PERBEDAAN RESILIENCE DITINJAU DARI JENIS
PERBEDAAN RESILIENCE DITINJAU DARI JENIS
KELAMIN DAN BIG FIVE PERSONALITY PADA KORBAN
PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010
Aldila Putri Sandani
Ika Annisa Elvira
Ratri Susilaningrum
Yasmin Meutia Solihati
Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan resilience ditinjau dari jenis kelamin
dan big five personality pada korban pasca erupsi gunung Merapi. Penelitian ini
melibatkan 47 responden terdiri dari 16 laki-laki dan 31 Perempuan yang bertempat
tinggal di Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan Skala Big Five
Personality dari Goldberg 1993 yang diadopsi oleh Aulia (2015). Secara keseluruhan
skala Big Five Personality berjumlah 44 aitem yang berupa pernyataan. Skala resilience
mengacu pada teori dan aspek dari Reivich & Shatte (2002) yang mempunyai 27 aitem
berupa pernyataan. Hasil analisis data menggunakan statistic uji analisis perbedaan dua
kelompok yaitu independent sample t-Test untuk uji rerata kelompok pada kelompok
jenis kelamin dan korelasi product moment untuk menguji hubungan antara resilience
dengan dimensi-dimensi pada big five personality. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang
dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan resilience antara laki-laki dan
perempuan kemudian ada perbedaan signifikan antara resilience dengan big five
personality.
Kata Kunci : Resilience, Big Five Personality, Korban Erupsi Gunung Merapi
1
data yang diperoleh dari Badan
PENDAHULUAN
Secara
Indonesia
Nasional Penanggulangan Bencana
merupakan negara kepulauan yang
(BNPB) korban meninggal terbanyak
terletak
empat
di Kabupaten Sleman dengan jumlah
lempeng tektonik yaitu lempeng
163 orang, di Sleman yang menjadi
Benua
korban meninggal luka bakar akibat
lempeng
geografis
pada
Asia,
pertemuan
Benua
Samudera
Australia,
dan
awan panas sebanyak 141 orang dan
Samudera Pasifik. Kondisi tersebut
non luka bakar sebanyak 22 orang.
sangat berpotensi sekaligus rawan
Sementara di Jawa tengah lima
bencana
gunung
warga Klaten meninggal akibat luka
berapi, gempa bumi, tsunami, banjir
bakar dan sebanyak 26 orang lainnya
dan
(bnpb.go.id).
meninggal akibat non luka bakar.
Indonesia juga dilewati oleh jalur
Selain itu 498 orang menjalani rawat
pegunungan aktif dunia yaitu sirkum
inap di sejumlah rumah sakitdan
mediterania dan sirkum pasifik, hal
370.028 pengungsi tersebar di 687
tersebut
menyebabkan
titik pengungsian (Tribunnews.com,
masuk
pada
seperti
tanah
Hindia
letusan
longsor
jalur
Indonesia
Ring
of
2010).
Fire(FokusJabar.com, 2015). Letak
Dampak yang ditimbulkan dari
geografis tersebut menjadikanbanyak
erupsi Gunung Merapi tidak hanya
pegunungan di Indonesia berstatus
menelan korban jiwa saja, melainkan
aktif. Hal ini memunculkan beberapa
menyebabkan
potensi terjadinya bencana. Salah
materil,
satu bencana besar yang memakan
meninggalnya
orang
terdekat
banyak korban adalah meletusnya
(Eisenbruch,
dalam
Sales,
gunung Merapi yang berada di
2005).Korban
erupsi
merapi
Yogyakarta.
sebanyak 5,26 persen korban erupsi
Pada 26 Oktober 2010 terjadi
kerugian
secara
infrastruktur
dan
Gunung
Merapi
letusan Gunung Merapi yang lebih
gangguan
psikologis.
besar dibandingkan dengan tahun
gangguan psikologis yang dialami
1872 dan telah memakan korban
oleh
lebih dari 100 orang yang meninggal
insomnia, post traumatic syndrome
(Kompas.com, 2010). Berdasarkan
disorder,
2
masyarakat
cemas,
mengalami
Sejumlah
diantaranya
depresi,
schizoprenia, dan gangguan jiwa
yang sudah terjadi tidak bisa kembali
tidak
lagi, B berpikir untuk bersyukur
spesifik
lainnya
(AntaraNews.com, 2010).
Wawancara
yang
masih diberikan kesempatan dapat
dilakukan
memperbaiki diri dan
peneliti pada korban erupsi Merapi di
menjalani
hidupnya.
Cangkringan Sleman hari Minggu,
Tantangan
bagi
korban
yang
25 September 2016 bertempat di
selamat dari erupsi Gunung Merapi
rumah subjek A berjenis kelamin
adalah survive dalam situasi bencana
perempuan.
dan bertahan menjalani kehidupan
bahwa
Subjek
ketika
menceritakan
terjadinya
erupsi
pasca
erupsi
Gunung
Merapi.
Gunung Merapi merasa ketakutan,
Menurut Hodgkinson (dalam Sales,
panik, dan ingin pergi ke tempat
2005)
yang
dari
individu, wilayah, lingkungan dan
kejadian tersebut. Hal ini sama juga
komunitas yang menjadi korban
di rasakan pada subjek B berjenis
untuk
kelamin perempuan yang peneliti
memegang kendali atas kehidupan
wawancarai pada hari Minggu, 1
sekarang
dan
Oktober 2016 bertempat di rumah
Kondisi
tersebut
subjek B di Cangkringan, Sleman.
kemampuan untuk bangkit kembali
Subjek B menceritakan bahwa ketika
yang
terjadinya erupsi Gunung Merapi
Menurut
merasakan ketakutan dan ingin pergi
(dalam Rinaldi, 2010) resilience
untuk menyelamatkan diri. Kejadian
adalah ciri kepribadian yang bersifat
Erupsi Gunung Merapi telah berlalu
stabil
enam
untuk
aman
tahun
agar
selamat
silam,
namun
hal
bencana
alam
bangkit
menuntut
kembali
masa
disebut
depannya.
memunculkan
dengan
Connor
ditandai
resilience.
dan
oleh
bangkit
dan
Davidson
kemampuan
kembali
dari
tersebut masih menyisakan traumatis
pengalaman negatif dan kemampuan
tersendiri bagi A dan B. Hingga saat
menyesuaikan
ini A masih merasakan perasaan
perubahan kehidupan yang terus-
takut, khwatir dan gelisah ketika
menerus.
nantinya
terjadi
kembali
Erupsi
Mengalami
diri
kejadian
terhadap
traumatis
Merapi. Berbeda dengan subjek B
tersebut dialami secara bersama-
yang menyatakan bahwa peristiwa
sama namun, respon setiap korban
3
erupsi merapi bervariasi sehingga
kepribadian utama ini, kini sebagian
ada individu yang mengalami trauma
besar ahli setuju akan keberadaan
ringan, sedang, berat dan ada yang
lima trait yang dikenal sebagai Big
tidak
Hal
Five (Jang dkk., 1998; Paunonen,
tersebut tergantung pada kapasitas
2003; McCrae dkk., 2005, 2006,
masing-masing
individu
dalam
dalam Wade & Tavris, 2007).
mengatasinya
(Ulfah,
2013).
Big five personality merupakan
terdapat
pendekatan yang digunakan untuk
faktor utama yang mempengaruhi
melihat kepribadian melalui trait
resilience salah satunya adalah faktor
yang tersusun dalam lima buah
internal yaitu kepribadian.
domain
mengalami
Menurut
Ahern
trauma.
(2006)
Kepribadian merupakan pola yang
cenderung
menetap
baik
kepribadian.
Lima
trait
kepribadian itu adalah neuroticism,
dalam
extraversion, openness to experience,
pikiran, perasaan, dan perilaku yang
agreeableness,
membedakan individu satu dengan
conscientiousness (McCrae & John,
yang lain (Roberts & Mroczek,
dalam Saricaoglu & Arslan, 2013).
2009). Ada beberapa pendekatan
Kelima
yang dikemukakan oleh para ahli
digunakan untuk menggambarkan
dalam memahami kepribadian. Salah
perbedaan dalam perilaku kognitif,
satu teori yang digunakan adalah
afektif, maupun sosialnya (Pervin,
teori
dkk., 2005). Beberapa penelitian
trait,
merupakan
dimana
sebuah
mengidentifikasi
teori
trait
dan
dimensi
model
untuk
sebelumnya
trait-trait
dasar
variabel
dasar
menunjukan
tersebut
bahwa
kepribadian
dapat
untuk menggambarkan kepribadian.
memprediksi sikap resilensi pada
Trait
yang
individu. Penelitian yang dilakukan
membedakan individu satu dengan
oleh Campbell-Sills, dkk (2006)
yang
menunjukan
bahwa
konsistensi perilaku di sepanjang
berkorelasi
negatif
waktu dan stabilitas perilaku di
neuroticism dan berkorelasi positif
setiap situasi (Pervin, dkk, 2005).
dengan
Para ahli masih memperdebatkan
conscientiousness.
jumlah
yang dilakukan oleh Nakaya, dkk
merupakan
lain
dalam
yang
pasti
watak
hal
perilaku,
dari
trait
4
resilience
dengan
extraversion
Penelitian
dan
lain
(2006) menunjukan hal yang serupa,
Berdasarkan penelitian di atas,
dimana terdapat hubungan positif
perbedaan
antara
dengan
sebelumnya yaitu pada penelitian ini
to
peneliti memiliki judul “perbedaan
experiencedan conscientiousness dan
resilience ditinjau dari jenis kelamin
berhubungan
dan big five personality korban pasca
resilience
extraversion,
openness
negatif
dengan
neuroticism.
