Implementasi Modernisasi pada Penyandang (1)

Implementasi Modernisasi pada Penyandang Disabilitas, Studi Kasus:
Engkus Al-Getuk, Tutor Bahasa Inggris Penyandang Tuna Daksa
Satria Kamal Akhmad
Femita Adelina
Ayu Aisah Zuraidah
Muh. Fitrah Ramadhan U.
Wahyu Nurramadan W.
Angga Guriang Gautama
Puji Rahayu
Yuwaditya Dewi
Rahkman Ardi
Cholicul Hadi
Pendahuluan
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan
alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara termasuk juga pada
tuna daksa untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Asri,
2017). Negara juga wajib untuk memenuhi hak para tuna daksa sesuai yang telah diatur
dalam UU nomor 8 tahun 2016 terkait dengan aksesbilitas untuk penyandang
disabilitas. Pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi &
Bratakusumah dalam Asri, 2017). Pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi

menuju arah yang diinginkan (Vikaliana, 2017).
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana karena meliputi
berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi,
modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan dan bahkan peningkatan
kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya (Asri, 2017). Dalam teori
pembangunan, terdapat berbagai paradigma yang terkait model, ciri-ciri, dan bagaimana
pembangunan itu sendiri dijalankan. Paradigma modernisasi dalam pembangunan
mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan
teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan
(Larrain, 1989). Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran
melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti
pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi dan partisipasi dalam
proses pembuatan keputusan politik, sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan
antara lain dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, di samping
adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan
spiritualisme ke arah materialism atau sekularisme (Vikaliana, 2017).
Dalam perkembangannya seorang individu harus mengusahakan kemajuan dalam
kesejahteraan dirinya tak terkecuali Engkus, sosok ini dalam kehidupan sehari-harinya
tidak luput dari keterbatasan, seorang tuna daksa yang berasal dari Sukabumi bernama
Engkus Al-Getuk merupakan individu luar biasa yang dengan semangat terus berusaha

produktif dan bertahan contohnya dengan cara berdagang. Selain berdagang, Engkus
memiliki kegiatan lain, yaitu menjadi tutor Bahasa Inggris. Pada halaman Facebooknya
Engkus membagikan ilmunya dan memiliki hampir 3000 anggota yang berasal dari
berbagai status dan pekerjaan. Laki-laki yang belajar Bahasa Inggris secara otodidak ini

percaya “having a physical disability is not an obstacle for me to keep learning and
making my dreams come true.”. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengalanisis
implementasi modernisasi pada Engkus Al-Getuk penyandang tuna daksa yang juga
merupakan tutor Bahasa Inggris.
Modernisasi
Pembangunan adalah upaya untuk memperluas kebebasan nyata yang dinikmati oleh
rakyat, sehingga perluasan kebebasan dipandang sebagai tujuan utama pembangunan
(Indarti, 2017). Teori pembangunan terbagi atas dua paradigma besar, modernisasi dan
ketergantungan (Larrain, 1989). Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro
tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilainilai individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup
teori-teori keterbelakangan (under-development), ketergantungan (dependent
development) dan sistem dunia (world system theory). Pada studi kali ini modernisasi
menjadi ruang lingkup dalam menjelaskan fenomena modernisasi pada penyandang
tuna daksa.
Teori ini menawarkan modernisasi kehidupan pada masyakat di negara Dunia

Ketiga dengan Negara Maju sebagai konseptor, pendamping, dan pendorong
pembangunan. Larrain (1989) memberikan uraian tentang beberapa tokoh dan teori
modernisasi sebagai berikut.
1) Max Weber menjelaskan bahwa agama (khususnya Protestan) memberikan dampak
pada pembangunan. Dengan mengarahkan nilai (agama) pada sikap yang positif
terhadap pertumbuhan ekonomi maka proses pembangunan pada masyarakat
tersebut dapat terlaksana.
2) W.W. Rostow memperkenalkan lima tahap pembangunan yakni: (1) masyarakat
tradisional, (2) prakondisi untuk lepas landas, (3) lepas landas, (4) bergerak ke
kedewaasaan, dan (5) konsumsi massal yang tinggi. Rostow mengatakan proses
pembangunan bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni masyarakat yang
terbelakang yang didominasi negara-negara agraris menuju masyarakat yang
modern.
3) Bert F. Hoselitz menyatakan bahwa keterampilan tertentu perlu menekankan adanya
lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan sebelum
lepas landas. Hoselitz banyak berbicara pada faktor-faktor non-ekonomi yang
ditinggalkan Rostow dari teorinya muncul kritik terhadap Teori Modernisasi dan
muncul paradigma baru yaitu Teori Modernisasi Baru (Tjokrowinoto, 2006)
Teori ini digunakan oleh negara-negara barat dalam upaya mereka memajukan
pembangunan di negara mereka masing-masing melalui sektor ekonomi, politik, dan

sosial. Teori modernisasi berbicara pada tiga aspek, yaitu sosiologi, psikologi, dan
ekonomi (Larrain,1989). Pada bidang sosiologi, teori ini berbicara mengenai dua kutub
dalam masyarakat, yaitu masyarakat tradisional dan masyarakat industri. Menurut Gino
Germani, terdapat dua kutub ideal yang dipengaruhi perubahan pada tiga struktur ideal
dalam struktur sosial, antara lain type of social action, the attitude towards change, dan
the degree of institutional specialization (Larrain,1989). Ketiga hal tersebut merupakan
hasil dari:
1) The type of social action is modified, from a predominance of prescriptive actions to
a emphasis on elective action.
2) From the institutionalization of the traditional to the institutionalization of change.

