Proposal penelitian Agraria Mata Kuliah

Proposal penelitian Agraria
Mata Kuliah Kajian Agraria (KPM 321)

PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN
TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

Nurmitha Atmia
I34120046

Dosen :
Prof. Dr. EndriatmoSoetarto, MA
Dr. SatyawanSunito
HeruPurwandari, SP, Msi
MartuaSihaloho, SP, Msi

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014


1

Daftar Isi
BAB I.....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
Latar belakang....................................................................................................................1
Perumusan masalah............................................................................................................2
Tujuan.................................................................................................................................3
BAB II....................................................................................................................................4
PENDEKATAN TEORITIS...................................................................................................4
2.1 Definisi Lahan pertanian..................................................................................................4
2.2 Penggunaan Lahan........................................................................................................5
2.3 Peraturan penggunaan lahan.........................................................................................5
2.4 Konversi Lahan............................................................................................................6
2.5 Konsep kesejahteraan rakyat........................................................................................8
2.6 Indikator Kesejahteraan Rakyat...................................................................................9
2.7 Diferensiasi Kesejahteraan Petani..............................................................................10
BAB III.................................................................................................................................12
METODOLOGI PENELITIAN...........................................................................................12
3.1 Pendekatan Penelitian................................................................................................12

3.2 Lokasi dan waktu penelitian.......................................................................................12
3.3 Sumber data dan teknik pengumpulan data................................................................13
3.4 Teknik analisis data....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................14
Lampiran..............................................................................................................................16

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Menurut BPS 2010 Jumlah penduduk Indonesia adalah 237 641 326 jiwa
dengan kepadatan penduduk indonesia baru mencapai 124 jiwa per km 2 pada
tahun 2010, tetapi kepadatan penduduk pulau jawa telah mencapai 1033 jiwa per
km2 , sedangkan kepadatan penduduk kalimantan, maluku dan irian jaya (papua)
masing-masing hanya 26 jiwa per km2, 34 jiwa per km2 dan 9 jiwa per km2 (Rusli
2012). Adapun Kabupaten Bogor yang akan menjadi lokasi penelitian memilki
luas wilayah 2.710,62 Km2 dengan jumlah penduduk 4.070.630 jiwa. Semakin
tingginya tingkat pertumbuhan penduduk sedangkan luas lahan tidak bertambah

maka rasio manusia-lahan1 menjadi semakin besar.
Meningkatnya kepadatan penduduk maka permintaan akan lahanpun akan
semakin tinggi permintaan akan lahan didalam aktivitas masyarakat antara lain
untuk menunjang ketersediaan pangan, sandang, papan dan fasilitas kehidupan
dasar lainnya dalam kuantitas, kualitas dan tingkat keragaman tertentu. Kebutuhan
akan lahan ini meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh pertumbuhan
penduduk, perkembangan struktur masyarakat dan perekonomian sebagai
konsekuensi logis dari hasil pembangunan. Penggunaan lahan di pedesaan
memuat kepentingan yang mungkin lebih sederhana. Dengan tuntutan umum
berfokus pada produksi pertanian. Sebaliknya, tuntutan kepentingan dalam
penggunaan lahan di perkotaan berdimensi lebih kompleks, selain sektor ekonomi
(industri dan jasa) juga kepentingan kelembagaan sosial dan pemerintahan, serta
pengendalian lingkungan (Nugroho 2004). Keberadaan lahan pertanian
memberikan manfaat yang sangat luas secara ekonomi, sosial dan lingkungan.
Oleh karena itu hilangnya lahan pertanian akibat dikonversi ke penggunaan non
pertanian dapat menimbulkan dampak negatif terhadap berbagai aspek
pembangunan. Salah satu dampak konversi lahan yang sering mendapat sorotan
masyarakat adalah terganggunya ketahanan pangan yang merupakan salah satu
tujuan pembangunan nasional (Irawan, 2004 dalam Munir 2008).
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cisarua Desa Tugu Utara yang

terletak di kabupaten Bogor, dimana letaknya cukup strategis karena berada
didaerah pinggiran kota dan dekat dengan ibukota negara Indonesia yaitu Jakarta.
Luas Desa Tugu Utara sebesar 1.703 ha merupakan desa terluas kedua setelah
desa tugu selatan. Sebagian besar daerah tugu utara berupa perbukitan dengan
ketinggian 800-1200 m dpl dan suhu udara rata-rata sekitar 18 derajat celcius
1 Rasio manusia lahan tak lain daripada perbandingan antara jumlah orang dan luas lahan
disuatu daerah. (Rusli 2012)

dengan curah hujan sebesar 200-300mm/bulan. Kondisi topografi seperti ini
mengharuskan pengelolaan kawasan dengan tepat. Perubahan penggunaan lahan
yang terjadi menyebabkan fungsi lahan tidak sesuai dengan fungsi semula.
Adapun dalam kependudukan Desa Tugu Utara termasuk dengan tingkat
kepadatan sedang dan masih dibawah rata-rata kelurahan cisarua dengan tingkat
pertumbuhan 0,039.
Desa Tugu Utara Kelurahan Cisarua merupakan salah satu daerah yang
mengalami konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian seperti industri,
pemukiman, villa, tempat wisata dan restoran, hal tersebut disebabkan oleh
adanya potensi wisata seperti perkebunan tehyang terletak pada ketinggian 1000
meter dari permukaan laut sehingga menjadi andalan wisata Jawa Barat dan
trademark bagi Bangsa Indonesia di forum pariwisata Intermasional (Marsusanti

