Analisis Startegi Partai Aceh Terhadap Pemenangan Pasangan dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf Pada Pemilukada Aceh 2012

(1)

ANALISIS STARTEGI PARTAI ACEH TERHADAP

PEMENANGAN PASANGAN dr. ZAINI ABDULLAH –

MUZAKKIR MANAF PADA PEMILUKADA ACEH 2012

D I S U S U N

Oleh:

AFDHAL 070906007

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

AFDHAL (070906007)

ANALISIS STRATEGI PARTAI ACEH TERHADAP PEMENANGAN PASANGAN DR. ZAINI ABDULLAH-MUZAKKIR MANAF PADA PEMILUKADA ACEH 2012

Rincian isi Skripsi, 82 Halaman, 7 Tabel, 17 Buku, 16 Situs Internet, 3 Dokumen serta 3 Wawancara. (Kisaran Buku dari tahun 2003-2011)

ABSTRAK

Pemilukada adalah sebuah proses perwujudan demokrasi di tingkatan daerah dalam rangka memilih kepala daerah secara langsung oleh warganya untuk mencari sosok pemimpin seperti apa yang mereka inginkan. Dalam pelaksanaannya, Pemilukada di Provinsi Aceh tahun 2012 tidak hanya diikuti oleh partai politik nasional saja, tetapi juga diikuti oleh partai politik lokal. Keikutsertaan partai politik lokal pada Pemilukada Aceh ini menunjukkan perbedaan yang cukup menonjol dengan Pemilukada di daerah lain di Indonesia, dimana di daerah lain tidak ada aturan yang memperbolehkan keikutsertaan partai lokal dalam pelaksanaan Pemilukada.

Pemilukada Aceh 2012 dimenangkan oleh pasangan dr. Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf (ZIKIR). Yang menarik, pasangan ini diusung oleh partai lokal (Partai Aceh) yang terbilang “pendatang baru” dalam pesta demokrasi

daerah di Aceh. Apalagi pesaing mereka adalah incumbent yang pada Pemilukada

terdahulu merupakan calon gubernur yang diusung oleh GAM (cikal bakal Partai Aceh). Dalam keikutsertannya pada Pemilukada Aceh 2012, Partai Aceh tentunya memiliki strategi tertentu untuk memenangkan pasangan calon yang diusungnya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi pustaka untuk mengetahui bagaimana strategi yang diterapkan Partai Aceh dalam memenangkan pasangan ZIKIR. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah proses kemenangan yang didapatkan oleh Partai Aceh yang mengusung pasangan ZIKIR pada Pemilukada

Aceh 2012 lalu, tidak luput dari citra sosok mualem (Muzakkir Manaf) sebagai

figur yang paling mewakili perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan tokoh yang dianggap mampu mengalahkan kepopuleran Irwandi Yusuf.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

AFDHAL (070906007)

Analysis of Aceh Party’s Strategy to winning dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf in Aceh Local Election 2012

Content: 82 Pages, 7 Tables, 17 Books, 16 Websites, 3 Document and 3 Interviews. (Publication from 2003-2011)

ABSTRACT

Local Election is a process of manifestation the democracy in regional levels in order to select the head of the region directly by the citizens to look for a leader that they want. In the implementation, the Local Election in Aceh province in 2012 was not only followed by the national political parties, but also followed by a local political party. Participation of local political parties in Aceh Election showed the prominent differences with the Local Election in other parts of Indonesia, where in other areas there are no rules that allow the participation of local parties in the Regional Election.

Aceh Election in 2012 were won by dr. Zaini Abdullah and Muzakkir Manaf (ZIKIR). Interestingly, the pair was carried by the local party (Aceh Party) which known as a "newcomer" in the local democratic party in Aceh. Moreover, their competitors are incumbent on the previous local Election for governor who was carried by the GAM (Aceh Party embryo). In the participation in Aceh Election 2012, the Aceh Party certainly has a particular strategy for their winning candidates.

This research used descriptive methods, using interviews and literature to find out how the strategy that was adopted in the Aceh Party to won ZIKIR. The results that obtained from this study is the victory of Aceh Party which carries

ZIKIR in Aceh Election 2012, did not escape from the image of figure Mualem

(Muzakkir Manaf) as the figure that best represents the struggle of the Free Aceh Movement (GAM) and the figures are considered able to beat Irwandi Yusuf popularity.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Halaman Persetujuan

Nama : Afdhal

NIM : 070906007

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Analisis Strategi Partai Aceh Terhadap Pemenangan Pasangan dr.

Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf pada Pemilukada Aceh 2012

Menyetujui: Ketua

Departemen Ilmu Politik,

NIP. 196806301994032001 Dra. T. Irmayani, M.Si.

Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,

(Dr. Heri Kusmanto, MA) (Husnul Isa Harahap, S.Sos, M.Si

NIP. 196410061998031002 NIP. 198212312010121001

)

Mengetahui: Dekan FISIP USU,

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002


(5)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Analisis Strategi Partai Aceh Terhadap Pemenangan

Pasangan dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf pada Pemilukada Aceh 2012”. Melalui skripsi ini penulis mencoba menganalisis strategi-strategi apa saja yang dilakukan oleh Partai Aceh dalam rangka memenangkan pasangan dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf. Partai politik dalam hal ini dipandang sebagai mesin utama dalam rangka suksesi terhadap kadernya yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Tentunya dalam rangka suksesi tersebut diwarnai dengan ketidaksepakatan atau konflik internal dalam penentuan calon, namun yang terpenting adalah bagaimana partai tersebut mampu keluar dari kondisi perpecahan itu dengan cara merumuskan strategi-strategi yang jitu dalam rangka menghempang calon-calon lain termasuk calon dari eks kadernya sendiri.

Pada penelitian ini penulis mengambil Partai Aceh dalam keikutsertaannya pada Pemilukada Aceh yang dilaksanakan pada tahun 2012 sebagai objek penelitian. Partai Aceh merupakan salah satu partai lokal yang lahir di aceh pada tahun 2008 dan mulai mengikuti Pemilu pada tahun 2009. Pemilukada 2012 lalu,juga merupakan Pemilukada pertama yang diikuti oleh partai lokal di Aceh bahkan di Indonesia. Partai lokalpun akhirnya keluar sebagai pemenang dengan mengalahkan calon independen dan calon yang diusung oleh partai-partai nasional. Partai lokal tersebut adalah Partai Aceh. Tentunya ini fenomema yang menarik untuk diteliti terlepas bahwa Partai Aceh merupakan partai penguasa diparlemen Aceh periode 2009-2014.

Skripsi ini disusun sebagai bentuk aplikasi teoritis dan pengembangan kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah yang akan menjadi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan berbagai pihak yang membutuhkannya.


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Sebagai manusia yang dhaif penulis merasa cukup banyak kekurangan, kesalahan dan tentunya keterlambatan dalam penyusunan penulisan skripsi ini. Begitu banyak pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Tentunya mereka semua membantu dan mendukungnya dengan cara mereka sendiri. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis menghaturkan ribuan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut.

Pertama kali penulis mengucapkan rasa syukurAlhamdulillah kepada Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam. Kerena berkat segala nikmat yang telah Engkau berikan sampai detik ini sehingga penulis bisa menjalani hidup yang penuh dengan dinamika dan pelajaran ini untuk dipertanggungjawabkan di hari akhir kelak. Kemudian shalawat dan salam kepada manusia sumber segala inspirasi dan penyelamat umat manusia, nabi besar Muhammad SAW. Karena apabila beliau tidak dilahirkan dimuka bumi ini, tidak terbayangkan apakah kita berada dalam nikmat keislaman dan mudah-mudahan keiman atau berada dalam posisi kesyirikan.

Ribuan terima kasih penulis haturkan kepada dua anak manusia yang telah melahirkan penulis dan tidak pernah berhenti merawat dan membimbing penulis sampai sekarang ini, ayahanda Anwar Daoed dan Ibunda Afrida. Semoga setiap langkah dan ucapan penulis selalu dalam keadaaan membahagiakannya. Selanjutnya penulis sampaikan terima kasih kepada kakak Afrianti yang telah menjadi kakak yang baik dan disiplin bagi penulis, abang iparku Dahlan yang selalu memberikan kemudahan akses dalam proses penelitian, keponakanku Muhammad Arkaan Al Sumaterani yang makin menggemaskan, cepat besar nak. Adekku Amatallah, segera menamatkan perkuliahanmu biar sama-sama kita tatap masa depan di dunia nyata. Adekku Afrah Tursuri, banyaklah belajar dalam hidupmu, karena pengalaman adalah guru yang paling berharga. Adekku yang paling terakhir Afrilia Lavanda, selamat menjadi mahasiswa baru. Tidak ada alasan lagi untuk bermalas-malas ya dek. Buat keluarga besar cucu alm. Ibrahim


(7)

Ahmad dan alm. Mariah Yahya serta keluarga besar cucu alm. Kakek di Keutapang salam semangat buat kalian semua. Mari kita banggakan orang-orang yang selalu menyayangi dan membanggakan kita semua.

Selanjutkan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dekan FISIP USU, Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si beserta Bapak

Pembantu Dekan I, Drs. Zakaria Taher, M.Si, Ibu Pembantu Dekan II, Dra. Rosmiani, Msi, Bapak Pembantu Dekan III, Drs.Edward, M.Si . Terima kasih banyak telah menjadi pemimpin dikampus, semoga FISIP semakin baik kedepannya.

2. Ketua Departemen Ilmu Politik, Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si. terima kasih

bu telah mendidik penulis dalam busana kedisiplinan, semoga ini menjadi modal penting bagi penulis untuk beraktifitas di dunia nyata.

3. Sekretaris Departemen Ilmu Politik, Bapak Drs. Antonius Sitepu, M.Si

4. Bapak Dr. Heri Kusmanto, MA sebagai dosen pembimbing dan dosen wali

yang sangat baik bagi penulis. Terima kasih banyak pak, atas bimbingan dan nasehatnya.

5. Abangda Husnul Isa Harahap, M.Si selaku dosen pembaca penulis yang

telah memberikan catatan-catatan kecil tapi sangat penting.

6. Kepada seluruh dosen-dosen ilmu politik yang telah mengajarkan penulis

selama 6 (enam) tahun, bang Ahmad Taufan Damanik, M.Si, bang Faisal Andri, M.Si, pak Toni Situmorang, M.Si, Prof. Subilhar, Dr. Muryanto Amin, M.Si, bu Evi Novida Ginting, M.Sp, pak Warjio, P.hd, bg Adil Arifin, M.Si, kak Khairul Hasni, M.Si, bg Indra Fauzan, M.Si, bu Rosmery Sabri, M.Si dan lain-lain.

7. Kepada narasumber pertama penulis, Dr. M. Nazaruddin, terima kasih

banyak bang atas kesediaannya dan analisisnya yang tajam, semoga makin sukses pak doktor.

8. Narasumber kedua penulis, bang Kausar. Terima kasih banyak juga atas

informasinya yang blak-blakan, sama persis dengan keberanian abang di masa konflik. Semoga sukses di panggung 2014 bang.