3) From a conjuction of relatively undifferientated institutions to their increasing
differentitation and specialization.
Tiga perubahan tersebut merupakan hal yang dibutuhkan dalam proses transisi dan
termasuk dalam hal knowledge, science, dan technology (Larrain,1989). Aspek
selanjutnya adalah psikologi. Dalam aspek ini, tokoh yang berpengaruh adalah
McClelland. Dia berpendapat, bahwa dalam perkembangannya, manusia dipengaruhi
oleh hal utama, yaitu motivasi. Penciptaan motivasi tersebut, bertujuan agar masyarakat
di sebuah negara memiliki jiwa entrepreneur yang nantinya akan mengembangkan
sektor ekonomi dari negara tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan

menanamkan sejak dini mengenai motivasi diri pada anak anak pada dua hal, yaitu selfreliance dan achievement (Larrain,1989).
Aspek ketiga adalah aspek ekonomi, dalam aspek ini, teori modernisasi
pembangunan diungkapkan oleh beberapa tokoh, salah satu yang akan di bahas adalah
teori modernisasi yang diungkapkan oleh W.W. Rostow. Dalam teori yang dikemukakan
oleh Rostow ini, modernisasi merupakan sebuah hal yang harus dilakukan oleh sebuah
negara apabila ingin berkembang (Larrain,1989). Dalam teori ini, Rostow
mengungkapkan terdapat lima tahapan yang harus dilakukan oleh sebuah negara, antara
lain sebagai berikut:
1. Traditional Society, pada tahap ini masyarakat memiliki karakteristik bekerja pada
bidang agricultural dan memiliki produktivitas yang rendah. Dengan karakteristik
seperti itu, bukan berarti mereka tidak berkembang, namun perkembangan mereka
bisa dikatakan sangat lambat karena dipengaruhi faktor kurangnya teknologi. Dalam
tahap ini, power dimiliki oleh para tuan tanah, sehingga semua di kontrol oleh
mereka
2. Preconditions for take-off, tahapan ini merupakan tahap dimana proses transisi
dimulai. Inggris merupakan negara pertama yang mencapai tahap ini, setelah
selanjutnya diikuti oleh negara-negara barat lainnya. Dalam prosesnya, di
kebanyakan negara, proses ini dipengaruhi oleh negara maju yang mempercepat
proses penghancuran masyarakat tradisional. Hal tersebut terlihat dari perubahan
ekonomi yang terjadi, seperti ekspansi perdagangan, kenaikan tingkat bunga

investasi, pendirian lembaga keuangan, dan lainnya. Proses ini sendiri di tentukan
oleh konstitusi politik dari negara.
3. Take-off, pada tahap ini pertumbuhan menjadi ciri dari masyarakat. Ciri dari tahap
ini adalah investasi di sebuah negara mengalami peningkatan sebesar 10% atau lebih
dan industry berkembang dengan cepat. Hal ini di tunjukkan oleh mekanisme
ekonomi sederhana “the essence of the transition can be described legitimately as a
rise in the rate of investment to a level which regularly, substantially and perceptibly
outstrips population growth; although, when this is said, it carries no implication
that the rise in the investment-rate is an ultimate cause.” Maksudnya adalah inti dari
transisi dapat di gambarkan sebagai kenaikan tingkat suku bunga dari investasi yang
teratur, secara substansial, dan mempu melampaui pertumbuhan populasi, meskipun
dikatakan bahwa kenaikan tingkat investasi merupakan penyebab utamanya.
4. Road to maturity, tahapan ini merupakan tahapan yang sangat panjang, dimana
setiap aspek ekonomi di modernisasi dan memanfaatkan teknologi baru. Impor
sebuah negara di ganti menjadi ekspor yang berkembang. Seluruh industri yang
digunakan pada tahapan take-off diganti dengan yang lebih canggih, dan proses
diversifikasi industri terjadi.

5. High mass consumption, tahap ini ditandai dengan orientasi pada sektor ekonomi
barang dan jasa terhadap konsumen. Dalam tahap ini, pendapatan per kapita akan