Penelitian
penelitian
ini
dengan
erupsi Gunung Merapi tahun 2010”.
sebelumnya
terkait
Peneliti menggunakan teori Conner
dengan resilience dilakukan oleh
dan
Gafur, dkk (2012) dengan judul
menjelaskan Resilience, sedangkan
“Resilience
teori Saricaoglu dan Arslan (2013)
Perempuan
dalam
Davidson
(2003)
Bencana Alam Merapi : Studi di
untuk
Kinahrejo Umbulharjo Cangkringan
personality. Subjek yang digunakan
Sleman
Penelitian
dalam penelian ini adalah korban
bahwa
pasca erupsi Gunung Merapi pada
perempuan yang menjadi korban
tahun 2010. Pada resilience peneliti
erupsi Merapi dapat meningkatkan
mengacu pada teori dan aspek dari
resilience dengan melewati proses
Reivich & Shatte (2002). Sedangkan
yang
dengan
untuk skala Big five personality,
mencari pekerjaan untuk menafkahi
peneliti mengadopsi skala Big Five
keluarga.
Inventory yang dikembangkan oleh
Yogyakarta”.
tersebut
menemukan
panjang,
seperti
Selanjutnya,
penelitian
yang dilakukan oleh Nakaya, dkk
menjelaskan
Big
untuk
five
Aulia (2015).
(2006) yang berjudul “Correlations
Berdasarkan uraian diatas, maka
for Adolescent Resilience Scale with
rumusan masalah yang diajukan
Big five personality Traits”. Subjek
dalam penelitian ini adalah “adakah
dalam penelitian ini merupakan 130
perbedaan resilience ditinjau dari
sarjana di Kota Toyota, Japan.
jenis kelamin dan big five personality
Penelitian
korban pasca erupsi Gunung Merapi
tersebut
menemukan
tahun 2010?”
bahwa yang mendukung resiliensi
pada remaja di temukan pada aspek
kepribadian Conscientiousness.
5
1. Emotion Regulation
TUJUAN PENELITIAN
Regulasi
Tujuan dari penelitian ini adalah
emosi
adalah
perbedaan
kemampuan untuk tetap di bawah
resilience ditinjau dari jenis kelamin
kondisi yang menekan. Individu
dan big five personality korban pasca
yang kurang memiliki kemampuan
erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
untuk mengatur emosi mengalami
untuk
mengetahui
Connor
kesulitan dalam membangun dan
(dalam Rinaldi, 2010) adalah ciri
menjaga hubungan dengan orang
kepribadian
lain.
Resilience
menurut
yang
bersifat
stabil
ditandai oleh kemampuan untuk
2. Impulse Control
bangkit kembali dari pengalaman
negatif
dan
menyesuaikan
Pengendalian
kemampuan
diri
kemampuan
terhadap
(2002),
dan
resiliensi
kemampuan
dari dalam diri. Individu dapat
Shatte
mengendalikan impulsivitas dengan
merupakan
seseorang
mencegah
untuk
untuk
bentuk
semula
dibengkokkan,
ditekan,
individu
impuls
setelah
perubahan,
dan
Shatte
terkait
dengan
Individu yang resilience adalah
sakit,
individu yang optimis, optimism
adalah ketika kita melihat bahwa
(2002),
masa
memaparkan tujuh kemampuan yang
depan
kita
cemerlang.
Optimism yang dimiliki oleh seorang
berbentuk resiliensi, yaitu:
sangat
mengendalikan
3. Optimism
kemalangan, atau kesulitan.
Reivich
untuk
miliki.
istilah psikologi, resi1iensi adalah
1.
kemampuan individu untuk cepat
dari
dapat
kemampuan regulasi emosi yang ia
atau
diregangkan. Bila digunakan sebagai
pulih
sehingga
permasalahan yang ada. Kemampuan
pulih
kembali dari suatu keadaan, kembali
ke
kesalahan
memberikan respon yang tepat pada
dengan kondisi yang sulit. Resiliensi
kemampuan
terjadinya
pemikiran,
bertahan, bangkit, dan menyesuaikan
berarti
untuk
kesukaan, serta tekanan yang muncul
menerus.
Reivich
individu
adalah
mengendalikan keinginan, dorongan,
perubahan kehidupan yang terus-
Menurut
impuls
individu
6
menandakan
bahwa
individu tersebut percaya bahwa
kemalangan yang menimpa mereka,
dirinya memiliki kemampuan untuk
tanpa terjebak pada salah satu gaya
mengatasi
yang
berpikir explanatory. Individu yang
mungkin terjadi di masa depan.
resilien tidak akan menyalahkan
Optimism akan menjadi hal yang
orang lain atas kesalahan yang
sangat bermanfaat untuk individu
mereka perbuat demi menjaga self-
bila diiringin dengan self-efficacy,
esteem mereka atau membebaskan
hal
dengan
mereka dari rasa bersalah. Mereka
optimisme yang ada seorang individu
tidak terlalu berfokus pada faktor-
terus didorong untuk menemukan
faktor yang berada di luar kendali
solusi
mereka,
kemalangan
ini
dikarenakan
permasalahan
dan
terus
sebaliknya
mereka
bekerja keras demi kondisi yang
memfokuskan
dan
memegang
lebih baik. Tentunya optimism yang
kendalipenuh
pada
pemecahan
dimaksud adalah optimism yang
masalah, perlahan mereka mulai
realistis (realistic optimism) yaitu
mengatasi permasalahan yang ada,
sebuah
mengarahkan hidup mereka, bangkit
kepercayaan
akan
terwujudnya msa depan yang lebih
dan meraih kesuksesan.
baik dengan diiringi segala usaha
2.
untuk mewujudkan hal tersebut.
5. Empathy
Empati
Perpaduan antara optimisme yang
realistis
dan
self-efficacy
membaca
kaitannya
tanda-tanda
kondisi
emosional dan psikologis orang lain.
Beberapa
4. Causal Analysis
individu
memiliki
kemampuan yang cukup mahir dalam
Causal analysis merujuk pada
individu
erat
dengan kemampuan individu untuk
adalah
kunci resiliensi dan kesuksesan.
kemampuan
sangat
menginterpretasikan
untuk
bahsa-bahasa
mengidentifikasikan secara akurat
nonverbal yang ditunjukkan oleh
penyebab dari permasalahan yang
orang lain, seperti ekspresi wajah,
mereka
hadapi.
Individu
yang
intonasi suara, bahasa tubuh dan
resilien
adalah
individu
yang
mampu
menangkap
apa
yang
kognitif.
dipikirkan dan dirasakan orang lain.
Mereka mampu mengidentifikasikan
Oleh karena itu, seseorang yang
semua penyebab yang menyebabkan
memiliki
memiliki
fleksibelitas
7
kemampuan
berempati
cenderung memiliki hubungan sosial
menunjukkan
yang positif. Individu denga empati
individu
yang rendah cenderung mengulang
(overestimate) dalam memandang
pola yang dilakukan oleh individu
kemungkinan hal-hal buruk yang
yang
yaitu
dapat terjadi di masa mendatang.
menyamaratakan semua keinginan
Individu-individu ini memiliki rasa
dan emosi orang lain.
ketakutan
tidak
resilien,
kecenderungan
untuk
untuk
berlebih-lebihan
mengoptimalkan
kemampuan mereka hingga batar
akhir.
6. Self-efficacy
Self-efficacy
merepresentasikan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
sebuah keyakinan bahwa kita mampu
resilience ada dua yaitu, faktor
mememcahkan masalah yang kita
internal dan faktor eksternal. Faktor
alami dan mencapai kesuksesan.
internal meliputi, kesehatan, jenis
Self-eficacy merupakan hal yang
sangat
penting
untuk
kelamin,
mencapai
karakteristik
resiliensi.
kemampuan
Resiliensi
bagaimana
lebih
dari
seorang
memiliki
budaya, status sosial ekonomi) dan
untuk
komunitas (dewasa, teman sebaya,
juga
karakteristik
tidak
dan Arslan, 2013). Lebih jauh lagi
diterangkan oleh Burger (Saricaoglu
dikarenakan mereka telah diajarkan
& Arslan, 2013) yang menyatakan
sejak kecil untuk sedapat mungkin
bahwa kepribadian dapat membantu
menghindari kegagalan dan situasi
mampu
(Atkinson, dkk., dalam Saricaoglu
mampu
Hal
yang
lingkungan fisik maupun sosialnya
melakukan reaching out, hal ini
memalukan.
khas
merupakan
membentuk individu baik di dalam
setelah
kemalangan yang menimpa. Banyak
yang
lingkungan,
Kepribadian
merupakan
kehidupan
keluarga,
sekolah, pelayanan kesehatan).
kemampuan individu meraih aspek
yang
tempramen.
individu
dari keterpurukan, namun lebih dari
individu
coping,
(anggota
mengatasi kemalangan dan bangkit
dari
kepribadian,
sekedar
kemampuan
resiliensi
kognitif,
Faktor eksternal meliputi, keluarga
7. Reaching out
positif
kemampuan
dalam
ini
8
memahami
dan
mengerti
orang lain, dalam hal ini kepribadian
tersebut
adalah
kepribadian (Costa & McCrae, dalam
istilah
yang
mencakup
merupakan
dasar
dari
Pervin, dkk., 2005).
kepentingan individu, sikap, dan
bicara,
Costa dan McCrea (dalam Pervin,
penampilan luar dan gaya yang
dkk., 2005) menyatakan dimensi-
diadopsinya dari lingkungan sekitar.
