PENGUKURAN FAKTOR ABIOTIK LINGKUNGAN abiotik
PENGUKURAN FAKTOR ABIOTIK LINGKUNGAN
Alma Luthfiani* dan Mutia Afifah
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
*Corresponding author.almaluthfiani@gmail.com
Abstract
Ecology is a science that studies the interactions between organisms and their environment.
The components that exist in the environment is a unity that can’t be separated so as to form an
ecosystem. Measurement of abiotic environmental factors has the objective to determine the abiotic
components of the environment, knowing the principles, ways of working, and how to use measuring
tools abiotic factors of the environment and be able to explain the influence of abiotic components of
the environment. Location practicum do around Central Laboratory of Integrated UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, on Wednesday, March 15, 2017. Using a lux meter, anemometer, air
thermometer, soil thermometer, soil pH and moisture tester (analog) and a soil survey instrument
(digital ). The results from this lab that shows there are differences in data results in a canopy with no
canopy. In conclusion abiotic environmental factors influenced by the area surrounding vegetation.
Keywords: abiotic factors, anemometer, canopy, vegetation.
Pendahuluan
Ekologi merupakan salah satu ilmu
yang mempelajari tentang interaksi antara
organisme
dan
lingkungannya.
Komponen-komponen yang ada di dalam
lingkungan tersebut merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
sehingga membentuk sebuah ekosistem.
Suatu
ekosistem
akan
menjamin
keberlangsungan
kehidupan
apabila
memenuhi kebutuhan minimum dari
kebutuhan organisme. (Campbell, 2008)
Lingkungan terdiri dari dua faktor
yaitu faktor biotik dan faktor abiotik.
Faktor abiotik merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi kehidupan organisme.
Komponen abiotik merupakan komponen
lingkungan yang terdiri atas makhluk yang
tidak hidup seperti tanah, air, cahaya,
udara, iklim, kelembapan.
Faktor abiotik terbagi menjadi dua
kategori yaitu sumber daya fisik (physical
resources) dan faktor fisik (physical
factors). Sumber daya fisik merupakan
faktor abiotik yang dibutuhkan oleh
organisme untuk bertahan hidup. Contoh
dari sumber daya fisik meliputi cahaya, air,
karbon dioksida, nutrisi, dan oksigen.
Sedangkan pada faktor fisik merupakan
faktor abiotik yang membatasi derajat
organisme untuk bertahan hidup, dapat
dikatakan juga sebagai faktor pembatas.
Contoh dari faktor fisik meliputi pH,
salinitas dan suhu tanah. (Magurran, 1998)
Salah satu contoh faktor sumber
daya
fisik
adalah
udara,
udara
mengandung oksigen serta karbon
dioksida dan gas-gas lain yang dibutuhkan
oleh semua makhluk hidup. Pengukuran
temperatur udara dapat dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran
kualitatif dapat dinyatakan dengan satuan
derajat Celcius, derajat Farhenheit dan
Kelvin. Sedangkan pengukuran kuantitatif
dapat dinyatakan dengan gram kalori atau
kilogram kalori. Pada pengukuran
kualitatif dapat menggunakan alat
termometer. Termometer sangat erat
hubungannya dengan kelembapan serta
kecepatan angin. Kelembapan udara
menandakan sejumlah air yang berada di
udara yang terkadung pada sebuah
atmosfer.
Pada
umumnya
untuk
1 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
mengetahui kelembapan udara dapat
menggunakan alat sling psychrometer.
Intensitas cahaya adalah intensitas
dan lamanya radiasi sinar matahari yang
tidak hanya mempengaruhi atmosfer dan
suhu tetapi juga mempengaruhi energi
untuk produksi pada tumbuhan dan hewan.
Untuk mengukur intensitas cahaya yang
ada di bumi dapat diukur dengan
menggunakan alat lux meter.
Kecepatan
angin
merupakan
akumulasi jarak tempuh dibagi dengan
waktu pengamatan dan dinyatakan dalam
satuan meter per detik (m/s). untuk
mengukur kecepatan angina disuatu
tempat
dapat
menggunakan
alat
anemometer.
Praktikum yang dilakukan di taman
Pusat Laboratorium Terpadu dan di
belakang Pusat Laboratorium Terpadu
memiliki tujuan untuk mengetahui
komponen abiotik lingkungan, mengetahui
prinsip, cara kerja, dan cara menggunakan
alat-alat
pengukur
faktor
abiotik
lingkungan serta dapat menjelaskan
pengaruh komponen abiotik terhadap
lingkungan.
Metode
Praktikum kali ini dilakukan pada
hari Rabu, pada tanggal 15 Maret 2017.