meningkat disebabkan konsumsi yang melampaui kebutuhan dasar. Kesejahteraan
dan keamanan sosial menjadi tujuan penting dari sebuah negara dalam upaya
mereka bersaing untuk mendapatkan sumber daya. Selain itu, peningkatan kekuatan
militer juga terjadi di sebuah negara dalam upaya mereka untuk memiliki pengaruh
dalam dunia internasional, sebab semakin besar power yang dimiliki oleh sebuah
negara, maka negara tersebut juga akan memiliki pengaruh yang lebih besar
terhadap negara lain.
Tuna Daksa
Tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya
yang disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan
fungsinya secara normal akibat luka, penyakit atau pertumbuhan yang tidak sempurna
(Abiyoga & Sawitri, 2017). Yayasan Cinta Anak Indonesia (2018) tunadaksa merupakan
kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan tubuh, kelainan atau kerusakan pada
fisik dan kesehatan, kelainan atau kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan otak dan
saraf tulang belakang. World Health Organization (2018) mendefinisikan kecacatan
dalam tiga terminologi, pertama, impairment, yaitu kehilangan atau ketidaknormalan
baik secara psikologis, fisiologis, fungsi anatomis. Kedua, disability, yaitu
ketidakmampuan melaksanakan aktivitas yang di sebabkan oleh kondisi impairment.
Ketiga, handicap, yaitu kesulitan dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat,
baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun psikologi yang dialami oleh seseorang yang

disebabkan oleh ketidaknormalan tersebut.
Yayasan Cinta Anak Indoneisa (2018) secara umum menjelaskan karakteristik jenis
kecacatan dibagi menjadi dua yaitu kecacatan ortopedi (seperti poliomyelitis,
tuberculosis tulang, amputasi tangan, kaki, lengan, cacat punggung serta kelainan
pertumbuhan anggota tubuh atau anggota tubuh yang tidak sempurna) dan kecacatan
syaraf (seperti kekacauan bahasa, ketidakmampuan membaca, menulis, berhitung, serta
gangguan cerebral palsy). Kecacatan ortopedi merupakan kecacatan pada bagian tulang,
otot tubuh ataupun persendian baik yang dibawa sejak lahir maupun diperoleh
kemudian (karena penyakit atau kecelakaan). Sedangkan, kecacatan syaraf adalah
individu yang mengalami kelainan akibat gangguan pada susunan syaraf di otak.
Penyandang tuna daksa, seringkali menganggap disabilitas yang mereka miliki tidak
terlalu menimbulkan masalah bagi diri mereka sendiri, namun, seringkali orang lain
tidak menganggap demikian (Qomariyah & Nurwidawati, 2017). Masyarakat cenderung
memandang bahwa peyandang tuna daksa sebagai individu yang perlu dikasihani dan
bahkan tidak jarang mereka mengejek, menggunjingkan ketidaksempurnaan fisik
penyandang tuna daksa tersebut. Penyandang tuna daksa seringkali dipandang sebagai
individu yang tidak berdaya dan tidak dapat melakukan sesuatu yang berarti layaknya
yang dilakukan individu pada umumnya, selain itu beberapa penyandang tuna daksa
kerap kali mendapatkan tindakan diskriminatif.
Weiner (2003) mengatakan bahwa kekurangan yang terdapat pada salah satu bagian

tubuh individu dapat mempengaruhi individu tersebut secara keseluruhan. Keterbatasan
fisik pada tuna daksa dapat menyebabkan permasalahan dalam mobilitas, aktivitas, serta
berbagai permasalahan psikologis. Adanya pandangan negatif masyarakat terhadap
penyandang tuna daksa dapat menimbulkan berbagai permasalahan psikologis, seperti

perasaan tidak mampu, tidak berharga, putus asa, dan cenderung menarik diri. Selain itu
permasalahan psikologis tuna daksa juga dapat berasal dari dalam diri sendiri, salah
satunya karena belum bisa menerima kondisi dirinya dengan baik, apalagi jika cacat
tubuh yang dialaminya disebabkan karena kecelakaan. Merdiasi (2017) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa kecacatan akibat kecelakaan merupakan suatu hal
yang sulit diterima bagi yang mengalaminya, sehingga tidak mengherankan jika
penyandangnya memperlihatkan gejolak emosi dan cenderung tidak dapat menerima
keadaan dirinya. Keterbatasan kondisi fisik tentu memaksa penyandang tuna daksa
untuk melakukan strategi bertahan hidup yang lebih keras dibandingkan dengan
individu normal.
Engkus al getuk, tunadaksa yang menginspirasi dengan menjadi tutor bahasa
inggris
Engkus Al Getuk (30 tahun) penyandang disabilitas sekaligus pemilik grup
Facebook “Mari Belajar Bahasa Inggris Mulai dari Nol” menurut berita online Kompas
(https://regional.kompas.com) telah membagikan ilmunya selama bertahun-tahun

