Jurnal Tesis Sistem Dan Teknik Jalan Ray

ANALISIS PERBANDINGAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR
MENGGUNAKAN METODA AASHTO 1993 DAN PROGRAM EVERSERIES”
STUDI KASUS : RUAS BTS.PAMANUKAN - SEWO (PANTURA)

Faisal Gerardo
Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132
Telp./Fax: 62-22-2534167
email: [email protected]

Bambang Sugeng Subagio
Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132
Telp./Fax: 62-22-2534167
email: [email protected]

Eri Susanto Hariyadi

Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132
Telp./Fax: 62-22-2534167
email: [email protected]

Widyarini Weningtyas
Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132
Telp./Fax: 62-22-2534167
email:

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan tebal lapis tambah yang diperlukan pada
Jalan Nasional Pantura ruas Bts.Pamanukan-Sewo Jawa Barat dengan menggunakan Metoda AASHTO
1993 dan Program EVERSERIES berdasarkan pada data lendutan alat Falling Weight Deflectometer
(FWD). Dari data lendutan digunakan sebagai evaluasi kinerja struktural pada kedua metoda. Pada

AASHTO 1993 dengan asumsi pemodelan lapis perkerasan hanya 2 lapis, dari data lendutan
berdasarkan nilai d1 dan d9 untuk menentukan nilai Modulus Resilien tanah dasar (MR) dan Modulus
Efektif Perkerasan (EP) yang kemudian digunakan dalam menentukan nilai SN eff (Structural Number
Effective), nilai SNf (Structural Number in Future), serta tebal lapis tambah (overlay). Sedangkan
Program EVERSERIES memakai struktur model perkerasan 2 lapis, 3 lapis, dan 4 lapis. Data lendutan
tersebut menjadi input dalam program EVERCALC untuk menghitung modulus kekakuan dengan
backcalculation yang selanjutnya pada Program EVERPAVE untuk menentukan tebal overlay
berdasarkan perkerasan eksisting. Berdasarkan hasil analisis dengan Metoda AASHTO 1993 diperoleh
bahwa kebutuhan tebal lapis tambah (overlay) cukup variatif, yaitu berkisar antara 12 cm sampai 15
cm, bergantung pada nilai SNeff (Structural Number Effective) pada masing-masing segmen. Pada
Program EVERSERIES penentuan tebal lapis tambah didasarkan pada program EVERPAVE berkisar
antara 14 cm sampai 16 cm. Perbandingan hasil kedua metoda tersebut, menunjukkan bahwa tebal
lapis tambah (overlay) yang dibutuhkan dalam Metoda Program EVERSERIES lebih besar dari Metoda
AASHTO 1993 terkait untuk asumsi pemodelan lapisan yang ditinjau
Kata Kunci: AASHTO 1993, EVESERIES, Pemodelan lapisan.

1. PENDAHULUAN
PANTURA (Pantai Utara) merupakan salah satu jalan infrastruktur transportasi yang strategis yang
berada di Pulau Jawa serta memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional dalam mendorong
industri barang dan jasa. Kegiatan tersebut, mengakibatkan kondisi pada prasarana jalan mengalami

kerusakan secara struktural salah satunya dialamatkan pada beban kendaraan yang berlebih
(overloading). Mengingat beban kendaraan memiliki daya rusak yang paling besar, secara otomatis
disamping merugikan pemakai jalan, disisi lain akan mengganggu kegiatan transportasi yang
menyebabkan terhambatnya proses distribusi barang serta fasilitas bagi pengembang ekonomi yang
menggunakannya. Dengan melihat kenyataan yang terjadi, maka diperlukan danya upaya upaya
penanganan serta pemeliharaan untuk menigkatkan kualitas jalan secara struktural. Salah satu upaya
yang dilakukan ialah pelaksanaan lapis tambah (overlay) berdasarkan pada data hasil pengukuran alat

1

Falling Weight Deflectometer (FWD). Hal ini dilakukan untuk mengetahui parameter-parameter yang
menyebabkan perbedaan tebal lapis tambah (overlay) dari hasil analisis dengan menggunakan kedua
metoda tersebut
2. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi dan program kerja penelitian dilaksanakan pada penelitian ini, digambarkan pada bagan
alir yang ditunjukkan pada Gambar 1. Untuk bagan alir kedua metoda dapat dilhat pada Gambar 2
dan Gambar 3.