2007) dan pemandangan yang masih asri yang menyebabkan banyak wisatawan
yang mulai mengetahui dan merasa nyaman berada dalam suasana asri dan segar
didaerah pegunungan, tidak heran banyak dibangun fasilitas-fasilitas yang
menunjang kebutuhan mereka untuk berwisata, yaitu villa, tempat wisata,
restoran, tempat hiburan dan lain-lain. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat
daerah tersebut cukup subur untuk dijadikan lahan pertanian.. Sejak tahun 1960,
jalur alternatif jakarta-bandung mulai di buka inilah yang memicu terjadinya
pembangunan yang kian melesat di daerah kelurahan cisarua dan puncak
(Marsusanti 2007). Melihat Kondisi tersebut sangat memperihatinkan, adanya
konversi lahan tersebut mengakibatkan kemacetan disekitar wilayah puncak, dan
juga tata ruang puncak tidak teratur . Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk
mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah untuk mengatasi banjir akan
dibangun waduk didaerah ciawi. Dengan terus meningkatnya konservasi lahan
pertanian maka lahan pertanian semakin menyempit, para petani kesulitan
mendapatkan lahan pertanian sedangkan
petani banyak bertumpu atau
berpenghasilan utama dari lahan pertanian, jika lahan pertanian beralih fungsi ke
non pertanian maka perlu diteliti Bagaimana pengaruh konversi lahan pertanian
ke non pertanian terhadap tingkat kesejahteraan petani sekitar ?
1.2 Perumusan masalah

Lahan merupakan kebutuhan pokok yang menjadi pertimbangan penting bagi
setiap manusia untuk memilkinya,semakin tinggi jumlah penduduk disuatu daerah
maka kebutuhan akan lahan akan semakin meningkat, hal tersebut memicu
terjadinya konversi lahan dari lahan yang seharusnya dijadikan lahan pertanian
berubah menjadi lahan nonpertanian padahal sebagian manusia menggantungkan
nasibnya pada lahan pertanian salah satunya adalah petani, melihat permaslahan
tersebut maka permasalahan penelitian yang menjadi perhatian dalam penelitian
ini adalah:

2




Bagaimana proses konversi lahan pertanian ke non pertanian di desa Tugu
Utara Kelurahan Cisarua?
Bagaimana pengaruh konversi lahan pertanian ke non pertanian terhadap
tingkat kesejahteraan rumah tangga petani di desa Tugu Utara Kelurahan
Cisarua ?


1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:



Menganalisis proses konversi lahan pertanian ke non pertanian
Menganalisis pengaruh konversi lahan pertanian ke non pertanian terhadap
tingkat kesejahteraan tangga petani di desa Tugu Utara Kelurahan Cisarua

BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Definisi Lahan pertanian
Menurut Marstaningsih (2008) Lahan termasuk salah satu sumberdaya
utama dalam menunjang segala aktivitas manusia. Sebagian wilayah Indonesia
3

terutama di Jawa, Madura dan Bali, serta beberapa pusat permukiman di luar
daerah, dimana kepadatan penduduk dan nisbah jumlah penduduk terhadap luas
lahan (man-land ratio) sudah sedemikian besar sehingga lahan dan air menjadi
sumberdaya produksi pertanian yang semakin langka, baik secara kuantitatif (luas

areal yang semakin sempit dan terpencar) maupun secara kualitatif (kualitas dan
kesuburan tanah menurun karena tekanan ekologi yang berlebihan).
Adapun pengertian lahan pertanian yaitu : Rusli (2012) menyatakan bahwa
Lahan pertanian dalam arti luas mencakup tidak hanya arable land atau cultivable
land seperti sawah dan tegalan atau ladang tetapi juga productive non-arable land
(hutan, padang, pengembalaan, dan lain-lain). Lahan pertanian dalam arti luas ini
merupakan lahan-lahan yang dapat bermanfaat untuk pertanian (usable
agriculture land). Sedangkan,Secara empiris lahan pertanian yang paling rentan
terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh : (1) kepadatan
penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada
umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga
tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi; (2) daerah pesawahan banyak yang
lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; (3) akibat pola pembangunan di
masa sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan pada umumnya lebih baik dari
pada wilayah lahan kering; dan(4) pembangunan prasarana dan sarana
pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di
wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu
(terutama di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan
(Iqbal dan Soemaryanto 2007).
Berdasarkan fakta empirik di lapangan, ada dua jenis proses konversi

