BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II.1 Provinsi Aceh II.1.1 Demografi Provinsi Aceh - Analisis Startegi Partai Aceh Terhadap Pemenangan Pasangan dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf Pada Pemilukada Aceh 2012

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II.1 Provinsi Aceh II.1.1 Demografi Provinsi Aceh Daerah Aceh terletak di kawasan paling ujung dari bagian utara Pulau

  

2

Sumatera dengan luas areal 58.357.63 km . Letak geografis Provinsi Aceh terletak o o o o

  antara 2 -6 Lintang Utara dan 95 -98 Lintang Selatan dengan ketinggian rata- rata 125 m diatas permukaan laut. Provinsi paling barat Indonesia ini berbatasan dengan Selat Malaka di Sebelah Utara dan Timur. Kemudian di sebelah selatan Provinsi Sumatera Utara menjadi batas daerahnya. Dan di sebelah barat, Provinsi Aceh berbatasan dengan Samudera Indonesia (BPS 2009).

  Letak geografis Provinsi Aceh dikelilingi oleh perairan, satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara. Sehingga membuat provinsi ini memiliki ketergantungan yang kuat dengan Provinsi Sumatera Utara. Semula provinsi ini bernama Daerah Istimewa Aceh, namun sejak tanggal 9 Agustus 2001 diubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian Gubernur No. 49 pada tanggal 7 April 2009. Aceh merupakan salah satu dari 33 Provinsi di Indonesia yang memiliki keunikan dan keistimewaan. Provinsi yang lahir pada tanggal 26 Mei 1959 ini memiliki beberapa keistimewaan, yaitu istimewa dalam hal pendidikan, adat, dan agama (BPS, 2009b). Secara administratif Aceh kini terdiri dari 5 kota dan 18 kabupaten. Untuk melihat nama kota/kabupaten dan luas daerah di Aceh disajikan pada Tabel 1.3.

  Tabel II.1 Kabupaten Kota di Provinsi Aceh

  11. Aceh Utara Lhoksukon 2.334,01

  22. Kota Lhokseumawe Lhokseumawe 181,06

  21. Kota Langsa Langsa 262,41

  20. Kota Sabang Sabang 153,00

  19. Kota Banda Aceh Banda Aceh 61,36

  18. Pidie Jaya Meureudu 574,44

  17. Bener Meriah Simpang Tiga Radelong 1.457,34

  16. Aceh Jaya Calang 3.817,00

  15. Nagan Raya Jeuram 3.938,00

  14. Aceh Tamiang Kuala Simpang 1.939,72

  13. Gayo Luwes Blangkejeren 5.719,57

  12. Aceh Barat Daya Blangpidie 2.334,01

  10. Aceh Jeumpa Bireuen 1.901,22

  Total Luas Wilayah 58.375,63 (Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh (2009b)).

  9. Aceh Pidie Sigli 2.856,52

  8. Aceh Besar Jantho 2.969,00

  7. Aceh Barat Meulaboh 2.927,95

  6. Aceh Tengah Takengon 4.315,14

  5. Aceh Timur Idi Rayeuk 6.040,60

  4. Aceh Tenggara Kutacane 4.189,96

  3. Aceh Selatan Tapak tuan 3.851,00

  2. Aceh Singkil Singkil 2.597,00

  1. Simeuleu Sinabang 2.051,84

  No. Kabupaten/Kota Ibu Kota Luas Wilayah (Ha)

  Masyarakat Aceh dari segi suku bangsanya memiliki keunikan tersendiri, karena menggambarkan suatu integrasi etnik atau campuran etnik yang akhirnya menjadi etnik baru yang disebut Aceh. Etnik Aceh diduga berasal dari India dan Timur

  Kultur Aceh menyangkut alam pikiran orang Aceh; keyakinan orang Aceh; dan rasa bersatu orang Aceh (sense of belonging) sebgai sebuah bangsa.

  23. Kota Subulussalam Subulussalam 1.011,00

  Tengah, memiliki kemiripan dengan etnik Melayu yang hidup di nusantara maupun di semenanjung Melayu lainnya. Dalam tarik Aceh disebutkan bahwa Aceh termasuk dalam lingkungan rumpun Melayu yaitu bangsa-bangsa Mante (Bante), Lanun, Sakai Djakun, Semang (orang laut), Senui dan lain-lain yang berasal dari Negeri Perak dan Pahang di Tanah Semenanjung Malaka. Suku bangsa yang beragam ini, direkatkan melalui osmosis ke-Aceh-an. Dalam perkembangannya suku bangsa ini telah mengalami perubahan-perubahan komposisi etnik, khususnya etnik Aceh yang hidup di daerah pesisir (atau wilayah Aceh atas) seperti Pidie, Bireun, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur. Ketiga, dari sistem kekuasaannya sangat dipengaruhi oleh norma-norma, nilai-nilai dan adat istiadat dalam kaidah Islam, karena itu pemimpin agama merupakan salah satu simbol utama dan konfigurasi sosial budaya Aceh. Unsur adat dan agama merupakan dua unsur yang dominan dalam mengendalikan gerak hidup

   masyarakat Aceh .