(8)

9. Narasumber terakhir penulis, bang Kamaruddin, SH, terima kasih banyak bang atas informasinya yang lugas dan masukan-masukannya, semoga karir abang cemerlang di ibukota

10.Kepada Kak Emma Sari Dalimunthe, bang Manan dan bang Rusdi terima

kasih banyak atas segala kemudahan administrasi yang diberikan kepada penulis

11.Kak Siti dijurusan, bang Putra diperlengkapan, kak Uci dan seluruh

pegawai FISIP USU yang lainnya terima kasih banyak

12. Kepada senior-seniorku, kang Mono, bang Dadang Darmawan, bang Ade

Hermawan, bang Hedensi Adnin, bang Zaki Syahreza, bang Naldi, bang Mamek, bang Rolan Ahmadi, bang Zulpan, bang Tata, bang Fufu, bang Rasadi, bang Arie, bang Eko, bang Rajab, kak Heni, bang Jean Arie, Pakde, Baday, kak Nia, bedoel, kak Tika, kak Antie, Andien, Riri, Ogek, Amar, Adel, Ayies, Pak Regar, dan senior-seniorku yang lain terima kasih banyak telah menjadi guru bagi penulis.

13.Kawan-kawanku Batu Kristal dengan pancaran cahayanya masing-masing,

budi, dedi, ryan, edo, ferdi, ojan, firda, alm. Aya, dika, miftah, rolan, ika, tri, kiki, dina, akbar, taupik, rozi, vira, wanda, aink, wirda, acong, amir, arif, bang boy, babe, ara, nenda, rini, indra, dll terima kasih banyak bersama penulis telah melewati masa pencarian diri di rumah Hmi Komisariat FISIP USU

14.Teman-teman 2008, doni, amin, bancet, iskandar, siska, cut, cenni, eci,

ririn, aling, mia, ok, randa, cory, bebet, dini, fitri, dll terima kasih atas interaksi selama ini.

15.Buat teman kosku, Teguh, Amir, Franky, farid dan Egi terima kasih

banyak atas kebersamaannya, kalianlah yang paling tahu siapa penulis.

16.Angkatan 2009 rambe, mitha, ramadan ,joni, yudid, V, zulfa, eka, afgan,

sandi, sayed dll terima kasih juga atas interaksinya.

17.Kepada Pengurus HmI Komisariat FISIP USU Periode 2013-2014,


(9)

yakinlah semua proses yang dilalui sekecil apapun itu pasti akan sangat bermanfaat buat kalian.

18.Panitia Temu Ramah 2013, stambuk 2012 selamat mencicipi, memasak

dan merasakan teras HmI Komisariat FISIP USU. Pesanku, jangan sampai teras saja, masuklah sampai kalian tahu seluruh isi rumah kita, sehingga kalian tahu bagian mana yang harus diperbaiki.

19.Keluarga di Helvetia terima kasih banyak atas tempat yang nyaman yang

diberikan, mohon maaf sudah jarang kesana. Abang kangen kalian semua.

20.Keluarga besar di Sukaraja, benar-benar sudah menjadi keluarga kandung

bagi penulis, Ibu, Mas Agus, Mbak Dian, Mbak Winda, Mas Tri, Bang Raja, para keponakan yang sebenarnya adek bagi penulis, terima kasih banyak atas segalanya.

21.Keluarga di Bajak V, bapak, ibu kakak dan adek-adekku semoga dengan

izin Allah kita akan selalu bersaudara.

Perempuan yang tangguh, Firdha Yuni Gustia. Sebuah nama sebuah ceritaku. Terima kasih banyak telah mengisi hari-hari penulis dengan penuh warna. Yakinlah, mimpi kita semakin nyata. InsyaAllah sayang. Kepada insan-insan Tuhan lainnya yang belum saya tuliskan satu-persatu namanya, terima kasih juga atas segalanya. Alhamdulillah, begitu banyak orang yang baik pada penulis, dan penulis sangat mensyukurinya.

Medan, Juli 2013


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Halaman Persetujuan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Ucapan Terima Kasih ... v

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

Bab I Pendahuluan 1 I.I Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Kerangka Teori ... 9

1.5.1 Partai Politik Lokal ... 9

1.5.2 Strategi Politik ... 14

1.5.3 Kampanye ... 18

1.6 Metodologi Penelitian ... 20

1.6.1 Metode Penelitian ... 20

1.6.2 Jenis Penelitian ... 21

1.6.3 Lokasi Penelitian ... 21

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data ... 21

1.6.5 Teknik Analisa Data ... 22

1.7 Sistematika Penulisan ... 23

Bab II Deskripsi Lokasi Penelitian 25 II.1 Provinsi Aceh ... 25

II.1.1 Demografi Provinsi Aceh ... 25


(11)

II.3 Proses terbentuknya UU PA ... 31

II.4 Tahapan Pemilukada Aceh ... 36

II.5 Profil Dan Visi Misi Pasangan ZIKIR ... 41

II.5.1 Profil dr. H. Zaini Abdullah ... 41

II.5.2 Profil Muzakkir Manaf ... 45

Bab III Analisis Strategi Politik Partai Aceh 51 III.1 Konsolidasi Internal ... 51

III.2 Optimalisasi Kelembagaan KPA ... 58

III.3 Penguatan Citra Ketokohan ... 62

III.4 Kampanye dan MoU Helsinki ... 68

Bab IV Kesimpulan 76 Daftar Pustaka ... 80


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I.1 Nama Pasangan Calon Guabernur-Wakil

Gubernur Aceh pada Pemilukada Aceh 2012

... 5

Tabel I.2 Hasil Akhir Pemilukada Aceh 2012 ... 6

Tabel II.1 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh ... 26

Tabel II.2 Nomor Urut Pasangan Calon Gubernur dan

Wakil Gubernur Aceh pada Pemilukada Aceh 2012

... 38

Tabel II.3 Hasil Akhir Pemilukada Aceh 2012

berdasarkan Kabupaten/Kota

... 39

Tabel II.4 Biodata Singkat dr. Zaini Abdullah ... 43


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

AFDHAL (070906007)

ANALISIS STRATEGI PARTAI ACEH TERHADAP PEMENANGAN PASANGAN DR. ZAINI ABDULLAH-MUZAKKIR MANAF PADA PEMILUKADA ACEH 2012

Rincian isi Skripsi, 82 Halaman, 7 Tabel, 17 Buku, 16 Situs Internet, 3 Dokumen serta 3 Wawancara. (Kisaran Buku dari tahun 2003-2011)

ABSTRAK

Pemilukada adalah sebuah proses perwujudan demokrasi di tingkatan daerah dalam rangka memilih kepala daerah secara langsung oleh warganya untuk mencari sosok pemimpin seperti apa yang mereka inginkan. Dalam pelaksanaannya, Pemilukada di Provinsi Aceh tahun 2012 tidak hanya diikuti oleh partai politik nasional saja, tetapi juga diikuti oleh partai politik lokal. Keikutsertaan partai politik lokal pada Pemilukada Aceh ini menunjukkan perbedaan yang cukup menonjol dengan Pemilukada di daerah lain di Indonesia, dimana di daerah lain tidak ada aturan yang memperbolehkan keikutsertaan partai lokal dalam pelaksanaan Pemilukada.

Pemilukada Aceh 2012 dimenangkan oleh pasangan dr. Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf (ZIKIR). Yang menarik, pasangan ini diusung oleh partai lokal (Partai Aceh) yang terbilang “pendatang baru” dalam pesta demokrasi

daerah di Aceh. Apalagi pesaing mereka adalah incumbent yang pada Pemilukada

terdahulu merupakan calon gubernur yang diusung oleh GAM (cikal bakal Partai Aceh). Dalam keikutsertannya pada Pemilukada Aceh 2012, Partai Aceh tentunya memiliki strategi tertentu untuk memenangkan pasangan calon yang diusungnya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi pustaka untuk mengetahui bagaimana strategi yang diterapkan Partai Aceh dalam memenangkan pasangan ZIKIR. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah proses kemenangan yang didapatkan oleh Partai Aceh yang mengusung pasangan ZIKIR pada Pemilukada

Aceh 2012 lalu, tidak luput dari citra sosok mualem (Muzakkir Manaf) sebagai

figur yang paling mewakili perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan tokoh yang dianggap mampu mengalahkan kepopuleran Irwandi Yusuf.


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

AFDHAL (070906007)

Analysis of Aceh Party’s Strategy to winning dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf in Aceh Local Election 2012

Content: 82 Pages, 7 Tables, 17 Books, 16 Websites, 3 Document and 3 Interviews. (Publication from 2003-2011)

ABSTRACT

Local Election is a process of manifestation the democracy in regional levels in order to select the head of the region directly by the citizens to look for a leader that they want. In the implementation, the Local Election in Aceh province in 2012 was not only followed by the national political parties, but also followed by a local political party. Participation of local political parties in Aceh Election showed the prominent differences with the Local Election in other parts of Indonesia, where in other areas there are no rules that allow the participation of local parties in the Regional Election.

Aceh Election in 2012 were won by dr. Zaini Abdullah and Muzakkir Manaf (ZIKIR). Interestingly, the pair was carried by the local party (Aceh Party) which known as a "newcomer" in the local democratic party in Aceh. Moreover, their competitors are incumbent on the previous local Election for governor who was carried by the GAM (Aceh Party embryo). In the participation in Aceh Election 2012, the Aceh Party certainly has a particular strategy for their winning candidates.

This research used descriptive methods, using interviews and literature to find out how the strategy that was adopted in the Aceh Party to won ZIKIR. The results that obtained from this study is the victory of Aceh Party which carries

ZIKIR in Aceh Election 2012, did not escape from the image of figure Mualem

(Muzakkir Manaf) as the figure that best represents the struggle of the Free Aceh Movement (GAM) and the figures are considered able to beat Irwandi Yusuf popularity.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) bagi sebuah negara yang menganut paham demokrasi sejatinya merupakan kebutuhan yang tidak terelakkan. Sebagaimana dikatakan oleh Huntington (1995), demokrasi adalah suatu sistem politik dimana para pembuat keputusan kolektif tertinggi dalam sistem ini dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala. Karena itu, pemilu tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan pemerintahakan keabsahan kekuasaannya, juga yang terpenting adalah sebagai sarana bagi rakyat untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan mereka dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara.1

Indonesia sebagai negara penganut demokrasi, juga sudah tentu melaksanakan Pemilu sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Pemilu adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung,umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.2

1

Ibramsyah Amirudin, Kedudukan KPU dalam Struktur Kenegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. 2008. Yogyakarta: Laksbang Mediatama.

2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, hal. 105. Didalam Pemilu, hak-hak dan aspirasi rakyat dapat disalurkan secara langsung dan bebas.


(16)

Pelaksanaan Pemilu di Indonesia tidak terbatas hanya dalam penentuan pemimpin negara saja. Tetapi Pemilu juga diperuntukkan bagi warga negara untuk memilih secara langsung wakilnya di daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dilaksanakanlah Pemilukada (Pemilihan Umum Kepala Daerah).