lahan sawah, yaitu konversi sawah yang langsung dilakukan oleh petani pemilik
lahan dan yang dilakukan oleh bukan petani lewat proses penjualan. Sebagian
besar konversi lahan sawah tidak dilakukan secara langsung oleh petani tetapi
oleh pihak lain yaitu pembeli. Konversi yang dilakukan langsung oleh petani
luasannya sangat kecil. Hampir 70 persen proses jual beli lahan sawah melibatkan
pemerintah, yaitu ijin lokasi dan ijin pembebasan lahan (Soemarno 2013)
2.2 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) didefinisikan sebagai setiap bentuk campur
tangan (intervensi) manusia terhadap lahan guna memenuhi kebutuhan hidupnya
baik dari segi materi maupun spiritual (Arsyad, 2000 dalam Marsusanti, 2007)
.
Penggunaan lahan secara umum dibagi dalam dua hal (Marsusanti, 2007):
1. Penggunaan lahan pedesaan, dengan menitik beratkan pada produksi
pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan kehutanan

4

2. Penggunaan lahan perkotaan, dengan menitik beratkan pada tempat tinggal
sentra ekonomi, jasa & pemerintahan.
Dari pembagian penggunaan lahan diatas, maka Janudianto (2004) dalam

Marsusanti (2007) mengklasifikasikan penggunaan lahan menjadi sembilan
kategori diantaranya hutan lebat/belukar, kebun campuran, pemukiman, sawah.
2.3 Peraturan penggunaan lahan
Pierce dan Turner (1990:16-20) dalam Nugroho (2004). Ada dua
pendekatan bagi perumusan peraturan penggunaan lahan :
Sistem hak properti (property right system/PRS). Pendekatan PRS
mementingkan upaya-upaya penilaian terhadap sumber daya alam
sehingga dapat dialokasilkan ke pasar. Sasaran kebijakan berupa suatu
insentif (pajak atau subsisdi) yang dikenakan kepada pemilik lahan agar
memberikan manfaat sosial secara optimal. Misalnya, untuk memberikan
isentif bagi lahan sawah, industri yang akan berdiri diatas lahan sawah,
industri yang akan berdiri diatas lahan sawah ditarik pajak yang cukup
tinggi atau sebaliknya petani yang mempertahankan sawahnya diberi
subsidi faktor-faktor produksi.
 Keseimbangan bahan (material balance). Pendekatan keseimbangan bahan
mementingkan materi dan aliran-aliran energi didalam suatu sumberdaya
sehingga manfaatnya dapat dioptimalkan bagi kesejahteraan masyarakat.
Penerapan kedua pendekatan diatas didalam pembangunan dipengaruhi oleh
karakteristik wilayah, sumber daya, dan kemajuan teknologi. Karakteristik
sumberdaya menghasilkan aliran eksternalitas yang cukup berat sehingga

pendekatan keseimbangan bahan dianggap relevan. Sementara itu, bila kemajuan
teknologi mampu mengurangi eksternalitas, pendekatan PRS dapat dipakai.
Dalam hal karakteristik wilayah mampu mengurangi tekanan sebagian
eksternalitas, kedua pendekatan dapat diaplikasikan. Pendekatan keseimbangan
bahan bertujuan merumuskan luas wilayah karakteristik wilayah, sementara
pendekatan PRS dapat menyediakan penawaran dalam mengalokasikan
eksternalitas.


2.4 Konversi Lahan
Konversi lahan memilki banyak pengertian berdasarkan pandangan para
tokoh. Menurut Nugroho (2004) Alih fungsi lahan adalah sebuah mekanisme yang
mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan dan menghasilkan
kelembagaan bahan baru dengan karakteristik sistem produksi yang berbeda.
Fenomena alih fungsi lahan adalah bagian dari perjalanan transformasi struktur
ekonomi nasional, Tingginya pertumbuhan penduduk dan ekonomi di tingkat kota
menyebabkan terjadinya pengalih fungsian lahan terjadi di daerah pinggiran kota,
wilayah pinggiran yang sebagian besar berupa lahan pertanian beralih funsi
menjadi lahan nonpertanian dengan tingkat peralihan yang beragam antar periode
5