Pengumpulan Informasi Awal
Lokasi Penelitian


Tahap Persiapan

MULAI

Studi Literatur

Perumusan Metodologi

Penentuan Ruas Yang Ditinjau

Pengumpulan Data (Sekunder)

Tahap Pengumpulan Data
Perkerasan Terpasang
(Sekunder)

Pengukuran Data Lendutan
(Sekunder)


Data Riwayat
Penanganan

Lendutan FWD

Data Lalu Lintas (Sekunder)

Data Survei LHR

Data WIM

Temperatur Perkerasan
Pemodelan Perkerasan

Perhitungan Faktor Truk Dan CESAL

ANALISIS DATA

Tahap Analisis


Metoda Program EVERSERIES

Metoda AASHTO 1993

Program EVERCALC

Menentukan SN Perkerasan

Menghitung Nilai Modulus
Menentukan Tebal Lapis Tambah

Program EVERP AVE

Menentukan Tebal Lapis Tambah

Menganalisis Dan Membandingkan
Tebal Lapis Tambah Dari Kedua Metoda

Kesimpulan Dan Saran
Tahap Penarikan Kesimpulan

SELESAI

Gambar 1 Bagan Alir Metodologi Penelitian

2.1 Tahap Persiapan
Pekerjaan 'dalam penelitian ini dilakukan sebelum pengumpulan data, dilakukan adalah sebagai
berikut :
1.
2.
3.

Pengumpulan dan·penyusunan studi literatur yang berkaitan dengan topik penelitian terutama
tentang lapis tambah (overlay).
Penyusunan metodologi penelitian berdasarkan topik dan tujuan penelitian.
Penentuan ruas yang ditinjau, untuk penelitian ini adalah Jalan Pantura, Ruas Bts.PamanukanSewo Jawa Barat.

2

2. 2


Tahap Pengumpulan Data

Pelaksanaan dalam pengumpulan data pada penelitian ini dioptimalkan data sekunder yang mudah
diperoleh, sehingga akan memudahkan aplikasi lebih lanjut dalam rangka pengadaan data-data yang
diperlukan dalam penelitian ini seperti:
1.

Data Struktur Perkerasan Terpasang
Data yang digunakan umumnya adalah data sekunder berupa kondisi perkerasan berupa tebal
lapis perkerasan tahun 2012 dan jenis material dari masing-masing lapis perkerasan.

2.

Data lendutan Dan Temperatur Perkerasan
Data lendutan dan temperatur perkerasan jalan yang diamati, berupa data sekunder dan diukur
dengan menggunakan alat Falling Weight Dejlectometer (FWD) pada ruas Bts.Pamanukan-Sewo
pada tahun 2013 untuk lajur cepat dan lajur lambat.

3.


Data lalu lintas
Data lalu lintas LHR sekunder adalah data LHR 5 tahun terakhir pada tahun 2009 sampai tahun
2013 pada lokasi yang ditinjau.

4.

Data beban sumbu kendaraan
Data beban sumbu akan didapat dari survei WIM (Weight in Motion) berupa data sekunder
tahun 2013 yang dilakukan pada ruas Cirebon-Losari yang dianggap mewakili untuk wilayah
Pantura Jawa Barat.

2. 3 Tahap Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari tahap pengumpulan data sebelum digunakan untuk proses analisis
menggunakan dua metoda (AASHTO 1993 dan Program EVERSERIES). Terlebih dahulu dianalisis dan
disesuaikan dengan kebutuhan data. Sebagai contoh, data volume lalu lintas diasumsikan menjadi data
volume kendaraan per tahun, yang kemudian akan menjadi input bagi overlay design pada program
EVERPAVE pada Program EVERSERIES.
Pada tahapan kondisi secara struktural Metoda AASHTO 1993 terdiri dari :

Mulai


Input Data

Data Lendutan

Data Tebal lapis
Perkerasan

Data Temperatur

Menghitung r, d,
dan TAF

Menghitung Mr,
do, ae

Volume Lalu Lintas

Data Survei WIM


Analisis Lalu Lintas dan Perhitungan Np, Nf,
dan N2,5

NOT OK

OK

Umur Sisa (RL)

R ≥ 0,7 ae

SNf (Structural Number in Future)
Ep

SNeff (Structural Number Effektif) min
diambil salah satu dari :
- SNeff1 = 0,45 x D x Ep
- SNeff2 = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3.m3
- SNeff3 = CF x SNo

