perbedaan lempung dengan dan lanau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Lempung
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel- partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih kecil dari 2 mikron (=2µ), atau <5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain, disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut lempung saja. Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1µ) dan ukuran 2µ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung.
Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm samapi 0,005 mm.
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
6. Proses konsolidasi lambat.
Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung saja, akan tetapi dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan mungkin juga terdapat campuran bahan organik.
Guna menunjang pengkajian dan penelitian terhadap ”Pengaruh Penambahan Abu Caangkang sawit Terhadap Daya Dukung dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau Dari Uji UCT dan CBR Laboratorium“, maka dibutuhkan pengetahuan serta pemahaman yang baik tentang sifat-sifat tanah berdasarkan teori yang ada terdiri dari sifat fisik (Index Properties) dan sifat keteknikan (Enginering Properties), pemahaman kedua sifat ini sangatlah penting untuk diketahui sebagai dasar dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan perekayasaan pondasi (jalan, jembatan, bendungan dan lainnya).
Sifat fisik dan sifat keteknikan tanah, lebih ditentukan oleh jenis dari klasifikasi tanah itu sendiri. Pengklasifikasian tanah dimaksudkan untuk mempermudah pengelompokkan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok tanah yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Pengelompokkan tanah menempatkan tanah dalam 3 kelompok, tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan tanah organis.
Berdasarkan USCS tanah berbutir kasar adalah yang mempunyai persentase lolos saringan nomor 200<50%, dan tanah berbutir halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Tanah ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok kerikil dan tanah kerikil serta pasir dan tanah kepasiran.
Tanah berbutir halus dibagi dalam Lanau (M), Lempung (C) yang didasarkan pada batas cair dan indeks plastisitasnya. Tanah Organis juga termasuk dalam kelompok tanah berbutir halus.
Konsistensi dari tanah lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi oleh kadar air. Indeks plastisitas dan batas cair dapat digunakan untuk menentukan karateristik pengembangan. Karakteristik pengembangan hanya dapat diperkirakan dengan menggunakan indeks plastisitas, ( Holtz dan Gibbs, 1962 ).
Dikarenakan sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air yang terserap disekeliling permukaan partikel lempung, maka dapat diharapkan bahwa tipe dan jumlah mineral lempung yang dikandung didalam suatu tanah akan mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan.
2.2 Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Pada awalnya, metode klasfikasi yang banyak digunakan adalah pengamatan secara kasat- mata (visual identification) melalui pengamatan tekstur tanah. Selanjutnya, ukuran Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Pada awalnya, metode klasfikasi yang banyak digunakan adalah pengamatan secara kasat- mata (visual identification) melalui pengamatan tekstur tanah. Selanjutnya, ukuran
2.2.1 Sistem Klasifikasi Tanah Menurut USCS
Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS seperti pada Gambar 2.1 suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu:
1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200 < 50). Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil (gravel) atau tanah 1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200 < 50). Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil (gravel) atau tanah
2. Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok diawali dengan M untuk lanau anorganik (anorganic silt), atau C untuk lempung anorganik (anorganic clay), atau O untuk lanau dan lempung organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi .Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W untuk gradasi baik (well graded), P gradasi buruk (poorly graded), L plastisitas rendah (low plasticity ) dan H plastisitas tinggi (high plasticity).
BATAS CAIR
Gambar.2.1 Grafik plastisitas untuk klasifikasi USCS (Das,194)
Lanau adalah tanah berbutir halus yang mempunyai batas cair dan indeks plastisitas terletak dibawah garis A dan lempung berada diatas garis A. Lempung organis adalah pengecualian dari peraturan diatas karena batas cair dan indeks Lanau adalah tanah berbutir halus yang mempunyai batas cair dan indeks plastisitas terletak dibawah garis A dan lempung berada diatas garis A. Lempung organis adalah pengecualian dari peraturan diatas karena batas cair dan indeks
1. Kelompok ML dan MH adalah tanah yang diklasifikasikan sebagai lanau pasir, lanau lempung atau lanau organis dengan plastisitas relatif rendah. Juga termasuk tanah jenis butiran lepas, tanah yang mengandung mika juga beberapa jenis lempung kaolinite dan illite.
2. Kelompok CH dan CL terutama adalah lempung organik. Kelompok CH adalah lempung dengan plastisitas sedang sampai tinggi mencakup lempung gemuk. Lempung dengan plastisitas rendah yang dikalsifikasikan CL biasanya adalah lempung kurus, lempung kepasiran atau lempung lanau.
