PERBEDAAN RESILIENCE DITINJAU DARI JENIS

PERBEDAAN RESILIENCE DITINJAU DARI JENIS
KELAMIN DAN BIG FIVE PERSONALITY PADA KORBAN
PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010
Aldila Putri Sandani
Ika Annisa Elvira
Ratri Susilaningrum
Yasmin Meutia Solihati
Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan resilience ditinjau dari jenis kelamin
dan big five personality pada korban pasca erupsi gunung Merapi. Penelitian ini
melibatkan 47 responden terdiri dari 16 laki-laki dan 31 Perempuan yang bertempat
tinggal di Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan Skala Big Five
Personality dari Goldberg 1993 yang diadopsi oleh Aulia (2015). Secara keseluruhan
skala Big Five Personality berjumlah 44 aitem yang berupa pernyataan. Skala resilience
mengacu pada teori dan aspek dari Reivich & Shatte (2002) yang mempunyai 27 aitem
berupa pernyataan. Hasil analisis data menggunakan statistic uji analisis perbedaan dua
kelompok yaitu independent sample t-Test untuk uji rerata kelompok pada kelompok
jenis kelamin dan korelasi product moment untuk menguji hubungan antara resilience
dengan dimensi-dimensi pada big five personality. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang

dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan resilience antara laki-laki dan
perempuan kemudian ada perbedaan signifikan antara resilience dengan big five
personality.

Kata Kunci : Resilience, Big Five Personality, Korban Erupsi Gunung Merapi

 

1

data yang diperoleh dari Badan

PENDAHULUAN
Secara

Indonesia

Nasional Penanggulangan Bencana

merupakan negara kepulauan yang


(BNPB) korban meninggal terbanyak

terletak

empat

di Kabupaten Sleman dengan jumlah

lempeng tektonik yaitu lempeng

163 orang, di Sleman yang menjadi

Benua

korban meninggal luka bakar akibat

lempeng

geografis


pada

Asia,

pertemuan

Benua

Samudera

Australia,
dan

awan panas sebanyak 141 orang dan

Samudera Pasifik. Kondisi tersebut

non luka bakar sebanyak 22 orang.


sangat berpotensi sekaligus rawan

Sementara di Jawa tengah lima

bencana

gunung

warga Klaten meninggal akibat luka

berapi, gempa bumi, tsunami, banjir

bakar dan sebanyak 26 orang lainnya

dan

(bnpb.go.id).

meninggal akibat non luka bakar.


Indonesia juga dilewati oleh jalur

Selain itu 498 orang menjalani rawat

pegunungan aktif dunia yaitu sirkum

inap di sejumlah rumah sakitdan

mediterania dan sirkum pasifik, hal

370.028 pengungsi tersebar di 687

tersebut

menyebabkan

titik pengungsian (Tribunnews.com,

masuk


pada

seperti

tanah

Hindia

letusan

longsor

jalur

Indonesia
Ring

of

2010).


Fire(FokusJabar.com, 2015). Letak

Dampak yang ditimbulkan dari

geografis tersebut menjadikanbanyak

erupsi Gunung Merapi tidak hanya

pegunungan di Indonesia berstatus

menelan korban jiwa saja, melainkan

aktif. Hal ini memunculkan beberapa

menyebabkan

potensi terjadinya bencana. Salah

materil,


satu bencana besar yang memakan

meninggalnya

orang

terdekat

banyak korban adalah meletusnya

(Eisenbruch,

dalam

Sales,

gunung Merapi yang berada di

2005).Korban


erupsi

merapi

Yogyakarta.

sebanyak 5,26 persen korban erupsi

Pada 26 Oktober 2010 terjadi

kerugian

secara

infrastruktur

dan

Gunung


Merapi

letusan Gunung Merapi yang lebih

gangguan

psikologis.

besar dibandingkan dengan tahun

gangguan psikologis yang dialami

1872 dan telah memakan korban

oleh

lebih dari 100 orang yang meninggal

insomnia, post traumatic syndrome


(Kompas.com, 2010). Berdasarkan

disorder,

 

2

masyarakat

cemas,

mengalami
Sejumlah

diantaranya

depresi,

schizoprenia, dan gangguan jiwa

yang sudah terjadi tidak bisa kembali

tidak

lagi, B berpikir untuk bersyukur

spesifik

lainnya

(AntaraNews.com, 2010).
Wawancara

yang

masih diberikan kesempatan dapat
dilakukan

memperbaiki diri dan

peneliti pada korban erupsi Merapi di

menjalani

hidupnya.

Cangkringan Sleman hari Minggu,

Tantangan

bagi

korban

yang

25 September 2016 bertempat di

selamat dari erupsi Gunung Merapi

rumah subjek A berjenis kelamin

adalah survive dalam situasi bencana

perempuan.

dan bertahan menjalani kehidupan

bahwa

Subjek

ketika

menceritakan

terjadinya

erupsi

pasca

erupsi

Gunung

Merapi.