Praktikum dilakukan selama 1 jam,
dimulai dari pukul 09.00 sampai dengan
pukul 10.00
Alat
yang
digunakan
pada
praktikum kali ini meliputi lux meter,
anemometer, air thermometer, soil
thermometer, soil pH & moisture tester
(analog) dan soil survey instrument
(digital). Bahan yang digunakan yaitu
vegetasi di belakang Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Praktikum kali ini diawali dengan
melakukan percobaan pada intensitas
cahaya dengan menggunakan alat lux
meter. Caranya sangat sederhana yaitu
dengan mengarahkan sensor ke sumber
cahaya, setelah tiga menit berlangsung
hasil dari pengukuran intensitas cahaya
tersebut dicatat. Satuan pengukuran pada
alat lux meter adalah klx.
Percobaan pengukuran kecepatan
angin
dengan
menggunakan
alat
anemometer. Hasil dari kecepatan angin
dapat
dihitung
dengan
cara
jarak tempuh angin
sehingga memiliki
waktu pengamatan
satuan meter per sekon atau m/s. Cara
menggunakan alatnya sangat mudah
dengan cara dikalibrasikan terlebih dahulu,
lalu diarahkan ke sumber angina selama 3
menit, setelah itu di kunci pada bagian
penunjuk hasil kemudian di catat.
Percobaan pengukuran suhu udara
dengan
menggunakan
alat
air
thermometer. Hasil dari suhu udara dapat
dinyatakan dengan ˚C. Cara menggunakan
alat ini yaitu dengan cara menggenggam
tali pada air thermometernya lalu arahkan
ke sumber udara selamat 3 menit. Setelah
itu catat hasil pada penunjuk alat tersebut.
Percobaan pengukuran suhu tanah
dengan
menggunakan
alat
soil
thermometer. Hasil dari suhu tanah dapat
dinyatakan dengan ˚C. Cara menggunakan
alat ini yaitu dengan cara menggali tanah
sedikit kemudian soil thermometer
ditancapkan dan ditutup kembali dengan
tanah hingga sensornya tertutup. Tunggu
sampai 3 menit kemudian di catat hasilnya.
Percobaan selanjutnya adalah
pengukuran tingkat keasaman serta
kelembaban tanah dengan menggunakan
alat Soil pH & moisture tester. Cara
menggunakan alat ini yaitu dengan cara
ditancapkan ke dalam lubang yang sudah
digali. Kemudian diamkan selama 3 menit.
Setelah itu hasil pengukuran kelembaban
tanah yang ditunukkan dengan arah jarum
dicatat. Untuk mengukur pH tanah tombol
putih pada alat ditekan selama 3 menit,
kemudian hasil pengukuran dicatat.
2 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
Percobaan yang terakhir adalah
dengan menggunakan soil survey tester
merupakan alat yang multi fungsi karena
bisa mengukur temperature tanah,
kelembaban tanah, pH tanah, dan
intensitas cahaya. Alat ini memiliki prinsip
kerja yang sama dengan alat Soil pH &
moisture tester, hanya saja data hasil
pengukuran ditampilkan melalui monitor.
meliputi kecepatan angin, suhu udara, suhu
tanah, kelembaban tanah, pH tanah, dan
intensitas cahaya. Dalam pengukuran ini
dibagi menjadi dua macam kelompok yaitu
kelompok berkanopi dan tidak berkanopi.
Berikut hasil data yang diperoleh dari dua
macam kelompok:
Hasil Pengamatan
Berikut Pengukuran faktor abiotik
lingkungan di sekitar Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 1. Faktor-faktor abiotik di wilayah yang berkanopi
Kanopi
Kelompok
1
2
3
Ratarata
Kecepatan
angin
(m/s)
0,561 m/s
0,8 m/s
0,06 m/s
0,473 m/s
Suhu
udara
(˚C)
27˚C
27˚C
28˚C
27,3˚C
Suhu
tanah
(˚C)
28˚C
28˚C
28˚C
28˚C
Kelembaban
pH
tanah
tanah
7,5
7
6,8
7,1
6,5
7
7
6,83
Intensitas
cahaya
(KLX)
6,9 KLX
2,8 KLX
1,75 KLX
3,816 KLX
Tabel 2. Faktor-faktor abiotik di wilayah yang tidak berkanopi
Kanopi
Ratarata
Kelompok
Kecepatan
angin
(m/s)
Suhu
udara
(˚C)
Suhu
tanah
(˚C)
Kelembaban
tanah
pH
tanah
Intensitas
cahaya
(KLX)
4
5
6
1,32 m/s
0,45 m/s
1,473 m/s
1,081 m/s
31˚C
29˚C
27˚C
29˚C
30˚C
28˚C
27˚C
28,3˚C
3
1
1
1,67
6,9
7,5
6,8
7,06
9,68 KLX
12,3 KLX
17,22 KLX
13,06 KLX
3 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
Grafik Kecepatan Angin
Grafik Suhu Udara
60
1.8
1.6
50
1.4
1.2
40
˚C
m/s
1
0.8
0.6
30
20
0.4
10
0.2
0
Berkanopi
Tidak berkanopi
0
Berkanopi
Tidak Berkanopi
Grafik 1. Perbandingan kecepatan angin
yang berkanopi dan tidak berkanopi
Grafik 2. Perbandingan suhu udara yang
berkanopi dan tidak berkanopi
Pada pengukuran kecepatan angin
dengan menggunakan alat anemometer,
terdapat perbedaan pada wilayah yang
berkanopi dan wilayah yang tidak
berkanopi. Pada wilayah berkanopi
memiliki kecepatan angin rata-rata 0.473
m/s sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki kecepatan angin ratarata 1.081 m/s. Hal ini dikarenakan pada
wilayah yang berkanopi memiliki daerah
yang ditutupi oleh vegetasi yang tinggi
sehingga kecepatan angin menjadi
menurun. Sedangkan pada wilayah yang
tidak berkanopi tidak banyak vegetasi
yang tinggi sehingga kecepatan angin
menjadi tinggi. Jika kecepatan angin
tertinggi diakibatkan tiupan angin yang
besar dan cepat maka rator dapat berputar
dengan cepat tergantung pada kecepatan
tiupan angin yang ada.