SNf >SNeff
NOT OK

Perlu Lapis Tambah

Tidak Perlu Lapis Tambah

Selesai

Gambar 2 Bagan Alir Analisis Struktural Metoda AASHTO 1993

3

Pada tahapan peggunaan Metoda AASHTO 1993 terdiri dari :
a. Dari pengumpulan data sekunder yang diperoleh, pada data volume lalu lintas dari angka
pertumbuhan bersama nilai Truck Factor tiap tahun dibutuhkan untuk mendapatkan suatu tren
pertumbuhan volume lalu lintas yang akan digunakan pada perhitungan kumulatif ESAL yang
dipakai pada analisis struktural menggunakan Metoda AASHTO 1993 di masa mendatang. Pada
perhitungan nilai Structural Number of Future (SNf). Nilai SNf ini akan digunakan pada perhitungan
tebal overlay bersama dengan nilai Structural Number Effective yang juga diperoleh dari
perhitungan menggunakan Metoda AASHTO 1993 (Frisky, 2012).
b. Untuk data sekunder tebal perkerasan, lendutan FWD dan temperatur perkerasan akan digunakan
pada perhitungan nilai Modulus Resilien Tanah Dasar (MR), Modulus Efektif Lapis Perkerasan
diatas Tanah Dasar (Ep), Structural Number Effective (SNeff). Dari hasil analisis menggunakan
metoda AASHTO 1993 ini akan diperoleh output berupa kapasitas struktural lewat Umur Sisa,nilai
SNeff dan tebal overlay yang dibutuhkan pada perkerasan yang ditinjau.

FWD Deflection Data

Pavement Layer Data

Backalculation
Program EVERCALC

Pavement Layer Moduli

General Data :
Type Pressre & Spasing
Shift Factors
Seasonal Temperature & Adjusments

Pavement Data :
Poisson’s Ratio & Overlay
Moduli, initial overlay thickness &
increment
Existing Layer moduli & Poisson ratio

Traffic Data :
Design Period or ESAL per year
or Average Daily Traffic

Overlay Design
EVERPAVE

Overlay Thickness

Sumber: EVERSERIES User’s Guide, 2005

Gambar 3 Bagan Alir Program EVERSERIES

Pada tahapan peggunaan program EVERSERIES terdiri dari :
a. Pengumpulan dan analisis berupa data diperoleh dari alat FWD pada tahun 2013 dengan
memasukkan dat lendutan d1 sampai d9 serta menentukan model tiap lapisan perkerasan agar
mempermudah dalam perhitungan. Program yang akan digunakan dibagi menjadi (2) dua tahap
yaitu EVERCALC dan EVERPAVE. Pada tahap pertama yaitu EVERCALC dengan memasukkan tiap
sensor data lendutan dan data model tebal perkerasan dengan cara backalculation sehingga
menghasilkan modulus kekakuan.
b. Tahap kedua yaitu, EVERPAVE setelah mendapatkan output dari EVERCALC yang berupa modulus
kekakuan tiap lapisan dilanjutkan dengan memasukkan parameter-parameter berupa hasil
perhitungan Kumulatif ESAL rencana selama tahun yang ditinjau (5 tahun), tebal perkerasan, beban
roda, dan variasi musim. Hasil keluarannya berupa tebal lapis (overlay) yang dibutuhkan tiap titik
yang ditinjau.
2. 4 Tahap Akhir
Setelah proses analisis dengan menggunakan dua metoda (AASHTO 1993 dan Program EVERSERIES),
maka tahap selanjutnya adalah membandingkan tebal lapis tambah (overlay).

4

3. PRESENTASI DATA DAN ANALISIS DATA

Sumber : SNVT P2JN Provinsi Jawa Barat, (2013)

Gambar 4 Ruas Bts, Pamanukan - Sewo
3.1 Data Volume Lalu Lintas dan Tingkat Pertumbuhan Lalu Lintas
Kondisi data lalu lintas didapat dari data sekunder yang akan digunakan pada perhitungan nilai ESAL
untuk analisis struktural dibagi dalam 10 jenis golongan kendaraan sesuai dengan klasifikasi yang
ditetapkan oleh Bina Marga, yaitu kendaraan Gol.2 s/d Gol.7C. Sebagai contoh data lalu lintas pada
kedua arah Bts.Pamanukan-Sewo dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Tahun 2009-2013 Ruas Bts.Pamanukan – Sewo

No

Golongan Jenis Kendaraan
Klasifikasi Bina Marga

2009

2010

2011

2012

Lajur

Lajur

Lajur

Lajur

1

2

1

2

1

2

1

2013
Lajur
2

1

2

2

Sedan, Jeep, dan Station Wagon

6067

6067 6371 6371 6674 6674 7281 7281 7866

7866

3

Opelet, opelet, Sub urban, Combi

7491

7491 7866 7866 8241 8241 8990 8990 9712

9712

4

Pick-up, Mobil hantaran, Box

4413

4413 4634 4634 4855 4855 5296 5296 5722

5722

5a

Bus Kecil

741

741

779

779

816

816

890

890

961

5b

Bus Besar

65

65

69

69

72

72

79

79

85

6a

Truk 2 sumbu (2 roda)

2894

2894 3039 3039 3184 3184 3473 3473 3752

3752

6b

Truk 2 sumbu (3 roda)

