BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka - Terjemahan Alat Kohesi Pada Teks Hikayat Raja-Raja Pasai Dalam Bahasa Inggris The Chronicle Of The Kings Of Pasai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

  2.1 Tinjauan Pustaka

  Bab ini terdiri atas empat bagian utama yaitu tinjauan pustaka, kerangka teori, penelitian terdahulu dan kerangka pikir. Tinjauan pustaka merupakan konsep dasar tentang teori-teori para ahli yang digunakan dalam penelitan. Teori-teori ini digunakan sebagai landasan untuk menganalisis data dan menjawab masalah penelitian, meliputi teori LFS (Halliday), teori penerjemahan (Larson, Newmark dan Nababan) serta kerangka konsep kohesi bahasa Inggris Halliday dan Hasan (1976)

  2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF)

  Teori terjemahan dapat diintegrasikan dengan teori-teori yang berkembang dalam ilmu bahasa. Salah satu teori yang dapat diintegrasikan dalam teori penerjemahan adalah teori LSF yang diperkenalkan oleh Halliday. Penelitian ini berlandaskan pada teori LSF oleh Halliday (1985; 1994; 2004) dan dengan kerangka konsep teori kohesi bahasa Inggris oleh Halliday dan Hasan (1976), serta teori terjemahan oleh Larson (1984), Newmark (1998) dan Nababan (2012).

  Teori LSF diperkenalkan oleh Professor M.A.K Halliday dalam buku An

  

Introduction to Functional Grammar . Menurut teori ini bahasa adalah sistem, fungsi

  bahasa membuat makna, bahasa adalah sistem semiotik sosial, penggunaan bahasa adalah kontekstual serta bahasa adalah fungsional (Halliday, 2004:20-30).

  Bahasa merupakan sistem. Sistem arti bahasa dinamakan semantik dan direalisasikan melalui tata bahasa dan kosakata. LSF mengkaji teks, bukan kalimat, sebagi unit dasar untuk menginterpretasikan makna (Halliday & Martin, 1993; Halliday, 1994). Dengan konsep ini, LSF memandang tata bahasa sebagai realisasi wacana dan tata bahasa fungsional dan secara alamiah berkaitan dengan semantik teksnya. Fungsi bahasa untuk membuat makna (Halliday, 1994; Halliday & Martin, 1993). Pendapat ini didasari oleh Hasan (1996:14) yang menganggap bahasa sebagai a shaper of reality for

  

those who use it. Dengan konsep dasar ini, LSF melihat makna sebagai pilihan, sebagai

  alternatif yang dipakai oleh penuturnya ketika berbahasa. Halliday (1994a:xxvi) mengatakan bahwa SFL sees meaning as choice, which is not a conscious decision

  made in real time but a set of possible alternatives .

  Bahasa merupakan sistem semiotik sosial (social semiotic). Konsep semiotik sosial dalam LSF merupakan proses memaknai, tidak hanya makna yang dipahami lewat bahasa, tetapi juga makna yang dipahami melalui kejadian atau tindakan dalam masyarakat. LSF sangat memperhatikan bubungan antara teks dengan konteks sosial (Halliday, 1975; Eggins, 1995; Hasan, 1996). Dalam hal ini, Halliday & Martin (1993: 22-23) menyatakan bahwa SFL looks for solidarity relationships between texts and the

  

social practices they realize . LSF menganggap bahwa konteks bersifat kritis terhadap

  makna dalam kejadian linguistik apa pun, bahasa apa pun. Menurut Halliday & Martin bahasa yang ditulis atau yang dikatakan sangat tergantung kepada topik, kapan dan dalam kesempatan apa (Eggins, 2004:7).

  Bahasa diekspresikan untuk melayani kebutuhan manusia. Dengan kata lain, bahasa merupakan cara seseorang menggunakan bahasa agar bahasa tersebut dapat dipahami oleh manusia lain. Bahasa lisan dan bahasa tulisan merupakan bahasa yang difungsikan berdasarkan fungsi bahasa yang disebut dengan metafungsi.

  Halliday dan Hasan (1985:29) menyatakan bahwa metafungsi bahasa adalah fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa oleh penutur bahasa. Ada tiga jenis fungsi bahasa dalam kehidupan manusia yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal dan fungsi tekstual. Fungsi ideasional adalah fungsi bahasa untuk memaparkan pengalaman.

  Fungsi interpresonal adalah fungsi bahasa untuk mempertukarkan pengalaman. Dan fungsi tekstual adalah fungsi bahasa untuk merangkaikan pengalaman sehingga menciptakan wacana yang utuh, berkesinambungan, kohesif dan koheren. Penelitian ini difokuskan pada metafungsi bahasa yang ketiga yaitu fungsi tekstual (textual function) dalam menganalisis teks terjemahan.

2.2.1.1 Matafungsi Bahasa

  Bahasa dari sudut pandang Halliday merupakan sumber untuk mengungkapkan makna. Makna Metafungsi bahasa adalah makna yang mengandung tiga fungsi bahasa, yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual. Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan fungsi, oleh karena itu ketiganya disebut metafungsi. Dalam satu klausa pasti terdapat ketiga fungsi tersebut (Halliday & Matthiesen, 2004:7-8). Masing-masing fungsi tersebut memiliki peranan dalam setiap interaksi antarpemakai bahasa. Penutur biasanya menggunakan bahasa untuk memaparkan pengalaman (ideational function), untuk mempertukarkan pengalaman (interpersonal function) dan untuk merangkaikan pengalaman (textual function) (Halliday, 1975; Christie & Unsworth, 2000; Bloor & Bloor, 1995). Dan fungsi tekstual merupakan fungsi ketiga dari metafungsi bahasa terkait dengan penelitian ini.