Gunung Merapi merasa ketakutan,

Menurut Hodgkinson (dalam Sales,

panik, dan ingin pergi ke tempat

2005)

yang

dari

individu, wilayah, lingkungan dan

kejadian tersebut. Hal ini sama juga

komunitas yang menjadi korban

di rasakan pada subjek B berjenis

untuk

kelamin perempuan yang peneliti

memegang kendali atas kehidupan

wawancarai pada hari Minggu, 1

sekarang

dan

Oktober 2016 bertempat di rumah

Kondisi

tersebut

subjek B di Cangkringan, Sleman.

kemampuan untuk bangkit kembali

Subjek B menceritakan bahwa ketika

yang

terjadinya erupsi Gunung Merapi

Menurut

merasakan ketakutan dan ingin pergi

(dalam Rinaldi, 2010) resilience

untuk menyelamatkan diri. Kejadian

adalah ciri kepribadian yang bersifat

Erupsi Gunung Merapi telah berlalu

stabil

enam

untuk

aman

tahun

agar

selamat

silam,

namun

hal

bencana

alam

bangkit

menuntut

kembali

masa

disebut

depannya.

memunculkan

dengan

Connor

ditandai

resilience.

dan

oleh

bangkit

dan

Davidson

kemampuan

kembali

dari

tersebut masih menyisakan traumatis

pengalaman negatif dan kemampuan

tersendiri bagi A dan B. Hingga saat

menyesuaikan

ini A masih merasakan perasaan

perubahan kehidupan yang terus-

takut, khwatir dan gelisah ketika

menerus.

nantinya

terjadi

kembali

Erupsi

Mengalami

diri

kejadian

terhadap

traumatis

Merapi. Berbeda dengan subjek B

tersebut dialami secara bersama-

yang menyatakan bahwa peristiwa

sama namun, respon setiap korban

 

3

erupsi merapi bervariasi sehingga

kepribadian utama ini, kini sebagian

ada individu yang mengalami trauma

besar ahli setuju akan keberadaan

ringan, sedang, berat dan ada yang

lima trait yang dikenal sebagai Big

tidak

Hal

Five (Jang dkk., 1998; Paunonen,

tersebut tergantung pada kapasitas

2003; McCrae dkk., 2005, 2006,

masing-masing

individu

dalam

dalam Wade & Tavris, 2007).

mengatasinya

(Ulfah,

2013).

Big five personality merupakan

terdapat

pendekatan yang digunakan untuk

faktor utama yang mempengaruhi

melihat kepribadian melalui trait

resilience salah satunya adalah faktor

yang tersusun dalam lima buah

internal yaitu kepribadian.

domain

mengalami

Menurut

Ahern

trauma.

(2006)

Kepribadian merupakan pola yang
cenderung

menetap

baik

kepribadian.

Lima

trait

kepribadian itu adalah neuroticism,

dalam

extraversion, openness to experience,

pikiran, perasaan, dan perilaku yang

agreeableness,

membedakan individu satu dengan

conscientiousness (McCrae & John,

yang lain (Roberts & Mroczek,

dalam Saricaoglu & Arslan, 2013).

2009). Ada beberapa pendekatan

Kelima

yang dikemukakan oleh para ahli

digunakan untuk menggambarkan

dalam memahami kepribadian. Salah

perbedaan dalam perilaku kognitif,

satu teori yang digunakan adalah

afektif, maupun sosialnya (Pervin,

teori

dkk., 2005). Beberapa penelitian

trait,

merupakan

dimana
sebuah

mengidentifikasi

teori

trait

dan

dimensi

model

untuk

sebelumnya

trait-trait

dasar

variabel

dasar

menunjukan

tersebut

bahwa

kepribadian

dapat

untuk menggambarkan kepribadian.

memprediksi sikap resilensi pada

Trait

yang

individu. Penelitian yang dilakukan

membedakan individu satu dengan

oleh Campbell-Sills, dkk (2006)

yang

menunjukan

bahwa

konsistensi perilaku di sepanjang

berkorelasi

negatif

waktu dan stabilitas perilaku di

neuroticism dan berkorelasi positif

setiap situasi (Pervin, dkk, 2005).

dengan

Para ahli masih memperdebatkan

conscientiousness.

jumlah

yang dilakukan oleh Nakaya, dkk

 

merupakan

lain

dalam

yang

pasti

watak

hal

perilaku,

dari

trait

4

resilience
dengan

extraversion
Penelitian

dan
lain

(2006) menunjukan hal yang serupa,

Berdasarkan penelitian di atas,

dimana terdapat hubungan positif

perbedaan

antara

dengan

sebelumnya yaitu pada penelitian ini

to

peneliti memiliki judul “perbedaan

experiencedan conscientiousness dan

resilience ditinjau dari jenis kelamin

berhubungan

dan big five personality korban pasca

resilience

extraversion,

openness

negatif

dengan

neuroticism.
Penelitian

penelitian

ini

dengan

erupsi Gunung Merapi tahun 2010”.
sebelumnya

terkait

Peneliti menggunakan teori Conner

dengan resilience dilakukan oleh

dan

Gafur, dkk (2012) dengan judul

menjelaskan Resilience, sedangkan

“Resilience

teori Saricaoglu dan Arslan (2013)

