language will of course have its own range of devices which can

  

be used for cohesion . Setiap bahasa memiliki alat kohesi tersendiri dalam

  mengungkapkan kekohesifan sebuah teks. Misalnya, dalam penelitian ini adanya perbedaan kaidah dan struktur alat kohesi serta keunikan penggunaan alat kohesi antara bahasa Melayu dan bahasa Inggris. Oleh karena itu, penyesuaian kaidah alat kohesi perlu dilakukan untuk menghasilkan suatu terjemahan yang alamiah yaitu terjemahan yang mampu dipahami oleh pembaca BSa karena diungkapkan dengan menggunakan bentuk grammatika dan kosa kata yang sesuai dengan kaidah BSa. Jika penerjemah salah mengkomunikasikan makna alat kohesi, maka hal ini akan mempengaruhi pemahaman pembaca. Dengan demikian, perubahan makna alat kohesi dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam menyampaikan pesan kepada pembaca.

  Terkait dengan penerjemahan pada tataran teks, kohesi juga merupakan suatu kendala. Hal ini sesuai dengan pendapat Newmark (1987:295) bahwa the topic of

  

cohesion has always appeared to me the most useful constituent of discourse analysis or

text linguistics applicable to translation. Kohesi merupakan hal yang selalu muncul

  terkait dengan pertautan makna dalam teks terjemahan. Apabila alat kohesi dihilangkan dalam sebuah teks, maka dapat mengakibatkan pertautan komponen-komponen dalam teks menjadi tidak alamiah dan maknanya kabur. Tautan makna dalam teks terjemahan semakin padu jika menggunakan alat kohesi Dengan demikian, untuk memahami teks terjemahan, alat kohesi sebagai salah satu komponen penting. Alat kohesi menghubungkan antarbagian teks dan membuat teks menjadi kohesif, sehingga teks tersebut dapat dipahami dengan baik. Berikut ini beberapa contoh terjemahan alat kohesi antara BSu dan BSa:

  Data 029: Alat kohesi Referensi berbeda antara BSu dan BSa:

  Data Bahasa Teks Kategori 029 dan Bentuk Alat Kohesi BSu

  Maka dilihat olēh Tuan Puteri Gemerencang rupa segala anak raja-raja yang Sembilan puloh Referensi sembilan itu, saorang pun tiada berkenan pada Persona

  Ia dan dia hatinya; maka demi terlihat kepada tulis rupa Tun Abdul Jalil itu, maka Tuan Puteri itu pun hairan ia melihat dia. (HRRP, 1914:93))

  

BSa Princess Gemeranchang looked through the por- Referensi

traits of the ninetynine princes; none of them Persona

  He dan she took her fancy, but when she saw the portrait of Tun Abdul Jalil, she was amazed how handsome he looked. (TCOTKOTP, 1961: 153).

  Data diatas menunjukkan perbedaan pengunaan alat kohesi antara BSu dan BSa dari segi sistem referensi. BSa membedakan penggunaan referensi he dan she berdasarkan gender, sedangkan pada BSu referensi ia dan dia sama sekali tidak menunjukkan adanya perbedaan penggunaan referensi tersebut. Referensi he dalam klausa BSa but when she saw the portrait of Tun Abdul Jalil, she was amazed how

  

handsome he looked merupakan referensi bagi penutur laki-laki, sedangkan referensi

she merupakan referensi bagi penutur perempuan. Dengan demikian, hal ini

  menunjukkan adanya perbedaan penggunaan alat kohesi antara BSu dan BSa dari segi tata bahasa khususnya sistem referensi. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu adanya perbedaan tata bahasa dari segi sistem referensi antara BSu dan BSa. Terkait dengan pengacuan referensi dalam teks, referensi dia dan ia pada BSu secara anaforik mengacu pada Puteri Gemerenchang dan Tun Abdul Jalil. Hal ini juga berlaku pada referensi she dan he dalam BSa yang secara anaforik sama-sama mengacu pada Puteri Gemerenchang dan Tun Abdul Jalil.