  Fungsi tekstual adalah fungsi bahasa dalam merangkai pengalaman untuk menyampaikan pesan. Hal ini diinterpretasikan sebagai sebuah fungsi intrinsik dalam arti bahwa bahasa terkait dengan aspek situasional dimana bahasa atau teks terdapat di dalamnya. Dengan kata lain, fungsi ini membuat bahasa atau teks relevan secara internal ke dalam bahasa itu sendiri demikian juga secara eksternal kepada konteks atau situasi di mana bahasa itu digunakan. Fungsi ini memberi kemampuan kepada seseorang untuk membedakan sebuah teks sebagai bahasa yang didukung secara fungsional dan kontekstual dan pada sisi yang lain dari yang bukan teks sebagai bahasa terpisah dari yang lain. Setiap fungsi bahasa berinteraksi dengan konteks (field, tenor dan mode) dan mempunyai tata bahasa berbeda (Halliday, 1975; Eggins, 1994; Martin, 1997).

2.2.1.2 Teks dan Konteks

  Halliday dan Hasan (1976:1) mengatakan bahwa teks sebagai a unit of language

  

in use; it may be spoken or written, prose or verse, dialogue or monologue. Hal ini

  berarti teks merupakan pemakaian bahasa, baik lisan maupun tulisan dalam bentuk prosa maupun puisi, dan dalam bentuk dialog maupun monolog dan membentuk satu kesatuan gagasan.

  Lebih lanjut Halliday dan Hasan menambahkan bahwa teks (1976:1) sebagai a

  

unit of language in use. It is not a grammatical unit, like a clause or a sentence; and it

is not defined by its size. Hal ini berarti teks sebagai unit bahasa dalam pemakaian.

  Sebuah teks digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. Misalnya, sebuah frasa, apabila frasa tersebut digunakan untuk menyampaikan pesan maka dapat dikatakan sebagai teks. Sebaliknya, apabila ribuan atau ratusan kalimat tidak mampu menyampaikan pesan tertentu maka dapat dikatakan bukan merupakan teks. Teks merupakan satu kesatuan bahasa yang lengkap secara sosial dan kontekstual (Kress, 1993:24), dan dalam bentuk bahasa lisan maupun tertulis (Eggins, 2004:5).

  Kemudian, kata konteks mengacu pada elemen-elemen yang menyertai teks (Christie & Misson, 1998:8). Halliday (1985; 1994; 2004) mengembangkan konsep konteks dengan mengukuhkan tiga aspek dalam situasi yang mempunyai dampak terhadap penggunaan bahasa, yakni (1) field (topik) yaitu what (apa yang dibicarakan dalam interaksi), (2) pelibat (tenor) yaitu who (siapa yang terkait atau terlibat dalam interaksi) dan (3) cara (mode) yaitu how (bagaimana interaksi dilakukan. (Halliday 1976; 1985; Halliday & Martin, 1993; Hasan, 1996; Martin, 1997). Selain konteks bahasa, ada dua konteks lainnya yaitu konteks sosial dan konteks ideologi.

2.2.1.3 Klausa Simpleks dan Klausa Kompleks Dalam teori LSF klausa merupakan komponen bahasa terlengkap dan sempurna.

  Hal ini disebabkan karena satuan klausa terkandung tiga makna metafungsi bahasa yaitu bahwa setiap klausa mengandung fungsi ideasional, interpersona, dan tekstual. Hal ini senada dengan pendapat Halliday (1981:42) bahwa “a clause in English is the

  

simultaneous realization of ideational, interpersonal and textual meanings.” Klausa

dalam Bahasa Inggris merupakan realisasi ideasional, interpersonal, dan tekstual.

  Istilah klausa yang digunakan dalam tatabahasa formal berbeda dengan klausa yang digunakan LSF. LSF mengistilahkan klausa sama dengan kalimat dalam tatabahasa formal. Menurut Eggins (2004: 255-256) istilah klausa sebagai klausa simpleks yang berarti setara dengan kalimat simpel/ sederhana dalam tatabahasa formal dan klausa kompleks setara dengan kalimat majemuk dan kalimat kompleks.

  Klausa simpleks adalah klausa yang hanya terdiri atas satu struktur dengan satu verba utama. Contoh: (1) Maka Patēh Gajah Mada pun menyembah Raja ahmad. (2)

  Maka Patēh Gajah Mada [yang membunuh itu] pun menyembah Raja Ahmad Verba utama dari contoh (1) dan (2) adalah menyembah. Verba membunuh di dalam tanda kurung bukan verba utama. Pada dasarnya, verba membunuh dapat dibuang dan hanya merupakan penjelas nomina yang ada di depannya.

  Klausa kompleks adalah klausa yang terdiri atas dua struktur atau lebih dengan dua verba atau lebih. Contoh: (3) Maka Tuan Puteri itu menyurohkan hulubalangnya yang bernama Tun

  Perpatēh ( ﻦﻴﺟ ) Jena kepada segala negeri akan menuliskan rupa segala anak raja-raja yang pada segala negeri serta membawa kertas sapeti dan dawat s.kuchi ( ﻲﺠﻮﻜﺴ ) dan kalam saberkas.

  (4)

  Maka Tun Perpatēh Jēna pun berlengkaplah ia dengan sabuah perahu, lalulah ia berlayar daripada suatu negeri kepada suatu negeri serta menuliskan rupa anak raja-raja yang di dalam negeri itu.

  Dari contoh klausa kompleks di atas menunjukkan rangkaian dua klausa atau lebih dengan konjungsi sebagai alat perangkainnya. Pada contoh (3), (4) konjungsi yang digunakan adalah serta. Keberadaan konjungsi pada sebuah klausa dapat menyebabkan klausa tersebut menjadi kompleks. Kalimat kompleks adalah kalimat yang memiliki lebih dari satu gagasan. Kalimat kompleks akan mempengaruhi pembaca dalam memahami teks.