dimensi dari Big five personality
kemampuan,
Selama
gaya
bertahun-tahun
adalah sebagai berikut:
banyak
peneliti seperti McCrae, Costa dan
lainnya
pandangan
mencoba
1. Neuroticism
menyatukan
mengenai
Dimensi
kepribadian
ini
mengukur
penyesuaian dan kesetabilan emosi.
manusia. Salah satu teori yang
Mengidentifikasi
digunakan adalah teori trait, dimana
individu yang rentan terhadap stres,
teori
dapat
ide-ide yang tidak realistis, keinginan
trait-trait
yang berlebihan dan respon koping
kepribadian secara sederhana dan
yang bersifat maladiptif. Individu
dapat mengkelompokan perbedaan
dengan neuroticism rendah akan
individu ke dalam lima dimensi
cenderung menjadi peribadi yang
kepribadian, hal ini dikenal dengan
tenang, santai, tidak emosional dan
“Big Five” (dalam Pervin, dkk.,
memiliki kepuasan diri. Sementara
2005).
individu dengan neuroticism tinggi
tersebut
mengklasifikasikan
Banyak para ahli yang meyakini
bahwa
gambaran
kecendrungan
akan cenderung menjadi pribadi yang
mengenai
emosional, mudah gelisah, memiliki
kepribadian individu dapat terlihat
rasa khawatir yang tinggi, dan
jelas
merasa tidak aman.
dengan
menggunakan
five
factor model (Costa & McCrae,
dalam Mastuti, 2005). Five factor
2. Extraversion
model mengelompokan kepribadian
Dimensi ini mengukur kuantitas
menjadi lima dimensi yang dikenal
dan intensitas interaksi interpersonal,
dengan neuroticism, extraversion,
dan
openness
experience,
Individu dengan extraversion rendah
dan
cenderung menjadi pribadi yang
dimensi
tertutup, pendiam, suka menyendiri,
to
agreeableness
conscientiousness.
Lima
9
kebutuhan
untuk
bahagia.
tidak
memiliki
semangat,
berorientasikan
pada
Sementara
individu
extraversion
tinggi
menjadi
pribadi
bersosialisasi,
yang
banyak
yang sinis, kasar, penuh dengan
dan
curiga,
tugas.
pendendam
tersinggung.
dengan
Sementara
individu
dengan agreeableness tinggi akan
mudah
cenderung menjadi pribadi yang baik
bicara,
hati, penuh kepercayaan, senang
dalam
menyenangkan.
mudah tertipu.
3. Openness to experience
5. Conscientiousnes
membantu,
pemaaf,
dan
Dimensi ini mengukur ketekunan
Dimensi ini mengukur pencarian
penghargaan
mudah
cenderung
optimis, penuh kasih sayang dan
dan
dan
dan motivasi dalam mencapai tujuan.
terhadap
pengalaman dan keterbukaan akan
Individu
hal-hal yang baru. Individu yang
rendah
memiliki
pribadi yang tidak memiliki tujuan,
tingkat
openness
to
dengan
akan
dapat
conscientiousnes
cenderung
menjadi
experience rendah akan cenderung
tidak
diandalkan,
menjadi pribadi konvensional, tidak
ceroboh,
memiliki minat yang luas, dan tidak
keinginan yang lemah. Sementara
menyukai seni. Sementara individu
individu
dengan openness to expereince tinggi
tinggi
cenderung menjadi pribadi yang
pribadi
kreatif, orisinil, memiliki keingin
diandalkan, pekerja keras, disiplin,
tahuan yang luas, tertarik belajar
tegas dan ambisius.
pelupa
dengan
akan
yang
dan
malas,
memiliki
conscientiousnes
cenderung
menjadi
terorganisir,
dapat
mengenai hal-hal yang baru dan
imajinatif.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian kuantitatif. Variabel pada
4. Agreeableness
penelitian
Dimensi ini mengukur kualitas
ini
adalah
Big
five
intrapersonalbaik dari kemampuan
personality dan variabel tergantung,
berfikir, berperilaku dan perasaan.
Resilience. Rancangan penelitian ini
Individu
agreeableness
bersifat ingin mengetahui perbedaan
rendah cenderung menjadi pribadi
resilience ditinjau dari jenis kelamin
dengan
10
dan big five personality korban pasca
yang bergerak dari sangat tidak
erupsi Gunung Merapi tahun 2010
setuju hingga sangat setuju.
Teknik
pengambilan
Teknik
sampel
analisis
data
pada
menggunakan Purposive Sampling
penelitian ini menggunakan statistik
dan untuk teknik pengambilan data
uji analisis perbedaan dua kelompok
menggunakan skala Resilience dan
yaitu
Big five personality.
untuk uji rerata kelompok pada
independent
sample
t-Test
kelompok jenis kelamin dan korelasi
Subjek dalam penelitian ini adalah
individu yang menjadi korban erupsi
product
merapi
hubungan antara resilience dengan
tahun
2010,
peneliti
moment
untuk
mengambil subjek dengan kriteria
dimensi-dimensi
berjenis laki-laki dan perempuan
personality. Perhitungan analisis data
berusia
dilakukan
20-50
tahun
bertempat
pada
menguji
dengan
big
five
menggunakan
tinggal di Cangkringan, Sleman,
komputer pada program Statistical
Yogyakarta.
Package for Social Science (SPSS)
Pada
penelitian
ini
20.0 for windows sebagai alat bantu
peneliti
analisis secara statistik.
menggunakan skala resilience dan
(BFI) Big Five Inventory untuk
pengukuran Big five personality.
HASIL DAN PEMBAHASAN
personality
Resilience adalah ciri kepribadian
menggunakan alat ukur Goldberg
yang bersifat stabil dan ditandai oleh
(1993) dengan mengadopsi skala Big
kemampuan individu untuk bangkit
Five Inventory oleh Aulia (2015).
kembali dari pengalaman negatif dan
Secara keseluruhan skala Big five
kemampuan
personality berjumlah 44 aitem yang
terhadap perubahan kehidupan yang
berupa pernyataan. Skala resilience
terus
mengacu pada teori dan aspek dari
Dalam
Reivich
yang
mengajukan dua hipotesis, yaitu ada
berupa
perbedaan resilience ditinjau dari
Skala
Big
&
five
Shatte
(2002)
mempunyai
27
aitem
pernyataan.
Kedua
menyesuaikan
menerus
(Connor,
penelitian
ini
diri
2006).
peneliti
ini
jenis kelamin dan ada hubungan
menggunakan empat pilihan jawaban
antara reslience dengan big five
skala
personality.
11
variabel
0,005) yaitu ada perbedaan yang
resilience menunjukan bahwa data
signifikan antara resilience dengan
berdistribusi normal dengan nilai p =
big five personality. Peneliti juga
0.20 (p > 0.05). Sementara itu kelima
membuat analisis tambahan untuk
dimensi
mengetahui
Hasil
uji
normalitas
big
menunjukan
five
data
personality
hubungan
ditinjau dari big five personality
berdistribusi
normal dengan nilai p = 0.20 (p >
(neuorotism,
0.05).
agreeableness,
Hasil
uji
resilience
homogenitas
extraversion,
conscientiousnes,
menunjukan hasil yang homogen p =
openness
0.07 (p > 0.05). Hasil uji linearitas
menunjukkan adanya hubungan yang
menunjukkan hasil linear antara
signifikan antara extraversion dan
resilience dan kelima dimensi big
openness
five personality menunjukkan nilai p
Menunjukkan hasil resilience dengan
= 0.04 (p < 0.05).
extraversion p = 0.010 (p < 0.05) dan
resilience
Setelah dilakukan uji normalitas,
to
experience)
to
experience.
dengan
openness
to
uji homogenitas, dan uji linearitas,
experience p = 0.021 (p < 0.05).
selanjutnya dilakukan uji hipotesis.
Tetapi untuk dimensi neuroticism,
Tujuan dilakukannya uji hipotesis
conscientiousness,
pertama ini adalah untuk mengetahui
menunjukkan
apakah ada perbedaan resilience
signifikan dengan hasil resilience
ditinjau
kelamin.
dengan neuroticism diperoleh p =
Berdasarkan hasil uji analisis dengan
0.745 (p < 0.05), resilience dengan
menggunakan Independent Sampe t-
conscientiousness
Test diperoleh p = 0.76 (p < 0.05)
0.236 (p < 0.05) dan resilience
menunjukkan
ada
dengan agreeableness diperoleh p =
perbedaan resilience antara jenis
0.233 (p < 0.05). Hasil tersebut
kelamin laki-laki dan perempuan. Uji
menunjukkan bahwa hipotesis yang
hipotesis kedua untuk mengetahui
diajukan
perbedaan resilience dengan big five
hubungan resilience ditinjau dari Big
personality dengan menggunakan uji
five personality diterima, hal ini
analisis anova satu jalur (one way
terlihat bahwa ada hubungan antara
anova) diperoleh p = 0,003 (p <
resilience dan big five personality
dari
jenis
bahwa
tidak
12
agreeableness
hasil
peneliti
yang
diperoleh
untuk
tidak
p
=
melihat
pada extraversion dan openness to
neuroticisim dengan resilience. Hasil
experience.
yang
sama
ditunjukan
oleh
analisis
Campbell-Sills, dkk (2006) dimana
melihat
terdapat hubungan negatif antara
pengaruh antara resilience dan Big
neuroticisim dengan resilience dan
five personality, hasil menunjukkan
hubungan positif antara extraversion
bahwa
dan
Peneliti
melakukan
tambahan
yaitu
terdapat
untuk
pengaruh
yang
personality
yaitu
Fayombo
dengan
experience,
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui
(2010),
menjelaskan
bahwa Extraversion, Openness to
sumbangan efektif sebesar 26,7%.
untuk
dengan
resilience.
signifikan antara resilience dan big
five
conscientiousness
Agreeableness
Conscientiousness
perbedaan
dan
merupakan
resilience ditinjau dari jenis kelamin
kepribadian
dan big five personality korban pasca
sifatnya seperti pekerja keras, easy
erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
going, rasa ingin tahu yang tinggi
Berdasarkan
hipotesis
dan asertif, sehingga semakin baik
pertama pada data penelitian ini
kepribadian seseorang maka orang
maka
tersebut akan semakin resilience.
hasil
hipotesis
uji
yang
diajukan
yang
sehat
dengan
Individu neuroticisim mempunyai
ditolak. Hal ini ditunjukan dengan
terdapatnya dua dimensi big five
sifat
personality
kekhawatiran yang tinggi. Mereka
yang
berhubungan
pencemas,
rasa
takut
dan
dengan resilience, yaitu dimensi
akan
extraversion
dihadapkan dengan masalah-masalah
dan
openness
to
gugup
dan
takut
apabila
experience. Hal ini sesuai dengan
(Ramdhani,
2012).