Perempuan

dalam

Davidson

(2003)

Bencana Alam Merapi : Studi di

untuk

Kinahrejo Umbulharjo Cangkringan

personality. Subjek yang digunakan

Sleman

Penelitian

dalam penelian ini adalah korban

bahwa

pasca erupsi Gunung Merapi pada

perempuan yang menjadi korban

tahun 2010. Pada resilience peneliti

erupsi Merapi dapat meningkatkan

mengacu pada teori dan aspek dari

resilience dengan melewati proses

Reivich & Shatte (2002). Sedangkan

yang

dengan

untuk skala Big five personality,

mencari pekerjaan untuk menafkahi

peneliti mengadopsi skala Big Five

keluarga.

Inventory yang dikembangkan oleh

Yogyakarta”.

tersebut

menemukan

panjang,

seperti

Selanjutnya,

penelitian

yang dilakukan oleh Nakaya, dkk

menjelaskan

Big

untuk

five

Aulia (2015).

(2006) yang berjudul “Correlations

Berdasarkan uraian diatas, maka

for Adolescent Resilience Scale with

rumusan masalah yang diajukan

Big five personality Traits”. Subjek

dalam penelitian ini adalah “adakah

dalam penelitian ini merupakan 130

perbedaan resilience ditinjau dari

sarjana di Kota Toyota, Japan.

jenis kelamin dan big five personality

Penelitian

korban pasca erupsi Gunung Merapi

tersebut

menemukan

tahun 2010?”

bahwa yang mendukung resiliensi
pada remaja di temukan pada aspek
kepribadian Conscientiousness.

 

5

1. Emotion Regulation

TUJUAN PENELITIAN

Regulasi

Tujuan dari penelitian ini adalah

emosi

adalah

perbedaan

kemampuan untuk tetap di bawah

resilience ditinjau dari jenis kelamin

kondisi yang menekan. Individu

dan big five personality korban pasca

yang kurang memiliki kemampuan

erupsi Gunung Merapi tahun 2010.

untuk mengatur emosi mengalami

untuk

mengetahui

Connor

kesulitan dalam membangun dan

(dalam Rinaldi, 2010) adalah ciri

menjaga hubungan dengan orang

kepribadian

lain.

Resilience

menurut

yang

bersifat

stabil

ditandai oleh kemampuan untuk

2. Impulse Control

bangkit kembali dari pengalaman
negatif

dan

menyesuaikan

Pengendalian

kemampuan
diri

kemampuan

terhadap

(2002),

dan

resiliensi

kemampuan

dari dalam diri. Individu dapat

Shatte

mengendalikan impulsivitas dengan

merupakan

seseorang

mencegah

untuk

untuk

bentuk

semula

dibengkokkan,

ditekan,

individu
impuls

setelah

perubahan,

dan

Shatte

terkait

dengan

Individu yang resilience adalah

sakit,

individu yang optimis, optimism
adalah ketika kita melihat bahwa

(2002),

masa

memaparkan tujuh kemampuan yang

depan

kita

cemerlang.

Optimism yang dimiliki oleh seorang

berbentuk resiliensi, yaitu:

 

sangat

mengendalikan

3. Optimism

kemalangan, atau kesulitan.
Reivich

untuk

miliki.

istilah psikologi, resi1iensi adalah
1.
kemampuan individu untuk cepat
dari

dapat

kemampuan regulasi emosi yang ia

atau

diregangkan. Bila digunakan sebagai

pulih

sehingga

permasalahan yang ada. Kemampuan

pulih

kembali dari suatu keadaan, kembali
ke

kesalahan

memberikan respon yang tepat pada

dengan kondisi yang sulit. Resiliensi
kemampuan

terjadinya

pemikiran,

bertahan, bangkit, dan menyesuaikan

berarti

untuk

kesukaan, serta tekanan yang muncul

menerus.
Reivich

individu

adalah

mengendalikan keinginan, dorongan,

perubahan kehidupan yang terus-

Menurut

impuls

individu

6

menandakan

bahwa

individu tersebut percaya bahwa

kemalangan yang menimpa mereka,

dirinya memiliki kemampuan untuk

tanpa terjebak pada salah satu gaya

mengatasi

yang

berpikir explanatory. Individu yang

mungkin terjadi di masa depan.

