Kafir Tanpa Sadar gizi kadarzi

Kafir Tanpa Sadar
Dr. Khalid bin Abdurrahman al-Juraysi ditanya,
“Apakah garis pemisah di antara kufur dan islam? Apakah orang yang mengucapkan
dua kalimah syahadat kemudian melakukan perbuatan yang bertentangan dengannya
masuk dalam golongan kaum muslimin, sekalipun ia tetap shalat dan puasa?”
Maka beliau menjawab,
“Garis pemisah di antara kufur dan islam adalah: mengucapkan dua kalimah syahadat
dengan benar dan ikhlas dan mengamalkan tuntutan keduanya. Maka barangsiapa
yang terealisasi hal itu padanya maka dia seorang muslim yang beriman.
Adapun orang yang munafik, maka dia tidak jujur dan tidak ikhlas maka dia bukanlah
seorang mukmin. Demikian pula orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat dan
melakukan perbuatan syirik yang bertentangan dengan keduanya, seperti orang yang
meminta tolong kepada orang yang sudah meninggal di saat susah atau senang,
orang yang lebih mengutamakan hukum-hukum positif (buatan manusia) di atas
hukum yang diturunkan Allah, orang yang mengolok-olok al-Qur`an atau yang shahih
dari sunnah Rasulullah maka dia adalah kafir, sekalipun ia mengucapkan dua kalimah
syahadat, shalat dan puasa.”
Artinya, tidak setiap muslim adalah mu’min. Seseorang bisa saja telah berislam
dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, namun statusnya tidak dengan serta
merta menjadi orang beriman. Bisa jadi hatinya ingkar sehingga ia termasuk ke dalam
golongan orang-orang munafiq; bisa jadi hatinya tidak ingkar, namun ia termasuk ke

dalam golongan orang yang banyak bermaksiat ( fajir/ fasiq). Bahkan, bisa jadi ia telah
beriman pada pagi hari, namun pada sore hari ia melakukan suatu hal, baik itu amalan
hati maupun amalan fisik yang menyebabkan ia keluar dari Islam.
Seperti seorang yang sedang shalat dengan khusyu’, namun di pertengahan shalatnya
ia tidak sengaja menelan sisa makanan yang masih ada di mulutnya, sedangkan ia
meneruskan

shalatnya,

padahal

shalatnya

telah

batal.

Rasulullah

bersabda,


“ Bersegeralah beramal sebelum datang fitnah, seperti malam yang gelap gulita.
Seseorang pada waktu pagi beriman dan pada waktu sore kafir, dan pada waktu sore
beriman dan pada waktu pagi kafir. Dia menjual diinnya dengan harta dunia.” (HR.
Muslim)
Orang yang keluar dari Islam setelah beriman disebut murtad. Murtadnya seseorang
bisa lebih cepat dari masuknya. Karenanya hari ini begitu banyak orang yang
mengaku berilmu namun tidak mengerti laa ilaaha illallah. Mereka menganggap
semua yang mengucapkannya sebagai orang Islam, meskipun ia melakukan kekufuran
yang terang, yang perkataan ataupun perbuatannya tersebut tidak bisa didefinisikan
lain kecuali kekufuran. Allah telah melaknat orang-orang yang murtad dari diin ini (QS.
2: 217) dan Rasulullah Muhammad telah menegaskan dalam haditsnya bahwa
seseorang yang murtad, maka ia wajib dibunuh.

Iman,

sebagaimana

ibadah


mahdhah

yang

wajib

ditegakkan

rukun-

rukunnya agar sempurna dan terpenuhi syarat-syaratnya agar sah ibadah tersebut,
namun hanya memerlukan satu pembatal saja untuk mengugurkannya. Iman adalah
keyakinan, ucapan, dan perbuatan. Maka, pembatal iman pun bisa datang dari pintu
ucapan, keyakinan, atau perbuatan.
Berdasarkan kesepakatan ‘ulama, dalam kitab-kitab aqidah dan tauhid, disebutkan
hal-hal yang dapat membatalkan keislaman di antaranya adalah.
1. Syirik
2. Murtad
3. Tidak mengkafirkan orang kafir atau ragu akan kekafiran mereka
4. Meyakini kebenaran hukum thaghut

5. Membenci sunnah Rasul, meskipun diamalkan
6. Mengolok-ngolok agama
7. Sihir
8. Menolong orang kafir untuk memerangi kaum muslimin
9. Meyakini bolehnya keluar dari syariat Allah
10.