dan wilayah. Sedangkan, Iqbal dan Soemaryanto (2007) menyatakan bahwa
istilah alih fungsi (konversi) lahan merupakan perubahan spesifik dari
penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi non pertanian. Konversi lahan
dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruhkawasan lahan dari
fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yangmembawa
dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri
(Utomo et al. 1992). Konversi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi
sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula seperti direncanakan
menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi
lahan itu sendiri. Misalnya, berubahnya peruntukan fungsi lahan persawahan
beririgasi menjadi lahan industri, dan fungsi lindung menjadi lahan pemukiman
(Soemarno 2013).
Secara garis besar, alih fungsi lahan bisa berjaan secara sistematis dan
sporadis Nugroho (2004). Peralihan secara sitematis memuat karakter
perencanaan dan keinginan publik sehingga luasan lahan hasil peralihan lebih
terkendali dan terkonsolidasi dalam kerangka perencanaan tata ruang. Untuk
mengoptimalkan tujuan penggunaan lahan maka diperlukan adanya pertemuan
permintaan dan penawaran dialokasikan dan diputuskan didalam suatu
kelembagaan. Mekanisme tersebut terlihat dalam pembangunan kawasan industri,
pemukiman, dan sarana infrastrukturnya. Adapun peralihan secara sporadis
memuat karakter lebih individual atau oleh sekelompok masyarakat sehingga
luasan hasil peralihan tidak dapat diprediksi dan menyebar tidak terkonsolidasi.
Pertemuan antara permintaan dan penawaran diputuskan diluar kelembagaan
sehingga sering mengakibatkan kerugian di salah satu pihak dan disertai
penggunaan lahan yang tidak optimal.
Permasalahan pokok dalam alih fungsi lahan, Farvacque dan Mc Auslan
(1992) dalam Nugroho (2004) :




Kebijakan yang terdesentralisasi dan tidak operasional
Tidak terorganisasinya sektor industri dengan pertanian, khususnya
ditingkat emerintahan daerah menghasilkan kebijakan pengendaliaan alih
fungsi lahan sawah yang tidak dapat dioperasaikan secara efektif.
Kebijakan yang tidak fleksibel
Kebijakan penggunaan lahan menjadi tidak efektif karena tidak mengikuti
dinamika faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan. Faktorfaktor tersebut dapat dijelaskan berikut. Pertama, kemajauan eknologi
dalam budidaya padi sesudah inovasi, teknologi, supra insus hampir tidak
signifikan. Akibatnya produktivitas padi meningkat lamban. Hal ini
merupakan disinsentif bagi petani sehingga dapat mendorong alih fungsi
sawah. Kedua, pemerintah semenjak Pelita V kurang bergairah
membangun (investasi0 infrastruktur irigasi. Hal ini dapat dibaca sebagai
ketidakpeduliaan pemerintah terhadap sistem budaya budidaya padi.

6






Petani pemilik sawah dapat menanggapinya dengan menjual sawah dan
berpindah ke profesi lainnya. Ketiga, pemerintah tampaknya tidak
mengantisipasi tingkat urbanisasi yang tinggi, terutama diwilayah
JABODETABEK. Keadaan ini mengakibatkan kebijakan penggunaan
lahan tidak bersifat terencana sebelumnya.
Kebijakan yang kurang tepat memecahkan permasalahan
Kebijakan yang tidak efisien
Indikasi penilaian lahan sawah yang tidak memenuhi harapan
statistik (sufficent statistic) dengan muadah diamati ketimpangannya
dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hasil kompilasi
Nasoetion dalam Nugroho (2004) memperlihatkan bahwa rasio sewa
lahan sawah terhadap industri adalah 1: 500, terhadap perumahan rasionya
1:622, terhadap pariwisata rasionya 1:14 dan terhadap hutan produksi
rasionya 1:2,6. Bila ukuran sewa lahan tersebut digunakan, mekanisme
pasar otomatis akan membawa alih funsi sawah secara besar-besaran
menjadi kepentingan industri dan sebaliknya meruntuhkan sistem produksi
padi nasional. Seyogjanya kebijakan penggunaan lahan, khususnya
perlindungan alih funsi lahan, memberikan insentif yang mengarah kepada
penilaian statistik yang mengarah kepada penilaian statistik yang memadai
pada lahan sawah.
Kebijakan yang gagal mengakomodasi kepentingan orang miskin
Kebijakan penggunaan lahan secara langsung atau melalui
kebijakan lainnya umumnya kurang mengakomodasi kelompok
masyarakat miskin.

Berdasarkan hasil studi yang dikemukakan oleh Lembaga penelitian IPB
(1996) dalam Marsusanti (2007) secara umum terdapat dua faktor penting yang
berperan dalam perubahan penggunaan lahan yaitu :
1. Faktor kelembagaan
2. Faktor non kelembagaan
Faktor kelembagaan yang berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah
memberikan pengaruh 70 % dalam mendoorong alih guna lahan. Sedangkan
faktor non kelembagaan termasuk didalamnya kualitas sumberdaya lahan hanya
berperan 30 %, sehingga bobot kebijakan pemerintah dalam mempengaruhi proses
alih guna sangat besar. Struktur yang berkaitan langsung dengan perubahan lahan
yaitu :
1. Struktur permintaan
2. Strukttur penawaran
3. Struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktifitas
sumberdaya lahan