3651

3651 3834 3834 4017 4017 4382 4382 4734

4734

7a

Truk 3 sumbu

1217

1217 1278 1278 1339 1339 1461 1461 1578

1578

7b

Truk Gandengan

142

142

150

150

157

157

171

171

185

185

7c

Truk Semi Trailer

478

478

502

502

526

526

574

574

620

620

961
85

Sumber IRMS, Subdit Teknik Jalan KPU, 2013

3.2 Data Beban Sumbu
Data beban sumbu diperoleh melalui survei dengan sistem penimbangan Weight in Motion (WIM).
Survei WIM ini berupa survei proses perhitungan berat kotor (gross weight) kendaraan yang bergerak
dan proporsi pembagian berat kendaraan terhadap roda dan sumbu kendaraan tersebut dengan cara

5

mengukur dan menganalisis hasil tekanan dinamis roda kendaraan yang tercatat. Kegunaan dari data
WIM adalah untuk memperoleh nilai Truck Factor (TF) dari tiap jenis golongan kendaraan yang akan
digunakan pada perhitungan nilai ESAL untuk analisis struktural. Data beban sumbu yang ada
diperoleh dari hasil beban sumbu stadar Bina Marga MST 10 Ton golongan kendaraan 2 sampai 7C dan
survei WIM pada ruas Cirebon – Losari tahun 2013 untuk golongan kendaraan 6B, 7A, 7B, dan 7C pada
Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan Faktor Truk
Vehicle Class
6B

7A

7B

7C

TF Design (Bina Marga)

3,7796

4,4525

8,2906

6,1309

TF Actual (WIM)

5,6510

5,7780

10,2770

12,3120

3.3 Data Lendutan FWD
Data lengkung lendutan dan temperatur perkerasan diperoleh dari alat Falling Weight Deflectometer
(FWD) pada tahun 2013. Alat ini dilengkapi dengan piringan beban berdiameter 300 mm, beban
pemberat 200 kg dan tinggi jatuh 315 mm. Jarak antar deflectometer di tempatkan antara
0,200,300,450,600,900,1200,1500,1800 dari pusat beban sesuai dengan ketebalan total perkerasan
yang lebih dari 700 mm. Data lendutan FWD ini akan digunakan pada analisis struktural menggunakan
Metoda AASHTO 1993 bersama dengan data lalu lintas, WIM dan tebal perkerasan. Sebagai contoh data
lendutan FWD pada jalur cepat arah Pamanukan-Sewo dapat dilihat pada Gambar 4.
4.
ANALISIS DATA
4.1 Analisis Data Lalu Lintas
Analisis tingkat pertumbuhan lalu lintas dihitung berdasarkan i rata-rata dari tahun 2009 sampai
dengan 2013 hasil penjumlahan antara kendaraan ringan (golongan 2,3,4,5A) dan kendaraan berat
(golongan 5B,6A,6B,7A,7B,7C). Sebagai contoh hasil perhitungan pertumbuhan kendaraan dari tahun
2008 s/d 2011 pada arah Pamanukan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rekapitulasi Pertumbuhan LHR Tahun 2009 – 2013 Bts.Pamanukan – Sewo
Tingkat
Pertumbuhan

2009

Total
Kendaraan
( 4 lajur /2
27.159

2010

28.522

5,02%

2011

29.881

4,76%

2012

32.597

9,09%

2013

35.215

8,03%

Bts. Pamanukan Sewo

Tahun

Rata - rata

6,73%

Sumber : IRMS 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2013

Tingkat pertumbuhan lalu lintas rata-rata menggunakan persamaan :
�� =

��� � −��� � −1
��� � −1

�100% ............................................................................................................................. ...............................(1)

Hasil perhitungan menunjukkan tingkat pertumbuhan rata-rata untuk ruas Bts. Pamanukan - Sewo
sebesar 6,73%. Kemudian setelah mendapatkan persentasi dari perhitungan tingkat pertumbuhan lalu
lintas (i), selanjutnya menentukan faktor pertumbuhannya selama umur rencana. Faktor pertumbuhan
lalu lintas (Traffic Growth Factor) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
TGF (n) =

1+� � −1


............................................................................................................................. ..........................................(2)

6

Bts. Pamanukan - Sewo

2023

15,56

2022

13.64

2021

11.84

2020

10.16

2019

8.58

2018

7.1

2017

5.72

2016

4.42

2015

3.21

2014

2.07

2013

1

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

4.1.1 Faktor Truk Dan Kumulatif ESAL
Truck Factor (TF) adalah jumlah pemakaian beban ekivalen pada setiap sumbu kendaraan (equivalent
axle load) yang dikontribusikan oleh satu kendaraan dari setiap golongan kendaraan yang ditinjau.
Untuk kendaraan golongan 6A, 6B, 7A,7B dan 7C nilai TF-nya diperoleh dari Survei WIM tahun 2013
yang dilakukan oleh Departemen PU pada jalur Pantura Jawa Barat ruas Cirebon – Losari, sedangkan
rangkuman nilai Truck Factor yang dipakai dari hasil perhitungan beban standar MST 10 Ton standar
Bina Marga untuk golongan kendaraan 2, 3, 4, 5A, 5B, seluruhnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 3 Perbandingan Nilai TF Pantura Jawa Barat
Golongan
Kendaraan