sebagai tutor Bahasa Inggris melalui Facebook. Engkus Al Getuk atau biasa disapa
Engkus hanya bisa duduk, dan harus di topang pada bagian belakang tubuhnya. Sejak
usia 5 bulan, kedua tangannya melengkung kebelakang punggung begitu juga dengan
kedua kakinya, tidak bisa digunakan untuk berdiri, apalagi berjalan. Dalam menjalankan
kesehariannya seperti menulis di media sosial dengan ponsel pintar berlayar sentuh,
putra bungsu dari tiga bersaudara pasangan Dadun (75) dengan almarhumah Empun
(65) itu hanya mengandalkan jari kakinya (Budiyanto, 2010).
Keterbatasan fisik tidak membatasi kegiatan warga Kampung Ciangsana RT 03 RW
03 Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi itu dalam berinteraksi.
Diawali dengan pembuatan akun Facebook pertama pada tahun 2010 dengan nama
Engkuz Tea mampu merealisasikan keinginan Engkus untuk membagikan ilmu
berbahasa Inggris yang dia peroleh secara otodidak. Sambutan yang baik dari warganet
membuat Engkus kembali membuat group page di Facebook dengan nama "Ayo Belajar
Bahasa Inggris dari Nol'' pada tahun 2012. Kini, grup Facebook yang dibuatnya 8 tahun
silam itu telah memiliki 37.641 anggota yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia,
dengan berbagai profesi, di antaranya pelajar, mahasiswa, dan guru (Budiyanto, 2010).
Engkus mengaku mempelajari bahasa Inggris secara otodidak sejak berusia 6 tahun.
Saat itu, Engkus sering menonton film-film berbahasa inggris yang ada teks
terjemahannya dalam siaran televisi. Selain itu, kamus dan gawai yang digunakan oleh
Engkus diperoleh dari kakak kandungnya untuk menunjang kegiatan Engkus sehari hari

(Budiyanto, 2010).

Gambar 1.
Engkus
dan keluarga
Menurut Engkus, anggota grup Facebooknya tidak mengetahui kondisi keterbatasan
pada tubuhnya. Namun, pada akhirnya banyak yang mengetahui setelah mengenalnya
lebih jauh. Engkus pun sempat menuliskan prinsip hidupnya yang ditulis dalam bahasa
Inggris, "Having a physical disability is not an obstacle for me to keep learning and
making my dreams come true”. Yang artinya, memiliki cacat fisik bukanlah halangan
bagi saya untuk terus belajar dan mewujudkan impian saya (Budiyanto, 2010).
Dia mengakui nama aslinya hanya satu kata, yaitu Engkus. Sedangkan nama Al
Getuk merupakan tambahan, terutama Getuk merupakan singkatan dari bahasa Inggris,
yakni gregorius (suka berteman), educated (berpendidikan), thoughtful (bijaksana),
unique (unik), dan kind (baik hati). ”Getuk” adalah doa dan motivasi bagi saya,
sedangkan Al diambil dari bahasa Arab,'' aku Engkus. Engkus juga berharap apa yang
dilakukannya dapat bermanfaat bagi siapa pun dan memberikan motivasi kepada para
penyandang disabilitas untuk tetap semangat meskipun dengan penuh keterbatasan
(Budiyanto, 2010).

Kerangka Konseptual

Modernisasi

Aspek-aspek
modernisasi
menurut Larrain
(1989)
Aspek Sosiologi
Aspek Psikologi
Aspek Ekonomi

Penyandang
Disabilitas

Terminologi
WHO (2018)
Disability
Impairment
Handicap

Perubahan tindakan sosial
Terjadinya perubahan sikap
Peningkatan spesialisasi dengan
menggunakan teknologi
Memiliki motivasi yang tinggi
Kemampuan interaksi sosial yang baik
Memiliki kemandirian dan kepercayaan
diri yang tinggi.
Peningkatan perekonomian
Pembehasan
Seperti yang telah diuraikan di atas, tuna daksa adalah suatu keadaan yang
terganggu atau rusak sebagai akibat dari gangguan bentuk dan hambatan pada otot,
sendi dan tulang dalam fungsinya yang normal. Kondisi ketergantungan ini bisa
disebabkan oleh kecelakaan, penyakit atau bisa disebabkan karena pembawaan dari
lahir. Cacat dan kemiskinan saling berhubungan dan meskipun hubungan ini telah
diakui, masih kurang bukti secara empiris mengenai hal tersebut untuk mendukung
hubungan kausal yang mungkin terjadi (Dembo, Mitra, & McKee: 2018). Hal lainnya
juga dipaparkan oleh Dembo, Mitra, & McKee (2018) bahwa orang-orang dengan
disabilitas mengalami tingkat kekerasan yang tinggi dari pada orang-orang yang tanpa
cacat. Ketimpangan dalam penganiyaan kekerasan dialami secara luas, laki-laki maupun
perempuan, serta anak-anak dan orang dewasa penyandang cacat secara substansial