resilien tidak akan menyalahkan

Optimism akan menjadi hal yang

orang lain atas kesalahan yang

sangat bermanfaat untuk individu

mereka perbuat demi menjaga self-

bila diiringin dengan self-efficacy,

esteem mereka atau membebaskan

hal

dengan

mereka dari rasa bersalah. Mereka

optimisme yang ada seorang individu

tidak terlalu berfokus pada faktor-

terus didorong untuk menemukan

faktor yang berada di luar kendali

solusi

mereka,

kemalangan

ini

dikarenakan

permasalahan

dan

terus

sebaliknya

mereka

bekerja keras demi kondisi yang

memfokuskan

dan

memegang

lebih baik. Tentunya optimism yang

kendalipenuh

pada

pemecahan

dimaksud adalah optimism yang

masalah, perlahan mereka mulai

realistis (realistic optimism) yaitu

mengatasi permasalahan yang ada,

sebuah

mengarahkan hidup mereka, bangkit

kepercayaan

akan

terwujudnya msa depan yang lebih

dan meraih kesuksesan.

baik dengan diiringi segala usaha
2.
untuk mewujudkan hal tersebut.

5. Empathy
Empati

Perpaduan antara optimisme yang
realistis

dan

self-efficacy

membaca

kaitannya

tanda-tanda

kondisi

emosional dan psikologis orang lain.
Beberapa

4. Causal Analysis

individu

memiliki

kemampuan yang cukup mahir dalam

Causal analysis merujuk pada
individu

erat

dengan kemampuan individu untuk

adalah

kunci resiliensi dan kesuksesan.

kemampuan

sangat

menginterpretasikan

untuk

bahsa-bahasa

mengidentifikasikan secara akurat

nonverbal yang ditunjukkan oleh

penyebab dari permasalahan yang

orang lain, seperti ekspresi wajah,

mereka

hadapi.

Individu

yang

intonasi suara, bahasa tubuh dan

resilien

adalah

individu

yang

mampu

menangkap

apa

yang

kognitif.

dipikirkan dan dirasakan orang lain.

Mereka mampu mengidentifikasikan

Oleh karena itu, seseorang yang

semua penyebab yang menyebabkan

memiliki

memiliki

 

fleksibelitas

7

kemampuan

berempati

cenderung memiliki hubungan sosial

menunjukkan

yang positif. Individu denga empati

individu

yang rendah cenderung mengulang

(overestimate) dalam memandang

pola yang dilakukan oleh individu

kemungkinan hal-hal buruk yang

yang

yaitu

dapat terjadi di masa mendatang.

menyamaratakan semua keinginan

Individu-individu ini memiliki rasa

dan emosi orang lain.

ketakutan

tidak

resilien,

kecenderungan

untuk

untuk

berlebih-lebihan

mengoptimalkan

kemampuan mereka hingga batar
akhir.

6. Self-efficacy
Self-efficacy

merepresentasikan

Faktor-faktor yang mempengaruhi

sebuah keyakinan bahwa kita mampu

resilience ada dua yaitu, faktor

mememcahkan masalah yang kita

internal dan faktor eksternal. Faktor

alami dan mencapai kesuksesan.

internal meliputi, kesehatan, jenis

Self-eficacy merupakan hal yang
sangat

penting

untuk

kelamin,

mencapai

karakteristik

resiliensi.

kemampuan

Resiliensi
bagaimana

lebih

dari

seorang

memiliki

budaya, status sosial ekonomi) dan

untuk

komunitas (dewasa, teman sebaya,

juga

karakteristik

tidak

dan Arslan, 2013). Lebih jauh lagi
diterangkan oleh Burger (Saricaoglu

dikarenakan mereka telah diajarkan

& Arslan, 2013) yang menyatakan

sejak kecil untuk sedapat mungkin

bahwa kepribadian dapat membantu

menghindari kegagalan dan situasi

 

mampu

(Atkinson, dkk., dalam Saricaoglu

mampu

Hal

yang

lingkungan fisik maupun sosialnya

melakukan reaching out, hal ini

memalukan.

khas

merupakan

membentuk individu baik di dalam

setelah

kemalangan yang menimpa. Banyak
yang

lingkungan,

Kepribadian

merupakan

kehidupan

keluarga,

sekolah, pelayanan kesehatan).

kemampuan individu meraih aspek

yang

tempramen.

individu

dari keterpurukan, namun lebih dari

individu

coping,

(anggota

mengatasi kemalangan dan bangkit

dari

kepribadian,

sekedar

kemampuan

resiliensi

kognitif,

Faktor eksternal meliputi, keluarga

7. Reaching out

positif

kemampuan

dalam

ini

8

memahami

dan

mengerti

orang lain, dalam hal ini kepribadian

tersebut

adalah

kepribadian (Costa & McCrae, dalam

istilah

yang

mencakup

merupakan

dasar

dari

Pervin, dkk., 2005).

kepentingan individu, sikap, dan
bicara,

Costa dan McCrea (dalam Pervin,

penampilan luar dan gaya yang

dkk., 2005) menyatakan dimensi-

diadopsinya dari lingkungan sekitar.