Pada pengukuran suhu udara
dengan
menggunakan
alat
air
thermometer, terdapat perbedaan antara
wilayah yang berkanopi da wilayah yang
tidak berkanopi. Pada wilayah yang
berkanopi memiliki suhu udara rata-rata
27.3˚C sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki suhu udara rata-rata
29˚C. Hal ini dikarenakan pada wilayah
yang berkanopi memiliki suhu yang
rendah karena daerah tersebut memiliki
vegetasi yang tinggi sehingga cahaya
matahari tertutupi oleh pepohonan yang
ada di sekitar daerah tersebut. Sedangkan
pada daerah yang tidak berkanopi
memiliki suhu yang tinggi dikarenakan
wilayah tersebut langsung terkena cahaya
dari matahari.
4 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
Grafik Suhu Tanah
60
50
tidak
berkanopi
yang
tidak
memiliki
vegetasi
sebagai
penghalang agar radiasi matahari
tidak langsung ke tanah.
Grafik Kelembaban Tanah
40
10
˚C
9
30
8
7
20
6
10
0
5
4
Berkanopi
Tidak Berkanopi
Grafik 3. Perbandingan suhu tanah yang
berkanopi dan tidak berkanopi
Pada pengukuran suhu tanah
dengan
menggunakan
alat
soil
thermometer, terdapat perbedaan pada
wilayah yang berkanopi dan wilayah yang
tidak berkanopi. Pada wilayah berkanopi
memiliki suhu tanah rata-rata 28˚C
sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki suhu tanah rata-rata
28.3˚C. Hal ini dikarenakan pada wilayah
yang berkanopi memiliki daerah yang
ditutupi oleh vegetasi yang tinggi sehingga
suhu tanah menjadi menurun dan cahaya
matahari tidak mengarah ke bagian tanah
melainkan ke bagian vegetasi yang tinggi.
Sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi tidak banyak vegetasi yang
tinggi sehingga suhu tanah menjadi tinggi
dikarenakan cahaya matahari langsung
memancar ke bagian tanah. Menurut,
Villegas et al.,(2010) keberadaan
vegetasi
memiliki
peranan
penting
dalam
mengontrol
penguapan air ke udara yaitu
dengan
proses
transpirasi.
Dengan demikian suhu tanah
pada daerah berkanopi lebih
rendah jika dibandingkan daerah
3
2
1
0
Berkanopi
Tidak Berkanopi
Grafik 4. Perbandingan kelembaban tanah
yang berkanopi dan tidak berkanopi
Pada pengukuran kelembaban
tanah dengan menggunakan alat soil pH &
moisture tester (analog) dan soil survey
instrument (digital), terdapat perbedaan
pada wilayah yang berkanopi dan wilayah
yang tidak berkanopi. Pada wilayah
berkanopi memiliki kelembaban tanah
rata-rata 7.5 (normal) sedangkan pada
wilayah yang tidak berkanopi memiliki
kelembaban tanah rata-rata 1.67 (kering).
Hal ini dikarenakan pada wilayah yang
berkanopi memiliki daerah yang ditutupi
oleh vegetasi yang tinggi sehingga
kelembaban tanah menjadi naik karena
cahaya matahari tidak terkena langsung ke
tanah sehingga tanah tersebut menjadi
lembab. Sedangkan pada wilayah yang
tidak berkanopi tidak banyak vegetasi
yang tinggi sehingga kelembaban tanah
menjadi turun dan tanahnya menjadi
kering.