Konf. Sumbu
Kendaraan

Truck Factor
Standar

2

1,1

0,00235

3

1,1

0,00235

4

1,1

0,00235

5a

1,1

1,82523

5b

1,2

3,77964

6a

1.2

1,82523

6b

1.2

3,77964

Truck Factor Aktual
Cirebon Losari

5,6505

7a

1.2-2

4,45246

5,7784

7b

1.2-2.2

8,29060

10,2771

7c

1.22-222

6,13085

12,3124

Sumber: Subdit Teknik Jalan, 2013

Besarnya nilai Truck Factor aktual terbilang besar kemungkinan disebabkan oleh kasus overloading
yaitu berlebihnya kapasitas muatan pada tiap kendaraan dari batas yang ditentukan, khususnya untuk
kendaraan berat (Gol. 6B s/d 7C).
Kumulatif ESAL adalah jumlah kumulatif Repetisi beban ekivalen 18 ESAL selama satu tahun pada
tahun yang diperoleh dengan mengalikan Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) pada tahun yang
ditinjau dengan Truck Factor dan koefisien distribusi lajur. Dalam perhitungan kumulatif ESAL ini
kendaraan yang diperhitungkan adalah kendaraan golongan 2, 3, 4, 5A, 5B, 6A, 6B, 7A, 7B dan 7C.
Perhitungan kumulatif ESAL rencana pada periode 2013 s/d 2018 diperlukan untuk memperkirakan
besarnya lalu lintas yang lewat selama umur rencana sehingga tebal overlay yang dibutuhkan dapat
dihitung menggunakan metoda AASHTO 1993. Dalam hal ini umur rencana yang diambil adalah 5
tahun dimulai dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 dengan alasan besarnya volume lalu lintas
yang ada (AADT > 10.000).

7

Tabel 4 Rekapitulasi Perhitungan ESAL Rencana Tahun 2013 – 2018
Tahun

Pamanukan
Sewo (Kumulatif)

2013
2014
2015
2016
2017
2018

6.404.098
13.239.065
20.533.845
28.319.436
36.628.753
45.469.099

Peningkatan yang sangat besar yang terjadi pada nilai kumulatif ESAL rencana per tahun pada tahun
2013-2018, disebabkan oleh adanya lonjakan ekstrim pada volume lalu lintas yang melewati ruas
tersebut pada tahun dari tahun 2009-2013 yang menyebabkan angka pertumbuhan per tahunnya
menjadi besar dan juga nilai Truck Factor yang sangat besar yang dihasilkan oleh kendaraan berat
(Gol. 6B s/d 7C).
4.2 Analisis Struktural Menggunakan Metoda AASHTO 1993
4.2.1 Data Lendutan
Data lendutan FWD disegmentasi dilakukan dengan melihat nilai lengkung lendutan d1 (lendutan di
pusat beban) karena lendutan pada titik tersebut mencerminkan kondisi lapis perkerasan secara
keseluruhan mulai dari lapis permukaan hingga lapis tanah dasar (Hassan, Hossam, 2003). Segmentasi
terhadap lengkung lendutan FWD dilakukan secara manual dengan cara mengusahakan setiap segmen
yang ada memiliki tingkat keseragaman yang sama untuk menghindari adanya over design.
Berdasarkan hasil segmentasi secara manual diperoleh nilai keseragaman dibawah 30% (keseragaman
cukup baik) pada jalur cepat dan lambat di kedua arah.
Segmentasi Lendutan d1, Jalur Arah Cirebon
400,0

Lendutan d1 (x 0.001 mm)

350,0
3

1

300,0
250,0

6

5

2

4

200,0
150,0
100,0
50,0

151,509

151,097

150,721

150,367

149,900

149,000

148,512

148,101

147,700

146,700

144,519

144,174

143,715

143,347

142,906

< 30% ok!

142,500

142,193

141,000

0,0

KM

Nilai Modulus tanah dasar (MR) dihitung berdasarkan data lendutan wakil yang telah tersegmentasi.
Dalam analisisnya nilai MR yang diperoleh harus memenuhi persyaratan jarak sensor geophone terjauh
yaitu r9 = 1800 mm dari pusat beban, lebih besar atau sama dengan nilai 0,7 jari-jari cekungan
tegangan pada subgrade (r > 0,7 ae). Selain itu menurut AASHTO 1993, nilai MR hasil perhitungan yang
telah memenuhi persyaratan sebaiknya dikalikan faktor koreksi 0,33 agar nilai M R dari hasil
backcalculated menyerupai nilai MR desain. Nilai dari modulus efektif lapis perkerasan (Ep) dihitung
dengan cara iterasi dimana tebal lapis perkerasan yang dianalisis adalah tebal lapis perkerasan aspal
ditambah dengan lapisan pondasi bawah.