Pemilukada merupakan sebuah proses perwujudan demokrasi di tingkatan daerah dalam rangka memilih kepala daerah secara langsung oleh warganya untuk mencari sosok pemimpin seperti apa yang mereka inginkan. Aturan mengenai pemilihan kepala daerah pertama kali diatur dalam Undang-undang RI No. 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat 1 yang mengatakan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara

demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.3

Kemudian dilanjutkan pada pasal 2 yang berbunyi “Pasangan calon sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”.4

Undang-undang ini kemudian direvisi berbagai penjelasan teknisnya dalam PP Nomor 6 tahun 2005. Maka sejak tahun 2005 pelaksanaan Pemilukada pertama

kali dilaksanakan di Indonesia.5

Berdeda dengan provinsi lain di Indonesia, Pemilukada di Aceh tidak hanya diikuti oleh partai politik nasional saja, tetapi juga partai politik lokal. Hal ini disebabkan adanya aturan/regulasi mengenai Pemilukada untuk daerah Aceh

3

Undang-undang Otonomi Daerah, Bandung: Fokusmedia, 2008 hal. 46-47. 4

Ibid, hal. 47. 5

Joko J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Semarang: LP3M Universitas Wahid Hasyim, 2005, hal. 120.


(17)

yang diatur dalam Undang-undang RI No. 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan

Aceh pasal 67 ayat 1 yaitu:6

Kondisi kekhususan ini tidak terlepas dari kondisi Aceh sebagai daerah yang dilanda konflik. Setelah hampir 39 tahun konflik antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka, pada tanggal 15 Juni 2005 terjalin perjanjian damai antara kedua belah pihak yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinski, Finlandia. Nota kesepahaman tersebut memuat 6 (enam) pasal utama. Salah satu diantaranya mengenai penyelenggaraan pemerintahan Aceh, Undang-undang tentang penyelenggaraan Pemerintahan Aceh, tentang partisipasi politik yang didalamnya memuat tentang pengaturan pembentukan partai politik lokal (Partai Lokal), tentang ekonomi yang menyebutkan bahwa Aceh berhak menguasai 70 % hasil dari semua cadangan sumber daya alam yang ada di wilayah Aceh, tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur perumusan kembali hukum-hukum di Aceh berdasarkan prinsip-prinsip universal HAM sebagaimana tercantum dalam konvenan internasional PBB mengenai hak sipil,

Pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) diajukan oleh :

a. partai politik atau gabungan partai politik;

b. partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal; c. gabungan partai politik dan partai politik lokal; dan/atau d. perseorangan.

6

Undang-undang No 11 tentang Pemerintahan Aceh, diakses melalui

WIB.


(18)

politik ekonomi, sosial dan budaya.7

7

Partai politik lokal di Aceh diakses melalu

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan damai tersebut, maka pada tanggal 1 Agustus 2006 ditandatanganilah Undang-undang No. 11 tentang Pemerintahan Aceh oleh Presiden RI.

Merujuk pada aturan diatas, maka dalam Pemilukada di Aceh diperbolehkan keikutsertaan partai lokal. Keikutsertaan partai lokal pada Pemilukada Aceh ini menunjukkan perbedaan yang cukup menonjol dengan pemilukada di daerah lainnya, dimana di daerah lain tidak ada aturan yang memperbolehkan keikutertaan partai lokal dalam pelaksanaan Pemilukada.

Meskipun demikian, pada pelaksanaan Pemilukada Aceh tahun 2006, pencalonan calon gubernur-wakil gubernur dari partai lokal belum dapat diikutsertakan, karena proses verifikasi partai politik lokal baru akan dilaksanakan bersamaan dengan verifikasi partai politik nasional untuk menghadapi Pemilu tahun 2009. Namun pada saat itu, Pemilukada Aceh sudah mengakomodir kehadiran calon independen. Dimana pemenangnya pada saat itu adalah calon independen itu sendiri, yakni pasangan calon gubernur Aceh Drh. Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar, S.Ag yang kemudian menjadi Gubernur-Wakil Gubernur Aceh Periode 2007-20012.

Keikutsertaan partai lokal di Aceh baru diperbolehkan pada Pemilukada tahun 2012 baru-baru ini. Pemilukada ini diikuti oleh 5 (lima) pasangan calon gubernur-wakil gubernur Aceh yang berasal dari gabungan partai politik nasional, partai politik lokal dan dari pasangan calon independen bahkan gubernur incumbent juga ikut serta.


(19)

Tabel 1.1

Nama Pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh pada Pemilukada Tahun 2012

No Urut Nama Calon Jalur

1. Tgk. Ahmad Tajuddin – Ir. Suriansyah Perseorangan

2. Drh. Irwandi Yusuf – Muhyan Yunan Perseorangan

3. Prof. Darni Daud – DR. Ahmad Fauzi Perseorangan

4. Muhammad Nazar, S.Ag – Ir. Nova Iriansyah PD, PPP, SIRA

5. Dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf Partai Aceh

Sumber:

Namun dalam pelaksanaannya, Pemilukada Provinsi Aceh ini tidak terlalu berjalan dengan mulus. Jadwal pelaksanaan Pemilukada yang semula ditetapkan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dilangsungkan pada tanggal 16 Februari 2012, sempat mengalami penundaan. Kondisi keamanan Aceh yang pada saat itu dinilai kurang kondusif menjadi latar belakang pengunduran pelaksanaan pesta demokrasi Aceh tersebut. Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian memutuskan pelaksanaan Pemilukada Aceh dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 9 April 2012.

Setelah melalui proses panjang, Pemilukada Aceh yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2012 ini dimenangkan oleh pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dari yang diusung oleh Partai Aceh dr. Zaini Abdullah – Muzakkir

Manaf. Pasangan yang mengusung tagline ZIKIR (ZaIni dan muzakKIR) tersebut,


(20)

1,327,695 (55.78%). Berikut data yang penulis himpun dari Data Center KIP Aceh:

Tabel 1.2

Hasil Akhir Pemilukada Aceh 2012

No

Urut Nama Calon

Jumlah Suara/ Persentase

1. Tgk. Ahmad Tajuddin – Ir. Suriansyah 79,330 (3,33%)

2. Drh. Irwandi Yusuf – Muhyan Yunan 694,515 (29,18%)

3. Prof. Darni Daud – DR. Ahmad Fauzi 96,767 (4,07 %)

4. Muhammad Nazar, S.Ag – Ir. Nova Iriansyah 182,079 (7,65%)

5. Dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf 1,327,695 (55.78%)

Sumber: Data Centre KIP Aceh

Hasil perolehan ini menunjukkan suatu keunikan, dimana pemenang Pemilukada kali ini berasal dari partai politik lokal yang sejatinya adalah “pendatang baru” dalam pesta demokrasi daerah di Aceh dan merupakan partai

lokal satu-satunya di Indonesia. Apalagi pesaing mereka adalah incumbent yang

pada Pemilukada terdahulu merupakan calon gubernur yang diusung oleh GAM (cikal bakal Partai Aceh).

Padahal jika dicermati, dalam Pemilukada yang dilaksanakan di Indonesia,

biasanya terdapat kecenderungan incumbent terpilih kembali (menang). Beberapa

contoh misalnya dalam rentang tahun 2005-2007, di Jawa Tengah, dari 10

kabupaten/kota di mana incumbent ikut Pilkada, 7 daerah (Kabupaten Kebumen,

Kota Semarang dan Kabupaten Kendal, Kabupaten Purbalingga, Blora,

Sukoharjo, dan Kota Magelang) dimenangkan incumbent, tiga incumbent kalah


(21)

Banten, pada tiga Pilkada yang semuanya diikuti calon incumbent, dua daerah

dimenangkan calon incumbent (Kota Cilegon dan Kabupaten Pandeglang), satu

incumbent kalah (Kabupaten Serang). Kemenangan incumbent biasanya

dipengaruhi oleh faktor popularitas selama masa ia menjabat8

Apalagi beberapa survei yang dilakukan sebelum terlaksananya

Pemilukada menunjukkan incumbent lebih poluler di masyarakat Aceh. Salah

satunya survei yang diangkat oleh portal berita Waspada Online dalam berita berjudul “Hasil Survey, Irwandi Yusuf Teratas”, menunjukkan popularitas calon incumbent ini masih teratas

.

9

8

Lili Romli, Kecenderungan Pilihan Masyarakat Dalam Pilkada, pada jurnal poelitik vol. 1 no. 1, hal 4, diakses melalui

.

Namun, fenomena yang terjadi pada Pemilukada Aceh 2012 ini, pasangan

ZIKIR yang diusung oleh Partai Aceh mampu mengalahkan incumbent yang

terbukti populer. Bahkan di Kabupaten Bireuen, yang merupakan tempat kelahiran incumbent, dan seharusnya dapat menjadi basis massa bagi incumbent, ZIKIR juga mampu memenangkan Pemilukada dengan perolehan hasil diatas 50%. Berangkat dari kondisi tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana strategi politik yang diterapkan oleh Partai Aceh untuk memenangkan pasangan dr. Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf pada Pemilukada Aceh tahun 2012.

I.2 Rumusan Masalah

pukul 13.30 WIB.

9

Survey pemilukada Aceh 2012, diakses melalu Desember 2012 pukul 13.30 WIB.


(22)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Strategi apakah yang digunakan oleh Partai Aceh untuk memenangkan pasangan dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf pada Pemilukada Aceh Tahun 2012”?

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis strategi yang digunakan oleh

Partai Aceh untuk memenangkan pasangan dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf pada Pemilukada Aceh tahun 2012.

2. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas strategi yang digunakan

oleh Partai Aceh.

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara akademis penelitian ini berfungsi untuk menambah khazanah

keilmuan civitas akademik FISIP USU secara umum dan secara khusus untuk departemen Ilmu Politik FISIP USU.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pihak yang


(23)

I.5 Kerangka Teori

1.5.1 Partai Politik Lokal

Partai politik adalah institusi yang dianggap penting dalam sistem demokrasi modern. Partai politik memainkan peran sentral dalam menjaga pluralisme ekspresi politik dan menjamin adanya partisipasi politik, sekaligus juga

persaingan politik10. Pada dasarnya partai politik lokal memiliki definisi yang

sama dengan partai politik secara umum. Yaitu merupakan sekumpulan orang yang secara terorganisir membentuk sebuah lembaga yang bertujuan merebut

kekuasaan politik secara sah untuk bisa menjalankan program-programnya.11

Selain itu, R. H. Soltau juga mendefinisikan partai politik sebagai berikut “A

group of citizen more or less organized, who act as a political unit and who buy the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general policies” (Sekelompok warga yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaan untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan

umum mereka.12

Hanya saja partai politik lokal dapat dipahami sebagai partai politik yang basis aktivitas politiknya berada di suatu wilayah provinsi tertentu saja.

10

Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, hal. 43.

11

Fadillah Putra, Partai Politik dan Kebijakan Publik: Analisis Terhadap Kongruensi Janji Politik Partai dengan Realisasi Produk Kebijakan Publik di Indonesia 1999-2003, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 9.

12


(24)

Kepentingan yang menjadi program utama partai itupun adalah kepentingan yang

bersifat lokal.13

Menurut UU PA No. 11 Tahun 2006, Partai politik lokal adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan anggota DPRA/DPRK, Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota.