Tidak mau mempelajari dan mengamalkan agama

Namun demikian, yang akan dibahas di sini bukanlah merinci satu demi satu hal
di atas, kami lebih menegaskan akan bahaya penyebab kekafiran yang dapat masuk
dari hati, lisan, dan tindakan. Sedangkan penjelasan yang lebih rinci mengenai hal
yang telah disebutkan di atas dapat dilihat pada kitab-kitab aqidah dan tauhid seperti
Kitab I’laamul

Muwaqi’iin Syaikh

Ibn

al


Qayyim

al

Jawziyyah, Kutub

at

Tauhid dan Kasyfusy Syubuhat Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab, Kitab Nawaaqidh
al Islam Syaikh Ibn Bazz, Aqidah at Tauhid Syaikh Shalih Fauzan al Fauzan, Kitab Al
Iman Syaikh al Islam Ibn Taymiyyah, Iman dan Kufur Syaikh Sayyid Imam dll. Dalil
dalam al Quran dan as Sunnah pun mudah sekali dijumpai untuk menegaskan
kesepuluh pembatak keislaman tersebut
Pembahasan kali ini dikhususkan kepada penegasan bahwa kufur murtad dapat terjadi


selain

karena


amalan

hati,

berupa juhd (ingkar), radd (penolakan), istihlal (penghalalan), takdzib (pendustaan), dll
– juga dapat terjadi karena ucapan dan tindakan, terlepas ia meyakini ucapannya atau
tidak, terlepas ia mengingkari ucapannya atau tidak.
1. Kufr karena amalan hati (i’tiqadi)
Seseorang dapat murtad dari jalur amalan hati saat dirinya meyakini hal-hal yang
seharusnya diingkari (QS. 9:45, 64, 74), dan ini disepakati oleh para ulama ahlus
Sunnah. Tidak ada satupun yang menentang pintu masuknya kekufuran dari hati.
Adapun beberapa contoh yang berkaitan dengan hal ini adalah:
1. meyakini adanya arbaab, aalihah, atau andaad selain Allah;
2. mencintai sesuatu sama atau lebih besar dari Allah;
3. meyakini adanya nabi setelah Rasulullah Muhammad;

4. meyakini bahwa orang di luar Islam akan masuk syurga dengan perbuatan
baiknya;
5. meyakini bahwa ada al haqq di luar Islam (pluralism);

6. mengakui dan ridha terhadap hukum thahgut, yakni hukum buatan manusia;
7. serta meyakini tindakan-tindakan kekafiran lainnya walaupun ia tidak mengucapkan atau melakukannya.
Di hadapan manusia ia mungkin diperlakukan seperti seorang muslim, karena
kekufurannya tidak terlihat, namun di hadapan Allah ia telah kafir murtad. Sedangkan
penolakan dan keraguan yang dapat menyebabkan kekafiran adalah
1. menolak dan meragukan kebenaran, hukum, syariat, perintah yang datang dari
Allah dan rasul-Nya, walaupun ia tetap mengamalkannya;
2. menolak rukun Iman dan rukun Islam, meragukan hari kiamat, syurga, dan neraka;
3. meragukan kebenaran al Quran dan membenci sunnah;
4. meragukan kekafiran orang-orang yang jelas-jelas kafir
5. Inti dari penyakit ini adalah menghalalkan apa-apa yang diharamkan Allah (istihlal), walaupun ia tidak mengatakan atau melaksanakannya, mengharamkan apaapa yang dihalalkan Allah (juhd/ radd), walaupun ia tetap melaksanakannya.
2. Kufr karena ucapan dan tindakan
Beberapa ulama masa kini tidak menyatakan kafir terhadap orang yang jelas-jelas
melakukan tindakan kekafiran selama hati mereka tetap tenang dalam keimanan.
Padahal, siapa yang tahu isi hati kecuali Allah dan dirinya sendiri. Sabda Rasulullah,
“ Sesungguhnya aku tidak diperintahkan untuk membelah qalbu manusia.” (HR.
Bukhari). Sebagian lagi membatasi bahwa seseorang dapat kafir melalui pintu
tindakan saat ia meninggalkan shalat dan zakat, sedangkan perbuatan dosa yang
lainnya tidak menyebabkan seorang menjadi kafir.
Sebagian lagi berpendapat bahwa seseorang dapat menjadi kafir dari pintu ucapan