Individu
penelitian
pencemas
dan
memiliki
sebelumnya
yang
dilakukan oleh Nakaya, Oshio dan
kekhawatiran yang tinggi cenderung
Kaneko
menjadi pribadi yang emosional,
tersebut
(2006),
hasil
penelitian
membuktikan
adanya
akibatnya
individu
mudah
korelasi positif antara extraversion,
mengalami stress. Ketidakmampuan
conscientiousness dan openness to
dalam mengelola emosi menjadikan
experience terhadap resilience, serta
individu berpikiran irrasional dalam
adanya
menghadapi suatu permasalahan dan
korelasi
negatif
antara
13
juga kurang memiliki kontrol diri
menerima semua sudut pandang yang
atas perilaku yang dilakukannya, hal
terbuka untuk menerima wawasan
tesebut dapat membuat individu sulit
yang lebih luas dan mendalam
beresilience.
(Ramdhani, 2012). Individu yang
Indvidu
extraversion
semangat
untuk
terbuka
memiliki
dengan
pengalaman-
pengalaman baru akan mudah untuk
membangun
hubungan dengan orang lain. Mereka
beresilience
tidak
tersebut
mampu
berkenalan ataupun mencari teman
pikiran
dan
baru. Individu extraversion juga
memandang
tegas dan asertif dalam bersikap, bila
dialaminya secara positif.
pernah
sungkan
untuk
individu merasa tidak setuju maka
akan
mengemukakan
pendapat
dikarenakan
individu
terbuka dengan
perasaannya
suatu
hal
serta
yang
Individu
yang
memiliki
agreeableness
rendah
cenderung
mereka (Ramdhani, 2012). Individu
menjadi pribadi yang penuh dengan
yang
dan
curiga, pendendam dan kasar. Hal
terbuka kepada orang lain akan
tersebut menjadikan individu sulit
cenderung lebih resilince karena
beresilience
mudah
kurang
mudah
bersosialisasi
dalam
permasalahan
menceritakan
yang
dikarenakan
mampu
mengendalikan
dialaminya
kepada orang lain sehingga individu
dirasakannya.
tidak mudah berlarut-larut dalam
Individu
individu
dalam
emosi
yang
yang
memiliki
dengan
conscientiousness rendah cenderung
membangun
menjadi pribadi yang tidak memiliki
masalah.
Selain
itu
mudahnya
individu
hubungan
dengan
orang
membuat
individu
mendapatkan
tujuan dan memiliki keinginan yang
lain,
lemah.
Hal
tersebut
menjadikan
dukungan sosial ketika berada dalam
individu sulit untuk beresilience
suatu permasalahan.
dikarenakan
dengan
rendahnya
keinginan dan ketidakjelasan tujuan
Individu openness to experience
memiliki sikap keterbukaan, suka
dalam
belajar sesuatu yang baru dan pandai
mudah menyerah ketika dihadapkan
menciptakan aktivitas yang berda di
oleh tantangan-tantangan yang dapat
luar
menghalanginya
kebiasaan.
Mereka
akan
14
hidup
membuat
untuk
individu
mencapai
keberhasilan.
Hal
ini
yang
membuat
berhubungan
yaitu
individu tidak dapat bertahan ketika
Extraversion, Conscientiousnes, dan
mengalami sebuah kesulitan.
Openness to experience. Terdapat
Penelitian ini menemukan bahwa
perbedaan juga pada resilience antara
tidak ada perbedaan resilience antara
kelompok jenis kelamin laki-laki dan
kelompok laki-laki dan perempuan.
perempuan.
Hasil
bahwa
hipotesis
resilience pada korban pasca erupsi
diterima.
ini
menunjukkan
Dengan
demikian,
yang diajukan peneliti
Gunung Merapi pada tahun 2010
pada
kelompok
laki-laki
dan
SARAN
Bagi
perempuan tidak ada perbedaannya.
Hal
tersebut
dikarenakan
menurut
responden
peneliti
penelitian
peneliti
yang
ingin
melanjutkan
penelitian
tentang
resilience,
disarankan
untuk
masih terbatas yaitu kelompok jenis
melibatkan variabel lain antara lain
kelamin perempuan lebih banyak
religiusitas dan tingkat pendidikan
dibandingkan
sebagai
dengan
kelompok
salah
satu
variabel
berjenis kelamin laki-laki. Sehingga
penelitian, karena diasumsi ini erat
dapat diketahui bahwa resilience
kaitannya dengan resilience.
pada individu tidak dapat dilihat
berdasarkan jenis kelamin saja, dapat
DAFTAR PUSTAKA
dilihat
Ahern, N. (2006). Adolescent
Resilience: An Evoluationary
Concept Analysis. Journal of
Pediatric Nursing, 21, 3.
berdasarkan
demografi
lainnya
faktor-faktor
dari
individu
tersebut.
Connor, K. M. & Davidson, J. R. T.
(2003). Development of a new
resilience scale: The Connor
Davidson Resilience Scale (CDRISC). Journal of Depression and
Anxiety, 18, 76-82.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah
dilakukan
kesimpulan
yaitu
dapat
ada
ditarik
hubungan
Fayombo, G.
A. (2010). The
relationship between personality
traits and psychological resilience
among the Caribbean adolescents.
International
Journal
of
Psychological Studies, 2(2), 105.
antara big five personality dengan
resilience pada korban erupsi gunung
merapi pada tahun 2010. Dimensidimensi pada big five personality
15
Psychological Well-Being Levels
of Hinger Education Students wit
Respect to Personality Traits and
Self-Compassion.
Educational
Science: Theory and Practice, 13
4, 2097-2104.
Gafur, W. A., Noorkamilah., &
Gazali, H. (2012). Resilience
Perempuan dalam Bencana Alam
Merapi: Studi di Kinahrejo
Umbulharjo Cangkringan Sleman
Yogyakarta.
Jurnal
Ilmu
Kesejahteraan Sosial, 1, 1, 43-68.
Suyono, H., Aulia., & Tentama, F.
(2015). Leadership of Indonesian
Defence
Forces.
Laporan
Penelitian
Kerjasama
Kelembagaan (PKK). Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan.
Nakaya, M., Oshio, A., & Kaneko,
H. (2006). Correlation for
Adolescent Resilience Scale with
Big five personality Traits.
Journal Psikology Reports, 98,
927-930.
Wade, C., & Travis, C. (2007).
Psikologi. Edisi ke-9, Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Pervin, L. A., Cervone, D., & John,
O. P. (2005). Personality Theory
and Reasearch . 9 ed. United
State of America : John Willey &
Sons, Inc.
Widuri, E. L. (2002). Regulasi Emosi
dan Resiliensi Pada Mahasiswa
Tahun
Pertama.
Jurnal
Humanistik, 9,2.
Ramdhani, N. (2012). Adaptasi
Bahasa dan Budaya Inventori Big
Five. Jurnal Psikologi. Vol. 39,
No. 2, 189-207.
http://megapolitan.kompas.com/read/
2010/11/09/15573541/erupsi.merapi.
2010.lebih.besar.dari1872 diakses 26
September 2016
Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The
Resilience Factor. New York:
Broadway Books.
http://www.tribunnews.com/regional/
2010/11/11/korban-tewas-letusangunung-merapi-menjadi-194 diakses
26 September 2016.
Rinaldi. (2010). Resiliensi pada
Masyarakat Kota Padang Ditinjau
dari Jenis Kelamin.
Jurnal
Psikologi. 3, 2.
http://www.antaranews.com/berita/2
34234/200-tenaga-kesehatan-jiwadampingi-korban-merapi diakses 25
September 2016.
Sales,
P.,
Cervellon,
P.,
Vazquez.,Vidales D., & Gaborit,
M. (2005). Post Traumatic Factors
and Resilience: The Role of
Shelter
Management
and
Survivors’ Attitudes after the
Earthquake in El Salvador (2001).
Journal of Community & Applied
Social Psychology, 15, 368-382.
http://www.bnpb.go.id/pengetahuanbencana/potensi-ancaman-bencana
diakses 27
September 2016
http://fokusjabar.com/2015/05/19/Ind
onesia-termasuk-di-jalurringoffire-pasifik diakses 27 September
2016
Saricaoglu, H., & Arslan, C. (2013).