5 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
Grafik pH Tanah
Grafik Intensitas Cahaya
16
18
14
16
14
12
12
10
10
KLX
8
6
6
4
4
2
0
8
2
Berkanopi
Tidak Berkanopi
0
Berkanopi
Tidak Berkanopi
Grafik 5. Perbandingan pH tanah yang
berkanopi dan tidak berkanopi
Grafik 6. Perbandingan intensitas cahaya
yang berkanopi dan tidak berkanopi
Pada pengukuran pH tanah dengan
menggunakan alat soil pH & moisture
tester (analog) dan soil survey instrument
(digital), terdapat perbedaan pada wilayah
yang berkanopi dan wilayah yang tidak
berkanopi. Pada wilayah berkanopi
memiliki pH tanah rata-rata 6.83 (asam)
sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki pH tanah rata-rata
7.06 (sedikit basa). Hal ini dikarenakan
pada wilayah yang berkanopi memiliki
daerah yang ditutupi oleh vegetasi yang
tinggi sehingga pH tanah menjadi asam
karena cahaya matahari tidak terkena
langsung ke tanah sehingga tanah tersebut
menjadi asam. Sedangkan pada wilayah
yang tidak berkanopi tidak banyak
vegetasi yang tinggi sehingga kelembaban
tanah menjadi mendekati ke basa.
Pada pengukuran intensitas cahaya
dengan menggunakan alat lux meter,
terdapat perbedaan pada wilayah yang
berkanopi dan wilayah yang tidak
berkanopi. Pada wilayah berkanopi
memiliki intensitas cahaya rata-rata 3.816
klx sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki intensitas cahaya ratarata 13.06 klx. Hal ini dikarenakan pada
wilayah yang berkanopi memiliki daerah
yang ditutupi oleh vegetasi yang tinggi
sehingga intensitas cahaya menjadi
menurun sebab sensor dari alat tersebut
hanya sedikit terkena cahaya dari
matahari. Sedangkan pada wilayah yang
tidak berkanopi tidak banyak vegetasi
yang tinggi sehingga intensitas cahaya
menjadi tinggi sebab pada saat itu cahaya
matahari di sekitar daerah tersebut sedang
cerah maka dari itu intensitas cahaya yang
didapat menjadi tinggi.
Parameter faktor fisika-kimia pada
tanah biasanya saling mempengaruhi.
Kelembaban tanah, kadar air tanah
dipengaruhi oleh tutupan tajuk, tipe lokasi
serta curah hujan. Intensitas cahaya
6 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
mempengaruhi faktor diatas secara tidak
langsung. Banyaknya presentase cahaya
yang masuk ke lantai hutan dapat
mengakibatkan kenaikan suhu, penguapan
air dari tanah akan terjdi sehingga kadar
air tanah dan kelembaban tanah akan
rendah. (Nursal et al, 2013)
Kesimpulan pada praktikum kali
ini yaitu, alat yang digunakan untuk
mengukur faktor abiotik meliputi meliputi
lux meter, anemometer, air thermometer,
soil thermometer, soil pH & moisture
tester (analog) dan soil survey instrument
(digital). Pada wilayah yang berkanopi
kecepatan angina, suhu udara, suhu tanah,
pH tanah dan intensitas cahaya lebih
rendah dibandingkan dengan wilayah yang
tidak berkanopi. Komponen abiotik pada
lingkungan dipengaruhi oleh banyak
tidaknya habitat yang ada dalam suatu
wilayah tersebut.
Daftar Pustaka
Campbell. Reece. Urry. Cain. Wasserman
Minorsky. Jakson. 2008. Biologi: Edisi
Kedelapan Jilid 3. Erlangga: Jakarta
Magurran, A.E.
1988.
Ecological
Diversity and It’s Measurments. Princeton
University Press: New Jersey
Nursal, Suwondo, dan Irma Novita. 2013.
Karakteristik Komposisi dan Stratifikasi
Vegetasi Strata Pohon Komunitas Riparian
di Kawasan Hutan Wisata Rimbo Tujuh
Danau Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
[Jurnal]. Jurnal Biogenesis, Vol 9, No 2.
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan
PMIPA FKIP Universitas Riau: Pekanbaru
Villegas, J.C., David D.B., Chris B.Z. and
Patrick D.R. 2010. Seasonally pulsed
heterogeneity in microclimate: phenology
and cover effects along deciduous
grassland–forest continuum. Vadose Zone
Journal 9 (3) : 537-547.