lebih mungkin mengalami kejahatan kekerasan dari pada rekan-rekan mereka tanpa
cacat (Dembo, Mitra, & McKee: 2018).
Berdasarkan contoh kasus mengenai tutor Bahasa Inggris bernama Engkus Al
Getuk, apabila ditinjau melalui teori pembangunan, maka menunjukkan hasil dari
modernisasi dalam pembangunan. Secara umum, modernisasi merupakan peralihan dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Modernisasi dikaji melalui tiga
aspek, yaitu sosiologi, psikologi, dan ekonomi.
Pada aspek sosiologi, menurut Gino Germani, terjadinya perubahan dua kutub ideal
(masyarakat tradisional dan masyarakat industri) yang dipengaruhi oleh tiga struktur
ideal dalam sturuktur sosial, antara lain perubahan pada tindakan sosial, perubahan
sikap, dan tingkat spesialisasi yang dimiliki oleh seseorang ataupun sekelompok orang
(Larrain,1989). Terkait yang terjadi pada contoh kasus Engkus Al Getuk, perubahan
telah terjadi pada kutub masyarakat tradisional yang dalam proses peralihan menuju
masyarakat industri. Perubahan tersebut terjadi dipengaruhi oleh tiga struktur ideal
dalam struktur sosial.
Yang pertama adalah terkait dengan tindakan sosial. Perubahan pada tindakan sosial
pada Engkus ditunjukkan dengan upayanya dalam menjalani kehidupan. Dia tidak
hanya berfokus pada permasalahan ekonomi saja, namun dia memiliki tujuan lain untuk
berbagi ilmu yang dia miliki tanpa mengharapkan imbalan atas perbuatan yang
dilakukannya tersebut. Memang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari Engkus
berjualan telur bebek yang tidak menentu namun semangatnya untuk terus bertahan
tidak pernah berhenti. Engkus menggunakan kemampuan Bahasa Inggrisnya untuk
berbagi sebagai bentuk pembuktian pada dirinya bahwa keterbatasan tidak
menghentikannya untuk dapat membagi ilmu kepada sesama. Segala ilmu dia dia
bagikan melalui akun media sosial yang di miliki hanya berdasarkan keinginan untuk
bersedekah.
Yang kedua adalah adanya perubahan sikap. Dalam hal ini ditunjukkan dengan
bagaimana respon dari Engkus yang menderita polio sejak berusia 5 bulan. Dengan
berbagai keterbatasan yang dimiliki, Engkus masih tetap berupaya untuk dapat
berintaraksi dengan lingkungan sosialnya. Dia berusaha untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dipelajari sehingga dapat diterapkan
dalam aktivitasnya sehari-hari (Hadi et.al., 2014). Keterbatasan fisik bukan menjadi

halangan bagi Engkus untuk dapat berinteraksi. Dia memanfaatkan sosial media untuk
dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar dengan hubungan sebagai tutor Bahasa
Inggris dengan muridnya.
Yang ketiga adalah tingkat spesialisasi yang dimiliki. Engkus dapat menemukan apa
hal yang dia sukai dan bagaimana dia dapat memanfaatkan yang dia miliki tersebut.
Berdasarkan laporan dari media daring liputan6.com, Engkus mulai belajar Bahasa
Inggris saat dia berusia 6 tahun, dan hal tersebut diawali oleh kegemarannya atas hal
tersebut. Dia tetap mempelajari Bahasa Inggris meskipun dia tidak mengenyam
Pendidikan formal seperti anak-anak pada umumnya. Dia belajar secara otodidak dan
merasa dia benar-benar menyukai Bahasa Inggris. Merasa menemukan sesuatu yang di
sukai, dia melanjutkan kegemarannya tersebut dan berupaya agar kegemarannya dapat
bermanfaat bagi masyarakat. Engkus juga tidak tergerus oleh kemajuan zaman, dia
dapat beradaptasi dengan baik seiring berkembangnya teknologi, terbukti dengan
semakin maraknya media sosial yang berbasis internet dimanfaatkan oleh Engkus yang
berbagi ilmu yang dimiliki melalui akun sosial media yang dia miliki, dalam hal ini
facebook yang dimanfaatkan sebagai sarana untuk memberikan pengaruh positif kepada
pihak lain (Ardi, 2015)
Aspek selanjutnya adalah psikologi. Dalam aspek ini, tokoh yang berpengaruh
adalah McClelland (Larrain, 1989) berpendapat bahwa, dalam perkembangannya,
manusia dipengaruhi oleh hal utama, yaitu motivasi. Penciptaan motivasi tersebut,
bertujuan agar masyarakat di sebuah negara memiliki jiwa entrepreneur yang nantinya
akan mengembangkan sektor ekonomi dari negara tersebut. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah dengan menanamkan sejak dini mengenai motivasi diri pada anak
anak pada dua hal, yaitu self-reliance dan achievement (Larrain,1989). Dengan
demikian maka sosok Engkus memiliki motivasi berupa “aku bisa”. Motivasi ini
membuat Engkus merasa mampu untuk melakukan apa saja dan lebih optimis dalam
menjalani kehidupan. Goleman (dalam Merdiasi, 2017) menyatakan bahwa dalam
menghadapi masa depannya seorang individu harus memiliki rasa optimis. Melihat
optimisme yang demikian maka Engkus memiliki hardiness terhadap kehidupannya.
Keterbatasan membuatnya mampu mengontrol hidupnya. Seperti yang disebutkan
Abiyoga & Sawitri (2017) bahwa individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi
memiliki sikap yang membuat mereka lebih mampu dalam melawan stress dan