An
Investigation
into
16
KELAMIN DAN BIG FIVE PERSONALITY PADA KORBAN
PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010
Aldila Putri Sandani
Ika Annisa Elvira
Ratri Susilaningrum
Yasmin Meutia Solihati
Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan resilience ditinjau dari jenis kelamin
dan big five personality pada korban pasca erupsi gunung Merapi. Penelitian ini
melibatkan 47 responden terdiri dari 16 laki-laki dan 31 Perempuan yang bertempat
tinggal di Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan Skala Big Five
Personality dari Goldberg 1993 yang diadopsi oleh Aulia (2015). Secara keseluruhan
skala Big Five Personality berjumlah 44 aitem yang berupa pernyataan. Skala resilience
mengacu pada teori dan aspek dari Reivich & Shatte (2002) yang mempunyai 27 aitem
berupa pernyataan. Hasil analisis data menggunakan statistic uji analisis perbedaan dua
kelompok yaitu independent sample t-Test untuk uji rerata kelompok pada kelompok
jenis kelamin dan korelasi product moment untuk menguji hubungan antara resilience
dengan dimensi-dimensi pada big five personality. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang
dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan resilience antara laki-laki dan
perempuan kemudian ada perbedaan signifikan antara resilience dengan big five
personality.
Kata Kunci : Resilience, Big Five Personality, Korban Erupsi Gunung Merapi
1
data yang diperoleh dari Badan
PENDAHULUAN
Secara
Indonesia
Nasional Penanggulangan Bencana
merupakan negara kepulauan yang
(BNPB) korban meninggal terbanyak
terletak
empat
di Kabupaten Sleman dengan jumlah
lempeng tektonik yaitu lempeng
163 orang, di Sleman yang menjadi
Benua
korban meninggal luka bakar akibat
lempeng
geografis
pada
Asia,
pertemuan
Benua
Samudera
Australia,
dan
awan panas sebanyak 141 orang dan
Samudera Pasifik. Kondisi tersebut
non luka bakar sebanyak 22 orang.
sangat berpotensi sekaligus rawan
Sementara di Jawa tengah lima
bencana
gunung
warga Klaten meninggal akibat luka
berapi, gempa bumi, tsunami, banjir
bakar dan sebanyak 26 orang lainnya
dan
(bnpb.go.id).
meninggal akibat non luka bakar.
Indonesia juga dilewati oleh jalur
Selain itu 498 orang menjalani rawat
pegunungan aktif dunia yaitu sirkum
inap di sejumlah rumah sakitdan
mediterania dan sirkum pasifik, hal
370.028 pengungsi tersebar di 687
tersebut
menyebabkan
titik pengungsian (Tribunnews.com,
masuk
pada
seperti
tanah
Hindia
letusan
longsor
jalur
Indonesia
Ring
of
2010).
Fire(FokusJabar.com, 2015). Letak
Dampak yang ditimbulkan dari
geografis tersebut menjadikanbanyak
erupsi Gunung Merapi tidak hanya
pegunungan di Indonesia berstatus
menelan korban jiwa saja, melainkan
aktif. Hal ini memunculkan beberapa
menyebabkan
potensi terjadinya bencana. Salah
materil,
satu bencana besar yang memakan
meninggalnya
orang
terdekat
banyak korban adalah meletusnya
(Eisenbruch,
dalam
Sales,
gunung Merapi yang berada di
2005).Korban
erupsi
merapi
Yogyakarta.
sebanyak 5,26 persen korban erupsi
Pada 26 Oktober 2010 terjadi
kerugian
secara
infrastruktur
dan
Gunung
Merapi
letusan Gunung Merapi yang lebih
gangguan
psikologis.
besar dibandingkan dengan tahun
gangguan psikologis yang dialami
1872 dan telah memakan korban
oleh
lebih dari 100 orang yang meninggal
insomnia, post traumatic syndrome
(Kompas.com, 2010). Berdasarkan
disorder,
2
masyarakat
cemas,
mengalami
Sejumlah
diantaranya
depresi,
schizoprenia, dan gangguan jiwa
yang sudah terjadi tidak bisa kembali
tidak
lagi, B berpikir untuk bersyukur
spesifik
lainnya
(AntaraNews.com, 2010).
Wawancara
yang
masih diberikan kesempatan dapat
dilakukan
memperbaiki diri dan
peneliti pada korban erupsi Merapi di
menjalani
hidupnya.
Cangkringan Sleman hari Minggu,
Tantangan
bagi
korban
yang
25 September 2016 bertempat di
selamat dari erupsi Gunung Merapi
rumah subjek A berjenis kelamin
adalah survive dalam situasi bencana
perempuan.
dan bertahan menjalani kehidupan
bahwa
Subjek
ketika
menceritakan
terjadinya
erupsi
pasca
erupsi
Gunung
Merapi.
Gunung Merapi merasa ketakutan,
Menurut Hodgkinson (dalam Sales,
panik, dan ingin pergi ke tempat
2005)
yang
dari
individu, wilayah, lingkungan dan
kejadian tersebut. Hal ini sama juga
komunitas yang menjadi korban
di rasakan pada subjek B berjenis
untuk
kelamin perempuan yang peneliti
memegang kendali atas kehidupan
wawancarai pada hari Minggu, 1
sekarang
dan
Oktober 2016 bertempat di rumah
Kondisi
tersebut
subjek B di Cangkringan, Sleman.
kemampuan untuk bangkit kembali
Subjek B menceritakan bahwa ketika
yang
terjadinya erupsi Gunung Merapi
Menurut
merasakan ketakutan dan ingin pergi
(dalam Rinaldi, 2010) resilience
untuk menyelamatkan diri. Kejadian
adalah ciri kepribadian yang bersifat
Erupsi Gunung Merapi telah berlalu
stabil
enam
untuk
aman
tahun
agar
selamat
silam,
namun
hal
bencana
alam
bangkit
menuntut
kembali
masa
disebut
depannya.
memunculkan
dengan
Connor
ditandai
resilience.
dan
oleh
bangkit
dan
Davidson
kemampuan
kembali
dari
tersebut masih menyisakan traumatis
pengalaman negatif dan kemampuan
tersendiri bagi A dan B. Hingga saat
menyesuaikan
ini A masih merasakan perasaan
perubahan kehidupan yang terus-
takut, khwatir dan gelisah ketika
menerus.
nantinya
terjadi
kembali
Erupsi
Mengalami
diri
kejadian
terhadap
traumatis
Merapi. Berbeda dengan subjek B
tersebut dialami secara bersama-
yang menyatakan bahwa peristiwa
sama namun, respon setiap korban
3
erupsi merapi bervariasi sehingga
kepribadian utama ini, kini sebagian
ada individu yang mengalami trauma
besar ahli setuju akan keberadaan
ringan, sedang, berat dan ada yang
lima trait yang dikenal sebagai Big
tidak
Hal
Five (Jang dkk., 1998; Paunonen,
tersebut tergantung pada kapasitas
2003; McCrae dkk., 2005, 2006,
masing-masing
individu
dalam
dalam Wade & Tavris, 2007).
mengatasinya
(Ulfah,
2013).
Big five personality merupakan
terdapat
pendekatan yang digunakan untuk
faktor utama yang mempengaruhi
melihat kepribadian melalui trait
resilience salah satunya adalah faktor
yang tersusun dalam lima buah
internal yaitu kepribadian.
domain
mengalami
Menurut
Ahern
trauma.
(2006)
Kepribadian merupakan pola yang
cenderung
menetap
baik
kepribadian.
Lima
trait
kepribadian itu adalah neuroticism,
dalam
extraversion, openness to experience,
pikiran, perasaan, dan perilaku yang
agreeableness,
membedakan individu satu dengan
conscientiousness (McCrae & John,
yang lain (Roberts & Mroczek,
dalam Saricaoglu & Arslan, 2013).
2009). Ada beberapa pendekatan
Kelima
yang dikemukakan oleh para ahli
digunakan untuk menggambarkan
dalam memahami kepribadian. Salah
perbedaan dalam perilaku kognitif,
satu teori yang digunakan adalah
afektif, maupun sosialnya (Pervin,
teori
dkk., 2005). Beberapa penelitian
trait,
merupakan
dimana
sebuah
mengidentifikasi
teori
trait
dan
dimensi
model
untuk
sebelumnya
trait-trait
dasar
variabel
dasar
menunjukan
tersebut
bahwa
kepribadian
dapat
untuk menggambarkan kepribadian.
memprediksi sikap resilensi pada
Trait
yang
individu. Penelitian yang dilakukan
membedakan individu satu dengan
oleh Campbell-Sills, dkk (2006)
yang
menunjukan
bahwa
konsistensi perilaku di sepanjang
berkorelasi
negatif
waktu dan stabilitas perilaku di
neuroticism dan berkorelasi positif
setiap situasi (Pervin, dkk, 2005).
dengan
Para ahli masih memperdebatkan
conscientiousness.
jumlah
yang dilakukan oleh Nakaya, dkk
merupakan
lain
dalam
yang
pasti
watak
hal
perilaku,
dari
trait
4
resilience
dengan
extraversion
Penelitian
dan
lain
(2006) menunjukan hal yang serupa,
Berdasarkan penelitian di atas,
dimana terdapat hubungan positif
perbedaan
antara
dengan
sebelumnya yaitu pada penelitian ini
to
peneliti memiliki judul “perbedaan
experiencedan conscientiousness dan
resilience ditinjau dari jenis kelamin
berhubungan
dan big five personality korban pasca
resilience
extraversion,
openness
negatif
dengan
neuroticism.