7

Menurut penelitian oleh Suputra, Amabarawti dan Tenaya (2012) di Subak
Daksina Ada empat faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu faktor
kondisi lahan, faktor ketergusuran (keterkaitan dengan kondisi penduduk), faktor
pemanfaatan lahan (untuk kepentingan sendiri) dan faktor ketidakefektifan lahan.
Permintaan terhadap sumberdaya lahan menjadi faktor pendorong proses
perubahan penggunaan lahan yang dibagi dalam tiga kelompok utama :
1. Deforerti baik ke arah pertanian intensif maupun non pertanian
2. Konversi lahan terutama ke non pertanian
3. Penelantaran lahan
2.5 Konsep kesejahteraan rakyat
Kesejahteraan merupakan suatu konsep yang dimana dalam konsep
tersebut diukur kelayakan kualitas hidup manusia, baik dari sandang, papan dan
pangan serta akses untuk memperolehnya. Menurut Suharto (2006) dalam Amelia
(2013) menyintesiskan konsep kesejahteraan yang sering diartikan berbeda oleh
orang dan negara yang berbeda. Hasil sintesisnya menyimpulkan bahwa
sedikitnya ada empat makna yang terkandung dalam konsep kesejahteraan,
sebagai berikut.
1. Sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya menunjuk pada
istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya
kebutuhan material dan non-material. Kondisi sejahtera terjadi manakala
kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi,
kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta
manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang
mengancam kehidupannya.
2. Sebagai pelayanan sosial, yakni mencakup jamian sosial, pelayanan kesehatan,
pendidikan, perumahan, dan pelayanan sosial personal.
3. Sebagai tunjangan sosial.
4. Sebagai proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembagalembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian
pelayanan sosial (pengertian kedua) dan tunjangan sosial (pengertian ketiga).
2.6 Indikator Kesejahteraan Rakyat
Kesejahteraan rakyat sangat berbeda berdasarkan sudut pandang setiap
orang, untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan indikator yang tetap dan
dijadikan indikator utama kesejahteraan Menurut BPS (2006), indikator
kesejahteraan yaitu:
1. Kependudukan

8

Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi dan distribusi
penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses
pembangunan. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan
nasional dalam penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak saja
mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga
menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu
itu, program perencanaan pembangunan sosial disegala bidang harus mendapat
prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.
2. Kesehatan dan gizi
Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang
dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator
utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selain itu, aspek penting
lainnya yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status
kesehatan yang antara lain diukur melalui angka kesakitan dan status gizi.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek
sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor
kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan belum semua anak
Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar. Berdasarkan hal
tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi pendidikan yang dicapai
suatu masyarakat, maka dapat dikatakan masyarakat tersebut semakin
sejahtera.

4. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting yang tidak hanya untuk
mencapai kepuasan tetapi juga untuk memenuhi perekonomian rumah tangga
dan kesejahteraan seluruh masyarakat.
5. Taraf dan pola konsumsi
Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk
mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu dipantau
berkenaan dengan peningkatan pendapatan penduduk tersebut adalah
bagaimana pendapatan tersebut terdistribusi diantara kelompok penduduk.
Indikator distribusi pendapatan, walaupun didekati dengan pengeluaran akan
memberikan petunjuk aspek pemerataan yang telah tercapai. Dari data
pengeluaran dapat juga diungkapkan tentang pola konsumsi rumah tangga

9

secara umum dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk
makanan dan bukan makanan.
6. Perumahan dan lingkungan
Rumah tangga dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi
pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin
sejahtera rumah tangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai fasilitas
yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat
dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, fasilitas buang air besar
rumah tangga, dan tempat penampungan kotoran akhir (jamban).
7. Sosial dan budaya
Semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan
kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki
tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat. Pembahasan mengenai sosial
budaya lebih difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan
aspek kesejahteraan, seperti melakukan perjalanan wisata dan akses pada
informasi dan hiburan, yang mencakup menonton televisi, mendengarkan radio
dan membaca surat kabar.
2.7 Diferensiasi Kesejahteraan Petani
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sitorus et al. (2008) maka dapat dilihat
ciri-ciri sosial ekonomi yang menjadi indikator kesejahteraan petani yaitu :
Tingkat Kesejahteraan

Ciri Sosial Ekonomi

Miskin






Luas kebun milk < 2ha
Tidak punya Lahan
Buruh lepas
Rumah papan

Sedang/Menengah




Luas kebun milik 2-5 ha
Rumah setengah permanen

Kaya





Luas kebun milik >5 ha
Pegawai
Rumah permanen

Kaya Raya




Luas kebun milik >20ha
Rumah Mewah (bertingkat +
pagar)
Mobil yang berharga mahal
(kijang kapsul atau lebih bagus



10

lagi)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh
pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survai
melalui data dari pemerintahan kabupaten bogor, dan kuisioner terstruktur yang
diberikan kepada informan digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan
rumah tangga petani setelah adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian
yang menjadi sampel penelitian, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk

11

melihat proses konversi dan penguatan data dari hasil penelitian kuantitatif.
Pendekatan kualitatif dilakukan melalui studi kasus, observasi dan wawancara
mendalam menggunakan panduamn wawancara. Variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Konversi lahan pertanian ke
nonpertanian (2) tingkat kesejahteraan rumah tangga tani.
Data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data sekunder dan data
primer. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang sumbernya berasal
dari berbagai dokumen-dokumen pemerintah Desa Tugu Utara, data-data dari
dinas-dinas terkait, makalah ilmiah dan lain sebagainya, sedangkan data primer
yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada 60 responden dari dua
RT (Rukun Tetangga) berbeda. Pemilihan RT ditentukan melalui teknik cluster
sampling (Singarimbun, 1989). Seluruh kampung penelitian dibagi menjadi dua
kluster yaitu kampung yang jauh dari jalan raya sebanyak 12 kampung dan
kampung yang dekat dengan jalan raya sebanyak 8 kampung. Dipilih dua
kampung secara purposif berdasarkan informasi dari aparat setempat yaitu
Kampung Sampay mewakili kampung yang dekat jalan raya dan Kampung
Sukatani mewakili kampung yang jauh dari jalan raya. Dari dua kampung tersebut
dipilih dua RT untuk menjadi sampel kedua yang ditentukan secara purposif. RT
yang terpilih yaitu RT 01/RW 03 sebanyak 121 rumah tangga dan RT 06/RW 04
sebanyak 91 rumah tangga. Dari kedua RT dipilih masing-masing 30 responden,
sehingga total responden secara keseluruhan sebanyak 60 responden. (Dharmawan
dan Lestari 2011)
3.2 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara
Kabupaten Bogor. Alasan memilih lokasi tersebut adalah :
 Desa Tugu Utara merupakan wilayah pegunungan namun sudah mengalami
konservasi lahan
 Kelurahan cisarua identik dengan banyaknya villa yang dibangun di daerah
tersebut hal ini mempermudah dalam menganalisis dampak yang terjadi
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2015. Untuk
mempermudah pengambilan data peneliti tinggal bersama objek penelitian
dilapang, hal ini dilakukan agar terciptanya keterbukaan dengan warga sekitar
tentang masalah yang akan diteliti.

12

3.3 Sumber data dan teknik pengumpulan data

Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan serta dari
hasil kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden melalui wawancara.
Wawancara mendalam juga digunakan untuk memperoleh data primer dari
informan dengan menggunakan panduan pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari
dokumen-dokumen yang terkait dengan data-data bentuk kegiatan reforma agraria
berupa redistribusi tanah. Data-data tersebut akan diperoleh dari BPN dan kantor
desa, serta organisasi lain yang memiliki dokumen terkait konversi lahan di lokasi.
Data sekunder juga didapatkan melalui literatur yang berkaitan dengan penelitian
seperti yang seperti buku penelitian, bab dalam buku penelitian, skripsi, tesis serta
karya ilmiah yang dipublikasikan melalui internet.
3.4 Teknik analisis data
Data primer diolah dan disajikan dengan menggunakan uji korelasi Rank
Spearman untuk mengetahui hubungan antar variabel yang diinginkan. Uji
korelasi RankSpearman dilakukan dengan bantuan perangkat lunak statistika yaitu
SPSS versi 16 for windows untuk melihat keterkaitan dari pengaruh konversi
lahan pertanian ke nonprtanian terhadapa tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani di Desa Tugu Utara. Data primer tersebut selanjutnya dianalisis sesuai
dengan tujuan penelitian. Sementara itu untuk pendekatan kualitatif digunakan
metode triangulasi untuk memberikan penguatan dari data yang diperoleh melalui
kuesioner dengan melibatkan wawancara mendalam dan observasi. Gabungan
data tersebut diolah dan dianalisis dengan disajikan dalam bentuk teks naratif,
matriks, atau bagan, kemudian ditarik kesimpulan dari semua data yang telah
diolah.

DAFTAR PUSTAKA
Amelia R. 2013. Peranan reforma agraria dalam meningkatkan kapasitas dan
kesejahteraan petani. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik kesejahteraan rakyat 2006. Jakarta (ID):
BPS
13

Dharmawan dan Lestari. 2011. Dampak sosio ekonomis dan sosio ekologis
konversi lahan. Sodality : Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan
Ekologi Manusia (05) [Internet]. [diunduh 2014 Mei 25]; 5(1):1-12.
Tersedia
pada
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/5835/4500.
Iqbal,M dan Soemaryanto. 2007. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian
bertumpu pada partisipasi masyarakat. [internet]. [diunduh 2014 Juni 3].
Tersedia pada : http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART5-2c.pdf
Marstaningsih A. 2008. Peluang perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
permukiman berdasarkan karakteristik pemilik lahan (Studi Kasus Desa
Sukamanah, Kecamatan Megamendung,Kabupaten Bogor) [Skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Marsusanti E. 2007. Identifikasi dan analisis permasalahan institusi dalam
kompleksitas penataan kawasan puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua
dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor) [Tesis]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Munir M. 2008. Pengaruh konversi lahan pertanian terhadap tingkat kesejahteraan
rumah tangga petani (Kasus: Desa Candimulyo, Kecamatan Kertek,
Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah) [Skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Nugroho I. 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif Ekonomi, Sosial dan
Lingkungan. Jakarta (ID) : LP3ES
Rusli S. 2012. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta (ID): LP3ES
Sitorus et al. 2008. Perubahan struktur agraria dan diferensiasi kesejahteraan
petani. [laporan hasil penelitian]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Soemarno. 2013. Konversi lahan (MK. Landuse planning & land management).
[internet]. [diunduh 2014 Juni 2]. Tersedia pada
Tenaya, Ambarawati, Suputra. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih
fungsil lahan studi kasus di subak daksina, Desa Tibubeneng, Kecamatan
Kuta Utara, Kabupaten Badung. E-journal Agribisnis dan Agrowisata (1)
[Internet]. [diunduh 2014 Juni 3]; 1(1):1-8. Tersedia pada :
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA/article/download/1129/594.