optimisme merupakan faktor penting untuk menciptakan pribadi hardiness. Disisi lain
memiliki optimisme dalam diri menjadi sangat penting karena optimisme merupakan
faktor yang mampu membangkitkan kemampuan resilien pada individu. Penyandang
tuna daksa yang dapat bangkit dari masalah disabilitas fisiknya menjadi individu yang
resilien (Qomariyah & Nurwidawati, 2017). Sesorang yang kurang optimis akan
mengurangi derajat rasionalitasnya, disisi lain dalam Five Factor Personality Inventory
(FFPI) menunjukkan bahwa optimisme dianggap sebagai komponen dasar pertama yang
terdapat pada lima faktor kepribadian (Weiner, 2003).
Menjadi penyandang disabilitas tidak menghentikan Engkus untuk berbagi dengan
orang lain. Kemampuan berbahasa Inggris yang di pelajari secara otodidak sejak usia 16
tahun membuatnya memiliki modal berupa kemampuan berbahasa Inggris untuk dibagi
pada sesama. Keinginannya untuk dapat berinteraksi dengan banyak orang membuat
Engkus membuka akun Facebook pertamanya dengan nama “Engkus Tea” dengan motif
untuk dapat berbagi ilmu. Suatu keadaan individu dimana ia bergairah dalam kesiapan
untuk melakukan tindakan akan memberikan rasa optimisme dalam memilih tujuan
serta rencana-rencana apa yang akan dilakukan (Weiner, 2003). Bantuan keluarga dan
orang- orang terdekatnya membuat Engkus semakin percaya diri untuk berbagi ilmu
kepada sesama dan pada tahun 2010 Engkus meluncurkan Group Facebook bernama
Mari Belajar Bahasa Inggris dari Nol. Saat ini jumlah member di grup tersebut hampir
mencapai 39.000 orang dari berbagai daerah. Havighurst (dalam Astuti, 2017)
mengatakan bahwa kemandirian (self-relieance) merupakan suatu sikap otonomi dimana
seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat, dan keyakinan orang
lain.
Bantuan dari keluarga dan kerabat merupakan hal penting dalam membentuk pribadi
Engkus saat ini. Menderita polio sejak usia 5 bulan membuat Engkus memiliki
keterbatasan dan membutuhkan bantuan orang lain. Kemudian di usia 6 tahun
ketertarikan Engkus terhadap bahasa Inggris dan keinginan kuatnya untuk belajar
didukung dengan baik dari pihak keluarga. Meskipun dalam keadaan serba kekurangan,
keluarga dan kerabat tidak henti-hentinya memberikan dukungan baik dalam bentuk
moril maupun materiil. Dukungan tanpa henti dari keluarga memberikan Engkus
kehidupan yang lebih bermakna dan berkualitas. Sumber dukungan paling banyak untuk
meningkatkan kualitas hidup adalah bersumber dari dukungan keluarga, semakin tinggi

dukungan sosial yang diterima maka semakin tinggi kualitas hidupunya begitupun
sebaliknya (Novita & Novitasari, 2017). Masyarakat, keluarga, kerabat, sebagai social
support dan rasa percaya bahwa penyandang disabilitas itu mampu untuk mandiri akan
membuat harga diri menjadi tinggi, dengan meningkatnya derajat harga diri makan
penyandang disabilitas akan menjadi semakin positif dalam menghadapi hidup (Maria,
dkk., 2017).
Pemerintah juga memiliki peran dalam kehidupan Engkus. Surat terbuka yang ia
tulis dalam halaman Facebooknya direspon dengan baik oleh pemerintah Sukabumi
dengan memberikan bantuan atau fasilitas yang dibutuhkan oleh Engkus. Apa yang
pemerintah daerah Sukabumi telah membuktikan adanya komitmen pemerintah pada
penyandang disabilitas sesuai dengan UU RI No. 9 tahun 2016 pasal 18 tentang Hak
Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
1) Mendapatkan Aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik
2) Mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai bentuk Aksesibilitas bagi individu
Pada pasal 10 Hak pendidikan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
1) Mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis,
jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus
2) Mempunyai Kesamaan Kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjangpendidikan
3) Mempunyai Kesamaan Kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan yang
bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang Pendidikan
4) Mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai peserta didik.
Dokumen: Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Hak Aksesbilitas untuk
Penyandang Disabilitas Nomor 8 Tahun 2016.
Namun, achievement yang didapat Engkus atas kemandiriannya berbeda dengan
pendapat McClelland. McClelland fokus pada hasil yang bersifat materi sedangkan
Engkus lebih mengedepankan rasa bangganya karena telah berhasil membagikan
ilmunya serta dan bantuan materi yang ia terima selama ini dihargai hanya sebagai
bonus atas apa yang telah dia lakukan. Sekarang Engkus sedang menunggu bukunya
yang berjudul “Kehidupan di Balik Jari Kaki” dengan demikian maka royalty atas
penerbitan serta penjualan buku tersebut akan meningkatkan pendapatan Engkus dan