Penelitian
penelitian
ini
dengan
erupsi Gunung Merapi tahun 2010”.
sebelumnya
terkait
Peneliti menggunakan teori Conner
dengan resilience dilakukan oleh
dan
Gafur, dkk (2012) dengan judul
menjelaskan Resilience, sedangkan
“Resilience
teori Saricaoglu dan Arslan (2013)
Perempuan
dalam
Davidson
(2003)
Bencana Alam Merapi : Studi di
untuk
Kinahrejo Umbulharjo Cangkringan
personality. Subjek yang digunakan
Sleman
Penelitian
dalam penelian ini adalah korban
bahwa
pasca erupsi Gunung Merapi pada
perempuan yang menjadi korban
tahun 2010. Pada resilience peneliti
erupsi Merapi dapat meningkatkan
mengacu pada teori dan aspek dari
resilience dengan melewati proses
Reivich & Shatte (2002). Sedangkan
yang
dengan
untuk skala Big five personality,
mencari pekerjaan untuk menafkahi
peneliti mengadopsi skala Big Five
keluarga.
Inventory yang dikembangkan oleh
Yogyakarta”.
tersebut
menemukan
panjang,
seperti
Selanjutnya,
penelitian
yang dilakukan oleh Nakaya, dkk
menjelaskan
Big
untuk
five
Aulia (2015).
(2006) yang berjudul “Correlations
Berdasarkan uraian diatas, maka
for Adolescent Resilience Scale with
rumusan masalah yang diajukan
Big five personality Traits”. Subjek
dalam penelitian ini adalah “adakah
dalam penelitian ini merupakan 130
perbedaan resilience ditinjau dari
sarjana di Kota Toyota, Japan.
jenis kelamin dan big five personality
Penelitian
korban pasca erupsi Gunung Merapi
tersebut
menemukan
tahun 2010?”
bahwa yang mendukung resiliensi
pada remaja di temukan pada aspek
kepribadian Conscientiousness.
5
1. Emotion Regulation
TUJUAN PENELITIAN
Regulasi
Tujuan dari penelitian ini adalah
emosi
adalah
perbedaan
kemampuan untuk tetap di bawah
resilience ditinjau dari jenis kelamin
kondisi yang menekan. Individu
dan big five personality korban pasca
yang kurang memiliki kemampuan
erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
untuk mengatur emosi mengalami
untuk
mengetahui
Connor
kesulitan dalam membangun dan
(dalam Rinaldi, 2010) adalah ciri
menjaga hubungan dengan orang
kepribadian
lain.
Resilience
menurut
yang
bersifat
stabil
ditandai oleh kemampuan untuk
2. Impulse Control
bangkit kembali dari pengalaman
negatif
dan
menyesuaikan
Pengendalian
kemampuan
diri
kemampuan
terhadap
(2002),
dan
resiliensi
kemampuan
dari dalam diri. Individu dapat
Shatte
mengendalikan impulsivitas dengan
merupakan
seseorang
mencegah
untuk
untuk
bentuk
semula
dibengkokkan,
ditekan,
individu
impuls
setelah
perubahan,
dan
Shatte
terkait
dengan
Individu yang resilience adalah
sakit,
individu yang optimis, optimism
adalah ketika kita melihat bahwa
(2002),
masa
memaparkan tujuh kemampuan yang
depan
kita
cemerlang.
Optimism yang dimiliki oleh seorang
berbentuk resiliensi, yaitu:
sangat
mengendalikan
3. Optimism
kemalangan, atau kesulitan.
Reivich
untuk
miliki.
istilah psikologi, resi1iensi adalah
1.
kemampuan individu untuk cepat
dari
dapat
kemampuan regulasi emosi yang ia
atau
diregangkan. Bila digunakan sebagai
pulih
sehingga
permasalahan yang ada. Kemampuan
pulih
kembali dari suatu keadaan, kembali
ke
kesalahan
memberikan respon yang tepat pada
dengan kondisi yang sulit. Resiliensi
kemampuan
terjadinya
pemikiran,
bertahan, bangkit, dan menyesuaikan
berarti
untuk
kesukaan, serta tekanan yang muncul
menerus.
Reivich
individu
adalah
mengendalikan keinginan, dorongan,
perubahan kehidupan yang terus-
Menurut
impuls
individu
6
menandakan
bahwa
individu tersebut percaya bahwa
kemalangan yang menimpa mereka,
dirinya memiliki kemampuan untuk
tanpa terjebak pada salah satu gaya
mengatasi
yang
berpikir explanatory. Individu yang
mungkin terjadi di masa depan.
resilien tidak akan menyalahkan
Optimism akan menjadi hal yang
orang lain atas kesalahan yang
sangat bermanfaat untuk individu
mereka perbuat demi menjaga self-
bila diiringin dengan self-efficacy,
esteem mereka atau membebaskan
hal
dengan
mereka dari rasa bersalah. Mereka
optimisme yang ada seorang individu
tidak terlalu berfokus pada faktor-
terus didorong untuk menemukan
faktor yang berada di luar kendali
solusi
mereka,
kemalangan
ini
dikarenakan
permasalahan
dan
terus
sebaliknya
mereka
bekerja keras demi kondisi yang
memfokuskan
dan
memegang
lebih baik. Tentunya optimism yang
kendalipenuh
pada
pemecahan
dimaksud adalah optimism yang
masalah, perlahan mereka mulai
realistis (realistic optimism) yaitu
mengatasi permasalahan yang ada,
sebuah
mengarahkan hidup mereka, bangkit
kepercayaan
akan
terwujudnya msa depan yang lebih
dan meraih kesuksesan.
baik dengan diiringi segala usaha
2.
untuk mewujudkan hal tersebut.
5. Empathy
Empati
Perpaduan antara optimisme yang
realistis
dan
self-efficacy
membaca
kaitannya
tanda-tanda
kondisi
emosional dan psikologis orang lain.
Beberapa
4. Causal Analysis
individu
memiliki
kemampuan yang cukup mahir dalam
Causal analysis merujuk pada
individu
erat
dengan kemampuan individu untuk
adalah
kunci resiliensi dan kesuksesan.
kemampuan
sangat
menginterpretasikan
untuk
bahsa-bahasa
mengidentifikasikan secara akurat
nonverbal yang ditunjukkan oleh
penyebab dari permasalahan yang
orang lain, seperti ekspresi wajah,
mereka
hadapi.
Individu
yang
intonasi suara, bahasa tubuh dan
resilien
adalah
individu
yang
mampu
menangkap
apa
yang
kognitif.
dipikirkan dan dirasakan orang lain.
Mereka mampu mengidentifikasikan
Oleh karena itu, seseorang yang
semua penyebab yang menyebabkan
memiliki
memiliki
fleksibelitas
7
kemampuan
berempati
cenderung memiliki hubungan sosial
menunjukkan
yang positif. Individu denga empati
individu
yang rendah cenderung mengulang
(overestimate) dalam memandang
pola yang dilakukan oleh individu
kemungkinan hal-hal buruk yang
yang
yaitu
dapat terjadi di masa mendatang.
menyamaratakan semua keinginan
Individu-individu ini memiliki rasa
dan emosi orang lain.
ketakutan
tidak
resilien,
kecenderungan
untuk
untuk
berlebih-lebihan
mengoptimalkan
kemampuan mereka hingga batar
akhir.
6. Self-efficacy
Self-efficacy
merepresentasikan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
sebuah keyakinan bahwa kita mampu
resilience ada dua yaitu, faktor
mememcahkan masalah yang kita
internal dan faktor eksternal. Faktor
alami dan mencapai kesuksesan.
internal meliputi, kesehatan, jenis
Self-eficacy merupakan hal yang
sangat
penting
untuk
kelamin,
mencapai
karakteristik
resiliensi.
kemampuan
Resiliensi
bagaimana
lebih
dari
seorang
memiliki
budaya, status sosial ekonomi) dan
untuk
komunitas (dewasa, teman sebaya,
juga
karakteristik
tidak
dan Arslan, 2013). Lebih jauh lagi
diterangkan oleh Burger (Saricaoglu
dikarenakan mereka telah diajarkan
& Arslan, 2013) yang menyatakan
sejak kecil untuk sedapat mungkin
bahwa kepribadian dapat membantu
menghindari kegagalan dan situasi
mampu
(Atkinson, dkk., dalam Saricaoglu
mampu
Hal
yang
lingkungan fisik maupun sosialnya
melakukan reaching out, hal ini
memalukan.
khas
merupakan
membentuk individu baik di dalam
setelah
kemalangan yang menimpa. Banyak
yang
lingkungan,
Kepribadian
merupakan
kehidupan
keluarga,
sekolah, pelayanan kesehatan).
kemampuan individu meraih aspek
yang
tempramen.
individu
dari keterpurukan, namun lebih dari
individu
coping,
(anggota
mengatasi kemalangan dan bangkit
dari
kepribadian,
sekedar
kemampuan
resiliensi
kognitif,
Faktor eksternal meliputi, keluarga
7. Reaching out
positif
kemampuan
dalam
ini
8
memahami
dan
mengerti
orang lain, dalam hal ini kepribadian
tersebut
adalah
kepribadian (Costa & McCrae, dalam
istilah
yang
mencakup
merupakan
dasar
dari
Pervin, dkk., 2005).
kepentingan individu, sikap, dan
bicara,
Costa dan McCrea (dalam Pervin,
penampilan luar dan gaya yang
dkk., 2005) menyatakan dimensi-
diadopsinya dari lingkungan sekitar.