dimensi dari Big five personality

kemampuan,

Selama

gaya

bertahun-tahun

adalah sebagai berikut:

banyak

peneliti seperti McCrae, Costa dan
lainnya
pandangan

mencoba

1. Neuroticism

menyatukan

mengenai

Dimensi

kepribadian

ini

mengukur

penyesuaian dan kesetabilan emosi.

manusia. Salah satu teori yang

Mengidentifikasi

digunakan adalah teori trait, dimana

individu yang rentan terhadap stres,

teori

dapat

ide-ide yang tidak realistis, keinginan

trait-trait

yang berlebihan dan respon koping

kepribadian secara sederhana dan

yang bersifat maladiptif. Individu

dapat mengkelompokan perbedaan

dengan neuroticism rendah akan

individu ke dalam lima dimensi

cenderung menjadi peribadi yang

kepribadian, hal ini dikenal dengan

tenang, santai, tidak emosional dan

“Big Five” (dalam Pervin, dkk.,

memiliki kepuasan diri. Sementara

2005).

individu dengan neuroticism tinggi

tersebut

mengklasifikasikan

Banyak para ahli yang meyakini
bahwa

gambaran

kecendrungan

akan cenderung menjadi pribadi yang

mengenai

emosional, mudah gelisah, memiliki

kepribadian individu dapat terlihat

rasa khawatir yang tinggi, dan

jelas

merasa tidak aman.

dengan

menggunakan

five

factor model (Costa & McCrae,
dalam Mastuti, 2005). Five factor

2. Extraversion

model mengelompokan kepribadian

Dimensi ini mengukur kuantitas

menjadi lima dimensi yang dikenal

dan intensitas interaksi interpersonal,

dengan neuroticism, extraversion,

dan

openness

experience,

Individu dengan extraversion rendah

dan

cenderung menjadi pribadi yang

dimensi

tertutup, pendiam, suka menyendiri,

to

agreeableness
conscientiousness.

 

Lima

9

kebutuhan

untuk

bahagia.

tidak

memiliki

semangat,

berorientasikan

pada

Sementara

individu

extraversion

tinggi

menjadi

pribadi

bersosialisasi,

yang
banyak

yang sinis, kasar, penuh dengan

dan

curiga,

tugas.

pendendam

tersinggung.

dengan

Sementara

individu

dengan agreeableness tinggi akan

mudah

cenderung menjadi pribadi yang baik

bicara,

hati, penuh kepercayaan, senang
dalam

menyenangkan.

mudah tertipu.

3. Openness to experience

5. Conscientiousnes

membantu,

pemaaf,

dan

Dimensi ini mengukur ketekunan

Dimensi ini mengukur pencarian
penghargaan

mudah

cenderung

optimis, penuh kasih sayang dan

dan

dan

dan motivasi dalam mencapai tujuan.

terhadap

pengalaman dan keterbukaan akan

Individu

hal-hal yang baru. Individu yang

rendah

memiliki

pribadi yang tidak memiliki tujuan,

tingkat

openness

to

dengan
akan

dapat

conscientiousnes

cenderung

menjadi

experience rendah akan cenderung

tidak

diandalkan,

menjadi pribadi konvensional, tidak

ceroboh,

memiliki minat yang luas, dan tidak

keinginan yang lemah. Sementara

menyukai seni. Sementara individu

individu

dengan openness to expereince tinggi

tinggi

cenderung menjadi pribadi yang

pribadi

kreatif, orisinil, memiliki keingin

diandalkan, pekerja keras, disiplin,

tahuan yang luas, tertarik belajar

tegas dan ambisius.

pelupa

dengan
akan
yang

dan

malas,
memiliki

conscientiousnes

cenderung

menjadi

terorganisir,

dapat

mengenai hal-hal yang baru dan
imajinatif.

METODE PENELITIAN
Penelitian

ini

merupakan

penelitian kuantitatif. Variabel pada

4. Agreeableness

penelitian

Dimensi ini mengukur kualitas

ini

adalah

Big

five

intrapersonalbaik dari kemampuan

personality dan variabel tergantung,

berfikir, berperilaku dan perasaan.

Resilience. Rancangan penelitian ini

Individu

agreeableness

bersifat ingin mengetahui perbedaan

rendah cenderung menjadi pribadi

resilience ditinjau dari jenis kelamin

 

dengan

10

dan big five personality korban pasca

yang bergerak dari sangat tidak

erupsi Gunung Merapi tahun 2010

setuju hingga sangat setuju.