dan perbuatan bukan karena ucapa dan perbuatannya itu sendiri, melainkan karena
ucapan dan perbuatan tersebut mengindikasikan adanya kekufuran di dalam hati, dan
ia menjadi kafir. Padahal, sekali lagi, tidak ada yang mengetahui isi hati seseorang.
Walaupun pendapat ini lebih baik daripada pendapat sebelumnya yang hanya
membatasi kekafiran pada i’tiqad saja, namun tetap saja ini bukanlah pendapat yang
benar.
Ahlus Sunnah berpendapat bahwa ucapan dan perbuatan adalah hukum bukan sebab
terjadinya hukum. Maka, seseorang bisa kufur karena ucapan atau perbuatan yang
tidak bisa ditafsirkan kecuali bahwa itu adalah kata-kata atau perbuatan yang dapat
menyebabkan dirinya kafir, terlepas apakah hatinya meyakini atau tidak apa yang ia
ucapkan atau lakukan; serius atau bergurau (dengan maksud mengolok-olok). Selama
tidak ada paksaan ( ikrah) dan dalam keadaan sadar, maka kata-kata tersebut dapat
menyebabkan seseorang kafir murtad (QS. 9: 55-56, 74, 80; 18: 103-105; 49: 2; 7: 30).

Ini merupakan pendapat jumhur ‘ulama, baik madzhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan
Hanbali.
Beberapa perkataan yang dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir adalah.
1. Berkata “kafir” kepada orang yang masih jelas keislamannya atau seorang yang
tidak terlihat kekafirannya,
2. mengatakan bahwa Isa dan Uzair anak Allah,

3. mengatakan hal-hal yang memperolok-olok agama Allah,
4. mengatakan bahwa dirinya keluar dari Islam,
5. menghina Allah dan rasul-Nya,
6. menghujat al Quran dan kebenaran yang terkandung di dalamnya,
7. serta kata-kata kekufuran lainnya.
Sedangkan beberapa contoh tindakan yang dapat membuat seseorang menjadi kafir di
antaranya adalah.
1. Berdoa kepada selain Allah, atau menggunakan perantara dalam berdoa kepada
Allah seperti kaum musyrikin Makkah,
2. Melakukan peribadahan dan adat kebiasaan orang-orang kafir, misal: merayakan
natal, tahun baru masehi, hari valentine, dan kebiasaan-kebiasaan kaum kuffar
lainnya, karena hal ini merupakan tasyabbuh dalam hal ashlul iman (pokokpokok iman),
3. Meninggalkan Shalat atau Zakat dengan sengaja,
4. Membantu orang-orang kafir dalam memerangi Islam dan mujahidin,
5. Tidak berhukum kepada al Quran dan memilih berhukum kepada thaghut
(hukum buatan manusia),
6. Bermudhahanah dan sekaligus taat kepada penguasa yang memusuhi Islam,
7. Membuang mushaf ke kotoran, melempar-lemparnya, atau membakarnya,
8. Wala terhadap orang-orang kafir; Bara’ terhadap orang mu’min,
9. Berpaling dari ajaran Allah, dll.

Demikianlah, bahwa Iman yang ditegakkan dengan ikrar, tashdiq, dan amal secara
bersamaan sebagai syarat sahnya, namun hanya perlu satu pintu saja untuk
membatalkannya. Karenanya, berhati-hatilah dalam berprasangka, berkata, dan
bertindak, agar kita tidak terjebak dan pada akhirnya kafir, amalan kita menjadi sia-sia
karena Allah telah menghapus seluruh amalan kita, namun kita tidak menyadarinya.
Begitu banyak orang-orang yang dikafirkan oleh Allah padahal hati mereka tidak
seperti apa yang nampak, namun karena mereka teleh menampakkan perkataan dan
perbuatan kekufuran, maka mereka pun kafir di hadapan Allah (dan di hadapan
manusia), padahal mereka tidak menyadarinya.
“…agar tidak terhapus amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadarinya.” (QS. 49:2)…
Wallahu a’lam…