  Dari segi bahasa, bahasa Aceh tergolong rumpun Austronesian (Malayo Polynesian) yang dialektika lokalnya sangat bervariasi (berbeda-beda), yang mirip

   dengan bahasa Chamic yang juga tergolong pada rumpun Austronesian .

  Aceh adalah wilayah yang unik dari segi budaya dan kultur, khususnya 29 budaya yang resisten terhadap segala upaya yang ingin mendominasi (apalagi

  Moch. Nurhasyim, Konflik dan Integrasi Politik Gerakan Aceh Merdeka: Kajian tentang Konsensus 30 Normatif antara RI-GAM dalam Perundingan Helsinki , 2008, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 55-56.

  Anthony Reid dalam ibid. hal. 56.

  

  “menjajah”) wilayah yang dikenal serambi mekkah tersebut . Oleh karena itu pula, berbicara mengenai provinsi paling ujung barat di Sumatera ini, tidaklah terlepas dengan konflik yang melandanya sejak zaman DI/TII dan kemudian berlanjut konflik Aceh yang menandai munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mulai tahun 1974 sampai dengan tahun 2005.

  Sejak awal, ada banyak perdebatan mengenai posisi Aceh di dalam NKRI. Sebagian mengatakan bahwa keberadaan itu adalah tidak sah dan mengingkari kehendak orang Aceh bahkan sejarah Aceh yang memang merupakan satu identitas politik tersendiri, sementara identitas Indonesia adalah – meminjam Tiro

  • – suatu identitas buatan yang datang belakangan dan rapuh. Karenanya, keduanya tidak mungkin diperbandingkan, apalagi disandingkan. Kelompok pemikiran ini tentu bahkan menganggap penggabungan Aceh ke dalam Indonesia sebagai suatu

  

  pilihan politik pencaplokan . Kemudian dalam catatan sejarah lain juga menyatakan bahwa daerah-daerah yang dikategorikan wilayah Indonesia adalah wilayah-wilayah di Hindia Belanda yang pernah dijajah oleh Belanda. Sedangkan Aceh merupakan satu-satunya wilayah yang tidak pernah bisa diajajah oleh Belanda. Sehingga Aceh dianggap daerah yang bisa menentukan nasib sendiri, bukan “dicaplok” menjadi wilayah Indonesia. kemerdekaan Indonesia di dasari pada faktor kesamaan nasib dan kondisi yaitu sama-sama berjuang melawan penjajahan Belanda, Jepang, Portugis, dll. Selain 31 itu juga seluruh ulama di Aceh pada saat itu mendukung bergabungnya Aceh di 32 Ibid, hal. 54.

  Ahmad Taufan Damanik, Hasan Tiro: Dari Imajinasi Negara Islam ke Imajinasi Etno-Nasionalis, 2011, Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES) dan Acheh Feature Institute (AFI), hal. 15. dalam NKRI. Salah satu ulama yang cukup terkenal dan menjadi penghubung komunikasi antara masyarakat Aceh dengan pemerintah pusat adalah Tgk. Daud Beureueh.

  Bentuk dari dukungan itu diberikan Aceh antara lain dengan menyumbangkan sebuah pesawat untuk negara Indonesia. Sumbangan pesawat ini bersumber dari kumpulan dana masyarakat Aceh. Pesawat ini dikenal dengan sebutan RI 001, yang kemudian menjadi cikal bakal Garuda Indonesia.sejak saat itu, Aceh disebut daerah modal. Artinya, Aceh menjadi salah satu daerah utama penopang terbentuknya Negara Indonesia. Namun, dukungan ini bukan tanpa syarat. Soekarno, presiden pertama sekaligus proklamator Indonesia, dalam kunjungan ke Banda Aceh tahun 1947 untuk mendapatkan dukungan mempertahankan kemerdekaan diminta oleh tokoh-tokoh Aceh menandatangani perjanjian untuk menegakkan syariat Islam sebagai syarat dukungan yang akan

  

  diberikan oleh rakyat Aceh . Sembari menangis terisak-isak, Soekarno bersumpah akan memenuhi syarat yang dimintakan meski tetap menolak

   memberikan janji tertulis .

  Ironisnya lagi, setelah kejadian itu, Aceh berada dalam kondisi yang terbiarkan. Pada tahun 1949, keluar ketetapan pembentukan provinsi Aceh yang Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 8/Des/WKPM Tahun 1949 yang

   33 ditandatangani oleh wakil perdana menteri Syarifuddin Prawira negara . Tidak 34 Ibid , hal 18. 35 El Ibrahimy dalam Ibid, hal 18.

  M Nur El Ibrahimy dalam Adam Mukhlis Arifin, Demokrasi Aceh Mengubur Ideologi, 2011, Jakarta: The Gayo Institute (TGI), hal 10-11. berselang lama kemudian keluar pula Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang No. 5 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Utara, yang ditandatangani oleh Mr. Assaat sebagai pemangku jabatan presiden dan Mr.

  Soesanto sebagai menteri dalam negeri yang isinya menyatakan bahwa Provinsi

  

  Setelah sekian lama merasa dikhianati oleh Presiden Soekarno, akhirnya Tgk. Daud Beureueh memutuskan untuk bergabung dengan gerakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), yang sebelumnya sudah ada di wilayah lain di Indonesia. Gerakan yang dipimpin oleh Kartosuwiryo ini lahir di Jawa Barat, dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.