3. Kelompok OL dan OH adalah tanah yang ditunjukkan sifat-sifatnya dengan adanya bahan organik. Lempung dan lanau organik termasuk dalam kelompok ini dan mereka mempunyai plastisitas pada kelompok ML dan MH.
2.2.2 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO
Sistem klasifikasi AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang terklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 merupakan tanah granuler yang Sistem klasifikasi AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang terklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 merupakan tanah granuler yang
1. Ukuran partikel
a. Kerikil: fraksi yang lolos saringan ukuran 75 mm (3 in) dan tertahan pada saringan No. 10.
b. Pasir: fraksi yang lolos saringan No. 10 (2 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm).
c. Lanau dan lempung: fraksi yang lolos saringan No. 200.
2. Plastisitas: tanah berbutir halus digolongkan lanau bila memiliki indek plastisitas, PI ≤ 10 dan dikategorikan sebagai lempung bila mempunyai indek plastisitas, PI
≥ 11 Gambar 2.2 memberikan grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah kelompok
A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7.
Gambar 2.2 Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah sistem AASHTO (Das,1994)
2.3 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat:
1. Hidrasi. Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang
0 pada temperatur yang lebih tinggi dari 60 0 sampai 100
C dan akan mengurangi plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan pengeringan udara saja.
2. Aktivitas. Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm yang dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan:
Untuk nilai A>1,25 digolongkan aktif dan sifatnya ekspansif. Nilai A 1,25<A<A<0,75 digolongkan normal sedangkan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung (Skempton, 1953) Minerologi tanah lempung
Nilai Aktivitas
3. Flokulasi dan Dispersi. Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto,
ion- ion H + dari air gaya Van der Waals dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan
tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas. Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam
(ion H + ), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat (ion H + ), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat
4. Pengaruh Zat cair Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi. Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada ujung yang berbeda (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida
(Ccl 4 ) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.
5. Sifat kembang susut (swelling potensial)
Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan syistem tanah dengan air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya didalam struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang terdiri dari gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta gaya van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel. Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan bermuatan likstik negatif dan ujung-ujungnya bermuatan posistif. Muatan Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan syistem tanah dengan air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya didalam struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang terdiri dari gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta gaya van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel. Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan bermuatan likstik negatif dan ujung-ujungnya bermuatan posistif. Muatan
Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bagunan. Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor yaitu:
1. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.
2. Kadar air.
3. Susunan tanah.
4. Konsentrasi garam dalam air pori.
5. Sementasi.
6. Adanya bahan organik, dll.
2.3.1 Identifikasi Tanah Lempung Lunak Menurut Chen (1975), cara-cara yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Identifikasi mineralogi
2. Cara tidak langsung (indeks tunggal)
1. Identifikasi minerallogi Analisa Minerologi sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang
susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara:
- Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction). - Difraksi sinar X (X-Ray Fluorescence) - Analisi Kimia (Chemical Analysis) - Mikroskop Elektron (Sca nning Electron Microscope).
2. Cara tidak langsung (single index method) Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi berpotensi ekspansif atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah uji batas- batas Atterberg, linear shrinkage test (uji susut linear), uji mengembang bebas.
Untuk melengkapi data dari contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini, dilakukan beberapa pengujian pendahuluan. Pengujian tersebut meliputi uji sifat- sifat fisis tanah.
2.3.1.1 Specific Gravity ( G s )
Harga secific gravity (G s ) dari butiran tanah sangat berperan penting dalam bermacam-macam keperluan perhitungan mekanika tanah. Harga-harga itu dapat ditentukan secara akurat dilaboraturium. Tabel 2.4 menunjukan harga-harga specific gravity beberapa mineral yang umum terdapat pada tanah.
Tabel 2.2 Specific gravity mineral-mineral penting pada tanah (Das, 1994) Mineral
Specific gravity Quarts (kwarsa)
Potassium feldspar
Sodium and calcium feldspar
2.76 – 3.10 Horn blende
Sebagian dari mineral – mineral tersebut mempunyai specific gravity berkisar antara 2,6 sampai dengan 2,9. Specific gravity dari bagian padat tanah pasir yang berwarna terang, umumnya sebagian besar terdiri dari quartz, dapat diperkirakan sebesar 2,65 untuk tanah lempung atau berlanau, harga tersebut berkisar antara 2,6 – 2,9 dengan persamaan seperti dibawah ini:
s G = (2.2)
Nilai-nilai specific grafity untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Specific gravity tanah (Hardiyatmo, 2006)
Macam tanah Specific Gravity Kerikil
Lanau anorganik
Lanau organik
Lempung anorganik
Humus
Gambut
Berat isi dalam tanah didefenisikan sebagai rasio antara berat jenis zat pada partikel tanah dengan berat isi air seperti yang ditunjukkan pada persamaan:
(2.3) Dimana G s = specific gravity
= berat volume air pada temperatur 4
C (gr/cm )
w = berat volume butiran padat (gr/cm ) Wiqoyah (2006), telah melakukan penelitian tentang pengaruh kadar kapur,
waktu perawatan dan perendaman terhadap kuat dukung tanah lempung. Hasil uji specific gravity (G s ) dengan penambahan 2,5% , 5% dan 7,5% kapur menunjukkan adanya kecenderungan penurunan nilai specific gravity seiring dengan bertambah besarnya persentase kapur. Besarnya penurunan maksimum adalah 0,03%.