  Dari segi sistem sintaksis klausa BSu dan BSa, penerjemah menggunakan prosedur modulasi. Penerjemah menyampaikan makna dan pesan dengan sudut pandang yang berbeda. Walaupun penerjemah mengkomunikasikan pesan menggunakan sistem gramatika BSa. Klausa BSu

  maka dilihat olēh Tuan Puteri Gemerencang rupa segala

anak raja-raja yang sembilan puloh sembilan itu berstruktur P-S dan klausa BSa

Princess Gemeranchang looked through the portraits of the ninetynine princes

  berstruktur S-P. Dengan demikian terdapat perubahan struktur klausa antara BSu dan BSa. Klausa BSu berstruktur P-S menjadi klausa berstrukur S-P pada BSa. Terjemahan klausa berstruktur P-S pada BSu menjadi klausa berstruktur S-P pada BSa tidak mengakibatkan perubahan makna pada BSa namun memperjelas terjemahan karena klausa berstruktur S-P berfungsi untuk memperjelas pelaku yang terlibat dalam pembicaraan dan bukan menekan persitiwa ataupun kejadian pada BSu.

  Selain itu, penerjemah mengubah struktur pada BSa dengan tujuan untuk menghasilkan terjemahan yang sesuai dengan sistem gramatika BSa dan penerjemah melakukan perubahan pola untuk memperjelas subjek ataupun pelaku sehingga pembaca dapat memahami terjemahan dengan baik. Dengan kata lain, terjemahan klausa BSa sudah sesuai dan berterima dengan sistem gramatika BSa, sehinga terjemahan mudah dipahami oleh pembaca BSa.

  Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa BSu dan BSa memiliki alat kohesi yang berbeda dan keunikan dalam menggunakan alat kohesi. Hal ini dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Penerjemah mengkomunikasikan alat kohesi sesuai dengan sistem gramatika BSa.

  Data 043: Penerjemah salah mentafsirkan makna alat kohesi pada TSa

  Data Bahasa Teks Kategori 043 dan Bentuk Alat Kohesi

  BSu Satelah itu, maka lalulah kelengkapan itu ka ta- nah darat menaklokkan negeri Sambas dan Referensi Mempauh dan Sukadana. Maka lalulah ia ka Demonstratif Kota Waringin kemudian lalulah ia ka Banjar- Itu dan itu masin. Kemudian pula lalulah ia Pasir dan Ku- tai dan ka-B.ru.m.k. Maka sakalian negeri itu pun habislah ta'alluq kapada zaman itu, ta'al- luqlah ia Majapahit. Sakalian negeri itu membe- ri ufti kapada Ratu Majapahit. Maka ada kira- kira dua musim angin. (HRRP, 1914: 101)

  

BSa Then the fleet moved to the north and reduced Referensi

Sambas, Mempauh and Sukadana. Then it went Demonstratif to Kota Waringin and after that to Banjarmas- These dan sin. Next, a visit was made to Pasir, Kutai and This Berau. All these places were subdued during this period and made subject to Majapahit. To the king of Majapahit they all sent tribute. There was an interval of about two seasons of the wind.

  (TCOTKOP, 1961:160) Data diatas menunjukkan adanya kesalahan penerjemah dalam menafsirkan makna alat kohesi demonstratif dari BSu ke dalam BSa. Di dalam BSu, digunakan referensi demonstratif itu yang bertujuan untuk menyatakan bahwa negeri yang diacu tersebut jauh dari penutur, atau menunjukkan peristiwa pada masa yang lampau dalam kata

  

zaman itu , sedangkan dalam BSa diterjemahkan menjadi this dan these yang berarti

  acuan dekat dengan penutur. Dengan demikian penerjemah salah dalam mengamati makna acuan alat kohesi referensi demonstratif itu. Terkait dengan pengacuan referensi dalam teks, referensi demonstratif itu mengacu pada negeri Sambas, Mempauh

  

Sukadana dan zaman Majapahit. Hal ini juga berlaku pada referensi this dan these

  dalam BSa yang secara anaforik sama-sama mengacu pada negeri Sambas, Mempauh Sukadana, dan zaman Majapahit.

  Dari sistem sintaksis klausa TSu dan TSa, penerjemah menggunakan prosedur modulasi. Penerjemah menyampaikan makna dan pesan dengan sudut pandang yang berbeda. Walaupun penerjemah mengkomunikasikan pesan menggunakan sistem gramatika BSa, penerjemah menyampaikan makna dan pesan secara akurat dengan menggunakan sistem gramatika BSa. Klausa TSu Satelah itu, maka lalulah kelengkapan

  

itu ka tanah darat menaklokkan negeri Sambas dan Mempauh dan Sukadana

  berstruktur P-S sedangkan klausa TSa Then the fleet moved to the north and reduced

  

Sambas, Mempauh and Sukadana. berstruktur S-P. Dengan demikian terdapat

  perubahan struktur klausa antara BSu dan BSa. Klausa BSu berstruktur P-S menjadi klausa berstrukur S-P pada BSa. Terjemahan klausa berstruktur P-S pada BSu menjadi klausa berstruktur S-P pada BSa tidak mengakibatkan perubahan makna pada BSa dan memperjelas terjemahan karena klausa berstruktur S-P berfungsi untuk memperjelas pelaku yang terlibat dalam pembicaraan dan bukan menekan persitiwa ataupun kejadian pada TSu.