  Gerakan DI/TII di Aceh ini kemudian menjadi benih-benih munculnya Gerakan Aceh Merdeka yang dipelopori oleh Tgk Hasan Muhammad di Tiro.

  Berbeda dengan DI/TII yang masih mengikatkan diri dalam bingkai Republik Indonesia, gerakan Hasan Tiro mencoba mengubah Aceh menjadi sebuah Negara tersendiri yang terpisah dari Indonesia seperti sebelumnya. Dia meletakkan persoalan kedaulatan Aceh sebagai sumber perjuangan gerakannya. Bagi Hasan Tiro, Aceh tak memiliki hubungan apapun dengan Indonesia dan tak pernah secara sah diserahkan kepada Hindia Belanda (Indonesia). bertempat di Bukit Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro, Kabupaten Aceh Pidie. Dalam perkembangannya, gerakan perlawanan ini memperluas jaringannya 36 hingga ke seluruh Aceh dalam rangka menuntut kemerdekaan Aceh dari Ibid, Hal 11. pemerintah Indonesia. Hingga pada akhirnya terjadi musibah gempa dan tsunami di Aceh, menggugah hati nurani pihak yang bertikai yakni GAM-RI untuk mengakhiri konflik yang terjadi selama puluhan tahun di Aceh, dengan ditandai oleh lahirnya perjanjian (MoU) Helsinki. Butir-butir perjanjian dalam MoU Helsinki ini dituangkan dalam bentuk undang-undang RI No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

II.2 Proses Terbentuknya UU Pemerintahan Aceh

  Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, atau bersifat istimewa. Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan yang tinggi. Ketahanan dan daya juang yang tinggi itu bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syariat Islam yang kuat sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pandangan Hidup yang berlandaskan syariat Islam itulah yang kemudian dijadikan dan kemudian menjadi pertimbangan penyelenggaraan keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999.

  Namun, dalam implementasinya, UU tersebut dipandang kurang memberikan kehidupan di dalam keadilan atau keadilan di dalam kehidupan. Bagi masyarakat Aceh kondisi demikian belum dapat mengakhiri pergolakan masyarakat di Provinsi DI Aceh yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk reaksi. Respon Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI melahirkan salah satu solusi politik bagi penyelenggaraan persoalan Aceh, berupa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus bagi Provinsi DI Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

  Dalam pelaksanaannya, undang-undang tersebut juga belum cukup memadai dalam menampung aspirasi dan kepentingan pembangunan ekonomi dan keadilan politik. Hal demikian mendorong lahirnya undang-undang tentang Pemerintahan Aceh dengan prinsip otonomi seluas-luasnya. Bencana alam, gempa bumi, dan tsunami yang terjadi di Aceh pada akhir Desember 2004, telah menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh. Begitu pula telah tumbuh kesadaran yang kuat dari Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, serta bermartabat yang permanen dalam kerangka NKRI.

  Dari uraian di atas, tampaklah bahwa penataan otonomi khusus di Aceh merupakan salah satu upaya meretas hadirnya sebuah keadilan dan pencapaian secara demokratis di Nanggroe Aceh Darussalam. Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, menjadi pintu pembuka bagi kedamaian di Aceh. Walaupun pada awalnya, penandatangan MoU sempat mendapat reaksi pro dan kontra dari berbagai macam elemen masyarakat, namun pada akhirnya dengan segala kelapangan dada semua sepakat, bahwa perdamaian abadi harus diwujudkan di Aceh.

  Ada enam butir utama isi Nota Kesepahaman yang telah dicapai yaitu: penyelenggaraan pemerintahan di Aceh, hak asasi manusia, amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat, pengaturan keamanan, pembentukan Misi Monitoring Aceh (MMA) dan penyelesaian perselesihan. Setelah hampir semua butir-butir nota kepahaman dilaksanakan, maka penyusunan RUU Pemerintahan Aceh mendapat perhatian dari seluruh komponen masyarakat.

  UU Pemerintahan Aceh adalah undang-undang yang unik dalam proses penyusunannya, karena melibatkan berbagai elemen masyarakat Aceh secara luas, bahkan menarik perhatian dunia. Pihak-pihak yang turut berpartisipasi meliputi masyarakat Aceh yang berasal dari pemerintah daerah, kalangan LSM, akademisi, wanita, ulama, dan anggota GAM. Sebagai sebuah produk hukum baru yang lahir dari konsekuensi adanya perubahan kebijakan politik antara Pemerintah RI dan GAM, maka RUU ini harus dapat mengakomodasi tuntutan kedua belah pihak secara adil.

  Secara substantif RUU Pemerintahan Aceh (RUU PA) dapat dikatakan yang pertama, RUU PA akan menanggung beban sebagai turunan dari sebuah Nota Kesepahaman. Karena itu, hampir dapat dipastikan pembahasan substansi RUU ini akan berjalan alot apabila tidak ada langkah-langkah khusus yang menyertainya.