2.3.1.2 Batas Konsistensi (Atterberg)
Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Menurut Atterberg batas-batas konsistensi tanah berbutir halus tersebut adalah batas cair, batas plastis, batas susut. Batas konsistensi tanah ini didasarkan kepada kadar air yaitu:
a. Batas Cair (Liquid Limit) Batas cair adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan
plastis. Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan kurva penentuan batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Atterberg (1990), telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada Atterberg (1990), telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada
Gambar 2.4 Skema uji batas cair
Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung
cair, plastis, semi padat, atau padat bergantung pada kadar airnya. Kebanyakan dari tanah lempung atau tanah berbutir halus yang ada dialam dalam keadaan plastis. Secara umum semakin besar plastisitas tanah, yaitu semakin besar rentang kadar air daerah plastis maka tanah tersebut akan semakin berkurang kekuatan dan mempunyai kembang susut yang semakin besar.
Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis ( Interval kadar air pada kondisi tanah masih bersifat plastis ), karena itu menunjukkan sifat keplastisan tanah.
PI = LL – PL (2.4) Dimana PI = Plastis Indeks ( % ) LL = Liquid Limit ( % ) PL = Plastis Limit ( % )
Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dapat dilihat pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah (Chen, 1975) PI
Sifat
Macam tanah
0 Non Plastis
Pasir
<7 Plastisitas rendah
Lanau
7– 17 Plastisitas sedang
Lempung berlanau
>17 Plastisitas tinggi
Lempung Lempung
hilang dari dalam tanah. Dengan hilangnya air terus menerus akan mencapai suatu tingkat keseimbangan, dimana penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan perubahan volume tanah.
Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan: é æ
Berat Air
Volume Air ö ù
ë è Berat Tanah Kering ø è Berat Tanah Kering ø û
Kandungan mineral montmorillonite mempengaruhi nilai batas konsistensi. Semakin besar kandungan mineral montmorillonite semakin besar batas cair dan indeks plastisitas serta semakin kecil nilai batas susut dan batas plastisnya (Hardiyatmo, 2006).
Angka-angka batasan Atterberg untuk bermacam-macam mineral lempung menurut Mitchell (1976) dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Harga-harga batasan atterberg untuk mineral lempung (Mitchell, 1976)
Batas Susut Monmorrillonite
Mineral
Batas Cair
Batas Plastis
8,5 – 15 Montronite
- Illite
15 – 17 Kaolinite
25 – 29 Halloysite
- Terhidrasi
- Holloysite
- Attapulgite
- Chlorite
- Allophane
200 - 250
Gambar 2.5 Variasi volume dan kadar air pada kedudukan batas cair, batas plastis, dan batas susut
Kadar air dapat mempengaruhi perubahan volume tanah seperti yang terlihat dalam Gambar 2.5 diatas. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi jenis tanahnya seperti tanah kohesif ataupun non kohesif. Kesimpulan adalah tanah kohesif seperti lempung memiliki perbedaan dengan tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan tersebut adalah:
1. Tahanan friksi tanah kohesif < tanah non kohesif.
2. Kohesi Lempung > tanah granular.
3. Permeability lempung < tanah berpasir.
4. Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir.
5. Perubahan volum pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah granular.
2.4 Struktur Komposisi Mineral Lempung
Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm . Menurut Holtz & Kovacs (1981) satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari Silica Tetrahedron dan Alumina Oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran . Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari kombinasi susunan satuan struktur dasar atau tumpukan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran.
Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan alumunium okthedra (Gambar 2-7). Silika Tetrahedron pada dasarnya merupakan kombinasi dari satuan Silika Tetrahedron yang terdiri dari satu atom silicon yang dikelilingi pada sudutnya oleh empat buah atom Oksigen. Sedangkan Aluminium Oktahedron merupakan kombinasi dari satuan yang terdiri dari satu atom Alumina yang dikelilingi oleh atom Hidroksil pada keenam sisinya.
Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substansi isomorf. Kombinasi dari susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng terbentuk oleh kombinasi tumpukan dari susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.
Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Å (Gambar 2-7a). Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Å (Gambar 2-7a). Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran
lembaran alumnium
silika tetrahedra
aluminium oktahedra
lembaran silika silikon
Gambar 2.6 Mineral - mineral lempung
aluminium silika
aluminium silika
silika aluminium
Gambar 2.7 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953) (b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)
Halloysite , hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. Jika lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan berkelakuan lain. Maka, sifat tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan berubah secara tajam jika tanah dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal molekul airnya. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.
Montmorillonite , disebut juga dengan smectit, adalah mineral yang dibentuk oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar 2.8a). lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.8b). Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara ujung lembaran silica dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.
aluminium silika
aluminium Lapisan-lapisan nH2O dan kation-kation yang dapat bertukar
aluminium, besi
magnesium
silika
silika. kadang-kadang
Gambar 2.8 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953) (b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)
Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2-9). Lembaran-lembaran terikat besama- sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-
lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K + ) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat
daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.
silika K
silika aluminium silika
ion kalium
K silika aluminium silika
K silika
Gambar 2.9 Diagram skematik struktur illite (Lambe, 1953).
Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg digunakan untuk keperluan identifikasi tanah ini.
2.5 Interaksi Air dan Mineral Dalam Fenomena Tanah Lempung
Permukaan mineral lempung tanah biasanya mengandung muatan elektro negatif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation, muatan ini merupakan hasil satu atau beberapa lebih dari reaksi yang berbeda.
Tabel 2.6 Kisaran kapasitas tukar kation (Chen, 1975)
Montmorillonite Particle thickness 0 (0,-52) µm (0,003-0,1) µm >9,5 A
Kaolinite
Illite
Particle diameter
(0,05-10) µm Specific surface (sq. m/gram)
(0,5-4) µm
(0,5-10) µm
50-840 Cation exchange capacity (millequivalents per 100 g)
0 Keterangan : 1 A -10 (Angstrom) = 1 x 10 m=0,1 µm
Pada mineral lempung kering, muatan negatif pada permukaan akan dinegralkan oleh kation-kation lain yang mengelilingi partikel tersebut secara exchange able cation akibat adanya perbedaan kekuatan muatan dan gaya tarik- menarik elektrostatik Van der Waals. Karenanya perbedaan kekuatan muatan dimungkinkan antar yang ada di sekeliling partikel lempung bisa saling mendesak posisi atau bertukar.
Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:
Al + >Ca >Mg ≥NH >K >H >Na Li Kation Li + tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Kim. H. Tan,
Molekul air merupakan molekul dipolar karena atom Hidrogen tidak tersusun simetris disekitar atom oksigen, melainkan membentuk sudut ikatan 105 o akibatnya
molekul-molekul air berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif disatu sisi dan muatan negatif disisi lain.
Interaksi antara molekul-molekul air dengan partikel lempung dapat melalui tiga proses. Pertama, kutub positif molekul dipolar air akan saling menarik dengan muatan negatif permukaan partikel lempung. Kedua, molekul air diikat oleh partikel lempung melalui ikatan Hidrogen (Hidrogen air ditarik oksigen atau hidroksil lain yang ada pada permukaan partikel lempung). Proses ketiga, penarikan molekul air oleh muatan negatif permukaan lempung secara berantai melalui kation yang mengapung dalam larutan air. Faktor paling dominan adalah proses ikatan hidrogen.
Menurut Mitchell (1976) molekul air dekat permukaan akan memiliki sifat kelistrikan dan termodinamika yang berbeda dengan molekul air bebas yang sangat jauh dari daerah ikatan. Jumlah molekul air yang berinteraksi dengan permukaan lempung akan sangat dipengaruhi oleh jenis mineral yang ada yaitu pada nilai luasan permukaan spesifiknya (specific surface). Luas permukaan lempung merupakan faktor utama yang mempengaruhi besarnya molekul air yang ditarik untuk membentuk lapisan Rangkap (Diffuse Double La yer ). Fenomena ini mengidentifikasikan kemampuan mineral lempung menarik molekul air atau menunjukkan kapasitas perilaku plastis tanah lempung.