2.2.1.4 Kohesi

  Halliday dan Hasan (1976:1) membahas konsep kohesi bahasa Inggris secara detail dalam bukunya yang berjudul cohesion in English. Menurut mereka kohesi adalah

  

a semantic one; it refers to relation of meaning that exist within the text, and that define

  

it as text. Hal ini berarti kohesi sebagai konsep makna; kohesi mengacu pada hubungan

  makna dalam sebuah teks. Lebih lanjut mereka (1976:4) menambahkan bahwa Cohesion occurs where the INTERPRETATION of some element in the discourse

  is dependent on that of another. The one PRESUPPOSES the other, in the sense that it cannot be effectively decoded except by recourse to it. When this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby at least potentially integrated into a text

  Hal ini berarti kohesi terjadi tergantung pada hubungan sebuah elemen dalam teks terhadap elemen lain. Satu elemen mempersyaratkan elemen yang lain, dalam arti elemen itu tidak dapat dipahami tanpa bantuan elemen lain. Dua elemen dalam teks yang berelasi secara kohesif masing-masing disebut dengan elemen yang mempersyaratkan (presupposing) dan elemen yang dipersyaratkan (presupposed).

  Kemudian Saragih (2006:23) menambahkan bahwa satu unit pengalaman dalam klausa dapat dihubungkan dengan klausa lain sebagai hubungan makna. Hubungan ini membentuk satu kesatuan yang disebut kohesi. Kohesi adalah ciri suatu teks. Kohesi terbentuk dengan tautan makna antarklausa. Pautan makna antar klausa membentuk satu kesatuan yang disebut teks atau wacana. Tautan dalam teks akan semakin padu, jika semakin banyak alat kohesi yang digunakan. Dengan kata lain, teks yang padu ditandai dengan adanya alat kohesi yang digunakan. Tautan ini direalisasikan oleh dua alat kohesi (cohesive devices), yaitu kohesi grammatikal dan kohesi leksikal.

  Selain itu, Muchtar (2012: 101) menyatakan bahwa kohesi juga merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi adalah organisasi sintaktik. Organisasi sintaktik merupakan wadah ayat-ayat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan demikian, organisasi tersebut dapat menghasilkan tuturan. Hal ini berarti bahwa kohesi adalah hubungan di antara kalimat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat grammatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan wacana yang baik. Di dalam penerjemahan, penerjemahan perlu menyesuaikan alat kohesi, karena setiap bahasa mempunyai sarana kohesifnya masing-masing dan cara menggunakan alat kohesi tersebut

2.2.1.5 Kohesi Grammatikal ( Grammatical Cohesion)

  Halliday dan Hasan (1976:6-7) menjelaskan bahwa kohesi Grammatikal adalah kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi jenis ini ditandai dengan adanya referensi (pronomina, demonstrative, comparative), substitusi (nominal, verbal, dan

  

clausal), elipsis (nominal, verbal, dan clausal) dan konjungsi (additive, adversative,

causal dan temporal).

2.2.1.5.1 Referensi (Perujuk)

  Referensi adalah hubungan antara suatu elemen dalam teks dengan sesuatu yang dirujuknya sesuai dengan konteksnya. Hal ini senada dengan pendapat Halliday & Hasan (1976:31) bahwa referensi sebagai a cohesive device that allows the

  

reader/hearer to trace participants, events, entities, etc. in texts. Jadi, referensi adalah

  perangkat kohesi yang memungkinkan pembaca atau pendengar untuk melacak peserta, peristiwa, entitas, dan lain-lain dalam teks. Halliday dan Hasan (1976:37) menyakini bahwa ada unsur tertentu dalam setiap bahasa yang memiliki sifat referensi. Dalam bahasa Inggris, berdasarkan tipe objeknya, referensi terbagi tiga yaitu referensi personal (kata ganti diri atau pronomina), referensi demonstratif (penunjuk) dan referensi komparatif (perbandingan). Penggunaan referensi ini dapat dilihat pada contoh berikut:

a. Three blind mice, three blind mice, see how they run! See how they run.

  b. Doctor Foster went to Gloucester in a shower of rain. He stepped in the puddle right up to his middle and never went there again.

  c. There were two wrens upon a tree. Another came, and there were three.

  d. This is how to get the best result. You let the berries dry in the sun till all the moisture has gone out of them. Then you gather them up and chop them very fine.

  e. For he is a jolly good fellow. And so say all of us.

  (Halliday dan Hasan, 1976: 17-32) Pada contoh kalimat (a), kata ganti they merujuk ke frasa kata benda three blind

  mice ; sedangkan pada kalimat (b) kata ganti orang ketiga he dan kata ganti petunjuk there, merujuk ke masing-masing frasa kata benda Dr Foster dan kata benda

  Dalam kalimat (c), kata ganti another, dalam kalimat kedua merujuk ke Gloucester. kata benda wrens yang dinyatakan dalam kalimat yang pertama. Dalam kalimat (d), kata ganti petunjuk this merujuk ke depan untuk seluruh uraian yang mengikutinya. Dalam contoh kalimat (e), kata ganti he tidak merujuk pada identitas dalam teks, hanya meru- juk kepada sebuah identitas yang dalam konteks situasi. Meskipun teks tidak menerangkan secara jelas kata ganti he merujuk pada seseorang, para peserta dalam acara pidato mampu mengidentifikasi referen dengan konteks di mana situasi pidato terjadi.

a. Referensi Persona

  Halliday and Hasan (1976:37) menyatakan referensi personal (personal reference) adalah referensi yang merujuk pada kategori personal (kata ganti orang).