14

Lampiran
Lampiran 1. Kuesioner
KUESIONER
PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN
TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

15

No. Responden : …………………………
Lokasi Wawancara : …………………………
Hari/Tanggal : …………………………

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

KUISIONER I
Petunjuk:
Isilah jawaban pada titik-titik (.....) serta berilah tanda (√) pada setiap kolom ( )
yang sesuai di bawah ini
IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ..................................................
16

Umur : ..................................................
Jenis Kelamin : ..................................................
Tempat Tinggal : ..................................................
Lokasi bekerja : ..................................................
Faktor-faktor yang mendorong pengambilan keputusan petani untuk
mengkonversi lahan
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Usia:………………….
2. Pendidikan terakhir:
( ) Tidak sekolah
( ) Tidak tamat SD
( ) Tamat SD/Sederajat
( ) Tamat SMP/Sederajat
( ) Tamat SMA/Sederajat
B. EKONOMI RESPONDEN
a. Jumlah tanggungan
3. Berapa jumlah anggota keluarga Anda (termasuk Anda)? ………….orang
4. Berapa jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungjawab Anda
(termasuk Anda)? ………….orang
5. Apakah ada anak (usia sekolah) Anda yang masih bersekolah?
( ) Ya ( ) Tidak (langsung ke nomor 7)
Jika tidak, apa alasannya:..........................................................................
6. Berapa jumlah anak Anda yang masih sekolah?
…………..orang
b. Tingkat pendapatan rumah tangga
7. Apakah ada dari anggota keluarga Anda (tidak termasuk Anda) yang sudah
bekerja?
( ) Ya ( ) Tidak (langsung ke nomor 11)
8. Berapa jumlah anggota keluarga Anda yang sudah bekerja? …………..orang
9. Apakah anggota keluarga Anda yang sudah bekerja tersebut membantu Anda
dalam memenuhi kebutuhan keluarga?
( ) Ya ( ) Tidak (langsung ke nomor 11)
10. Berapa proporsi bantuan yang dilakukan oleh anggota keluarga Anda yang sudah
bekerja tersebut? ………….% kebutuhan keluarga
11. Berapa total pendapatan rumah tangga Anda? Rp.……………../bulan
12. Apakah dari pendapatan tersebut dapat mencukupi kebutuhan keluarga Anda
(terutama dalam hal konsumsi)?

17

( ) Ya ( ) Tidak
Jelaskan……………………………………………………………….
c. Kepemilikan Lahan
13. Apakah status lahan yangAnda miliki? ( ) Sewa ( ) Sakap ( ) Milik ( ) Gadai
14. Berapa luas lahan yang Anda miliki? ………….ha
15.
Apakah Anda hanya bergantung pada lahan tersebut untuk sumber
penghasilan?
( ) Ya (langsung ke no. 18) ( ) Tidak
16. Berapa persentase pendapatan pertanian yang berasal dari lahan tersebut
terhadap total pendapatan tumah tangga. ……………..% pendapatan rumah tangga.
17. Apakah ada bagian dari lahan Anda yang Anda konversi? ( ) Ya ( ) Tidak
(Langsung ke nomor 20)
18.
Berapa persentase lahan yang anda konversi dari lahan yang anda
milki?...........%bulan
19.
Berapa total pendapatan rumah tangga Anda sebelum mengkonversi lahan?

C. FAKTOR EKSTERNAL
20.
Apakah ada dari tetangga yang memiliki lahan pertanian di sekitar lahan Anda
yang mengkonversi lahan pertaniannya menjadi villa atau tempat wisata tau restoran?
( ) Ya ( ) Tidak
21.

Berapa banyak? ……………orang

22.
Apakah ada pengusaha di bidang non pertanian yang mempengaruhi Anda
agar mengkonversi lahan?
( ) Ya ( ) Tidak (langsung ke nomor 24)
23.
Berapa kali pengusaha tersebut datang menemui Anda untuk kepentingan
tersebut? …………kali
24.
Apakah pemerintah daerah mendukung pengembangan pertanian di sini?
( ) Ya ( ) Tidak (langsung ke nomor 26)
25.
Apakah bentuk dukungan pemerintah daerah tersebut?
……………………………………………………………………………
E. KESEJAHTERAAN KELUARGA
RESPONDEN No.
26
Kecukupan kebutuhan pangan per hari

Indikator
Kesejahteraan

Keterangan

18

.
27
.
28
.
29
.
30
.