2.6 Stabilisasi Tanah
2.6.1 Modifikasi Tanah
Istilah modifikasi digunakan untuk menggambarkan suatu proses stabilisasi yang hanya ditujukan untuk perbaikan sifat-sifat tanah, tapi tidak ditujukan untuk menambah kekuatan maupun keawetan tanah. Tujuan dilakukan modifikasi tanah dasar adalah untuk menciptakan landasan kerja bagi alat berat, dengan tanpa memperhatikan pengaruh modifikasi tanah tersebut terhadap hitungan perancangan perkerasan. Walaupun sebenarnya modifikasi tanah juga menunjukkan proses stabilisasi, namun tujuan utamanya lebih mengarah untuk perbaikan sifat-sifat teknis tanah, misalnya mereduksi plastisitas, mempertinggi kemudahan dikerjakan dan mengurangi potensi pengembangan.
2.6.2 Stabilisasi Tanah Lempung
Maksud dari stabilisasi tanah adalah untuk menambah kapasitas dukung tanah dan kenaikan kekuatan yang akan diperhitungkan pada proses perancangan tebal perkerasan. Karena itu, stabilisasi tanah membutuhkan metode perancangan dan pelaksanaan yang lebih teliti dibandingkan dengan modifikasi tanah.
Banyak material tanah di lapangan tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pengerjaan konstruksi. Kondisi material tanah yang tidak memenuhi syarat ini dapat diperbaiki sifat teknisnya sehingga kekuatannya meningkat. Memperbaiki sifat- sifat tanah dapat dilakukan dengan cara, yaitu cara pemadatan (secara teknis), Banyak material tanah di lapangan tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pengerjaan konstruksi. Kondisi material tanah yang tidak memenuhi syarat ini dapat diperbaiki sifat teknisnya sehingga kekuatannya meningkat. Memperbaiki sifat- sifat tanah dapat dilakukan dengan cara, yaitu cara pemadatan (secara teknis),
Usaha-usaha stabilisasi tanah telah lama dilakukan penelitian dan pelaksanaan baik secara tradisional maupun dengan beberapa teknologi. Stabilisasi tanah biasanya dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah lantai kerja, badan jalan, bendungan, konstruksi timbunan dan sebagainya.
Prinsip usaha stabilisasi tanah ialah menambah kekuatan lapisan tanah sehingga bahaya keruntuhan diperkecil. Peningkatan kekuatan ini dikaji dari perubahan tegangan. Menurut Ingels dan Metcalf (1972), sifat-sifat tanah yang diperbaiki dengan stabilisasi dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan/daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan/keawetan. Dan menurut Ingles dan Metcalf (1972) stabilisasi kapur dapat mengubah tanah menjadi gumpalan-gumpalan partikel. Banyaknya kapur yang digunakan berkisar antara 5-10%, yang menghasilkan konsentrasi ion kalsium lebih besar dari yang diperlukan sebenarnya.
Sedangkan pada penelitian ini pada abu cangkang sawit terdapat unsur CaO yang kadar kapurnya sebesar 1,54%, sedangkan pencampuran lempung dan abu cangkang sawit memiliki kadar CaO sebesar 1,74% ini menunjukkan kenaikan yang hanya sedikit sekitar 20%.
Metode atau cara memperbaiki sifat-sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat-sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam aditif untuk bereaksi. Pada penelitian ini peneliti mencoba Metode atau cara memperbaiki sifat-sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat-sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam aditif untuk bereaksi. Pada penelitian ini peneliti mencoba
satunya silika (SiO 2 ) yang merupakan unsure pembentuk utama dalam pembuatan semen. Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Komposisi unsur kimia pada tanah lempung (Lab kimia FMIPA USU,2011)
Unsur/senyawa Lempung (%)
Silica (SiO 2 )
Kalsium Oksida (CaO)
Magnesium Oksida (MgO)
Besi Oksida (Fe 2 O 3 )
Aluminium Karbonat (Al 2 O 3 )
2.7 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit
Luas area kelapa sawit dan produksi minyak sawit mentah CPO (Crude Palm Oil ), di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Data luas area kepala sawit dan produksi CPO Indonesia dari Dirjenbun.