  Kekhususan yang kedua, sebagai bagian dari sebuah upaya perdamaian yang sekian lama dinantikan, proses yang inklusif menjadi prasyarat yang tak dapat ditolak lagi. Proses penyusunan dan pembahasan yang partisipatif dan transparan akan menjadi bagian dari proses perdamaian itu sendiri. Sebab, dalam proses itulah akan terkumpul masukan dan terjadi 'internalisasi' dan proses pemahaman substansi RUU, sehingga akan membantu masyarakat untuk memantau implementasi undang-undang itu nantinya. RUU PA juga menanggung beban sebagai bagian dari upaya membangun kembali Aceh, bukan hanya dalam arti fisik tetapi lebih jauh lagi, RUU ini juga akan menjadi sarana dalam membangun masyarakat (society) Aceh. Dan membangun Aceh di sini bukan hanya pasca-tsunami, tetapi membangun kembali masyarakat Aceh yang sudah sekian lama hidup dalam suasana represif.

  Kemudian kekhususan yang ketiga adalah, RUU PA mempunyai jangka waktu penyusunan yang tidak dapat ditawar lagi, yaitu hanya kurang lebih 6 (enam) bulan. Suatu jangka waktu yang singkat untuk sebuah RUU yang substansinya bahkan belum pernah dibicarakan sebelum Nota Kesepahaman ditandatangani pada 15 Agustus 2005.

  Tanggal 11 Juli 2006 menjadi hari yang bersejarah bagi rakyat Indonesia dalam Sidang Paripurna DPR RI. Tentunya ada beberapa masalah krusial yang menjadi pembahasan intensif, seperti masalah judul, kewenangan, bagi hasil, parpol lokal, pilkada, peradilan HAM dan lain-lain yang memerlukan penjelasan, sehingga tidak menimbulkan tafsir yang berbeda dari semangat yang mendasarinya.

  Undang-Undang ini memiliki 2 (dua) sifat pokok, yaitu komprehensif, dalam arti mengatur hal ihwal penyelenggaraan pemerintahan di Aceh secara menyeluruh sehingga muatannya mencakup 40 Bab dan 273 Pasal. Dan tuntas, dalam arti memuat pengaturan secara rinci dan detail sehingga hanya diperlukan 2 (dua) Peraturan Pemerintah dan 3 (tiga) Peraturan Presiden sebagai pelaksanaan Undang-Undang, sedangkan daerah harus menyelesaikan 68 qanun.

  Dalam hal ini terlihat bahwa Undang-Undang Pemerintahan Aceh dapat memberikan diskresi kewenangan yang cukup besar, baik di tingkatan pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota, terlebih jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

II.4 Tahapan Pemilukada Aceh

  Proses pelaksanaan Pemilukada di Provinsi Aceh ternyata tidak berjalan mulus sesuai rencana. Pada awalnya KIP Aceh merencanakan jadwal pelaksaanaan pesta demokrasi bagi warga Aceh tersebut akan dilangsungkan pada tanggal 14 November 2011. Namun, keputusan tersebut diubah menjadi tanggal disebabkan karena kondisi keamanan di Aceh yang dinilai tidak cukup kondusif untuk melaksanakan Pemilukada. Hingga akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) turun tangan untuk memutuskan tanggal pelaksanaan Pemilukada Aceh. MK kemudian memutuskan Pemilukada Aceh dilaksanakan selambat-lambatnya pada 9 April 2012.

  Penetapan jadwal baru itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) KIP Aceh Nomor 31 tahun 2012 tentang perubahan kelima atas keputusan Nomor 1 Tahun 2011 tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah Provinsi Aceh. Berdasarkan surat keputusan di atas, pelaksanaan Pemilukada Aceh terbagi menjadi 5 tahapan.

  Tahapan pertama meliputi pemutakhiran data dan daftar pemilih. Pencatatan dan penetapan data pemilih tambahan dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2012 hingga 15 Februari 2012. Kemudian data yang telah ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) tersebut diumumkan pada tanggal 19 Februari 2012 oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS). Selanjutnya oleh PPS, pada tanggal 20 sampai 25 Februari 2012, Daftar Pemilih Tetap disampaikan kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada KIP Aceh.

  Tahapan kedua adalah pencalonan. Dalam tahap ini, setiap pasangan calon yang ingin ikut serta dalam Pemilukada boleh mendaftarkan diri baik diajukan dari partai politik, perseorangan ataupun gabungan partai politik dan Dalam tahap ini juga dilakukan penelitian dan pemberitahuan hasil penelitian pemenuhan syarat calon, termasuk penelitian penambahan dukungan calon perseorangan yang jumlahnya menjadi kurang dari jumlah dukungan paling rendah akibat verifikasi PPS, PPK, KIP Kab/kota.