  Kata ganti orang dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu orang pertama (I, we), orang kedua (you), dan orang ketiga (he, she, they, it). Menurut konsep semantik perbedaan kata ganti didasarkan pada peran (role) yang dijalankan dalam proses komunikasi.

  Halliday dan Hasan (1976:38) menyebutnya sebagai speech roles dan other roles. Yang termasuk speech roles adalah peran penutur (speaker roles): I, we, dan peran mitra tutur (addressee roles): you. Yang termasuk other roles adalah he, she, it, they. Referensi di dalam bahasa Melayu ditujukan dengan pemakaian kata ganti persona pertama seperti kata aku (ku), hamba, beta, teman, diri, awak, nama diri, kami, kita. Kata ganti persona kedua seperti kata engkau (kau), tuan, teman/kawan, awak, Kamu-kamu, kamu-kamu

  

sakalian, sagala orang itu. Kata ganti persona ketiga seperti ia (dia), die, hamba itu,

orang itu, dirinya, Mereke, mereka (Van Wijk, 1985:154). Tabel 2.1 dan tabel 2.2 beri-

  kut ini menunjukkan perbedaan bentuk referensi persona antara bahasa Melayu dan bahasa Inggris:

Tabel 2.1. Referensi Persona bahasa Ingggris (Halliday dan Hasan, 1976: 37-38)

  Tunggal Jamak Persona Pertama

  I We Persona Kedua You

  Persona Ketiga Maskulim Feminin Netral

  He She It They

Tabel 2.2. Referensi Persona bahasa Melayu (Van Wijk , 1985:154)

  Tunggal Jamak Persona Pertama Akrab Formal Akrab Formal

  Aku, Daku, Saya, Patik, Kalian Hamba

  Persona Kedua Kau/kamu Anda, Kalian, Kami, Kita Engkau

  Persona Ketiga Dia, ia Beliau Mereka

b. Referensi Demonstratif

  Halliday dan Hasan (1976:37) menyatakan referensi demonstratif (demonstrative reference) adalah referensi yang didasarkan pada posisi partisipan kepada pemakai bahasa. Posisi partisipan yang ditunjuk dapat dekat kepada pemakai bahasa, dan dapat jauh dari pemakai bahasa seperti ini, itu, di sini, dan di situ. Dalam bahasa Inggris, referensi penunjuk dekat seperti kata this, these, dan referensi penunjuk jauh seperti that, those. Dalam bahasa Melayu, referensi penunjuk dekat ini direalisasikan dengan ini, orang ini, pada zaman ini; dan referensi penunjuk jauh direalisasikan dengan itu, oleh itu, seperti anak itu, rumah itu (Van Wijk, 1985:156).

Tabel 2.3 dan tabel 2.4 berikut ini menunjukkan perbedaan bentuk referensi demonstratif antara bahasa Melayu dan bahasa Inggris:Tabel 2.3. Referensi Demonstratif bahasa Inggris (Halliday, 1976:38)

  Kategori Referensi Demonstratif Kata Keterangan Dekat Tunggal Jamak Tempat Waktu

  This These Here Now

  Jauh That Those There Then

Tabel 2.4. Referensi Demonstratif bahasa Melayu (Van Wijk , 1985:156)

  Kategori Referensi Kata Keterangan Demonstratif

  Dekat Ini Tempat Waktu Disini Saat ini, tahun ini, sekarang ini

  Jauh Itu Disana, disitu Saat itu

c. Referensi Komparatif

  Halliday dan Hasan (1976:37) menyatakan referensi komparatif adalah referensi yang digunakan untuk membandingkan dua proses, partisipan, atau sirkumstan atau lebih pada perspektif pemakai bahasa dengan pendapat proses, partisipan, atau sirkumstan tertentu sama dalam kualitas, lebih dalam kualitas dari yang lain, atau paling dalam kualitas dari sejumlah proses, partisipan, atau sirkumstan yang lain, seperti besar, lebih besar, paling besar.

  Referensi komparatif menurut Halliday dan Hasan (1976) terbagi dua yaitu referensi komparatif umum dan referensi komparatif khusus. Adapun bentuk-bentuk komparatif pada BSa dapat dilihat pada gambar berikut ini : identitas : same, equal, identical; identically umum kesamaan : such, similar; so, similarly, likewise perbedaan: other, different, else; differently,

   otherwise

  Perbandingan numeratif : more, fewer, less, further, additional; so- as- equally- + quantifier. Contoh: so many khusus epitet : adjektif komparatif dan adverbia, Contoh: better;

  so- as- more- less- equally- + Adj komp dan Adv komparatif, contoh: equally good.

Gambar 2.1 Kategori Referensi Komparatif (Halliday dan Hasan, 1976: 76)

  Dari gambar diatas dinyatakan bahwa referensi komparatif terbagi dua yaitu: perbandingan yang bersifat umum (general comparison) dan perbandingan yang bersifat khusus (particular comparison). Perbandingan yang bersifat umum adalah perbandingan yang ditinjau dari kesamaan dan ketidaksamaan sesuatu yaitu bahwa dua hal/benda bisa sama, serupa atau berbeda. (Halliday dan Hasan, 1976: 76).

  Perbandingan yang bersifat umum dinyatakan oleh kelompok ajektiva dan adverbia tertentu. Fungsi ajektiva dalam kelompok nominal adalah sebagai deiktis atau sebagai epitet. Contoh: sebagai deiktis: the identical three books sebagai epitet: two

  

identical books. Sedangkan adverbia berfungsi sebagai keterangan (adjunct). Contoh:

both of computers made identically. Perbandingan umum juga digunakan untuk

  menyatakan referen sebagai penunjuk fungsi identitas (same, equal, identical;

  

identically), kesamaan (such, similar, so, similarly, likewise), dan perbedaan (other,

different, else, differently, otherwise ). Contoh: You think this was the book I read

yesterday, but as for me this is different.

  Kalimat diatas mengandung referensi perbandingan umum yakni: different. Di sini different mengacu secara anaforis kepada klausa yang telah disebutkan sebelumnya yaitu you think this is the book I read yesterday. Adapun secara makna, si penutur dan lawan bicara mempunyai pemikiran yang berbeda dengan apa yang diyakini masing- masing.

  Perbandingan khusus adalah perbandingan pada kuantitas dan kualitas. Halliday dan Hasan (1976) mengungkapkan bahwa perbandingan khusus membandingkan antar referen dari segi kualitas atau kuantitasnya, dengan kata lain ada referen yang dianggap superior (lebih unggul), inferior (lebih rendah), dan atau equal (sama). Contoh: Indian

  film is more interesting than Indonesian film this year. “

  Dari contoh kalimat diatas terdapat referen yang lebih unggul dalam kualitas dari referen yang lain. Perbandingan khusus ini juga dinyatakan oleh ajektiva dan adverbia. Adapun fungsi ajektiva dalam kelompok nominal adalah sebagai numeratif dan epitet, contoh: more cars (numeratif), better cars (epitet). Sedangkan fungsi adverbia adalah selain sebagai epitet dan numeratif, juga berfungsi sebagai adjunct (keterangan), contoh: an identically distributed product (epitet), so many cars (numeratif), the others made equally badly (adjunct).

  Tallest, most beautiful

  Perbandingan po- sitif sama, persis, serupa, seperti, setinggi, secantik, dll

  Ter + kata sifat/ kata keterangan + kata sifat/ kata keterangan sangat, amat dan maha

  Perbandingan su- perlatif tertinggi, tercantik, terlalu, terlampau,

  taller, More beautiful,

  Lebih + kata sifat + daripada

  Perbandingan komparatif lebih cantik daripada, lebih jelek daripada

  as same as, as well as, like as + kata sifat/ kata keterangan+ as

  Se + kata sifat/ kata keterangan

  Bentuk Bahasa Melayu Struktur Bahasa Inggris Struktur

  Dalam bahasa Inggris, perbandingan positif dapat direalisasikan dengan kata as

Tabel 2.5. Referensi Komparatif bahasa Melayu dan bahasa Inggris (Van Wijk, 1985: 200; Halliday dan Hasan, 1976: 242-243)

  terlalu, terlampau. (Van Wijk, 1985:365). Tabel 2.5 berikut ini menunjukkan bentuk referensi komparatif antara bahasa Melayu dan bahasa Inggris:

  

daripada . Dan perbandingan superlatif direalisasikan dengan kata tertinggi, tercantik,

  Perbandingan komparatif direalisasikan dengan kata lebih cantik daripada, lebih jelek

  

beautiful . Perbandingan positif dalam bahasa Melayu dapat direalisasikan dengan kata

sama seperti. sama, persis, serupa, seperti, setinggi, secantik , dan lain-lain.

  atau more + kata sifat seperti taller, more beautiful dan perbandingan superlatif direalisasikan dengan kata sifat + est atau most + kata sifat seperti tallest, most

  

same as, as well as, like. Perbandingan komparatif direalisasikan dengan kata sifat + er

  • -er, atau more + kata sifat+ than
  • -est, atau most + kata sifat
Terkait dengan objek perujukannya, referensi dibedakan atas referensi endofora dan referensi eksofora. Halliday and Hasan (1976:33) menjelaskan referensi endofora terjadi ketika objek rujukannya ada di dalam teks sehingga referensi ini bersifat tekstual. Referensi ini dibedakan menjadi referensi anafora dan referensi katafora. Referensi anafora adalah menampilkan pronomina setelah partisipan dimunculkan atau partisipan yang telah disebutkan sebelumnya. Contoh: Maka Raja Muhammad itu pergilah ia

  

dengan segala rayatnya menebas rimba itu . Pronomina ia dan -nya mengacu pada Raja

Muhammad yang telah ditampilkan sebelumnya. Referensi katafora menampilkan

  pronomina sebelum partisipan atau partisipan disebutkan sesudahnya. Contoh, maka

  

ada raja dua bersaudara saorang namanya Raja Ahmad. Dan saorang namanya Raja

Muhammad . Referensi -nya disini mengacu pada Raja Ahmad dan Raja Muhammad.

  Halliday dan Hasan (1976:33) menambahkan bahwa referensi eksofora adalah tidak merujuk kebelakang atau kedepan partisipan yang telah ditampilkan sebelum atau sesudahnya tetapi, keluar dari yang diucapkan atau dituliskan. Contoh, maka Raja

  

Ahmad titah untuk berjumpe mereke. Mereke sebagai perujuk partisipan yang

teridentifikasi dengan melihat atau mencari keluar dari yang tertulis.

2.2.1.5.2 Substitusi (Pengganti)

  Halliday dan Hasan (1976:88) menjelaskan substitusi sebagai replacement of

one item by another . Substitusi adalah penggantian suatu elemen dengan elemen lain.

  Substitusi atau pengganti adalah salah satu kohesi gramatikal yang mengganti satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Dalam bahasa Inggris, substitusi atau pengganti dapat berfungsi menggantikan kata benda atau kata kerja atau klausa. substitusi terbagi tiga yaitu: substitusi nomina, verba, dan klausa.

  a. Substitusi Nomina

  Halliday dan Hasan (1976:91) menyatakan substitusi nomina adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina. Contoh: We have no coal fires; only wood ones. (Halliday dan Hasan, 1976:93). Kalimat pertama adalah We have no coal fires; dan kalimat kedua adalah only wood fires. Kata fires pada kalimat pertama disulih dengan kata ones pada kalimat kedua.

  b. Substitusi Verba

  Halliday dan Hasan (1976:112) menyatakan substitusi verba adalah penggantian satuan lingual yang berkategori kata kerja (verba) dengan satuan lingual do. Substitusi verba dalam bahasa Inggris adalah do. Meskipun demikian, wujud dari substitusi verba ini tidak selalu dengan do, namun, wujudnya dapat berupa does, did, atau done.