Pohon kelapa sawit menghasilkan buah sawit yang terkumpul di dalam satu tandan, oleh karena itu sering disebut dengan istilah TBS (Tandan Buah Segar). Sawit yang sudah berproduksi optimal dapat menghasilkan TBS dengan berat antara 15-30 kg/tandan. Tandan-tandan inilah yang kemudian diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut menghasilkan minyak sawit. Produksi utama pabrik sawit adalah CPO dan minyak inti sawit. CPO diekstrak dari sabutnya (fiber), yaitu bagian antara kulit dengan cangkangnya. Sedangkan dari daging buahnya akan menghasilkan minyak inti sawit. Varietas sawit dengan kulit tebal banyak dicari orang, karena buah sawit seperti ini yang rendaman minyaknya tinggi. Gambar pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Pengolahan kelapa sawit
Neraca pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti gambar neraca massa di bawah ini. Dari setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan 140 – 200 kg CPO. Selain CPO pengolahan ini juga menghasilkan limbah/produk Neraca pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti gambar neraca massa di bawah ini. Dari setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan 140 – 200 kg CPO. Selain CPO pengolahan ini juga menghasilkan limbah/produk
Perkembangan industri sawit yang terus meningkat akan berdampak pada limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah ini adalah sisa produksi minyak sawit kasar berupa tandan kosong, sabut/serat dan cangkang sawit. Limbah padat berupa cangkang dan serat digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energy mekanik dan panas. Uap dari boiler dimanfaatkan untuk menghasilkan energy listrik dan untuk merebus TBS sebelum diolah di dalam pabrik, seperti yang terlihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Penggunaan cangkang dan fiber sawit sebagai bahan bakar pada boiler Masalah yang kemudian timbul adalah sisa dari pembakaran pada ketel (boiler)
berupa abu dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun yang sampai sekarang masih belum termanfaatkan. Ternyata limbah abu cangkang sawit banyak
mengandung unsur silika (SiO 2 ) yang merupakan bahan pozzolanic. ( http://isroi.wordpress.com/2009/06/19/limbah-pabrik -kelapa-sawit/ , diakses pada 16/12/2010)
2.7.1. Pemanfaatan Abu Cangkang Sawit
Abu cangkang sawit merupakan bahan pozzolanic, yaitu material utama pembentuk semen, yang mengandung senyawa silika oksida (SiO 2 ) aktif yang apabila bereaksi dengan kapur bebas atau kalsium hidroksida (Ca(OH 2 ) dan air akan
membentuk material semen yaitu kalsium silikat hidrat (C – S – H).
Gambar 2.13 Abu cangkang sawit yang menggunung di pabrik kelapa sawit sisa dari pembakaran cangkang dan serat kelapa sawit di dalam dapur atau tungku pembakaran (boiler).
Selain itu, abu cangkang sawit tersebut juga mengandung kation anorganik seperti kalium, natrium. Berdasarkan pengamatan secara visual, abu cangkang sawit memiliki berbagai karakteristik diantaranya, bentuk partikel abu-abu tidak beraturan, ada yang memiliki butiran bulat panjang dan bersegi dengan ukuran butiran 0 – 2,3 mm serta memiliki warna abu-abu kehitaman seperti yang terlihat pada Gambar 2.13 diatas.
( http://sipilholic.blogspot.com/abu%20sawit/abu-sawit-perekat-alternatif-dalam.html diakses pada 16/12/2010)
Aplikasi dalam ilmu teknik, abu cangkang sawit dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pengeras semen dalam desain beton mutu tinggi, bahan pengisaph dalam lapisan perkerasan jalan raya, bahan stabilisator campuran tanah lempung dan tanah dasar pada lapisan jalan raya.
Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam abu cangkang sawit pada penelitian yang dilakukan di FMIPA Kimia USU dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Komposisi unsur kimia abu cangkang sawit
(Labkimia FMIPA USU, 2011)
Unsur/Senyawa Abu Cangkang Sawit (%)
Silica (SiO 2 )
Kalsium Oksida (CaO)
Magnesium Oksida (MgO)
Besi Oksida (Fe 2 O 3 )
Aluminium Karbonat (Al 2 O 3 )
2.7.2 Material Alternatif Abu Cangkang Sawit
Pabrik pengolahan minyak sawit Bakrie Plantations yang terletak didaerah Kisaran dengan kapasitas produksi sebesar 42 Ton/jam atau 504 Ton/hari dengan jumlah jam kerja pabrik 12 jam, maka pabrik kelapa sawit memproduksi 500 ton TBS/hari menghasilkan 30.000 kg cangkang kelapa sawit dan 60.000 kg fiber/sabut kelapa sawit.
Pada penelitian ini stabilitator menggunakan abu cangkang sawit yang terdiri dari cangkang dan fiber yang digunakan sebagai bahan bakar ketel, sebagai limbah yang dihasilkannya berupa abu cangkang sawit, dapat kita lihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Data pemakaian fiber dan cangkang (Kisaran Palm Oil Mill, 2010) TBS diolah
Cangkang dan fiber yang
Cangkang dan fiber setelah
pembakaran TBS (Kg)
Dari jumlah total cangkang dan fiber yang dihasilkan dari produksi TBS dapat diketahui jumlah abu cangkang sawit setelah pembakaran yaitu:
% ACS =
x 100% = 5%
Tabel diatas adalah hasil survey 1 Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit yang ada di Sumatera Utara tepatnya, pada Pabrik Pengolahan Kepala Sawit Bakrie Plantation yang terletak di Kisaran Sumatera Utara, ketersedian abu cangkang sawit sebagai berikut:
Untuk 1 hari produksi, dari 504 ton/hari dapat menghasilkan abu cangkang sawit ± 4.500 kg/hari atau 5% ACS dari 504 Ton TBS. Untuk 30 hari ± 4.500 kg x 30 = 135.000 kg abu cangkang sawit/bulan atau 135 Ton/bulan.