14

Tidak berbeda juga dengan partai politik secara umum, partai politik lokal

juga memiliki fungsi sebagai berikut:15

a. Fungsi Artikulasi Kepentingan

Adalah suatu proses peng-input-an berbagai kebutuhan, tuntutan

dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntunan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan publik.

b. Fungsi Agregasi Kepentingan

Merupakan cara bagaimana tuntunan-tuntunan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik. Agregasi kepentingan dijalankan dalam “sistem politik yang tidak memperbolehkan

13

http://ilhamendra.wordpress.com/2008/05/29/gagasan-pembentukan-partai-politik-lokal-di-indonesia/ diakses pada tanggal 15 September 2012 pukul 12.35 WIB.

14

Undang-Undang No. 11 tentang Pemerintahan Aceh Tahun 2006. 15


(25)

persaingan partai secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di tingkat atas, mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai kebutuhan dari rakyat dan konsumen.

c. Fungsi Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut oleh suatu negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau dengan kata lain untuk membentuk suatu sikap dan keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui proses yang berlangsung tanpa henti.

d. Fungsi Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif maupun politik. Salah satu tugas pokok dalam rekrutmen politik ini adalah bagaimana partai-partai politik yang ada dapat menyediakan kader-kadernya yang berkualitas untuk duduk di lembaga legislatif dan eksekutif.

e. Fungsi Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, yakni mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. Media-media massa banyak berperan sebagai alat komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik.


(26)

La Palombara dan Weiner (1996) mengidentifikasi empat karakteristik dasar yang menjadi ciri khas organisasi yang dikategorikan sebagai partai politik. Oleh karena itu, partai politik lokal juga harus memenuhi keempat kriteria

tersebut. Keempat karakteristik dasar dari partai politik adalah sebagai berikut16

1. Organisasi Jangka Panjang.

:

Organisasi partai politik harus bersifat jangka panjang, diharapkan dapat terus hadir meskipun pendirinya sudah tidak ada lagi. Partai politik bukan sekadar gabungan dari para pendukung yang setia dengan pemimpin yang kharismatik. Partai politik hanya akan berfungsi dengan baik sebagai organisasi ketika ada sistem dan prosedur yang mengatur aktivitas organisasi, dan ada mekanisme suksesi yang dapat menjamin keberlangsungan partai politik untuk jangka waktu yang lama.

2. Struktur Organisasi.

Partai politik hanya akan dapat menjalankan fungsi politiknya apabila didukung oleh struktur organisasi, mulai dari tingkat lokal, sampai nasional, dan ada pola interaksi yang teratur di antara keduanya. Partai politik kemudian dilihat sebagai organisasi yang meliputi suatu wilayah teritorial serta dikelola secara prosedural dan sistematis. Struktur organisasi partai politik yang sistematis dapat menjamin aliran informasi dari bawah ke atas maupun dari atas ke bawah, sehingga nantinya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi kontrol dan koordinasi.

3. Tujuan Berkuasa.

16


(27)

Partai politik didirikan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, baik di level lokal maupun nasional. Siapa yang memimpin negara, propinsi atau kabupaten? Pertanyaan-pertanyaa inilah yang melatarbelakangi hadirnya partai politik. ini pula yang membedakan partai politik dengan bentuk kelompok dan grup lain yang terdapat dalam masyarakat seperti perserikatan, asosiasi dan ikatan.

4. Dukungan Publik.

Dukungan publik yang luas adalah cara untuk mendapatkan kekuasaan. Partai politik perlu mendapatkan dukungan luas dari masyarakat. Dukungan inilah yang menjadi sumber legitimasi untuk berkuasa. Karakteristik ini menunjukkan bahwa partai politik harus mampu diterima oleh mayoritas masyarakat dan sanggup memobilisasi sebanyak mungkin elemen masyarakat. Semakin besar dukungan publik yang didapatkan oleh suatu partai politik, semakin besar juga legitimasi yang diperolehnya.

1.5.2. Strategi Politik

Partai politik membutuhkan strategi yang bersifat jangka panjang maupun jangka menengah untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi partai dapat dibedakan dalam beberapa hal. Pertama, strategi yang terkait dengan penggalangan dan mobilisasi massa dalam pembentukan opini publik ataupun selama periode pemilihan umum. Strategi ini penting dilakukan untuk memenangkan perolehan suara yang mendukung kemenangan suatu partai politik


(28)

ataupun kandidat yang diusungnya. Melalui pemenangan suara, suatu partai politik ataupun kandidatnya akan dapat mengarahkan kebijakan politik di negara bersangkutan agar sesuai dengan cita-citanya, sehingga bentuk dan struktur mesyarakat yang ideal yang diinginkan akan dapat diwujudkan.

Kedua, strategi partai politik untuk berkoalisi dengan partai lain. Cara ini dimungkinkan sejauh partai yang diajak berkoalisi itu konsisten dengan ideologi partai politik yang mengajak berkoalisi dan tidak hanya mengejar tujuan praktis, yaitu memenangkan pemilu. Pemilihan partai yang akan diajak berkoalisi perlu

mempertimbangkan image yang akan ditangkap oleh masyarakat luas17

Ketiga, strategi partai politik dalam mengembangkan dan memberdayakan organisasi partai politik secara keseluruhan, mulai dari strategi penggalan dana, pemberdayaan anggota dan kaderisasi, penyempurnaan mekanisme pemilihan anggota serta pemimpin partai, dan sebagainya. Keempat, partai politik membutuhkan strategi umum untuk bisa terus-menerus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, seperti peraturan pemerintah, lawan politik, masyarakat, LSM, pers dan media, serta kecenderungan-kecenderungan di level global

.

18

Selain itu, menurut Peter Schröder dalam bukunya yang berjudul Strategi Politik, pada dasarnya strategi dibagi menjadi dua yaitu strategi ofensif dan defensif.

.

19

17

Ibid, hal. 109. 18

Ibid, hal. 110. 19


(29)

1.5.2.1 Strategi Ofensif

Yang termasuk strategi ofensif adalah strategi memperluas pasar dan strategi menembus pasar. Pada dasarnya semua strategi ofensif yang diterapkan saat kampanye pemilu harus menampilkan perbedaan yang jelas dan menarik antara kita dan partai-partai pesaing yang ingin kita ambil alih pemilihnya. Dalam strategi ofensif yang digunakan untuk mengimplementasikan politik, yang harus dijual atau ditampilkan adalah perbedaan terhadap keadaan yang berlaku saat itu serta keuntungan-keuntungan yang dapat diharapkan daripadanya. Strategi Ofensif terbagi dua:

a. Strategi Perluasan Pasar

Dalam kampanye Pemilu, strategi perluasan pasar yang ofensif bertujuan untuk membentuk kelompok pemilih baru disamping para pemilih yang telah ada. Oleh karena itu harus ada penawaran baru atau penawaran yang lebih baik bagi para pemilih yang selama ini memilih partai pesaing. Jadi yang dibahas disini adalah strategi persaingan yang faktual, dimana berbagai partai bertarung untuk kelompok pemilih dalam sebuah kompetisi.

Strategi semacam ini perlu dipersiapkan melalui sebuah kampanye pengantar, untuk menjelaskan kepada publik tentang penawaran baru apa saja dan penawaran mana saja yang lebih baik, dibandingkan dengan partai-partai lainnya. Untuk merumuskan penawaran baru ini, adalah bijak dengan memanfaatkan perubahan


(30)

nilai atau perubahan struktur yang terjadi di dalam masyarakat. Perluasan pasar tidak mungkin dicapi dengan tema yang tidak laku dijual.20

Sebuah kampanye untuk memperluas pasar juga senantiasa memberikan kemungkinan untuk menarik anggota baru. Oleh karena itu, organisasi harus dipersiapkan untuk menghadapi

kelompok target baru ini.21

b. Strategi Menembus Pasar

Strategi menembus pasar bukan menyangkut ditariknya pemilik lawan atau warga yang selama ini tidak aktif dengan memberikan penawaran yang lebih baik atau baru, melainkan penggalian potensi yang sudah ada secara optimal, atau penggalian sebagian yang dimiliki dalam kelompok target dimana keberhasilan telah diraih sebelumnya. Tujuan yang dimiliki adalah misalnya, diperolehnya hasil yang lebih baik dalam sebuah kelompok target (misalkan dahulu 30%, sekarang 50%). Hal ini menyangkut pemasaran program yang dimiliki secara lebih baik dan peningkatan intensitas keselarasan antara program dan individu, seperti halnya

memperbesar tekanan terhadap kelompok-kelompok target.22

20

Ibid, hal. 105. 21

Ibid, hal.106. 22


(31)

1.5.2.2 Strategi Defensif

Beda halnya dengan strategi ofensif yang lebih fokus pada perluasan wilayah kekuasaan, startegi defensif merupakan strategi untuk mempertahankan pemilih tetap suatu partai dan menjaganya dari pengaruh-pengaruh partai lain/oposisi dalam usaha meraih simpati massa. Strategi defensif ini sebenarnya terbagi dua yaitu strategi mempertahankan pasar dan menyerahkan pasar. Namun menurut peneliti hanya strategi mempertahankan pasarlah yang relavan dengan penelitian ini. Oleh karena itu yang akan diuraikan dibawah ini adalah strategi mempertahankan pasar.

Startegi mempertahankan pasar merupakan strategi yang khas untuk mempertahankan mayoritas pemerintah. Dalam kasus semacam ini, partai akan memelihara pemilih tetap mereka dan memperkuat pemahaman para pemilih musiman mereka sebelumnya akan situasi yang berlangsung. Terhadap partai oposisi yang menyerang, partai pemerintah akan berusaha mengaburkan perbedaan yang ada dan membuat perbedaan tersebut tidak dapat dikenali lagi. Untuk itu mereka menggunakan berbagai rincian strategi yang berbeda. Partai yang ingin mempertahankan pasar, akan mengambil sikap yang bertentangan dari partai-partai yang menerapkan strategi ofensif. Apabila yang satu ingin menonjolkan perbedaan yang ada guna memberikan sebuah penawaran yang menarik, maka partai-partai yang menerapkan strategi defensif justru ingin agar

perbedaan yang ada tidak dikenali.23

23

Ibid, hal. 107.


(32)

1.5.3 Kampanye

Jika kita berbicara mengenai Strategi politik dalam Pemilu, tentunya kampanye merupakan salah satu instrumen penting dalam mengimplementasikan strategi teresebut. Roger dan Storey mendefinisikan kampanye sebagai ”serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”.24

Charles U Larson membagi jenis kampanye ke dalam tiga ketegori yakni: product-oriented campaigns (kampanye yang berorientasi pada produk), candidate-oriented campaigns (kampanye yang berorientasi pada kandidat) dan ideologcaally or cause oriented campaigns (kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus).

25

Kampanye yang berorientasi pada calon umunya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Karena itu jenis kampanye ini dapat pula disebut political campaigns (kampanye politik). Tujuannya adalah antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan oleh partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum.

Diantara ketiga jenis tersebut yang

berhubungan dengan penelitian ini adalah candidate-oriented campaigns

(kampanye yang berorientasi pada calon).

26

24

Roger dan Storey dalam Drs. Antar Venus, Manajemen Kampanye:Panduan Teoritisdan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi. Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2009, hal. 7.

25

Ibid, hal. 11.