  Subtitusi ini menggantikan kata kerja dalam frasa kata kerja yang berfungsi sebagai inti kelompok verba yang telah disebutkan sebelumnya dan posisinya selalu di akhir group (1976:118). Contoh: a.

   Does Granny look after you every day? – She can’t do at weekends, because she has to go to her own house.

  b.

  Have they removed their furniture? They have done the desks, but that’s all so far.

  (Halliday dan Hasan, 1976:114) Pada contoh di atas, (a) kata do menyulih look after dan (b) done menyulih removed.

c. Subtitusi Klausa

  Halliday dan Hasan (1976:130) menyatakan substitusi klausa adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual so, not. Dalam bahasa Inggris, yang termasuk unsur pengganti klausa adalah so dan not. So sebagai pengganti yang bersifat positif, dan not sebagai pengganti yang bersifat negatif. Contoh: a. Is there going to be an earthquake? - It says so.

b. Has everyone gone home? - I hope not.

  (Halliday dan Hasan, 1976:130) Pada contoh (a) di atas so dalam kalimat kedua menyulih keseluruhan klausa

  

there’s going to be an earthquake . Dan pada kalimat (b) bentuk negatif not menyulih

klausa everyone has gone home.

2.2.1.5.3 Elipsis (Pelesapan)

  Larson (1984:347) menyatakan bahwa istilah elipsis merujuk pada informasi yang sudah diberikan dan kemudian dibiarkan implisit. Setiap bahasa memiliki alat kohesi gramatikal tersendiri untuk menunjukkan informasi yang implisit. Informasi yang telah disampaikan sebelumnya tidak perlu dinyatakan berulang kali. Dengan demikian, elipsis merupakan penghilangan sebagian unsur penting pada kalimat atau klausa, sehingga informasi yang disampaikan secara implisit namun maknanya dapat dipahami dengan merujuk pada teks yang sebelumnya.

  Halliday dan Hassan (1976:142) menyatakan bahwa substitusi dan ellipsis termasuk hubungan kohesi yang sama karena pada dasarnya keduanya merupakan proses yang sama dalam suatu teks namun mempunyai pola yang berbeda. Substitusi merupakan penggantian suatu unsur dengan unsur yang lain, sedangkan elipsis merupakan penghilangan suatu unsur. Penghilangan unsur pada elipsis dikenal juga dengan zero substitution atau penggantian nol. Ada tiga jenis elipsis yang membentuk ikatan kohesif, yaitu: elipsis nominal, ellipsis verba, dan elipsis klausa.

a. Elipsis Nomina

  Halliday dan Hasan (1976:148) menyatakan bahwa elipsis nomina sebagai any

  

nominal group having the function of head filled by a word that normally functions

within the modifier is an elliptical one . Hal ini berarti bahwa elipsis nomina adalah

  penghilangan suatu bagian di dalam kelompok atau frasa nomina. Kelompok nomina adalah kelompok kata yang mempunyai unsur inti benda. Dalam bahasa Inggris kelompok nomina terdiri dari unsur makna inti (head) dan unsur penjelasnya (modifier). Elipsis nomina ini ditandai dengan hilangnya inti (head) kelompok nomina. Inti yang hilang digantikan suatu kata yang berfungsi sebagai modifier dalam kelompok atau frasa nomina. Contoh: a. Here are my two white silk scarves. All were very beautiful.

   b. Here are my two white silk scarves. I used to have three.

  c. Here are my two white silk scarves. Can you see any black?

  d. Here are my two white silk scarves. Or would you prefer the cotton?

  (Halliday dan Hasan, 1976:130) Pada (a) deiksis all merupakan elipsis yang menduduki status head dan mengacu pada two white silk scarves. Pada (b) numeratif three merupakan elipsis yang menduduki status head dan mengacu pada white silk scarf. Pada (c) epitet any black merupakan elipsis yang menduduki status head dan mengacu pada silk scarf. Pada (d)

  

classifier cotton mengacu pada scarf. Dari uraian dan contoh di atas dapat disimpulkan

bahwa status head yang hilang dapat ditempati deiksis, numeratif, epitet, atau classifier.

b. Elipsis Verba

  Halliday dan Hasan (1976:167) menyatakan elipsis verba adalah penghilangan bagian kelompok verba. Elipsis verba yang membentuk ikatan kohesi mengacu pada satu kata atau lebih suatu kelompok kata yang telah disebutkan sebelumnya. Ada dua jenis pelesapan verba yaitu pelesapan kata kerja leksikal dan pelesapan operator. Frasa verba yang mengalami pelesapan kata kerja leksikal disebut elipsis leksikal, sedangkan frasa verba yang mengalami pelesapan operator disebut elipsis operator. Halliday dan Hasan (1976:170) menjelaskan elipsis leksikal adalah penghilangan kata kerja leksikal suatu kelompok kata. Bagian kelompok kata yang hilang dimulai dari susunan yang paling kanan menuju ke kiri, sehingga yang tersisa hanyalah unsur operator. Unsur

  

operator ini berasal dari kelompok verba yang diacu atau operator baru. Unsur operator

adalah: can, could, will, would, shall, should, may, might, must, ought to, is to, have.

  Contoh: a.