7 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
LAMPIRAN
Gambar 1. Soil Thermometer
Gambar 3. Air Thermometer
Gambar 2. Soil Survey Tester
Gambar 4. Anemometer
8 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
Alma Luthfiani* dan Mutia Afifah
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
*Corresponding author.almaluthfiani@gmail.com
Abstract
Ecology is a science that studies the interactions between organisms and their environment.
The components that exist in the environment is a unity that can’t be separated so as to form an
ecosystem. Measurement of abiotic environmental factors has the objective to determine the abiotic
components of the environment, knowing the principles, ways of working, and how to use measuring
tools abiotic factors of the environment and be able to explain the influence of abiotic components of
the environment. Location practicum do around Central Laboratory of Integrated UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, on Wednesday, March 15, 2017. Using a lux meter, anemometer, air
thermometer, soil thermometer, soil pH and moisture tester (analog) and a soil survey instrument
(digital ). The results from this lab that shows there are differences in data results in a canopy with no
canopy. In conclusion abiotic environmental factors influenced by the area surrounding vegetation.
Keywords: abiotic factors, anemometer, canopy, vegetation.
Pendahuluan
Ekologi merupakan salah satu ilmu
yang mempelajari tentang interaksi antara
organisme
dan
lingkungannya.
Komponen-komponen yang ada di dalam
lingkungan tersebut merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
sehingga membentuk sebuah ekosistem.
Suatu
ekosistem
akan
menjamin
keberlangsungan
kehidupan
apabila
memenuhi kebutuhan minimum dari
kebutuhan organisme. (Campbell, 2008)
Lingkungan terdiri dari dua faktor
yaitu faktor biotik dan faktor abiotik.
Faktor abiotik merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi kehidupan organisme.
Komponen abiotik merupakan komponen
lingkungan yang terdiri atas makhluk yang
tidak hidup seperti tanah, air, cahaya,
udara, iklim, kelembapan.
Faktor abiotik terbagi menjadi dua
kategori yaitu sumber daya fisik (physical
resources) dan faktor fisik (physical
factors). Sumber daya fisik merupakan
faktor abiotik yang dibutuhkan oleh
organisme untuk bertahan hidup. Contoh
dari sumber daya fisik meliputi cahaya, air,
karbon dioksida, nutrisi, dan oksigen.
Sedangkan pada faktor fisik merupakan
faktor abiotik yang membatasi derajat
organisme untuk bertahan hidup, dapat
dikatakan juga sebagai faktor pembatas.
Contoh dari faktor fisik meliputi pH,
salinitas dan suhu tanah. (Magurran, 1998)
Salah satu contoh faktor sumber
daya
fisik
adalah
udara,
udara
mengandung oksigen serta karbon
dioksida dan gas-gas lain yang dibutuhkan
oleh semua makhluk hidup. Pengukuran
temperatur udara dapat dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran
kualitatif dapat dinyatakan dengan satuan
derajat Celcius, derajat Farhenheit dan
Kelvin. Sedangkan pengukuran kuantitatif
dapat dinyatakan dengan gram kalori atau
kilogram kalori. Pada pengukuran
kualitatif dapat menggunakan alat
termometer. Termometer sangat erat
hubungannya dengan kelembapan serta
kecepatan angin. Kelembapan udara
menandakan sejumlah air yang berada di
udara yang terkadung pada sebuah
atmosfer.
Pada
umumnya
untuk
1 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
mengetahui kelembapan udara dapat
menggunakan alat sling psychrometer.
Intensitas cahaya adalah intensitas
dan lamanya radiasi sinar matahari yang
tidak hanya mempengaruhi atmosfer dan
suhu tetapi juga mempengaruhi energi
untuk produksi pada tumbuhan dan hewan.
Untuk mengukur intensitas cahaya yang
ada di bumi dapat diukur dengan
menggunakan alat lux meter.
Kecepatan
angin
merupakan
akumulasi jarak tempuh dibagi dengan
waktu pengamatan dan dinyatakan dalam
satuan meter per detik (m/s). untuk
mengukur kecepatan angina disuatu
tempat
dapat
menggunakan
alat
anemometer.
Praktikum yang dilakukan di taman
Pusat Laboratorium Terpadu dan di
belakang Pusat Laboratorium Terpadu
memiliki tujuan untuk mengetahui
komponen abiotik lingkungan, mengetahui
prinsip, cara kerja, dan cara menggunakan
alat-alat
pengukur
faktor
abiotik
lingkungan serta dapat menjelaskan
pengaruh komponen abiotik terhadap
lingkungan.
Metode
Praktikum kali ini dilakukan pada
hari Rabu, pada tanggal 15 Maret 2017.