Teknik

pengambilan

Teknik

sampel

analisis

data

pada

menggunakan Purposive Sampling

penelitian ini menggunakan statistik

dan untuk teknik pengambilan data

uji analisis perbedaan dua kelompok

menggunakan skala Resilience dan

yaitu

Big five personality.

untuk uji rerata kelompok pada

independent

sample

t-Test

kelompok jenis kelamin dan korelasi

Subjek dalam penelitian ini adalah
individu yang menjadi korban erupsi

product

merapi

hubungan antara resilience dengan

tahun

2010,

peneliti

moment

untuk

mengambil subjek dengan kriteria

dimensi-dimensi

berjenis laki-laki dan perempuan

personality. Perhitungan analisis data

berusia

dilakukan

20-50

tahun

bertempat

pada

menguji

dengan

big

five

menggunakan

tinggal di Cangkringan, Sleman,

komputer pada program Statistical

Yogyakarta.

Package for Social Science (SPSS)

Pada

penelitian

ini

20.0 for windows sebagai alat bantu

peneliti

analisis secara statistik.

menggunakan skala resilience dan
(BFI) Big Five Inventory untuk
pengukuran Big five personality.

HASIL DAN PEMBAHASAN

personality

Resilience adalah ciri kepribadian

menggunakan alat ukur Goldberg

yang bersifat stabil dan ditandai oleh

(1993) dengan mengadopsi skala Big

kemampuan individu untuk bangkit

Five Inventory oleh Aulia (2015).

kembali dari pengalaman negatif dan

Secara keseluruhan skala Big five

kemampuan

personality berjumlah 44 aitem yang

terhadap perubahan kehidupan yang

berupa pernyataan. Skala resilience

terus

mengacu pada teori dan aspek dari

Dalam

Reivich

yang

mengajukan dua hipotesis, yaitu ada

berupa

perbedaan resilience ditinjau dari

Skala

Big

&

five

Shatte

(2002)

mempunyai

27

aitem

pernyataan.

Kedua

menyesuaikan

menerus

(Connor,

penelitian

ini

diri

2006).
peneliti

ini

jenis kelamin dan ada hubungan

menggunakan empat pilihan jawaban

antara reslience dengan big five

skala

personality.

 

11

variabel

0,005) yaitu ada perbedaan yang

resilience menunjukan bahwa data

signifikan antara resilience dengan

berdistribusi normal dengan nilai p =

big five personality. Peneliti juga

0.20 (p > 0.05). Sementara itu kelima

membuat analisis tambahan untuk

dimensi

mengetahui

Hasil

uji

normalitas

big

menunjukan

five
data

personality

hubungan

ditinjau dari big five personality

berdistribusi

normal dengan nilai p = 0.20 (p >

(neuorotism,

0.05).

agreeableness,

Hasil

uji

resilience

homogenitas

extraversion,
conscientiousnes,

menunjukan hasil yang homogen p =

openness

0.07 (p > 0.05). Hasil uji linearitas

menunjukkan adanya hubungan yang

menunjukkan hasil linear antara

signifikan antara extraversion dan

resilience dan kelima dimensi big

openness

five personality menunjukkan nilai p

Menunjukkan hasil resilience dengan

= 0.04 (p < 0.05).

extraversion p = 0.010 (p < 0.05) dan
resilience

Setelah dilakukan uji normalitas,

to

experience)

to

experience.

dengan

openness

to

uji homogenitas, dan uji linearitas,

experience p = 0.021 (p < 0.05).

selanjutnya dilakukan uji hipotesis.

Tetapi untuk dimensi neuroticism,

Tujuan dilakukannya uji hipotesis

conscientiousness,

pertama ini adalah untuk mengetahui

menunjukkan

apakah ada perbedaan resilience

signifikan dengan hasil resilience

ditinjau

kelamin.

dengan neuroticism diperoleh p =

Berdasarkan hasil uji analisis dengan

0.745 (p < 0.05), resilience dengan

menggunakan Independent Sampe t-

conscientiousness

Test diperoleh p = 0.76 (p < 0.05)

0.236 (p < 0.05) dan resilience

menunjukkan

ada

dengan agreeableness diperoleh p =

perbedaan resilience antara jenis

0.233 (p < 0.05). Hasil tersebut

kelamin laki-laki dan perempuan. Uji

menunjukkan bahwa hipotesis yang

hipotesis kedua untuk mengetahui

diajukan

perbedaan resilience dengan big five

hubungan resilience ditinjau dari Big

personality dengan menggunakan uji

five personality diterima, hal ini

analisis anova satu jalur (one way

terlihat bahwa ada hubungan antara

anova) diperoleh p = 0,003 (p <

resilience dan big five personality

 

dari

jenis

bahwa

tidak

12

agreeableness

hasil

peneliti

yang

diperoleh

untuk

tidak

p

=

melihat

pada extraversion dan openness to

neuroticisim dengan resilience. Hasil

experience.

yang

sama

ditunjukan

oleh

analisis

Campbell-Sills, dkk (2006) dimana

melihat

terdapat hubungan negatif antara

pengaruh antara resilience dan Big

neuroticisim dengan resilience dan

five personality, hasil menunjukkan

hubungan positif antara extraversion

bahwa

dan

Peneliti

melakukan

tambahan

yaitu

terdapat

untuk

pengaruh

yang

personality

yaitu

Fayombo

dengan

experience,

Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui

(2010),

menjelaskan

bahwa Extraversion, Openness to

sumbangan efektif sebesar 26,7%.