  Pemeriksaan kelengkapan dan/atau perbaikan surat pencalonan, syarat calon, dan/atau mengajukan syarat baru (parpol/gabungan parpol) beserta persyaratan pasangan calon (perseorangan),sesuai dengan Vide Psl. 59 ayat (5a) hrf b s/d hrf i dalam UU No.12/2008 dilakukan pada tanggal 15 hingga 28 Februari 2012. Selanjutnya pada tanggal 17 Januari hingga 20 Februari 2012 dilakukan pemeriksaan kesehatan dan tes uji baca Al-Quran Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh oleh tim dokter pemeriksa khusus kepada KIP Aceh beserta penyampaian hasil kedua tes. Setelah itu, KIP Aceh kembali melakukan penelitian dan verifikasi ulang kelengkapan dan perbaikan persyaratan pasangan calon sekaligus pemberitahuan hasil penelitian dalam rentang tanggal 29 Februari hingga 6 Maret 2012. Hingga kemudian pasangan calon yang memenuhi persyaratan diumumkan pada tanggal 7 Maret 2012.

  Selanjutnya dilakukan penetapan dan penentuan nomor urut pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tanggal 8 Maret 2012. Dan pada tanggal 9 Maret 2012 KIP Aceh mengumumkan secara resmi urutan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Aceh. Berikut urutan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut yang telah melalui berbagai tahapan tes dan verifikasi.

  

Nomor Urut Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada

Pemilukada 2012

No Urut Nama Calon

  1. Tgk. Ahmad Tajuddin – Ir. Suriansyah

  2. Drh. Irwandi Yusuf – Muhyan Yunan

  3. Prof. Darni Daud – DR. Ahmad Fauzi

  4. Muhammad Nazar, S.Ag – Ir. Nova Iriansyah

  5. Dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf

  Sumb

  Tahapan selanjutnya adalah pencetakan dan pendistribusian daftar pasangan calon, surat suara, serta alat dan kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS dan TPS. Juga PPK, Formulir BA, Daftar Pasangan Calon dan Surat Suara kepada KIP Kabupaten/Kota. Tahap ini dilakukan pada tanggal 10-27 Maret 2012.

  Kemudian tahapan keempat diisi dengan kegiatan kampanye. Tahapan ini meliputi pertemuan antar peserta Pemilukada tentang pelaksanaan Kampanye, kemudian kegiatan kampanye itu sendiri dan masa tenang. pertemuan antar peserta Pemilukada tentang pelaksanaan Kampanye dilakukan pada tanggal 14-21 Maret 2012. Kemudian dalam rentang waktu dimulai dari tanggal 22 Maret hingga 5 April 2012 kampanye dilaksanakan. Setelah kampanye selesai dilaksanakan, dua hari sesudah kampanye dinyatakan sebagai masa tenang.

  Tahap kelima ataupun tahapan terakhir dari proses Pemilukada Aceh ini adalah masa pencoblosan. Masa pencoblosan meliputi pemungutan suara dan penghitungan suara yang dilakukan secara serentak di seluruh Provinsi Aceh. Pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 9 April 2012. Adapun hasil perolehan suara di seluruh Provinsi Aceh adalah sebagai berikut.

  

Tabel II.3

Hasil Akhir Pemilukada Aceh 2012 berdasarkan Kabupaten/Kota

  16 Aceh Tengah 1.456 56.616 4.729 10.552 24.645

  10 Aceh Tenggara 1.451 46.640 3.381 7.892 38.409

  11 Aceh Singkil 2.460 30.653 2.354 3.518 12.286

  12 Subulussalam 545 18.472 997 2.203 6.909

  13 Aceh Barat Daya

  1.568 11.874 1.849 5.518 54.059

  14 Aceh Selatan 2.333 38.044 2.964 6.844 57.271

  15 Simeulue 720 15.065 2.885 2.905 20.949

  17 Bener Meriah 1.410 33.530 3.597 6.966 25.600

  8 Nagan Raya 2.700 21.927 4.017 7.276 49.040

  18 Bireuen 4.342 71.999 5.152 9.505 123.729

  19 Lhokseumawe 2.652 20.522 2.318 5.412 50.355

  20 Aceh Utara 7.830 41.268 5.315 11.655 212.927

  21 Langsa 1.476 29.456 4.681 6.736 27.403

  22 Aceh Timur 6.278 26.207 7.266 10.007 137.487

  23 Aceh Tamiang 2.228 50.884 6.556 9.259 50.800

  Total 79.330 694.515 96.767 182.079 1.327.695 Persentase 3,33% 29,18% 4,07% 7,65% 55,78% Sumber:

  9 Gayo Lues 726 9.704 2.559 2.174 32.497

  7 Aceh Jaya 1.254 8.312 1.716 3.802 27.567

  No Kabupaten/Kota Tgk. H.

  Muhyan Yunan Dr. Tgk.

  Ahmad Tajuddin drh.

  Irwandi Yusuf Prof. Dr.

  Darni M.

  Daud H.

  Muhammad Nazar dr. H. Zaini

  Abdullah Ir. H. Teuku

  Suriansyah Dr. Ir.

  Ahmad Fauzi

  6 Aceh Barat 1.656 27.837 5.880 7.039 55.642

  Ir. Nova Iriansyah,

  MT Muzakkir

  Manaf

  1 Banda Aceh 4.641 38.482 5.543 15.305 22.181

  2 Sabang 540 7.133 787 2.052 6.047

  3 Aceh Besar 20.136 57.389 10.776 19.607 72.276

  4 Pidie 8.752 24.661 7.396 15.617 166.237

  5 Pidie Jaya 2.176 7.840 4.049 10.235 53.379

  Tabel diatas menunjukkan kemenangan mutlak diraih oleh pasangan nomor urut 5 yaitu pasangan dr. H. Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf dengan perolehan suara 1.327.695 suara atau setara dengan 55,78% dari jumlah pemilih. Kemenangan mutlak pasangan ZIKIR terjadi di beberapa daerah yang memang merupakan daerah-daerah basis GAM. Daerah tersebut antara lain, Pidie, Aceh Utara, Bireuen, Lhokseumawe dan Aceh Timur.