dimensi dari Big five personality
kemampuan,
Selama
gaya
bertahun-tahun
adalah sebagai berikut:
banyak
peneliti seperti McCrae, Costa dan
lainnya
pandangan
mencoba
1. Neuroticism
menyatukan
mengenai
Dimensi
kepribadian
ini
mengukur
penyesuaian dan kesetabilan emosi.
manusia. Salah satu teori yang
Mengidentifikasi
digunakan adalah teori trait, dimana
individu yang rentan terhadap stres,
teori
dapat
ide-ide yang tidak realistis, keinginan
trait-trait
yang berlebihan dan respon koping
kepribadian secara sederhana dan
yang bersifat maladiptif. Individu
dapat mengkelompokan perbedaan
dengan neuroticism rendah akan
individu ke dalam lima dimensi
cenderung menjadi peribadi yang
kepribadian, hal ini dikenal dengan
tenang, santai, tidak emosional dan
“Big Five” (dalam Pervin, dkk.,
memiliki kepuasan diri. Sementara
2005).
individu dengan neuroticism tinggi
tersebut
mengklasifikasikan
Banyak para ahli yang meyakini
bahwa
gambaran
kecendrungan
akan cenderung menjadi pribadi yang
mengenai
emosional, mudah gelisah, memiliki
kepribadian individu dapat terlihat
rasa khawatir yang tinggi, dan
jelas
merasa tidak aman.
dengan
menggunakan
five
factor model (Costa & McCrae,
dalam Mastuti, 2005). Five factor
2. Extraversion
model mengelompokan kepribadian
Dimensi ini mengukur kuantitas
menjadi lima dimensi yang dikenal
dan intensitas interaksi interpersonal,
dengan neuroticism, extraversion,
dan
openness
experience,
Individu dengan extraversion rendah
dan
cenderung menjadi pribadi yang
dimensi
tertutup, pendiam, suka menyendiri,
to
agreeableness
conscientiousness.
Lima
9
kebutuhan
untuk
bahagia.
tidak
memiliki
semangat,
berorientasikan
pada
Sementara
individu
extraversion
tinggi
menjadi
pribadi
bersosialisasi,
yang
banyak
yang sinis, kasar, penuh dengan
dan
curiga,
tugas.
pendendam
tersinggung.
dengan
Sementara
individu
dengan agreeableness tinggi akan
mudah
cenderung menjadi pribadi yang baik
bicara,
hati, penuh kepercayaan, senang
dalam
menyenangkan.
mudah tertipu.
3. Openness to experience
5. Conscientiousnes
membantu,
pemaaf,
dan
Dimensi ini mengukur ketekunan
Dimensi ini mengukur pencarian
penghargaan
mudah
cenderung
optimis, penuh kasih sayang dan
dan
dan
dan motivasi dalam mencapai tujuan.
terhadap
pengalaman dan keterbukaan akan
Individu
hal-hal yang baru. Individu yang
rendah
memiliki
pribadi yang tidak memiliki tujuan,
tingkat
openness
to
dengan
akan
dapat
conscientiousnes
cenderung
menjadi
experience rendah akan cenderung
tidak
diandalkan,
menjadi pribadi konvensional, tidak
ceroboh,
memiliki minat yang luas, dan tidak
keinginan yang lemah. Sementara
menyukai seni. Sementara individu
individu
dengan openness to expereince tinggi
tinggi
cenderung menjadi pribadi yang
pribadi
kreatif, orisinil, memiliki keingin
diandalkan, pekerja keras, disiplin,
tahuan yang luas, tertarik belajar
tegas dan ambisius.
pelupa
dengan
akan
yang
dan
malas,
memiliki
conscientiousnes
cenderung
menjadi
terorganisir,
dapat
mengenai hal-hal yang baru dan
imajinatif.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian kuantitatif. Variabel pada
4. Agreeableness
penelitian
Dimensi ini mengukur kualitas
ini
adalah
Big
five
intrapersonalbaik dari kemampuan
personality dan variabel tergantung,
berfikir, berperilaku dan perasaan.
Resilience. Rancangan penelitian ini
Individu
agreeableness
bersifat ingin mengetahui perbedaan
rendah cenderung menjadi pribadi
resilience ditinjau dari jenis kelamin
dengan
10
dan big five personality korban pasca
yang bergerak dari sangat tidak
erupsi Gunung Merapi tahun 2010
setuju hingga sangat setuju.
Teknik
pengambilan
Teknik
sampel
analisis
data
pada
menggunakan Purposive Sampling
penelitian ini menggunakan statistik
dan untuk teknik pengambilan data
uji analisis perbedaan dua kelompok
menggunakan skala Resilience dan
yaitu
Big five personality.
untuk uji rerata kelompok pada
independent
sample
t-Test
kelompok jenis kelamin dan korelasi
Subjek dalam penelitian ini adalah
individu yang menjadi korban erupsi
product
merapi
hubungan antara resilience dengan
tahun
2010,
peneliti
moment
untuk
mengambil subjek dengan kriteria
dimensi-dimensi
berjenis laki-laki dan perempuan
personality. Perhitungan analisis data
berusia
dilakukan
20-50
tahun
bertempat
pada
menguji
dengan
big
five
menggunakan
tinggal di Cangkringan, Sleman,
komputer pada program Statistical
Yogyakarta.
Package for Social Science (SPSS)
Pada
penelitian
ini
20.0 for windows sebagai alat bantu
peneliti
analisis secara statistik.
menggunakan skala resilience dan
(BFI) Big Five Inventory untuk
pengukuran Big five personality.
HASIL DAN PEMBAHASAN
personality
Resilience adalah ciri kepribadian
menggunakan alat ukur Goldberg
yang bersifat stabil dan ditandai oleh
(1993) dengan mengadopsi skala Big
kemampuan individu untuk bangkit
Five Inventory oleh Aulia (2015).
kembali dari pengalaman negatif dan
Secara keseluruhan skala Big five
kemampuan
personality berjumlah 44 aitem yang
terhadap perubahan kehidupan yang
berupa pernyataan. Skala resilience
terus
mengacu pada teori dan aspek dari
Dalam
Reivich
yang
mengajukan dua hipotesis, yaitu ada
berupa
perbedaan resilience ditinjau dari
Skala
Big
&
five
Shatte
(2002)
mempunyai
27
aitem
pernyataan.
Kedua
menyesuaikan
menerus
(Connor,
penelitian
ini
diri
2006).
peneliti
ini
jenis kelamin dan ada hubungan
menggunakan empat pilihan jawaban
antara reslience dengan big five
skala
personality.
11
variabel
0,005) yaitu ada perbedaan yang
resilience menunjukan bahwa data
signifikan antara resilience dengan
berdistribusi normal dengan nilai p =
big five personality. Peneliti juga
0.20 (p > 0.05). Sementara itu kelima
membuat analisis tambahan untuk
dimensi
mengetahui
Hasil
uji
normalitas
big
menunjukan
five
data
personality
hubungan
ditinjau dari big five personality
berdistribusi
normal dengan nilai p = 0.20 (p >
(neuorotism,
0.05).
agreeableness,
Hasil
uji
resilience
homogenitas
extraversion,
conscientiousnes,
menunjukan hasil yang homogen p =
openness
0.07 (p > 0.05). Hasil uji linearitas
menunjukkan adanya hubungan yang
menunjukkan hasil linear antara
signifikan antara extraversion dan
resilience dan kelima dimensi big
openness
five personality menunjukkan nilai p
Menunjukkan hasil resilience dengan
= 0.04 (p < 0.05).
extraversion p = 0.010 (p < 0.05) dan
resilience
Setelah dilakukan uji normalitas,
to
experience)
to
experience.
dengan
openness
to
uji homogenitas, dan uji linearitas,
experience p = 0.021 (p < 0.05).
selanjutnya dilakukan uji hipotesis.
Tetapi untuk dimensi neuroticism,
Tujuan dilakukannya uji hipotesis
conscientiousness,
pertama ini adalah untuk mengetahui
menunjukkan
apakah ada perbedaan resilience
signifikan dengan hasil resilience
ditinjau
kelamin.
dengan neuroticism diperoleh p =
Berdasarkan hasil uji analisis dengan
0.745 (p < 0.05), resilience dengan
menggunakan Independent Sampe t-
conscientiousness
Test diperoleh p = 0.76 (p < 0.05)
0.236 (p < 0.05) dan resilience
menunjukkan
ada
dengan agreeableness diperoleh p =
perbedaan resilience antara jenis
0.233 (p < 0.05). Hasil tersebut
kelamin laki-laki dan perempuan. Uji
menunjukkan bahwa hipotesis yang
hipotesis kedua untuk mengetahui
diajukan
perbedaan resilience dengan big five
hubungan resilience ditinjau dari Big
personality dengan menggunakan uji
five personality diterima, hal ini
analisis anova satu jalur (one way
terlihat bahwa ada hubungan antara
anova) diperoleh p = 0,003 (p <
resilience dan big five personality
dari
jenis
bahwa
tidak
12
agreeableness
hasil
peneliti
yang
diperoleh
untuk
tidak
p
=
melihat
pada extraversion dan openness to
neuroticisim dengan resilience. Hasil
experience.
yang
sama
ditunjukan
oleh
analisis
Campbell-Sills, dkk (2006) dimana
melihat
terdapat hubungan negatif antara
pengaruh antara resilience dan Big
neuroticisim dengan resilience dan
five personality, hasil menunjukkan
hubungan positif antara extraversion
bahwa
dan
Peneliti
melakukan
tambahan
yaitu
terdapat
untuk
pengaruh
yang
personality
yaitu
Fayombo
dengan
experience,
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui
(2010),
menjelaskan
bahwa Extraversion, Openness to
sumbangan efektif sebesar 26,7%.
untuk
dengan
resilience.
signifikan antara resilience dan big
five
conscientiousness
Agreeableness
Conscientiousness
perbedaan
dan
merupakan
resilience ditinjau dari jenis kelamin
kepribadian
dan big five personality korban pasca
sifatnya seperti pekerja keras, easy
erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
going, rasa ingin tahu yang tinggi
Berdasarkan
hipotesis
dan asertif, sehingga semakin baik
pertama pada data penelitian ini
kepribadian seseorang maka orang
maka
tersebut akan semakin resilience.
hasil
hipotesis
uji
yang
diajukan
yang
sehat
dengan
Individu neuroticisim mempunyai
ditolak. Hal ini ditunjukan dengan
terdapatnya dua dimensi big five
sifat
personality
kekhawatiran yang tinggi. Mereka
yang
berhubungan
pencemas,
rasa
takut
dan
dengan resilience, yaitu dimensi
akan
extraversion
dihadapkan dengan masalah-masalah
dan
openness
to
gugup
dan
takut
apabila
experience. Hal ini sesuai dengan
(Ramdhani,
2012).