8

Kapasitas struktural perkerasan yang dianalisis terdiri SNf, SNo dan SNeff
SNf adalah kapasitas struktural perkerasan berdasarkan lalu lintas rencana yaitu pada tahun 2014.
Nilai SNf dihitung secara iterasi menggunakan Persamaan AASHTO 1993 bersama dengan besaran
yang ditetapkan yaitu:
- Reliability (R) untuk jalan antar kota sebesar 95%
- ZR sebesar -1,645
- So sebesar 0,45 (untuk flexible 0,4 - 0,5)
- PSI awal (P1) sebesar 4,2 dan PSI umur rencana (P2) sebesar 2,5 untuk kondisi kritis pada jalan
arteri
- MR hasil backcalculated dari data lendutan FWD
- SNo pada tiap segmen dari tahun 2012
- Nilai Kumulatif ESAL rencana periode 2013 s/d 2018
SEG

KM

1

141 + 000 s/d 151 + 509

SEG

KM

2

152 + 470 s/d 146 + 286

SEG

KM

2

141 + 000 s/d 151 + 000

SEG

KM

2

152 + 000 s/d 141 + 405

Jarak
(Km)
1,193
1,154
1,274
3,079
1,000
2,809
Jarak
(Km)

SNo

SNeff-1 SNeff-2 SNeff-min

4,48
4,48
4,48
4,48
4,48
4,48
SNo

6,19
7,20
6,61
7,46
6,47
6,65

3,58
3,58
3,58
3,58
3,58
3,58

3,58
3,58
3,58
3,58
3,58
3,58

SNeff-1 SNeff-2 SNeff-min

SNf

SNeff-min / SNf

5,38
5,25
5,62
5,27
5,43
5,36

0,66
0,68
0,64
0,68
0,66
0,67

SNf

SNeff-min / SNf

2,570

4,48

6,79

3,58

3,58

5,55

0,64

1,400

4,48

6,96

3,58

3,58

5,46

0,65

2,427

4,48

7,25

3,58

3,58

5,40

0,66

Jarak
(Km)
1,300
6,142
1,458
1,303

Jarak
(Km)
1,227
1,608
1,180
1,798
1,170
1,017
1,209
1,386

SNo

SNeff-1 SNeff-2 SNeff-min

4,48
4,48
4,48
4,48

SNo

6,19
8,23
5,84
5,10

3,58
3,58
3,58
3,58

3,58
3,58
3,58
3,58

SNeff-1 SNeff-2 SNeff-min

SNf

SNeff-min / SNf

5,47
5,69
5,95
6,06

0,65
0,63
0,60
0,59

SNf

SNeff-min / SNf

4,48
4,48
4,48
4,48

6,64
6,86
7,26
6,79

3,58
3,58
3,58
3,58

3,58
3,58
3,58
3,58

6,08
6,13
5,66
5,88

0,59
0,58
0,63
0,61

4,48
4,48
4,48
4,48

5,68
8,02
6,30
5,84

3,58
3,58
3,58
3,58

3,58
3,58
3,58
3,58

5,48
5,32
5,73
5,54

0,65
0,67
0,62
0,65

9

SEG

KM

1

141 + 000 s/d 151 + 509

SEG

KM

1

141 + 000 s/d 151 + 000

SEG

KM

2

152 + 470 s/d 146 + 286

SEG

KM

2

152 + 000 s/d 141 + 405

Jarak
(Km)
1,193
1,154
1,274
3,079
1,000
2,809

Jarak
(Km)
1,300
6,142
1,458
1,303
Jarak
(Km)
2,570
1,400
2,427
Jarak
(Km)
1,227
1,608
1,180
1,798
1,170
1,017
1,209
1,386

SNeff-min

SNf

3,576
3,576
3,576
3,576
3,576
3,576

5,378
5,246
5,624
5,272
5,429
5,361

SNeff-min

SNf

3,576
3,576
3,576
3,576

5,471
5,691
5,954
6,060

SNeff-min

SNf

3,576
3,576
3,576

5,553
5,462
5,402

SNeff-min

SNf

3,576
3,576
3,576
3,576
3,382
3,367
3,576
3,788

6,078
6,129
5,660
5,883
5,483
5,318
5,276
5,738

SNf -

Kebutuhan

SNeff-min
1,802
1,670
2,048
1,696
1,854
1,785

Overlay
Butuh
Butuh
Butuh
Butuh
Butuh
Butuh

SNf -

Kebutuhan

SNeff-min

Overlay

1,895
2,115
2,379
2,484

Butuh
Butuh
Butuh
Butuh

SNf -

Kebutuhan

SNeff-min
1,977
1,886
1,826

Overlay
Butuh
Butuh
Butuh

SNf Kebutuhan
SNeff-min
Overlay
2,502
Butuh
2,553
Butuh
2,085
Butuh
2,308
Butuh
2,101
Butuh
1,951
Butuh
1,700
Butuh
1,950
Butuh