  Sementara itu, didaerah-daerah lain yang bukan merupakan basis GAM, meskipun pasangan ZIKIR tidak memperoleh kemenangan, namun jika dibandingkan dengan perolehan suara pada Pemilukada sebelumnya angka perolehan suara pada Pemilukada tahun ini mengalami peningkatan. Seperti yang diungkapkan oleh Kausar, Sekretaris Pemenangan Pusat Partai Aceh:

  “Daerah-daerah itu (Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah dan kota Subussalam) bukan merupakan basis PA. Tetapi yang perlu diperhatikan disini jika dibandingkan dengan hasil Pileg 2009, terdapat kenaikan perolehan suara untuk PA meskipun tidak dapat memenangkan Pemilukada di daerah-

   daerah tersebut

  Hasil perolehan suara ini menunjukkan bahwa pengaruh Partai Aceh masih cukup terasa di daerah-daerah yang bahkan bukan merupakan daerah basis massa Partai Aceh. Sebaliknya, Pasangan Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan memperoleh suara terbanyak di daerah-daerah yang bukan merupakan basis massa GAM tersebut.

37 Hasil Wawancara dengan Sekretaris Pemenangan Pusat Partai Aceh 2012, Kausar pada tanggal 09 Mei

  2013 di Medan

  II.5. Profil dan Visi Misi Pasangan ZIKIR

  II.5.1 Profil dr. H. Zaini Abdullah Bagi orang Aceh, nama dr. H. Zaini Abdullah sudah tidak asing lagi.

  Mantan Menteri Luar Negeri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini diusung sebagai calon Gubernur Aceh periode 2012-2017 oleh Partai Aceh – partai moyoritas di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama wakilnya Muzakkir manaf, mantan panglima GAM yang kini menjabat sebagai ketua Komite Peralihan Aceh

   (KPA) sekaligus ketua Partai Aceh.

  dr. H. Zaini Abdullah lahir di Beureunun, Kabupaten Aceh Pidie pada 24 April 1940 silam. Ayahnya, Tgk. H. Abdullah Hanafiah tokoh kharismatik di wilayah itu. Selain sebagai seorang ulama, beliau juga ikut serta dalam gerakan DI/TII bersama Daud Beureueh, republikan asal Aceh yang kemudian memimpin pemberontakan pembebasan DI/TII.

  Dikemudian hari, jalur perjuangan Tengku H. Abdullah Hanafiah itu dilanjutkan oleh dr. H. Zaini Abdullah. Pada tahun 1976, Tengku Hasan Muhammad Tiro memproklamirkan GAM. dr Zaini yang saat itu berstatus sebagai dokter langsung bergabung dalam barisan perjuangan yang menentang kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap Aceh. 38 kondisi Aceh semakin tidak kondusif akibat operasi militer yang digelar

  

Komite Peralihan Aceh (KPA) merupakan wadah yang dibentuk untuk menaungi mantan

anggota GAM pasca penandatanganan Mou Helsinski (perjanjian RI-GAM) dan secara otomatis lembaga Gerakan Aceh Merdeka resmi dibubarkan seiring dengan lahirnya Komite Peralihan Aceh (KPA). KPA ini juga merupakan wadah bagi eks kombatan untuk berasosiasi sebelum Partai Aceh lahir. Setelah partai Aceh ada, lembaga KPA ini tetap ada, mengingat Partai Aceh adalah lembaga

aspirasi politik mayoritas anggota GAM, sedangkan KPA adalah lembaga tempat berhimpun seluruh anggota GAM. Lihat buku Visi & Misi dr. H. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf hal, 27. pemerintah RI di Aceh, kepergiaannya ke luar negeri juga bagian dari membangun diplomasi internasional, mengkampanyekan perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

  Pada tahun 2002, perundingan pertama antara pemerintah RI dengan GAM dilakukan di Tokyo. dr Zaini terlibat langsung dalam perundingan itu. Namun perundingan gagal. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 2005, Memorantum of

  

Understanding (MoU) antara GAM dengan pemerintah RI diteken. Tak lama

  setelah itu, dr Zaini Abdullah kembali ke Aceh, dan pada tahun 2012 beliau diusung oleh Partai Aceh untuk menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh berpasangan dengan Muzakkir Manaf.

