Perkembangan Peradaban Islam di Indonesi

Perkembangan Peradaban Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan
Perkembangan Peradaban Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan
Islam mulai memasuki wilayah politik indonesia sejak pertama kali negara indonesia
mengadakan pemilihan umum (pemilu). Dengan cara membuat suatu wadah, yaitu
mendirikan partai politik. Pada waktu itu partai yang berasaskan islam yaitu ada dua
pertama,
Partai Masyumi dan Partai NU. Melalui wadah ini umat islam memainkan perannya sebagai
seorang politikus yang ingin menanamkan nilai-nilai islam. Dalam tesis Harun Nasution yang
berjudul
The Islamic State in Indonesia. The Rise of the Ideology, the Movement for its Creation and
the Theory of the Masjumi,
beliau mengemukakan bahwa ada perbedaan besar antara NU dan Masyumi. Kaum
modernis di dalam Masyumi pada umumnya mereka hendak membangun suatu masyarakat
muslim dan sebagai akibatnya mereka mengharapkan suatu negara islam. Kelompok yang
diwakili NU lebih sering memperjuangkan suatu Negara sebagai langkah pertama dan
melalui negara islam ini mereka hendak mewujudkan suatu masyarakat islam (hlm. 76-77).
Suatu perbedaan lain adalah, bahwa ulama mendapat kedudukan yang penting dalam
organisasi negara konsep NU, sedangkan posisi mereka tidak begitu menonjol dalam
pemikiran kaum Masyumi (92).
A. Masa Revolusi dan Demokrasi Liberal
Pada waktu proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, Piagam Jakarta sama sekali tidak

digunakan. Soekarno-Hatta justru membuat teks proklamasi yang lebih singkat, karena ditulis
secara tergesa-gesa. Semenjak BPUPKI diubah menjadi PPKI, persentase Nasionalis Islam
pun merosot tajam. Yang sedikit agak melegakan hati umat Islam adalah keputusan KNIP.
Komite yang dipimpin Sutan Syahrir ini membahas usul agar dalam Indonesia merdeka ini
soal-soal keagamaan digarap oleh satu kementrian tersendiri dan tidak lagi diperlakukan
sebagai bagian tanggung jawab Kementrian Pendidikan. Sedikit banyak, keputusan tentang
Kementrian Agama ini merupakan semacam konsesi kepada kaum Muslimin yang bersifat
kompromi, kompromi antara teori sekular dan muslim.
Setelah dikeluarkan maklumat Presiden tentang diperkenankannya mendirikan partai-partai,
tiga kekuatan yang tadinya bertikai muncul kembali. Masyumi (07-11-1945) sebagai wadah
aspirasi umat Islam, Partai Sosialis (17-12-1945) yang mengkristalisasikan falsafah hidup
marxis, dan PNI (29-01-1946) yang mewadahi ca
ra hidup nasionalis “sekular”. Namun, dalam perjalanan sidang
-sidang konstituante, perdebatan ideologis mengenai dasar negara terkristal menjadi Islam
dan Pancasila. Ketika Dekrit Presiden dikeluarkan, konstituante dinyatakan bubar dan UUD
1945 dinyatakan berlaku kembali. Hal ini menandai era baru, yaitu Demokrasi Terpimpin.
Masyumi pun dibubarkan dan para anggotanya mengundurkan diri dari partai.
B.
Masa Demokrasi Terpimpin
Dengan bubarnya Masyumi, partai Islam tinggal NU, PSII, dan Perti. Partai-partai ini mulai

menyesuaikan diri dengan keinginan Soekarno yang tampaknya mendapat dukungan dari dua

pihak yang bermusuhan, ABRI dan PKI. Mereka bertujuan agar nasibnya berbeda dengan
Masyumi, yang tokoh-tokohnya, pada waktu itu,diintimidasi oleh golongan-golongan yang
pro-soekarno. Namun sayangnya, tak ada jabatan menteri berposisi penting yang diserahkan
kepada Islam. Satu-satunya kepentingan Islam yang diluluskan adalah keputusan MPRS
tahun 1960 yang memberlakukan pengajaran agama di universitas dan perguruan tinggi.
3
Di masa ini, Soekarno kembali menyuarakan ide lamanya Nasakom (Nasionalis, Agamis dan
Komunis). Dan yang paling dominan adalah PKI. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan umat
Islam, kaum nasionalis dan angkatan bersenjata. Masa Demokrasi Terpimpin itu berakhir
dengan gagalnya Gerakan 30 September PKI Tahun 1965, Umat Islam bersama ABRI dan
goloongan lainnya bekerja sama menumpas gerakan ini.
2
Dr. Badri Yatim, MA,
Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II,
Jakarta: PT Raja Grafindo Peserta, 2006, h. 265.
3
Taufiq Abdullah (Ed.),
Sejarah Umat Islam di Indonesia,