untuk

dengan

resilience.

signifikan antara resilience dan big
five

conscientiousness

Agreeableness

Conscientiousness

perbedaan

dan

merupakan

resilience ditinjau dari jenis kelamin

kepribadian

dan big five personality korban pasca

sifatnya seperti pekerja keras, easy

erupsi Gunung Merapi tahun 2010.

going, rasa ingin tahu yang tinggi

Berdasarkan

hipotesis

dan asertif, sehingga semakin baik

pertama pada data penelitian ini

kepribadian seseorang maka orang

maka

tersebut akan semakin resilience.

hasil

hipotesis

uji

yang

diajukan

yang

sehat

dengan

Individu neuroticisim mempunyai

ditolak. Hal ini ditunjukan dengan
terdapatnya dua dimensi big five

sifat

personality

kekhawatiran yang tinggi. Mereka

yang

berhubungan

pencemas,

rasa

takut

dan

dengan resilience, yaitu dimensi

akan

extraversion

dihadapkan dengan masalah-masalah

dan

openness

to

gugup

dan

takut

apabila

experience. Hal ini sesuai dengan

(Ramdhani,

2012).

Individu

penelitian

pencemas

dan

memiliki

sebelumnya

yang

dilakukan oleh Nakaya, Oshio dan

kekhawatiran yang tinggi cenderung

Kaneko

menjadi pribadi yang emosional,

tersebut

(2006),

hasil

penelitian

membuktikan

adanya

akibatnya

individu

mudah

korelasi positif antara extraversion,

mengalami stress. Ketidakmampuan

conscientiousness dan openness to

dalam mengelola emosi menjadikan

experience terhadap resilience, serta

individu berpikiran irrasional dalam

adanya

menghadapi suatu permasalahan dan

 

korelasi

negatif

antara

13

juga kurang memiliki kontrol diri

menerima semua sudut pandang yang

atas perilaku yang dilakukannya, hal

terbuka untuk menerima wawasan

tesebut dapat membuat individu sulit

yang lebih luas dan mendalam

beresilience.

(Ramdhani, 2012). Individu yang

Indvidu

extraversion

semangat

untuk

terbuka

memiliki

dengan

pengalaman-

pengalaman baru akan mudah untuk

membangun

hubungan dengan orang lain. Mereka

beresilience

tidak

tersebut

mampu

berkenalan ataupun mencari teman

pikiran

dan

baru. Individu extraversion juga

memandang

tegas dan asertif dalam bersikap, bila

dialaminya secara positif.

pernah

sungkan

untuk

individu merasa tidak setuju maka
akan

mengemukakan

pendapat

dikarenakan

individu

terbuka dengan

perasaannya
suatu

hal

serta
yang

Individu

yang

memiliki

agreeableness

rendah

cenderung

mereka (Ramdhani, 2012). Individu

menjadi pribadi yang penuh dengan

yang

dan

curiga, pendendam dan kasar. Hal

terbuka kepada orang lain akan

tersebut menjadikan individu sulit

cenderung lebih resilince karena

beresilience

mudah

kurang

mudah

bersosialisasi

dalam

permasalahan

menceritakan

yang

dikarenakan
mampu

mengendalikan

dialaminya

kepada orang lain sehingga individu

dirasakannya.

tidak mudah berlarut-larut dalam

Individu

individu
dalam

emosi

yang

yang

memiliki

dengan

conscientiousness rendah cenderung

membangun

menjadi pribadi yang tidak memiliki

masalah.

Selain

itu

mudahnya

individu

hubungan

dengan

orang

membuat

individu

mendapatkan

tujuan dan memiliki keinginan yang

lain,

lemah.

Hal

tersebut

menjadikan

dukungan sosial ketika berada dalam

individu sulit untuk beresilience

suatu permasalahan.

dikarenakan

dengan

rendahnya

keinginan dan ketidakjelasan tujuan

Individu openness to experience
memiliki sikap keterbukaan, suka

dalam

belajar sesuatu yang baru dan pandai

mudah menyerah ketika dihadapkan

menciptakan aktivitas yang berda di

oleh tantangan-tantangan yang dapat

luar

menghalanginya

 

kebiasaan.

Mereka

akan

14

hidup

membuat

untuk

individu

mencapai

keberhasilan.

Hal

ini

yang

membuat

berhubungan

yaitu

individu tidak dapat bertahan ketika

Extraversion, Conscientiousnes, dan

mengalami sebuah kesulitan.

Openness to experience. Terdapat

Penelitian ini menemukan bahwa

perbedaan juga pada resilience antara

tidak ada perbedaan resilience antara

kelompok jenis kelamin laki-laki dan

kelompok laki-laki dan perempuan.

perempuan.