tingkat perekonomian, Engkus mengakui bahwa motif untuk membagikan Ilmu ini
adalah sedekah.
Aspek terakhir adalah aspek ekonomi. Dalam aspek ini, tokoh paling yang berperan
adalah W.W. Rostow. Menurut Rostow, modernisasi merupakan hal yang harus
dilakukan oleh sebuah negara apabila ingin berkembang (Larrain,1989). Terdapat lima
tahapan dalam perkembangan sebuah negara dari negara tradisional menjadi negara
industri, antara lain traditional society, precondition for take-off, take off, road to
maturity, dan high mass consumption (Larrain,1989). Terkait studi kasus dari Engkus,
apabila ditinjau dari teori modernisasi milik Rostow, maka dapat diketahui proses
perekonomian Engkus masih berada di tahap pertama, yaitu traditional society.
Seperti diketahui dalam teori modernisasi milik Rostow, dalam tahap pertama yaitu
traditional society memiliki karakteristik masyarakat yang bekerja pada bidang
agricultural dengan produktivitas yang rendah (Larrain,1989). Mereka tetap
berkembang, namun perkembangan yang terjadi tidak dapat maksimal karena
keterbatasan dalam bidang teknologi. Terkait contoh kasus Engkus, dia memiliki
pekerjaan utama dalam bidang agriculture, yakni berjualan telur bebek. Namun hasil
dari usahanya tersebut tidak maksimal karena tidak diikuti oleh teknologi yang ada.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Engkus bukanlah seseorang yang buta akan
teknologi, dia dapat memanfaatkan teknologi yang dia miliki untuk berbagi ilmu Bahasa
Inggris melalui ponsel pintar yang dia miliki. Namun, kemampuan tersebut tidak
dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian, hanya sebatas untuk berbagi ilmu.
Jadi, sesuai dengan tahap traditional society, produktivitas ekonomi Engkus masih
tergolong rendah karena dia tidak memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan
perekonomiannya.
Berdasarkan hal tersebut, apabila Engkus hendak meningkatkan perekonomian yang
dia miliki, dia harus meninggalkan sector tradisionalnya untuk meningkatkan
perekonomiannya, dalam hal ini, Engkus harus beralih dari usahanya berjualan telur
menuju sector lain yang lebih menjanjikan untuk meningkatkan perekonomiannya
(McArthur, 2017). Apabila menggunakan teori modernisasi milik Rostow, Engkus dapat
meningkatkan perekonomiannya dengan mulai mengubah jalur sedekah ilmu yang dia
lakukan melalui facebook dengan menjadikan mata pencarian utama, karena dirasa
lebih menjanjikan.

Simpulan
1. Dalam makalah ini, penulis menganalisis implementasi modernisasi pada Engkus
Al-Getuk penyandang tuna daksa yang juga merupakan tutor Bahasa Inggris.
Engkus merupakan sosok inspiratif yang mana keterbatasan fisiknya tidak menjadi
halangan bagi dirinya untuk menjadi seorang guru bahasa Inggris. Meskipun hanya
menggunakan kaki namun ia dapat membagikan ilmunya secara online dengan
gadgetnya. Teori modernisasi merupakan teori pembangunan yang tepat untuk
menganalisis kasus ini.
2. Implementasi modernisasi dalam kehidupan Engkus Al-Getuk dikaji melalui tiga
aspek yaitu sosiologi, psikologi, dan ekonomi. Pada aspek sosiologi terjadi
perubahan pada tindakan, sikap, dan tingkat spesialisasi yang dimiliki seseorang.
Perubahan pada tindakan sosial pada Engkus ditunjukkan dari upayanya dalam
menjalani kehidupan dimana dia tidak hanya berfokus pada permasalahan ekonomi
saja, namun juga memiliki tujuan lain yaitu berbagi ilmu tanpa mengharap imbalan.
Perubahan sikap ditunjukkan dari respon yang dia tunjukkan terhadap penyakit yang
dimilikinya. Meskipun dia menderita polio sejak usia 5 bulan namun dia tetap
berusaha untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya serta mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dipelajari. Dia memanfaatkan sosial
media untuk berinteraksi dengan masyarakat. Selanjutnya adalah spesialiasi, dia
dapat menemukan hal yang disukainya dan bagaimana memanfaatkan apa yang
dimilikinya. Dia tetap mempelajari bahasa Inggris meskipun tidak mengenyam
pendidikan formal.
3. Aspek psikologi dapat dianalisis dengan pendapat Mc Clelland bahwa dalam
perkembangannya manusia dipengaruhi oleh motivasi. Sosok Engkus memiliki
motivasi berupa “Aku Bisa”. Motivasi tersebut membuatnya merasa mampu untuk
melakukan apa saja dan lebih optimis dalam menjalani kehidupannya. Optimisme
yang

dimilikinya

menunjukkan

bahwa

ia

memiliki

hardiness

terhadap

kehidupannya. Kepribadian Engkus saat ini tidak terlepas dari bantuan serta
dukungan dari keluarga dan kerabat. Dengan kata lain, social support merupakan
salah satu faktor penting bagi Engkus. Selain keluarga dan kerabat, pemerintahpun
juga memberikan bantuan atau fasilitas yang dibutuhkan Engkus. Namun berbeda