(Jakarta: MUI, 1991), h. 405.
Azkia Muharom Albantani 3
C.
Masa Orde Baru
Setelah Orde Lama hancur, kepemimpinan Indonesia berada di tangan Orde Baru.
Tumbangnya Orde Lama memberikan harapan-harapan baru kepada kaum muslimin. Namun
sayangnya, rehabilitasi Masyumi tidak diperkenankan. Orde baru memang sejak semula
mencanangkan pembaruan sistem politik. Parpol difusikan ke dalam PPP dan PDI (05-021973). Penataan kehidupan kepartaian berikutnya adalah penetapan asas tunggal, Pancasila,
untuk semua Parpol, Golkar dan organisasi lainnya, tidak ada asas ciri, tidak ada lagi ideologi
Islam, dan oleh karena itu, tidak ada lagi partai Islam. Asas tunggal merupakan awal dari era
baru peran Islam dalam kehidupan berbangsa ini. Peran politik (formal) Islam tidak ada lagi,
tetapi sebagai agama yang mengaku tidak memisahkan dari persoalan politik, tentu peran itu
akan terus berlangsung. Mungkin dengan pendekatan yang berbeda. Dengan
pengasastunggalan, sebagian umat Islam menganggap bahwa penyalur aspirasi pollitik
Islam hilang. Terdapat kekhawatiran di kalangan sebagian mereka terhadap ancaman
sekularisasi politik dan kehidupan sosial di Indonesia. Dengan asas tunggal bagi kekuatan
politik dan organisasi kemasyarakatan, identitas keislaman mereka akan semakin memudar.
Peran politik Islam dalam negara Indonesia cenderung mengalami kemunduran. Disebabkan
karena adanya usaha represif terhadap partai politik yang berhaluan islam, yang dilakukan
oleh penguasa pada waktu itu karena ketakutan akan kehilangan kekuasaannya. Selama

kekuasaan orde baru hanya ada tiga partai yang diakui dan boleh ikut dalam pemilu. Dan
partai yang berasas islam pada waktu itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Baru
sejak dekade 1970-an, kegiatan Islam semakin berkembang bila dibandingkan dengan waktuwaktu sebelumnya. Terlihat, ada tanda-tanda kebangkitan Islam kembali dalam masa orde
baru ini. Fenomena yang sangat bisa dilihat adalah munculnya bangunan-bangunan baru
Islam; masjid-masjid, mushalla-mushalla, madrasah-madrasah, juga pesantren-pesantren.
Munculnya bangunan-bangunan masjid yang megah-megah itu diikuti pula dengan semakin

ramainya jamaah shalat, terutama dari kalangan angkatan muda. Pengajian-pengajian agama
juga semakin semarak. DepartemenAzkia Muharom Albantani 4
departemen mengadakan pangajiannta masing-masing. Bahkan, pengajian dan diskusi-diskusi
keagamaan memasuki hotel-hotel mewah dan merekrut elit-elit bangsa. Ini mungkin dapat
disebutkan sebagai kelanjutan proses Islamisasi terhadap golongan abangan/priyai yang
berpendidikan Barat,
4
yang dipandang belum sempurna pada masa-masa sebelumnya. Selain itu, pelajar dan
mahasiswa banyak yang memakai busana muslim, baik di sekolah dan perguruan tinggi
maupun di tempat-tempat umum. Di samping itu, banyak bermunculan apa yang disebut
intelektual muda Muslim yang meskipun sering kontroversial, melontarkan ide-ide segar
untuk masa depan umat. Kebanyakan mereka adalah intelektual Muslim berpendidikan
“umum”. Yang terakhir ini sangat mu

ngkin adalah buah dari kegiatan-kegiatan organisasi-organisasi mahasiswa Islam seperti
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI, berdiri 05 Februari 1947) yang cukup dominan di
perguruan tinggi umum, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Departemen Agama juga banyak berjasa dalam
membentuk dan mendorong kebangkitan Islam di Indonesia. Empat belas Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) induk dengan sekian banyak cabangnya sangat berjasa menyiapkan
guru-guru agama, pendakwah, dan mubaligh dalam kuantitas besar. Bahkan, DEPAG secara
terus menerus mengembangkan dan meningkatkan mutu IAIN tersebut. Belum lagi, peranan
departemen ini dalam membina madrasah dan pesantren-pesantren yang ada di seluruh
wilayah Nusantara ini. Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, yang dibina langsung oleh
Presiden Soeharto tidak bisa diabaikan. Adapula Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dapat
dikatakan sebagai suatu forum pemersatu umat Islam Indonesia. Aspirasi-aspirasi umat,
termasuk aspirasi politik, mungkin bisa tersalurkan melalui lembaga ini. Selain itu, bukan
hanya PPP yang menghimpun politisi-politisi muslim, Golkar, partai pendukung pemerintah
ini sekarang banyak merekrut tokoh-tokoh Islammenjadi pimpinannya dan duduk di DPR
mewakili kekuatan politik itu. Dan
4
Nurcholish Madjid,
Islam in Indonesia: Challenges and Opprotunities,
Mizan, no. 3, vol. 1, 1984.

READ PAPER
 About
 Blog
 People
 Papers
 Job Board
 Advertise

 We're Hiring!

 Help Center
 Find new research papers in:
















Physics
Chemistry
Biology
Health Sciences
Ecology
Earth Sciences
Cognitive Science
Mathematics
Computer Science
Terms
Privacy
Copyright
Academia ©2017