Seseorang tidaklah dikatakan muslim jika ia hanya berikrar dua kalimat syahadat.
Orang yang berikrar sekali pun bisa jadi kafir dikarenakan ia melakukan pembatal keislaman semacam syirik, nifak (kemunafikan) atau mencela agama Islam. Bahasan
berikut akan membahas perihal murtad dan hal-hal yang dapat membatalkan keislaman. Moga para remaja bisa memahami hal ini.
Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila
dikatakan irtadda ‘an diinihi maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam
(lihat Mu’jamul Wasith, 1/338). Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah (kemurtadan). Secara istilah makna riddah adalah: menjadi kafir sesudah berislam. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka
mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan
mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. al-Baqarah :

217) (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32)
Penjatuhan vonis kafir/murtad
Vonis hukum kafir/takfir dapat dibagi menjadi dua kategori: takfir muthlaq dan takfir
mu’ayyan. Yang dimaksud dengan takfir muthlaq adalah kaidah umum yang diberlakukan bagi orang yang melakukan suatu jenis perbuatan yang dimasukkan dalam
kategori kekafiran (kufur akbar). Seperti misalnya ucapan para ulama, “Barang siapa
yang meyakini al-Qur’an adalah makhluk maka dia kafir.” Ungkapan semacam ini bisa
dilontarkan oleh siapa saja selama dilandasi dalil al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman yang benar serta tidak ditujukan kepada suatu kelompok atau individu tertentu. Adapun takfir mu’ayyan maka ia merupakan bentuk penjatuhan vonis kafir
kepada individu atau kelompok orang tertentu. Jenis takfir yang kedua ini bukan hak
setiap orang, namun wewenang para ulama yang benar-benar ahlinya atau badan
khusus (ulama) yang ditunjuk oleh penguasa muslim setempat. Untuk menjatuhkan
vonis kafir kepada perorangan diperlukan tahapan-tahapan yang tidak mudah dan
syarat-syarat, sampai benar-benar terbukti bahwa yang bersangkutan benar-benar
telah melakukan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama (lihat Mujmal Masa’il
Iman al-’Ilmiyah fi ushul al-’Aqidah as-Salafiyah, hal. 17-18).
Macam-macam riddah/kemurtadan
[1] Riddah dengan sebab ucapan. Seperti contohnya ucapan mencela Allah ta’ala atau
Rasul-Nya, menjelek-jelekkan malaikat atau salah seorang rasul. Atau mengaku
mengetahui ilmu gaib, mengaku sebagai Nabi, membenarkan orang yang mengaku
Nabi. Atau berdoa kepada selain Allah, beristighotsah kepada selain Allah dalam urusan yang hanya dikuasai Allah atau meminta perlindungan kepada selain Allah dalam
urusan semacam itu.
[2] Riddah dengan sebab perbuatan. Seperti contohnya melakukan sujud kepada
patung, pohon, batu atau kuburan dan menyembelih hewan untuk diperembahkan
kepadanya. Atau melempar mushaf di tempat-tempat yang kotor, melakukan praktek
sihir, mempelajari sihir atau mengajarkannya. Atau memutuskan hukum dengan bukan
hukum Allah dan meyakini kebolehannya.
[3] Riddah dengan sebab keyakinan. Seperti contohnya meyakini Allah memiliki
sekutu, meyakini khamr, zina dan riba sebagai sesuatu yang halal. Atau meyakini roti