  Tabel II.4

Biodata Singkat dr. Zaini Abdullah

  Nama lengkap : dr. H. Zaini Abdullah Alamat dan Tempat : Darul Aman, Desa Rapana, Jl. Tangse km1, Tinggal Teureube, Beureunuen Tempat dan Tanggal Lahir : Sigli, 24 April 1940 Profesi : Dokter Kewarganegaraan : Indonesia Nama Istri : Niazah A. Hamid Nama Anak : Niza Ratna Zaini

  Hasnita Zahra Zaini Sri Wahyuni Zaini

  Riwayat Pendidikan : - Sekolah Rakyat di Beureunuen – Aceh (1947-

  1952)

  • Sekolah Menengah Pertama Sigli – Aceh (1953-1957)
  • Sekolah Menengah Atas Kutaraja/Banda Aceh – Aceh (1957-1960)
  • Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (1960-1972)
  • Pendidikan Spesialis dalam Bidang Penyakit Kandungan dan Kebidanan pada Universitas Sumatera Utara (USU) – RSU Pirngadi – Medan (1975-1977)
  • Pendidikan Spesialis “Family Doctor” di Karolinska Universitets Sjukhus Huddinge, Stockholm – Swedia (1990-1995)

  Riwayat Pekerjaan : - Kepala Puskemas/Kepala Rumah Sakit Umum Kuala Simpang Aceh Timur (1972-1975)

  • Aktif sebagai dokter di sejumlah Rumah Sakit di Swedia (1982-2005)
  • Pensiun dan bekerja sebagai Konsultan Kesehatan dan dokter di Rumah Sakit Umum dan Health Centre di Swedia (2005-2009)

  Pengalaman dalam : - Leadership Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Organisasi dan Perdamaian sekaligus Anggota Delegasi GAM dalam proses perdamaian yang menghasilkan Kesepahaman Jeda Kemanusiaan dengan Pemerintah Republik Indonesia (RI) pada tahun 2000 – 2001 di Jenewa

  • – Swiss - Leadership Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekaligus Anggota Delegasi GAM dalam perdamaian yang menghasilkan Kesepahaman Penghentian Permusuhan dengan Pemerintah Republik Indonesia tahun 2002 di Swiss - Leadership Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekaligus Anggota Delegasi GAM dalam perundingan antara GAM dan Pemerintah RI di Helsinski-Finlandia tahun 2005 yang menghasilkan Kesepakatan Damai Bersama (Mou) Helsinski 15 Agustus 2005

II.5.2. Profil Muzakkir Manaf

  Pria yang akrab disapa Mualem (gelar yang disematkan kepada sesorang yang memiliki pengetahuan tinggi tentang ilmu kemiliteran, yang memiliki kemampuan untuk melatih pasukannya) ini lahir di Seuneudon, Aceh Utara pada tahun 1964. Ia sudah terlibat dalam perjuangan Aceh bersama GAM sejak usia muda. Sejak 1986 hingga 1989, bersama beberapa pemuda Aceh pilihan lainnya beliau dikirim ke Libya untuk mengikuti pendidikan militer di Camp Tajura. Ketika kembali ke Aceh, sama seperti kombatan GAM lainnya Muzakkir bergabung bersama kombatan GAM lainnya untuk meneruskan perjuang. Mantan GAM untuk menggantikan Panglima GAM terdahulu, Abdullah Syafie yang meninggal pada tanggal 22 Januari 2002. Usai MoU Helsinski ditandangani pada

  15 Agustu 2005, sayap militer GAM dibubarkan, dan kemudian dibentuk KPA (Komite Peralihan Aceh) sebagai wadah transisi mantan kombatan GAM ke masyarakat sipil biasa. Sejak pertama kali dibentuk pada tahun 2005 hingga sekarang, Muzakkir menjabat sebagai ketua KPA. Sekaligus juga Ketua Umum Partai Aceh sejak tahun 2007 hingga 2012. Pada tanggal 2 Maret 2013 Muzakkir Manaf terpilih kembali secara aklamasi sebagai ketua Partai Aceh dalam musyawarah partai yang digelar di Banda Aceh.

  Tabel II.5

Biodata Singkat Muzakkir Manaf

  Nama : Muzakkir Manaf Tempat, Tanggal Lahirr : Seuneudon, 1964 Alamat : Banda Aceh Agama : Islam Status Perkawinan : Sudah Kawin Riwayat Pendidikan : - SDN Seuneudon Kabupaten Aceh Utara

  • SMP Negeri Idi Kabupaten Aceh Timur - SMA Negeri Panton Labu Kabupaten Aceh Utara Riwayat Organisasi di : -

  Anggota pasukan GAM 1986-2005

  • GAM

  Panglima Wilayah Pase GAM 1998 – 2002 Wakil Panglima Pusat GAM 1998 – 2002

  • Panglima GAM 2002 – 2005
  • Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) 2005 –
  • sekarang
  • ..........

  Ketua umum Partai Aceh 2007 – 2012 dan 2012 -

II.6 VISI dan MISI pasangan ZIKIR

  Visi yang diusung oleh pasangan ini adalah “ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UU PA SEBAGAI WUJUD MoU HELSINSKI”. Kata-kata yang tergabung dalam kalimat membentuk visi tersebut memiliki makna yang diuraikan seperti di bawah ini.