Dinding & lantai rumah
Perabotan (Elektronik)
Kendaraan
Jumlah anak sekolah

Lampiran 5. Panduan Pertanyaan
a) Panduan Pertanyaan (responden/petani yang mengkonversi lahan)
1. Sejak kapan Anda menjadi petani?
2. Mengapa Anda menjadi petani?
3. Tanaman apa yang paling menjanjikan?
4. Apa orientasi Anda bertani?Jelaskan.
5. Apakah dengan bertani, Anda bisa memenuhi kebutuhan keluarga Anda terutama
dalam hal konsumsi?
6. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam menangani masalah pertanian di desa
ini?Apakah pernah memberi bantuan saprotan dll?Jelaskan.
7. Bagaimana cara Anda mendapatkan lahan tersebut?
8. Seberapa penting lahan yang Anda miliki bagi Anda?
9. Menurut Anda, apa fungsi utama lahan bagi Anda?
10. Sejak kapan Anda menjual lahan anda untuk dijadikan villa, restoran atau industri
atau pemukiman?
11. Mengapa demikian?
12. Mengapa Anda mengkonversikan lahan Anda? Jika mungkin, ceritakan latar
belakang/proses bagaimana Anda mengkonversikan lahan Anda.
13. Apakah ada yang mendorong Anda untuk mengkonversi lahan Anda? Jika ya,
bagaimana prosesnya?
14. Setelah Anda mengkonversi lahan, pernahkah pemerintah daerah mengingatkan
untuk kembali menanami lahan Anda?
15. Menurut Anda, apakah ada perbedaan sebelum Anda mengkonversikan lahan
Anda dengan sesudah mengkonversi dilihat dari aspek kesejahteraan. Jelaskan.
16. Menurut Anda, apa dampak dari adanya pembangunan villa, atau tempat wisata
atau industri bagiAnda?
b) Panduan Pertanyaan (responden/petani yang tidak mengkonversi lahan)
1. Sejak kapan Anda menjadi petani?
2. Mengapa Anda menjadi petani?
3. Tanaman apa yang paling menjanjikan?
4. Apa orientasi Anda bertani?Jelaskan.

19

5. Apakah dengan bertani, Anda bisa memenuhi kebutuhan keluarga Anda terutama
dalam hal konsumsi?
6. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam menangani masalah pertanian di desa
ini?Apakah pernah memberi bantuan saprotan dll?Jelaskan.
7. Bagaimana cara Anda mendapatkan lahan tersebut?
8. Seberapa penting lahan yang Anda miliki bagi Anda?
9. Menurut Anda, apa fungsi utama lahan bagi Anda?
10. Mengapa Anda tidak mengkonversi lahan Anda seperti yang dilakukan oleh
tetangga-tetangga Anda?
c) Panduan Pertanyaan (Aparat desa/tokoh masyarakat/warga ssetempat)
1. Apa rata-rata jenis mata pencaharian utama bagi masyarakat desa ini?
2. Kira-kira berapa jumlah petani di desa ini?
3. Siapa saja petani yang memiliki lahan sendiri?
4. Siapa saja petani yang kini mengubah lahannya menjadi tambang pasir dan
batu?
5. Sejak kapan fenomena konversi lahan mulai banyak terjadi di desa ini?
6. Menurut Anda, mengapa petani di sini banyak yang mengkonversikan lahannya?
Kira-kira, apa faktor utama yang mendorong mereka mengkonversi lahan?
7. Apakah ada pengusaha atau perusahaan yang bergerak di bidang non pertanian
yang membeli lahan-lahan para petani atau mempengaruhi menjual tanahnya?
8. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam menangani masalah pertanian di
desa ini?
9. Bagaimana reaksi pemerintah daerah terhadap fenomena konversi lahan yang
marak terjadi di desa ini?
10. Menurut Anda, bagaimana tingkat kesejahteraan petani yang telah mengkonversi
lahan?
11.Menurut Anda, apa dampak dari kegiatan penambangan batu dan pasir yang
banyak dilakukan oleh masyarakat desa ini bagi lingkungan?
12. Apakah ada penanganan lebih lanjut?
13. Menurut Anda, apa fungsi utama lahan bagi masyarakat di sini?

d) Panduan Pertanyaan Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Lahan
(masyarakat/petani/tokoh masyarakat/perangkat desa)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Menurut Anda, apakah lahan sangat bernilai ekonomi?
Seberapa besar ketergantungan masyarakat khususnya petani terhadap lahan?
Ciri-ciri apa yang membuat lahan bernilai tinggi?
Mengapa sering terjadi jual beli lahan?
Apa yang membuat nilai lahan menurun?
Apakah lahan merupakan alat penentu taraf hidup?

20

7. Bagaimana sistem pewarisan lahan di desa ini?
8. Bagaimana jika lahan yang diwariskan itu diperjualbelikan? Bolehkah?
9. Apakah kepemilikan lahan menentukan status sosial di desa ini? Jelaskan.

21