Praktikum dilakukan selama 1 jam,
dimulai dari pukul 09.00 sampai dengan
pukul 10.00
Alat
yang
digunakan
pada
praktikum kali ini meliputi lux meter,
anemometer, air thermometer, soil
thermometer, soil pH & moisture tester
(analog) dan soil survey instrument
(digital). Bahan yang digunakan yaitu
vegetasi di belakang Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Praktikum kali ini diawali dengan
melakukan percobaan pada intensitas
cahaya dengan menggunakan alat lux
meter. Caranya sangat sederhana yaitu
dengan mengarahkan sensor ke sumber
cahaya, setelah tiga menit berlangsung
hasil dari pengukuran intensitas cahaya
tersebut dicatat. Satuan pengukuran pada
alat lux meter adalah klx.
Percobaan pengukuran kecepatan
angin
dengan
menggunakan
alat
anemometer. Hasil dari kecepatan angin
dapat
dihitung
dengan
cara
jarak tempuh angin
sehingga memiliki
waktu pengamatan
satuan meter per sekon atau m/s. Cara
menggunakan alatnya sangat mudah
dengan cara dikalibrasikan terlebih dahulu,
lalu diarahkan ke sumber angina selama 3
menit, setelah itu di kunci pada bagian
penunjuk hasil kemudian di catat.
Percobaan pengukuran suhu udara
dengan
menggunakan
alat
air
thermometer. Hasil dari suhu udara dapat
dinyatakan dengan ˚C. Cara menggunakan
alat ini yaitu dengan cara menggenggam
tali pada air thermometernya lalu arahkan
ke sumber udara selamat 3 menit. Setelah
itu catat hasil pada penunjuk alat tersebut.
Percobaan pengukuran suhu tanah
dengan
menggunakan
alat
soil
thermometer. Hasil dari suhu tanah dapat
dinyatakan dengan ˚C. Cara menggunakan
alat ini yaitu dengan cara menggali tanah
sedikit kemudian soil thermometer
ditancapkan dan ditutup kembali dengan
tanah hingga sensornya tertutup. Tunggu
sampai 3 menit kemudian di catat hasilnya.
Percobaan selanjutnya adalah
pengukuran tingkat keasaman serta
kelembaban tanah dengan menggunakan
alat Soil pH & moisture tester. Cara
menggunakan alat ini yaitu dengan cara
ditancapkan ke dalam lubang yang sudah
digali. Kemudian diamkan selama 3 menit.
Setelah itu hasil pengukuran kelembaban
tanah yang ditunukkan dengan arah jarum
dicatat. Untuk mengukur pH tanah tombol
putih pada alat ditekan selama 3 menit,
kemudian hasil pengukuran dicatat.
2 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
Percobaan yang terakhir adalah
dengan menggunakan soil survey tester
merupakan alat yang multi fungsi karena
bisa mengukur temperature tanah,
kelembaban tanah, pH tanah, dan
intensitas cahaya. Alat ini memiliki prinsip
kerja yang sama dengan alat Soil pH &
moisture tester, hanya saja data hasil
pengukuran ditampilkan melalui monitor.
meliputi kecepatan angin, suhu udara, suhu
tanah, kelembaban tanah, pH tanah, dan
intensitas cahaya. Dalam pengukuran ini
dibagi menjadi dua macam kelompok yaitu
kelompok berkanopi dan tidak berkanopi.
Berikut hasil data yang diperoleh dari dua
macam kelompok:
Hasil Pengamatan
Berikut Pengukuran faktor abiotik
lingkungan di sekitar Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 1. Faktor-faktor abiotik di wilayah yang berkanopi
Kanopi
Kelompok
1
2
3
Ratarata
Kecepatan
angin
(m/s)
0,561 m/s
0,8 m/s
0,06 m/s
0,473 m/s
Suhu
udara
(˚C)
27˚C
27˚C
28˚C
27,3˚C
Suhu
tanah
(˚C)
28˚C
28˚C
28˚C
28˚C
Kelembaban
pH
tanah
tanah
7,5
7
6,8
7,1
6,5
7
7
6,83
Intensitas
cahaya
(KLX)
6,9 KLX
2,8 KLX
1,75 KLX
3,816 KLX
Tabel 2. Faktor-faktor abiotik di wilayah yang tidak berkanopi
Kanopi
Ratarata
Kelompok
Kecepatan
angin
(m/s)
Suhu
udara
(˚C)
Suhu
tanah
(˚C)
Kelembaban
tanah
pH
tanah
Intensitas
cahaya
(KLX)
4
5
6
1,32 m/s
0,45 m/s
1,473 m/s
1,081 m/s
31˚C
29˚C
27˚C
29˚C
30˚C
28˚C
27˚C
28,3˚C
3
1
1
1,67
6,9
7,5
6,8
7,06
9,68 KLX
12,3 KLX
17,22 KLX
13,06 KLX
3 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
Grafik Kecepatan Angin
Grafik Suhu Udara
60
1.8
1.6
50
1.4
1.2
40
˚C
m/s
1
0.8
0.6
30
20
0.4
10
0.2
0
Berkanopi
Tidak berkanopi
0
Berkanopi
Tidak Berkanopi
Grafik 1. Perbandingan kecepatan angin
yang berkanopi dan tidak berkanopi
Grafik 2. Perbandingan suhu udara yang
berkanopi dan tidak berkanopi
Pada pengukuran kecepatan angin
dengan menggunakan alat anemometer,
terdapat perbedaan pada wilayah yang
berkanopi dan wilayah yang tidak
berkanopi. Pada wilayah berkanopi
memiliki kecepatan angin rata-rata 0.473
m/s sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki kecepatan angin ratarata 1.081 m/s. Hal ini dikarenakan pada
wilayah yang berkanopi memiliki daerah
yang ditutupi oleh vegetasi yang tinggi
sehingga kecepatan angin menjadi
menurun. Sedangkan pada wilayah yang
tidak berkanopi tidak banyak vegetasi
yang tinggi sehingga kecepatan angin
menjadi tinggi. Jika kecepatan angin
tertinggi diakibatkan tiupan angin yang
besar dan cepat maka rator dapat berputar
dengan cepat tergantung pada kecepatan
tiupan angin yang ada.