itu haram. Atau meyakini bahwa sholat itu tidak diwajibkan dan sebagainya. Atau
meyakini keharaman sesuatu yang jelas disepakati kehalalannya. Atau meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati keharamannya.
[4] Riddah dengan sebab keraguan. Seperti meragukan sesuatu yang sudah jelas
perkaranya di dalam agama, seperti meragukan diharamkannya syirik, khamr dan
zina. Atau meragukan kebenaran risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para
Nabi yang lain. Atau meragukan kebenaran Nabi tersebut, atau meragukan ajaran Islam. Atau meragukan kecocokan Islam untuk diterapkan pada zaman sekarang ini (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32-33)
Sepuluh Pembatal Keislaman
Berikut ini sepuluh perkara yang digolongkan sebagai pembatal keislaman. Walaupun
sebenarnya pembatal keislaman itu tidak terbatas pada sepuluh perkara ini saja.
Hanya saja sepuluh perkara ini merupakan pokok-pokoknya, yaitu:
[1] Melakukan kemusyrikan dalam beribadah kepada Allah. Yaitu menujukan salah satu
bentuk ibadah kepada selain Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barang siapa
yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka…” (QS. al-Ma’idah: 72).
[2] Mengangkat perantara dalam beribadah kepada Allah yang dijadikan sebagai tujuan permohonan/doa dan tempat meminta syafa’at selain Allah.
[3] Tidak meyakini kafirnya orang musyrik, meragukan kekafiran mereka, atau bahkan
membenarkan keyakinan mereka.
[4] Keyakinan bahwa ada petunjuk dan hukum selain tuntunan Nabi yang lebih sempurna dan lebih baik daripada petunjuk dan hukum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[5] Membenci ajaran Rasul, meskipun dia juga ikut melakukan ajaran itu.
[6] Mengolok-olok ajaran agama Islam, pahala atau siksa.
[7] Sihir.
[8] Membantu kaum kafir dalam menghancurkan umat Islam.
[9] Keyakinan bahwa sebagian orang boleh tidak mengikuti syari’at Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menganalogikannya dengan Nabi Khidr bersama
Nabi Musa ‘alaihimas salam.
[10] Berpaling total dari agama, tidak mau mempalajari maupun mengamalkannya (lihat Nawaqidh al-Islam, karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah hal. 2-4 software
Maktabah asy-Syamilah).
Hukum yang terkait dengan orang murtad
[1] Orang yang murtad harus diminta bertobat sebelum dijatuhi hukuman. Kalau dia
mau bertobat dan kembali kepada Islam dalam rentang waktu tiga hari maka diterima
dan dibebaskan dari hukuman.
[2] Apabila dia menolak bertobat maka wajib membunuhnya. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.”
(HR. Bukhari dan Abu Dawud).
[3] Kemurtadannya menghalangi dia untuk memanfaatkan hartanya dalam rentang
waktu dia diminta tobat. Apabila dia bertobat maka hartanya dikembalikan. Kalau dia
tidak mau maka hartanya menjadi harta fai’ yang diperuntukkan bagi Baitul Maal sejak
dia dihukum bunuh atau sejak kematiannya akibat murtad. Dan ada pula ulama yang
berpendapat hartanya diberikan untuk kepentingan kebaikan kaum muslimin secara
umum.
[4] Orang murtad tidak berhak mendapatkan warisan dari kerabatnya, dan juga
mereka tidak bisa mewarisi hartanya.
[5] Apabila dia mati atau terbunuh karena dijatuhi hukuman murtad maka mayatnya
tidak dimandikan, tidak disholati dan tidak dikubur di pekuburan kaum muslimin akan
tetapi dikubur di pekuburan orang kafir atau di kubur di tanah manapun selain pekuburan umat Islam (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 33). Demikian penjelasan
yang ringkas ini, semoga bermanfaat.

Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi
Rabbil ‘alamin.

Dokumen yang terkait

Evaluasi Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik Pada Perusahaan Jasa Restoran (Studi Kasus Pada CÂ’Bezt Fried Chicken Pandanwangi)

9 83 17

Keadaan gizi dan karies gigi pada anak usia 2-5 tahun di Kec. Sumbersari Kab. Jember th 1997/1998

0 15 6

Analisis pengetahuan dan perilaku gizi seimbang menurut pedoman umum gizi seimbang (PUGS) pada siswa SMPN 107 Jakarta tahun 2009

0 29 265

Pendayagunaan dan Zis Pada pos Keadilan peduli umat (PKPU) dalam upaya meningkatakan gizi masyarkata Bintaro-Tangerang Selatan melalui program Budarzi (Ibu Sadar Gizi)

3 20 103

Risiko keracunan Merkuri (Hg) pada pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di desa Cisarua Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2013

3 46 164

Hubungan asupan zat gizi (energi, protein, besi dan seng), stunting dan stimulasi psikososial dengan status motorik anak usia 3-6 Tahun di paud wilayah Binaan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2014

7 37 152

Gambaran status gizi dan asupan protein pada anak usia 13-15 tahun di Madrasah Pembangunan Tsanawiyah Ciputat 2015

1 31 71

Pengaruh Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan UMKM dan Implikasinya Terhadap Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 (Survei pada UMKM di Kota Bandung)

2 39 60

Analisis Proses Peradilan Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Oleh Anak Tanpa Didampingi Advokat (Studi Putusan Nomor 222/Pid.A/2011/PN.GS)

0 9 60

Peta Tanpa Judul

0 7 1