  Bermartabat dapat mewujudkan melalui penuntasan peraturan-peraturan

  hasil turunan UUPA dan peraturan perundangan lainnya, pelaksanaan tatakelola pemerintahan yang baik dan bersih, bebas dari praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme serta penegakan supremasi hukum dan HAM, mengangkat kembali budaya Aceh yang islami dan pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Sejahtera adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat Aceh melalui pembangunan ekonomi berazaskan pada potensi unggulan lokal dan berdaya saing, pengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan geopolitik Aceh, peningkatan indeks pembangunan manusia dan mengembangkan kemampuan menguasai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkeadilan adalah terwujudnya pembangunan yang adil dan merata yang dilakukan secara partisipatif, proporsional dan berkelanjutan berdasarkan prinsip kebutuhan dan aza manfaat bagi masyarakat Aceh. Dan Mandiri adalah Aceh mampu memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang melimpah dan keunggulan geostrategis melalui penguatan kapasitas sumberdaya manusia, efisiensi dan efektifitas anggaran, serta penguasaan tekonologi informasi, sehingga bermanfaat bagi masyarakat Aceh.

  Kalimat selanjutnya yang berbunyi “Berlandaskan UUPA sebagai wujud

  MoU Helsinki” memiliki makna mewujudkan pelaksanaan Pemerintah Aceh yang

  efektif dan efisien sebagaimana yang telah dituangkan dalam Undang-undang tersebut guna tercapainya masyarakat Aceh yang mandiri, makmur dan sejahtera dalam bingkai NKRI.

  Adapun misi pasangan ini dalam mewujudkan visi Aceh tersebut ditempuh melalui 5 (lima) misi pembangunan Aceh sebagai berikut: Misi Pertama yaitu memperbaiki tata kelola Pemerintahan Aceh yang amanah melalui Implementasi dan penyelesaian turunan UUPA untuk menjaga perdamaian yang abadi. Misi ini bermaksud mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan amanah peningkatan profesionalisme dan pengelolaan sumberdaya aparatur, penguatan sistem pendataan penyelenggaraan pemerintahan, peningkatan kualitas pelayanan publik melalui efisiensi struktur pemerintahan, membangun transparansi dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Menjadikan UUPA dan turunan peraturannya sebagai acuan pelaksanaan dan percepatan pembangunan Aceh secara menyeluruh serta mewujudkan perdamaian abadi di provinsi Aceh.

  Misi kedua adalah menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam disemua sektor kehidupan masyarakat, yang bermakna membangun masyarakat Aceh yang beriman, bertaqwa, beakhlak mulia, beretika dan berkarakter, dengan mengangkat kembali budaya Aceh yang bernafaskan Islami dalam upaya pengembalian harkat dan martabat masyarakat Aceh. dan juga mengimplementasikan budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat secara efektif dan tepat.

  Misi ketiga yaitu memperkuat struktur ekonomi dan kualitas sumber daya manusia. Maksudnyaadalah mengembangkan kerangka ekonomi kerakyatan melalui peningkatan potensi sektor unggulan daerah dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat secara optimal, menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran dalam memenuhi capaian Milenium Development Goals (MDGs), memperluas kesempatan kerja melalui pembangunan infrastruktur ekonomi sektor riil dan pemihakan kepada sektor pertanian yang berbasis potensi lokal masing- masing wilayah. Selain itu meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat Aceh adalah mewujudkan kualitas pelayanan pendidikan melalui meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) dalam berbagai tingkat pendidikan, menurunkan disparitas antarwilayah, gender dan sosial ekonomi serta antar satuan pendidikan. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui meningkatnya angka harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, menurunnya angka prevalensi gizi buruk serta efektifitas penanganan penyakit menular guna pencapaian MDG’s.

  Misi terakhir yaitu melaksanakan Pembangunan Aceh yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan. Artinya adalah terwujudnya masyarakat Aceh yang mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berdaya guna dan berhasil guna secara optimal dengan mendorong masyarakat yang lebih produktif, kreatif, dan inovatif.

Dokumen yang terkait

Analisis Startegi Partai Aceh Terhadap Pemenangan Pasangan dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf Pada Pemilukada Aceh 2012

1 48 93

Tinjauan Yuridis Terhadap Hak Waris Istri Dalam Perkawinan Siri Pada Masyarakat Adat Aceh Di Kecamatan Darul Imarah Mukim Daroy/Jeumpet Desa Garot Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh

2 156 137

Sistem Pengendalian Internal Gaji Dan Upah Pada Bappeda Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh

6 88 60

Pengaruh Fungsi Koordinasi Petugas Dinas Terkait Terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh

1 36 172

Hubungan Faktor Sosio Demografi Dan Sosio Psikologi Dengan Keikutsertaan Pasangan Usia Subur Dalam Program Keluarga Berencana Di Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

0 33 107

Analisis Yuridis Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Provinsi Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

1 53 169

Analisis Kualitas Pendidikan Life Skills Lulusan Smk Program Pendidikan Sistem Ganda Dalam Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Aceh Selatan – Provinsi Aceh

0 66 156

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Provinsi Aceh Menggunakan Analisis Diskriminan

19 133 70

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Arsitektur Tradisional Aceh - Penerapan Arsitektur Tradisional Aceh pada Museum Tsunami Aceh

0 0 39

BAB II DESKRIPSI LOKASI ACEH TAMIANG 2.1 Latar Belakang Sejarah Kabupaten Aceh Tamiang 2.1.1 Sejarah Kerajaan Benua Tamiang - Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang

0 1 28