aol
0,40
0,40
0,40
0,40
0,40
0,40

aol
0,40
0,40
0,40
0,40
aol
0,40
0,40
0,40
aol
0,40
0,40
0,40
0,40
0,40
0,40
0,40
0,40

Dov

Dov

Dov Rec

(Inch)
4,50
4,18
5,12
4,24
4,63
4,46

(cm)
11,4
10,6
13,0
10,8
11,8
11,3

(cm)
12
11
14
11
12
12

Dov

Dov

Dov Rec

(Inch)

(cm)

(cm)

4,74
5,29
5,95
6,21

12,0
13,4
15,1
15,8

13
14
16
16

Dov

Dov

Dov Rec

(Inch)
4,94
4,71
4,56

(cm)
12,6
12,0
11,6

(cm)
13
12
12

Dov
(Inch)
6,26
6,38
5,21
5,77
5,25
4,88
4,25
4,88

Dov
(cm)
15,9
16,2
13,2
14,7
13,3
12,4
10,8
12,4

Dov Rec
(cm)
16
17
14
15
14
13
11
13

4.3 Analisis Menggunakan Program EVERSERIES
Analisis menggunakan Program EVERSERIES menggunakan asumsi sebagai berikut.
AC-WC 5 mm

E1

E1

AC-BC 7 mm

H1 = 12 cm

H1 = 12 cm

(1000 - 3500 Mpa)

(1000 - 3500 Mpa)

E1
H1 = 37 cm

CMRFB 250 mm

E2

(1000 - 3500 Mpa)

H2 = 25 cm
(1000 - 3500 Mpa)

E2
H2 = 55 cm

E3

(1000 - 3500 Mpa)

CTRB 300 mm

H3 = 30 cm

E2

(1000 - 3500 Mpa)

H2 = ~
(100 - 500 Mpa)

SUBGRADE

Existing Pavement

Two Layer model

E3

E4

H3 = ~

H4 = ~

(100 - 500 Mpa)

(100 - 500 Mpa)

Three Layer model

Four Layer model

Gambar 5 Pemodelan Lapis Perkerasan Program EVERSERIES

10

Segmentasi

Metoda Program
EVERSERIES

AASHTO
1993

Segmen
STA

2 Lapis

3 Lapis

4 Lapis

1

km.141+000 s.d. km. 142+300

13,0

11,5

24,5

18,3

2

km. 142+300 s.d. km.148+442

14,0

15,7

9,3

8,9

3

km.148+442 s.d. km. 149+900

16,0

13,9

26,5

33,9

4

km. 149+900 s.d. km.151+000

16,0

12,2

35,9

33,6

Segmentasi

Metoda Program
EVERSERIES

AASHTO
1993

Segmen
STA

2 Lapis

3 Lapis

4 Lapis

1

km.152+000 s.d. km. 150+773

16,0

11,2

32,6

33,1

2

km. 150+773 s.d. km.149+165

17,0

11,1

32,3

32,5

3

km.149+165 s.d. km. 147+985

14,0

11,0

32,4

32,5

4

km. 147+985 s.d. km.146+187

15,0

13,4

32,4

32,6

5

km. 146+187 s.d. km.145+017

14,0

30,7

34,3

33,4

6

km. 145+017 s.d. km.144+000

13,0

12,6

17,5

23,7

7

km. 144+000 s.d. km.142+791

11,0

15,6

30,1

31,8

8

km. 142+791 s.d. km.141+405

13,0

24,5

35,2

34,0

5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Perbandingan antara analisis metode AASHTO 1993 dengan analisis program EVERSERIES adalah
sebagai berikut.
1. Input pada analisis menggunakan metode AASHTO 1993 yaitu berupa lendutan wakil dari D1 dan
D9, yang akan digunakan untuk menghitung Modulus Resilien dan Modulus Elastisitas perkerasan
berasal. Sedangkan dalam metoda Program EVERSERIES, pada EVERCALC dengan keseluruhan
data lendutan FWD akan terpakai didalam proses backcalculation yang menghasilkan modulus
bahan setiap lapis perkerasan termasuk lapisan subgrade serta pada nilai lendutan dari df1 sampai
df9 saling mempengaruhi dalam perhitungan modulus kekakuan.
2. Tebal perkerasan yang digunakan dalam analisis menggunakan metode AASHTO 1993 sebanyak 2
lapis sedangkan pada Program EVERSERIES bisa berupa 2 sampai dengan 5 lapis. Prisip dasar
dari metode AASHTO 1993 adalah Metode Analitis-Empiris. Sedangkan pada Program
EVERSERIES, merupakan Metode Analitis. Kebutuhan lapis tambah (overlay) pada Metoda
AASHTO 1993 didasarkan pada segmentasi lendutan sehingga menghasilkan kebutuhan overlay
pada tiap segmen, sedangkan pada Program EVERSERIES menghasilkan kebutuhan overlay tiap
titik yang berbeda-beda besarnya. Sehingga pada metoda tersebut dibuat segmentasi.