  Selain itu, penerjemah mengubah struktur pada BSa dengan tujuan untuk menghasilkan terjemahan yang sesuai dengan sistem gramatika BSa dan penerjemah melakukan perubahan pola untuk memperjelas subjek atau pelaku sehingga pembaca dapat memahami terjemahan dengan baik. Dengan kata lain, terjemahan klausa BSa sudah sesuai dan berterima dalam hal pentransferan makna dan sistem gramatika BSa, sehinga terjemahan mudah dipahami oleh pembaca BSa.

  Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemah kurang cermat mengamati makna acuan alat kohesi demonstratif itu yang sebaiknya diterjemahkan menjadi that atau those. Penerjemah mentransfer makna klausa dengan tepat menyesuaikan dengan sistem gramatika BSa.

  Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini difokuskan pada bentuk-bentuk alat kohesi grammatikal pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The

  

Chronicle of the Kings of Pasai, perbedaan penggunaan alat kohesi referensi dan

  konjungsi pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannnya The Chronicle of the

  

Kings of Pasai , karena teks ini banyak ditemukan klausa yang mengandung alat kohesi

  grammatikal yang berbeda antara BSu dan BSa. Terjemahan alat kohesi grammatikal pada klausa yang digunakan dalam hikayat tersebut diidentifikasi, diklasifikasi dan dianalisis menggunakan teori LSF oleh Halliday (1995, 1998, 2004), dan konsep kohesi grammatikal dalam bahasa Inggris oleh Halliday dan Hasan (1976). Selain itu, penelitian ini juga menilai tingkat keberterimaan terjemahan alat kohesi dalam hikayat berdasarkan parameter penilaian keberterimaan terjemahan oleh Nababan (2012). Teks

  

Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai dikaji

  berdasarkan bentuk alat kohesi grammatikal, faktor penyebab perbedaan alat kohesi dan tingkat keberterimaan terjemahan.

1.2 Batasan Masalah Pembatasan masalah perlu dilakukan agar penelitian ini tidak terlalu luas.

  Penelitian ini difokuskan pada bentuk-bentuk alat kohesi gramatikal pada teks Hikayat

  

Raja-Raja Pasai dan terjemahannya, perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi

  Chronicle of the Kings of Pasai ?

  kayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya serta mengidentifikasi faktor-faktor

  Mendeskripsikan perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi pada teks Hi-

  Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai 2.

  Mendeskripsikan bentuk-bentuk alat kohesi grammatikal teks Hikayat Raja-Raja

  Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

  1.4 Tujuan Penelitian

  kan terjadinya perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi antara BSu dengan BSa? 3. Bagaimanakah dampak perbedaan penggunaan alat kohesi referensi dan konjungsi terhadap tingkat keberterimaan (acceptability) terjemahan teks The

  antara BSu dan BSa, faktor-faktor penyebab perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi, serta tingkat keberterimaan terjemahan. Dengan demikian, penelitian ini tidak membahas alat kohesi leksikal, agar penelitian terhadap alat kohesi grammatikal dapat dilakukan secara mendalam dan detail. Satuan lingual yang dikaji berupa klausa yang mengandung alat kohesi grammatikal yang eksplisit.

  Raja-Raja Pasai dan terjemahannya serta faktor-faktor apakah yang menyebab-

  Bagaimanakah perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi pada teks Hikayat

  

Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai?

2.

  Bentuk-bentuk kohesi grammatikal apa sajakah yang terdapat pada teks Hikayat

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

  1.3 Rumusan Masalah

  penyebab terjadinya perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi tersebut

  3. Mendeskripsikan dampak perbedaan penggunaan alat kohesi referensi dan konjungsi terhadap tingkat keberterimaan (acceptability) terjemahan teks The

  Chronicle of the Kings of Pasai

1.5 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teori maupun secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap perkembangan kajian ilmu linguistik dan penerjemahan. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai kalangan seperti pembaca, penerjemah dan peneliti.