26


(33)

Kampanye berusaha untuk mengarahkan pilihan masyarakat jatuh pada sang calon yang diusung. Untuk meraih suara yang signifikan maka para kandidat perlu melakukan beberapa teknik kampanye berikut ini.

1. Model kampanye sepanjang usia. Asumsinya adalah menjadi orang baik,

sehingga orang tersebut akan dipercaya ketika membutuhkan dukungan

2. Kampanye mengemukakan citra sosial dan figur diri di depan publik.

Dengan demikian publik akan mengerti karakter orang tersebut dan jika perlu sampai sedetil-detilnya

3. Praktik kampanye yang dilakukan dengan menyampaikan gagasan dari

orang ke orang atau dari rumah ke rumah (door to door). Startegi

kampanye ini dianggap efektif karena calon pemilih dapat melihat dan menilai secara langsung dengan sosok calon pemimpin yang akan dipilihnya.

I.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Maksudnya adalah penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menggambarkan, atupun melukiskan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, dan sifat-sifat hubungan antarfenomena yang diselidiki. Kemudian analisa data dilakukan

dengan melakukan wawancara dengan elite ataupun petinggi Partai Aceh dan


(34)

Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah aktor atau pelaksana strategi (pengurus Partai Aceh) dan tokoh masyarakat Aceh sebagai objek dan pengamat strategi. Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan startegi Partai Aceh dalam memenangkan pasangan ZIKIR. Data hasil wawancara tersebut kemudian disajikan dan dianalisis.

1.6.2 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah menelaah bagaimana mendekati persoalan secara fenomenologis, artinya bagaimana cara mengumpulkan data dalam bentuk kata-kata (lisan dan tulis),

ucapan, isyarat, pengalaman dan perilaku yang dapat diamati.27

27

Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Prenada Media, 2005, hal. 228.

Menurut Jary dan Jary (1987), penelitian kualitatif adalah sebagai setiap penelitian dimana peneliti mencurahkan kemampuan sebagai pewawancara atau pengamat yang empatis untuk mengumpulkan data yang unik tentang permasalahan yang ditelitinya. Jenis penelitian ini penulis pilih karena melalui jenis penelitian ini, penulis dapat mengamati secara langsung sebagai pengamat untuk menjawab pertanyaan dari penelitian ini.


(35)

1.6.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Aceh di Kota Banda Aceh.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

-Wawancara

Wawancara ini dilakukan oleh penulis dengan mewancarai secara

mendalam beberapa elite ataupun petinggi DPA Partai Aceh dan tokoh

masyarakat Aceh. Menurut Richard (1996), ada beberapa kelebihan dalam

mewawancarai kelompok elite. Kelebihannya adalah mereka mungkin membantu

menginterpretasikan dokumen dan laporan (terutama jika kita mewawancarai penulisnya); mereka mungkin membantu menginterpretasikan personalitas; mereka memberi informasi yang mungkin tidak dicatat; dan mereka dapat

membantu membangun jaringan kontak dan akses ke elite lain (yakni, mereka

bertindak sebagai snowball sampling)28

-Studi Pustaka

.

Teknik pengumpulan data studi pustaka ini digunakan untuk menganalisis dan memperkuat argumen/fakta dilapangan atau membantah dari apa yang terjadi dilapangan. Bahan yang dijadikan studi pustaka dalan penelitian ini adalah buku, literatur, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini dan juga referensi lain baik dari internet maupun media cetak.

28


(36)

1.6.5 Teknik Analisa Data

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif maka ada beberapa tahapan yang akan dilakukan penulis untuk penelitian ini. Tahapan pertama adalah mencoba mengumpulkan data-data yang masih mentah dari beberapa sumber dan mencoba menelusurinya lebih jauh untuk dapat disajikan dalam penelitian. Penyajian data yang dimaksud adalah melakukan proses penyusunan data yang telah dikumpulkan tadi untuk menjadi kenyataan. Data yang diperoleh dari sumber-sumber yang berbeda ini kemudian akan diklasifikasikan berdasarkan pokok permasalahan masing-masing. Langkah yang terakhir adalah mencoba menarik kesimpulan dari data yang ada dengan bersandarkan pada studi pustaka yang telah dikumpulkan.

I.7 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PROFIL DAN PROSES PEMILUKADA ACEH

Bab ini menggambarkan bagaimana kondisi geografis di lokasi penelitian, yaitu Provinsi Aceh. Bab ini juga menguraikan mengenai tahapan-tahapan pemilukada di Aceh dan profil dari pasangan calon gubernur – wakil gubernur Aceh yang diusung oleh partai Aceh yaitu Dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf.


(37)

BAB III : ANALISIS STRATEGI POLITIK PARTAI ACEH

Pada bab ini memuat data-data yang penulis peroleh dari hasil wawancara. Kemudian dianalisis dengan bersandarkan pada landasan teori untuk mengetahui strategi pemenangan Partai Aceh pada Pemilukada Aceh tahun 2012.

BAB IV : KESIMPULAN

Pada bab yang terakhir ini berisikan kesimpulan dan saran dari apa yang telah peneliti lakukan.


(38)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

II.1 Provinsi Aceh

II.1.1 Demografi Provinsi Aceh

Daerah Aceh terletak di kawasan paling ujung dari bagian utara Pulau

Sumatera dengan luas areal 58.357.63 km2. Letak geografis Provinsi Aceh terletak

antara 2o-6o Lintang Utara dan 95o-98o Lintang Selatan dengan ketinggian

rata-rata 125 m diatas permukaan laut. Provinsi paling barat Indonesia ini berbatasan dengan Selat Malaka di Sebelah Utara dan Timur. Kemudian di sebelah selatan Provinsi Sumatera Utara menjadi batas daerahnya. Dan di sebelah barat, Provinsi Aceh berbatasan dengan Samudera Indonesia (BPS 2009).

Letak geografis Provinsi Aceh dikelilingi oleh perairan, satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara. Sehingga membuat provinsi ini memiliki ketergantungan yang kuat dengan Provinsi Sumatera Utara. Semula provinsi ini bernama Daerah Istimewa Aceh, namun sejak tanggal 9 Agustus 2001 diubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian daerah ini berganti nama lagi menjadi Provinsi Aceh sejak keluar Peraturan Gubernur No. 49 pada tanggal 7 April 2009. Aceh merupakan salah satu dari 33 Provinsi di Indonesia yang memiliki keunikan dan keistimewaan. Provinsi yang lahir pada tanggal 26 Mei 1959 ini memiliki beberapa keistimewaan, yaitu istimewa dalam hal pendidikan, adat, dan agama (BPS, 2009b). Secara


(39)

administratif Aceh kini terdiri dari 5 kota dan 18 kabupaten. Untuk melihat nama kota/kabupaten dan luas daerah di Aceh disajikan pada Tabel 1.3.

Tabel II.1

Kabupaten Kota di Provinsi Aceh

Total Luas Wilayah 58.375,63 (Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh (2009b)).

Kultur Aceh menyangkut alam pikiran orang Aceh; keyakinan orang

Aceh; dan rasa bersatu orang Aceh (sense of belonging) sebgai sebuah bangsa.

Masyarakat Aceh dari segi suku bangsanya memiliki keunikan tersendiri, karena menggambarkan suatu integrasi etnik atau campuran etnik yang akhirnya menjadi etnik baru yang disebut Aceh. Etnik Aceh diduga berasal dari India dan Timur

No. Kabupaten/Kota Ibu Kota Luas Wilayah (Ha)

1. Simeuleu Sinabang 2.051,84

2. Aceh Singkil Singkil 2.597,00

3. Aceh Selatan Tapak tuan 3.851,00

4. Aceh Tenggara Kutacane 4.189,96

5. Aceh Timur Idi Rayeuk 6.040,60

6. Aceh Tengah Takengon 4.315,14

7. Aceh Barat Meulaboh 2.927,95

8. Aceh Besar Jantho 2.969,00

9. Aceh Pidie Sigli 2.856,52

10. Aceh Jeumpa Bireuen 1.901,22

11. Aceh Utara Lhoksukon 2.334,01

12. Aceh Barat Daya Blangpidie 2.334,01

13. Gayo Luwes Blangkejeren 5.719,57

14. Aceh Tamiang Kuala Simpang 1.939,72

15. Nagan Raya Jeuram 3.938,00

16. Aceh Jaya Calang 3.817,00

17. Bener Meriah Simpang Tiga Radelong 1.457,34

18. Pidie Jaya Meureudu 574,44

19. Kota Banda Aceh Banda Aceh 61,36

20. Kota Sabang Sabang 153,00

21. Kota Langsa Langsa 262,41

22. Kota Lhokseumawe Lhokseumawe 181,06


(40)

Tengah, memiliki kemiripan dengan etnik Melayu yang hidup di nusantara maupun di semenanjung Melayu lainnya. Dalam tarik Aceh disebutkan bahwa Aceh termasuk dalam lingkungan rumpun Melayu yaitu bangsa-bangsa Mante (Bante), Lanun, Sakai Djakun, Semang (orang laut), Senui dan lain-lain yang berasal dari Negeri Perak dan Pahang di Tanah Semenanjung Malaka. Suku bangsa yang beragam ini, direkatkan melalui osmosis ke-Aceh-an. Dalam perkembangannya suku bangsa ini telah mengalami perubahan-perubahan komposisi etnik, khususnya etnik Aceh yang hidup di daerah pesisir (atau wilayah

Aceh atas) seperti Pidie, Bireun, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur. Ketiga,

dari sistem kekuasaannya sangat dipengaruhi oleh norma-norma, nilai-nilai dan adat istiadat dalam kaidah Islam, karena itu pemimpin agama merupakan salah satu simbol utama dan konfigurasi sosial budaya Aceh. Unsur adat dan agama merupakan dua unsur yang dominan dalam mengendalikan gerak hidup

masyarakat Aceh29

Dari segi bahasa, bahasa Aceh tergolong rumpun Austronesian (Malayo

Polynesian) yang dialektika lokalnya sangat bervariasi (berbeda-beda), yang mirip

dengan bahasa Chamic yang juga tergolong pada rumpun Austronesian

.

30

Aceh adalah wilayah yang unik dari segi budaya dan kultur, khususnya budaya yang resisten terhadap segala upaya yang ingin mendominasi (apalagi

.

II.1.2 Sejarah Konflik Aceh

29

Moch. Nurhasyim, Konflik dan Integrasi Politik Gerakan Aceh Merdeka: Kajian tentang Konsensus Normatif antara RI-GAM dalam Perundingan Helsinki, 2008, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 55-56. 30


(41)

“menjajah”) wilayah yang dikenal serambi mekkah tersebut31

Sejak awal, ada banyak perdebatan mengenai posisi Aceh di dalam NKRI. Sebagian mengatakan bahwa keberadaan itu adalah tidak sah dan mengingkari kehendak orang Aceh bahkan sejarah Aceh yang memang merupakan satu identitas politik tersendiri, sementara identitas Indonesia adalah – meminjam Tiro – suatu identitas buatan yang datang belakangan dan rapuh. Karenanya, keduanya tidak mungkin diperbandingkan, apalagi disandingkan. Kelompok pemikiran ini tentu bahkan menganggap penggabungan Aceh ke dalam Indonesia sebagai suatu pilihan politik pencaplokan

. Oleh karena itu pula, berbicara mengenai provinsi paling ujung barat di Sumatera ini, tidaklah terlepas dengan konflik yang melandanya sejak zaman DI/TII dan kemudian berlanjut konflik Aceh yang menandai munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mulai tahun 1974 sampai dengan tahun 2005.