Pada pengukuran suhu udara
dengan
menggunakan
alat
air
thermometer, terdapat perbedaan antara
wilayah yang berkanopi da wilayah yang
tidak berkanopi. Pada wilayah yang
berkanopi memiliki suhu udara rata-rata
27.3˚C sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki suhu udara rata-rata
29˚C. Hal ini dikarenakan pada wilayah
yang berkanopi memiliki suhu yang
rendah karena daerah tersebut memiliki
vegetasi yang tinggi sehingga cahaya
matahari tertutupi oleh pepohonan yang
ada di sekitar daerah tersebut. Sedangkan
pada daerah yang tidak berkanopi
memiliki suhu yang tinggi dikarenakan
wilayah tersebut langsung terkena cahaya
dari matahari.
4 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
Grafik Suhu Tanah
60
50
tidak
berkanopi
yang
tidak
memiliki
vegetasi
sebagai
penghalang agar radiasi matahari
tidak langsung ke tanah.
Grafik Kelembaban Tanah
40
10
˚C
9
30
8
7
20
6
10
0
5
4
Berkanopi
Tidak Berkanopi
Grafik 3. Perbandingan suhu tanah yang
berkanopi dan tidak berkanopi
Pada pengukuran suhu tanah
dengan
menggunakan
alat
soil
thermometer, terdapat perbedaan pada
wilayah yang berkanopi dan wilayah yang
tidak berkanopi. Pada wilayah berkanopi
memiliki suhu tanah rata-rata 28˚C
sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki suhu tanah rata-rata
28.3˚C. Hal ini dikarenakan pada wilayah
yang berkanopi memiliki daerah yang
ditutupi oleh vegetasi yang tinggi sehingga
suhu tanah menjadi menurun dan cahaya
matahari tidak mengarah ke bagian tanah
melainkan ke bagian vegetasi yang tinggi.
Sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi tidak banyak vegetasi yang
tinggi sehingga suhu tanah menjadi tinggi
dikarenakan cahaya matahari langsung
memancar ke bagian tanah. Menurut,
Villegas et al.,(2010) keberadaan
vegetasi
memiliki
peranan
penting
dalam
mengontrol
penguapan air ke udara yaitu
dengan
proses
transpirasi.
Dengan demikian suhu tanah
pada daerah berkanopi lebih
rendah jika dibandingkan daerah
3
2
1
0
Berkanopi
Tidak Berkanopi
Grafik 4. Perbandingan kelembaban tanah
yang berkanopi dan tidak berkanopi
Pada pengukuran kelembaban
tanah dengan menggunakan alat soil pH &
moisture tester (analog) dan soil survey
instrument (digital), terdapat perbedaan
pada wilayah yang berkanopi dan wilayah
yang tidak berkanopi. Pada wilayah
berkanopi memiliki kelembaban tanah
rata-rata 7.5 (normal) sedangkan pada
wilayah yang tidak berkanopi memiliki
kelembaban tanah rata-rata 1.67 (kering).
Hal ini dikarenakan pada wilayah yang
berkanopi memiliki daerah yang ditutupi
oleh vegetasi yang tinggi sehingga
kelembaban tanah menjadi naik karena
cahaya matahari tidak terkena langsung ke
tanah sehingga tanah tersebut menjadi
lembab. Sedangkan pada wilayah yang
tidak berkanopi tidak banyak vegetasi
yang tinggi sehingga kelembaban tanah
menjadi turun dan tanahnya menjadi
kering.