Individu
penelitian
pencemas
dan
memiliki
sebelumnya
yang
dilakukan oleh Nakaya, Oshio dan
kekhawatiran yang tinggi cenderung
Kaneko
menjadi pribadi yang emosional,
tersebut
(2006),
hasil
penelitian
membuktikan
adanya
akibatnya
individu
mudah
korelasi positif antara extraversion,
mengalami stress. Ketidakmampuan
conscientiousness dan openness to
dalam mengelola emosi menjadikan
experience terhadap resilience, serta
individu berpikiran irrasional dalam
adanya
menghadapi suatu permasalahan dan
korelasi
negatif
antara
13
juga kurang memiliki kontrol diri
menerima semua sudut pandang yang
atas perilaku yang dilakukannya, hal
terbuka untuk menerima wawasan
tesebut dapat membuat individu sulit
yang lebih luas dan mendalam
beresilience.
(Ramdhani, 2012). Individu yang
Indvidu
extraversion
semangat
untuk
terbuka
memiliki
dengan
pengalaman-
pengalaman baru akan mudah untuk
membangun
hubungan dengan orang lain. Mereka
beresilience
tidak
tersebut
mampu
berkenalan ataupun mencari teman
pikiran
dan
baru. Individu extraversion juga
memandang
tegas dan asertif dalam bersikap, bila
dialaminya secara positif.
pernah
sungkan
untuk
individu merasa tidak setuju maka
akan
mengemukakan
pendapat
dikarenakan
individu
terbuka dengan
perasaannya
suatu
hal
serta
yang
Individu
yang
memiliki
agreeableness
rendah
cenderung
mereka (Ramdhani, 2012). Individu
menjadi pribadi yang penuh dengan
yang
dan
curiga, pendendam dan kasar. Hal
terbuka kepada orang lain akan
tersebut menjadikan individu sulit
cenderung lebih resilince karena
beresilience
mudah
kurang
mudah
bersosialisasi
dalam
permasalahan
menceritakan
yang
dikarenakan
mampu
mengendalikan
dialaminya
kepada orang lain sehingga individu
dirasakannya.
tidak mudah berlarut-larut dalam
Individu
individu
dalam
emosi
yang
yang
memiliki
dengan
conscientiousness rendah cenderung
membangun
menjadi pribadi yang tidak memiliki
masalah.
Selain
itu
mudahnya
individu
hubungan
dengan
orang
membuat
individu
mendapatkan
tujuan dan memiliki keinginan yang
lain,
lemah.
Hal
tersebut
menjadikan
dukungan sosial ketika berada dalam
individu sulit untuk beresilience
suatu permasalahan.
dikarenakan
dengan
rendahnya
keinginan dan ketidakjelasan tujuan
Individu openness to experience
memiliki sikap keterbukaan, suka
dalam
belajar sesuatu yang baru dan pandai
mudah menyerah ketika dihadapkan
menciptakan aktivitas yang berda di
oleh tantangan-tantangan yang dapat
luar
menghalanginya
kebiasaan.
Mereka
akan
14
hidup
membuat
untuk
individu
mencapai
keberhasilan.
Hal
ini
yang
membuat
berhubungan
yaitu
individu tidak dapat bertahan ketika
Extraversion, Conscientiousnes, dan
mengalami sebuah kesulitan.
Openness to experience. Terdapat
Penelitian ini menemukan bahwa
perbedaan juga pada resilience antara
tidak ada perbedaan resilience antara
kelompok jenis kelamin laki-laki dan
kelompok laki-laki dan perempuan.
perempuan.
Hasil
bahwa
hipotesis
resilience pada korban pasca erupsi
diterima.
ini
menunjukkan
Dengan
demikian,
yang diajukan peneliti
Gunung Merapi pada tahun 2010
pada
kelompok
laki-laki
dan
SARAN
Bagi
perempuan tidak ada perbedaannya.
Hal
tersebut
dikarenakan
menurut
responden
peneliti
penelitian
peneliti
yang
ingin
melanjutkan
penelitian
tentang
resilience,
disarankan
untuk
masih terbatas yaitu kelompok jenis
melibatkan variabel lain antara lain
kelamin perempuan lebih banyak
religiusitas dan tingkat pendidikan
dibandingkan
sebagai
dengan
kelompok
salah
satu
variabel
berjenis kelamin laki-laki. Sehingga
penelitian, karena diasumsi ini erat
dapat diketahui bahwa resilience
kaitannya dengan resilience.
pada individu tidak dapat dilihat
berdasarkan jenis kelamin saja, dapat
DAFTAR PUSTAKA
dilihat
Ahern, N. (2006). Adolescent
Resilience: An Evoluationary
Concept Analysis. Journal of
Pediatric Nursing, 21, 3.
berdasarkan
demografi
lainnya
faktor-faktor
dari
individu
tersebut.
Connor, K. M. & Davidson, J. R. T.
(2003). Development of a new
resilience scale: The Connor
Davidson Resilience Scale (CDRISC). Journal of Depression and
Anxiety, 18, 76-82.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah
dilakukan
kesimpulan
yaitu
dapat
ada
ditarik
hubungan
Fayombo, G.
A. (2010). The
relationship between personality
traits and psychological resilience
among the Caribbean adolescents.
International
Journal
of
Psychological Studies, 2(2), 105.
antara big five personality dengan
resilience pada korban erupsi gunung
merapi pada tahun 2010. Dimensidimensi pada big five personality
15
Psychological Well-Being Levels
of Hinger Education Students wit
Respect to Personality Traits and
Self-Compassion.
Educational
Science: Theory and Practice, 13
4, 2097-2104.
Gafur, W. A., Noorkamilah., &
Gazali, H. (2012). Resilience
Perempuan dalam Bencana Alam
Merapi: Studi di Kinahrejo
Umbulharjo Cangkringan Sleman
Yogyakarta.
Jurnal
Ilmu
Kesejahteraan Sosial, 1, 1, 43-68.
Suyono, H., Aulia., & Tentama, F.
(2015). Leadership of Indonesian
Defence
Forces.
Laporan
Penelitian
Kerjasama
Kelembagaan (PKK). Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan.
Nakaya, M., Oshio, A., & Kaneko,
H. (2006). Correlation for
Adolescent Resilience Scale with
Big five personality Traits.
Journal Psikology Reports, 98,
927-930.
Wade, C., & Travis, C. (2007).
Psikologi. Edisi ke-9, Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Pervin, L. A., Cervone, D., & John,
O. P. (2005). Personality Theory
and Reasearch . 9 ed. United
State of America : John Willey &
Sons, Inc.
Widuri, E. L. (2002). Regulasi Emosi
dan Resiliensi Pada Mahasiswa
Tahun
Pertama.
Jurnal
Humanistik, 9,2.
Ramdhani, N. (2012). Adaptasi
Bahasa dan Budaya Inventori Big
Five. Jurnal Psikologi. Vol. 39,
No. 2, 189-207.
http://megapolitan.kompas.com/read/
2010/11/09/15573541/erupsi.merapi.
2010.lebih.besar.dari1872 diakses 26
September 2016
Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The
Resilience Factor. New York:
Broadway Books.
http://www.tribunnews.com/regional/
2010/11/11/korban-tewas-letusangunung-merapi-menjadi-194 diakses
26 September 2016.
Rinaldi. (2010). Resiliensi pada
Masyarakat Kota Padang Ditinjau
dari Jenis Kelamin.
Jurnal
Psikologi. 3, 2.
http://www.antaranews.com/berita/2
34234/200-tenaga-kesehatan-jiwadampingi-korban-merapi diakses 25
September 2016.
Sales,
P.,
Cervellon,
P.,
Vazquez.,Vidales D., & Gaborit,
M. (2005). Post Traumatic Factors
and Resilience: The Role of
Shelter
Management
and
Survivors’ Attitudes after the
Earthquake in El Salvador (2001).
Journal of Community & Applied
Social Psychology, 15, 368-382.
http://www.bnpb.go.id/pengetahuanbencana/potensi-ancaman-bencana
diakses 27
September 2016
http://fokusjabar.com/2015/05/19/Ind
onesia-termasuk-di-jalurringoffire-pasifik diakses 27 September
2016
Saricaoglu, H., & Arslan, C. (2013).
An
Investigation
into
16