11

5.2 Saran
1. Pada tinjauan stasioning yang memerlukan nilai tebal lapis tambah yang ekstrim perlu dilakukan
penelitian khusus dengan cara pengambilan core test untuk mendapatkan kondisi kerusakan
struktural yang sebenarnya.
2. Perlu dilakukan survei LHR dan WIM secara periodik setiap 1 tahun sekali pada ruas-ruas di
daerah Pantura Jawa Barat. Hal ini berfungsi untuk memantau, ada tidaknya perubahan terhadap
distribusi lajur untuk tiap arah dan besarnya pertumbuhan terhadap arus lalu lintas yang ada
serta besarnya nilai Truck Factor khususnya untuk kendaraan berat tetap bisa terkontrol.
3. Program EVERSERIES perlu aplikasikan lebih lanjut terhadap beberapa struktur perkerasan
lentur di Indonesia, baik untuk jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kabupaten untuk
mendapatkan nilai-nilai modulus yang mewakili setiap jenis perkerasan jalan tersebut.

Daftar Pustaka
AASHTO, (1993), Guide for Design of Pavement Structures 1993, American Association of State
Highways and Transportation Officials, Washington DC, USA.
Aditya, D.K., (2014), Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Program
EVERESERIES pada Jalan Pantura Cikampek-Ciasem, ITB, Bandung.
Departemen Pekerjaan Umum (2005), Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur
dengan Metode Lendutan (Pd.T-05-2005), Jakarta.
Direktorat Bina Teknik Kementrian Pekerjaan Umum 2013., Data IRMS 2009, 2010, 2011, 2012, 2013
Jakarta
Bennett, Christopher (2007), Data Collection Technologies for Road Management, Washington DC, USA
BSN, (2000), RSNI Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Dengan Metoda
Lendutan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Frisky,dkk (2012), Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993,
Jurnal Teknik Sipil ITB Vol.19, Bandung.
Ferdian, T., (2008), Perencanaan Tebal Lapis Tambah Overlay pada Perkerasan Lentur Menggunakan
Program Everseries, Jurnal Teknik Sipil, Vol.15 Bandung.
Firdaus, R., (2006), Perbandingan Evaluasi Kinerja Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda
AASHTO 1993 dan Program ELMOD pada Jalan Tol Jakarta-Cikampek ruas Bekasi Barat-Bekasi
Timur, ITB, Bandung.
Huang, Y.H. (2004), Pavement Analysis and Design, Second Edition, Pearson Education Inc., United State
of America.
Qin, J., (2010). Predicting Flexible Pavement Structural Response Using Falling Weight Deflectometer
Deflections, Thesis the faculty of the Russ College of Engineering and Technology of Ohio
University.
Marditama, A. (2009), Evaluasi Kinerja Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Program
EVERSERIES dengan Metoda Bina Marga (RSNI 2004) pada Jalan Tol Jagorawi Ruas Sentul UtaraSentul Selatan, ITB, Bandung.
Muench, S.T., Mahoney, J.P., and Pierce, L.M., (2003). The WSDOT Pavement Guide Interactive,
Washington Department of Transportation (WSDOT),Olympia,WA. Retrieved June 12, 2009,
from WSDOT Official (http://training.ce.washington.edu/WSDOT/).

12

Subagio, B.S., Wibowo, S.S., Ferdian. T., dan Sufanir. A.M.S. (2011), Comparison of Overlay Design
Analysis using Mechanistic and Semi-Analytical Methods, case study : Jakarta-Cikampek Toll Road,
Proceedings of the Eastern Asia Society fot Transportation Studies, Vol.8
Subagio, B.S., RAMC, F., Rahman, H., dan Kusumawati, A (2013). Structural and Functional Evaluation of
Flexible Pavement in Indonesia Case Study: Ciasem-Pamanukan Section, Proceedings of 9th
Conference EASTS,Taiwan, Taipei.
WSDOT, (2005), EVERSERIES © USER’S GUIDE : Pavement Analysis Computer Software and Case
Studies, Washington, USA.

13