5 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
Grafik pH Tanah
Grafik Intensitas Cahaya
16
18
14
16
14
12
12
10
10
KLX
8
6
6
4
4
2
0
8
2
Berkanopi
Tidak Berkanopi
0
Berkanopi
Tidak Berkanopi
Grafik 5. Perbandingan pH tanah yang
berkanopi dan tidak berkanopi
Grafik 6. Perbandingan intensitas cahaya
yang berkanopi dan tidak berkanopi
Pada pengukuran pH tanah dengan
menggunakan alat soil pH & moisture
tester (analog) dan soil survey instrument
(digital), terdapat perbedaan pada wilayah
yang berkanopi dan wilayah yang tidak
berkanopi. Pada wilayah berkanopi
memiliki pH tanah rata-rata 6.83 (asam)
sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki pH tanah rata-rata
7.06 (sedikit basa). Hal ini dikarenakan
pada wilayah yang berkanopi memiliki
daerah yang ditutupi oleh vegetasi yang
tinggi sehingga pH tanah menjadi asam
karena cahaya matahari tidak terkena
langsung ke tanah sehingga tanah tersebut
menjadi asam. Sedangkan pada wilayah
yang tidak berkanopi tidak banyak
vegetasi yang tinggi sehingga kelembaban
tanah menjadi mendekati ke basa.
Pada pengukuran intensitas cahaya
dengan menggunakan alat lux meter,
terdapat perbedaan pada wilayah yang
berkanopi dan wilayah yang tidak
berkanopi. Pada wilayah berkanopi
memiliki intensitas cahaya rata-rata 3.816
klx sedangkan pada wilayah yang tidak
berkanopi memiliki intensitas cahaya ratarata 13.06 klx. Hal ini dikarenakan pada
wilayah yang berkanopi memiliki daerah
yang ditutupi oleh vegetasi yang tinggi
sehingga intensitas cahaya menjadi
menurun sebab sensor dari alat tersebut
hanya sedikit terkena cahaya dari
matahari. Sedangkan pada wilayah yang
tidak berkanopi tidak banyak vegetasi
yang tinggi sehingga intensitas cahaya
menjadi tinggi sebab pada saat itu cahaya
matahari di sekitar daerah tersebut sedang
cerah maka dari itu intensitas cahaya yang
didapat menjadi tinggi.
Parameter faktor fisika-kimia pada
tanah biasanya saling mempengaruhi.
Kelembaban tanah, kadar air tanah
dipengaruhi oleh tutupan tajuk, tipe lokasi
serta curah hujan. Intensitas cahaya
6 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
mempengaruhi faktor diatas secara tidak
langsung. Banyaknya presentase cahaya
yang masuk ke lantai hutan dapat
mengakibatkan kenaikan suhu, penguapan
air dari tanah akan terjdi sehingga kadar
air tanah dan kelembaban tanah akan
rendah. (Nursal et al, 2013)
Kesimpulan pada praktikum kali
ini yaitu, alat yang digunakan untuk
mengukur faktor abiotik meliputi meliputi
lux meter, anemometer, air thermometer,
soil thermometer, soil pH & moisture
tester (analog) dan soil survey instrument
(digital). Pada wilayah yang berkanopi
kecepatan angina, suhu udara, suhu tanah,
pH tanah dan intensitas cahaya lebih
rendah dibandingkan dengan wilayah yang
tidak berkanopi. Komponen abiotik pada
lingkungan dipengaruhi oleh banyak
tidaknya habitat yang ada dalam suatu
wilayah tersebut.
Daftar Pustaka
Campbell. Reece. Urry. Cain. Wasserman
Minorsky. Jakson. 2008. Biologi: Edisi
Kedelapan Jilid 3. Erlangga: Jakarta
Magurran, A.E.
1988.
Ecological
Diversity and It’s Measurments. Princeton
University Press: New Jersey
Nursal, Suwondo, dan Irma Novita. 2013.
Karakteristik Komposisi dan Stratifikasi
Vegetasi Strata Pohon Komunitas Riparian
di Kawasan Hutan Wisata Rimbo Tujuh
Danau Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
[Jurnal]. Jurnal Biogenesis, Vol 9, No 2.
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan
PMIPA FKIP Universitas Riau: Pekanbaru
Villegas, J.C., David D.B., Chris B.Z. and
Patrick D.R. 2010. Seasonally pulsed
heterogeneity in microclimate: phenology
and cover effects along deciduous
grassland–forest continuum. Vadose Zone
Journal 9 (3) : 537-547.
7 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)
LAMPIRAN
Gambar 1. Soil Thermometer
Gambar 3. Air Thermometer
Gambar 2. Soil Survey Tester
Gambar 4. Anemometer
8 | Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan (Alma Luthfiani
*11160950000038)