Hasil

bahwa

hipotesis

resilience pada korban pasca erupsi

diterima.

ini

menunjukkan

Dengan

demikian,

yang diajukan peneliti

Gunung Merapi pada tahun 2010
pada

kelompok

laki-laki

dan

SARAN
Bagi

perempuan tidak ada perbedaannya.
Hal

tersebut

dikarenakan

menurut

responden

peneliti
penelitian

peneliti

yang

ingin

melanjutkan

penelitian

tentang

resilience,

disarankan

untuk

masih terbatas yaitu kelompok jenis

melibatkan variabel lain antara lain

kelamin perempuan lebih banyak

religiusitas dan tingkat pendidikan

dibandingkan

sebagai

dengan

kelompok

salah

satu

variabel

berjenis kelamin laki-laki. Sehingga

penelitian, karena diasumsi ini erat

dapat diketahui bahwa resilience

kaitannya dengan resilience.

pada individu tidak dapat dilihat
berdasarkan jenis kelamin saja, dapat

DAFTAR PUSTAKA

dilihat

Ahern, N. (2006). Adolescent
Resilience: An Evoluationary
Concept Analysis. Journal of
Pediatric Nursing, 21, 3.

berdasarkan

demografi

lainnya

faktor-faktor
dari

individu

tersebut.

Connor, K. M. & Davidson, J. R. T.
(2003). Development of a new
resilience scale: The Connor
Davidson Resilience Scale (CDRISC). Journal of Depression and
Anxiety, 18, 76-82.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah

dilakukan

kesimpulan

yaitu

dapat
ada

ditarik
hubungan

Fayombo, G.
A. (2010). The
relationship between personality
traits and psychological resilience
among the Caribbean adolescents.
International
Journal
of
Psychological Studies, 2(2), 105.

antara big five personality dengan
resilience pada korban erupsi gunung
merapi pada tahun 2010. Dimensidimensi pada big five personality

 

15

Psychological Well-Being Levels
of Hinger Education Students wit
Respect to Personality Traits and
Self-Compassion.
Educational
Science: Theory and Practice, 13
4, 2097-2104.

Gafur, W. A., Noorkamilah., &
Gazali, H. (2012). Resilience
Perempuan dalam Bencana Alam
Merapi: Studi di Kinahrejo
Umbulharjo Cangkringan Sleman
Yogyakarta.
Jurnal
Ilmu
Kesejahteraan Sosial, 1, 1, 43-68.

Suyono, H., Aulia., & Tentama, F.
(2015). Leadership of Indonesian
Defence
Forces.
Laporan
Penelitian
Kerjasama
Kelembagaan (PKK). Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan.

Nakaya, M., Oshio, A., & Kaneko,
H. (2006). Correlation for
Adolescent Resilience Scale with
Big five personality Traits.
Journal Psikology Reports, 98,
927-930.

Wade, C., & Travis, C. (2007).
Psikologi. Edisi ke-9, Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.

Pervin, L. A., Cervone, D., & John,
O. P. (2005). Personality Theory
and Reasearch . 9 ed. United
State of America : John Willey &
Sons, Inc.

Widuri, E. L. (2002). Regulasi Emosi
dan Resiliensi Pada Mahasiswa
Tahun
Pertama.
Jurnal
Humanistik, 9,2.

Ramdhani, N. (2012). Adaptasi
Bahasa dan Budaya Inventori Big
Five. Jurnal Psikologi. Vol. 39,
No. 2, 189-207.

http://megapolitan.kompas.com/read/
2010/11/09/15573541/erupsi.merapi.
2010.lebih.besar.dari1872 diakses 26
September 2016

Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The
Resilience Factor. New York:
Broadway Books.

http://www.tribunnews.com/regional/
2010/11/11/korban-tewas-letusangunung-merapi-menjadi-194 diakses
26 September 2016.

Rinaldi. (2010). Resiliensi pada
Masyarakat Kota Padang Ditinjau
dari Jenis Kelamin.
Jurnal
Psikologi. 3, 2.

http://www.antaranews.com/berita/2
34234/200-tenaga-kesehatan-jiwadampingi-korban-merapi diakses 25
September 2016.

Sales,
P.,
Cervellon,
P.,
Vazquez.,Vidales D., & Gaborit,
M. (2005). Post Traumatic Factors
and Resilience: The Role of
Shelter
Management
and
Survivors’ Attitudes after the
Earthquake in El Salvador (2001).
Journal of Community & Applied
Social Psychology, 15, 368-382.

http://www.bnpb.go.id/pengetahuanbencana/potensi-ancaman-bencana
diakses 27
September 2016
http://fokusjabar.com/2015/05/19/Ind
onesia-termasuk-di-jalurringoffire-pasifik diakses 27 September
2016

Saricaoglu, H., & Arslan, C. (2013).
An
Investigation
into

 

16