32

Menurut perspektif yang lain, bergabungnya Aceh dalam NKRI pada awal kemerdekaan Indonesia di dasari pada faktor kesamaan nasib dan kondisi yaitu sama-sama berjuang melawan penjajahan Belanda, Jepang, Portugis, dll. Selain itu juga seluruh ulama di Aceh pada saat itu mendukung bergabungnya Aceh di . Kemudian dalam catatan sejarah lain juga menyatakan bahwa daerah-daerah yang dikategorikan wilayah Indonesia adalah wilayah-wilayah di Hindia Belanda yang pernah dijajah oleh Belanda. Sedangkan Aceh merupakan satu-satunya wilayah yang tidak pernah bisa diajajah oleh Belanda. Sehingga Aceh dianggap daerah yang bisa menentukan nasib sendiri, bukan “dicaplok” menjadi wilayah Indonesia.

31

Ibid, hal. 54. 32

Ahmad Taufan Damanik, Hasan Tiro: Dari Imajinasi Negara Islam ke Imajinasi Etno-Nasionalis, 2011, Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES) dan Acheh Feature Institute (AFI), hal. 15.


(42)

dalam NKRI. Salah satu ulama yang cukup terkenal dan menjadi penghubung komunikasi antara masyarakat Aceh dengan pemerintah pusat adalah Tgk. Daud Beureueh.

Bentuk dari dukungan itu diberikan Aceh antara lain dengan menyumbangkan sebuah pesawat untuk negara Indonesia. Sumbangan pesawat ini bersumber dari kumpulan dana masyarakat Aceh. Pesawat ini dikenal dengan sebutan RI 001, yang kemudian menjadi cikal bakal Garuda Indonesia.sejak saat itu, Aceh disebut daerah modal. Artinya, Aceh menjadi salah satu daerah utama penopang terbentuknya Negara Indonesia. Namun, dukungan ini bukan tanpa syarat. Soekarno, presiden pertama sekaligus proklamator Indonesia, dalam kunjungan ke Banda Aceh tahun 1947 untuk mendapatkan dukungan mempertahankan kemerdekaan diminta oleh tokoh-tokoh Aceh menandatangani perjanjian untuk menegakkan syariat Islam sebagai syarat dukungan yang akan

diberikan oleh rakyat Aceh33. Sembari menangis terisak-isak, Soekarno

bersumpah akan memenuhi syarat yang dimintakan meski tetap menolak

memberikan janji tertulis34

Ironisnya lagi, setelah kejadian itu, Aceh berada dalam kondisi yang terbiarkan. Pada tahun 1949, keluar ketetapan pembentukan provinsi Aceh yang dituangkan dalam peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 8/Des/WKPM Tahun 1949 yang ditandatangani oleh wakil perdana menteri Syarifuddin Prawira negara

.

35

33

Ibid, hal 18. 34

El Ibrahimy dalam Ibid, hal 18. 35

M Nur El Ibrahimy dalam Adam Mukhlis Arifin, Demokrasi Aceh Mengubur Ideologi, 2011, Jakarta: The Gayo Institute (TGI), hal 10-11.


(43)

berselang lama kemudian keluar pula Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Utara, yang ditandatangani oleh Mr. Assaat sebagai pemangku jabatan presiden dan Mr. Soesanto sebagai menteri dalam negeri yang isinya menyatakan bahwa Provinsi

Aceh dimasukkan ke dalam Provinsi Sumatera Utara36

GAM diproklamirkan pada 4 Desember 1976, di sebuah Camp kedua yang bertempat di Bukit Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro, Kabupaten Aceh Pidie. Dalam perkembangannya, gerakan perlawanan ini memperluas jaringannya hingga ke seluruh Aceh dalam rangka menuntut kemerdekaan Aceh dari

.

Setelah sekian lama merasa dikhianati oleh Presiden Soekarno, akhirnya Tgk. Daud Beureueh memutuskan untuk bergabung dengan gerakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), yang sebelumnya sudah ada di wilayah lain di Indonesia. Gerakan yang dipimpin oleh Kartosuwiryo ini lahir di Jawa Barat, dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.

Gerakan DI/TII di Aceh ini kemudian menjadi benih-benih munculnya Gerakan Aceh Merdeka yang dipelopori oleh Tgk Hasan Muhammad di Tiro.

Berbeda dengan DI/TII yang masih mengikatkan diri dalam bingkai Republik Indonesia, gerakan Hasan Tiro mencoba mengubah Aceh menjadi sebuah Negara tersendiri yang terpisah dari Indonesia seperti sebelumnya. Dia meletakkan persoalan kedaulatan Aceh sebagai sumber perjuangan gerakannya. Bagi Hasan Tiro, Aceh tak memiliki hubungan apapun dengan Indonesia dan tak pernah secara sah diserahkan kepada Hindia Belanda (Indonesia).

36


(44)

pemerintah Indonesia. Hingga pada akhirnya terjadi musibah gempa dan tsunami di Aceh, menggugah hati nurani pihak yang bertikai yakni GAM-RI untuk mengakhiri konflik yang terjadi selama puluhan tahun di Aceh, dengan ditandai oleh lahirnya perjanjian (MoU) Helsinki. Butir-butir perjanjian dalam MoU Helsinki ini dituangkan dalam bentuk undang-undang RI No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

II.2 Proses Terbentuknya UU Pemerintahan Aceh

Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, atau bersifat istimewa. Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan yang tinggi. Ketahanan dan daya juang yang tinggi itu bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syariat Islam yang kuat sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pandangan Hidup yang berlandaskan syariat Islam itulah yang kemudian dijadikan dan diberlakukan sebagai tatanan hidup dalam bermasyarakat saat ini. Hal demikian kemudian menjadi pertimbangan penyelenggaraan keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999.

Namun, dalam implementasinya, UU tersebut dipandang kurang memberikan kehidupan di dalam keadilan atau keadilan di dalam kehidupan. Bagi


(45)

masyarakat Aceh kondisi demikian belum dapat mengakhiri pergolakan masyarakat di Provinsi DI Aceh yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk reaksi. Respon Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI melahirkan salah satu solusi politik bagi penyelenggaraan persoalan Aceh, berupa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus bagi Provinsi DI Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Dalam pelaksanaannya, undang-undang tersebut juga belum cukup memadai dalam menampung aspirasi dan kepentingan pembangunan ekonomi dan keadilan politik. Hal demikian mendorong lahirnya undang-undang tentang Pemerintahan Aceh dengan prinsip otonomi seluas-luasnya. Bencana alam, gempa bumi, dan tsunami yang terjadi di Aceh pada akhir Desember 2004, telah menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh. Begitu pula telah tumbuh kesadaran yang kuat dari Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, serta bermartabat yang permanen dalam kerangka NKRI.

Dari uraian di atas, tampaklah bahwa penataan otonomi khusus di Aceh merupakan salah satu upaya meretas hadirnya sebuah keadilan dan pencapaian tujuan otonomi daerah dalam kerangka NKRI, yaitu mencapai kesejahteraan secara demokratis di Nanggroe Aceh Darussalam. Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, menjadi pintu pembuka bagi kedamaian di Aceh. Walaupun pada awalnya, penandatangan MoU sempat mendapat reaksi pro dan kontra dari


(46)

berbagai macam elemen masyarakat, namun pada akhirnya dengan segala kelapangan dada semua sepakat, bahwa perdamaian abadi harus diwujudkan di Aceh.

Ada enam butir utama isi Nota Kesepahaman yang telah dicapai yaitu: penyelenggaraan pemerintahan di Aceh, hak asasi manusia, amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat, pengaturan keamanan, pembentukan Misi Monitoring Aceh (MMA) dan penyelesaian perselesihan. Setelah hampir semua butir-butir nota kepahaman dilaksanakan, maka penyusunan RUU Pemerintahan Aceh mendapat perhatian dari seluruh komponen masyarakat.

UU Pemerintahan Aceh adalah undang-undang yang unik dalam proses penyusunannya, karena melibatkan berbagai elemen masyarakat Aceh secara luas, bahkan menarik perhatian dunia. Pihak-pihak yang turut berpartisipasi meliputi masyarakat Aceh yang berasal dari pemerintah daerah, kalangan LSM, akademisi, wanita, ulama, dan anggota GAM. Sebagai sebuah produk hukum baru yang lahir dari konsekuensi adanya perubahan kebijakan politik antara Pemerintah RI dan GAM, maka RUU ini harus dapat mengakomodasi tuntutan kedua belah pihak secara adil.

Secara substantif RUU Pemerintahan Aceh (RUU PA) dapat dikatakan sebagai kekhususan yang menyangkut Pemerintahan Daerah Aceh. Kekhususan yang pertama, RUU PA akan menanggung beban sebagai turunan dari sebuah Nota Kesepahaman. Karena itu, hampir dapat dipastikan pembahasan substansi RUU ini akan berjalan alot apabila tidak ada langkah-langkah khusus yang menyertainya.


(47)

Kekhususan yang kedua, sebagai bagian dari sebuah upaya perdamaian yang sekian lama dinantikan, proses yang inklusif menjadi prasyarat yang tak dapat ditolak lagi. Proses penyusunan dan pembahasan yang partisipatif dan transparan akan menjadi bagian dari proses perdamaian itu sendiri. Sebab, dalam proses itulah akan terkumpul masukan dan terjadi 'internalisasi' dan proses pemahaman substansi RUU, sehingga akan membantu masyarakat untuk memantau implementasi undang-undang itu nantinya. RUU PA juga menanggung beban sebagai bagian dari upaya membangun kembali Aceh, bukan hanya dalam arti fisik tetapi lebih jauh lagi, RUU ini juga akan menjadi sarana dalam membangun masyarakat (society) Aceh. Dan membangun Aceh di sini bukan hanya pasca-tsunami, tetapi membangun kembali masyarakat Aceh yang sudah sekian lama hidup dalam suasana represif.

Kemudian kekhususan yang ketiga adalah, RUU PA mempunyai jangka waktu penyusunan yang tidak dapat ditawar lagi, yaitu hanya kurang lebih 6 (enam) bulan. Suatu jangka waktu yang singkat untuk sebuah RUU yang substansinya bahkan belum pernah dibicarakan sebelum Nota Kesepahaman ditandatangani pada 15 Agustus 2005.

Tanggal 11 Juli 2006 menjadi hari yang bersejarah bagi rakyat Indonesia khususnya bagi masyarakat Aceh, ketika secara aklamasi RUU PA disetujui dalam Sidang Paripurna DPR RI. Tentunya ada beberapa masalah krusial yang menjadi pembahasan intensif, seperti masalah judul, kewenangan, bagi hasil, parpol lokal, pilkada, peradilan HAM dan lain-lain yang memerlukan penjelasan,


(48)

sehingga tidak menimbulkan tafsir yang berbeda dari semangat yang mendasarinya.