   Have you been swimming?. – Yes, I have (been swimming) b. What have you been doing?. – (I have been) Swimming

  (Halliday dan Hasan, 1976:167) Halliday dan Hasan (1976:170) menambahkan elipsis operator adalah elipsis dari kiri. Elipsis operator ditandai dengan hilangnya unsur operator suatu verbal group, sehingga yang tersisa adalah kata kerja leksikalnya.

c. Elipsis Klausa

  Halliday dan Hasan (1976:196) menjelaskan elipsis klausa adalah pelesapan klausa. Dalam bahasa Inggris, struktur klausa terbagi dua yaitu elemen modal dan elemen proposisional. Elemen modal terdiri dari subjek dan unsur finit dalam kelompok verba. Finit adalah unsur kelompok verba yang dapat menunjukkan tense, polaritas dan modalitas. Selebihnya dari elemen modal dalam sebuah klausa termasuk elemen proposisional. Elemen proposisional terdiri dari selain subjek dan selain finit dalam kelompok verba dan jika dalam klausa terdapat komplemen dan adjunct maka elemen ini termasuk proposisional. Contoh: The duke was going to plant a row of poplars in

  the park.

  (elemen modal) (elemen proposisional) (Halliday dan Hasan, 1976:197)

  Dari contoh klausa diatas, elemen modal adalah The duke was yang terdiri dari the duke sebagai subjek dan was sebagai finit. Elemen proposisional adalah going

  

to plant a row of poplars in the park yang terdiri dari going to plant sebagai predikator,

a row of poplars sebagai komplemen, dan in the park sebagai adjunct.

2.2.1.5.4 Konjungsi ( Conjunction)

  Halliday dan Hasan (1976:238) menyatakan konjungsi atau kata penghubung adalah alat kohesi grammatikal yang berfungsi menghubungkan satu gagasan dengan gagasan lain. Berbeda dengan alat kohesi lainnya. Konjungsi tidak mengacu pada teks- teks sebelumnya atau yang disebut dengan hubungan anaforik. Konjungsi merupakan alat kohesi yang menandai hubungan antar bagian dari sebuah teks sehingga teks tersebut dapat dipahami sepenuhnya. Berikut ini empat bentuk konjungsi dalam buku

  Cohesin in English oleh Halliday dan Hasan (1976, 244-245) yaitu konjungsi aditif, konjungsi adversatif, konjungsi kausal dan konjungsi temporal.

a. Konjungsi Aditif

  Halliday dan Hasan (1976:244) menyatakan konjungsi aditif adalah konjungsi yang berfungsi memberikan keterangan tambahan tanpa mengubah keterangan dalam klausa atau kalimat sebelumnya. Konjungsi aditif dalam bahasa Inggris meliputi and, or, nor, in addition, furthermore, besides, similarly, likewise, by contrast, for instance.

  Contoh: I was very nearly opening the window, and putting you out into the snow! And you had have deserved it .

  (Halliday dan Hasan, 1976:245) Contoh di atas menunjukkan penggunaan konjungsi and. Konjungsi and ini sering digunakan untuk menambah informasi atau gagasan dalam satu kalimat. 12T 12T

  Van Wijk ( 1985:242) menyatakan bahwa konjungsi aditif dalam bahasa Melayu meliputi maka, dan, misalnya, tambahan lagi, sebagai contoh. Contoh: Maka

  genderang kembali pun dipalu oranglah. Maka kedua pihak lashkar pun kembalilah masing-masing pada tempatnya. (HRRP, 1914: 99). Kata maka yang terdapat pada

  setiap awal kalimat berfungsi sebagai pembuka kalimat. Dan konjungsi maka sangat penting untuk menggerakkan cerita dan menyatakan fakta.

b. Konjungsi Adversatif

  Halliday dan Hasan (1976:245) menyatakan konjungsi adversatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua gagasan yang menyatakan kontras. Konjungsi ini meliputi but, however,

  and though, yet. Contoh: a. She failed. However she’s tried her best.

b. He’s not exactly good-looking. But he’s got brains.

  (Halliday dan Hasan, 1976:252) Kata however dan but tersebut berfungsi menyatakan pertentangan atau kontras dua gagasan di atas.

  Van Wijk (1985:243) menyatakan bahwa konjungsi adversatif dalam bahasa Melayu meliputi tetapi, manakala, padahal, melainkan, sungguhpun, sebaliknya, dan

  

berbeda daripada . Contoh: Satelah beberapa lamanya maka pikir Sang Nata,

‘Semuanya negeri habis ta'alluq melainkan Pulau Percha juga yang belum lagi

ta'alluq,baiklah aku menyuroh Pulau Percha dengan sasuatu hikma ( HRRP, 1914:98).

  Kata melainkan digunakan untuk menyatakan pertentangan antara kalimat sebelumnya.

c. Konjungsi Kausal

  Halliday dan Hasan (1976:256) menyatakan konjungsi kausal adalah konjungsi yang menghubungkan dua gagasan yang mempunyai hubungan sebab-akibat. Konjungsi ini dapat berupa so, thus, hence, therefore, consequently, as a result (of that), because of

  

that, in consequence (of that). Contoh: ... she wouldn’t have heard it at all, if it hadn’t

come quite close to her ear. The consequence of this was that it tickled her ear very

much, and quite took off her thoughts from the unhappiness of the poor little creature.

  (Halliday dan Hasan, 1976:256) Van Wijk (1985:242) menyatakan bahwa konjungsi kausal dalam bahasa

  Melayu meliputi Hingga, sampai, supaya, agar, oleh itu, oleh yang demikian, jadi,

  

akibatnya, akhirnya, kesudahannya, karena, sebab. Contoh: Karna Tuan Puteri itu

tiada ia bersuami, sebab ia hendak bersuamikan daripada segala anak raja yang

bijaksana dan yang perkasa.