dengan apa yang disampaikan Mc Clelland, achievement yang diperoleh Engkus
berbentuk rasa bangga karena membagikan ilmunya dan bukan bersifat materiil.
4. Aspek terakhir adalah aspek ekonomi. Berdasarkan teori yang disampaikan W.W.
Rostow, terdapat lima tahapan dalam perkembangan sebuah negara yaitu traditional
society, precondition for take-off, take off, road to maturity, dan high mass
consumption. Menurut teori ini proses perekonomian Engkus masih berada di tahap
pertama, yaitu traditional society. Engkus memiliki pekerjaan utama dalam bidang
agriculture, yaitu berjualan telur bebek. Namun hasil dari usahanya tersebut tidak
maksimal karena tidak diikuti oleh teknologi yang ada. Gadget yang dimilikinya
hanya digunakan sebagai media berbagi ilmu dan bukan untuk meningkatkan
pendapatan.
Saran
1. Kepercayaan Engkus yang lebih memilih menyedekahkan ilmunya tanpa meminta
imbalan materiil tidak mampu di analisa secara mendalam menggunakan teori
modernisasi. Aspek belief merupakan variabel menarik yang dapat dimasukkan pada
penelitian selanjutnya.
2.
3. Penyandang disabilitas khususnya tuna daksa memiliki kesempatan yang sama, oleh
karena itu perasaan withdrawl, tidak percaya diri, dan inferior sangat tidak
dibenarkan. Engkus mengatakan, "Having a physical disability is not an obstacle for
me to keep learning and making my dreams come true”. Yang artinya, memiliki
cacat fisik bukanlah halangan bagi saya untuk terus belajar dan mewujudkan impian
saya.
4. Pemerintah harus lebih memperhatikan sosok inspiratif seperti Engkus. Dia dapat
menjadi inspirasi bagi para tuna daksa lainnya agar mengembangkan potensi-potensi
yang ada pada diri mereka dan tidak menjadikan keterbatasan fisik sebagai halangan
untuk berkembang dan maju.

Daftar Rujukan
Abiyoga M. I. & Sawitri D. R. (2017). Tabah di dalam Kekuranganku, Studi Kualitatif
Mengenai Hardiness pada Individu Dewasa Madya Penyandang Tunadaksa yang
Bekerja. Jurnal Empati, Oktober 2017 Vol. 06 (No. 04), Hal. 25-32.
Ardi R & Maison D. (2015). Psychological determinants of online disclosure on

Facebook: Differences between Indonesian and Polish users. GJBSSR, Vol.3
(1), July-September 2015: 193-210.
Asri, Silsila. 2017. Etika dalam Pembangunan Internasional. Andalas Journal of
International Studies. Universitas Andalas. Padang.
Budiyanto. (2010). Mengenal Engkus, Penyandang Disabilitas Asal Sukabumi yang jadi
Tutor Bahasa Inggris. (Online), Diakses pada tanggal 2 Mei pukul 20.28
wibpadalamanhttps://regional.kompas.com/read/2018/04/25/06314451/mengena
l-engkus-penyandang-disabilitas-asal-sukabumi-yang-jadi-tutor-bahasa.
Dembo, R.S., Mitra, M., & McKee, M. (2018). The psychological consequences of
violence against people with disabilities. Disability and Health Journal,
doi.org/10.1016/j.dhjo.2018.01.006.
Hadi C., et.al., (2014). Entrepreneurship and Education: Creating Business Awareness
for Students in East Java Indonesia. Procedia - Social and Behavioral Sciences
177 (2015) 459 – 463. Elsevier.
Indarti, S.H. (2017). Pembangunan Indonesia dalam Pandangan Amartya Sen. LIPAThe Indonesian Journal of Public Administration Vol. 03 No. 01 Juni 2017.
Larrain, Jorge. (1989). Theories of Development: Polity Press.
Maria F. A., dkk. (2017). Hubungan Dukungan Sosial dengan Harga Diri pada Remaja
Penderita Tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Kota Malang. Nursing
News Vol. 02 No. 03 Thn. 2017.
McArthur J.W. & McCord G.C. (2017). Fertilizing Growth: Agricultural inputs and
Their effects in economic development. Journal of Development Economics 127
(2017)133-152.
Merdiasi D. (2017). Gambaran Tuna Daksa yang Bekerja. Jurnal NEOTIC Vol. 03 No.
02 Juli-Desember 2017.
Novita D. A. & Novitasari R. (2017). The Relationship Between Social Support and
Quality of Life in Adolescent with Special Needs. Psikodimensia Vo. 16 No. 01
Januari-Juni 2017 (40-48).
Qomariyah N. & Nurwidawati D. (2017). Perbedaan Resiliensi pada Tuna Daksa
Ditinjau dari Perbedaan Usia. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan No. 2 Vol. 7
Th. 2017.
Vikaliana, Resista. 2017. Analisis Identifikasi Sektor Perekonomian Sebagai Sektor
Basis Dan Sektor Potensial Di Kota Bogor. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi dan
Manajemen. STIAMI. Bogor.
World Health Organization (WHO). (2017). Health Topics: Disabilities, (online),
http://www.who.int/disabilities/data/en/ dilihat pada 3 Mei 2018 pada pukul
21:12 WIB.
Weiner I. B. (2003). Handbook of Psychology: Personality and Social Psychology Vol.
5. New Jersey: John Wiley & Sons.
Yayasan Cinta Anak Indonesia Tasikmalaya (2018), di akses pada tanggal 03 Mei 2018
pada jam 11.43 WIB dari, https://ycaitasikmalaya46111.wordpress.com/
konseling-abk/pendidikan-khusus/tunadaksa/.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Integrated Food Therapy Minuman Fungsional Nutrafosin Pada Penyandang Diabetes Mellitus (Dm) Tipe 2 Dan Dislipidemia

5 149 3