Undang-Undang ini memiliki 2 (dua) sifat pokok, yaitu komprehensif, dalam arti mengatur hal ihwal penyelenggaraan pemerintahan di Aceh secara menyeluruh sehingga muatannya mencakup 40 Bab dan 273 Pasal. Dan tuntas, dalam arti memuat pengaturan secara rinci dan detail sehingga hanya diperlukan 2 (dua) Peraturan Pemerintah dan 3 (tiga) Peraturan Presiden sebagai pelaksanaan Undang-Undang, sedangkan daerah harus menyelesaikan 68 qanun.

Dalam hal ini terlihat bahwa Undang-Undang Pemerintahan Aceh dapat memberikan diskresi kewenangan yang cukup besar, baik di tingkatan pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota, terlebih jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

II.4 Tahapan Pemilukada Aceh

Proses pelaksanaan Pemilukada di Provinsi Aceh ternyata tidak berjalan mulus sesuai rencana. Pada awalnya KIP Aceh merencanakan jadwal pelaksaanaan pesta demokrasi bagi warga Aceh tersebut akan dilangsungkan pada tanggal 14 November 2011. Namun, keputusan tersebut diubah menjadi tanggal 16 Februari 2012. Pengunduran jadwal Pemilukada di Aceh sebagian besar disebabkan karena kondisi keamanan di Aceh yang dinilai tidak cukup kondusif untuk melaksanakan Pemilukada. Hingga akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) turun tangan untuk memutuskan tanggal pelaksanaan Pemilukada Aceh. MK


(49)

kemudian memutuskan Pemilukada Aceh dilaksanakan selambat-lambatnya pada 9 April 2012.

Penetapan jadwal baru itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) KIP Aceh Nomor 31 tahun 2012 tentang perubahan kelima atas keputusan Nomor 1 Tahun 2011 tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah Provinsi Aceh. Berdasarkan surat keputusan di atas, pelaksanaan Pemilukada Aceh terbagi menjadi 5 tahapan.

Tahapan pertama meliputi pemutakhiran data dan daftar pemilih. Pencatatan dan penetapan data pemilih tambahan dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2012 hingga 15 Februari 2012. Kemudian data yang telah ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) tersebut diumumkan pada tanggal 19 Februari 2012 oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS). Selanjutnya oleh PPS, pada tanggal 20 sampai 25 Februari 2012, Daftar Pemilih Tetap disampaikan kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada KIP Aceh.

Tahapan kedua adalah pencalonan. Dalam tahap ini, setiap pasangan calon yang ingin ikut serta dalam Pemilukada boleh mendaftarkan diri baik diajukan dari partai politik, perseorangan ataupun gabungan partai politik dan perseorangan. Pedaftaran calon dibuka mulai tanggal 17 hingga 24 Januari 2012. Dalam tahap ini juga dilakukan penelitian dan pemberitahuan hasil penelitian pemenuhan syarat calon, termasuk penelitian penambahan dukungan calon perseorangan yang jumlahnya menjadi kurang dari jumlah dukungan paling rendah akibat verifikasi PPS, PPK, KIP Kab/kota.


(50)

Pemeriksaan kelengkapan dan/atau perbaikan surat pencalonan, syarat calon, dan/atau mengajukan syarat baru (parpol/gabungan parpol) beserta persyaratan pasangan calon (perseorangan),sesuai dengan Vide Psl. 59 ayat (5a) hrf b s/d hrf i dalam UU No.12/2008 dilakukan pada tanggal 15 hingga 28 Februari 2012. Selanjutnya pada tanggal 17 Januari hingga 20 Februari 2012 dilakukan pemeriksaan kesehatan dan tes uji baca Al-Quran Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh oleh tim dokter pemeriksa khusus kepada KIP Aceh beserta penyampaian hasil kedua tes. Setelah itu, KIP Aceh kembali melakukan penelitian dan verifikasi ulang kelengkapan dan perbaikan persyaratan pasangan calon sekaligus pemberitahuan hasil penelitian dalam rentang tanggal 29 Februari hingga 6 Maret 2012. Hingga kemudian pasangan calon yang memenuhi persyaratan diumumkan pada tanggal 7 Maret 2012.

Selanjutnya dilakukan penetapan dan penentuan nomor urut pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tanggal 8 Maret 2012. Dan pada tanggal 9 Maret 2012 KIP Aceh mengumumkan secara resmi urutan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Aceh. Berikut urutan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut yang telah melalui berbagai tahapan tes dan verifikasi.

Tabel II.2

Nomor Urut Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pemilukada 2012

No Urut Nama Calon

1. Tgk. Ahmad Tajuddin – Ir. Suriansyah


(51)

3. Prof. Darni Daud – DR. Ahmad Fauzi

4. Muhammad Nazar, S.Ag – Ir. Nova Iriansyah

5. Dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf

Sumb

Tahapan selanjutnya adalah pencetakan dan pendistribusian daftar pasangan calon, surat suara, serta alat dan kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS dan TPS. Juga PPK, Formulir BA, Daftar Pasangan Calon dan Surat Suara kepada KIP Kabupaten/Kota. Tahap ini dilakukan pada tanggal 10-27 Maret 2012.

Kemudian tahapan keempat diisi dengan kegiatan kampanye. Tahapan ini meliputi pertemuan antar peserta Pemilukada tentang pelaksanaan Kampanye, kemudian kegiatan kampanye itu sendiri dan masa tenang. pertemuan antar peserta Pemilukada tentang pelaksanaan Kampanye dilakukan pada tanggal 14-21 Maret 2012. Kemudian dalam rentang waktu dimulai dari tanggal 22 Maret hingga 5 April 2012 kampanye dilaksanakan. Setelah kampanye selesai dilaksanakan, dua hari sesudah kampanye dinyatakan sebagai masa tenang.

Tahap kelima ataupun tahapan terakhir dari proses Pemilukada Aceh ini adalah masa pencoblosan. Masa pencoblosan meliputi pemungutan suara dan penghitungan suara yang dilakukan secara serentak di seluruh Provinsi Aceh. Pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 9 April 2012. Adapun hasil perolehan suara di seluruh Provinsi Aceh adalah sebagai berikut.


(52)

Tabel II.3

Hasil Akhir Pemilukada Aceh 2012 berdasarkan Kabupaten/Kota

No Kabupaten/Kota

Tgk. H. Ahmad Tajuddin drh. Irwandi Yusuf Prof. Dr. Darni M. Daud H. Muhammad Nazar

dr. H. Zaini Abdullah Ir. H. Teuku

Suriansyah Dr. Ir. Muhyan Yunan Dr. Tgk. Ahmad Fauzi Ir. Nova Iriansyah, MT Muzakkir Manaf

1 Banda Aceh 4.641 38.482 5.543 15.305 22.181

2 Sabang 540 7.133 787 2.052 6.047

3 Aceh Besar 20.136 57.389 10.776 19.607 72.276

4 Pidie 8.752 24.661 7.396 15.617 166.237

5 Pidie Jaya 2.176 7.840 4.049 10.235 53.379

6 Aceh Barat 1.656 27.837 5.880 7.039 55.642

7 Aceh Jaya 1.254 8.312 1.716 3.802 27.567

8 Nagan Raya 2.700 21.927 4.017 7.276 49.040

9 Gayo Lues 726 9.704 2.559 2.174 32.497

10 Aceh Tenggara 1.451 46.640 3.381 7.892 38.409

11 Aceh Singkil 2.460 30.653 2.354 3.518 12.286

12 Subulussalam 545 18.472 997 2.203 6.909

13 Aceh Barat

Daya 1.568 11.874 1.849 5.518 54.059

14 Aceh Selatan 2.333 38.044 2.964 6.844 57.271

15 Simeulue 720 15.065 2.885 2.905 20.949

16 Aceh Tengah 1.456 56.616 4.729 10.552 24.645

17 Bener Meriah 1.410 33.530 3.597 6.966 25.600

18 Bireuen 4.342 71.999 5.152 9.505 123.729

19 Lhokseumawe 2.652 20.522 2.318 5.412 50.355

20 Aceh Utara 7.830 41.268 5.315 11.655 212.927

21 Langsa 1.476 29.456 4.681 6.736 27.403

22 Aceh Timur 6.278 26.207 7.266 10.007 137.487

23 Aceh Tamiang 2.228 50.884 6.556 9.259 50.800

Total 79.330 694.515 96.767 182.079 1.327.695

Persentase 3,33% 29,18% 4,07% 7,65% 55,78%

Sumber:

Tabel diatas menunjukkan kemenangan mutlak diraih oleh pasangan nomor urut 5 yaitu pasangan dr. H. Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf dengan perolehan suara 1.327.695 suara atau setara dengan 55,78% dari jumlah pemilih.


(53)

Kemenangan mutlak pasangan ZIKIR terjadi di beberapa daerah yang memang merupakan daerah-daerah basis GAM. Daerah tersebut antara lain, Pidie, Aceh Utara, Bireuen, Lhokseumawe dan Aceh Timur.

Sementara itu, didaerah-daerah lain yang bukan merupakan basis GAM, meskipun pasangan ZIKIR tidak memperoleh kemenangan, namun jika dibandingkan dengan perolehan suara pada Pemilukada sebelumnya angka perolehan suara pada Pemilukada tahun ini mengalami peningkatan. Seperti yang diungkapkan oleh Kausar, Sekretaris Pemenangan Pusat Partai Aceh:

“Daerah-daerah itu (Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah dan kota Subussalam) bukan merupakan basis PA. Tetapi yang perlu diperhatikan disini jika dibandingkan dengan hasil Pileg 2009, terdapat kenaikan perolehan suara untuk PA meskipun tidak dapat memenangkan Pemilukada di daerah-daerah tersebut37.”

Hasil perolehan suara ini menunjukkan bahwa pengaruh Partai Aceh masih cukup terasa di daerah-daerah yang bahkan bukan merupakan daerah basis massa Partai Aceh. Sebaliknya, Pasangan Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan memperoleh suara terbanyak di daerah-daerah yang bukan merupakan basis massa GAM tersebut.

37

Hasil Wawancara dengan Sekretaris Pemenangan Pusat Partai Aceh 2012, Kausar pada tanggal 09 Mei 2013 di Medan


(54)

II.5. Profil dan Visi Misi Pasangan ZIKIR

II.5.1 Profil dr. H. Zaini Abdullah

Bagi orang Aceh, nama dr. H. Zaini Abdullah sudah tidak asing lagi. Mantan Menteri Luar Negeri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini diusung sebagai calon Gubernur Aceh periode 2012-2017 oleh Partai Aceh – partai moyoritas di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama wakilnya Muzakkir manaf, mantan panglima GAM yang kini menjabat sebagai ketua Komite Peralihan Aceh

(KPA) sekaligus ketua Partai Aceh.38

Pada tahun 1981, dr Zaini memilih berhijrah ke luar negeri. Selain karena kondisi Aceh semakin tidak kondusif akibat operasi militer yang digelar

dr. H. Zaini Abdullah lahir di Beureunun, Kabupaten Aceh Pidie pada 24 April 1940 silam. Ayahnya, Tgk. H. Abdullah Hanafiah tokoh kharismatik di wilayah itu. Selain sebagai seorang ulama, beliau juga ikut serta dalam gerakan DI/TII bersama Daud Beureueh, republikan asal Aceh yang kemudian memimpin pemberontakan pembebasan DI/TII.

Dikemudian hari, jalur perjuangan Tengku H. Abdullah Hanafiah itu dilanjutkan oleh dr. H. Zaini Abdullah. Pada tahun 1976, Tengku Hasan Muhammad Tiro memproklamirkan GAM. dr Zaini yang saat itu berstatus sebagai dokter langsung bergabung dalam barisan perjuangan yang menentang kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap Aceh.

38

Komite Peralihan Aceh (KPA) merupakan wadah yang dibentuk untuk menaungi mantan anggota GAM pasca penandatanganan Mou Helsinski (perjanjian RI-GAM) dan secara otomatis lembaga Gerakan Aceh Merdeka resmi dibubarkan seiring dengan lahirnya Komite Peralihan Aceh (KPA). KPA ini juga merupakan wadah bagi eks kombatan untuk berasosiasi sebelum Partai Aceh lahir. Setelah partai Aceh ada, lembaga KPA ini tetap ada, mengingat Partai Aceh adalah lembaga aspirasi politik mayoritas anggota GAM, sedangkan KPA adalah lembaga tempat berhimpun seluruh anggota GAM. Lihat buku Visi & Misi dr. H. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf hal, 27.


(55)

pemerintah RI di Aceh, kepergiaannya ke luar negeri juga bagian dari membangun diplomasi internasional, mengkampanyekan perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Pada tahun 2002, perundingan pertama antara pemerintah RI dengan GAM dilakukan di Tokyo. dr Zaini terlibat langsung dalam perundingan itu. Namun

perundingan gagal. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 2005, Memorantum of

Understanding (MoU) antara GAM dengan pemerintah RI diteken. Tak lama setelah itu, dr Zaini Abdullah kembali ke Aceh, dan pada tahun 2012 beliau diusung oleh Partai Aceh untuk menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh berpasangan dengan Muzakkir Manaf.

Tabel II.4

Biodata Singkat dr. Zaini Abdullah

Nama lengkap : dr. H. Zaini Abdullah

Alamat dan Tempat Tinggal

: Darul Aman, Desa Rapana, Jl. Tangse km1,

Teureube, Beureunuen

Tempat dan Tanggal Lahir : Sigli, 24 April 1940

Profesi : Dokter

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Istri : Niazah A. Hamid

Nama Anak : Niza Ratna Zaini

Hasnita Zahra Zaini Sri Wahyuni Zaini


(56)

(1947-1952)

- Sekolah Menengah Pertama Sigli – Aceh (1953-1957)

- Sekolah Menengah Atas Kutaraja/Banda Aceh – Aceh (1957-1960)

- Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (1960-1972)

- Pendidikan Spesialis dalam Bidang Penyakit Kandungan dan Kebidanan pada Universitas Sumatera Utara (USU) – RSU Pirngadi – Medan (1975-1977)

- Pendidikan Spesialis “Family Doctor” di Karolinska Universitets Sjukhus Huddinge, Stockholm – Swedia (1990-1995)

Riwayat Pekerjaan : - Kepala Puskemas/Kepala Rumah Sakit Umum

Kuala Simpang Aceh Timur (1972-1975)

- Aktif sebagai dokter di sejumlah Rumah Sakit di Swedia (1982-2005)

- Pensiun dan bekerja sebagai Konsultan Kesehatan dan dokter di Rumah Sakit Umum dan Health Centre di Swedia (2005-2009)

Pengalaman dalam Organisasi dan Perdamaian

: - Leadership Gerakan Aceh Merdeka (GAM)


(1)

Jaya, Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Langkah ini dianggap efektif karena tindak lanjut dari kebijakan ini adalah memberikan cap atau simbol kepada para pembelot yang sudah terang-terangan mendukung Irwandi Yusuf dan kader yang dipecat dengan istilah “pengkhianat”.

Tahapan kedua adalah dengan mengoptimalisasikan lembaga KPA mengingat kader-kader dari KPA merupakan aktor utama dalam proses pemenangan pasangan ZIKIR. Istilah Irwandi “pengkhianat” itu tersampaikan secara massif melalui peran kader-kader dari KPA yang ada di wilayah basis Partai Aceh (PA). Wilayah basis PA ini merupakan wilayah yang memiliki jumlah penduduk dominan di bandingkan daerah-daerah basis Irwandi. Sebagai mana yang diketahui bahwa PA menguasai daerah-daerah pantai timur dan utara Aceh, dan beberapa wilayah di pantai barat. Sedangkan basis Irwandi berada di daerah tengah dan tenggara Aceh.

Tahapan selanjutnya adalah membangun citra ketokohan dari pasangan ZIKIR. Ketokohan dr Zaini Abdullah dimata masyarakat Aceh sebenarnya kurang populer dibandingkan dengan Muzakkir Manaf atau bahkan Irwandi Yusuf. Faktor ini dipengaruhi oleh sosok Zaini Abdullah yang sudah berpuluh tahun menetap di Swedia. Sedangkan Muzakkir Manaf atau mualem sebenarnya sudah sangat terbangun dikalangan internal eks kombatan dan sebagian masyarakat Aceh. Hal ini dikarenakan latar belakang mualem yang merupakan mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka.

Sosok mualem ini sebenarnya diusung dalam rangka untuk mengalahkan kepopuleran Irwandi Yusuf yang pada saat itu merupakan sebagai calon


(2)

incumbent. Karena berdasarkan survei yang dilakukan ketika Irwandi masih menjabat sebagai Gubernur Aceh, popularitas Irwandi terbilang masih tingi. Tentunya popularitas merupakan hal yang mudah didapat bagi calon incumbent.

Tahapan terakhir adalah pengemasan MoU Helsinki sebagai konten utama untuk kampanye. Namun, MoU Helsinki ini bukan dalam konteks penjabaran poin-poin yang terkandung didalamnya, akan tetapi lebih kepada nilai kesejarahan yang terkandung di dalam MoU ini. Karena bagi masyarakat Aceh MoU Helsinki itu dipandang sebagai peristiwa paling bersejarah dalam perkembangan sosial politik di Aceh, bahkan sejak konflik di Aceh pertama kali muncul.

Pengemasan isu Mou Helsinki ini hanya bisa dilakukan oleh pasangan ZIKIR mengingat pasangan ini diusung oleh kelompok ataupun pihak yang menjadi aktor perdamaian. Sedangkan dari kubu Irwandi tidak bisa mengemas isu ini karena mereka sudah tidak dianggap lagi bagian dari kelompok yang membuat Aceh damai.

IV.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, penulis menemukan ada beberapa saran yang harus diperhatikan oleh Partai Aceh dalam rangka proses pemenangan calon yang diusungnya pada pemilihan kepala daerah. Antara lain:

1. Partai Aceh dan juga di dalamnya KPA harus lebih memperhatikan kondisi kader-kadernya agar tidak terjadi perpecahan di internal partai. Sehingga kedepannya pada momen-momen Pemilukada sesama


(3)

eks-2. Solidaritas dan kekompakan kader partai sebaiknya lebih ditingkatkan lagi mengingat kedepannya kemungkinan perpecahan bisa saja timbul dan itu merupakan awal dari sebuah kehancuran partai.

3. Dilihat dari pertarungan ketokohan Irwandi Yusuf dan Muzakkir Manaf, Partai Aceh hendaknya menyiapkan sosok-sosok yang mewakili ketokohan GAM mengingat dalam momentum ini hanya Muzakkir Manaf lah yang mampu mengimbangi bahkan mengalahkan kepopuleran Irwandi Yusuf. Agar kedepannya apabila muncul tokoh baru yang populer, PA sudah memiliki tokoh yang juga populer.

4. Dalam pengemasan isu, Partai Aceh diharapkan tidak bergantung hanya kepada isu MoU Helsinki. Karena isu ini tidak selamanya seksi untuk dijadikan konten propaganda. Kesejarahan akan terkikis oleh berjalannya waktu, apalagi pasca kemenangan tidak diiringi dengan kinerja pemerintahan yang baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Amirudin, Ibramsyah. 2008. Kedudukan KPU dalam Struktur Kenegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Yogyakarta: Laksbang Mediatama

Arifin, Adam Mukhlis. 2004. Demokrasi Aceh Mengubur Ideologi. Takengon: The Gayo Institue

Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik: Paradigma-Teori-Aplikasi-Strategi & Komunikasi Politik Indonesia. Jakarta: PT.Balai Pustaka

Budiarjo, Miriam. 2004. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Damanik, Ahmad Taufan. 2011, Hasan Tiro: Dari Imajinasi Negara Islam ke

Imajinasi Etno-Nasionalis. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES) dan Acheh Feature Institute (AFI

Firmanzah. 2007. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, Bandung . 2008. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi

Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Harrison, Lisa. 2009. Metode Penelitian Politik. Jakarta: Kencana


(5)

Nurhasim, Moch. 2008. Konflik dan Integrasi Politik Gerakan Aceh Merdeka: Kajian tentang Konsensus Normatif antara RI-GAM dalam Perundingan Helsinki, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Prihatmoko, Joko J. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Semarang: LP3M Universitas Wahid Hasyim

Putra, Fadilah. 2003. Partai Politik dan Kebijakan Publik: Analisis Terhadap Kongruensi Janji Politik Partai dengan Realisasi Produk Kebijakan Publik di Indonesia 1999-2003, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Schröder, Peter. 2004. Strategi Politik, Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Prenada Media

Tamin, Dr.Indrawadi.2003. Politisi dan Media. Jakarta: Perhumas.

Venus, Antar. 2009. Manajemen Kampanye: Panduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi, Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Dokumen:

Undang-undang Otonomi Daerah, Bandung: Fokusmedia, 2008 Undang-Undang No. 11 tentang Pemerintahan Aceh Tahun 2006 VISI & MISI dr. H. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf Tahun 2012

Internet:

diakses pada tanggal 01

Agustus 2012 pukul 14.10 WIB

http://rumahkuindonesia.blogspot.com/2011/11/partai-politik-lokal-di-aceh.html, diakses pada tanggal 07 Agustus 2012 pukul 12.16 WIB

WIB

pukul 23.16 WIB


(6)

diakses pada tanggal 13 Desember 2012 pukul 13.30 WIB

http://atjehpost.com/read/2012/01/30/1467/5/5/Ini-Perubahan-Kelima-Tahapan-Pilkada-Aceh-, diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pukul 10.28 WIB

2013 pukul 05.42 WIB

2013 pukul 05.42 WIB

pukul 05.42 WIB

http://anneahira.com/strategi-politik.htm, diakses pada tanggal 20 Juni 2013 pada pukul 22.28 WIB

WIB

Asto S Subroto.2008.”Strategi Memilih Endorser dalam Politik”.

(www.sinarharapan.co.id), diakses pada tangal 2 Juli 2013 pukul 17.01 WIB http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundangan&id=1563&task=de tail&catid=1&Itemid=42&tahun=2006. Diakses pada tanggal 28 Juli 2013 pada pukul 12.17 WIB

tanggal 28 Juli 2013 pukul 20.09 WIB