  Kata karna dan sebab yang terdapat pada setiap awal kalimat berfungsi sebagai penyebab. Dan konjungsi sebab dan karna untuk menyatakan akibat dari suatu persitiwa.

d. Konjungsi Temporal

  Halliday dan Hasan (1976:261) menyatakan konjungsi temporal adalah konjungsi yang digunakan untuk menyatakan hubungan kronologis peristiwa-peristiwa di dalam teks selama proses kejadian tersebut. Konjungsi ini meliputi then, and then,

  next, afterwards, after that, dan lain-lain. Contoh: (Alice) began by taking the little golden key and unlocking the door that led into the garden. Then she set to work nibbling at the mushroom…till she was about a foot high: then she walked down the little passage: and then- she found herself at last in the beautiful garden.

  (Halliday dan Hasan, 1976:261) Van Wijk (1985:244) menyatakan bahwa konjungsi temporal dalam bahasa

  Melayu meliputi hatta, hatta kalakian, sementara itu, sambil, setelah, kemudian, selang, Contoh: selagi, sebelum itu, lalu, telah, kelak, sabermula.

  Sabermula yang sudah tertulis itu ada kira-kira sembilan puloh, sembilan orang yang sudah tertuliskan olēh Tun Perpatēh Jēna itu, sehingga masoklah ia ka negeri Pasai.

   Demi terlihat olēhnya akan rupa Tun Abdul Jalil lalu dituliskannya rupa Tun Abdul Jalil. Maka jadi genaplah saratus orang dengan rupa “Tun Abdul Jalil itu. (HRRP, 1914: 94)

  Kata sabermula di atas digunakan untuk memulakan persitiwa yaitu padamulanya Tun Perpateh Jena menemukan 99 gambar rupa para Raja, kemudian dengan dilihatnya rupa Tun Abdul Jalil, maka genaplah rupa anak Raja menjadi 100.

Tabel 2.8 berikut ini merupakan menunjukkan bentuk-bentuk kohesi konjungsi antara bahasa Melayu dan bahasa Inggris:Tabel 2.6. Konjungsi bahasa Melayu dan bahasa Inggris (Van Wijk, 1985:200 dan Halliday dan Hasan: 1976:242-243) Kategori Bahasa Melayu Bahasa Inggris

  Penambahan (Additive)

  dan, lagipula, lagipon, maka, serta And, or, also, in addition, furthermore, besides, similarly, likewise, by contrast, for instance

  Perbandingan (Adversative) tetapi, manakala, padahal, melainkan, sungguhpun, sebaliknya, dan berbeda daripada

  But, yet, however, instead, on the other hand, nevertheless, at any rate, as a matter of fact

  Waktu

  (Temporal) Hatta, hatta kalakian, sementara itu, sambil, setelah, kemudian, selang, selagi, sebelum itu, lalu, telah, kelak, sabermula

  Then, next, after taht, on another occasion, in conclusion, an hour, later, finally, at last

  Kausal Hingga, sampai, supaya,

  agar, oleh itu, oleh yang demikian, jadi, akibatnya, akhirnya, kesudahannya, karena, sebab so, consequently, it follows, for, because, under the circumstance, for this reason

2.2.2 Teori Terjemahan

2.2.2.1 Definisi Terjemahan

  Ada beberapa definisi terjemahan menurut para ahli. Masing-masing mengemukakan definisi terjemahan dari sudut pandang dan pendekatan yang berbeda-beda. Bell (1991:13) dalam buku Translation and Translating: Theory and

  Practice membedakan istilah terjemahan (translation) sebagai (1) translating yaitu

  proses penerjemahan (kegiatan penerjemahan), (2) a translation yaitu hasil dari proses penerjemahan, dan (3) translation (tanpa a) yaitu konsep abstrak yang menekankan pada keduanya, baik proses menerjemahkan maupun hasil penerjemahan.

  Terkait dengan perihal kesepadanan dalam proses penerjemahan, lebih lanjut Catford (1965:20-21) mengemukakan bahwa terjemahan adalah the replacement

of textual material in one language by equivalent textual material in another language.

  Hal ini berarti terjemahan sebagai penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa den- gan materi tekstual yang sepadan dalam bahasa lain.

  Selain itu, terkait dengan perihal komunikasi dan pesan yang disampaikan, Nida dan Taber (1969:12), menyebutkan bahwa terjemahan sebagai reproducing in the re-

  

ceptor language the closest natural equivalent of the source language massage, first, in

terms of meaning and secondly, in terms of style. Menurut mereka terjemahan harus

  menghasilkan pesan yang sepadan dan sedekat mungkin baik dalam arti maupun gaya dalam bahasa sasaran. Pendapat ini juga sejalan dengan Pinchuck (1977:38), yang me- nyebutkan terjemahan sebagai a process of finding a TL equivalent for a SL utterance. Hal ini berarti terjemahan adalah sebuah proses untuk menemukan padanan BSa dengan pernyataan BSu. Kemudian lebih luas, Hatim dan Mason (1997:1) mengartikan bahwa:

  Translating is looked upon the act of communication which attempts to relay, across cultural and linguistic eboundaries, another act of communication which may have been intended for different purposes and different readers.

  Dengan demikian, penerjemah juga perlu memperhatikan pembaca terjemahan. Untuk siapa penerjemahan itu dibuat akan sangat mempengaruhi hasil terjemahan. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah tujuan dan situasi atau konteks komunikasi. Unsur linguistik dan unsur budaya juga menjadi perhatian dalam penerjemahan.

  Dari definisi terjemahan di atas dapat disimpulkan bahwa terjemahan sebagai hasil dan proses pengalihan pesan yang terkandung dalam teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran dengan menggunakan padanan yang sesuai dengan struktur gramatikal, leksikon, situasi komunikasi dan konteks budaya bahasa sasaran. (Bell, 1991:29).