  1.5.1 Manfaat Teoretis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemahaman teori LSF dan aplikasinya terhadap penerjemahan, khususnya penerjemahan teks bahasa Melayu dan bahasa Inggris. Dalam hal ini, penelitian ini hanya meneliti satu metafungsi bahasa, yaitu fungsi tekstual sebagai rangkaian pengalaman untuk menyampaikan pesan dalam interaksi sosial pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Selain itu, hasil penelitian ini digunakan untuk merangkai pengalaman linguistik yang terinterpretasikan dalam penyampaian pesan (textual function). Peneli- tian ini juga memperlihatkan kajian bahasa lokal dengan teori LSF, sekaligus memperkenalkan pengkajian penerjemahan yang melibatkan bahasa lokal.

  1.5.2 Manfaat Praktis

  Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis bagi praktisi penerjemah dalam menerjemahkan teks sastra khususnya teks hikayat dari bahasa Melayu (BSu) ke dalam bahasa Inggris (BSa). Penelitian ini juga memberikan wawasan dan masukan bagi peneliti selanjutnya dalam memahami kajian kohesi yang terdapat pada teks

  

Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya dari bahasa Melayu ke dalam bahasa

  Inggris. Selanjutnya, hasil penelitian ini memberikan motivasi kepada pengkaji bahasa dan pemerhati budaya untuk melakukan penelitian yang mendalam tentang bahasa daerah seperti bahasa Melayu agar tidak dilupakan, sebagai upaya melestarikan dan memperkenalkan budaya melalui hikayat yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu. Dan juga sebagai bahan bacaan bagi pembaca, akademisi, dan praktisi bahwa kohesi merupakan unsur penting dalam menghasilkan suatu karya terjemahan yang baik dan mudah dipahami oleh pembaca bahasa sasaran.

1.6 Klarifikasi Makna Istilah

  Ada sejumlah makna istilah digunakan dalam penelitian ini. Penggunaan beberapa istilah tersebut dimaksudkan untuk memperjelas dan memudahkan para pembaca dalam memahami maksud istilah tersebut. Berikut ini beberapa istilah beserta penjelasan yang digunakan dalam penelitian ini:

  (1) Kohesi (Cohesion) adalah konsep makna dan mengacu pada hubungan makna dalam sebuah teks. (Halliday dan Hasan, 1976: 1).

  (2) Kohesi Grammatikal (Grammatical Cohesion) adalah hubungan antar unsur yang direalisasikan melalui tatabahasa. Jenis kohesi ini berupa perujuk

  (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (elipsis), dan konjungsi (con-

  junction). (Halliday dan Hasan, 1976: 6)

  (3) Terjemahan (Translation) adalah penggantian materi tekstual dalam sua- tu bahasa dengan materi tekstual yang sepadan dalam bahasa lain. ( Catford,

  1965:20-21). (4)

  Faktor intrinsik adalah faktor bahasa yang terdapat dalam teks berupa faktor in- ternal dan situasional di mana dalam bahasa atau teks terdapat pendorong yang memicu terjadinya perbedaan alat kohesi seperti sistem gramatika (struktur) dan kaidah tata bahasa. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang terdapat dari luar teks dan bersifat intertekstual, situasional, kultural, dan ideologis. Faktor intrinsik dan ekstrinsik dalam penelitian ini menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan alat kohesi pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris The Chronicle of the kings of Pasai. (Newmark, 1988:4).

  (5) Keberterimaan (acceptability) adalah kelaziman dan kealamiahan kaidah tata bahasa suatu teks terjemahan dengan kaidah tata bahasa dalam BSa dan norma kebahasaan BSa (Nababan, 2012:44).

  (6) Hikayat Raja-Raja Pasai merupakan hikayat kesejarahan Melayu tertua di

  Nusantara, ditulis dengan aksara Jawi, dan menceritakan tentang kerajaan Islam pertama yaitu Samudera Pasai. (Jones, 1999:xiii) (7) Teks sumber (TSu) yaitu teks yang diterjemahkan. Dalam hal ini teks sumbernya adalah teks Hikayat Raja-Raja Pasai (HRRP) (8) Teks sasaran (TSa) yaitu teks terjemahan. Dalam penelitian ini teks sasarannya adalah teks The Chronicles of the Kings of Pasai (TCOTKOP)