Hal ini bisa diakumulasi dari jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit yang ada di seluruh Indonesia khususnya area Sumatera Utara. Tabel 2.10 menunjukkan jumlah Pabrik dan Kapasitas Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia pada Tahun 1998.
Tabel 2.10 Jumlah pabrik dan kapasitas PKS di Indonesia pada Tahun 1998 No
Propinsi
Jumlah Pabrik
Kapasitas TON TBS/jam
1 D.I Aceh
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
6 Sumatera Selatan
9 Jawa Barat
10 Kalimantan Barat
11 Kalimantan Tengah
12 Kalimantan Selatan
13 Kalimantan Timur
14 Sulawesi Tengah
15 Sulawesi Selatan
2 80 INDONESIA
16 Irian Jaya
8074 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004
Berikut adalah tabulasi mengenai produksi TBS perkebunan kelapa sawit di Indonesia berdasarkan pengusahaannya pada kurun waktu 1998-2006 seperti pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Produksi TBS perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Produksi TBS (Ton)
Tahun Perkebunan
Total Nasional Rakyat
Perkebunan
Perkebunan
Besar Negara
Besar Swasta
14.200.000 Sumber : Balai Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007
Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2007 sebesar 372.153 Ha dengan produksi 4.8951.830 ton TBS kelapa sawit. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara. Didaerah ini terdapat 132.670 Ha kebun sawit rakyat atau 35,65% dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara seperti disajikan dalam Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Produksi TBS perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara 2004-2007 No Propinsi
Luas Tanaman(Ha)
ProduksiTBS(Ton)
1 Nias
2 Mandailing Natal
3 Tapanuli Selatan
4 Tapanuli Tengah
5 Tapanuli Utara
6 Toba Samosir
7 Labuhan Batu
12 Deli Serdang
14 Nias Selatan
15 Humbang Hasundutan
16 Pakpak Barat
18 Serdang Bedagai
19 Batubara
20 Padang Lawas Utara
3.132.124 Sumber : Balai Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007.
Dari data perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit dapat dilihat jumlah tandan buah segar (TBS) yang begitu besar maka dapat ditentukan pula jumlah abu cangkang sawit yang tersedia dari jumlah TBS yang diproduksi dimulai dari jumlah TBS yang akan diolah kemudian jumlah cangkang dan fiber hasil pengolahan TBS lalu dapat dilihat jumlah abu cangkang sawit hasil pembakaran cangkang dan fiber sebagai bahan bakar ketel perebusan tandan buah segar (TBS).
Ketersediaan material alternatif sebagai bahan stabilisasi yang ada saat ini dirasa cukup karena didalam penggunaannya juga akan dicampur dengan tanah lempung yang rusak, penggunaannya juga berdasarkan persentase berat tanah yang akan distabilisasi.
