Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang d

Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang disusun oleh mahasiswa berdasarkan penelitian lapangan
dan/atau kepustakaan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum (S.H.), sesuai
dengan program kekhususannya.
Persyaratan pengajuan
Mahasiswa yang sudah mengumpulkan 121 sks diperkenankan mengajukan permohonan penulisan
skripsi dan didahului dengan proposal skripsi.
Proposal Skripsi
Sebelum mahasiswa membuat skripsi terlebih dahulu mahasiswa harus membuat proposal skripsi,
yang terdiri dari:







Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
Metodologi
Pertanggungjawaban Sistematika

Bahan Bacaan Awal
Kerangka
Kerangka skripsi dibagi dalam 3 bagian, yaitu: bagian awal, bagian isi (teks) dan bagian akhir.

1.
2.
3.
4.
1.















2.




A. Bagian Awal:
Halaman Judul
Motto
Kata Pengantar
Daftar Isi
B. Bagian Isi:
Untuk penulisan skripsi dengan pendekatan empiris (law in action) terdiri dari:
Pendahuluan:
Permasalahan: Latar Belakang dan Rumusannya
Alasan Pemilihan Judul
Tujuan Penulisan
Metodologi:

Pendekatan masalah
Sumber data
Prosedur pengumpulan dan pengolahan data
Analisis data
Pertanggungjawaban Sistematika
Bab-bab Uraian
Penutup
Simpulan
Saran (apabila ada)
Untuk penulisan skripsi dengan pendekatan juridis normatif, terdiri dari:
Pendahuluan:
Latar belakang masalah
Rumusan masalah








Alasan pemilihan judul
Tujuan Penulisan
Metodologi:
Tipe penelitian (normatif)
Pendekatan (conceptual approach, statute approach, historical approach,







comparative approach) dengan penjelasan, mengapa digunakan pendekatan tersebut
Bahan/Sumber Hukum:
Bahan hukum primer
Bahan hukum sekunder
Bahan hukum tertier
Langkah penelitian/penulisan hukum: berisikan paparan secara lengkap








tentang langkah pengumpulan bahan hukum dan langkah kajiannya
Pertanggungjawaban Sistematika
Bab-bab Uraian:
Penutup:
Simpulan
Saran (apabila ada).
Keterangan :



Latar Belakang Masalah adalah paparan yang berisikan uraian tentang apa yang



menjadi tema pokok (main issue), mengapa dipermasalahkan, apa relevansi pemecahan tema

pokok tersebut.
Rumusan Masalah menunjukkan, pertanyaan hukum yang relevan, tuntas, dan jelas




pembatasannya terhadap tema pokok.
Tujuan Penulisan, memuat tujuan/kegunaan pemecahan masalah hukum tersebut.
Bab-Bab Uraian memuat isi penulisan yang teratur dengan baik, dan dapat ditinjau




dengan mudah.
Pertanggungjawaban Sistematika memuat argumentasi tentang bab-bab yang tersaji.
Penutup, pada hakikatnya merupakan suatu kajian yang beranjak dari masalah dan



diakhiri dengan suatu konklusi yang merupakan jawaban atas masalah yang dikaji.

Simpulan, merumuskan kembali secara singkat jawaban atas pokok masalah
sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab uraian yang harus dikaitkan dengan bab
pendahuluan (rumusan masalah).
C. Bagian Akhir:

Penelitian yang Relevan biasanya digunakan untuk mencari persamaan dan perbedaan ataran penelitian orang
lain dengan penelitian yang sedang kita buat atau membandingkan penelitian yang satunya dengan yang
lainnya, disini saya akan memberikan contoh Penelitian yang Relevan semoga bisa membantu proses
pembelajaran saudara. dibawah ini adalah salahsatu Contoh Penelitian yang Relevan:

Novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari ini sudah dibahas dalam bentuk artikel. Artikel dengan judul “Kisah di
Balik Perahu” ditulis oleh Salman pada tahun 2009. Melalui novel ini Salman memperoleh kesan bahwa baginya
Perahu Kertas adalah pengalaman mencicipi novel bergizi secara Dee. Sebuah konsep cerita yang membuat
kita ketagihan sampai tak tahan harus menuntaskan dengan sekali membaca.
Hasil atau kesimpulan dari artikel “Kisah di Balik Perahu” ini yaitu daya magis tulisan Dee yang ikut tumbuh
bersama-tokoh-tokoh di dalamnya. Sangat menyenangkan saat melihat semua karakter yang terbaca bergulat
bersama waktu dan tumbuh dewasa. Mungkin inilah candu yang diberikan Dee. Artikel yang ditulis Saman ini
memiliki kesamaan dengan yang diteliti. Subjek yang diteliti sama-sama menggunakan novel Perahu Kertas.
Selain kesamaan juga mamiliki perbedaan. Perbedaan artikel yang ditulis Salman dengan yang dilakukan oleh
peneliti adalah mengenai a) wujud konflik, b) sikap tokoh utama dalam menghadapi konflik, dan c) bentuk

penyelesaian konflik. Artikel yang ditulis Salman membahas a) tokoh-tokoh dan b) karakter.

Menurut Kerlinger (1973:9), teori adalah serangkaian asumsi, konsep,
konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar variabel. Berdasar
pengertian tersebut, definisi teori mengandung tiga hal. Pertama, teori adalah
serangkaian proposisi antar konsep-konsep yang saling berhubungan. Kedua,
teori merangkan secara sistematis atau fenomena sosial dengan sosial dengan
cara menentukan hubungan
antar konsep. Ketiga, teori menerangkan
fenomena-fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang
berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya.
Dalam menyusun kerangka teori menurut Prof. Noeng Muhadjir, dalam
makalahnya yang berjudul ” Proses Mengkonstruksi Teori dan Hipotesis”, bagian
teori harus menampilkan bagian yang bulat yang disajikan secara holistik, tetapi
juga bukan sekedar penyajian konsep yang terpilah dan terpecah-pecah,
sehingga konsep tersebut akan lebih menarik untuk dikaji.
Tata fikir yang ditawarkan dalam penyusunan kerangka teori
menggunakan logika reflektif, yaitu logika yang mondar-mandir antara proses
berfikir induktif dan proses berfikir deduktif, dan tidak dipermasalahkan dari

mana harus dimulai. Alat berfikir bukan hanya sekedar mendasarkan pada
generalisasi dari rerata keberagaman individul dan rerata frekuensi kejadian,
tetapi juga konteks, esensi, indikasi pragmatik, fungsional, atau yang lainnya.
Oleh karena itu suatu teori tampil sebagai abstraksi, simplifikasi atau
idealitas dari fenomena, mungkin merupakan eksplanasi dan mungkin pula
merupakan penafsiran atas empiri. Pada dasarnya teori mengandung beberapa
hal antara lain: asumsi, postulat, tesis, hipotesis, proposisi dan sejumlah konsep.
Dalam teori juga terdapat idealisasi tentang tata hidup kemasyarakatan atau
tata hidup alam semesta. Validasi suatu teori diuji atas kemampuannya
memberikanevidensi empirik.
2. Fungsi Teori
Sesuai dengan definisi Kerlinger (1973), bahwa teori adalah seperangkat
konstruk (konsep), definisi, dan proporsi [1]yang menyajikan gejala-gejala

sistematis, merinci hubungan antar variable-variabel, dengan tujuan
meramalkan dan menerangkan gejala tersebut, maka teori memiliki fungsi
antara lain:
a. Menyediakan kerangka konsepsi penelitian, dan memberikan pertimbangan
perlunya penyelidikan
b. Melalui teori kita dapat membuat pertanyaan yang terinci untuk penyidikan.

c. Menunjukkan hubungan antar variable yang diteliti.
d. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan, dan
analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan
masalah penelitian.
3. Fungsi Kajian Pustaka
Untuk menemukan teori yang akan dijadikan sebagai acuan dalam
penelitian, maka perlu adanya kajian pustaka memiliki beberapa fungsi:
1) Menyediakan kerangka konsepsi atau teori yang direncanakan
2) Menyediakan
informasi
tentang
penelitian-penelitian
terdahulu
yang
berhubungan dengan penelitian yang akan datang.
3) Memberikan rasa percaya diri sebab melalui kajian pustaka semua konstruk yang
berhubungan dengan penelitian kita tersedia.
4) Memberikan informasi-informasi tentang metode-metode penelitian yang
digunakan , populasi dan sample, instrumen dalam pengumpulan data dan
penghitungan-penghitungan

statistic
yang
digunakan
pada
penelitian
sebelumnya.
5) Menyediakan temuan-temuan, kesimpulan-kesimpulan penyelidikan yang dapat
dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan kita.
6) Kepustakaan penelitian meliputi laporan-laporan yang diterbitkan dari penelitian
yang sebelumnya.
Kepustakaan konseptual adalah meliputi artikel-artikel atau buku-buku
yang ditulis oleh para ahli yang memberikan pendapat, pengalaman, teori-teori
atau ide-ide tentang apa yang baik atau buruk, hal-hal yang diinginkan dan tidak
diinginkan dalam masalah.
4. Penyusunan Landasan Teori
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam menyusun
kerangka/ landasan teori, antara lain:
a. Kerangka teori sebaiknya menggunakan acuan yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti dan acuan-acuan yang berupa hasil penelitian
terdahulu (bisa disajikan di Bab II atau dibuat sub-bab tersendiri).
b. Cara penulisan dari subbab ke subbab yang lain harus tetap mempunyai
keterkaitan yang jelas dengan memperhatikan aturan penulisan pustaka.
c. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, studi pustaka harus memenuhi
prinsip kemutakhiran dan keterkaitannya dengan permasalahan yang ada.
Apabila menggunakan literatur dengan beberapa edisi, maka yang digunakan
adalah buku dengan edisi terbaru, jika referensi tidak terbit lagi, referensi
tersebut adalah terbitan terakhir. Dan bagi yang menggunakan Jurnal sebagai
referensi pembatasan tahun terbitan tidak berlaku

d. Semakin banyak sumber bacaan, maka kualitas penelitian yang akan dilakukan
semakin baik, terutama sumber bacaan yang terdiri dari teks book atau sumber
lain misalnya jurnal, artikel dari majalah, Koran, internet dan lain-lain
e. Pedoman kerangka teori di atas berlaku untuk semua jenis penelitian
f. Teori bukan merupakan pendapat pribadi (kecuali pendapat tersebut sudah ditulis
di BUKU)
g. Pada akhir kerangka teori bagi penelitian korelasional disajikan model teori,
model konsep (apabila diperlukan) dan model hipotesis pada subbab tersendiri,
sedangkan penelitian studi kasus cukup menyusun Model teori dan beri
keterangan. Model teori dimaksud merupakan kerangka pemikiran penulis dalam
penelitian yang sedang dilakukan. Kerangka itu dapat berupa kerangka dari ahli
yang sudah ada, maupun kerangka yang berdasarkan teori-teori pendukung
yang ada. Dari kerangka teori yang sudah disajikan dalam sebuah skema, harus
dijabarkan jika dianggap perlu memberikan batasan-batasan, maka asumsiasumsi harus dicantumkan.

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena
masih harus dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti. Hipotesis
menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya
pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala.
Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.
Contoh:
Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (mendugaduga) berdasarkanpengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka…) sebentar lagi hujan akan turun.
Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan
ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian.
Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti
kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini
sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan,
dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atauproposisi yang mengatakan bahwa di antara
sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah
hipotesis di dalam penelitian, salah satu di antaranya, yaitu penelitian sosial.
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal
demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif. Terdapat tiga
alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya:Kegunaan
Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk
menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui
teori mengenai konflik.
Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.
Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat

keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan
cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Hipotesis dalam penelitian
Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua penelitian mutlak
harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan
penelitian. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak.
Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin
data atau informasi tidak menggunakan hipotesis. Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang
berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur secara cermat
tentang fenomena yang diteliti, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan
hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah
keharusan untuk menggunakan hipotesis.
Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu:
Untuk menguji teori,
Mendorong munculnya teori,
Menerangkan fenomena sosial,
Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,
Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
Karakteristik

Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian Pendidikan
Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain penelitian yang
digunakan. Desain penelitian harus cocok dengan pendekatan penelitian yang dipilih. Prosedur,
teknik, serta alat yang digunakan dalam penelitian harus cocok pula dengan metode penelitian yang
ditetapkan. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti perlu menjawab sekurang-kurangnya tiga
pertanyaan pokok (Nazir, 1985) yaitu:
1.
Urutan kerja atau prosedur apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu penelitian?
2.
Alat-alat (instrumen) apa yang akan digunakan dalam mengukur ataupun dalam
mengumpulkan data serta teknik apa yang akan digunakan dalam menganalisis data?
3.
Bagaimana melaksanakan penelitian tersebut?
Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut memberikan kepada peneliti urutan-urutan pekerjaan yang
terus dilakukan dalam suatu penelitian. Hal ini sangat membantu peneliti untuk mengendalikan
kegiatan atau tahap-tahap kegiatan serta mempermudah mengetahui kemajuan (proses)
penelitian. Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau
langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data
tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis. Dalam prakteknya terdapat sejumlah metode yang biasa
digunakan untuk kepentingan penelitian.
Berdasarkan sifat-sifat masalahnya, Suryabrata (1983) mengemukakan sejumlah metode
penelitian yaitu sebagai berikut

Read more: METODE PENELITIAN >> Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian

U

ntuk mengetahui bagaimana profil pendidikan suatu daerah

baik kabupaten/kota maupun propinsi, maka perlu dilakukan
analisis terhadap data yang disajikan. Untuk itu, perlu diketahui
terlebih dahulu pengertian dan kegunaan analisis data dan
bagaimana analisis deskriptif dapat dilaksanakan berdasarkan
indikator yang ada untuk mengetahui suatu profil pendidikan di
kabupaten/kota maupun propinsi.
A. Pengertian dan Kegunaan Analisis Data.
Analisis data adalah suatu kegiatan untuk meneliti,
memeriksa, mempelajari, membandingkan data yang ada dan
membuat interpretasi yang diperlukan. Selain itu, analisis data
dapat digunakan untuk mengindentifikasi ada tidaknya masalah.
Kalau ada, masalah tersebut harus dirumuskan dengan jelas dan
benar. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
yang memberikan gambaran dengan jelas dan benar. Teknis
analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang
memberikan gambaran dengan jelas makna dari indikatorindikator yang ada, membandingkan dan menghubungkan antara
indikator yang satu dengan indikator lain.
Kegunaan analisis data adalah sebagai bahan masukan untuk
pengambilan keputusan, perencanaan, pemantauan,
pengawasan, penyusunan laporan, penyusunan statistik
pendidikan, penyusunan program rutin dan pembangunan,
peningkatan program pendidikan, dan pembinaan sekolah.
B. Analisis Deskriptif
Dalam melaksanakan analisis deskriptif, indikator yang
digunakan adalah indikator nonpendidikan dan pendidikan yang
terdiri dari indikator efisiensi internal.
Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap indikator ini,
perlu disajikan kriteria sebagai standar untuk menentukan atau
menginterpretasikan indikator tersebut. Kriteria ini bisa dirinci
dalam dua jenis :
1. Kriteria dihasilkan dari angka rata-rata nasional dengan
interval antara tinggi,
sedang dan rendah untuk profil propinsi dan profil
kabupten/kota serta angka

rata-rata propinsi untuk profil kabupten/kota. Interval diambil
dari nilai yang
tertinggi dan nilai terendah.
2. Kriteria dihasilkan dari angka rata-rata nasional atau propinsi
untuk profil
propinsi dan profil kabupten/kota dan angka rata-rata propinsi
untuk profil
kabupten/kota.
Analisis deskriptif dengan menggunakan kedua kriteria di atas
dapat dilaksanakan melalui beberapa cara yaitu :
1.
Analisis makro untuk indikator kabupaten/kota dan propinsi. Analisis
ini dilaksanakan dengan membandingkan indikator yang ada dengan ratarata propinsi atau rata-rata nasional. Misalnya: indikator APM, rata-rata
propinsi atau nasional = 75 persen, maka kabupaten/kota atau propinsi
yang APMnya kurang dari 75 persen terdapat masalah dan melalui faktor
internal dan eksternal agar dicari masalahnya.
2.
Analisis makro antar indikator dan jenjang pendidikan untuk
indikator kabupaten/ kota dan propinsi. Analisis ini digunakan dengan
membandingkan indikator satu dengan indikator lainnya pada jenjang
yang berbeda. Misalnya membandingkan antar indikator yaitu indikator
angka melanjutkan dan tingkat pelayanan sekolah atau membandingkan
satu indikator angka melanjutkan pada jenjang SLTP dengan SM.
3.
Analisis disparitas indikator setiap kecamatan atau kabupaten/kota.
Analisis ini dilaksanakan dengan melihat disparitas antar kecamatan atau
kabupaten/kota. Misalnya, rasio siswa per kelas dibandingkan antar
kecamatan atau kabupaten/kota dengan menggunakan standar adalah
rata-rata angka kabupaten/kota atau propinsi. Bagi kecamatan atau
kabupaten/kota yang berada dibawah rata-rata kabupaten/kota atau
propinsi merupakan kecamatan atau kabupaten/kota tersebut yang perlu
diberi penanganan khusus.
4.
Analisis disparitas indikator setiap kecamatan atau kabupaten/kota.
Analisis ini dilaksanakan dengan memberikan bobot untuk setiap
indikator di mana bobot yang besar diberikan pada indikator yang
dianggap paling menentukan sehingga dapat diperoleh nilai di setiap
kecamatan. Nilai yang paling tinggi menunjukkan kecamatan atau
kabupaten/kota yang tidak bermasalah dan perlu dipertahankan,
sedangklan nilai yang rendah adalah kecamatan atau kabupaten/kota
yang bermasalah sehingga perlu diberi penanganan khusus.

Analisis Nonpendidikan dan Pendidikan diuraikan berikut ini :
1. Analisis Nonpendidikan dilaksanakan untuk mengetahui apakah
terdapat permasalahan dalam kegiatan yang menyangkut
penduduk dilihat dari indikator-indikator berikut ini.

a.
Persentase penduduk menurut tingkat pendidikan (% PTP), indikator
ini menunjukkan bahwa penduduk yang bermutu dapat dilihat dari

tingginya persentase penduduk yang memiliki pendidikan sarjana ke
atas.
Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila lebih kecil dari
angka nasional atau propinsi berarti masih ada permasalahan kecilnya
penduduk yang berpendidikan tinggi sehingga perlu dicari jalan keluarnya,
misalnya dengan memberikan penyuluhan bahwa pendidikan sangat
penting bagi peningkatan sumber daya manusia.
b.
Angka buta huruf (ABH), indikator ini menunjukkan bahwa
masyarakat yang bermutu dapat dilihat dari rendahnya
ABH. Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila lebih besar dari
angka nasional atau propinsi berarti masih ada permasalahan sehingga
perlu dicari jalan keluarnya, misalnya dengan meningkatkan program
Kejar Paket A PBH.
c.
Angka melek huruf (AMH), indikator ini menunjukkan kebaikan dari
indikator ABH, bahwa masyarakat yang bermutu dapat dilihat dari
tingginya AMH penduduk.Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila
lebih rendah dari angka nasional berarti masih ada permasalahan
banyaknya penduduk buta huruf sehingga perlu dicari jalan keluarnya,
misalnya dengan meningkatkan program Kejar Paket A PBH.
d.
Persentase penduduk miskin (% PM), indikator ini menunjukkan
bahwa masyarakat yang bermutu dapat dilihat dari rendahnya %
PM. Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila lebih besar dari angka
nasional berarti masih ada permasalahan banyaknya penduduk miskin
sehingga perlu dicari jalan keluarnya, misalnya dengan meningkatkan
program Jaringan Pengaman Sosial (JPS)

2. Analisis Pendidikan dilaksanakan untuk mengetahui apakah
terdapat permasalahan dalam kegiatan pendidikan yang
menyangkut pemerataan, mutu, relevansi dan efesiensi internal
yang dilihat dari indikator-indikator yang ada.
Contoh analisis di bawah ini menggunakan indikator pemerataan,
namun hal yang sama juga bisa dilakukan untuk indikator mutu,
relevansi dan efesiensi internal.
Penjelasan indikator pemerataan dengan menggunakan kedua
kriteria di atas.
APK, APM, Perbandingan Antar jenjang, Siswa per Sekolah, Siswa
per Kelas, Siswa per Guru, Kelas per Ruang Kelas, Kelas per Guru,
Angka Melanjutkan, dan Tingkat Pelayanan Sekolah.
Analisis makro untuk tiap indikator kabupaten/kota dan propinsi.
Indikator untuk pemerataan yang ada dibandingkan dengan
angka rata-rata nasional atau angka rata-rata propinsi. Bila nilai
masing-masing indikator yang ada kurang dari rata-rata tersebut,
maka daerah atau propinsi atau kabupaten/kota tersebut
mempunyai masalah dan harus diberi penanganan khusus.
Analisis makro antar indikator dan jenjang pendidikan untuk kabupaten/kota
dan propinsi.
Indikator untuk pemerataan yang ada, misalnya APM dan Tingkat
Pelayanan Sekolah (TPS) dibandingkan dengan rata-rata nasional
atau rata-rata propinsi. Dari perbandingan dua indikator tersebut

dapat disimpulkan daerah atau kabupaten/kota atau propinsi
mana yang ada masalah, masalah dapat berupa kekurangan
gedung sekolah atau kurangnya kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pendidikan. Bila digambarkan dalam diagram dapat
dilihat sebagai berikut :

Diagram tersebut terbagi dalam 4 zona yaitu 1, zona 2, zona 3
dan zona 4. Zona tersebut dibentuk dari APM dan TPS dengan
menggunakan rata-rata nasional yaitu APM SD sebesar 95 % dan
TPS SD sebesar 134.
Zona 1 : Daerah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah
lebih rendah dari angka nasional (134) misalnya 150 namun telah
mencapai angka partisipasi murni sekitar atau lebih tinggi dari
angka nasional (95 %), misalnya 96 %. Hal ini berarti, walaupun
daerah tersebut masih kekurangan sekolah namun angka
partisipasi murni cukup tinggi. Saran : Perlu pembangunan UGB
atau RKB.
Zona 2 : Daerah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah
lebih tinggi dari angka nasional (134) misalnya 125 namun telah
mencapai angka partisipasi murni sekitar atau lebih tinggi dari
angka nasional (95 %), misalnya 97 %. Hal ini berarti, daerah
tersebut telah cukup sekolah dan angka partisipasi murni juga
cukup tinggi. Saran : Karena kondisi pendidikan daerah ini cukup
baik maka perlu dipertahankan.
Zona 3 : Derah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah
lebih rendah dari angka nasional (134) misalnya 150 dan
pencapaian angka partisipasi murni jauh dibawah angka nasional
(95 %), misalnya 85 %. Hal ini berarti, daerah tersebut
kekurangan sekolah dan juga angka partisipasi murnimasih
rendah. Saran : Perlu pembangunan UGB atau RKB, pelaksanaan
berbagai pola wajar seperti Paket A, dsb.
Zona 4 : Daerah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah
lebih besar dari angka nasional (134) misalnya 125 tetapi
pencapaian angka partisipasi murni jauh dibawah dari angka
nasional (95 %), misalnya 85 %. Hal ini berarti, daerah tersebut
telah mencukupi sekolah namun angka partisipasi murni masih
rendah. Saran : Pemberian beasiswa, Jaring Pengaman Sosial

(JPS), Orang Tua Asuh dan penyuluhan berbagai pola wajar Paket
A, dsb.
Analisis makro untuk antar jenjang-pendidikan untuk indikator kabupaten/kota
dan propinsi.
Indikator untuk pemerataan, misalnya dibandingkan antara Angka
Melanjutkan ke SLTP dan SM, antara APK SD dengan SLTP dan SM,
antara rasio siswa per kelas SD dengan SLTP dan SM. Contoh :
a.

Angka melanjutkan ke SLTP = 75,0%, ke SM = 60,0%, bila
pemerataan di semua jenjang, maka yang perlu ditangani adalah
angka melanjutkan ke SM sehingga mendekati angka melanjutkan
ke SLTP.

b.

APK SD = 95,0%, SLTP = 65,0 % dan SM = 45,0%, bila
pemerataan di semua jenjang, maka yang perlu ditangani adalah
APK di SM dibandingkan dengan SLTP dan SD, tetapi bila
prioritasnya adalah wajar diknas 9 tahun, maka yang perlu
ditangani adalah peningkatan APK di SLTP.

c.

Rasio siswa per kelas SD = 25, SLTP = 35 dan SM = 40, bila
pemerataan di semua jenjang maka yang perlu ditangani adalah
rasio siswa per kelas di SM, tetapi bila prioritasnya adalah wajar
diknas 9 tahun, maka yang perlu ditangani adalah penurunan
rasio siswa per kelas di SLTP.
Analisis disparitas indikator setiap kecamatan atau kabupaten /kota
Indikator untuk pemerataan dilakukan dengan membandingkan
disparitas antar kecamatan atau kabupaten/kota satu dengan
kabupaten/kota lainnya dengan menggunakan angka rata-rata
nasional sehingga akan diketahui kecamatan atau kabupaten/kota
mana yang angkanya lebih kecil dari rata-rata nasional sehingga
APM SD kecamatan-kecamatan yang kecil itu yang perlu diketahui
permasalahannya dan menjadi prioritas penanganan lebih dulu.
Contoh :
Kecamatan 1 : 50,0%, kecamatan 2 : 65,0%, kecamatan 3 :
75,0%,kecamatan 4 : 55,0%, kecamatan 5 : 72,0% kecamatan 6 :
77,0% sedangkan rata-rata kabupaten/kota : 70,0%, maka yang
perlu ditangani terlebih dahulu adalah kecamatan 1, kemudian
kecamatan 4 dan kecamatan 2.

Analisis disparits indikator dengan memberikan bobot untuk
setiap kecamatan atau kabupaten/kota
Indikator untuk pemerataan disatukan, kemudian masing-masing
indikator diberikan bobot sesuai dengan penting tidaknya
indikator tersebut. Misalnya APM diberikan bobot yang lebih
banyak dibandingkan dengan angka melanjutkan dan angka
melanjutkan diberi bobot lebih besar dibandingkan dengan rasio
siswa per sekolah, karena APM lebih menentukan pemerataan
pendidikan dibandingkan rasio lainnya, sehingga setiap
kecamatan atau kabupaten/kota akan mempunyai nilai masingmasing. Jumlah nilai yang terkecil menunjukkan kecamatan atau
kabupaten/kota tersebut bermasalah sehingga perlu ditangani
lebih lanjut. Contoh :
Kecamatan 1 memiliki APM = 60,0%, AM – 50,0% dan S/Sek =
240
Kecamatan 2 memiliki APM = 70,0%, AM = 60,0% dan S/Sek =
120
APM diberi bobot 50% AM diberi bobot 30% dan S/Sek diberi
bobot 20% kemudian perhitungan nilainya menjadi :
Nilai kecamatan 1 adalah : (0,5*60)+(0,3*50)+(0,2*240)
= 30+15+120 = 165
Nilai kecamatan 2 adalah : (0,5*70)+(0,3*60)+(0,2*120)
= 35+20+60 = 115
Dengan meliha