2.8 Stabilisasi Tanah Lempung Dengan Abu Cangkang Sawit
Stabilisasi tanah terhadap kuat geser maupun kuat tekan adalah suatu usaha yang selalu dilakukan untuk meningkatkan ketahanan tanah terhadap tegangan tekan maupun tegangan geser. Sehingga, sampai saat ini stabilisasi tanah merupakan kajian yang menarik untuk diteliti baik metodenya mapun bahan-bahan yang dipakai untuk stabilisasi tanah tersebut. Bahan-bahan yang digunakan selama ini antara lain : GEOSTA yang masih diimpor dan harganya relatif mahal, abu terbang, yang dahulu merupakan limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun untuk stabilisasi tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi. Dan masih banyak contoh lain yang pada umumnya harganya sudah cukup mahal. Dalam penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah dengan limbah Stabilisasi tanah terhadap kuat geser maupun kuat tekan adalah suatu usaha yang selalu dilakukan untuk meningkatkan ketahanan tanah terhadap tegangan tekan maupun tegangan geser. Sehingga, sampai saat ini stabilisasi tanah merupakan kajian yang menarik untuk diteliti baik metodenya mapun bahan-bahan yang dipakai untuk stabilisasi tanah tersebut. Bahan-bahan yang digunakan selama ini antara lain : GEOSTA yang masih diimpor dan harganya relatif mahal, abu terbang, yang dahulu merupakan limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun untuk stabilisasi tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi. Dan masih banyak contoh lain yang pada umumnya harganya sudah cukup mahal. Dalam penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah dengan limbah
Pada prinsipnya yang dimaksudkan dengan stabilisasi cangkang sawit adalah mencampurkan secara langsung antara abu cangkang sawit dan tanah yang telah dihancurkan, kemudian menambahkannya dengan air dan kemudian dipadatkan. Dari hasil campuran tersebut diharapkan dapat menghasilkan tanah yang memiliki sifat atau karakteristik teknis yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dicampur dengan abu cangkang sawit dapat dilihat pada Tabel 2.13. Tabel 2.13 Komposisi unsur kimia tanah lempung dicampur dengan abu
cangkang sawit (Labkimia FMIPA USU, 2011)
Unsur/Senyawa Abu Cangkang Sawit (%)
Silica (SiO 2 )
Kalsium Oksida (CaO)
Magnesium Oksida (MgO)
Besi Oksida (Fe 2 O 3 )
Aluminium Karbonat (Al 2 O 3 )
2.8.1 Proses Kimia Pada Stabilisasi Tanah
Menurut Bowless (1984), dalam bukunya Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis (Mekanika Tanah) stabilisasi tanah dalam realisasinya terdiri dari salah satu atau gabungan pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut:
1. Mekanis, stabilisasi dengan berbagai macam alat mekanisme seperti mesin gilas, benda-benda berat yang dijatuhkan (pounder), peledakan dengan alat peledak, tekanan statis, pembekuan, pemanasan, dll.
2. Bahan pencampur/tambahan (aditif) seperti: kerikil untuk kohesif (lempung), lempung untuk tanah berbutir kasar, pencampur kimiawi (semen portland, gamping/kapur, abu batu bara, semen aspal, dll).
Reaksi kimia yang terjadi pada stabilisasi tanah dengan abu cangkang sawit adalah:
a. Absorbsi Air dan reaksi pertukaran ion
b. Reaksi pembentukan silikat
c. Reaksi pozzolan.
a. Absorbsi air, reaksi eksotermis dan reaksi ekspansif.
1. Silika (SiO 2 ).
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan Abu Cangkang sawit
yang banyak mengandung silika adalah sebagai berikut: SiO 2 + H 2 O Adsorbsi Reaksi antara SiO 2 bukan merupakan reaksi kimia, SiO 2 terhadap air menyebabkan adsorpsi fisika dimana molekul air akan terperangkap pada pori- pori SiO 2 . Dimana setelah molekul air terperangkap di dalam pori-pori SiO 2 , pori-pori SiO 2 akan tertutup rapat dan molekul air akan terikat didalamnya, hal ini mengakibatkankan tanah lempung akan menjadi kering dan keras.
2. Alumunium Oksida (Al 2 O 3 ).
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan abu cangkang sawit yang terdapat senyawa alumunium oksida didalam kandungan abu cangkang sawit dan tanah lempung adalah sama dengan proses kimia yang terjadi pada Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan abu cangkang sawit yang terdapat senyawa alumunium oksida didalam kandungan abu cangkang sawit dan tanah lempung adalah sama dengan proses kimia yang terjadi pada
kimia karena tidak ada reaksi atau senyawa baru yang dihasilkan akibat alummunium bereaksi dengan air.
Al 2 O 3 + H 2 O tidak ada reaksi Kimia
3. Besi (Fe 2 O 3 ).
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai berikut: Bila Besi dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya akan terjadi reaksi sebagai berikut:
Fe 2 O 3 + H 2 O 2Fe(OH)3
Bereaksinya antara besi dan air akan terjadi pengendapan berupa karat besi dan larutan tersebut berwarna coklat kemerahan. Adanya karat besi didalam tanah akan mengakibatkankan rongga udara didalam tanah akan semakin kecil dan pori-pori didalam tanah lempung semakin padat sehingga kekuatan tanah akan meningkat.
4. Calsium Oksida (CaO) Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai berikut:
Bila CaO dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya akan terjadi reaksi sebagai berikut:
CaO + H 2 O Ca(OH)2 + Panas
Bereaksinya antara air dengan kapur akan menimbulkan panas dan pada saat yang bersamaan, volume kapur menjadi lebih besar dari pada volume asalnya sehingga menyebabkan turunnya kandungan air didalam tanah.
5. Magnesium Oksida (MgO)
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai berikut:
Bila Magnesium dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya, akan terjadi reaksi sebagai berikut: